laporan fc-kel 8_revised

52
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIKUM FLOW RATE CONTROL GROUP 8 GROUP PERSONNEL: Budi Mulia P (1206220586) Hanifia Wulandari (1206221033) Harly Ilyasaakbar (1206263313) Hasanuddin (1206230725) CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT ENGINEERING FACULTY UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2015

Upload: hanifia-wulandari

Post on 26-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laporan akhir flow control UOP 2

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTIKUM FLOW RATE CONTROL

    GROUP 8

    GROUP PERSONNEL:

    Budi Mulia P (1206220586)

    Hanifia Wulandari (1206221033)

    Harly Ilyasaakbar (1206263313)

    Hasanuddin (1206230725)

    CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT

    ENGINEERING FACULTY

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK 2015

  • i

    DAFTAR ISI

    Daftar Isi .................................................................................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 2

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 2

    1.2 Tujuan Percobaan .......................................................................................................................... 4

    1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................................................. 4

    1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................. 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 5

    2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup ....................................................................................................... 5

    2.2 Komponen Penyusun Unit Pengendali ........................................................................................ 6

    2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanis ................................................................................................ 8

    2.4 Algortima Pengontrolan ............................................................................................................ 11

    BAB III Metode Percobaan .................................................................................................................... 25

    3.1 Alur Percobaan .......................................................................................................................... 25

    3.2 Flow Chart Percobaan ............................................................................................................... 27

    3.3 Alat dan Bahan Percobaan ........................................................................................................ 29

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................... 33

    4.1 Hasil Percobaan ........................................................................................................................... 33

    4.2 Pembahasan ................................................................................................................................ 45

    BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................................... 49

    Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 51

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Laju alir dalam beberapa industri manufakturing menjadi suatu hal sangatmenentukan

    terhadap kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Contohnya pada pemanfaatan laju alir

    udara dalam proses pemisahan inti (kernel) terhadap cangkang(shell) pada sebuah pabrik

    kelapa sawit. Kernel adalah produk yang hendak diperolehdengan kualitas dan kuantitas

    semaksimal mungkin, sedangkan cangkang adalah sisahasil produksi yang harus dipisahkan

    sebagai limbah padat. Ketidak-stabilan dankecepatan respon terhadap perubahan nilai input

    set, akan berdampak besar terhadaplaju alir udara yang dihasilkan. Yang pada akhirnya

    akan berdampak pada kualitasdan kuantitas produksi inti (kernel).Untuk melakukan proses

    pengendalian laju alir udara yang optimal, denganmetode yang dapat beradaptasi dengan

    cerdas terhadap setiap perubahan sifat darisistem yang ada, perlu dibuat suatu simulasi

    pengendalian laju alir udara dalam skalalaboratorium dengan menggunakanmetode yang

    mampu membaca dan mengenalikondisi input dan output dari sistem yang tersedia, serta

    mampu beradaptasi denganfleksibel, sehingga dapat memberikan pengendalian yang lebih

    baik.

    Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari kontrol proses, yakni:

    (1) keamanan dan keselamatan kerja ( safety);

    (2) perlindungan lingkungan (environmental protection);

    (3) perlindungan alat (equipment protection);

    (4) operasi yang mulus danlaju produksi yang tinggi ( smooth operation and production

    rate);

    (5) kualitas produk ( product quality);

  • 3

    (6) keuntungan ( profit );

    (7) monitoring dan diagnosis.

    Laju alir dapat mempengaruhi ketujuh hal di atas, tetapi umumnya, pengaturanlaju alir

    harus dilakukan karena mempengaruhi masalah:

    1. Safety. Laju alir yang tidak sesuai pada proses, misalnya laju alir yang terlalutinggi pada

    valve, bisa menyebabkan kebocoran pada alat, mengeluarkan zat beracun, dan mengganggu

    kesehatan manusia di sekitarnya.

    2. Equipment protection. Laju alir yang tidak sesuai dapat merusak alat, misalnyaalat bocor

    karena laju alir yang terlalu tinggi.

    3. Laju produksi dan kualitas produk. Perubahan laju alir dapat mempengaruhikualitas

    produk dan kelancaran produksi. Perubahan laju alir ke nilai yang tidak optimum akan

    menurunkan kualitas produk dan mempengaruhi kelancaran produksi.

    Biasanya, pada sebuah industri alat sudah ada sehingga karakteristik dinamis danstatis dari

    suatu proses harus dibuat agar pengontrolan laju alir bisa terjadi. Karenakarakteristik

    respon dinamis dari perubahan laju alir terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya, maka

    pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control ), melainkan

    harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID ( Proportional, Integral, Derivative).

    Diketahui bahwa menentukan karakteristik proses dan PIDController sangat dibutuhkan

    untuk pengaturan laju alir pada skala laboratoriummaupun skala industri. Di samping itu,

    Laboratorium Proses Pengendalian Teknik memiliki salah satu alat kontrol yaitu Flow

    Control . Mengingat pentingnya pengaturanlaju alir dan PID Controller serta ketersediaan

    alat pada laboratorium, kami melakukan percobaan berjudul Pengaturan Laju alir ( Flow

    Control ).

  • 4

    1.2. Tujuan Percobaan

    1.2.1 Tujuan Umum

    Untuk mempelajari karakteristik statis dan dinamis dari proses dan mempelajari bagaimana

    pengaturan laju alir dapat dilakukan.

    1.2.2 Tujuan Khusus

    1. Mempelajari proses kendali secara manual dan auto, terkhususnya padakasus flow

    control

    2. Mempelajari karakter statis (SSE) dan dinamis (decay ratio, overshoot, settling time) dari

    sistem flow control

    3. Menentukan fungsi transfer dari sistem kendali proses (pendekatanFOPDT)

    4. Menentukan dan mempelajari sistem PID tunning dengan menggunakan tunning Ziegler-

    Nichols II

    5. Membandingkan karakter proses kendali dari parameter kendali Proportionalm

    Integrativem dan Derivative berdasarkan tunning Ziegler Nichols untuk P control, PI

    control, dan PID control dan pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap respon sistem

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Flow control (pengaturan laju alir) adalah salah satu hal yang penting dalam industri. Laju

    alir, disamping temperatur, komposisi, laju alir, dan ketinggian cairan, adalah variabel

    penting yang harus dikendalikan agar proses berjalan dengan baik. Pada bagian ini, akan

    dijelaskan sistem kontrol lup tertutup sebagai dasar pengaturan proses secara umum dan

    pengaturan laju alir secara khusus, komponen-komponen sistem kontrol, pemodelan

    mekanistik dan pemodelan empirik, dan algoritma pengaturan laju alir, khususnya dengan

    algoritma PID (Proportional, Integral, Derivative).

    2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup

    Kita perlu mengembangkan model dinamik umum untuk sistem kontrol lup

    tertutup, di mana proses dan pengontrol bekerja sebagai satu sistem yang terintegrasi.

    Gambaran model lup tertutup diberikan pada Gambar 2.1. Pada gambar, terdapat fungsi

    transfer dan variabel. Fungsi transfer terdiri dari: final element atau valve, Gv(s); proses

    yang terjadi, Gp(s); sensor (untuk pengaturan laju alir adalah sensor laju alir), Gs(s);

    fungsi hubungan disturbance (gangguan) terhadap variabel kontrol, Gd(s), dan;

    pengontrol dengan algoritma tertentu, Gc(s).

    Sedangkan variabel proses adalah: controlled variable atau variabel output yang

    diatur besarnya, CV(s); manipulated variable atau input yang diatur besarnya, MV(s);

    set point atau nilai yang diinginkan dan dicapai dengan bantuan pengontrol, SP(s);

    error atau perbedaan antara set point dan measured controlled variable (CVm(s)), E(s);

    disturbance atau dan perubahan input karena faktor eksternal, D(s).

    Dari gambar ini, dapat diperoleh:

    1. Set Point Response (SERVO) atau fungsi alih sistem lup keseluruhan dengan

    menganggap D(s) = 0, dirumuskan:

    ()

    ()=

    ()()()

    1+()()()() (2.1)

  • 6

    2. Disturbance Response (REGULATORY) atau fungsi alih sistem lup

    keseluruhan dengan menganggap SP(s) = 0, dirumuskan:

    ()

    ()=

    1+()()()() (2.2)

    Gambar 2.1 Diagram Blok dari Sistem Kontrol Lup Tertutup

    Pada percobaan kali ini, kami menggunakan sistem kontrol lup tertutup SERVO karena

    pada praktikum kali ini kami menganggap gangguan atau disturbance = 0. Pada beberapa

    proses, gangguan utama adalah set point itu sendiri dan manipulated variable diatur sesuai

    untuk mencapai kondisi operasi yang baru. Sehingga, set point dapat berubah sebagai

    fungsi waktu. Gambar 2.1 menggambarkan langkah pengendalian proses. Aksi pengendali

    dilakukan dengan mengendalikan output keluaran CV(s) dengan cara mengukur,

    membandingkan, mengoreksi dan mengevaluasi. Berikut langkah-langkahnya :

    - Mengukur nilai output menggunakan perangkat pengukur yang sesuai

    - Membandingkan nilai output hasil pengukuran dengan nilai output yang diinginkan (SP).

    Hasil perbandingan berupa pemyimpangan atau error.

    2.2 Komponen-komponen Penyusun Unit Pengendali

    Pada Subbab 2.1, telah dijelaskan hubungan umum berbagai komponen pada

    sistem kontrol lup tertutup. Pada bagian ini, dijelaskan komponen-komponen penting

    sistem secara lebih terperinci.

    2.2.1 Sensor (Alat Ukur)

    Peerangkat ini adalah yang digunakan untuk mengukur input maupun output

    proses, seperti rotameter dan flow meter untuk mengukur laju alir, thermocouple

    untuk mengukur suhu, dan gas chromatography untuk mengukur komposisi.

  • 7

    Alat ukur lainnya seperti uji kelembaban udara dalam gas maupun padatan.

    Prinsipnya adalah apa yang terbaca dalam sensor ini harus dapat ditransmisikan,

    sehingga dapat dibaca oleh sistem pengolah data/pengendali. Karena sensor ini

    memberi sinyal maka keberhasilan suatu sistem pengendali juga tergantung

    pada reliabilitas alat ini.

    2.2.2 Controller

    Element perangkat keras (hardware), yang memiliki intelegensi. Dia dapat

    menerima informasi dari alat ukur, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan

    untuk mengendalikan/mempertahankan nilai output. Dulu unit ini hanya dapat

    melakukan aksi-aksi kontrol sederahana, namun sekarang dengan digital komputer

    maka kontrol yang rumit dapat dilakukan dengan perangkat ini.Penentuan tindakan

    dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. Mengubah set point ke tegangan tertentu, VR;

    2. Menghitung error, (t) = VR V(t) ;

    3. Menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya, P(t), ke final

    element.

    Ada 2 jenis aksi controller, yaitu: aksi berlawanan (reverse action), di

    mana controller akan mengurangi sinyal outputnya bila harga output naik; aksi searah

    (direct action), di mana controller akan meningkatkan sinyal outputnya.bila harga

    output naik.

    2.2.3 Proses

    Proses merupakan suatu sistem yang diamati/dikontrol. Proses ini bisa terdiri

    dari proses kimia seperti reaksi kimia (jenis reaksi (hidrolisa, penyabunan,

    polimerisasi), fase reaksi (reaksi gas-gas, gas-padar, katalitis dan non katalitis), maupun

    fisika (pemanasan, pengisian tangki, pemisahan, ekstraksi, destilasi, pengeringan).

    2.2.4 Final Element

    Alat ini akan menerima sinyal dari controller dan melakukan aksi sesuai dengan

    perintah. Sebagai respon sinyal masukan P(t), final element merubah sinyal P(t) ke arus

  • 8

    yang menghasilkan daya yang sesuai. Final element biasanya berupa control valve. Ada

    2 jenis control valve berdasarkan suplai udara, yaitu:

    1. Fail Open (FO) atau Air to Close (AC), di mana control valve akan terbuka

    jika tidak ada suplai udara dan tertutup katup jika ada suplai udara;

    2. Fail Close (FC) atau Air to Open (AO), di mana control valve akan tertutup

    jika ada suplai udara dan terbuka jika ada suplai udara.

    2.2.5 Recorder

    Recorder merupakan perangkat yang men-display proses yang terjadi.

    Biasanya variabel yang direcord adalah variabel penting yang dikontrol (output),

    serta variabel yang digunakan untuk pengendali (manipulated variable). Variabel

    seperti komposisi, suhu, tinggi cairan, laju alir dan lain sebagainya dapat di-display

    dalam layar monitor, dan datanya dapat disimpan.

    2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanistis

    Terdapat dua jenis pemodelan proses, yaitu model empirik dan model

    mekanistik. Perbedaan kedua metode ini diberikan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Perbandingan permodelan empirik dan mekanistik

    Model Empirik Model Mekanistik

    Diturunkan dari uji kinerja pada proses nyata;

    Tidak didasarkan pada mekanisme yang

    melandasinya;

    Mencocokkan fungsi tertentu untuk mencocokkan

    proses;

    Hanya gambaran lokal dari proses saja (bukan

    ekstrapolasi);

    Model hanya sebaik datanya.

    Diturunkan dari prinsip matematis

    Berlandaskan pada pemahaman kita tentang

    sebuah proses

    Mengobservasi hukum kekekalan massa, energi

    dan momentu;

    Bergunauntuksimulasi dan

    ekstrapolasikondisioperasi yang baru;

    Mungkin mengandung konstanta yang tidak

    diketahui yang harus diestimasi.

    Kedua pemodelan ini dilakukan dengan pendekatan yang umum, yakni pendekatan

    First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT) dan pendekatan orde tinggi.

  • 9

    2.3.1 Pendekatan First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT)

    FOPDT merupakan metode pemodelan proses dinamik yang digunakan untuk

    menentukan konstanta gain (Kp), dead time (), dan konstanta waktu () pada sistem

    yang dianggap memiliki orse satu sehingga didapatkan permodelan proses untuk suatu

    sistem dinamik sebagai berikut.

    () =

    +1 (2.3)

    Nilai gain (Kp), dead time (), dan konstanta waktu (), dapat ditentukan

    Metode penentuan FOPDT dengan model empirik terbagi lagi menjadi dua

    metode, yang dijelaskan sebagai berikut.

    Metode I

    Metode I dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.2.

    1. Menghitung KP dengan persamaan:

    =

    (2.4)

    di mana adalah besar perubahan respon dan adalah besar perubahan input.

    2. Menghitung dengan persamaan:

    =

    (2.5)

    di mana s adalah slope maksimum yang dicari dari garis singgung Process

    Reaction Curve (PRC) yang paling tegak.

    3. Menentukan dead time () dari kurva.

    Metode II

    Metode II dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.3.

    1. Menghitung KP dengan Persamaan (2.4).

    2. Menghitung dengan persamaan:

    = 1,5(63% 28%) (2.6)

  • 10

    di mana t63% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 63% respon

    maksimum dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% respon

    maksimum.

    3. Menentukan dead time () dengan persamaan:

    = 28% (2.7)

    Gambar 2.2 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()

    dengan Metode I FOPDT

    Gambar 2.3 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()

    dengan Metode II FOPDT

  • 11

    Pendekatan Orde Tinggi

    Pada pendekatan orde tinggi (selain orde satu), dibutuhkan patameter-parameter lain,

    seperti rise time, time to first peak, settling time, overshoot, decay ratio, dan periode

    osilasi. Nilai-nilai ini ditunjukkan secara grafis pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4 Besaran-besaran pada Pendekatan Orde Tinggi

    2.4 Algoritma Pengontrolan

    2.4.1 Jenis Pengontrol

    Secara umum, jenis-jenis pengontrol dapat dijelaskan sebagai berikut:

    2.4.1.1 ON-OFF Controller

    Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Final control

    element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif,

    controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak

    ke salah satu posisi untuk meminimalkan kesalahan; jika sinyal kesalahan

    negative, control valve akan bergerak ke posisi sebaliknya. Secara matematis,

    sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut :

    () = untuk () > 0 (2.8)

    () = untuk () < 0 (2.9)

  • 12

    Ciri khas dari sistem dengan algoritma ON-OFF adalah keluaran akan

    menunjukkan nilai yang berosilasi sebelum mencapai harga set point-nya.

    2.4.1.2 Pengontrol Proporsional (Proportional Controller, P Controller)

    Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu

    daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan.

    Dengan kata lain, output dari controller (manipulated variable) sebanding dengan

    input-nya (besarnya penyimpangan atau error). Semakin besar error, semakin

    besar sinyal kendali yang dihasilkan P Control. Output aktual pada controller ini

    (actuating output) dirumuskan sebagai:

    () = () + (2.10)

    dengan: u(t)adalah actuating output atau manipulated variable, (t)adalah error,

    KPadalah proportional gain dari controller, dan usadalah sinyal bias (output

    aktual ketika error (t) = 0)

    Kontroler proportional memiliki dua besaran utama, yakni proportional

    gain, KPdan proportional band,PB. Kedua besaran ini dihubungkan secara

    matematis:

    =100

    (2.11)

    dengan KPadalah perubahan output/perubahan input. Dengan demikian,

    proportional band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap

    perubahan output.

    Dari persamaan-persamaan di atas, fungsi transfer dari P Control bisa

    dibuat. Persamaan (2.10) bisa disusun ulang menjadi:

    () = () (2.12)

    Misalkan u(t) - us = u(t), maka berlaku:

    () = () (2.13)

    Transformasi Laplace dari persamaan di atas menghasilkan fungsi transfer

    Proportional Control:

    ()

    ()= () = (2.14)

    dengan KP dikenal juga sebagai gain atau penguatan.

  • 13

    Keluaran P Control memiliki beberapa ciri khas, dan digambarkan pada

    Gambar 2.5. Dari gambar ini, dapat dilihat bahwa:

    1. P Control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan

    bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena dengan

    demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.

    2. Tunning nilai proportional band pada angka atau keadaan tertentu akan

    menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point. Semakin besar

    harga proportional band, maka osilasi pada output relatif tidak terjadi;

    sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka besar

    kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).

    3. Adanya offset pada hasil pengontrolannya, yakni harga setpoint tidak dapat

    dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini

    tergantung pada harga proportional band. Semakin besar harga

    proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya,

    semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset.

    Gambar 2.5 Hasil Keluaran P Control

    4. Dari K. Ogata, diketahui bahwa proses dinamik akan stabil jika 14/9 >

    KP> 0. Perbedaan kestabilan pada saat KP bernilai 1.2 (stabil) dan bernilai

    1.6 (tidak stabil) diberikan pada Gambar 2.6.

  • 14

    (a)

    (b)

    Gambar 2.6 Plot Keluaran Terhadap Waktu pada: (a) KP = 1.2; (b) KP = 1.6

    Penambahan P Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh

    berikut:

    1. Menambah atau mengurangi kestabilan;

    2. Memperbaiki respon transien, khususnya: rise time dan settling time;

    3. Mengurangi (tetapi tidak menghilangkan) steady state error (SSE). Untuk

    dapat menghilangkan SSE, dibutuhkan KP yang sangat besar. Hal ini akan

    berakibat langsung pada penurunan kestabilan sistem.

    2.4.1.3 Pengontrol Integral (Integral Controller, I Controller)

    Pada I Control, perubahan sinyal kontrol sebanding dengan integral sinyal

    kesalahan terhadap waktu, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu

    dimana kesalahan tersebut terjadi. Semakin besar error, semakin cepat sinyal

    kontrol bertambah/berubah. Persamaan matematis untuk I Control adalah sebagai

    berikut:

    () = ()

    0 (2.15)

    di mana KI adalah konstanta integral. Transformasi Laplace dari persamaan ini

    menghasilkan:

  • 15

    ()

    ()=

    (2.16)

    Penambahan I Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh berikut:

    1. Menghilangkan steady state error (SSE);

    2. Memperlambat respon jika dibandingkan dengan P Control;

    3. Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena menambah orde sistem.

    2.4.1.4 Pengontrol Derivatif (Derivative Controller, D Controller)

    Pada pengontrol derivatif, besarnya sinyal kontrol sebanding dengan

    perubahan error (e). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol

    yang ditimbulkan. Dengan adanya bagian derivatif, d/dt, kontroler PID

    mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error di masa sesaat yang akan datang

    dan kemudian melakukan aksi kontrol yang sebanding dengan kecepatan

    perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-

    kadang mengacu sebagai anticipatory control. Secara matematis dituliskan:

    () =

    + (2.17)

    Pengaruh pada D Control pada sistem adalah:

    1. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa

    memperbesar pemberian nilai KP

    2. Memperbaiki respon transien karena memberikan aksi saat ada perubahan

    error.

    3. D Control hanya berubah saat ada perubahan error dan saat ada error

    statis D tidak beraksi. Akibatnya, D Control tidak boleh digunakan sendiri

    2.4.1.5 Proportional Integral Controller (PI Controller)

    Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset),

    posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:

    1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.

  • 16

    2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan

    dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, yang merupakan

    kontribusi dari I Control.

    Persamaan matematis dari PI Control adalah gabungan dari persamaan

    untuk P Control dan I Control:

    () = () +

    ()

    0 + (2.18)

    dengan I adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.

    Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang

    mengacu sebagai minutes per repeat. Dalam industri yang digunakan sebagai

    acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate.

    Ciri khas dari PI Controller adalah

    1. Output (pada Gambar 2.7 adalah c(t))berubah selama error tidak sama

    dengan nol. Oleh karena sifat inilah, pengontrol ini dapat menghilangkan

    error bahkan pada kondisi error yang kecil.

    Gambar 2.7 Respon PI Controller Terhadap Error Berupa Step

    2. Adanya waktu reset menyebabkan output kembali ke set point. Respon

    output pada nilai waktu reset yang berbeda-beda digambarkan pada

    Gambar 2.8.

  • 17

    Gambar 2.8 Respon PI Controller Terhadap Perubahan Beban

    Jenis PI controller di industri dapat menangani hampir setiap situasi

    kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point

    dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset

    permanen, dan dengan cepat kembali ke keadaan seharusnya setelah gangguan

    terjadi. Perbedaan keluaran menggunakan P Control saja, I Control saja, dan PI

    Control diberikan pada Gambar 2.9.

    (a)

    (b)

    (c)

    (d)

  • 18

    Gambar 2.9. Perbedaan Respon pada: (a) Tanpa Kontrol; (b) P Control dengan KP = 2;

    (c) I Control dengan KI = 1; (d) PI Control dengan KP = 2, KI = 1

    2.4.1.6 Proportional Derivative Control (PD Control)

    Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset), posisi

    alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:

    1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.

    2. Besarnya perubahan error (e) terhadap waktu, yang merupakan kontribusi D

    Control.

    Perbedaan keluaran P Control dan PD Control diberikan pada Gambar 2.10.

    (a)

    (b)

    Gambar 2.10 Perbedaan Respon pada: (a) P Control dengan KP = 1;

    (b) PD Control dengan KP = 1, KD = 3

    2.4.1.7 Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif (Proportional Integral

    Derivative Control, PID Control)

    Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportional-plus-reset-plus-rate.

    Dalam aksi pengontrolan proporsional, integral, dan derivatif (PID Control), posisi alat

    pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh tigahal:

    1. Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional;

    2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan

    dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral;

  • 19

    3. Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat

    menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan kesalahan. Ini

    adalah bagian derivatif.

    Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:

    () = () +

    ()

    0 +

    + (2.19)

    dengan D adalah konstanta derivative time dalam satuan menit. Karakteristik tambahan

    dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta waktu derivatif).

    PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai berikut :

    () =

    2++

    3+2++ (2.20)

    PID Control bisa disusun seri dan paralel. Persamaan matematis untuk PID seri

    adalah:

    () = (() +1

    ()

    0 +

    ()

    ) (2.21)

    () = (() +1

    () + ()) (2.22)

    () = () +

    () + () (2.23)

    Sedangkan persamaan matematis untuk PID Paralel adalah:

    () = () +1

    ()

    0 +

    ()

    (2.24)

    () = () +1

    () + () (2.25)

    () = () +

    () + () (2.26)

    Beberapa ciri khas dari PID Control adalah:

    1. Bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka PI Control akan

    membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi untuk

    PID Contrrol proses pencapaian setpoint lebih cepat.

    2. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller. Rate time yang terlalu

    besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan menyebabkan

    terjadinya osilasi di sekitar setpoint.

  • 20

    Gambar 2.11 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Beban dengan Variasi Rate Time

    PID Control digunakan pada dua jenis proses yang sangat sulit

    pengontrolannya, di mana PI Control tidak lagi memadai, yaitu: proses dengan beban

    berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki kelambatan yang besar antara

    tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan tersebut. Aksi PID Control

    memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :

    1. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak

    memberikan aksi;

    2. Untuk respon yang bergejolak dengan error yang hampir nol, kontroler ini

    dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi kontrol

    yang besar, meskipun seharusnya tidak diperlukan.

    Walaupun memiliki kelemahan di atas, PID Control memiliki beberapa

    kelebihan:

    1. Mengadopsi kelebihan P Control, yaitu memperbaiki respon transien. KP

    mengurangi rise time, tetapi tidak menghilangkan steady state error (SSE).

    2. Mengadopsi kelebihan I Control, yaitu menghilangkan steady state error (SSE).

    KI menghilangkan SSE, tetapi membuat transisent response lebih buruk

    3. Mengadopsi kelebihan D Control, yaitu memberikan efek redaman. KD

    meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot dan meningkatkan

    transient response.

    Tabel 2.2 Pengaruh KP, KI, KD pada Berbagai Faktor

  • 21

    Closed-Loop Response Rise Time Overshoot Settling Time SS Error

    KP Turun Naik Sedikit berubah Turun

    KI Turun Naik Naik Dihilangkan

    KD Sedikit berubah Turun Turun Sedikit berubah

    Respon dinamik pada berbagai jenis kontrol diberikan pada Gambar 2.12.

    Gambar 2.12 Respon Dinamik Berbagai Jenis Pengontrol

    2.4.2 Tunning PID Control

    Permasalahan terbesar dalam desain PID Control adalah tunning atau menentukan

    nilai KI, KP, dan KD. Metode-metode tunning dilakukan berdasarkan model matematika

    plant/sistem. Jika model tidak diketahui, dilakukan eksperimen terhadap sistem Dua

    cara tunning kontroler PID yang paling populer adalah Metode Ziegler-Nichols I dan II.

    Metode Ziegler-Nichols dilakukan dengan eksperimen (asumsi model belum diketahui)

    dan bertujuan untuk pencapaian maximum overshoot (MO) adalah 25 % terhadap

    masukan step

    2.4.2.1 Metode Tunning Ziegler-Nichols I

  • 22

    Metode ini dilakukan berdasar eksperimen dengan memberikan input step pada

    sistem, dan mengamati hasilnya. Metode ini dapat diterapkan asalkan syarat berikut

    terpenuhi:

    1. Sistem harus mempunyai respons terhadap step berbentuk kurva S;

    2. Sistem tidak mempunyai integrator (1/s);

    3. Sistem tidak mempunyai pasangan pole kompleks dominan (misal: j dan -j, 2j

    dan -2j);

    4. Muncul dari persamaan karakteristik, seperti s2+1 dan s2+4;

    5. Respon sistem berosilasi.

    Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:

    1. Memberikan input step pada sistem untuk mendapatkan kurva respons

    berbentuk S

    2. Menentukan nilai L dan T seperti pada Gambar 2.13.

    Gambar 2.13 Penentuan L dan T pada Metode Ziegler-Nichols I

  • 23

    3. Memasukkan nilai L dan T ke Tabel 2.3 untuk mendapatkan nilai KP, I, dan D

    Tabel 2.3 Penentuan Nilai KP, I, dan D pada Metode Ziegler-Nichols I

    Tipe alat kontrol KP I D

    P T/L ~ 0

    PI 0.9T/L L/0.3 0

    PID 1.2T/L 2L 0.5L

    2.4.2.2 Metode Tunning Ziegler-Nichols II

    Metode ini berguna untuk sistem yang mungkin mempunyai step response

    berosilasi terus menerus dengan teratur. Metode ini dilakukan pada sistem dengan

    integrator (1/s). Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:

    1. Membuat suatu sistem lup tertutup dengan P Control dan plant di dalamnya;

    2. Menambahkan nilai KP sampai sistem berosilasi berkesinambungan. Keadaan

    ini disebut keadaan kritis;

    3. Mendapatkan responnya dan tentukan nilai penguatan kritis, Kcr, dan periode

    kritis, Pcr seperti pada Gambar 2.14.

    Gambar 2.14 Penentuan Kcr dan Pcr pada Metode Ziegler-Nichols II

  • 24

    4. Menentukan nilai KP, I, dan D berdasarkan tabel berikut.

    Tabel 2.4 Penentuan Nilai KP, I, dan D pada Metode Ziegler-Nichols II

    Tipe alat kontrol KP I D

    P 0.5Kcr ~ 0

    PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0

    PID 0.6 Kcr 0.5 Pcr 0.125 Pcr

  • 25

    Ya

    Tidak

    BAB III

    METODE PERCOBAAN

    3.1 Alur Percobaan

    Percobaan I: Karakteristik Statik Dan Step Respons Proses Melalui Pendekatan First-Order-

    Plus-Dead Time (FOPDT)

    Gambar 3.1. Alur Kerja Percobaan I

    Start-up alat flow control dan

    melakukan persiapan awal

    Mengubah posisi controller

    menjadi manual

    - Mengamati output yang tercatat pada printer

    - Mencatat P, I, D pada sistem

    - Mencatat step input atau bukaan valve

    - Menentukan kecepatan kertas pada printer.

    Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400

    l/jam

    Mengubah SV menjadi 375 l/jam

    sehingga terjadi perubahan input dari

    bukaan valve

    Sudah

    stabil?

    Mengubah posisi controller

    menjadi otomatis

  • 26

    Gambar 3.2 Alur Kerja Percobaan II

    Percobaan II: Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, Integral Time, I, dan

    Derivative Time, I, untuk P Control, PI Control, dan PID Control

    Start-up alat flow control dan

    melakukan persiapan awal

    Mengubah posisi controller

    menjadi otomatis

    Mengatur nilai P, I, dan D sesuai dengan Metode

    Ziegler-Nichols

    Mengatur P, I, D dengan

    nilai pada Tabel Ziegler-

    Nichols

    Mengatur D = 0, P dan I

    tetap (PI Control)

    Mengatur D = 0, I =

    maksimum, dan P tetap

    (P Control)

    - Mengamati output yang tercatat pada printer

    - Menentukan kecepatan kertas pada printer.

    Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400

    l/jam

    Mengubah SV menjadi 375 l/jam

    sehingga terjadi perubahan input dari

    bukaan valve

  • 27

    3.2 Flow Chart Percobaan

    A. Persiapan Percobaan

    Manual

    Otomatis

    Mengisi reservoir air hingga

    ketinggian 80%

    Menjalankan kompresor udara

    dengan cara menyalakan

    sumber listrik

    Mengeset tekanan udara 1,4 kg/cm2g

    Mengeset kontroler pada

    posisi manual dan membuka penuh katup pengatur

    Menjalankan pompa

    Menghilangkan udara yang masuk

    ke transmitter

    Mengatur katup jarum dan katup

    pengatur

    Mengatur alat pada posisi M atau

    manual

    Mengeset harga SV dengan

    menggunakan data entry unit

    Mengatur nilai MV sehingga

    didapatkan PV yang sesuai dengan SV

    Mencatat nilai MV yang dicapai agar PV

    bernilai sama dengan SV

    Mengeset alat pada mode otomatis (A)

    Mengeset nilai SV

    Mencatat nilai MV yang dihasilkan setelah PV

    mencapai nilai yang sama dengan SV

  • 28

    B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol

    Percobaan Karakteristik Statik

    C. Karakteristik Sistem Pengontrol

    Percobaan Step Response dengan pengesetan sebagai masukan

    Melakukan persiapan percobaan

    Mengeset kontroler ke posisi otomatis

    Mengeset kontroler pada SV = 250 (), 300 (5,32), 350 (5,59) dan

    400 (5,86) L/jam

    Mencatat MV ketika sistem sudah stabil

    Persiapan Set controller

    otomatis Menset controller 400

    L/jam.

    Mengubah setting controller secara

    tiba-tiba. (Menaikkan ke 450 - stabil -

    menurunkan ke 550 L/jam).

    Mencatat laju aliran yang dihasilkan

    Membahas mengenai: Atenuasi, Overshoot,

    dan Setting Time.

  • 29

    D. Metode Pengaturan Optimum

    Metode Ziegler-Nichols-Ultimate sensitivity

    3.3 Alat dan Bahan Percobaan

    Peralatan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:

    1) Controller, digunakan untuk mengatur variabel-variabel yang terkait dengan percobaan,

    termasuk mengatur karakteristik PID control.

    Gambar 3.3. Unit Controller: Tampak Depan (Kiri), Tampak Samping (Kanan)

    Menset Ti ke harga maksimum

    Menset Td ke harga minimum

    Secara perlahan mengurangi

    Proportional Band sampai mulai terjadi

    cycling/osilasi

    Harga dibagi dengan 100 , disebut dengan

    sensitivitas optimum (Ku)

    Menghitung periode Cyicling (Pu) dengan

    menggunakan stopwatch

  • 30

    Gambar 3.4. Skema Alat Controller.

    2) Control Valve, berfungsi sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem pengendalian.

    Besarnya bukaan valve diatur pada controller. Berfungsi untuk mengatur laju alir yang

    masuk ke dalam sistem. Valve tergabung dalam alat yang bernama orifice. Dalam

    percobaan ini, digunakan valve jenis Fail Open/ Air to Close, dimana semakin besar

    bukaan, semakin kecil laju alir fluida yang melaluinya.

    3) Wadah atau tangki air (reservoir air), tempat dimana air yang ditampung, sesuai modul

    diisi sebanyak 80% dari total daya tampung tangki

    4) Sensor, yaitu alat yang berfungsi untuk mengubah laju alir output yang terbaca menjadi

    sinyal elektrik, sehingga terbaca pada controller dan memungkinkan untuk dilakukannya

    feedback control.

  • 31

    Gambar 3.5. Sensor yang digunakan pada Alat Flow Control

    5) Printer, berfungsi sebagai pencatat output dari proses. Hasil dari printer inilah yang

    digunakan sebagai bahan pengolahan data.

    Gambar 3.6. Printer pada Alat Flow Control yang Digunakan.

    Range Pembacaan Laju alir Berada Antara 0-500 l/jam

    6) Needle valve, berfungsi sebagai input disturbance variable (DV) ke dalam proses.

    Berguna untuk mengamati perilaku gangguan terhadap proses.

    Berikut adalah gambar atau skema dari keseluruhan alat flow control.

  • 32

    Gambar 3.7. Skema Alat Flow Control

  • 33

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    A. Persiapan Percobaan

    Manual

    Table 4.1. Data Pengoperasian Controller secara Manual

    SV (L/jam) PV (L/jam) MV (%)

    400 400.3 76.5

    450 450.6 66.3

    500 501.2 54.5

    Otomatis

    Table 4.2. Data Pengoperasian Controller secaraOtomatis

    SV (L/jam) PV (L/jam) MV (%)

    400 400.3 76.3

    450 450.3 65.9

    500 500.3 54.5

    B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol

    Karakteristik Statik

    Table 4.3. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik

    Laju alir/SV (L/jam) 400 450 500 550

    Keluaran/MV (%) 76.3 65.9 54.5 40

    PV (L/jam) 400.3 450.3 500.3 550.8

  • 34

    C. Karakteristik Sistem Pengontrol

    PercobaanStep Response DenganPengesetanSebagaiMasukan

    Gambar 4.1. Grafik yang diperoleh dari Karakteristik Step Response dengan MV sebagai Masukan

    D. MetodePengaturan Optimum

    MetodeZiegler Nichols-Ultimate sensitivity

    Table 4.4. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik

    Kp Ti Td

    P action 0,5 Ku - -

    PI action 0,45 Ku 0,83 Pu -

    PID action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

  • 35

    Gambar 4.2. Grafik yang diperoleh dari Metode Ziegler-Nichols-Ultimate sensitivity

    4.2 Pembahasan

    A. Persiapan Percobaan

    Manual

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada sumbu y, yaitu

    sebagai berikut:

  • 36

    Gambar 4.3. Grafik Hubungan SV-PV untuk Controller Manual

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada sumbu y,

    yaitu sebagai berikut:

    Gambar 4.4. Grafik Hubungan SV-MV untuk Controller Manual

    400, 400.3

    450, 450.6

    500, 501.2

    300

    350

    400

    450

    500

    550

    400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

    PV (

    L/ja

    m)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-PV

    Series1

    400, 76.5

    450, 66.3

    500, 54.5

    50

    55

    60

    65

    70

    75

    80

    400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

    MV

    (%)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-MV

    Series1

  • 37

    Otomatis

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada

    sumbu y, yaitu sebagai berikut:

    Gambar 4.5. Grafik Hubungan SV-MV untuk Controller Otomatis

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada

    sumbu y, yaitu sebagai berikut:

    Gambar 4.6. Grafik Hubungan SV-PV untuk Controller Otomatis

    400, 76.3

    450, 65.9

    500, 54.5

    50

    55

    60

    65

    70

    75

    80

    400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

    MV

    (%)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-MV

    Series1

    400, 400.3

    450, 450.3

    500, 500.3

    300320340360380400420440460480500520

    400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

    PV (

    L/ja

    m)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-PV

    Series1

  • 38

    Setelah mengetahui hubungan ketiganya melalui grafik, baik dalam controller manual

    maupun otomatis, kami membandingkan % error PV dan MV.

    % Error PV

    % =

    100%

    o Controller otomatis

    Table 4.5 % Error PV untuk Controller Otomatis

    SV (L/jam) % Error PV

    400 0,075

    450 0,067

    500 0,06

    o Controller manual

    Table 4.6 % Error PV untuk Controller Manual

    SV (L/jam) % Error PV

    400 0,075

    450 0,133

    500 0,24

  • 39

    Gambar 4.7. Grafik Hubungan SV- % Error PV

    % Error MV

    % = . .

    . 100%

    Table 4.7 % Error MV

    SV (L/jam) % Error MV

    400 0,262

    450 0,607

    500 0

  • 40

    Gambar 4.8. Grafik Hubungan SV- % Error MV

    Selanjutnya, membandingkan pengoperasian MV dan PV otomatis dan manual pada plot

    data grafik yang sama. Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu

    x dan data MV pada sumbu y adalah sebagai berikut.

    Gambar 4.9. Grafik Hubungan SV- MV untuk Controller Manual dan Otomatis

  • 41

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada

    sumbu y adalah sebagai berikut.

    Gambar 4.10. Grafik Hubungan SV- PV untuk Controller Manual dan Otomatis

    Pada grafik hubungan SV dengan PV (gambar 4.3 dan gambar 4.6), semakin meningkat nilai SV,

    maka nilai PV juga akan meningkat. Pada grafik hubungan SV - MV, teramati bahwa semakin

    meningkat nilai SV, nilai MV akan menurun. Dengan mengatur SV, maka PV akan berubah.

    Agar nilai SV sama dengan PV (laju alir) maka MV (control valve) akan membuka atau menutup

    agar sistem kembali normal kembali. Pada grafik hubungan SV PV untuk controller manual

    dan otomatis (gambar 4.4 dan 4.5 ), garis pada operasi manual tepat berhimpitan dengan garis

    operasi otomatis. Hal ini dapat dilihat dari R pada operasi manual = 1 dan R pada operasi

    otomatis = 1, yang merupakan garis linier. Kecenderungan atau trendline baik operasi otomatis

    maupun manual sama, dimana semakin meningkat SV maka nilai PV juga akan semakin

    meningkat. Persentase kesalahan pada SV-PV sebesar 0,075% untuk SV = 400 L/jam, 0,133%

    untuk SV = 450 L/jam, dan 0,24% untuk controller manual. Sementara itu, untuk controller

    otomatis, persentase kesalahan SV-PV sebesar 0,075% untuk SV = 400 L/jam, 0,067% untuk SV

    = 450 L/jam, dan 0,06% untuk SV = 500 L/jam.

    Pada grafik hubungan SV - MV perbandingan operasi manual dan operasi otomatis (gambar 4.8),

    garis pada controller manual hampir berhimpitan dengan garis pada controller otomatis. Pada

    keadaan otomatis, alat akan melakukan pembenaran secara otomatis setiap ada perubahan input

    yang menyebabkan kondisi operasi berada dalam keadaan stabil. Hal ini terlihat dari R pada

    operasi manual = 0,998 dan R pada operasi otomatis = 0,999. Persentase kesalahan SV-MV

    sebesar 0,262% untuk SV = 400 L/jam, 0,607% untuk SV = 450 L/jam, dan 0% untuk SV = 500

    400.3

    450.6

    501.2

    400.3

    450.3

    500.3 y = 1.009x - 3.35

    R = 1

    y = 1x + 0.3

    R = 1

    400

    420

    440

    460

    480

    500

    400 420 440 460 480 500

    PV (

    L/ja

    m)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV - PV (Controller Otomatis dan Manual)

    Controller Manual

    Controller Otomatis

    Linear (Controller Manual)

    Linear (Controller Otomatis)

  • 42

    L/jam. Hubungan antara SV, MV, dan PV ialah, semakin besar SV, maka PV semakin besar

    sedangkan MV mengecil. Pada kondisi MV yang semakin besar berarti valve tertutup sempurna.

    B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol

    Karakteristik Statik

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada sumbu y,

    yaitu sebagai berikut:

    Gambar 4.11. Grafik Hubungan SV- MV untuk Karakteristik Statik

    Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada sumbu y,

    yaitu sebagai berikut :

    400, 76.3

    450, 66.3

    500, 54.5

    550, 40

    30

    35

    40

    45

    50

    55

    60

    65

    70

    75

    80

    300 350 400 450 500 550 600

    MV

    (%)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-MV

    SV Vs MV

  • 43

    Gambar 4.12. Grafik Hubungan SV- PV untuk Karakterisitik Statik

    Analisis mengenai data percobaan tersebut sama seperti penjelasan analisa pada persiapan

    percobaan, yaitu : nilai SV meningkat namun nilai MV menurun. Hal ini dikarenakan sistem

    control valve yang digunakan adalah reverse sehingga ketika Set Value dinaikan maka nilai

    Manipulated Variable akan menurun.

    Kemudian Nilai SV meningkat maka nilai PV juga meningkat. Hal ini dikarenakan control valve

    yang digunakan bersifat direct sehingga ketika Set Value diperbesar makan nilai Process

    Variable akan meningkat juga. Secara keseluruhan, data yang didapat pada tahap percobaan ini

    sama seperti data persiapan percobaan otomatis. Perbedaanya terletak pada banyaknya nilai Set

    Value yang dimasukan. Pada persiapan percobaan terdapat 3 nilai SV yaitu : 400 L/jam, 450

    L/jam dan 500 L/jam. Sedangkan pada karakteristik sistem yang dikontrol terdapat 4 nilai SV,

    yaitu 400 L/jam, 450 L/jam, 500 L/jam dan 550 L/jam.

    C. Karakteristik Sistem Pengontrol

    PercobaanStep Response DenganPengesetanSebagaiMasukan

    Persamaan FOPDT:

    () =PV(s)

    MV(s)=

    Kes

    + 1=

    ()

    ()

    Keterangan:

    PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju alir)

    f(s) adalah fungsi alih laju alir dalam proses

    400, 400.3

    450, 450.3

    500, 500.3

    550, 550.8

    300

    350

    400

    450

    500

    550

    600

    200 250 300 350 400 450 500 550 600

    PV (

    L/ja

    m)

    SV (L/jam)

    Hubungan SV-PV

    SV Vs PV

  • 44

    MV(s) adalah manipulated variable atau manipulated value (pada eksperimen adalah bukaan

    valve yang menggambarkan perubahan laju alir)

    v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua variabel tersebut

    dinyatakan dalam domain transformasi Laplace.

    Perhitungan nilai K (gain atau konstanta statis proses) dengan Pendekatan FOPDT:

    K = Gain =f(t)

    v(t)=

    perubahan dari laju aliran

    perubahan dari bukaan katup

    K =(545,58 400)(

    )

    (0.4 0.763)(%)= .

    %

    Kecepatan printer = 0.4466 mm/s

    Konstanta waktu ()

    t63% =6.50 mm

    0,4466 /= 14.5544 15

    28% =2.50

    0,4466 /= 5.5955 6

    = 1,5(t63% t28%)

    = 1,5(t63% t28%) = 1,5(15 6)s = .

    Sedangkan dead time, , dihitung sebagai:

    Dead time,()

    = t63%

    = 15 13.5 = .

    Dari perhitungan konstanta tidak diketahui pada persamaan FOPDT, diperoleh persamaan akhir

    FOPDT sebagai berikut

    () =()

    ()=

    ()

    ()=

    , .

    . +

    Pada eksperimen, v(t) = 0.532 0.754 = -0.363 (step input). Hasil Transformasi Laplace dari v(t)

    adalah -0.363/s, sehingga :

    () = 401,6e1.5s

    13.5 + 1

    0.363

    =

    145,78081.5

    (13.5 + 1)

  • 45

    Invers Transformasi Laplace dari f(s) menghasilkan f(t). Karena f(0) = 400 l/jam, maka hasil invers

    adalah:

    () = + , ( .

    . )

    di mana t dinyatakan dalam detik dan f dalam l/jam. Kemudian persamaan fungsi alih tersebut

    menjadi dasar dalam pembuatan grafik untuk melakukan perbandingan terhadap hasil eksperimen

    dengan hasil teoritis, yaitu sebagai berikut

    Gambar 4.13. Grafik hasil eksperimen

    Gambar 4.14. Grafik hasil pemodelan dengan pendekatan FOPDT

    380

    400

    420

    440

    460

    480

    500

    520

    540

    560

    0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

    f(lit

    er/s

    )

    t(s)

  • 46

    Dalam hasil perhitungan FOPDT, variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

    PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju alir)

    f(s) adalah fungsi alih laju alir atau proses

    MV(s) adalah manipulated variable atau manipulated value (pada eksperimen adalah

    bukaan valve yang menggambarkan perubahan laju alir)

    v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua variabel

    tersebut dinyatakan dalam domain transformasi Laplace.

    Dari hasil perhitungan, didapatkan () = + , ( .

    . )dimana t dinyatakan dalam

    detik dan f dalam liter/jam. Dari hasil di atas, kemudian dibuatlah grafik hasil pemodelan

    Pada grafik tersebut terlihat bahwa hasil pemodelan dengan grafik hasil eksperimen sangat mirip

    dan berdekatan. Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen berhasil membuktikan teori permodelan

    (FOPDT) yang digunakan.

    Atenuasi, Overshoot dan Setting time

    Dalam suatu proses kontrol terdapat keadaan atenuasi dan overshoot. Atenuasi adalah keadaan

    dimana terjadi suatu peredaman dalam rangka terjadinya suatu perubahan pada suatu sistem.

    Dalam percobaan ini laju alir diubah dari 400 L/jam menjadi 550 L/jam dan kembali menjadi

    400 L/jam. Dalam mencapai kestabilan akibat perubahan laju alir tersebut, akan ditemui daerah

    peredaman atau daerah ketidakstabilan sehingga nantinya akan mencapai ke dalam daerah

    kestabilan. Overshoot adalah kondisi dimana dalam melakukan atenuasi, sistem akan mencapai

    nilai kelebihan dari target dalam proses peredaman. Waktu dari proses peredaman hingga

    keadaan stabil disebut dengan setting time. Pada percobaan ini, tidak terdapat overshoot dan

    stting time. Overshoot tidak ada karena laju alir tidak ada yang melebihi target yang ditentukan.

    Karena overshoot tidak ada, maka setting time pun tidak ada pada percobaan ini.

    Grafik yang dihasilkan dari percobaan adalah sebagai berikut:

  • 47

    Gambar 4.15. Overshoot, Keadaan Stabil, dan Atenuasi

    D. Metode Pengaturan Optimum

    Berdasarkan tabel diatas, kita membutuhkan nilai dari Ku dan Pu.Ku didapat dengan membagi

    terhadap Pb atau proportional band. Proportionnal band pada percobaan ini ialah 21. Sehingga

    didapat nilai Ku sebagai berikut

    = 100

    =

    100

    21= 4.762

    Pu merupakan periode atau waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya satu gelombang. Nilai dari

    periode didapat berdasarkan perhitungan. Dalam 1 cm terdapat terdapat 14 gelombang, sehingga

    kita bisa mendapatan panjang 1 gelombang yaitu 0,0714cm. Kita dapat menghitung nilai dari

    periode dengan perhitungan dibawah ini

    = 0.0714

    1

    31.5

    =0.0714

    0.0317 1

    = 2.25

    Setelah Ku dan Pu didapat, kita memasukkan kembali parameter Ku dan Pu ke dalam tabel.

    Hasil yang diperoleh ialah

    Table 4.8. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik

    Kp Ti Td

    P action 2.381 0.2 0

    PI action 2.1429 1.87 0

    PID action 2.8572 1.1265 0,2816

    Untuk mengatur laju alir, kita memasukkan nilai berdasarkan tabel diatas

    Untuk P action, kita hanya memasukkan nilai Kp dan Ti.

    Untuk PI action, kita hanya memasukkan nilai Kp dan Ti

  • 48

    Untuk PID action, kita memasukkan nilai Kp Ti, dan Td

    Setelah kita mengatur kontroler berdasarkan data diatas, kita mendapatkan flow rate dengan hasil

    dibawah ini

    Gambar 4.16. Grafik P, PI, dan PID

    Grafik pengendalian dengan metode Ziegler-Nichols hasil percobaan kami mengalami cycling

    yang terus menerus meskipun telah dilakukan tuning pengontrolan P, PI dan PID. Penyebab

    cycling tersebut disebabkan oleh kesalahan prosedur oleh praktikan percobaan. Praktikan

    melakukan peengaturan P, PI, dan PID secara kontiniu. Praktikan tidak melakukan pengembalian

    set point ke titik awal. Seharusnya praktikan mencoba percobaan dengan melakukan pengaturan

    untuk controller P. Kemudian setelah diset ke hasil laju yang diinginkan, laju alir akan

    mengalami osilasi kemudian stabil. Untuk mengubah percobaan dengan controller PI, seharusnya

    dilakukan kembali pengaturan ke set awal, begitupun dengan PID. Oleh sebabitu, data yang

    dihasilkan dari percobaan ini, tidak sesuai dengan teori.

  • 49

    BAB V

    KESIMPULAN

    Persiapan Percobaan

    Nilai MV dari percobaan otomatis (76.3, 65.9, 54.5 %) lebih kecil dari percobaan manual

    (76.5, 66.3, 54.5 %) karena pada percobaan otomatis, system berada dalam keadaan

    lebihstabil karena pengendali mampu mengoreksi sendiri kesalahan yang dilakukan oleh

    sistem

    Karakteristik Statik

    PV (380, 430, 450, 530 L/jam)) tidak sama dengan SV (400, 450, 500, dan 550 L/jam).

    Hal ini disebabkan karena alat kontroler flow yang digunakan belum ditunning sehingga

    agar PV = SV, membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena percobaan ini dilakukan

    dalam waktu yang singkat, maka PV belum sama dengan SV.

    Karakteristik Sistem Pengontrol

    Perhitungan nilai K (gain atau konstanta statis proses) dengan Pendekatan FOPDT: 0.4016

    Kecepatan printer = 0.4466 mm/s

    t63% 15

    28% 6

    = 13.5s

    = 1.5s

    Dari perhitungan konstanta tidak diketahui pada persamaan FOPDT, diperoleh persamaan akhir

    FOPDT sebagai berikut

    () =()

    ()=

    ()

    ()=

    . .

    . +

    Hasil Transformasi Laplace dari v(t) adalah -0.222/s, sehingga :

    () = 0.4016e1.5s

    13.5 + 1

    0.363

    =

    0,1461.5

    (13.5 + 1)

  • 50

    Invers Transformasi Laplace dari p(s) menghasilkan p(t). Karena p(0) = PV0 = 0.4 kgf/cm2, maka

    hasil invers adalah:

    () = . + . ( .

    . )

    Atenuasi adalah keadaan dimana terjadi suatu peredaman dalam rangka terjadinya suatu

    perubahan pada suatu sistem.

    Overshoot adalah kondisi dimana dalam melakukan atenuasi, sistem akan mencapai nilai

    kelebihan dari target dalam proses peredaman.

    Waktu dari proses peredaman hingga keadaan stabil disebut dengan setting time.

    Metode Pengaturan Optimum

    Berdasarkan grafik P, PI, dan PID, osilasi P sangat besar dibandingkan PI dan PID. Hal

    ini karena konstanta proporsional, Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa

    memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki

    berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini

    PID. kontroler ini menggabungkan kontrol proporsional dengan dua penyesuaian

    tambahan, yang membantu unit secara otomatis mengkompensasi perubahan dalam

    sistem.

  • 51

    REFERENSI

    Buku Petunjuk Praktikum POT II. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Fakultas Teknik

    Universitas Indonesia. Depok.

    Anonim. Introduction to process control. http://processengineers.com/2007/09/introduction-

    to-process-control.html (Diakses pada 09/04/2015 pukul 23.02)

    Riggs, James B. 2006. Chemical and Bioprocess Control.United States : Pearson Education

    International.

    Anonim. Pengenalan Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan Kontroler pada PID.

    www.freewebs.com/kapeha/dsp.docPengenalan Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan

    Kontroler pada PID (Diakses pada 08/04/2015 pukul 18.45)