laporan hasil penelitian - api.uinjkt.ac.id
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENELITIAN DASAR INTERDISIPLINER (PDID) TAHUN ANGGARAN 2020
MODEL PENGEMBANGAN SANTRIPRENEUR SEBAGAI
PENGGERAK EKONOMI KREATIF BERBASIS SYARIAH DI
PROVINSI BANTEN
Tim Peneliti:
Tri Harjawati, S.Pd., M.Si. (Ketua Peneliti)
Cut Dhien Nourwahida, M.A. (Anggota)
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian yang berjudul “Model Pengembangan Santripreneur
Sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah Di Provinsi
Banten”, merupakan laporan akhir pelaksanaan penelitian yang dilakkan oleh “Tri
Harjawati, S.Pd., M.Si. dan Cut Dhien Nourwahida, M.A.”, dan telah
memenuhi ketentuan dan kriteria penulisan laporan akhir penelitian sebagaimana yang
ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN), LP2M UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2020
Ketua Peneliti
Tri Harjawati, S.Pd., M.Si.
NIDN. 2014118001
Mengetahui;
Kepala Pusat,Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN)
LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DR. IMAM SUBCHI, MA.
NIP. 19670810 200003 1 001
Ketua Lembaga,Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
JAJANG JAHRONI, MA., PhD
NIP. 19670612 19940 3 1006
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini;
Nama : Tri Harjawati, S.Pd., M.Si.
Jabatan : Dosen Tetap Non PNS
Unit Kerja : Jurusan Pendidikan IPS
Alamat : Jl Puri Bintaro Residence 1 jl Cherry 2 No.i-5 Jl Serua Indah
Kec Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
dengan ini menyatakan bahwa:
1. Judul penelitian “Model Pengembangan Santripreneur Sebagai
Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah Di Provinsi Banten”
merupakan karya orisinal saya.
2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari
laporan penelitian saya merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka
saya akan bertanggung jawab untuk mengembalikan 100% dana hibah
penelitian yang telah saya terima, dan siap mendapatkan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku serta bersedia untuk tidak mengajukan proposal
penelitian kepada Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2
tahun berturut-turut.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, September 2020
Yang Menyatakan,
Materai Rp. 6000
Tri Harjawati, S.Pd., M.Si.
NIDN.2014118001
ABSTRAK
Penelitian ini tentang Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak
Ekonomi Kreatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kearifan lokal para
santri kaitannya dengan ekonomi kreatif di Pondok Pesantren, untuk mengetahui bagaimana
Potensi Usaha yang dikelola oleh para Santri di Pondok Pesantren, dan untuk mengetahui
Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah di
Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik Pengumpulan
datanya menggunakan teknik wawancara, Studi Dokumentasi dan Study Pustaka. Teknik
analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yaitu tahap reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kearifan lokal para
santri kaitannya dengan ekonomi kreatif di Pondok Pesantren yaitu lebih ke arah perniagaan
(minimarket, londry, kantin) dengan pembiasaan-pembiasaan selama dipondok yang bertujuan
untuk membangun sikap mandiri dan tanggung jawab. 2) Potensi Usaha yang dikelola oleh para
Santri di Pondok Pesantren yaitu rata-rata lebih banyak ke arah perniagaan seperti warung,
kopontren (koperasi pesantren), minimarket, dan kantin. 3) Model Pengembangan Santripreneur
sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah, saat ini lebih ke arah optimalisasi potensi
yang ada (perniagaan dan kuliner) dengan dukungan berbagai macam Pihak yaitu Pemerintah
Kota Tangerang Selatan, Universitas, Dinas-dinas terkait, Kemenag Tangsel, FSPP, komunitas
tertentu, masyarakat, pengelola pondok pesantren, yayasan, guru, wali santri dan para santri.
Rekomendasi yang bisa diberikan yaitu diberikan edukasi dalam bentuk pelatihan-pelatihan
membuat produk yang unik dan berkesinambungan, diberikan dukungan dana hibah, adanya
lokalisasi tempat usaha, dan dipromosikan tempat usahanya, memfasilitasi pengembangan bakat
para santri, dan difasilitasi link kerja sama dengan berbagai macam pihak.
Kata Kunci : Kearifan Lokal, Potensi Usaha, Model Pengembangan, Santripreneur
ABSTRACT
This research is about the Santripreneur Development Model as a Creative Economy
Driver. The purpose of this research is to find out how the local wisdom of the students is
related to the creative economy in Islamic boarding schools, to find out how the business
potential is managed by the santri at the Islamic boarding schools, and to find out the
Santripreneur Development Model as a Sharia-based Creative Economy Driving Force in
Banten Province. This research uses descriptive qualitative method. The data collection
techniques used interview techniques, documentation study and literature study. The data
analysis technique used the Miles and Huberman model, namely the stages of data reduction,
data presentation, and conclusion drawing. The results show that 1) the local wisdom of the
students is related to the creative economy in Islamic boarding schools, which is more towards
commerce (minimarkets, londry, canteen) with habituation during lodgings which aims to build
an independent attitude and responsibility. 2) The business potential that is managed by the
Santri at the Islamic Boarding School is on average more towards commerce such as warungs,
kopontren (pesantren cooperatives), minimarkets, and canteens. 3) The Santripreneur
Development Model as a Sharia-Based Creative Economy Mobilizer, currently it is more
towards optimizing existing potential (commerce and culinary) with the support of various
parties, namely the South Tangerang City Government, Universities, related agencies, Ministry
of Religion of Tangsel, FSPP, communities in particular, the community, boarding school
managers, foundations, teachers, guardians of the santri and the students. Recommendations
that can be given are education in the form of trainings to make unique and sustainable
products, grant support, localization of business premises, and promotion of business premises,
facilitating the development of the talents of students, and facilitating collaborative links with
various parties.
Keywords: Local Wisdom, Business Potential, Development Model, Santripreneur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah, taufik, dan
karuniaNya laporan penelitian ini dapat diselesaikan tepat ‘pada waktunya.
Laporan penelitian ini berjudul “Model Pengembangan Santripreneur
Sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah Di Provinsi
Banten”
Penyusunan laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA .,selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulisuntuk mengembangkan kemampuan penelitian dalam rangka
pengembangan keilmuan yang penulis miliki.
2. Jajang Jahroni, MA., PhD. Selaku Ketua Lembaga Penel;itian dan
Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis memiliki
kesempatan untuk dapat melaksanakan penelitian ini.
3. Dr. Imam Subchi, MA, selaku Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan
(PUSLITPEN) LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan bantuan dana sehingga penulis memiliki kesempatan untuk
dapat melaksanakan penelitian ini.
4. Bapak M. Edi Suharsongko selaku KASI PAKIS di Kementrian Agama
Kota Tangerang Selatan, yang telah memberikan izin bagi penulis untuk
memperoleh data baik secara langsung melalui wawancara maupun dalam
bentuk pemberian dokumentasi.
5. Bapak Musli Hudin selaku Ketua/ Pimpinan FSPP (Forum Silaturahmi
Pondok Pesantren) Kota Tangerang Selatan dan selaku Pimpinan Pondok
Pesantren Al Muqriyah yang dengan sabar meluangkan waktu untuk
membantu penulis dalam kaitannya menyediakan data penelitian baik secara
langsung wawancara maupun dalam bentuk pemberian dokumentasi
6. Bapak Suryadi Yahya selaku Pengurus Harian Pondok Pesantren Al
Husny, yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk memperoleh
data baik secara langsung melalui wawancara maupun dalam bentuk
pemberian dokumentasi.
7. Bapak Syamsudin selaku Kepala Divisi Usaha Yayasan Al manar Al
Ghontory di Pondok Pesantren Al Ghontory yang dengan sabar meluangkan
waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya menyediakan data
penelitian meskipun dilakukan secara online
8. Ibu Sukma selaku koordinator bidang Usaha di Pondok Pesantren Darul
Tauhid yang dengan sabar meluangkan waktu untuk membantu penulis
dalam kaitannya menyediakan data penelitian meskipun dilakukan secara
online
9. Ustad Rijal dari Pondok Pesantren sabilussalam yang dengan sabar
meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya wawancara
meskipun secara online
10. Ustad Khudri dari Pondok Pesantren Darul El Hikam yang dengan sabar
meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya wawancara
meskipun secara online
11. Ustazah Rodiana dari Pondok Pesantren Sabiluna yang dengan sabar
meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya wawancara
meskipun secara online
12. Ustad Arapan Agung dari Pondok Pesantren jamiah Islamiyah yang
dengan sabar meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya
wawancara meskipun secara online
13. Ustad Suryadi Yahya dari Pondok Pesantren AL Fahriyah yang dengan
sabar meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam kaitannya
wawancara meskipun secara online
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
laporan
Demikianlah ucapan terima kasih penulis, kiranya Allah SWT
memberikan pahala yang setimpal kepada semua yang telah memberikan
bantuannya, Amin.
Jakarta, September 2020
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN ….…….…….…….…….………...
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI …..…..……..……..……..
ABSTRAK ..…..…….…….…….…..……..……..…….………..
ABSTRACT ..……..……..……..…………………..…………..
KATA PENGANTAR .…..…..…..…..…..….…..…..…..…..…..
DAFTAR ISI ..….….…..…..…..….….…..….….….….…..….…..
DAFTAR TABEL …..…..…..…..…..…..…..…….…….…..…….
DAFTAR GAMBAR ..…..….…..….…..…..….….….….…….
BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah …..…..…..…..…….……..…….…..
B. Pembatasan Masalah .......……………………………………..
C. Perumusan Masalah …..……..……..……..……..……..……..
C. Tujuan Penelitian ..…….…..….…..….…..…..……..…….….
D. Sistematika Pembahasan …..…….…….……..…….……..…..
BAB II. KAJIAN TEORIA. Kewirausahaan
1. Pengertian Kewirausa …..…….…….……..…….……..…..
2. Tujuan dan Manfaat Kewirausahaan …..…….…….……..
B. Ekonomi Kreatif
1. Pengertian Ekonomi Kreatif ….…….……..…….……..…..
2. Pilar Utama Pengembangan Model Ekonomi Kreatif ..…..
C. Ekonomi Syariah
1. Pengertian Ekonomi Syariah ….…….……..…….……..…..
2. Tujuan Ekonomi Syariah ….…….……..…….……..……...
3. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah ….…….……..…….……..
D. Kearifan Lokal
1. Pengertian Kearifan Lokal .........................…...……………..
2. Ciri-ciri Kearifan Lokal ........................……………......…….
E. Ekonomi Kreatif dan Kearifan Lokal .......…………………..….
F. Ekonomi Kreatif dan Kearifan Lokal dalam Perspektif Ekonomi
Islam .......…….......………………………………….......…….
G. Penelitian Relevan ….…….……..…….……..…..…..………..
i
ii
iii
iv
v
viii
xi
xii
1
5
6
6
6
8
9
10
11
12
12
12
14
14
15
15
17
ix
BAB III. METODE PENELITIANA. Tempat dan Waktu Penelitian ..…..…….…….…….………….
B. Setting (Latar) Penelitian ..…..……..…..…….……..…….…….
C. Metode Penelitian ..…..…..…..…..…..…..…….…….…..……..
D. Populasi dan Sampel ..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..
E.Teknik Pengumpula Data ..….….…..….…..….…..……..……..
F. Prosedur Pengolahan Data ..…..…..…..…..……..…..………....
G. Pemeriksaan Keabsahan Data ..……..……..……..……...…….
H. Teknik Analisis Data …..……..……..……..……..……..……..
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan
1. Geografis Kota Tangerang Selatan ..……..……..……..……..
B. Gambaran Umum Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
1. Visi dan Misi Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan ...
2. Struktur Organisasi Kementrian Agama Kota Tangerang
Selatan …………………....................…....…..…....………
3. Seksi Pakis ..……..……..……..……..……......……..……..
4. Struktur Organisasi Seksi Pakis ..……..……..……..……...
5. Tugas dan Fungsi Seksi Pakis ..……..……..……..………..
6. Pondok Pesantren ..……..……..……..……..…..........…….
C. Gambaran Umum Pondok Pesantren di Kota Tangerang Selatan
1. Data Pontren di Kota Tangerang Selatan ..……..……..……..
D. Hasil Penelitian
Hasil Wawancara
1. KASI PAKIS Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan…..
…..…..…..….…………………...…..…...….….
2. Ketua/ Pimpinan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren
(FSPP) Kota Tangerang Selatan ..……..……..……..……..
3. Beberapa Pondok Pesantren di Kota Tangerang
Selatan ................................……….….….…........……….
22
23
23
23
24
24
27
28
30
32
33
34
34
35
36
36
38
39
40
42
44
x
E. Pembahasan …..……..……..……..…..…..……..……..……...
F. Keterbatasan Penelitian ..…..…..…….…….…….…..…..…..…..
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASIA. Kesimpulan ….…..…..……..……..……..……..…….……..
B. Implikasi ..…..…….…….…….…….……..……..……..…….
C. Rekomendasi ….……..…..…..…..……..……..…….…….…….
DAFTAR PUSTAKA ……..……………..…………………..
LAMPIRAN
50
54
56
57
58
61
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rancangan Alokasi Waktu Penelitian ..……..……
Tabel 3.2 Desain Penelitian ..……..……..……..……..……..
Tabel 3.3 Instrumen Penelitian ..……..……..……..……..…
Tabel 3.4 Dokumen yang di Butuhkan ....................................
22
24
26
27
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan rumusan ekonomi kreatif menurut UNDP (2008)
Gambar 3.1 Skema Analisis Data Miles dan Huberman …………...
Gambar 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan ..........................………..
Gambar 4.2 Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan .........................
Gambar 4.3 Wilayah Kota Tangerang Selatan ..................................
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Kementrian Agama Kota
Tangerang Selatan .........................................................
Gambar 4.5 Struktur Organisasi Seksi Pakis …................................
Gambar 4.6 Data Jumlah Santri Pontren ..........................................
Gambar 4.7 Data Pontren di Kota Tangerang Selatan .....................
Gambar 4.8 Data Santri antara yang mukim dan non mukim di
Kota Tangerang Selatan .............................................
10
29
30
31
32
33
34
37
37
38
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahIndustri kreatif saat ini tengah menjadi trending topic dunia. Bahkan,
banyak negara mulai sadar dan menjadikan sektor ini menjadi sektor prioritas
pembangunannya. Selain itu, sektor ini juga menjadi alternatif tumpuan di tengah
persoalan anjloknya harga minyak yang merembet ke sektor-sektor lainnya.
Industri kreatif secara tidak langsung akan memberikan manfaat bagi suatu negara
yaitu memberikan percepatan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia hingga tahun 2016,
total pendapatan dari industri ekonomi kreatif mencapai Rp 642 Trillun atau
mencapai 7,05 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia, namun
dari sekian banyak industri kreatif hanya ada 3 industri kreatif yang memberikan
kontribusi paling besar yaitu Kontribusi terbesar berasal dari Usaha Kuliner
sebanyak 32,4 persen, Mode 27,9 persen, dan Kerajinan 14,88 persen1.
Daya saing industri kreatif di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan
tujuh dimensi utama yaitu sumber daya kreatif, sumber daya pendukung, industri,
pembiayaan, pemasaran, infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan2. Bila
dipetakan berdasarkan ketujuh dimensi tersebut, rata-rata daya saing 15 subsektor
industri kreatif masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh Pembiayaan yang
dinilai sulit untuk dipenuhi oleh pelaku sektor industri kreatif, dikarenakan belum
bankable, high risk high return, cash flow yang fluktuatif, serta aset yang bersifat
intangible. Selain itu, Kelembagaan juga dinilai belum meningkatkan industri
kreatif secara signifikan, hal ini dilihat dari regulasi yang ada kurang mendorong
pengembangan industri kreatif. Selain itu, partisipasi pemangku kepentingan yang
terbilang rendah, karena kurang mempertimbangkan kreativitas dalam
pembangunan nasional, serta rendahnya partisipasi aktif dalam fora internasional
serta apresiasi terhadap orang, karya, wirausaha, dan usaha kreatif lokal3.
1 Abdur Rohim Boy Berawi, Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Badan Ekonomi
Kreatif (BEKRAF) dalam Rakor Rencana Program Pengembangan Ekonomi Kreatif yang
digelar BEKRAF di Ambon, Maluku, Selasa (1 Maret 2016). “Industri Kreatif Sumbang Rp
642 Triliun dari Total PDB RI“ .Tempo.Co.Jakarta. Alamat :
https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02/090750007/industri-kreatif-sumbang-rp-642-
triliun-dari-total-pdb-ri. Tertanggal Rabu, 02 Maret 2016 | 18:38 WIB.
2 Journal Nov 15, 2015. Menangkap Gelombang Ekonomi Kreatif Indonesia di Era MEA. Alamat
Web : https://www.selasar.com/jurnal/12226/Menangkap-Gelombang-Ekonomi-Kreatif-Indonesia-di-
Era-MEA
3 Tri Harjawati. 2018. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Lembaga Pembiayaan Di Sentra
Industri Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Industri Kuliner Kota Tangerang Selatan) SOSIO
Model pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia selama ini
menggunakan triple-helix, yang memerlukan kemitraan sinergis di antara tiga
faktor utama, yaitu: Pemerintah, swasta (industri), dan intelektual (tim ahli dari
kalangan akademisi dan publik). Dari segi Pemerintah, sikap pemerintah terhadap
industri kreatif dinilai belum berpihak karena mereka masih dilanda berbagai
kesulitan. Seperti yang diungkapkan oleh Ajib Hamdani Ketua HIPMI Tax Center
dalam acara Forum Dialog HIPMI ke-37 di Menara Bidakara 2 Jakarta, (Selasa,
15/3/2016), yang menyatakan bahwa “Mereka sangat membutuhkan skema
permodalan yang lebih mudah. Namun, mereka yang baru memulai usaha sering
terkendala permodalan. Tak hanya itu saja, mereka juga dikenakan pajak PPn, terus
ditambah lagi PPh badan. Ini tentu memberatkan dan perlakuannya harus
dibedakan. Kalau bisa gak bayar pajak, kenapa harus bayar?”4. Dari pernyataan
diatas, jelas terlihat bahwa persoalan yang di hadapi oleh Industri Kreatif saat ini
adalah kaitannya dengan aspek permodalan dan aspek perpajakan.
Kaitannya dengan permodalan, berdasarkan hasil penelitian terdahulu
tentang bagaimana skema pembiayaan bagi Industri Kreatif di Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2016, menunjukkan bahwa pemerintah sudah memfasilitasi
Industri kreatif untuk memperoleh bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan
yang sudah bekerja sama dengan pemerintah Kota Tangerang Selatan (Bank BNI,
Bank BRI, dan Bank BJB). Namun, hal ini belum maksimal terlihat dari jumlah
keseluruhan industri kuliner yang terdaftar di Dinas Perkoperasian dan UMKM
Kota Tangerang Selatan, ada sekitar 7.547 UKM dari total jenis industri yang ada
yaitu 20.6714. Tetapi dari total tersebut yang memperoleh Fasilitas Sertifikasi
Halal, PIRT, dan HKI oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang
Selatan, hanya berjumlah 164 IKM dan lebih mirisnya hanya 12 IKM yang bisa
dianggap unggul dan perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan lebih jauh
oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan5
Tangerang selatan merupakan bagian wilayah dari Propinsi Banten.
DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 5 (1), 2018 Alamat Website:
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/SOSIO-FITK
4 HIPMI : Industri Kreatif harusnya dapat Insentif. Palapa News. Alamat :
http://palapanews.com/2016/03/16/hipmi-industri-kreatif-harusnya-dapat-insentif/.
Tertanggal : Rabu, 16 / 03 / 2016 jam 2:14 WIB
4 4Hasil wawancara dengan Dinas Perkoperasian dan UMKM Kota Tangerang Selatan dalam
penelitian Tri Harjawati. 2016. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Lembaga
Pembiayaan di Sentra Industri Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Industri Kuliner
Kota Tangerang Selatan). PUSLITPEN LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak di
Publikasikan.
5 5Hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan
dalam penelitian Tri Harjawati. 2016. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Lembaga
Pembiayaan di Sentra Industri Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Industri Kuliner
Kota Tangerang Selatan). PUSLITPEN LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak di
Publikasikan.
Kemudian penulis melakukan research lanjutan pada Tahun 2018 dengan
menambah fokus penelitian di Wilayah Propinsi Banten kaitannya tentang model
pengembangan industri kreatif berbasis syariah di Provinsi Banten, dengan alasan
ingin mengetahui lebih jauh bagaimana kebijakan pemerintah Provinsi tentang
pengelolaan industri kreatif karena selama penelitian di Kota Tangsel banyak
informasi yang simpang siur terutama tentang kebijakan industri Kreatif. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa Perkembangan Industri Kreatif Berbasis
Syariah di Wilayah Propinsi Banten masih dalam tahap penyusunan rancangan
regulasi dan kebijakan kawasan industri Halal. Namun secara tidak langsung
teknik pelaksanaan industri kreatif yang berdasarkan syariah sudah berjalan yaitu
untuk sektor kuliner dan fashion (baju muslim). Hanya saja mereka tidak memiliki
label halal serta belum ada regulasi yang memayunginya. Namun, untuk target
kedepannya, Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Syariah di Wilayah Propinsi
Banten lebih ke arah pemberdayaan pondok pesantren melalui entrepreneur
sehingga dapat menciptakan santripreneur. Sehingga nantinya, pondok pesantren
bisa menjadi pusat unggulan produk dan pusat peradaban Islam di Provinsi Banten.
Seperti yang diungkapkan oleh Santi, koordinator Biro Bina Perekonomian Setda
Provinsi Banten yang mengatakan bahwa “...belum punya...masih merupakan
wacana dan saya sedang menyusun rangka kebijakan industri kreatif berbasis
syariah”. Kemudian diungkapkan pula oleh Rudiansyah, Kepala Bidang Industri
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten yang mengatakan bahwa
“...belum memiliki industri kreatif berbasis syariah, karena kami baru akan
merumuskan kebijakan kawasan industri Halal seperti yang tertera di Rencana
Kebijakan 20 tahun ke depan”. Dan Menurut Mulyadi, Kasi Perencanaan dan
Pengembangan Industri di Dinas Industri dan Perdagangan Provisi Banten
mengatakan bahwa “ Industri Syariah sebenarnya sudah ada misalnya produk
kuliner yang halal dan fashien yang halal juga (baju muslim) tetapi karena
payungnya belum ada maka pengembangannya belum jelas ke arah mana. Nah,
Untuk menuju ke tahap Industri berbasis syariah, yang perlu kami lakukan yaitu
menyiapkan sertifikasi halal, mengarahkan para industri kreatif ke pembiayan-
pembiayaan yang syariah (akadnya syariah), baru pelaksanaannya mengikuti
regulasi syariah yang sudah disusun nanti”.
Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa Provinsi Banten memiliki rencana
untuk mengimplementasikan Industri Kreatif berbasis syariah. Ditambah lagi,
Sejarah Banten dapat menjadi salah satu magnit bagi pengembangan ekonomi
kreatif berbasis syariah. Selain itu, menurut Rudiansyah, Kepala Bidang Industri
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten, Visi Misi Propinsi Banten,
salah satunya adalah berakhlakul karimah artinya pemberdayaan ekonomi umat.
Ekonomi umat salah satunya adalah dengan pemberdayaan pondok pesantren
melalui entrepreneur sehingga dapat menciptakan santripreneur. Di Pondok
pesantren ini, nantinya bisa menjadi pusat unggulan produk dan pusat peradaban
Islam. Menurut Bapak Rudi, “Provinsi Banten memiliki 33.000 Pondok pesantren
dan ini merupakan jumlah terbesar di Indonesia yang merupakan Aset utama dalam
pelaksanaan Industri Kreatif berbasis syariah. Sehingga untuk target pelaksanaan
Industri Kreatif berbasis syariah kedepannya melalui pemberdayaan umat di
pondok pesantren. Diharapkan perekonomian masyarakat di sekitar pondok
pesantren bisa meningkat, dan tentunya syariat islam untuk perekonomian bisa di
implementasikan”.
Model Pengembangan Industri Kreatif berbasis syariah di Provinsi Banten
berbentuk bangunan yaitu terdiri dari pondasi, bangunan, dan atap yang berdasarkan
pada batasan-batasan syariat islami. Untuk Pondasinya berupa insan kreatif, untuk
pengembangan insan yang kreatif pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas. Sedangkan pilar utamanya terdiri
dari Industri, Teknologi, Sumberdaya Alam, Kelembagaan, dan Lembaga Keuangan.
Atap disini adalah aktor utama, yang terdiri dari cendikiawan/ masyarakat, pelaku
bisnis, dan pemerintah daerah. Semua bagian dari pondasi bangunan tersebut harus
berdasarkan pada syariat islam. Sebagai daya dukung pelaksanaannya bisa
mengoptimalkan kerja sama antara pihak akademisi, bisnis, dan pemerintah atau
biasa disebut sebagai triple helix. Dimana, semua peran diatas harus berlandaskan
pada prinsip-prinsip ekonomi syariah yaitu Sumber Daya yang dimiliki adalah
titipan Allah SWT sehingga harus dengan kejujuran dalam pengelolaannya karena
kita harus yakin akan penentuan di hari akhir, mengutamakan kepentingan orang
banyak, menerapkan kegiatan jual beli yang islami, adil, halal dan tidak merugikan
salah satu pihak, dan melarang adanya riba dalam segala macam bentuk.
Pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten baik Arah
maupun Strategi sesuai dengan yang dirancang oleh Departemen Perdagangan yang
mengatakan bahwa pengembangan industri kreatif menitik beratkan pada lapangan
usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry), lapangan usaha kreatif
(creative industry), dan Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright
industri). Pengembangan ini diharapkan memberikan dampak positif pada
kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga pada pencitraan di
kawasan Banten.
Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Rudiansyah Kepala Bidang
Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten mengatakan bahwa
dari 3.300 pondok pesantren yang tersebar di wilayah Provinsi Banten, jumlah
pondok pesantren yang mengoptimalkan keberadaan santripreneur hanya sebagian
kecil. Selebihnya mereka hanya mengoptimalkan keagamaan saja. Padahal jika ini
di kembangkan berapa produk yang akan di muncul, berapa omset yang akan
diterima oleh pondok pesantren, berapa jumlah tenaga kerja yang akan terserap, dan
tentu ini akan berimbas pada peningkatan taraf hidup masyarakat banten pada
umumnya. Inilah yang sedang kami galakkan dan tentunya perlu support dari
berbagai pihak.
Dari pemaparan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang pengoptimalan Ekonomi Kreatif bagi para santri di pondok
pesantren Wilayah Propinsi Banten dengan judul “MODEL PENGEMBANGAN
SANTRIPRENEUR SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI KREATIF
BERBASIS SYARIAH DI PROVINSI BANTEN”.
B. Pembatasan Masalah
Pada Penelitian Tahun ini, peneliti lebih memfokuskan pada pemetaan
potensi-potensi lokal yang ada di beberapa Pondok pesantren kaitannya dengan
ekonomi kreatif di wilayah Kota Tangerang Selatan Hal ini dikarenakan kondisi
Pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan dilakukan penelitian untuk level
provinsi karena keterbatasan Dana dan Keterbatasan Perizinan dari masing-masing
instansi terutama disini pondok pesantren. Mereka melakukan Lockdown sehingga
membatasi jumlah pengunjung bahkan tidak menerima dari pihak luar untuk
dilakukan penelitian. Output Penelitian ini, memberikan model pengembangan
yang tepat bagi para santri di pondok pesantren dilihat dari potensi-potensi yang
ada sehingga mereka bisa menjadi santripreneur yang akan membuat perubahan
melalui pergerakan ekonomi kreatif berbasis syariah di Provinsi Banten pada
umumnya dan pada khususnya di Wilayah Kota Tangerang Selatan. Referensi
Penelitian akan dilakukan melalui kajian pustaka dan study banding ke beberapa
pondok pesantren tentang penerapan ekonomi kreatif berbasis syariah, sehingga
memberikan masukan bagi kemajuan pondok pesantren di wilayah kota tangerang
selatan. Ini merupakan penelitian tahun Pertama, yang insyaAllah kedepannya
akan ditindak lanjuti dengan penelitian lanjutan tentang implementasi model
pengembangan santripreneur tersebut di beberapa kota di Provinsi Banten.
C. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kearifan lokal para santri kaitannya dengan ekonomi kreatif di
Pondok Pesantren?
2. Bagaimana Potensi Usaha yang dikelola oleh para Santri di Pondok Pesantren ?
3. Bagaimana Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah di Provinsi Banten ?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kearifan lokal para santri kaitannya dengan
ekonomi kreatif di Pondok Pesantren
2. Untuk mengetahui bagaimana Potensi Usaha yang dikelola oleh para Santri di
Pondok Pesantren
3. Untuk mengetahui Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak
Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah di Provinsi Banten
E. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistematikan pembahasan sebagai
berikut :
BAB I : Berisi mengenai latar belakang masalah mengapa mengambil
judul “ MODEL PENGEMBANGAN SANTRIPRENEUR
SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI KREATIF BERBASIS
SYARIAH DI PROVINSI BANTEN”, kemudian merumuskan
permasalahan dan menjelaskan tujuan dari melakukan penelitian
ini. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi para stakeholder
kaitannya dengan Pengembangan Santripreneur sebagai
Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah.
BAB II : Berisi mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian,
menjabarkan beberapa penelitian yang relevan, serta
menjelaskan mengenai indikator variabel yang digunakan dalam
penelitian melalui bagan kerangka konseptual
BAB III : Berisi mengenai metodologi yang di gunakan, terdiri dari :
Tempat dan Waktu Penelitian, Setting (Latar) Penelitian,
Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Prosedur
Pengolahan Data, Pemeriksaan Keabsahan Data, serta Teknik
Analisis Data
BAB IV : Berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasannya
BAB V : Berisi mengenai kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kewirausahaan
1. Pengertian Kewirausahaan
Secara etimologis, istilah wirausaha berasal dari kata "wira" dan
"usaha". Kata "Wira" bermakna: berani, utama, atau perkasa. Sedangkan
"usaha" bermakna kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran dan fisik untuk
mencapai sesuatu maksud. Secara terminologis, wirausaha adalah kemampuan
untuk menciptakan, mencari, dan memanfaatkan peluang dalam menuju apa
yang diinginkan sesuai dengan yang diidealkan5.
Terdapat dua pengertian kewirausahaan menurut Suryana dalam
bukunya yang berjudul kewirausahaan yakni sebagai berikut6:
1. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberi nilailebih.
2. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda
untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan
dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan
baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang
baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada,
dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan baru
kepadakonsumen.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan wirausaha adalah kemampuan
untuk berdiri sendiri, berdaulat, merdeka lahir dan batin, sumber peningkatan
kepribadian memacu kreatifitas demi mencapai tujuan yang diinginkan.
5 Rusydi Ananda, PENGANTAR KEWIRAUSAHAAN REKAYASA AKADEMIK
MELAHIRKAN ENTERPRENEURSHIP, (Medan: PERDANA PUBLISHING, 2016),
hlm.1
6 Suryana, Kewirasuhaan: Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju Sukses (Edisi Revisi),
(Jakarta: Salemba Empat, 2003), hlm.13
2. Tujuan dan Manfaat Kewirausahaan
Adapun tujuan dari kewirausahaan diantaranya7 :
1. Meningkatkan jumlah wirausaha yangberkualitas
2. Mewujudkan kemampuan & kemantapan para wirausaha untuk
menghasilkan kemajuan & kesejahteraanmasyarakat
3. Membudayakan semangat, sikap, perilaku & kemampuan
kewirausahaan yang andal & unggul di kalanganmasyarakat
4. Menumbuhkan kesadaran kewirausahaan yang tangguh &kuat.
Lalu, adapun manfaat dari kewiirausahaan antara lain8 :
1. Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi
pengangguran.
2. Sebagai generator pembangunan lingkungan di bidang produksi,
distribusi, pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan dansebagainya.
3. Berusaha memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial
sesuai dengankemampuannya.
4. Berusaha mendidik karyawannya menjadi orang mandiri, disiplin, jujur,
tekun dalam menghadapipekerjaan
B. Ekonomi Kreatif
1. Pengertian Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep yang menempatkan kretivitas dan
pengetahuan sebagai aset utama dalam menggerakkan ekonomi. Konsep ini telah
memicu ketertarikan berbagai negara untuk melakukan kajian seputar Ekonomi
Kreatif dan menjadikan Ekonomi Kreatif model utama pengembangan ekonomi
Indonesia Kreatif9.
7 Ibid, hlm. 15 4
8 Ibid
9 Creative Economy. (2013). Alamat : http://indonesiakreatif.net/creative-economy.
Sedangkan dalam definisi yang berbeda, dikemukakan bahwa ekonomi kreatif
pada hakikatnya adalah kegiatan ekonomi yang mengutamakan pada kretivitas
berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang memiliki nilai dan
bersifat komersial. Berikut telah dikemukakan oleh UNCTAD dalam Creative
Economic Report (2008:3) “Creativity in this context refers to formulation of new
ideas and to the application of these ideas to produce original works of art and
cultural products, functional creation, observable in the way it contribuates to
enteurpreneurship, fosters innovation, enchaces productivity and promotes
economic growth”. (UNCTAD :2008)
Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008) merumuskan ekonomi
kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui
kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan
sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP
(2008) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari
pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan
budaya. Seperti dijelaskan pada Gambar 1 :
Gambar 2.1 Bagan rumusan ekonomi kreatif menurut UNDP (2008)
Scientific creativity
Technologica
creativity
Economic
creativityCultural
creativity
2. Pilar Utama Pengembangan Model Ekonomi Kreatif
Dalam model pengembangan ekonomi kreatif terdapat 5 pilar yang perlu terus
diperkuat sehingga industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang. Kelima pilar
ekonomi kreatif tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Industri. Merupakan bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait dengan
produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk atau jasa dari sebuah
negara atau area tertentu.
2. Teknologi. Teknologi dapat didefinisikan sebagai suatu entitas baik material dan
non material, yang merupakan aplikasi penciptaan dari proses mendal atau fisik
untuk mencapai nilai tertentu. Dengan kata lain, teknologi bukan hanya mesin
ataupun alat bantu yang sifatnya berwujud, tetapi teknologi ini termasuk
kumpulan teknik atau metode-metode, atau aktivitas yang membentuk dan
mengubah budaya. Teknologi ini akan merupakan enabler untuk mewujudkan
kreativitas individu dalam karya nyata.
3. Sumber Daya. Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah input yang
dibutuhkan dalam proses penciptaan nilai tambah, selain ide atau kreativitas
yang dimiliki oleh sumber daya insani yang merupakan landasan dari industri
kreatif ini. Sumber daya meliputi sumber daya alam maupun ketersediaan lahan
yang menjadi input penunjang dalam industri kreatif.
4. Institusi. Institusi dalam pilar pengembangan industri kreatif dapat didefinisikan
sebagai tatanan sosial dimana termasuk di dalamnya adalah kebiasaan, norma,
adat, aturan, serta hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bersifat informal –
seperti sistem nilai, adat istiadat, norma – maupun formal dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.
5. Lembaga Intermediasi Keuangan. Lembaga ini berperan menyalurkan pendanaan
kepada pelaku industri yang membutuhkan, baik dalam bentuk modal/ekuitas
maupun pinjaman/kredit. Lembaga intermediasi keuangan merupakan salah satu
elemen penting untuk menjembatani kebutuhan keuangan bagi pelaku dalam
industri kreatif.
C. Ekonomi Syariah
1). Pengertian Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya
untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan
permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islam, yaitu
berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi10
2). Tujuan Ekonomi Syariah
Tujuan Ekonomi Syariah selaras dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri
(maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
(falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah
thayyibah). Tujuan falah yang ingin dicapai oleh Ekonomi Syariah meliputi
aspek mikro ataupun makro, mencakup horizon waktu dunia atau pun
akhirat11.
3). Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai
berikut 12:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai
oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.
10 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2012. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. hal17 .
11 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2012. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Hal 54
12 Sudarsono, M.B, Hendri. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta, Ekonosia. Hal 105.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas
(nisab).
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Layaknya sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki
fondasi yang berguna sebagai landasan dan mampu menopang segala bentuk
kegiatan ekonomi guna mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan prinsip-
prinsip dasar dalam ekonomi syariah 13:
1. Tidak melakukan penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa
Arab disebut dengan al-ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat diartikan
sebagai tindakan pembelian barang dagangan dengan tujuan untuk
menahan atau menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang
lama, sehingga barang tersebut dinyatakan barang langka dan berharga
mahal.
2. Tidak melakukan monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan
keberadaan barang untuk tidak dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar
harganya menjadi mahal. Kegiatan monopoli merupakan salah satu hal
yang dilarang dalam Islam, apabila monopoli diciptakan secara sengaja
dengan cara menimbun barang dan menaikkan harga barang.
3. Menghindari jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang
sesuai dengan prinsip Islam, adil, halal, dan tidak merugikan salah satu
pihak adalah jual-beli yang sangat diridhai oleh Allah swt. Karena
sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung unsur kemungkaran
dan kemaksiatan adalah haram hukumnya.
13 Zainuddin Ali. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Offset. Hal 125.
D. Kearifan lokal
1. Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah budaya pada masyarakat yang tidak dapat
dihilangkan namun ia melekat kuat di dalam kebiasaan dan adat istiadat
masyarakat tersebut. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu
kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup
(way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup.
Di Indonesia—yang kita kenal sebagai Nusantara—kearifan lokal itu tidak
hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat
dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai
budaya yang bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal
di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong,
toleransi, etos kerja, dan seterusnya. Pada umumnya etika dan nilai moral
yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan
dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk
pepatah dan peribahasa, folklore), dan manuskrip.
2. Ciri-ciri Kearifan Lokal
Ciri-ciri dari kearifan lokal adalah sebagai berikut:
Kearifan lokal merupakan bentuk warisan peradaban yang dilaksanakan
secara terus menerus dari generasi ke generasi
Kearifan lokal dianggap bisa menjadi pengendali berbagai pengaruh dari
luar
Kearifan lokal seringkali berhubungan dengan nilai dan moral pada
masyarakat setempat
Kearifan lokal tidak tertulisakan tetapi tetap diakui sebagai kekayaan
dalam berbagai segi pandang hukum
Kearifan lokal yakni sifat yang melekat pada seseorang menurut asalnya
E. Ekonomi Kreatif dan Kearifan Lokal
Peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional serta
karakteristik Indonesia yang terkenal dengan keragaman sosio-budaya yang
tersebar di seluruh pelosok nusantara tentunya dapat menjadi sumber
inspirasi dalam melakukan pengembangan industri kreatif Keragaman
budaya Indonesia menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam
dalam masyarakat Indonesia. Belum lagi dukungan keragaman etnis dalam
masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki faktor
pendukung yang kuat dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif14.
Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif tidak bisa lepas dari budaya
setempat. Sehingga, mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya dan
kearifan lokal merupakan solusi alternatif untuk menstimulus perkembangan
ekonomi kreatif agar bisa mandiri dan bisa mengembangkan usaha terutama
di daerah. Pada umumnya setiap daerah memiliki potensi produk yang bisa
diangkat dan dikembangkan. Keunikan atau kekhasan produk lokal itulah
yang harus menjadi intinya kemudian ditambah unsur kreatifitas dengan
sentuhan teknologi.
F. Ekonomi Kreatif dan Kearifan Lokal dalam Perspektif Ekonomi Islam
Sebagaimana dikutip oleh an-Nabhany dalam jurnalnya Siti dan
Muhfiatun mengatakan bahwa ada tiga pilar yang dipergunakan untuk
membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam, yaitu bagaimana harta
diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana
pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana
distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Tiga pilar ini, relevan pada kasus pengembangan ekonomi kreatif yang
14 Siti dan Muhfiatun. 2017. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Pandanus
Handicraft dalam Menghadapi Pasar Modern Perspektif Ekonomi Syariah (Study Case di Pandanus Nusa
Sambisari Yogyakarta). APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama ISSN 1411-8777 | EISSN 2598-
2176 Volume 17, Nomor 2. Hal 67
mengedepankan kreatifitas sumberdaya manusia yang pada akhirnya mampu
menciptakan produktivitas yang mampu memberikan full employment pada
masyarakat. Dengan begitu, cita-cita ekonomi Islam dalam hal pembangunan
segi ekonomi dengan mengentaskan kemiskinan dapat terwujud.
Pengembangan ekonomi kreatif dalam konteks ke Indonesia-an, ialah
mampu mengintegrasikan tekhnologi, informasi dengan tetap
mempertahankan kekhasan yang ada dalam rangka perbaikan ekonomi yang
lebih baik, untuk meraih keunggulan yang mampu menekan pengangguran
serta memberikan peluang yang adil sesama masyarakat. Hal tersebut sejalan
dengan tujuan dalam pembangunan ekonomi dalam Islam berkaitan dengan
konsep falah yang berarti kesejahteraan ekonomi di dunia dan keberhasilan
hidup di akhirat, yaitu kesejahteraan yang meliputi kepuasan fisik sebab
kedamaian mental yang hanya dapat dicapai melalui realisasi yang seimbang
antara kebutuhan materi dan ruhani dari personalitas manusia.
Sejarah kenabian yang dibawa oleh Rasulullah. Karena dalam
konteks kenabiannya, bahwa beliau telah menterjemahkan nilai-nilai
keragaman dalam realitas kehidupan umat manusia, yaitu dengan berpijak
pada etika kehidupan kemanusiaan (insaniyyah) yang universal. Artinya,
Ekonomi Kreatif berbasis kearifan lokal telah dicontohkan sejak zaman
Rasulullah, melalui nilai universalisme Islam yang mampu menghargai dan
bersikap arif terhadap tradisi lokal yang pada memunculkan penghargaan
terhadap kosmologi alam. Alam menjadi bagian kehidupan manusia yang
stabil dan ramah lingkungan. Karena itu, apresiasi terhadap budaya lokal
sebagai wujud akulturasi agama dan budaya, bahwa keberagamaan tidak
hanya dibentuk oleh wahyu dan teks, melainkan dibentuk oleh budaya
lokalnya. Ini dalam rangka mewujudkan keberagaman dalam keberagamaan,
khususnya menjamin hak-hak dasar masayakat lokal termasuk hak dalam
berekonomi15.
Selain itu, kearifan lokal dalam perspektif hukum ekonomi Islam
adalah ’urf. Secara etimologi ’urf berarti baik, kebiasaan dan sesuatu yang
dikenal. ‘Urf sering diartikan dengan segala sesuatu yang sudah saling
dikenal di antara manusia yang telah menjadi kebiasaan atau tradisi, baik
bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan
perbuatan tertentu. ‘Urf tidak terjadi pada individu tetapi merupakan
kebiasaan orang banyak atau kebiasaan mayoritas suatu kaum dalam
perkataan atau perbuatan. ‘Urf bukan kebiasaan alami, tetapi muncul dari
praktik mayoritas umat yang telah mentradisi16.
G. Penelian Relevan
Terdapat beberapa literatur yang berkaitan tentang penelitian ini, namun
kajiannya berbeda. Berikut ini rincian mengenai Penelitian Relevan yaitu :
1) Mursyid tahun 2011 mengkaji tentang Dinamika Pesantren dalam
Perspektif Ekonomi, hasil research nya mengatakan bahwa Pesantren
dalam menajamkan perannya di masyarakat pada era globalisasi
sekarang ini perlu melakukan up greading dan melakukan transformasi
agar tetap up to date dan menjadi primadona bagi masyarakat sekitar
terutama terhadap kemajuan ekonomi pasar bebas dan boom ekonomi
syariah agar kemandirian ekonomi akan tercapai. Oleh sebab itu,
merupakan tantangan bagi dunia pesantren untuk melakukan re-definisi
ulang visi, misi dan fungsi otentik ditengah-tengah modernis yang
meningkat. Persamaan dengan Penelitian penulis yaitu sama-sama
mengkaji tentang Pesantren dilihat dari perspektif ekonomi, tetapi
15 H.A.Djazuli. 2006. Kaidah-kaidah Fikih, Cetakan ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Hal 102
16 Siti dan Muhfiatun. 2017. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Pandanus Handicraft dalam
Menghadapi Pasar Modern Perspektif Ekonomi Syariah (Study Case di Pandanus Nusa Sambisari Yogyakarta).
APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama ISSN 1411-8777 | EISSN 2598-2176 Volume 17, Nomor 2. Hal 68
perbedaannya penulis menghasilkan beberapa rekomendasi berupa
model pengembangan santripreneur didasarkan pada kearifan lokal yang
ada di pesantren melalui survey langsung ke beberapa pesantren yang
ada di wilayah Provinsi Banten sedangkan Mursyid hanya melakukan
studi pustaka.
2) Siti Nur Azizah dan Muhfiatun tahun 2017 mengkaji tentang
Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Pandanus
Handicraft dalam menghadapi Pasar Modern Perspektif Cekonomi
Syariah (Study Case di Ponpes Pandanus Nusa Sabisari Yogyakarta),
hasil research nya menyatakan bahwa handycraft memiliki efek
multyplier terhadap masyarakat, karena anyaman pandan telah
berkontribusi menggerakan sektor perdagangan jasa dan pertanian. Serta
mampu mengembalikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat baik dari
sisi Integrasi sektor ekonomi maupun integrasi bidang sosial yang
meliputi ukhuwah islamiyah, dan terciptanya solidartas sosial.
Persamaan dengan Penelitian penulis yaitu sama-sama mengkaji tentang
Ekonomi Kreatif di Pesantren berdasarkan Syariah dan ada unsur
kearifan lokal, tetapi perbedaannya dalam penelitian tersebut hanya
mengkaji di satu pondok pesantren sedangkan penulis akan mengkaji di
beberapa pondok pesantren yang tersebar di Wilayah Provinsi Banten,
Selain itu penulis menemukan alternatif model pengembangan
santripreneur didasarkan pada temuan kearifan lokal tersebut sedangkan
hasil penelitian Siti dan Muhfiatun tidak menemukan atau menjelaskan
Model pengembangan tetapi hanya sebatas deskriptif hasil dari
Pandanus Handicraft.
3) Ririn Noviyanti tahun 2017 mengkaji tentang Peran Ekonomi Kreatif
Terhadap Pengembangan Jiwa Entrepreneurship di Lingkungan
Pesantren: Studi Kasus di Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1,
hasil research nya menyatakan bahwa peran ekonomi kreatif terhadap
pengembangan jiwa entrepre-neurship di lingkungan pesantren yaitu
Memberikan stimulus perilaku kreatif dan inovatif atas suatu
produk/jasa, Mengekplorasi dan mengasah kemampuan/skill hingga
mampu bersaing dalam dunia kerja, Memberikan pengetahuan dengan
metode learning by doing sehingga pelaku wirausaha dapat
mempraktikkan secara langsung materi dan segera mengevaluasi
kekurangan dan kesalahan, serta Memberikan pelatihan tentang analisis
SWOT (Strenght, Weakness, Oppor-tunity dan Threat). Persamaan
dengan Penelitian penulis yaitu sama-sama mengkaji tentang Ekonomi
Kreatif di Pondok Pesantren. Namun memiliki perbedaan yaitu Ririn
hanya meneliti di satu pondok pesantren tentang seberapa kuat pengaruh
Ekonomi Kreatif terhadap Pengembangan Jiwa Entre-preneurship di
Lingkungan Pesantren sedangkan penulis meneliti ke beberapa pondok
pesantren yang berada di Wilayah Provinsi Banten dan yang di teliti
lebih ke aspek kearifan lokal, Potensi Usaha, serta alternatif Model-
model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah.
4) Ahmad Sururi tahun 2017 mengkaji tentang Inovasi Model
Pengembangan Kebijakan Ekonomi Kreatif Provinsi Banten. Hasil
reseach nya menunjukkan bahwa Provinsi Banten memiliki modal dan
potensi dari ekspor produk, terdapat peluang-peluang yang dapat
dimanfaatkan, dan perlu penguatan sinergitas antara berbagai aktor
ekonomi kreatif yaitu masyarakat, pemerintah, akademisi/intelektual,
pelaku bisnis dan komunitas kreatif sehingga dapat mendorong
pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi Banten melalui sebuah
inovasi model pengembangan kebijakan ekonomi kreatif. Persamaan
dengan Penelitian penulis yaitu sama-sama mengkaji tentang model
pengembangan ekonomi kreatif di provinsi Banten. Tetapi
perbedaannya, Ahmad Saruri meneliti tentang Produk yang sudah Ekpor
di berbagai Industri yang ada di Provinsi Banten, sedangkan penulis
meneliti tentang Model Pengembangan Ekonomi Kreatif di lingkungan
Pondok Pesantren. Selain itu, Ahmad Saruri meneliti lebih ke aspek
Administrasi Negara yaitu Kebijakan, sedangkan penulis lebih kepada
aspek sosiologi dan Ekonomi yaitu kearifan lokal, Potensi Usaha, serta
alternatif model-model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak
Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah.
5) Zuanita, Azmi, Retno tahun 2018 mengkaji tentang Membangun Jiwa
Enterpreneurship Santri Melalui Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif
di Pondok pesantren Raudlotul Qur‟an. Hasil reseach nya menunjukkan
bahwa jiwa enterpreneurship santri yang terbangun mulai berkembang
setelah diadakannya pendampingan. Para Santri semakin kritis dengan
keadaan lingkungan dan berpikir bahwa limbah dapat bernilai ekonomi
seperti kelapa tua yang terselipkan diantara degan-degan dapat diolah
menjadi Virgin Coconut Oil (VCO), tempurung kelapa dijadikan bahan
arang, limbah-limbah plastik bungkus jajanan dan minuman ringan
menjadi tas, dan kulit pisangpun dapat dijadikan bahan pembuatan
brownies. Persamaan dengan Penelitian penulis yaitu sama-sama
mengkaji tentang Ekonomi Kreatif di Pondok Pesantren. Namun
Perbedaannya yaitu peneliti Melakukan Penelitian di berbagai pondok
pesantren di Wilayah Provinsi Banten, sedangkan Zuanita, Azmi, dan
Retno hanya meneliti di satu Pondok Pesantren yaitu Pondok pesantren
Raudlotul Qur‟an. Selain itu, Bahan Kajian penulis mengkaji tentang
kearifan lokal, Potensi Usaha, serta alternatif model-model
Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif
Berbasis Syariah dengan melakukan survey dan wawancara, sedangkan
Zuanita, Azmi, dan Retno meneliti hasil pelaksanaan pengabdian di
Pondok Pesantren dengan menggunakan metode Trainning of Trainner
(TOT) yaitu melalui pemberian materi melalui ceramah, kemudian
dilanjutkan dengan praktik langsung oleh masing-masing peserta,
kemudian dilakukan pendampingan kepada pengurus ponpes (15 orang
Putri dan 10 orang Putra) dengan memproduksi masing-masing produk
yaitu VCO, arang, browncankupang, kreasi dompet dan tas dari bungkus
marimas.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini yaitu di wilayah Provinsi Banten. Namun karena
keterbatasan waktu, dana dan masih dalam kondisi Pandemi Covid-19, maka
dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitian di wilayah Kota
Tangerang Selatan.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai pada tahap
pelaporan yaitu dilakukan selama 7 bulan yaitu mulai bulan April sampai
dengan Oktober 2020. Sedangkan pengumpulan datanya 2 bulan yaitu bulan
Juli sampai dengan bulan Agustus, hal ini dikarena kondisi pandemi Covid-
19 yang menyebabkan banyak instansi pemerintah dan beberapa pondok
pesantren yang lockdown sehingga menyulitkan kami memperoleh perizinan
penilitian. Berikut ini merupakan rancangan alokasi waktu penelitian :
Tabel 3.1
Rancangan Alokasi Waktu Penelitian
No KegiatanBulan
April Mei Juni Juli Agst Sept Okt
1 Revisi Proposal Penelitian V
2 Penyusunan Instrumen Penelitian V
3 Pengujian Instrumen Penelitian V V
4 Bimbingan I (WIP 1) V
5 Pengumpulan Data V V
6 Pengolahan Data V V
7 Penyusunan Laporan Penelitian V V V V
8 Bimbingan II (WIP 2) V
9 Pengumpulan Laporan Penelitian V
B. Setting (Latar) Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat terkait dengan Model
Pengembangan Santripreneur Sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif Berbasis
Syariah di Provinsi Banten yaitu pertama Kantor Kementrian Agama Kota
Tangerang selatan untuk mengetahui perkembangan pondok pesantren di
wilayah Tangerang selatan. Kedua, Forum Silaturahmi Pondok Pesantren
(FSPP) Kota Tangerang Selatan, dimana FSPP ini merupakan wadah dari suatu
Forum silaturahmi yang berfungsi mengumpulkan suatu aspirasi dari
perwakilan pondok pesantren yang ada di Kota Tangerang Selatan sehingga bisa
saling berdiskusi tentang perkembangan dan permasalahan yang dihadapi oleh
masing-masing pondok pesantren yang ada di Kota Tangerang Selatan. Keluh
kesah ini yang nantinya akan disampaikan ke tingkat Provinsi bahkan nasional
untuk kemajuan pondok pesantren secara keseluruhan. Dan Ketiga, beberapa
pondok pesantren yang ada di wilayah Tangerang Selatan.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Teknik Pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara
dengan Pihak Kemenag Kota Tangerang Selatan, Pimpinan/ Ketua Forum
Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kota Tangerang Selatan, dan beberapa
Pengelola atau pimpinan Pondok Pesantren yang berada di Wilayah Kota
Tangerang Selatan, Studi Dokumentasi dan Study Pustaka.
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang berkaitan
Santripreneur di Kota Tangerang Selatan. Sampelnya yaitu pihak-pihak yang
ada di wilayah Kota Tangerang Selatan yang merupakan bagian dari Provinsi
Banten meliputi Kemenag Kota Tangsel, FSPP Kota Tangsel, dan Beberapa
pimpinan/ pengelola pondok pesantren di Kota Tangsel.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data melalui wawancara langsung ke Kemenag
Kota Tangsel, FSPP Kota Tangsel, dan Beberapa pimpinan/ pengelola pondok
pesantren di Kota Tangsel, Dokumen-dokumen pendukung dan Studi Pustaka.
E. Prosedur Pengolahan Data
Yang menjadi responden penelitian adalah Pihak Kemenag Kota
Tangerang Selatan, dan Pimpinan/ Ketua Forum Silaturahmi Pondok
Pesantren (FSPP) Kota Tangerang Selatan, dan beberapa Pengelola atau
Pimpinan Pondok Pesantren yang berada di Wilayah Provinsi Banten.
Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Berikut rincian
tentang desain penelitian :
Tabel 3.2 Desain Penelitian
No Pertanyaan Indikator Jenis DataSumber
Data
Kemenag Kota Tangerang Selatan
1 Model
Pengembangan
Santripreneur
1. Perkembangan Pondok Pesantren di Kota
Tangerang Selatan?
2. Jumlah Pondok pesantren yang terdaftar
3. Program khusus dari Kementrian Agama Kota
Tangerang Selatan tentang pengembangan
santripreneur sebagai penggerak ekonomi
kreatif berbasis syariah
4. Hambatan dalam pengembangan
santripreneur sebagai penggerak ekonomi
kreatif
5. Harapan kedepan bagi pondok pesantren
dalam meningkatkan ekonomi kreatif
berbasis syariah
Wawancara
dan Dokumen
Kemenag
Kota Tangsel
Pimpinan/ Ketua Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kota Tangerang Selatan
1 Model
Pengembangan
Santripreneur
1. Jumlah Pondok Pesantren yang tergabung
dalam FSPP
2. Kegiatan yang dilakukan oleh FSPP terkait
peningkatan kualitas Santripreneur di
pondok pesantren
3. Pihak-pihak yang mendukung kegiatan
4. Hambatan FSPP terkait program tsb
5. Harapan kedepan agar pondok pesantren bisa
semakin berkualitas
6. Model pengembangannya
Wawancara
dan Dokumen
Pimpinan/
Ketua FSPP
Kota Tangsel
Pengelola atau Pimpinan Pondok Pesantren
1 Bagaimana
kearifan lokal
para santri
kaitannya
dengan ekonomi
kreatif di
Pondok
Pesantren?
1. Potensi Lokal yang dimiliki Pondok
Pesantren
2. Program penciptaan wirausahawan
(santripreneur)
3. Keberadaan santripreneur sesuai dengan
potensi lokal atau kearifan lokal yang ada
Primer :
Wawancara
Sekunder :
Dokumentasi
Pengelola
Pondok
Pesantren
2 Bagaimana
Potensi Usaha
yang dikelola
oleh para Santri
di Pondok
Pesantren ?
1. Jenis usaha yang dilakukan oleh para santri
di pondok pesantren
2. Rencana Usaha yang dilakukan untuk lebih
mengoptimalkan keberadaan wirausaha di
pondok pesantren
3. Pihak yang mendukung kegiatan Ekonomi
Kreatif di Pondok Pesantren
4. Fasilitas/ sarana dan prasarana yang dimiliki
pondok pesantren dalam berwirausaha
5. Sistem manajemen pengelolaan
kewirausahaannya (berbasis syariah)
Primer :
Wawancara
Sekunder :
Dokumentasi
Pengelola/
Pimpinan
Pondok
Pesantren
3. Bagaimana
Model
Pengembangan
Santripreneur
sebagai
Penggerak
Ekonomi
Kreatif Berbasis
Syariah di
Provinsi Banten
?
1. Kendala-kendala yang dihadapi ketika
melakukan wirausaha di pondok pesantren
2. Harapan kedepan terkait pengembangan
ekonomi kreatif di pondok pesantren
3. Model Pengembangan Santripreneur yang
dijadikan sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah di pondok
pesantren
Model
dirumuskan
sejalan dengan
Hasil Analisis
Peneliti
Tim Peneliti
Tabel 3.3 Instrumen Penelitian
No Sumber Data Pertanyaan Indikator
1 Kemenag Kota 1. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren di Model
Tangsel Kota Tangerang Selatan?
2. Ada Berapa Jumlah Pondok pesantren yang
terdaftar di Kota Tangerang Selatan?
3. Apakah ada program khusus dari Kementrian
Agama Kota Tangerang Selatan tentang
pengembangan santripreneur sebagai penggerak
ekonomi kreatif berbasis syariah? Seperti apa?
4. Apa hambatan selama ini dalam pengembangan
santripreneur sebagai penggerak ekonomi kreatif di
Pondok Pesantren khususnya di wilayah Kota
Tangerang Selatan?
5. Apa harapan kedepan bagi pondok pesantren yang
ada di Kota Tangerang Selatan dalam rangka
meningkatkan ekonomi kreatif berbasis syariah?
Model pengembangannya seperti apa? Siapa saja
yang diharapkan terlibat?
pengembangan
santripreneur
2 Pimpinan/ Ketua
FSPP
1. Ada berapa Jumlah Pondok Pesantren yang
tergabung dalam FSPP Kota Tangerang
Selatan?
2. Apakah ada kegiatan yang dilakukan oleh
FSPP Kota Tangerang Selatan terkait
peningkatan kualitas Santripreneur di pondok
pesantren? Seperti apa ?
3. Pihak-pihak mana saja yang mendukung
kegiatan tersebut?
4. Apa hambatan yang dirasakan FSPP selama ini
terkait program tersebut?
5. apa harapan kedepannya agar pondok
pesantren yang ada di Kota Tangerang Selatan
bisa semakin berkualitas terutama dalam hal
pencetakan santripreneur sebagai penggerak
ekonomi kreatif? Model pengembangannya
seperti apa? Siapa saja yang diharapkan dapat
terlibat?
3 Pengelola Pondok
Pesantren
1. Potensi Lokal yang dimiliki Pondok Pesantren
ini?
2. Apakah di Pondok Pesantren ini memiliki
program penciptaan wirausahawan (santripreneur)?
Jika Ya, bisa di jelaskan Program pengembangan
seperti apa sehingga bisa membentuk santripreneur
yang baik?
3. Apakah keberadaan santripreneur yang ada
sudah sesuai dengan potensi lokal atau kearifan
lokal yang ada? Bisa dijelaskan kenapa?
4. Jenis usaha apa saja yang sudah dilakukan oleh
para santri di pondok pesantren ini?
5. Rencana Usaha apa yang akan dilakukan untuk
lebih mengoptimalkan keberadaan wirausaha yang
ada di pondok pesantren?
6. Siapa saja yang mendukung kegiatan Ekonomi
Kreatif di Pondok Pesantren?
7. Fasilitas/ sarana dan prasarana apa saja yang
sudah dimiliki pondok pesantren yang digunakan
oleh para santri berwirausaha?
8. Apakah Sarana dan Prasarana yang ada sudah
1. Kearifan lokal
kaitannya dengan
ekonomi kreatif di
Pondok Pesantren
2. Potensi Usaha
yang dikelola di
Pondok Pesantren
3. Model
pengembangan
santripreneur
mendukung para santri dalam berwirausaha? Sarana
dan prasarana apa yang kira-kira masih diperlukan?
9. Apakah sistem manajemen pengelolaan
berbasis syariah? Kenapa, Bisa dijelaskan seperti
apa?
10. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh
para santri ketika melakukan wirausaha di pondok
pesantren?
11. Apa harapan kedepan terkait pengembangan
ekonomi kreatif di pondok pesantren?
12. Menurut Bapak/ Ibu/ Saudara kira-kira Model
Pengembangan Santripreneur seperti apa yang di
harapkan oleh Pondok Pesantren agar mampu
dijadikan sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif
Berbasis Syariah di pondok pesantren !
Tabel 3.4 Dokumen yang di Butuhkan
No Dokumen yang dibutuhkan Sumber Data
1. Laporan Kemenag Tahun 2019 dan informasi tentang KASI PAKIS
Kemenag Kota
Tangsel
2. Laporan FSPP Tahun 2019 Terutama tentang Perkembangan Pondok
Pesantren
3. Dokumen Lainnya
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan uji validitas
internal (credibility) yaitu melalui kepercayaan terhadap ucapan yang
diungkapkan oleh responden sebagai informan, uji validitas eksternal
(transferability) yaitu dilakukan dalam konteks (setting) tertentu yang dapat
ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama, uji reliabilitas
(dependentbility) yaitu dengan cara mengecek konsep rencana penelitiannya
dengan teknik pengumpulan data dan pengintepretasiannya, dan uji
obyektivitas (confirmability).
Untuk Uji validitas internal (credibility), penulis melakukan 1)
Perpanjangan pengamatan melalui terjun langsung ke lokasi penelitian tidak
hanya 1 kali tetapi beberapa kali, 2) Triangulasi yaitu melalui pengecekan
data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu (perbandingan
tahun). 3) Diskusi dengan teman yang memiliki pemahaman tentang
santripreneur, 4) Menggunakan bahan referensi yaitu menggunakan
pendukung rekaman wawancara untuk membuktikan data penelitian, 5)
Mengadakan member check yaitu dengan cara mengklarifikasi data kepada
pemberi data agar data benar-benar valid.
G. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan
Huberman melalui 3 tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan17.
1) Data Reduction (Reduksi Data) ; Data yang diperoleh di lapangan
kemudian dirangkum, dipilih mana hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang
tidak perlu. Pada saat mereduksi data dibantu dengan alat elektronik
seperti : komputer, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
2) Data Display (Penyajian Data) ; Setelah data direduksi, maka langkah
berikutnya adalah mendisplaykan data, maksudnya adalah menguraikan
data secara singkat dalam bentuk naratif baik melalui bagan, grafik,
matriks, network (jejaring kerja), hubungan antar kategori, flowchart
dan sebagainya. Intinya data-data yang ditemukan di lapangan,
selanjutnya diuji melalui pengumpulan data yang terus menerus. Bila
pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian,
maka pola tersebut menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah.
Pola tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.
3) Conclusion Drawing/ verification ; Langkah ketiga adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Bila kesimpulan telah didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
17 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Qualitative And
Quantitative Research Methods). Bandung: Alfabeta.
kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya). Berikut ini gambaran
teknik analisis Interaktif Miles dan Huberman :
Gambar 3.1 Skema Analisis Data Miles dan Huberman
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan
1. Geografis Kota Tangerang Selatan
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
Gambar 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan merupakan kota termuda yang resmi
memisahkan diri sejak tahun 2008 dari Kabupaten Tangerang, terletak di bagian
Timur Propinsi Banten yang secara geografis berada diantara 6º39’ - 6º47’
Lintang Selatan dan 106º14’ - 106º22’ Bujur Timur dengan luas wilayah 147,19
kilometer persegi (km²) atau sebesar 1,63 persen dari luas wilayah Provinsi
Banten. Sedangkan secara administratif, Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7
Kecamatan, dan 54 kelurahan.
Kota Tangerang Selatan disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI Hari
Rabu, tanggal 29 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-undang
Nomor 51 Tahun 2008, setelah melalui perjuangan panjang sejak tahun 2000
melalui wacana pembentukan Kota Cipasera. Wilayah Kota Tangerang Selatan
mempunyai batas administrasisebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta
Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kota Depok)
dan DKI Jakarta
Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kab. Bogor)
dan Kota Depok
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Pondok Aren merupakan kecamatan terluas di Kota Tangerang Selatan
dengan luas 29,88 kilometer persegi sedangkan Setu merupakan kecamatan
terkecil dengan luas 14,80 kilometer persegi.
Sumber : https://tangselkota.bpjs.go.id
Gambar 4.2 Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan
Sumber : https://tangselkota.bpjs.go.id
Gambar 4.3 Wilayah Kota Tangerang Selatan
B. Gambaran Umum Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
1. Visi dan Misi Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
VISI
Terwujudnya Masyarakat Kota Tangerang Selatan yang Taat Beragama,
Ruku, Cerdas dan Sejahtera Lahir dan Batin menuju Kota Tangerang Selatan
yang Mandiri, Modern, dan Berkepribadian
MISI
1. Meningkatkan pemahaman dan pengalaman ajaran agama
2. Memantapkan kerukunan intern dan antar umar beragama dengan
pemerintah
3. Menyediakan pelayanan kehidupan beragama yang merata dan
berkualitas
4. Mewujudkan, meningkatkan pemanfaatan, dan kualitas pengelolaan
potensi ekonomi keagamaan (Zakat, Wakaf, Infak dan shodakoh)
5. Mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas dan
akuntanbel
6. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum bercirikan agama
pendidikan agama pada satuan pendidikan umum dan pendidikan
keagamaan
7. Mewujudkan tatakelola pemerintah yang bersih, akuntabel dan
terpercaya
2. Struktur Organisasi Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
Berikut ini merupakan Struktur Organisasi Kementrian Agama Kota
Tangerang Selatan :
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
3. Seksi Pakis
Bidang Garapan Seksi Pakis
1. Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
2. Pendidikan Diniyah Takmiliyah
3. Pendidikan Al-Quran
4. Pendidikan Pondok Pesantren
4. Struktur Organisasi Seksi Pakis
Berikut ini merupakan struktur organisasi Seksi Pakis :
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
Gambar 4.5 Struktur Organisasi Seksi Pakis
5. Tugas dan Fungsi Seksi Pakis
Tugas dan fungsi pakis yaitu :
1. Seksi Pensisikan Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Dasar mempunyai tugas dan fungsi menyiapkan bahan
pelaksanaan pelayanan, bimbingan teknis, dan pembinaan di bidang
pendidikan agama islam pada Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Dasar.
2. Seksi Pendidikan Agama Islam pada Pendidikan Menengah mempunyai
tugas dan Fungsi menyiapkan bahan pelaksanaan pelayanan, bimbingan
teknis, dan pembinaan di bidang pendidikan agama islam pada Pendidikan
Menengah
3. Seksi Pendidikan Diniyah dan Al-Quran mempunyai tugas dan fungsi
menyiapkan bahan pelaksanaan pelayanan, bimbingan teknis, dan
pembinaan di bidang pendidikan Diniyah Takmiliyah, Diniyah Formal,
dan Kesetaraan Pendidikan Al-Quran
4. Seksi Pendidikan Pondok Pesantren mempunyai tugas dan fungsi
menyiapkan bahan pelaksanaan pelayanan, bimbingan teknis, dan
pembinaan di bidang pendidikan Pondok Pesantren
5. Seksi Sistem Informasi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam
mempunyai tugas dan fungsi menyiapkan bahan pelaksanaaan pelayanan,
bimbingan teknis, dan pembinaan di bidang pengelolaan sistem informasi
Penddikan Agama dan Keagamaan Islam
6. Pondok Pesantren
1. Menyusun Data Guru Pondok Pesantren
2. Menyusun data siswa Pondok Pesantren
3. Pembuatan izin operasional Pondok Pesantren
4. Mengaktifkan WEBSITE PAKIS Kemenag Kota Tangerang Selatan :
pakiskotatangsel.com
5. Memanfaatkan WEBSITE PAKIS sebagai media komunikasi antara
seksi PAKIS Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan dengan 4
bidang garapannya
6. Updating data berbasis ICT
7. Menyusun PAKIS Kemenag Kota Tangerang Selatan dalam angka
(panduan)
8. Pembinaan Guru Pondok Pesantren dalam meningkatkan kompetensinya
9. Menugaskan Guru Pondok Pesantren dalam pelatihan-pelatihan
peningkatan kompetensi
10. Pembinaan Organisasi Pondok Pesantren
11. Mengadakan musyawarah dengan para pengasuh Pontren
12. Pembuatan Surat Keputusan organisasi FSPP (Forum Silaturahmi ondok
Pesantren)
13. Pengajuan tunjangan fungsional guru pondok pesantren
14. Pengajuan tunjangan fungsional guru pondok pesantren
15. Mendorong keaktifan FSPP di tingkat Kota Tangerang Selatan dan
masing-masing kecamatan
16. Mengirim utusan dalam kegiatan POSPEDA
17. Mengadakan Musyabaqoh Qiroatul Kutub
18. Memfasilitasi pendaftaran Beasiswa Santri Berprestasi
19. Membahas Raperda Pendidikan Diniyah Kota Tangerang Selatan
20. Mengajukan Raperda Pendidikan Diniyah Kota Tangerang Selatan
untuk disyaahkan menjadi Perda Pendidikan Diniayah Kota Tangerang
Selatan
21. Koordinasi Lintas Sektoral dalam Pengembangan Pondok Pesantren
C. Gambaran Umum Pondok Pesantren di Kota Tangerang Selatan
1. Data Pontren di Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan Informasi dari Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan
diperoleh informasi bahwa pada tahun 2016, tercatat jumlah Santri sebanyak
8.242 dari berbagai pondok pesantren yang terdaftar di Kementrian Agama
Kota Tangerang Selatan. Dimana jumlah yang paling dominan yaitu santriwati
yaitu berjumlah 4.260, sedangkan jumlah santriwan berjumlah 3.982.
Kemudian, berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa para santri ini ada
yang mukim dan non mukim, dimana didominasi oleh para santri yang non
mukim. Jumlah santri yang non mukim sebanyak 5.243 orang sedangkan santri
yang mukim sebanyak 2.999, ini mengindikasikan banyaknya minat masyarakat
untuk menitipkan putra dan putrinya di pondok pesantren agar kelak mereka
memiliki ilmu agama yang kuat sehingga menjadi putra dan putri yang
memiliki akhlak yang baik. Berikut ini adalah informasi tentang Pontren di
Kota Tangerang Selatan :
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangsel, Khodimul Umah Edisi No 01 tahun 2016
Gambar 4.6 Data Jumlah Santri Pontren
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangsel, Khodimul Umah Edisi No 01 tahun 2016
Gambar 4.7 Data Pontren di Kota Tangerang Selatan
Sumber : Kementrian Agama Kota Tangsel, Khodimul Umah Edisi No 01 tahun 2016
Gambar 4.8 Data Santri antara yang mukim dan non mukim di Kota Tangerang
Selatan
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Tangerang Selatan dengan
mendatangi : pertama, Kantor Kementrian Agama Kota Tangerang selatan
untuk mengetahui perkembangan pondok pesantren di wilayah Tangerang
selatan. Kantor kementrian agama ini sebagai pusat pengelolaan kebijakan
dan perizinan tentang keberadaan dan perkembangan pondok pesantren di
Kota Tangerang Selatan. Kedua, Forum Silaturahmi Pondok Pesantren
(FSPP) Kota Tangerang Selatan, dimana FSPP ini merupakan wadah dari
suatu Forum silaturahmi yang berfungsi mengumpulkan suatu aspirasi dari
perwakilan pondok pesantren yang ada di Kota Tangerang Selatan sehingga
bisa saling berdiskusi tentang perkembangan dan permasalahan yang
dihadapi oleh masing-masing pondok pesantren yang ada di Kota Tangerang
Selatan. Keluh kesah ini yang nantinya akan disampaikan ke tingkat Provinsi
bahkan nasional untuk kemajuan pondok pesantren secara keseluruhan.
Ketiga, beberapa pondok pesantren yang ada di wilayah Tangerang
Selatan. Dari beberapa pondok pesantren yang penulis jadikan sampel hanya
9 pondok pesantren dari 14 pondok pesantren yang penulis datangi
berkenaan dengan perizinan penelitian baik secara online maupun offline
yaitu Pondok Pesantren Al Amanar Al Ghontory, Pondok Pesantren Al
Husny, dan Pondok Pesantren Al Muqriyah. Pondok Pesantren Darul Tauhid,
Pondok Pesantren Sabilussalam, Pondok Pesantren Sabiluna, Pondok
Pesantren Jamiah Islamiyah, Pondok Pesantren Sunanul Husna, dan Pondok
Pesantren Daar Alhikam. Selebihnya mereka menolak dijadikan tempat
penelitian dikarenakan kekawatiran adanya Covid-19.
Hasil Wawancara
Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada 11
Responden yaitu Kasi Pakis Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan,
Pimpinan FSPP Kota Tangerang Selatan, dan 9 Pondok pesantren yang
berada di wilayah Kota Tangerang Selatan baik secara offline maupun
online. Untuk pengambilan data penelitian secara offline penulis peroleh dari
Kasi Pakis Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan, Pimpinan FSPP
Kota Tangerang Selatan, Pondok Pesantren Al Husny, dan Pondok Pesantren
Al Muqriyah. Sedangkan pengambilan data online penulis lakukan kepada
Pondok Pesantren Al Amanar Al Ghontory, Pondok Pesantren Darul Tauhid,
Pondok Pesantren sabilussalam, Pondok Pesantren Sabiluna, Pondok
Pesantren Jamiah Islamiyah, Pondok Pesantren Sunanul Husna, dan Pondok
Pesantren daar alhikam Pesantren sabilussalam, Pondok Pesantren Sabiluna,
Pondok Pesantren Jamiah Islamiyah, Pondok Pesantren Sunanul Husna, dan
Pondok Pesantren daar alhikam. Berikut kesimpulan hasil wawancaranya :
1) KASI PAKIS Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan (Edi
Suharsongko)
KASI PAKIS yaitu kasi pendidikan agama dan keagamaan islam
yang menaungi pondok pesantren, Diniah dan TPQ guru-guru agama
islam di sekolah UMUM SD SMP dan SMA se Kota Tangsel.
Perkembangan pontren di Tangsel relatif bagus, apalagi setelah adanya
UUD Pontren memberikan respon yg sangat baik di masyarakat. Hanya
saja di Tangsel jumlah Pontren tidak sebanyak di kabupaten tangerang
selatan. Pada tahun 2013, jumlah Pontren di Tangsel sudah mengalami
peningkatan baik yang memiliki izin operasional maupun yang belum
memiliki izin. Selain peningkatan, ada juga beberapa pontren yang harus
menutup Pontrennya, hal ini dikarenakan pimpinan Pontren meninggal
dunia sehingga pondok pesantrennya tidak berlanjut padahal Pontren
tersebut sudah memiliki izin operasional. Namun karena tidak ada
penerus, mengakibatkan pontren tersebut tutup. Saat ini jumlah Pontren di
Tangsel ada sekitar 72 pondok pesantren berdasarkan pada izin
operasional yang tercatat di Kemenag Tangsel. Jumlah Pontren sebetulkan
bisa bertambah karena ada juga beberapa pontren yang belum terdaftar di
Kemenag Tangsel.
Kemenag Tangsel tidak memiliki program santripreneur, namun
pernah mengusulkan ke pemkot tetapi belum ada respon. Karena itu,
sampai saat ini Kemenag Tangsel belum memiliki data tentang
wirausahawan yang ada di pondok pesantren. Oleh karena itu,
Pengembangan santripreneur di Tangsel belum ada, hal ini dikarenakan
keterbatasan anggaran dari Kemenag Pusat sehingga dana yang ada sangat
minim. Memang Kemenag Tangsel sempat dilibatkan kegiatan-kegiatan
dari Kemenag Pusat, seperti Kegiatan akhir tahun kemaren tetapi karena
kita masuk zona merah sehingga terjadi penundaan. Upaya-upaya lain dari
Kemenag ada tetapi belum begitu masif, hal ini dikarenakan Tangsel
secara teritorial tidak terlalu luas dan lahannya relatif mahal sehingga
pengembangan santripreneur tergantung program kerja di masing-masing
pondok pesantren. Misalnya ada pengembangan santripreneur di pondok
pesantren yang arahnya ke perdagangan seperti minimarket tetapi
skalanya tidak terlalu besar tujuannya hanya sebatas untuk pelayanan
kepada santri. Tetapi ada juga Pengembangan santripreneur yang sifatnya
bisnis kepada masyarakat, namun sedikit sekali paling hanya satu atau dua
saja dan sifatnya semacam usaha budi daya. Kalau di Kabupaten
Tangerang relatif lebih banyak untuk santripreneur tetapi kalau di Tangsel
masih minim dan sifatnya hanya sebatas pelayanan kebutuhan santri.
Hambatan pengembangan santripreneur di Wilayah Tangsel saat ini
selain dana adalah lahan, karena habis oleh perumahan. Masalah ini sama
dengan yang di hadapi oleh beberapa pondok pesantren di Tangsel
kaitannya dengan pengembangan santripreneur yaitu keterbatasan lahan,
karena lahan yang ada habis digunakan untuk perluasan gedung asrama
dan sarana prasarana di ponpes tersebut. Awalnya memang ada kerja sama
dengan pihak lain untuk pelatihan santripreneur, Misalnya Pemkot pernah
mengadakan kegiatan pelatihan yang melibatkan beberapa ponpes, tetapi
karena melihat tangsel lahannya sempit maka pelatihannya hampir tidak
ada, seperti pelatihan yang diadakan oleh pemkot bulan juni rata-rata
peserta pelatihannya kebanyakan dari cilegon karena disana lahannya
masih banyak sedangkan dari kami hampir tidak ada.
Harapan kemenag yaitu akademisi bisa duduk bersama untuk
berpartisipasi mengembangkan santripreneur, meskipun lahannya sempit
mungkin ada kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan. Sehingga ada kajian
yang mendalam tentang santripreneur dan kepedulian dengan lingkungan
di sekitar pontren, dan itu sangat dinantikan oleh masyarakat. Model
pengembangannya bisa melalui pelatihan-pelatihan dengan melibatkan
peserta dr pontren, akademisi, kemenag, dan pemerintah tangsel, serta
pihak-pihak lainnya. Seperti Kegiatan Pontren sehat yang melibatkan
fakultas kedokteran, kemenhas, kemenag, pontren meskipun sifatnya pilot
projet yaitu hanya melibatkan 3 pontren namun dengan adanya
kesinambungan, program ini diharapkan dapat mengembangkan
santripreneur. Karena Kepedulian terhadap pontren saat ini belum
maksimal padahal dana Pemda banyak tp anggaran untuk pontren belum
ada.
2. Ketua/ Pimpinan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kota
Tangerang Selatan (Bapak Musli Hudin)
Pondok Pesantren yg bergabung di FSPP yaitu ada 56 pondok
pesantren dari Total keseluruhan 70 ponpes yg terdaftar di Tangsel.
Sebagian masih proses izin ke Kemenag. Termasuk Salafi dan Modern,
namun mayoritas di Tangsel adalah Modern ada yg lebih konsen ke quran,
tahfiz, sekolah umum intinya lebih ke modern. Secara khusus belum ada
kegiatan yang dilakukan oleh FSPP terkait peningkatan kualitas
Santripreneur di pondok pesantren, tetapi klo koordinasi kegiatan selalu
ada. Selama ini terbentur covid, awalnya FSPP akan mengumpulkan dan
memamerkan karya-karya anak santri yang kemudian dijual apakah
dalam bentuk lukisan atau dagangan seperti keripik pisang, singkong
namun terbentur covid.
Sementara Kemenag Tangsel mendukung kegiatan santripreneur
melalui Kasi Pesantren (Pa Eko), dan FSPP hanya sebatas memfasilitasi
pengembangan bakat-bakat yang ada di pondok pesantren. Di Tangsel
kewirausahaannya lebih banyak ke sektor makanan, sedangkan perniagaan
belum, dan untuk koperasi memang ada yang punya ada juga yang belum,
ada juga pontren yang punya warung-warung kecil.
Hambatan yang dirasakan FSPP selama ini terkait dengan
pengembangan santripreneur yaitu kurangnya kerja sama baik dengan
pemerintah maupun pihak swasta. Harusnya ada kontribusi pemkot untuk
memberikan hibah kepada forum pesantren untuk
ngembanginmengembangkan kewirausahaa di pontren-pontren yang
tersebar di Tangsel. Selama ini, santripreneur yang ada muncul dari
keinginan pimpinan pondok pesantren saja seperti adanya koperasi,
sablon, dan lain-lain. Hambatan lainnya adalah pendanaan, tidak adanya
pembinaan secara khusus atau instruktur secara rutin.
Harapan kedepannya agar pondok pesantren yang ada di Kota
Tangerang Selatan bisa semakin berkembang yaitu adanya kerjasama yang
inten antara Kemenag, Pemkot, Kesra dengan cara memberikan
bimbingan, dana, dan pembinaan yang bisa diberikan ke para santri.
Tetapi dengan catatan tidak mengganggu pendidikan mereka misalnya
hari sabtu atau minggu selesai mengaji dan belajar, supaya mereka tidak
jenuh mengaji mulu terus. Harapannya para santri kedepannya bisa
mandiri, karena tidak semua para santri ini menjadi ustad atau kiayi
syukur-syukur bisa menjadi kiyai dan pengusaha.
Kota Tangsel terkenal dengan kota hunian dan jasa, sehingga yang
paling cocok wirausaha bagi para santri yaitu kuliner. Tetapi bagusnya ada
ciri khas sehingga nantinya bisa diberdayakan. Selain itu, menjalin kerja
sama dengan semua dinas yang ada dengan cara mempromosikan
produknya karena secara otomatis jika program ini berhasil akan
memajukan Tangsel juga. Memang tidak mudah menentukan formasi yang
tepat, tetapi setidaknya kita memiliki SDM untuk pengembangan
santripreneur yaitu para santri dan guru tinggal pengembangannya apakah
dalam bentuk pelatihan dan pendampingan tetapi jika pengembangannya
ke arah peternakan atau perkebunan, belum bisa hal ini dikarenakan
keterbatasan lahan. Karena itu, menurut kami yang paling tepat lebih ke
arah kuliner yang nantinya bisa dijual.
3. Beberapa Pondok Pesantren di Kota Tangerang Selatan
1) Potensi Lokal yang dimiliki Pondok Pesantren di Tangsel
Potensi lokal yang dimiliki Pondok pesantren di Kota Tangsel saat ini,
rata-rata lebih banyak ke arah perniagaan seperti warung, kopontren
(koperasi pesantren), minimarket, dan kantin. Memang sebelumnya
potensi lokalnya ke arah peternakan kambing dan ikan, perkebunan
dengan menanam pohon mangga, multimedia yaitu radio, dan sablon.
Tapi saat ini, potensi tersebut sudah tidak ada lagi (Off), bahkan ada
beberapa pondok pesantren yang dari dulu sampai sekarang tidak
mengetahui potensi lokal yang dimilikinya dikarenakan pondok
pesantrennya tidak memiliki sumber daya alam sehingga tidak ada
kegiatan kewirausahaan dipondok pesantrennya.
2) Program penciptaan wirausahawan (santripreneur) di Pondok
Pesantren
Program penciptaan wirausahawan (santripreneur) di Pondok Pesantren
saat ini ada yang ke arah multimedia, percetakan sablon, pembuatan
peci, kuliner, dan perniagaan. Namun yang dapat berjalan sampai saat
ini hanya ke arah perniagaan dan kuliner. Program ini tidak secara
khusus diadakan, tetapi rata-rata secara tidak langsung ada dalam
kurikulum pembelajaran di sekolah. Program pengembangannya
dengan diberikan kepercayaan penuh untuk mengelola, mengolah dan
memanaje segala jenis usaha pada bidangnya masing-masing. Dengan
harapan ketika mereka nanti lulus dari pesantren, bisa menjadi bekal
untuk menjadi wirausahawan mandiri.
3) Keberadaan santripreneur berdasarkan dengan potensi lokal atau
kearifan lokal yang ada
Program santriprineur saat ini secara umum belum terrealisasi dengan
baik, hanya baru dalam batas pembelajaran saja. Sehingga keberadaan
santripreneur berdasarkan potensi lokal untuk saat ini belum ada.
4) Jenis usaha yang dilakukan para santri di pondok pesantren
Jenis usaha yang dilakukan para santri di Pondok Pesantren rata-rata
lebih ke arah perniagaan seperti mengelola warung, kantin, koperasi
pesantren yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para
santri, ada juga usaha londry yang dikelola oleh para santri dibawah
naungan organisasi santri. Ada juga yang berjualan baju yang di kelola
oleh para alumni pondok pesantren. Padahal sebelumnya usaha yang
dilakukan adalah percetakan sablon, produksi nata de coco sampai
pada penjualan ke warung-warung sekitar pesantren namun belum
optimal. Bahkan pernah menjadi pengrajin sendal kulit tetapi karena
bukan kebutuhan pokok sehingga kurang berkembang. Kedepannya
jenis usaha yang akan dikembangkan adalah sektor perikanan, namun
masih sebatas persiapan lahan dan bibit serta masih perlu bimbingan
ekstra kepada para santri.
5) Rencana usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan
keberadaan wirausaha di pontren
Karena usaha yang dilakukan lebih ke arah perniagaan, maka rencana
usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan keberadaan wirausaha di
pondok pesantren yaitu ada yang ke arah kuliner seperti membuat
makanan ringan yang siap dijual, ada juga pontren yang berencana
untuk membuat kafe, ada juga yang berencana memiliki minimarket
sendiri yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para santri, ada
juga rencana usaha ke arah produksi karena selama ini untuk
memenuhi makanan para santri masih di suplay dari distributor
contohnya roti ...kedepannya bisa membuat roti sendiri dan dijual ke
para santri sehingga bisa memenuhi jajanan yg bergizi atau kita bisa
memproduksi minuman yang lebih higienis dan sehat, ada juga rencana
usaha ke arah infotaiment digital dengan membuka usaha digital
printing dengan harapan akan menyerap potensi disini. Namun ada juga
pontren yang tidak memiliki rencana usaha, hal ini dikarenakan
aktifitas di pondok pesantren sudah padat sehingga tidak ada waktu
untuk melaksananakan rencana usaha ini sehingga implementasi usaha
santri hanya sebatas pemenuhan kewajiban ekstrakurikuler semata.
6) Pihak yang mendukung kegiatan Ekonomi Kreatif di Pondok
Pesantren
Pihak-pihak yang mendukung terlaksananya kegiatan ekonomi kreatif
di pondok pesantren yaitu rata-rata semua elemen yang ada di pondok
pesantren seperti ketua yayasan dan semua pengurus yayasan, guru-
guru, pengasuh pondok pesantren, para donator, wali santri, dan para
santri. Ada sebagian Pontren yang memperoleh dukungan dari
Kemenag Kota Tangsel terutama oleh Kasi Pontren dan juga FSPP
meskipun hanya sebatas hubungan silaturahmi, namun dukungan ini
belum menyeluruh dirasakan oleh setiap pontren yang lainnya. Namun
ada juga pondok pesantren yang berinisiatif untuk menjalin kerjasama
dengan pondok pesantren lainnya dalam rangka dukungan yang
nantinya bisa saling membesarkan kewirausahaan di pondok
pesantrennya melalui sharing produk yang di ciptakan oleh masing-
masing pondok pesantren, sehingga produk-produk yang ada bisa
saling menyerap satu sama lain ada sistem mutualisme saling
menguntungkan.
7) Fasilitas/ sarana dan prasarana yang dimiliki pondok pesantren
yang digunakan oleh para santri berwirausaha
Fasilitas/ sarana dan prasarana yang dimiliki pondok pesantren yang
digunakan oleh para santri untuk berwirausaha yaitu secara
keseluruhan masih sangat terbatas bahkan ada yang belum memiliki
sarana dan prasarana sedikitpun, kalaupun ada semuanya belum
mencapai 100%. Paling tinggi 50% yaitu labkom, komputer, radio, ini
dikarenakan sebagai daya dukung pembelajaran kewirausahaan dikelas.
Namun ada juga Pondok pesantren yang menjelaskan bahwa dukungan
fasilitas sudah mencapai 80% yaitu berupa sistem organisasi, tempat,
dan support dari para pembimbingnya dan support dari koperasi seperti
kebutuhan untuk londry, kantin, bahkan untuk mengelola dapur mulai
dari alat masak, sayuran, lauk pauk, dan lain-lain. Sedangkan sarana
prasarana yang masih dibutuhkan yaitu adanya pelatihan dan
bimbingan menciptakan produk karena selama ini santri-santri belum
ada kurikulum ke arah produksi. Seperti produksi Roti atau makanan
lain yang bergizi, minuman yang sehat, produksi sendal, produksi
kerudung.
8) Pengelolaan sistem manajemen kewirausahaannya
Pengelolaan sistem manajemen kewirausahaan di pondok pesantren
sebagian sudah berbasis pada syariah seperti memperhatikan kehalalan
produk yang dijual, sistem bagi hasil secara syariah. Namun sistem
pengelolaaan keuangan diatur oleh pengelola pondok bukan oleh santri,
santri hanya sebagai pelsana usaha saja.
9) Kendala-kendala yang dihadapi para santri ketika melakukan
wirausaha
Kendala-kendala yang dihadapi para santri ketika melakukan wirausaha
di pondok pesantren yaitu rata-rata menjawab dana (permodalan),
lahan, waktu, karna harus membagi antara aktivitas mengaji dan
belajar, pembinaan dan pengawasan dari instruktur...karna klo tidak ada
instruktur biasanya usahanya gak jalan. Selain itu ada juga kendala
yang di hadapi yaitu kurangnya dukungan dari masyarakat sekitar
tentang usaha yang dijalankan para santri ini. Karena masyarakat
menganggap usaha para santri ini sebagai pesaing mereka yang
memotong rizki mereka. Sehingga wirausaha jenis apapun di pondok
pesantren ini tidak akan maju dan berkembang karena setiap jenis
kegiatan yg sifatnya perniagaan pasti akan selalu dicuigai oleh mereka.
Bahkan pondok pesantren ini seperti diatur oleh masyarakat, seperti
gerbang pondok pesantren tidak boleh ditutup. Dulu sempet terjadi
pengiriman gerobak dan isinya adalah makanan yang gak laku, mereka
seperti protes karna gerbangnya di tutup. Santri mau betah atau nggak,
mau mengaji atau nggak masyarakat tidak peduli, yang penting
bagaimana caranya masyarakat memperoleh uang, bahkan ada yg
menyewakan tlp ke santri. Prinsip masyarakat di sana, pesantren
seyogyianya hanya fokus mengaji saja jangan berpikiran untuk
membuat ataupun membuka usaha. Adapula kendala di pondok
pesantren lainnya yaitu tentang tentang produk yang dijual, karena
produknya beli dari luar terkadang ketersediaan barangnya terbatas,
harga belinya terlalu tinggi sehingga tidak bisa menjual dengan harga
yang murah sehingga harapan kedepannya bisa menjual produk yang
diproduksi sendiri.
10) Apa harapan kedepan terkait pengembangan ekonomi kreatif di
pondok pesantren
Harapan kedepannya terkait pengembangan ekonomi kreatif di pondok
pesantren yaitu adanya dukungan dari pemerintah, dan pihak lainnya
seperti kampus (UIN), terutama untuk aspek pendanaan, pelatihan dan
pendampingan dari instruktur. Ada juga harapan pondok pesantren
lainnya supaya bisa hidup rukun dan saling bekerja sama dengan
masyarakat sekitar untuk tidak ada persaingan, saling mencurigai, serta
memberikan peluang kepada para santri untuk mengembangkan
kreatifitasnya karena kelak para santri setelah lulus dari pondok
pesantren bukan hanya menjadi kiyai semua tetapi bisa menjadi para
pengusaha. Karna itu, pondok pesantren sedini mungkin mengajarkan
pentingnya berwirausaha sebagai kompetensi tambahan agar kelak bisa
dijadikan pondasi atau dasar untuk mereka melanjutkan hidup
dimasyarakat. Karena itu perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk
masyarakat sekitar.
11) Model Pengembangan Santripreneur di harapkan oleh Pondok
Pesantren agar mampu dijadikan sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah
Model pengembangan santripreneur sebagai penggerak ekonomi kreatif
berbasis syariah yaitu adanya keterlibatan berbagai pihak diantaranya,
Pemerintah Kota Tangerang Selatan bisa menyiapkan lahan hibah di
suatu lokasi yang bisa dijadikan pusat wisata belanja/ kuliner khusus
untuk kumpulan karya para santri se Tangerang Selatan. Bisa dalam
berupa ruko/ tempat untuk para santripreneur agar bisa berjualan.
Kemudian Dinas-dinas yang lain bekerja sama untuk mempromosikan
produk yang dihasilkan oleh para santripreneur agar banyak pembeli
yang berkunjung ke lokasi tersebut. Kemudian untuk pengembangan
santripreneurnya melalui kerja sama antara pemerintah, universitas, dan
pihak-pihak lainnya seperti Kemenag Tangsel, FSPP, komunitas
tertentu misalnya komunitas bioponik untuk diberikan pelatihan dan
pendampingan usaha. Produk yang dihasilkan, diusahakan masing-
masing pondok pesantren memiliki ciri khas yang memiliki daya jual
yang unik dan tinggi. Dan tentunya diberikan bantuan baik berupa
dana/modal, alat produksi maupun skill. Selain itu diperlukan daya
dukung dari masyarakat, pengelola pondok pesantren, yayasan, guru,
wali santri dan para santrinya.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah disusun dan data yang
sudah diperoleh maka :
1. Kearifan lokal para santri kaitannya dengan ekonomi kreatif di Pondok
Pesantren yaitu lebih ke arah perniagaan (minimarket, londry, kantin)
dengan pembiasaan-pembiasaan sebagai sikap mandiri dan tanggung
jawab. Nilai-nilai kearifan lokal di pondok pesantren, merupakan
keniscayaan dalam pembinaan kepribadian, terutama dalam proses
pendidikan dan pembelajaran yang langsung ditangani para kyai atau ustadz
secara terus menerus. Hal ini terbukti banyaknya para alumni pesantren yang
tersebar di nusantara, mampu membina masyarakat melalui pendidikan dan
pembelajaran. Menjadi tokoh teladan dalam kehidupan sehari-hari, nilai
karismatik para kyai menjadi acuan dan rujukan, baik bagi masyarakat biasa,
menengah keatas. Karakter merupakan sendi-sendi yang menopang bangsa
dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri.
Kearifan lokal yang diharapkan dari para santri adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan
dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku
manusia terhadap sesama manusia. Jadi didalam penelitian ini kearifan lokal
para santri diharapkan, para santri diberi pengetahuan atau bekal tentang
sesuatu yang dapat mereka terapkan atau lakukan dalam lingkungan mereka
sehingga dapat membantu ekonomi para santri baik yang masih berada di
lingkungan pondok pesantren ataupun setelah mereka keluar dari pondok
pesantren, pengetahuan yang mereka dapat dari senior dapat mereka
wariskan kepada junior.
Selama penelitian ini, peneliti memperoleh informasi dari beberapa
pondok pesantren yang berada di daerah Tangerang Selatan, di dapati
hasilnya bahwa tidak banyak ponpes yang mengalakan atau menerapkan
kearifan lokal pada ekonomi kreatif para santri, ini disebabkan karena
kekurangan lahan atau tempat yang berada di pondok pesantren ,Kebanyakan
hasil para santri terlibat dalam pengelolaan usaha yang berada dalam
pondok pesantren berupa toko dalam penyedian kebutuhan para santri,
berupa pakaian, dan makanan serta kebutuhan-kebutuhan lain. Adapun
beberapa ponpes yang berada di Tangerang selatan memperdayakan
masyarakat sekeliling atau disekitar Ponpes dalam penyedian kebutuhan
makanan dan kebutuhan lain terhadap para santri yang berada di pondok
pesantren, ini berarti Ponpes ikut membantu dan memperdayakan serta
menunjang ekonomi kreatif masyarakat yang berada disekitar pondok
pesantren.
2. Potensi Usaha yang dikelola oleh para Santri di Pondok Pesantren
Berdasarkan hasil wawancara peneliti, potensi usaha yang dapat
dilakukan oleh para santri dan pengelola pondok pesantren yaitu rata-rata
lebih banyak ke arah perniagaan seperti warung, kopontren (koperasi
pesantren), minimarket, dan kantin. Memang sebelumnya potensi lokalnya
ke arah peternakan kambing dan ikan, perkebunan dengan menanam pohon
mangga, multimedia yaitu radio, dan sablon. Tapi saat ini, potensi tersebut
sudah tidak ada lagi (Off), bahkan ada beberapa pondok pesantren yang dari
dulu sampai sekarang tidak mengetahui potensi lokal yang dimilikinya
dikarenakan pondok pesantrennya tidak memiliki sumber daya alam
sehingga tidak ada kegiatan kewirausahaan dipondok pesantrennya.
Keterbatasan tersebut salah satunya yaitu lahan dan tempat serta dana
untuk mengembang ekonomi kreatif terhadap para santri. Sebenarnya banyak
peluang usaha yang dapat dikelola oleh para santri apabila tersedianya lahan
dan hibah dana dari pemerintah seperti para santri dilibatkan dalam
pengelolaan dibidang pertanian, hasil dari pertanian dapat membantu
kebutuhan para santri selain memenuhi kebutuhan para santri sehari-hari.
Hasil pertanian dapat dijual kepada masyarakat sekitar ataupun kepasar,
sehingga hasil dari penjual dapat digunakan untuk kebutuhan para santri atau
kebutuhan pondok pesantrern lainya. Dan demikian juga dibidang
peternakan dan perikanan para santri dapat dilibatkan dalam pengelolaanya,
ini membuat mereka jadi memahami dan mengerti tentang peluang usaha
yang mereka lakukan di area Ponpes, dengan adanya keterlibatan para santri
dalam pengelolaan usaha ini, dapat mendidik mereka nantinya menjadi
Santripreneur. Namun yang menjadi kendala adalah ketersediaan lahan. Dari
hasil wawancara yang dilakukan oleh para peneliti kebeberapa ponpes yang
berada di daerah Tangerang Selatan hampir sebahagian besar ponpes tidak
melakukan usaha yang berhubungan dengan kearifan lokal, seperti pertanian,
peternakan tetapi peluang usaha yang ada yang terdapat di Ponpes adalah
peluang usaha kecil menengah lebih ke arah perniagaan seperti Koperasi
pesantren yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, jajanan dan kebutuhan
sekolah yang dikelola oleh pemilik pesantren yang ada beberapa ponpes
dengan melibatkan para santri.
3. Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah
Model pengembangan santripreneur sebagai penggerak ekonomi kreatif
berbasis syariah lebih ke arah optimalisasi potensi yang ada (perniagaan dan
kuliner) dengan dukungan berbagai macam Pihak. Pemerintah Kota
Tangerang Selatan menyiapkan lahan hibah sebagai pusat lokasi bisnis yang
di khususkan bagi para santripreneur se Tangerang Selatan. Kemudian
Dinas-dinas yang lain bekerja sama untuk mempromosikan produk yang
dihasilkan oleh para santripreneur agar banyak pembeli yang berkunjung ke
lokasi tersebut. Kemudian untuk pengembangan santripreneurnya melalui
kerja sama antara pemerintah, universitas, dan pihak-pihak lainnya seperti
Kemenag Tangsel, FSPP, komunitas tertentu misalnya komunitas bioponik
untuk diberikan pelatihan dan pendampingan usaha. Produk yang dihasilkan,
diusahakan masing-masing pondok pesantren memiliki ciri khas yang
memiliki daya jual yang unik dan tinggi. Dan tentunya diberikan bantuan
baik berupa dana/modal, alat produksi maupun skill. Selain itu diperlukan
daya dukung dari masyarakat, pengelola pondok pesantren, yayasan, guru,
wali santri dan para santrinya.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, para peneliti menghadapi beberapa kendala
diantaranya:
1. Karena masa pandemi menyebabkan sulitnya mengadakan beberapa kali
kunjungan ke lokasi penelitian, sulitnya mendapatkan feedback surat ijin
penelitian dikarenakan masih berlaku PSPB sehingga terhambat peneliti
untuk keluar rumah maupun masuk ke dalam lingkungan Pondok Pesantren.
2. Sebagian besar pondok pesantren menerapkan Lockdown sehingga tidak
menerima orang dari luar termasuk para peneliti untuk melakukan observasi
dan interview.
3. Sulitnya mencari informasi melalui Dokumentasi di FSPP, hal ini
dikarenakan kepengurusan FSPP saat ini belum mendokumentasikan dengan
baik sehingga data-data yang diperlukan tidak tersedia
4. Sulitnya mencari informasi tentang Pondok pesantren di kementrian agama,
hal ini dikarenakan staf yang bertugas sedang WFH sehingga sulit ditemui di
kantor sedangkan data ada di kantor kemenag.
5. Informasi yang diberikan responden pondok pesantren sangat terbatas,
karena informasi yang diperoleh hanya sebatas wawancara offline dan
online,
6. Karena Lockdown didalam Pondok Pesantren, penulis tidak bisa melakukan
pengamatan/ observasi langsung untuk mengecek kebenaran dari hasil
wawancara tersebut sehingga penulis kurang memiliki bukti otentik tentang
aktivitas dari para santripreneur tersebut serta sarana dan prasarana
pendukungnya karena itu deskripsi hasil penelitian ini hanya sebatas
penjabaran dari hasil wawancara saja baik offline maupun online.
6. Referensi masih terbatas karena merupakan bahasan baru
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada data penelitian, maka dapat penulis simpulkan bahwa :
1) Kearifan lokal para santri kaitannya dengan ekonomi kreatif di Pondok
Pesantren yaitu lebih ke arah perniagaan (minimarket, londry, kantin) dengan
pembiasaan-pembiasaan selama dipondok yang bertujuan untuk membangun
sikap mandiri dan tanggung jawab. Hal ini terbukti banyaknya para alumni
pesantren yang tersebar di nusantara, dan mampu membina masyarakat
melalui pendidikan dan pembelajaran maupun menjadi para pengusaha yang
sukses. Namun, tidak banyak pula ponpes yang tidak menerapkan kearifan
lokal pada ekonomi kreatif para santri, ini disebabkan karena kekurangan
lahan atau tempat yang berada di pondok pesantren.
2) Potensi Usaha yang dikelola oleh para Santri di Pondok Pesantren yaitu
rata-rata lebih banyak ke arah perniagaan seperti warung, kopontren
(koperasi pesantren), minimarket, dan kantin. Memang sebelumnya potensi
lokalnya ke arah peternakan kambing dan ikan, perkebunan dengan
menanam pohon mangga, multimedia yaitu radio, dan sablon. Tapi saat ini,
potensi tersebut sudah tidak ada lagi (Off), bahkan ada beberapa pondok
pesantren yang dari dulu sampai sekarang tidak mengetahui potensi lokal
yang dimilikinya dikarenakan pondok pesantrennya tidak memiliki sumber
daya alam sehingga tidak ada kegiatan kewirausahaan dipondok
pesantrennya.
3) Model Pengembangan Santripreneur sebagai Penggerak Ekonomi
Kreatif Berbasis Syariah, saat ini lebih ke arah optimalisasi potensi yang ada
(perniagaan dan kuliner) dengan dukungan berbagai macam Pihak. Yaitu
Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui penyiapan lahan hibah sebagai
pusat lokasi bisnis yang di khususkan bagi para santripreneur se Tangerang
Selatan. Kemudian Dinas-dinas yang ada di Kota Tangerang Selatan bekerja
sama untuk mempromosikan produk yang dihasilkan oleh para santripreneur
agar banyak pembeli yang berkunjung ke lokasi tersebut. Kemudian untuk
pengembangan santripreneurnya melalui pelatihan-pelatihan dan
pendampingan secara intensif yang di berikan oleh universitas (UIN Jakarta)
dan pihak swasta lainnya yang didukung oleh Kemenag Tangsel, FSPP, dan
komunitas tertentu misalnya komunitas bioponik untuk diberikan pelatihan
dan pendampingan usaha. Produk yang diciptakan, diharapkan memiliki ciri
khas antara pontren yang satu dengan pontren yang lainnya sehingga
memiliki daya jual yang unik dan tinggi. Selain diberikan bantuan baik
berupa dana hibah, alat produksi maupun skill, diperlukan juga daya dukung
dari masyarakat, pengelola pondok pesantren, yayasan, guru, wali santri dan
para santrinya agar santripreneur dapat berkembang sebagai penggerak
ekonomi kreatif di pondok pesantren yang ada di wilayah Tangerang Selatan.
B. Implikasi
1. Memperoleh input bagi pemerintah maupun Kemenag Tangsel untuk
mengembangkan santripreneur diwilayah Tangerang Selatan
2. Mengetahui alternatif Model Pengembangan santripreneur sebaga
penggerak ekonomi kreatif di Wilayah Tangerang Selatan
3. Ternyata masih banyak potensi lokasl yang bisa dikembangkan sebagai
kegiatan santripreneur di wilayah Tangerang Selatan
4. Memperoleh informasi yang dapat dijadikan pijakan regulasi
kedepannya untuk mengembangkan santripreneur wilayah Tangerang
Selatan
C. Rekomendasi
1. Pemerintah Kota Tangerang Selatan
• Memberikan edukasi dalam bentuk pelatihan-pelatihan membuat
produk yang unik dan berkesinambungan, sehingga para santri
memiliki skill tambahan
• Memberikan dukungan baik dana hibah, pemberian lokalisasi tempat
usaha, dan mempromosikan tempat usahanya
2. Kementrian Agama Provinsi Banten
• Bisa memfasilitasi sebagai wadah untuk mengembangkan
kewirausahaan di pesantren melalui forum unit usaha pesantren
• Menambahkan program kerja santripreneur di job description pada
Kasi Pontren, karena saat ini belum ada program kerja kearah
kewirausahaan di pondok pesantren
• Membuat data base tentang informasi kewirausahawan yang ada di
pondok pesantren, karena selama ini tidak ada data tentang
keberadaan wirausaha di pondok pesantren yang ada di wilayah
tangerang selatan sehingga kedepannya bisa dibuat pemetaan jenis
usaha yang ada di pontren
• Dibuat anggaran khusus dan mengusulkan ke Kemenag pusat untuk
pembiayaan santripreneur agar program kewirausahaan dipondok
pesantren bisa berkembang
• Bisa menjadi fasilitator kegiatan pengembangan santripreneur
melalui pelatihan-pelatihan dengan cara bekerja sama dengan
berbagai pihak salah satunya dengan komunitas usaha tertentu
maupun dengan universitas tertentu contohnya UIN Jakarta
• Merespon permasalahan yang terjadi dipondok pesantren kaitannya
dengan pengembangan santripreneur dan memberikan solusi
alternatif permasalahannya
• Mengakomodir semua kebutuhan pondok pesantren kaitannya
pelaksanaan kewirausahaan di pondok pesantren
3. FSPP (Forum Silaturahmi Pondok Pesantren)
• Dapat menampung aspirasi pengembangan santripreneur di setiap
pondok pesantren
• Membentuk Forum khusus, misalnya unit kewirausahaan di pondok
pesantren
• Melengkapi fasilitas usaha bagi para santripreneur
• Lebih menjalin silaturahmi yang erat di semua pondok pesantren
yang ada di wilayah Tangerang Selatan agar permasalahan yang ada
dapat terselesaikan
• Membuat daftar/ catatan terkait peran serta FSPP terhadap pondok
pesantren yang ada, karena selama ini belum ada daftar
kewirausahaan pondok pesantren di FSPP.
• Memfasilitasi pengembangan bakat-bakat yang ada di pondok
pesantren
• Mencari link dan menjalin kerja sama baik dengan pemerintah
maupun pihak swasta
• Mencari dana hibah untuk membantu program kerja pengembangan
satripreneur di pondok pesantren yang ada di Kota Tangerang Selatan
• Mendukung pondok pesantren untuk meningkatkan skill bagi para
santri agar kedepannya mereka bisa sukses menjadi pengusaha seperti
Rosullullah
• Menjadi fasilitator sharing produk diantara pondok pesantren yang
ada, sehingga supply dan demmand di antara sesama pondok
pesantren bisa terpenuhi
4. Pimpinan/ Pengelola Pondok Pesantren
Memberikan dukungan dalam bentuk perizinan
Mendukung untuk mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para santri
5. Peneliti Lain
Meneliti lebih jauh hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan
dalam mengembangkan kewirausahaan di pondok pesantren
Dibuat penelitian tentang jenis-jenis usaha apa saja yang ada di
beberapa lokasi pondok pesantren yang tersebar di wilayah
Tangerang Selatan sehingga kedepannya bisa dibuat pemetaan agar
pengembangan santripreneurnya lebih tepat sasaran
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rohim Boy Berawi, Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Badan Ekonomi
Kreatif (BEKRAF) dalam Rakor Rencana Program Pengembangan Ekonomi
Kreatif yang digelar BEKRAF di Ambon, Maluku, Selasa (1 Maret 2016).
“Industri Kreatif Sumbang Rp 642 Triliun dari Total PDB
RI“ .Tempo.Co.Jakarta. Alamat :
https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02/090750007/industri-kreatif-
sumbang-rp-642-triliun-dari-total-pdb-ri. Tertanggal Rabu, 02 Maret 2016 |
18:38 WIB.
Agus Rochani. Strategi Pengembangan Industri Kreatif Dalam Mewujudkan Kota
Cerdas Studi Kasus : Kabupaten Purbalingga. Prosiding Seminar Nasional
Inovasi Dalam Pengembangan SmartCity Vol 1 No 1. Alamat Web :
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/smartcity/article/view/1713.
Tertanggal : Selasa, 13 Agustus 2019 jam 12:20 WIB.
Ahmad Sururi. 2017. Inovasi Model Pengembangan Kebijakan Ekonomi kreatif
Provinsi Banten. Jurnal Ilmiah Dewan Riset Daerah untuk Pengembangan
IPTEK, Kemanusiaan dan Kebudayaan
Universal.AlamatWeb:https://www.academia.edu/34744324/Inovasi_Model_
Pengembangan_Kebijakan_Ekonomi_Kreatif_Provinsi_Banten.pdf.
Tertanggal : Senin, 12 Agustus 2019 jam 10:00 WIB.
Chookaew, S., chanin, O., Charatarawat, J., Sriprasert, P., & Nimpaya, S.
(2015). Increasing Halal Tourism Potential at Andaman Gulf in.
Journal of Economics, Business and Management, III (7), 277-279
Creative Economy. (2013). Alamat : http://indonesiakreatif.net/creative-economy.
H.A.Djazuli. 2006. Kaidah-kaidah Fikih, Cetakan ke-1. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
HIPMI : Industri Kreatif harusnya dapat Insentif. Palapa News. Alamat :
http://palapanews.com/2016/03/16/hipmi-industri-kreatif-harusnya-dapat-
insentif/. Tertanggal : Rabu, 16 / 03 / 2016 jam 2:14 WIB
Journal Nov 15, 2015. Menangkap Gelombang Ekonomi Kreatif Indonesia di Era
MEA. Alamat Web : https://www.selasar.com/jurnal/12226/Menangkap-
Gelombang-Ekonomi-Kreatif-Indonesia-di-Era-MEA
Mirshal dan Tri. 2018. Penerapan Pendidikan Ekonomi Kreatif di Pesantren sebagai
Sarana untukMenghasilkan Pribadi Wirausaha yang dilandasi nilai-nilai
Keagamaan. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 . Fakultas Arsitektur dan
Desain, Unika Soegijapranata, Semarang. Alamat
Web:https://temuilmiah.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2018/12/IPLBI-2018-
C046-051-Penerapan-Pendidikan-Ekonomi-Kreatif-di-Pesantren.pdf.
Tertanggal : Senin, 12 Agustus 2019 jam 10:30 WIB.
Muhammad Saifullah, Muh. Arif Royyani, Muhammad Shobaruddin . 2015.
Pengembangan Potensi Pesantren Dalam Mencetak Santripreneur
(Pemberdayaan Dan Pendampingan Santripreneur Di Pesantren Manahijul
Huda Ngagel Dukuhseti Pati). Dimas Jurnal Pemikiran Agama untuk
Pemberdayaan Vol 15 No.2 Tahun 2015. Alamat Web :
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dimas/article/view/747. Tertanggal :
Selasa, 13 Agustus 2019 jam 09:30 WIB.
Mursyid. 2011. Dinamika Pesantren dalam Perspektif Ekonomi. Milah Jurnal Studi
Agama Vol XI No 1 Agustus 2011. Alamat web :
https://journal.uii.ac.id/Millah/issue/view/230. Tertanggal : Senin, 12
Agustus 2019 jam 09:30 WIB.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2012. Ekonomi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rimbawan, Yoyok (2012) Pesantren dan Ekonomi : Kajian Pemberdayaan Ekonomi
Pesantren Darul Falah Bendo Mungal Krian Sidoarjo Jawa Timur. In:
Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic
Studies (AICIS) XII, 5 – 8 November 2012, Surabaya – Indonesia. Alamat
Web : http://digilib.uinsby.ac.id/8156/. Tertanggal : Selasa, 13 Agustus 2019
jam 10:30 WIB.
Ririn Noviyanti. 2017. Peran Ekonomi Kreatif Terhadap Pengembangan Jiwa
Entrepreneurship di Lingkungan Pesantren: Studi Kasus di Pondok Modern
Darussalam Gontor Putri 1. INTAJ Jurnal Penelitian dan Ilmiah Vol 01 No
01. Alamat Web :
http://ejournal.alqolam.ac.id/index.php/intaj/article/view/peran-ekonomi-
kreatif-thd-entrepreneurship. Tertanggal : Selasa, 13 Agustus 2019 jam
11:00 WIB.
Siti dan Muhfiatun. 2017. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal
Pandanus Handicraft dalam Menghadapi Pasar Modern Perspektif Ekonomi
Syariah (Study Case di Pandanus Nusa Sambisari Yogyakarta).
APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama ISSN 1411-8777 |
EISSN 2598-2176 Volume 17, Nomor 2, 2017. Alamat Web :
http://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/aplikasia/article/view/1273.
Tertanggal : Senin, 12 Agustus 2019 jam 09:30 WIB.
Siti Nur Azizah dan Muhfiatun. 2017. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis
Kearifan Lokal Pandanus Handicraft dalam Menghadapi Pasar Modern
Perspektif Ekonomi Syariah (Study Case di Pandanus Nusa Sambisari
Yogyakarta). APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama ISSN 1411-
8777 | EISSN 2598-2176 Volume 17, Nomor 2, 2017. Alamat Web :
ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/aplikasia. Tertanggal : Senin, 12 Agustus 2019
jam 10:30 WIB.
Sudarsono, M.B, Hendri. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta,
Ekonosia.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Qualitative And
Quantitative Research Methods). Bandung: Alfabeta.
Tri Harjawati. 2016. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Lembaga Pembiayaan di
Sentra Industri Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Industri Kuliner Kota
Tangerang Selatan). PUSLITPEN LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak di Publikasikan.
Tri Harjawati. 2018. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Lembaga Pembiayaan
Di Sentra Industri Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Industri Kuliner
Kota Tangerang Selatan) SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education
Journal, 5 (1), 2018 Alamat Website:
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/SOSIO-FITK
Tri Harjawati. 2018. Model Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Syariah di
Provinsi Banten. PUSLITPEN LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak di Publikasikan.
Zainuddin Ali. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Zuanita, Azmi, Retno. 2018. Membangun Jiwa Enterpreneurship Santri Melalui
Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif. DIMAS Jurnal Pemikiran Agama
untuk Pemberdayaan Volume 18 No 1 Mei 2018. Alamat Web :
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dimas/article/view/2912.
Tertanggal : Senin, 12 Agustus 2019 jam 10:20 WIB.