laporan kasus

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham, 2005). Abortus merupakan salah satu permasalahan yang ada kaitannya dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (Supriyanto Khafid, 2007). Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15–40%, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60–75% abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestariningsih, 2008) Di Indonesia, diperkirakan 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya (Manuaba, 2001). Menurut Pangkahila, abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni 2,3 juta abortus per tahun. Sulit untuk mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering keguguran terjadi (Henderson, 1

Upload: uthaya-kumar-nallayan

Post on 21-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapkas

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin

mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan

pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500

gram (Cunningham, 2005). Abortus merupakan salah satu permasalahan yang

ada kaitannya dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (Supriyanto

Khafid, 2007). Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus

cukup tinggi. Sekitar 15–40%, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif

hamil, dan 60–75% abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu

(Lestariningsih, 2008)

Di Indonesia, diperkirakan 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap

tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7

pertahunnya (Manuaba, 2001). Menurut Pangkahila, abortus di Indonesia masih

cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni 2,3 juta

abortus per tahun. Sulit untuk mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering

keguguran terjadi (Henderson, 2005). Hal ini diperkirakan merupakan bagian

kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan

pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi

(Widyastuti & Dina, 2008).

Menurut Cunningham (2000) ada beberapa faktor predisposisi terjadinya

abortus, misalnya faktor paritas dan usia ibu, mempunyai pengaruh besar.

Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas, 6%

kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat

menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya (Llewellyn-Jones, Derek

1

Page 2: LAPORAN KASUS

2001). Penatalaksanaan abortus meliputi, perbaikan keadaan umum ibu,

antibiotika dan pengeluaran hasil konsepsi.

Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai pasien dengan abortus

incomplete. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas mengenai

faktor resiko terjadinya abortus, gejala dan tanda klinis, pencegahan serta

penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini, dengan harapan laporan

kasus ini dapat menambah informasi dan wawasan mengenai abortus

incomplete.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah :

1. Apa saja faktor resiko yang diduga berperan dalam terjadinya abortus

incomplete pada pasien dalam laporan kasus ini ?

2. Bagaimana diagnosis abortus incomplete pada pasien dalam laporan kasus

ini?

3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini ?

1.3 Tujuan

Tujuan pembahasan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor resiko yang diduga berperan dalam terjadinya

abortus incomplete pada pasien dalam laporan kasus ini.

2. Untuk mengetahui diagnosis abortus incomplete pada pasien dalam laporan

kasus ini.

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien dalam laporan kasus ini.

2

Page 3: LAPORAN KASUS

1.4 Manfaat

Manfaat dari laporan kasus ini adalah menambah informasi dan wawasan

mengenai kasus abortus incomplete.

3

Page 4: LAPORAN KASUS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin

mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan

pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500

gram (Cunningham, 2005). Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan

pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar

kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena

jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat

hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum

janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo,

2006).

2.2 Klasifikasi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:

Menurut terjadinya dibedakan atas:

1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa

disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau

medisinalis, semata mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja

tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan

alat-alat.

4

Page 5: LAPORAN KASUS

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya

abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan

hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai

dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan

tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses

pengeluaran.

3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum

uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari

500 gram

2.3 Patogenesis

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau

seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.

Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut

menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada

kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus

dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto,

meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di

canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil

konsepsi.

Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau

diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan

5

Page 6: LAPORAN KASUS

pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum

uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih

melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan

pervaginam yang banyak.

Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan

dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang

plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan

kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan

umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan

di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri

dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2006).

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor- faktor yaitu (Cunningham, 2005):

1. Faktor janin

Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi

pada 50%-60% kasus keguguran.

2. Faktor ibu:

a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.

b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti

phospholipid syndrome.

c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,

toksoplasma , herpes, klamidia.

d. Kelemahan otot leher rahim

e. Kelainan bentuk rahim.

3. Faktor endokrin:

6

Page 7: LAPORAN KASUS

a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %

kasus.

b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak

cukupnya produksi progesteron).

c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium

merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus

bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi

progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan

insiden abortus. Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat

menaikkan insiden abortus. Defisiensi progesteron karena kurangnya

sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai

kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi

mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan

mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut

berperan dalam peristiwa kematiannya.

4. Faktor infeksi

Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,

Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan

dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga

sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma,

Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif

yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan.

Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur

yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.

5. Faktor imunologi

Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah

dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya

7

Page 8: LAPORAN KASUS

aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan

dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi

antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini

meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang

berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen

antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin

mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.

6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan

ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan

abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa

melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit

liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik.

Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah

menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat.

Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium

seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai

apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang

kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan

prematur.

7. Faktor Nutrisi

Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar

menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang

menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan

merupakan suatu penyebab abortus yang penting.

8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.

8

Page 9: LAPORAN KASUS

Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap

teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang

berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.

9. Faktor psikologis.

Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan

keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka

terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional

dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk

mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya,

sangat membantu.

2.5 Gejala Klinis

Adapun gejala-gejala dari abortus spontan sebagai berikut:

1. Pendarahan mungkin hanya bercak sedikit, atau bisa cukup parah.

2. Nyeri dan kram terjadi di perut bagian bawah. Mereka hanya satu sisi,

kedua sisi, atau di tengah. Rasa sakit juga dapat masuk ke punggung

bawah, bokong, dan alat kelamin.

3. Anda mungkin tidak lagi memiliki tanda-tanda kehamilan seperti mual

atau payudara bengkak / nyeri jika Anda telah mengalami keguguran

(Vicken Sepilian, 2007).

2.6 Diagnosis

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi.

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan panggul. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah

leher rahim sudah mulai membesar.

9

Page 10: LAPORAN KASUS

3. Pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi). Hal ini membantu dokter untuk

memeriksa detak jantung janin dan menentukan apakah embrio

berkembang normal.

b. Pemeriksaan darah. Jika mengalami keguguran, pengukuran hormon

kehamilan, HCG beta, kadang-kadang bisa berguna dalam menentukan

apakah Anda telah benar-benar melewati semua jaringan plasenta.

c. Pemeriksaan jaringan. Jika telah melewati jaringan, dapat dikirim ke

laboratorium untuk mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi - dan

bahwa gejala tidak berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan

kehamilan (Vicken Sepilian, 2007).

2.7 Diagnosa Banding

a. Threatened Miscarriage (Abortus Iminens). Yang pertama kali muncul

biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari

kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior

dan jelas bersifat ritmis; nyeti dapat berupa nyeri punggung bawah yang

menetap disertai perasaan tertekan di panggul; atau rasa tidak nyaman

atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.

b. Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap). Pada abortus yang terjadi

sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar

bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila

seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambat akan

terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkomplet.

c. Missed Abortion. Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi

yang telah meninggal in utero selama beberapa minggu. Setelah janin

meninggal, mungkin terjadi perdarahan per vaginam atau gejala lain yang

mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya

10

Page 11: LAPORAN KASUS

tidak mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada

payudara biasanya kembali seperti semula.

d. Recurrent Miscarriage (Abortus Berulang). Keadaan ini didefinisikan

menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi definisi yang paling luas

diterima adalah abortus spontan berturutturut selama tiga kali atau lebih

(Cunningham, 2005).

2.8 Penatalaksanaan

a. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi

darah dan cairan yang cukup.

b. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta

satuan tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau

antibiotika spektrum luas lainnya.

4. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat

bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk

mengeluarkan hasil konsepsi.

5. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan

kemajuan penderita.

c. Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM.

Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang

ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang

menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1

sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram

demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau

gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi.

Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat

persetujuan tindakan (Maureen, 2002).

11

Page 12: LAPORAN KASUS

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Reg : 11108943

Nama : Ny. L

Umur : 23 tahun

Alamat : Jalan Selorejo Rt 02 RW 02 Wagir

Pekerjaan : Tidak bekerja

Pendidikan : SD

Suami : Tn. S

Umur : 29 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pedagang

Status : Menikah 1x

Lama menikah: 1 tahun

Pasien merupakan rujukan dari Sp.OG dengan abortus incomplete

3.2 Subyektif

Keluhan utama: Keluar darah dari jalan lahir

- Tanggal 21/4/13, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa

flek-flek warna kemerahan tanpa keluhan penyerta lainnya pasien

masih tetap di rumah

- Tanggal 22/4/13, jam 17.00, pasien merasa keluar darah semakin banyak

disertai gumpalan seperti daging dan menghabiskan kurang lebih 3

pembalut dalam 1 jam. Pasien juga mengeluh perut sedikit mules, seperti

sakit datang bulan. Pasien segera ke dokter kandungan, di USG dan

12

Page 13: LAPORAN KASUS

dinyatakan keguguran dan masih ada sisa. Disarankan harus dikuret.

Pasien ingin menggunakan jampersal, sehingga kemudian dirujuk ke

RSSA

- Pukul 21.00, pasien berangkat ke RSSA

- HPHT 1 Januari 2013 ∞ 16-18 minggu

- Riwayat trauma, pijat oyok, minum jamu-jamuan disangkal

- Terdapat riwayat keputihan semasa hamil sejak ± 2 minggu yang lalu,

lendir kekuningan, tidak didapatkan gatal maupun bau, pasien tidak

berobat untuk keputihannya

- Riwayat demam (-), mual muntah selama hamil (+) di awal kehamilan

- BAB dan BAK dalam batas normal

3.3 Objektif

STATUS INTERNA

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : GCS 456, compos mentis

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 45 kg

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 96 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu rectal : 36,9 C

Suhu axilla : 36,7 C

Kepala dan leher : anemis - / - ,icterus – / –

Thorax : jantung s1s2 tunggal, m (-)

paru vv Rh - - Wh - -

vv - - - -

13

Page 14: LAPORAN KASUS

vv - - - -

Abdomen : hepar/lien dalam batas normal, bising usus (+)

normal. Fundus teraba di 2 jari di atas symphisis

Ekstremitas : anemis -/- , edema -/-

STATUS GINEKOLOGI

Pemeriksaan Luar

GE : fluk (+), fluor (-),

Pemeriksaan Dalam

Inspekulo : v/v fluk (+), fluor (-) PONP terbuka, tampak jaringan

VT :

- v/v fluk (+), fluor (-), PONP terbuka 1 jari, teraba jaringan

- CUAF ∞ 10-12 minggu

- Adnexa perimetrium D/S : nyeri (-), massa (-)

- Cavum Douglasi ∞ tidak menonjol

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Laboratorium

(22 April 2013)

DL : 14.10/16.250/39.8%/272.000

UL :

- Darah : 3+

- Tes kehamilan : positif

3.4 Assessment

Abortus incomplete

14

Page 15: LAPORAN KASUS

3.5 Planning

PDx : -

PTx :

- MRS, pro kuretase

- IVFD RL + 20 IU oxytocin 28 tpm dalam 12 jam post kuretase

- Persiapan kuret: injeksi gentamicin 80 mg IV

Kaltofren supp. 2

- Tx Oral post kuret : Amoxycillin 2 x 500 mg

Asam Traneksamat 2x500 mg

Metergin 2 x 1

Robborantia 1 x 1

PMo :

- TD, Nadi, RR, Tax, flux, kontraksi uterus

15

½ jam pre kuretase

Page 16: LAPORAN KASUS

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Faktor Resiko Abortus Incomplete pada Pasein

Penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor- faktor menurut

Cunningham (2005) dapat dibagi menjadi, faktor janin, faktor ibu, faktor endokrin,

faktor infeksi, obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan, faktor psikologis.

Pada pasien ini, kemungkinan faktor resiko yang ditemukan dan

kemungkinan bisa menyebabkan terjadinya abortus adalah:

a. Faktor janin: faktor resiko dari janin, yaitu kelainan genetik, pada pasien ini

tidak dapat dievaluasi.

b. Faktor ibu: faktor resiko dari ibu yang kemungkinan merupakan faktor resiko

terjadinya abortus pada pasien ini adalah dugaan terjadinya infeksi. Pasien

mengeluh adanya keputihan berwarna kekuningan sejak 2 minggu yang lalu

namun tidak diobati. Menurut penelitian yang dipublikasikan di BMJ (2002),

Bakterial vaginosis signifikan berhubungan dengan abortus pada usia 13-15

minggu. Selain itu, pasien memiliki berat badan rendah (BMI = 18.7 kg/m2),

menurut penelitian Helgstrand dan Andersen (2005), ibu dengan BMI di

bawah 20 berhubungan dengan kematian janin. Cliver (1992) melaporkan

ukuran tubuh ibu yang kecil, terutama berat badan rendah, meningkatkan

resiko retardasi pertumbuhan janin. Mekanisme biologis yang mungkin

menyebabkan adanya hubungan underweight dan abortus mungkin dari

down regulation hormon atau konsekuensi langsung dari undernutrition. Dari

studi pada tikus undernutrition dapat berakibat mekanisme inisiasi stress

metabolik, menghambat proliferasi embrionik yang berakibat kematian janin

(Kwong, 2000). Abecia (1999) melaporkan ibu dengan nutrisi rendah

menyebabkan penurunan kemampuan embrio untuk mensekresi trofoblas

16

Page 17: LAPORAN KASUS

interferon-t dan meningkatkan produksi prostaglandin dari endometrium,

yang dapat menginisiasi terjadinya luteolisis.

Pasien dalam laporan kasus ini, menyangkal adanya penyakit kronis

seperti diabetes mellitus, hypertiroid, hipertensi dan lain sebagainya sehingga

tidak dapat ditemukan faktor resiko untuk faktor penyakit berkepanjangan. Selain

itu, tidak dapat dipastikan pula adanya kelainan genetik dan penggunaan obat-

obat juga disangkal. Untuk faktor psikologis pada pasien ini tidak dapat

dipastikan juga karena dari anamnesis ibu tidak mengeluh adanya beban pikiran

atau stres yang dirasakannya.

Jadi, faktor resiko yang ditemukan dan mungkin menjadi penyebab

terjadinya abortus pada pasien adalah dugaan infeksi dari anamnesis

keputihannya dan underweight.

4.2 Diagnosis Abortus Inkomplit pada Pasein

Diagnosis Abortus inkomplit ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari gejala klinis yang telah dibahas pada sub

bab sebelum nya, gejala yang dikeluhkan pasien pada kasus ini mengarah pada

abortus inkomplit.

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan pasien telah mengalami amenorhea dengan

hari pertama haid terakhir 1 Januari 2013. Pasien juga telah memastikan

kehamilannya dengan memeriksakan diri pada bidan dan SpOG. Pada

tanggal 21 April 2013 pasien mengalami perdarahan pervagina disertai

dengan gumpalan seperti daging, pasien juga mengeluh sakit perut. Keluhan

pasien mengarah pada suatu kejadian abortus. Untuk menentukan jenis

abortus diperlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut.

17

Page 18: LAPORAN KASUS

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan abdomen didapatkan fundus uteri teraba 2 jari diatas

symphisis yang mengkonfirmasi adanya kehamilan setara umur kehamilan

12 minggu pemeriksaan ini membuktikan bahwa besar fundus uteri sesuai

dengan usia gestasi. Pemeriksaan genetalia bagian luar didapatkan darah

dengan jumlah sedikit hasil pemeriksaan ini meyakinkan adanya pedarahan

yang terjadi dan mengestimasi kehilangan darah, pada pasien ini tidak

didapatkan perdarahan yang banyak dan keadaan pasien masih cukup baik.

Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio nullipara mengkonfirmasi bahwa

pasien belum pernah melahirkan sebelumnya, portio tanpaak terbuka

dengan terlihat jaringan, hasil pemeriksaan ini mengkonfirmasi adanya sisa

jaringan pada rahim. Uterus, adnexa parametrium dan cavum douglasi

berada dalam kondisi baik tanpa kelainan.

c. Pemeriksaan penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kondisi

komponen darah ibu. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hemoglobin ibu

masih normal yaitu 14.10 gr/dl menandakan bahwa kondisi ibu masih cukup

baik dan tidak mengalami anemia. Leukosit 16.250 merupakan keadaan

leukositosis. Komponen darah lainnya masih dalam batas normal.

Dilakukan pemeriksaan plano tes untuk mengkonfirmasi diagnosis, pada

pasien ini plano tes masih positif. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,

didapatkan diagnosis pasien lebih mengarah pada abortus inkomplit.

2.9 Penatalaksanaan Abortus Incomplete pada Pasien

18

Page 19: LAPORAN KASUS

Penanganan pertama pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan

umum. Perdarahan yang dialami pasien tidak terlalu banyak dan keadaan

umum serta hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien

dalam keadaan baik sehingga tidak memerlukan penanganan lain selain

pemberian cairan maintenance dan uretonika untuk induksi pengeluaran

hasil konsepsi yaitu IVFD RL + 20 IU oxytocin sebanyak 28 tpm dalam 12

jam post kuretase.

Pemberian antibiotika pada pasien untuk menghindari terjadinya

infeksi. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang berspektrum luas.

Kemudian dilakukan kuretase dengan persetujuan dari pasien sebelumnya.

Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan

kemajuan penderita.

Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang

ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang

menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama

1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami

kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang

ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi

anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien

menandatangani surat persetujuan tindakan (Maureen, 2002).

BAB 5

19

Page 20: LAPORAN KASUS

KESIMPULAN

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram atau buah

kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Etiologi dari abortus

sebagian besar diakibatkan oleh kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasa

menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu, kelainan pada

plasenta misalnya endarteritis vili korialis. Karena hipertensi menahun, factor

maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, toksoplasmosis,

kelainan traktus genetalia seperti mioma uteri, kelainan bawaan uterus. Diagnosa

biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan

memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya

malah mengecilnya uterus. Hal tersebut diatas akan membawa kita pada suatu

planning terapi serta pemilihan obat yang tepat dan efektif akan mempunyai

pengaruh pada suatu prognosa yang akan terjadi dikemudian hari.

20

Page 21: LAPORAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Garry. (2005) Obstetri William (vol2). Jakarta: EGC.

Hacker & Moore. (2001) Essentials of Obstetrics and Gynecology, Edy Nugroho.

(2001) (Alih Bahasa), Jakarta: Hipokrates.

Llewellyn-Jones, Derek. (2001) Fundamentals of Obstetrics and Gynecology,

Hadyanto. (2001) (Alih Bahasa), Jakarta: Hipokrates.

Prawirohardjo, Sarwono. (2006) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka-Sarwono Prawirohardjo.

Widyastuti & Dina, “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus”.

(2008).<http://images.arikbliz.multiply.multiplycontent.com/attachme

nt>, diakses tanggal 26 April 2013 pukul 21.00 WIB.

Manuaba. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan

KB. Jakarta: EGC

Hegstrand, S., dan Andersen, Anne, M. N. 2005. Maternal underweight and the

risk of spontaneous abortion. Acta Obstet Gynecol Scand 2005: 84:

1197—1201

Cliver SP, Goldenberg RL, Cutter GR, Hoffman HJ, Copper RL, Gotlieb SJ et al.

The relationships among psychosocial profile, maternal size, and

smoking in predicting fetal growth retardation. Obstet Gynecol 1992;

80: 262–7.

Kwong WY, Wild AE, Roberts P, Willis AC, Fleming TP. Maternal undernutrition

during the preimplantation period of rat development causes

blastocyst abnormalities and programming of postnatal

hypertension. Development 2000; 127: 4195–202.

21

Page 22: LAPORAN KASUS

Abecia JA, Forcada F, Lozano JM. A preliminary report on the effect of dietary

energy on prostaglandin F2 alpha production in vitro, interferon-tau

synthesis by the conceptus, endometrial progesterone concentration

on days 9 and 15 of pregnancy and associated rates of embryo

wastage in ewes. Theriogenology 1999; 52: 1203–13.

22