laporan kasus
DESCRIPTION
lapkasTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan
pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500
gram (Cunningham, 2005). Abortus merupakan salah satu permasalahan yang
ada kaitannya dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (Supriyanto
Khafid, 2007). Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus
cukup tinggi. Sekitar 15–40%, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif
hamil, dan 60–75% abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu
(Lestariningsih, 2008)
Di Indonesia, diperkirakan 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap
tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7
pertahunnya (Manuaba, 2001). Menurut Pangkahila, abortus di Indonesia masih
cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni 2,3 juta
abortus per tahun. Sulit untuk mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering
keguguran terjadi (Henderson, 2005). Hal ini diperkirakan merupakan bagian
kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan
pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi
(Widyastuti & Dina, 2008).
Menurut Cunningham (2000) ada beberapa faktor predisposisi terjadinya
abortus, misalnya faktor paritas dan usia ibu, mempunyai pengaruh besar.
Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas, 6%
kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat
menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya (Llewellyn-Jones, Derek
1
2001). Penatalaksanaan abortus meliputi, perbaikan keadaan umum ibu,
antibiotika dan pengeluaran hasil konsepsi.
Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai pasien dengan abortus
incomplete. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas mengenai
faktor resiko terjadinya abortus, gejala dan tanda klinis, pencegahan serta
penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini, dengan harapan laporan
kasus ini dapat menambah informasi dan wawasan mengenai abortus
incomplete.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah :
1. Apa saja faktor resiko yang diduga berperan dalam terjadinya abortus
incomplete pada pasien dalam laporan kasus ini ?
2. Bagaimana diagnosis abortus incomplete pada pasien dalam laporan kasus
ini?
3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini ?
1.3 Tujuan
Tujuan pembahasan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor resiko yang diduga berperan dalam terjadinya
abortus incomplete pada pasien dalam laporan kasus ini.
2. Untuk mengetahui diagnosis abortus incomplete pada pasien dalam laporan
kasus ini.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini.
2
1.4 Manfaat
Manfaat dari laporan kasus ini adalah menambah informasi dan wawasan
mengenai kasus abortus incomplete.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan
pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500
gram (Cunningham, 2005). Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat
hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum
janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo,
2006).
2.2 Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas:
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau
medisinalis, semata mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja
tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan
alat-alat.
4
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram
2.3 Patogenesis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil
konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
5
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan
dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan
di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri
dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2006).
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor- faktor yaitu (Cunningham, 2005):
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi
pada 50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor endokrin:
6
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %
kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus
bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi
progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan
insiden abortus. Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat
menaikkan insiden abortus. Defisiensi progesteron karena kurangnya
sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai
kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan
mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga
sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma,
Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif
yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan.
Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur
yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
7
aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi
antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini
meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang
berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen
antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin
mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa
melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit
liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik.
Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah
menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat.
Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai
apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang
kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan
prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
8
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang
berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan
keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka
terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional
dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk
mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya,
sangat membantu.
2.5 Gejala Klinis
Adapun gejala-gejala dari abortus spontan sebagai berikut:
1. Pendarahan mungkin hanya bercak sedikit, atau bisa cukup parah.
2. Nyeri dan kram terjadi di perut bagian bawah. Mereka hanya satu sisi,
kedua sisi, atau di tengah. Rasa sakit juga dapat masuk ke punggung
bawah, bokong, dan alat kelamin.
3. Anda mungkin tidak lagi memiliki tanda-tanda kehamilan seperti mual
atau payudara bengkak / nyeri jika Anda telah mengalami keguguran
(Vicken Sepilian, 2007).
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi.
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan panggul. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah
leher rahim sudah mulai membesar.
9
3. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi). Hal ini membantu dokter untuk
memeriksa detak jantung janin dan menentukan apakah embrio
berkembang normal.
b. Pemeriksaan darah. Jika mengalami keguguran, pengukuran hormon
kehamilan, HCG beta, kadang-kadang bisa berguna dalam menentukan
apakah Anda telah benar-benar melewati semua jaringan plasenta.
c. Pemeriksaan jaringan. Jika telah melewati jaringan, dapat dikirim ke
laboratorium untuk mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi - dan
bahwa gejala tidak berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan
kehamilan (Vicken Sepilian, 2007).
2.7 Diagnosa Banding
a. Threatened Miscarriage (Abortus Iminens). Yang pertama kali muncul
biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari
kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior
dan jelas bersifat ritmis; nyeti dapat berupa nyeri punggung bawah yang
menetap disertai perasaan tertekan di panggul; atau rasa tidak nyaman
atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
b. Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap). Pada abortus yang terjadi
sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar
bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila
seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambat akan
terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkomplet.
c. Missed Abortion. Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi
yang telah meninggal in utero selama beberapa minggu. Setelah janin
meninggal, mungkin terjadi perdarahan per vaginam atau gejala lain yang
mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya
10
tidak mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada
payudara biasanya kembali seperti semula.
d. Recurrent Miscarriage (Abortus Berulang). Keadaan ini didefinisikan
menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi definisi yang paling luas
diterima adalah abortus spontan berturutturut selama tiga kali atau lebih
(Cunningham, 2005).
2.8 Penatalaksanaan
a. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi
darah dan cairan yang cukup.
b. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta
satuan tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau
antibiotika spektrum luas lainnya.
4. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat
bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk
mengeluarkan hasil konsepsi.
5. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
c. Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM.
Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang
ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang
menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1
sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram
demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau
gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi.
Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
11
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Reg : 11108943
Nama : Ny. L
Umur : 23 tahun
Alamat : Jalan Selorejo Rt 02 RW 02 Wagir
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SD
Suami : Tn. S
Umur : 29 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah 1x
Lama menikah: 1 tahun
Pasien merupakan rujukan dari Sp.OG dengan abortus incomplete
3.2 Subyektif
Keluhan utama: Keluar darah dari jalan lahir
- Tanggal 21/4/13, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa
flek-flek warna kemerahan tanpa keluhan penyerta lainnya pasien
masih tetap di rumah
- Tanggal 22/4/13, jam 17.00, pasien merasa keluar darah semakin banyak
disertai gumpalan seperti daging dan menghabiskan kurang lebih 3
pembalut dalam 1 jam. Pasien juga mengeluh perut sedikit mules, seperti
sakit datang bulan. Pasien segera ke dokter kandungan, di USG dan
12
dinyatakan keguguran dan masih ada sisa. Disarankan harus dikuret.
Pasien ingin menggunakan jampersal, sehingga kemudian dirujuk ke
RSSA
- Pukul 21.00, pasien berangkat ke RSSA
- HPHT 1 Januari 2013 ∞ 16-18 minggu
- Riwayat trauma, pijat oyok, minum jamu-jamuan disangkal
- Terdapat riwayat keputihan semasa hamil sejak ± 2 minggu yang lalu,
lendir kekuningan, tidak didapatkan gatal maupun bau, pasien tidak
berobat untuk keputihannya
- Riwayat demam (-), mual muntah selama hamil (+) di awal kehamilan
- BAB dan BAK dalam batas normal
3.3 Objektif
STATUS INTERNA
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 456, compos mentis
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 45 kg
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu rectal : 36,9 C
Suhu axilla : 36,7 C
Kepala dan leher : anemis - / - ,icterus – / –
Thorax : jantung s1s2 tunggal, m (-)
paru vv Rh - - Wh - -
vv - - - -
13
vv - - - -
Abdomen : hepar/lien dalam batas normal, bising usus (+)
normal. Fundus teraba di 2 jari di atas symphisis
Ekstremitas : anemis -/- , edema -/-
STATUS GINEKOLOGI
Pemeriksaan Luar
GE : fluk (+), fluor (-),
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo : v/v fluk (+), fluor (-) PONP terbuka, tampak jaringan
VT :
- v/v fluk (+), fluor (-), PONP terbuka 1 jari, teraba jaringan
- CUAF ∞ 10-12 minggu
- Adnexa perimetrium D/S : nyeri (-), massa (-)
- Cavum Douglasi ∞ tidak menonjol
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium
(22 April 2013)
DL : 14.10/16.250/39.8%/272.000
UL :
- Darah : 3+
- Tes kehamilan : positif
3.4 Assessment
Abortus incomplete
14
3.5 Planning
PDx : -
PTx :
- MRS, pro kuretase
- IVFD RL + 20 IU oxytocin 28 tpm dalam 12 jam post kuretase
- Persiapan kuret: injeksi gentamicin 80 mg IV
Kaltofren supp. 2
- Tx Oral post kuret : Amoxycillin 2 x 500 mg
Asam Traneksamat 2x500 mg
Metergin 2 x 1
Robborantia 1 x 1
PMo :
- TD, Nadi, RR, Tax, flux, kontraksi uterus
15
½ jam pre kuretase
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Faktor Resiko Abortus Incomplete pada Pasein
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor- faktor menurut
Cunningham (2005) dapat dibagi menjadi, faktor janin, faktor ibu, faktor endokrin,
faktor infeksi, obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan, faktor psikologis.
Pada pasien ini, kemungkinan faktor resiko yang ditemukan dan
kemungkinan bisa menyebabkan terjadinya abortus adalah:
a. Faktor janin: faktor resiko dari janin, yaitu kelainan genetik, pada pasien ini
tidak dapat dievaluasi.
b. Faktor ibu: faktor resiko dari ibu yang kemungkinan merupakan faktor resiko
terjadinya abortus pada pasien ini adalah dugaan terjadinya infeksi. Pasien
mengeluh adanya keputihan berwarna kekuningan sejak 2 minggu yang lalu
namun tidak diobati. Menurut penelitian yang dipublikasikan di BMJ (2002),
Bakterial vaginosis signifikan berhubungan dengan abortus pada usia 13-15
minggu. Selain itu, pasien memiliki berat badan rendah (BMI = 18.7 kg/m2),
menurut penelitian Helgstrand dan Andersen (2005), ibu dengan BMI di
bawah 20 berhubungan dengan kematian janin. Cliver (1992) melaporkan
ukuran tubuh ibu yang kecil, terutama berat badan rendah, meningkatkan
resiko retardasi pertumbuhan janin. Mekanisme biologis yang mungkin
menyebabkan adanya hubungan underweight dan abortus mungkin dari
down regulation hormon atau konsekuensi langsung dari undernutrition. Dari
studi pada tikus undernutrition dapat berakibat mekanisme inisiasi stress
metabolik, menghambat proliferasi embrionik yang berakibat kematian janin
(Kwong, 2000). Abecia (1999) melaporkan ibu dengan nutrisi rendah
menyebabkan penurunan kemampuan embrio untuk mensekresi trofoblas
16
interferon-t dan meningkatkan produksi prostaglandin dari endometrium,
yang dapat menginisiasi terjadinya luteolisis.
Pasien dalam laporan kasus ini, menyangkal adanya penyakit kronis
seperti diabetes mellitus, hypertiroid, hipertensi dan lain sebagainya sehingga
tidak dapat ditemukan faktor resiko untuk faktor penyakit berkepanjangan. Selain
itu, tidak dapat dipastikan pula adanya kelainan genetik dan penggunaan obat-
obat juga disangkal. Untuk faktor psikologis pada pasien ini tidak dapat
dipastikan juga karena dari anamnesis ibu tidak mengeluh adanya beban pikiran
atau stres yang dirasakannya.
Jadi, faktor resiko yang ditemukan dan mungkin menjadi penyebab
terjadinya abortus pada pasien adalah dugaan infeksi dari anamnesis
keputihannya dan underweight.
4.2 Diagnosis Abortus Inkomplit pada Pasein
Diagnosis Abortus inkomplit ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari gejala klinis yang telah dibahas pada sub
bab sebelum nya, gejala yang dikeluhkan pasien pada kasus ini mengarah pada
abortus inkomplit.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan pasien telah mengalami amenorhea dengan
hari pertama haid terakhir 1 Januari 2013. Pasien juga telah memastikan
kehamilannya dengan memeriksakan diri pada bidan dan SpOG. Pada
tanggal 21 April 2013 pasien mengalami perdarahan pervagina disertai
dengan gumpalan seperti daging, pasien juga mengeluh sakit perut. Keluhan
pasien mengarah pada suatu kejadian abortus. Untuk menentukan jenis
abortus diperlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut.
17
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen didapatkan fundus uteri teraba 2 jari diatas
symphisis yang mengkonfirmasi adanya kehamilan setara umur kehamilan
12 minggu pemeriksaan ini membuktikan bahwa besar fundus uteri sesuai
dengan usia gestasi. Pemeriksaan genetalia bagian luar didapatkan darah
dengan jumlah sedikit hasil pemeriksaan ini meyakinkan adanya pedarahan
yang terjadi dan mengestimasi kehilangan darah, pada pasien ini tidak
didapatkan perdarahan yang banyak dan keadaan pasien masih cukup baik.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio nullipara mengkonfirmasi bahwa
pasien belum pernah melahirkan sebelumnya, portio tanpaak terbuka
dengan terlihat jaringan, hasil pemeriksaan ini mengkonfirmasi adanya sisa
jaringan pada rahim. Uterus, adnexa parametrium dan cavum douglasi
berada dalam kondisi baik tanpa kelainan.
c. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kondisi
komponen darah ibu. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hemoglobin ibu
masih normal yaitu 14.10 gr/dl menandakan bahwa kondisi ibu masih cukup
baik dan tidak mengalami anemia. Leukosit 16.250 merupakan keadaan
leukositosis. Komponen darah lainnya masih dalam batas normal.
Dilakukan pemeriksaan plano tes untuk mengkonfirmasi diagnosis, pada
pasien ini plano tes masih positif. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
didapatkan diagnosis pasien lebih mengarah pada abortus inkomplit.
2.9 Penatalaksanaan Abortus Incomplete pada Pasien
18
Penanganan pertama pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan
umum. Perdarahan yang dialami pasien tidak terlalu banyak dan keadaan
umum serta hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien
dalam keadaan baik sehingga tidak memerlukan penanganan lain selain
pemberian cairan maintenance dan uretonika untuk induksi pengeluaran
hasil konsepsi yaitu IVFD RL + 20 IU oxytocin sebanyak 28 tpm dalam 12
jam post kuretase.
Pemberian antibiotika pada pasien untuk menghindari terjadinya
infeksi. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang berspektrum luas.
Kemudian dilakukan kuretase dengan persetujuan dari pasien sebelumnya.
Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang
ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang
menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama
1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami
kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang
ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi
anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien
menandatangani surat persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
BAB 5
19
KESIMPULAN
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Etiologi dari abortus
sebagian besar diakibatkan oleh kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasa
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu, kelainan pada
plasenta misalnya endarteritis vili korialis. Karena hipertensi menahun, factor
maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, toksoplasmosis,
kelainan traktus genetalia seperti mioma uteri, kelainan bawaan uterus. Diagnosa
biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan
memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya
malah mengecilnya uterus. Hal tersebut diatas akan membawa kita pada suatu
planning terapi serta pemilihan obat yang tepat dan efektif akan mempunyai
pengaruh pada suatu prognosa yang akan terjadi dikemudian hari.
20
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Garry. (2005) Obstetri William (vol2). Jakarta: EGC.
Hacker & Moore. (2001) Essentials of Obstetrics and Gynecology, Edy Nugroho.
(2001) (Alih Bahasa), Jakarta: Hipokrates.
Llewellyn-Jones, Derek. (2001) Fundamentals of Obstetrics and Gynecology,
Hadyanto. (2001) (Alih Bahasa), Jakarta: Hipokrates.
Prawirohardjo, Sarwono. (2006) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka-Sarwono Prawirohardjo.
Widyastuti & Dina, “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus”.
(2008).<http://images.arikbliz.multiply.multiplycontent.com/attachme
nt>, diakses tanggal 26 April 2013 pukul 21.00 WIB.
Manuaba. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC
Hegstrand, S., dan Andersen, Anne, M. N. 2005. Maternal underweight and the
risk of spontaneous abortion. Acta Obstet Gynecol Scand 2005: 84:
1197—1201
Cliver SP, Goldenberg RL, Cutter GR, Hoffman HJ, Copper RL, Gotlieb SJ et al.
The relationships among psychosocial profile, maternal size, and
smoking in predicting fetal growth retardation. Obstet Gynecol 1992;
80: 262–7.
Kwong WY, Wild AE, Roberts P, Willis AC, Fleming TP. Maternal undernutrition
during the preimplantation period of rat development causes
blastocyst abnormalities and programming of postnatal
hypertension. Development 2000; 127: 4195–202.
21
Abecia JA, Forcada F, Lozano JM. A preliminary report on the effect of dietary
energy on prostaglandin F2 alpha production in vitro, interferon-tau
synthesis by the conceptus, endometrial progesterone concentration
on days 9 and 15 of pregnancy and associated rates of embryo
wastage in ewes. Theriogenology 1999; 52: 1203–13.
22