laporan dk 4 fix

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pemicu Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara kiri di daerah medial atas sejak sekitar 2 bulan lalu. Benjolan saat ini berukuran kurang lebih sekitar 3 cm. Tidak ada kelainan pada daerah kulit payudara di sekitar benjolan. Saat ini pasien sedang hamil 4 bulan, anak pertama. Tidak ada keluhan sesak napas, batuk darah, atau sakit tulang lainnya. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti. Pasien meminta pengobatan apapun akan diterima pasien, asalkan aman untuk pasien dan bayi. o Pemerikasaan status generalis: dalam batas normal. o Status lokalis payudara kiri: masa ukuran 3 cm, konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata, batas tidak jelas. o Status obstetrikus: G1P0A0 H16 minggu. o Riwayat keluarga: nenek dari ibu menderita kanker payudara dan sudah meninggal. o Riwayat lainnya: cukup sering olahraga, menstruasi umur 11 tahun, makanan sehari-harinya vegetarian. 1.2. Kata Kunci 1. Perempuan 30 tahun 2. Benjolan pada payudara kiri medial atas dengan ukuran ± 3 cm 3. G1P0A0 H16 minggu 4. Nenek mengalami kanker payudara 1.3. Rumusan Masalah Perempuan 30 tahun hamil 4 bulan dengan keluhan terdapat terdapat benjolan di bagian payudara kiri medial atas sejak 2 bulan yang lalu dengan ukuran ± 3 cm, konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata dan batas tidak jelas. 1

Upload: aprindodonatus

Post on 25-Sep-2015

37 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Laporan yang udah jadi mengenai ca mammae, semoga bermanfaat ya!!!

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pemicu

Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara kiri di daerah medial atas sejak sekitar 2 bulan lalu. Benjolan saat ini berukuran kurang lebih sekitar 3 cm. Tidak ada kelainan pada daerah kulit payudara di sekitar benjolan. Saat ini pasien sedang hamil 4 bulan, anak pertama. Tidak ada keluhan sesak napas, batuk darah, atau sakit tulang lainnya. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti. Pasien meminta pengobatan apapun akan diterima pasien, asalkan aman untuk pasien dan bayi.

Pemerikasaan status generalis: dalam batas normal.

Status lokalis payudara kiri: masa ukuran 3 cm, konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata, batas tidak jelas.

Status obstetrikus: G1P0A0 H16 minggu.

Riwayat keluarga: nenek dari ibu menderita kanker payudara dan sudah meninggal.

Riwayat lainnya: cukup sering olahraga, menstruasi umur 11 tahun, makanan sehari-harinya vegetarian.

1.2. Kata Kunci

1. Perempuan 30 tahun

2. Benjolan pada payudara kiri medial atas dengan ukuran 3 cm

3. G1P0A0 H16 minggu

4. Nenek mengalami kanker payudara

1.3. Rumusan Masalah

Perempuan 30 tahun hamil 4 bulan dengan keluhan terdapat terdapat benjolan di bagian payudara kiri medial atas sejak 2 bulan yang lalu dengan ukuran 3 cm, konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata dan batas tidak jelas.

1.4. (Perempuan 30 tahun)Analisi Masalah

(Riwayat keluargaNenek Ca Mammae) (Menarche usia 11 tahun) (Keluhan utama: benjolan,Uk, 3cmLokasi, payudara kiri medial atasKonsistensi cukup kerasPermukaan tidak rataBatas tidak jelas) (Anamnesis:Rajin berolahragaVegetarian ) (Riwayat kehamilanG1P0A0 H16 minggu)

(Mutasi gen BRCA-1 & BRCA-2)

(Perubahan Hormonal)

(Aspek Familial Karsinogen)

(Suspect: Ca MammaeDD: FAM, Fibrokistik Mammae, tumor phyloides)

(Pemeriksaan PenunjangHistopatologi)

(Stadium) (Diagnosis)

(Tatalaksana)

(Pronosis )

1.5. Hipotesis

Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan histopatologi.

1.6. Pertanyaan Diskusi

1. Bagaimana cara membedakan tumor jinak dan ganas?

2. Jelaskan sifat-sifat sel ganas!

3. Jelaskan bagaimana menentukan stadium pada kasus keganasan!

4. Jelaskan mengenai imunosuiverlance pada kasus keganasan!

5. Jelaskan mengenai Ca Mammae!

a) Definisi

b) Epidemiologi

c) Etiologi

d) Stadium dan klasifikasi

e) Pathogenesis

f) Manifestasi klinis

g) Diagnosis

h) Tatalaksana

i) Komplikasi

j) Prognosis

k) Faktor resiko

l) Pencegahan

6. Jelaskan mengenai:

a) FAM

b) Fibrokistik mammae

c) Tumor phyloides

7. Jelaskan mengenai pengaruh genetic terhadap Ca Mammae!

8. Jelaskan mengenai hubungan kehamilan terhadap Ca Mammae!

9. Jelaskan mengenai hubungan usia menarche terhadap Ca Mammae!

10. Apakah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pada kasus? Jelaskan!

11. Jelaskan bagaimana tatalaksana pada kasus sehingga aman bagi ibu dan janin!

12. Jelaskan bagaimana prognosis pada kasus!

13. Jelaskan mengenai pemeriksaan histopatologi!

14. Jelaskan hubungan antara gaya hidup pasien dengan kejadiaan Ca Mammae!

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tumor

Jenis Jenis tumor berdasarkan sifatnya diklasifikasikan menjadi:1

1. Jinak

2. Ganas

2.1.1.Tumor Jinak dan Tumor Ganas

Ciri-ciri yang membedakan tumor jinak dan ganas adalah sebagai berikut.1

1. Invasif

Tumor ganas tumbuhnya infiltratif yaitu tumbuh bercabang masuk kedalam jaringan sehat sekitarnya, menyerupai jari kepiting (kanker). Karena tumor ganas biasanya sukar digerakkan dari dasarnya. Tumor jinak tumbuhnya ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat sekitarnya sehingga jaringan sehat jaringan sehat yang terdesak membentuk simpai / kapsul dari tumor. Karena tidak ada pertumbuhan infiltratif sehingga tumor jinak mudah digerakkan dari dasarnya.1

2. Residif

Tumor ganas sering tumbuh kembali residif karena setelah diangkat atau diberi pengobatan dengan penyinaran. Hal ini disebabkan adanya sel tumor yang tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar. Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat mudah dikeluarkan seluruhnya sehingga tidak ada jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan kekambuhan.2

3. Metastase

Walaupun tidak semua, tumor ganas sanggup bermetastase ketempat lain melalui peredaran darah, cairan getah bening. Sedangkan tumor jinak tidak menyebar.3

4. Pertumbuhan

Tumor ganas tumbuhnya cepat, maka tumornya ccepat membesar dan mikroskopik ditemukan mitosis normal (bipolar) maupun abnormal (atipik). Pada tumor ganas terjadi pembelahan multiple pada saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat anak sel. Tumor jinak tumbuhnya lambat, sehingga tumor tidak cepat membesar dan pemeriksaan mikroskopik tidak ditemkan gambaran mitosis abnormal.1

Tabel 2.1. Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas4

Karateristik Tumor Jinak dan Ganas

Sifat

Jinak

ganas

Kecepatan tumbuh

Lambat

relatif cepat

Aktifitas mitosis

Rendah

tinggi

Kemiripan dengan jaringan Normal

Baik

bermacam-macam,biasanya buruk

Bentuk inti

sering normal

biasanya hiperkromatik,ireguler,inti banyak,dan pleomorfik

Invansi

tidak

ya

Metastasis

tidak pernah

sering

Pembatasan

batas tegas/berkapsul

batas tidak tegas/ireguler

Nekrosis

jarang

sering

Ulserasi

jarang

sering pada kulit/permukaan mukosa

Arah pertumbuhan pada kulit/permukaan mukosa

sering eksofitik

sering endofitik

2.1.2. Sifat-sifat Tumor Ganas1

1. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan

Berikut merupakan strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan yang dikelompokkan berdasarkan perannya dalam jenjang transduksi sinyal dan pengendalian siklus sel.1

a) Factor pertumbuhan. Banyak sel kanker memperoleh kemampuan untuk tumbuh sendiri karena mampu menyintesis factor pertumbuhan yang sama kepada mana sel tersebut responsive. Contoh factor pertumbuhan tersebut adalah PDGF dan TGF .

b) Reseptor faktor pertumbuhan. Contoh ekspresi berlebihan reseptor pada sel kanker adalah ERBB1.

c) Protein transduksi sinyal. Telah diketahui bahwa protein sejenis G protein, yaitu protein RAS berperan dalam transduksi sinyal. Protein RAS akan mengaktifkan MAP kinase, sehingga sinyal pertumbuhan dapat disampaikan ke nukelus.

d) Factor transkripsi nucleus. Dapat terjadi otonomi pertumbuhan akibat mutasi yang mengenai gen yang mengendalikan transkripsi DNA. Sejumlah onkoprotein, termasuk produk onkogen MYC, MYB, JUN, FOS, REL dapat ditemukan dalam inti sel. Dari gen ini, gen MYC paling sering terlibat pada tumor manusia.

2. Insensitivitas terhadap sinyal yang menghambat pertumbuhan.

Gangguan terhadap gen penekan tumor yang menjadi rem bagi proliferasi sel akan menyebabkan sel refrakter terhadap inhibisi pertumbuhan dan mirip dengan efek mendorong pertumbuhan onkogen. Contoh gen yang terkait adalah gen RB dan TP 53.1

3. Menghindar dari apoptosis

Sel kanker dapat mengacaukan apoptosis di banyak tempat. Contohnya pada karsinoma hepatoseluler yang mengalami penurunan kadar CD95 menyebabkan tumor ini kurang rentan terhadap apoptosis oleh Fasl. Kadar CD95 diatur oleh TP53, dan hilangnya TP53 mungkin berperan menyebabkan penurunan CD 95. Beberapa tumor memperlihatkan peningkatan FLIP, suatu protein yang mengikat kompleks pemicu kematian dan mencegah pengaktifan kaspase 8.1

4. Kemampuan replikasi tanpa batas

Pada sel normal kemampuan replikasi hanya sekitar 60-70 kali. Namun, pada sel kanker akan diaktifkan telomerase yang akan mempertahankan panjang telomere sehingga sel memiliki kemampuan replikasi tanpa batas.1

5. Terjadinya angiogenesis berkelanjutan

Neovaskularisasi diperlukan oleh sel ganas untuk penyaluran nutrient dan oksigen. Pada sel tumor terdapat factor angiogenik terkait tumor yaitu VEGF dan basic fibroblast growth factor yang akan memicu terjadinya vaskularisasi berkelnjutan pada tumor.1

6. Kemampuan melakukan invasi dan metastasis

Sel ganas memiliki kemampuan untuk menginvasi matriks ekstrasel yang kemudian akan masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah untuk mencapai organ sasaran. Ketika berada dalam aliran daran, sel tumor membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit dan trombosit untuk mendapat perlindungan dari serangan sel efektor antitumor pejamu.1

Gambar 2.1. Sifat-sifat Tumor Ganas1

2.1.3. Sistem Staging pada Neoplasma

Mengetahui stadium tumor sangat penting artinya untuk menentukan tindakan apa yang akan diberikan dan juga prognosis penyakit. Beberapa cara menentukan stadium dari tumor, antara lain berdasarkan:5

1. Letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ

2. Sistem TNM

3. Pentahapan menurut AJCC ( American Joint Committee on Cancer )

4. Berdasarkan kesepakatan para ahli ( konvensi )

Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ5

1. Stadium lokal: pertumbuhannya masih terbatas pada organ semula tempatnya tumbuh.

2. Karsinoma in situ: pertumbuhannya masih terbatas intraepitelial, intraduktal, intra lobuler. Istilah ini hanya dikenal pada tumor ganas epitelial.

3. Infiltrasi lokal atau invasif: tumor padat telah tumbuh melewati jaringan epitel, duktus, atau lobulus, tetapi masih dalam organ yang bersangkutan (pengertian patologi: telah melewati stratum papilare atau membran basalis) atau telah menginfiltrasi jaringan sekitarnya (pengertian klinis : sudah ada perlekatan dengan organ sekitarnya).

4. Stadium metastase regional: tumor padat telah metastase ke kelenjar limfe yang berdekatan (kelenjar limfe regional).

5. Stadium metastase jauh: tumor padat telah metastase pasa organ yang letaknya jauh dari tumor primer.

Secara klinis kadang kadang dipakai dua istilah diatas sekaligus untuk menyebut stadium tumor padat yaitu Stadium lokoregional, oleh karena pada kenyataannya sering ditemukan stadium lokal dan regional secara bersamaan pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.

Stadium tumor berdasarkan sistem TNM (stadium TNM)5

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis Piere de Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan oleh UICC (Union Internationale Contre le Cancere), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan secara luas di berbagai belahan dunia.

Sistem TNM ini berdasarkan 3 kategori, yaitu: T (Tumor primer), N (Nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional), dan M (Metastase jauh). Masingmasing kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori untuk melukiskan keadaan masingmasing kategori dengan cara memberi indeks angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu :

1. T = Tumor Primer

a) Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.

b) Tis = Tumor in situ

c) T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer

d) T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm

e) T2 = Tumor dengan f maksimal 2 5 cm

f) T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm

g) T4 = Tumor invasi keluar organ.

2. N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.

a) N0 = Nodul regional negative

b) N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )

c) N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan

d) N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

3. M = Metastase organ jauh

a) M0 = Tidak ada metastase organ jauh

b) M1 = Ada metastase organ jauh

c) M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.

Stadium tumor berdasarkan pentahapan menurut AJCC (American Joint Committee on Cancer)5

Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas pada tahun 1958, kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada tahun 1959 juga mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang merupan penjabaran lebih lanjut dari sistem TNM. Kelompok para ahli tersebut semula bernama : The American Joint Committee for Cancer Staging and End Results Reporting ( disingkat AJC ). AJC tersebut kemudian berubah nama pada tahun 1980 menjadi American Joint Committee on Cancer ( disingkat AJCC ). Tujuan pembuatan staging kanker tersebut adalah agar lebih praktis dan lebih mudah pemakaiannya di klinik. Buku manual stadium kanker ( Manual for Staging of Cancer ) edisi satu hasil kerja AJCC dipublikasikan pertama kali pada tahun 1977 dan diperbarui setiap beberapa tahun sehingga pada tahun 2002 sudah dikeluarkan edisi 6 sampai saat ini dipakai secara luas.

Staging menurut AJCC ini pertama harus menentukan T, N, M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan selanjutnya dikelompokkan dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka romawi ( I IV ) dan angka arab ( khusus untuk stadium 0 ). Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara menurut AJCC pada table berikut.

Tabel 2.2. Sistem Staging Neoplasma menurut AJCC5

Pentahapan Karsinoma Payudara Menurut AJCC Edisi 6 Tahun 2002

Stadium

Deskripsi TNM

Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium I

T1

N0

M0

Stadium II A

T0

N1

M0

T1

N1

M0

T2

N0

M0

Stadium II B

T2

N1

M0

T3

N0

M0

Stadium III A

T0

N2

M0

T1

N2

M0

T3

N1

M0

T3

N2

M0

Stadium III B

T4

N0

M0

T4

N1

M0

T4

N2

M0

Stadium III C

Sembarang T

N3

M0

Stadium IV

Sembarang T

Sembarang N

M1

Stadium Tumor Berdasarkan kesepakatan para ahli (Konvensi)5

Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada kesepakatan para ahli di bidangnya masingmasing . Beberapa contohnya antara lain:

1. Stadium Dukes, untuk karsinoma kolorektal,

2. Stadium Ann Arbor, untuk limfoma maligna,

3. Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi,

4. Stadium Jewett, untuk karsinoma bladder (kantung kencing),

5. American staging for prostate cancer, untuk kanker prostat,

6. Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dan lain-lain.

2.1.4. Imunosurveilance

Immune surveillance merupakan peran sistem imun dalam mengenal dan menghancurkan sel-sel abnormal sebelum berkembang menjadi tumor atau membunuhnya kalau tumor sudah bertumbuh.Oleh karena itu maka sel-sel efektor seperti CTL dan sel NK harus mampu mengenal antigen tumor dan menyebabkan kematian sel-sel tumor.6,7

Sel NK merupakan komponen utama dari immune surveillance, yang dapat bekerja sebagai sel efektor dari imunitas natural maupun spesifik.Mekanisme efektor sel NK mirip dengan sel T-sitotoksik (CD 8). Yang membedakan adalah sel NK melakukan sitotoksisitas terhadap sel tumor tanpa melalui ekspresi antigen tumor bersama molekul MHC kelas I. Kapasitas tumorisidal dari sel NK akan ditingkatkan oleh berbagai sitokin, diantaranya IFN, TNF, IL-2, dan IL-12.6

Sel NK dapat berperan baik dalam respons imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor dan dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor.Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor hemopoetik, in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC, yang biasanya terhindar dari lisis oleh CTL, justru merupakan sasaran yang baik untuk dilisiskan oleh sel NK.8

Makrofag juga berperan dalam pertahanan melawan sel tumor baik dalam mengolah dan mempresentasikan antigen tumor kepada sel T helper, maupun bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan sel tumor.Makrofag yang berperan dalam mekanisme tersebut adalah makrofag aktif yaitu makrofag yang telah diaktivasi oleh Macrofag Activating Factors (MAF), suatu sitokin yang dihasilkan limfosit T yang distimulasi antigen.Makrofag yang tidak aktif telah dibuktikan tidak memiliki kemampuan melisis sel tumor.7,8

Makrofag aktif juga mensekresi sitokin antara lainInterleukine 12 (IL-12) dan Tumor Necrosis Factor (TNF). IL-12 berperan memacu proliferasi dan aktivasi sel T CD4+, sel T CD8+ serta sel NK. TNF mampu melisiskan sel tumor melalui : 1) TNF berikatan dengan reseptor permukaan dari sel tumor dan secara langsung melisis sel tumor, 2) TNF dapat menyebabkan nekrosis dari sel tumor dengan cara memobilisasi berbagai respon imun tubuh.6

2.2. Ca Mammae

2.2.1.Definisi

Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari duktus maupun lobulusnya.9

2.2.2.Epidemiologi

Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum di Amerika Serikat lebih dari 160,000 wanita mengalami kanker ini setiap tahun, dan 40.000 perempuan meninggal setiap tahun karena keganasan ini. Kira-kira 1 dari 9 wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker payudara, walaupun 1% kasus terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan meningkat pesat saat menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun ke atas, dan memiliki kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade kehidupan mereka.10

2.2.3.Etiologi dan Faktor Resiko

Seperti kanker lainnya, penyebab dari kanker payudara belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko yang dalam memicu terjadinya Ca Mammae. Faktor-faktor resiko tersebut dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu pengaruh yang sudah dipastikan dan pengaruh yang belum dipastikan.11

Tabel 2.3. Faktor Resiko Ca Mammae11

Faktor

Resiko relatif

Pengaruh yang sudah dipastikan

Faktor geografik

Usia

Keluarga dekat mengidap kanker payudara

Usia menarche 55 tahun

Kehamilan hidup pertama dari usia 25-29 tahun

Kehamilan hidup pertama dari usia 30 tahun

Kehamilan hidup pertama dari usia >35 tahun

Nulipara

Penyakit proliferatif

Penyakit proliferatif dengan hiperplasia tipikal

Karsinoma lobularis in situ

Pengaruh yang belum dipastikan

Estrogen eksogen

Kontrasepsi oral

Kegemukan

Diet tinggi lemak

Konsumsi alkohol

Merokok

Bervariasi di tempat yang berbeda

setelah 30 tahun

1.2 3.0

1.3

1.5 2.0

1.5

1.9

2.0 3.0

3.0

1.9

4.4

6.9 12.0

a) Usia

Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia. Berdasarkan penelitian American Cancer Society tahun 2006 diketahui usia lebih dari 40 tahun mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1 per 68 penduduk dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia yakni menjadi 1 per 37 penduduk usia 50 tahun, 1 per 26 penduduk usia 60 tahun dan 1 per 24 penduduk usia 70 tahun. Kanker payudara juga ditemukan pada usia 2-3 cm).33,34

Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak selalu mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengilat dengan permukaan kulit seperti teregang disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang tidak tertangani baik, dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan. Walaupun perubahan kulit seperti layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan tanda-tanda keganasan (lesi T4), namun tidak pada tumor phyllodes; borok pada kulit dapat terjadi pada jenis lesi jinak, borderline ataupun ganas. Retraksi puting tidak umum terjadi. Ulserasi mengindikasikan nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang besar.33,34

Metastasis dapat ditemukan bersamaan atau hingga 12 tahun kemudian. Metastasis dapat menyebar secara hematogen, ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak (9%) dan lebih jarang ke hati dan jantung. Dapat disertai pembesaran limfonodi regional, walaupun tanpa sel tumor.31

Tidak banyak literatur yang melaporkan metastasis limfonodi. Treves hanya melaporkan 1 kasus metastasis ke limfonodi aksila dari 33 kasus; dari 94 pasien yang diteliti Norris dan Taylor, 16 pasien mengalami pembesaran limfonodi, namun hanya 1 kasus yang terbukti secara histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11 kasus pembesaran limfonodi dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan metastasis. Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis kelenjar aksila.31,33

Mamografi abnormal dijumpai pada 75% kasus, sering menyerupai gambaran fibroadenoma. Ultrasonografi menunjukkan massa homogen solid disertai internal echo dan berdinding tipis.36

Penatalaksanaan tumor phyllodes masih diperdebatkan dan tidak sama pada semua kasus. Terapi utama adalah pembedahan komplet dengan batas adekuat. Banyak peneliti menganjurkan batas eksisi 1 cm sebagai reseksi yang baik. Rekurensi berkaitan dengan margin eksisi dan tidak berkaitan dengan grade dan ukuran tumor. Eksisi luas pada tumor kecil atau mastektomi simpel umumnya menunjukkan hasil memuaskan. Eksisi otot-otot pektoral perlu dipertimbangkan jika telah terjadi infiltrasi.34

Masektomi dengan rekonstruksi payudara dapat menjadi pilihan pada tumor berukuran besar. Tumor phyllodes, sama halnya dengan sarkoma jaringan lunak, jarang menyebabkan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa diseksi KGB aksila tidak rutin dilakukan, mengingat jarangnya infi ltrasi ke KGB aksila. Norris dan Taylor menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB aksila bagian bawah jika terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4 cm, biopsi menunjukkan jenis tumor agresif (infiltrasi kapsul, kecepatan mitosis tinggi, dan derajat selular atipikal tinggi). Jika terindikasi ada keterlibatan KGB secara klinis atau pada pemeriksaan imaging, dapat dilakukan biopsi jarum dengan panduan USG. Jika hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan biopsi sentinel limfonodi.31,34

Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma mengindikasikan bahwa keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes. Radioterapi adjuvan dapat bermanfaat pada tipe maligna. Kemoterapi golongan antrasiklin, ifosfamid, sisplatin, dan etoposid jarang digunakan. Belum banyak penelitian mengenai penggunaan terapi hormonal, seperti tamoksifen. Sensitivitas hormonal pada tumor phyllodes juga belum teridentifi kasi dengan baik. Secara garis besar, terapi sistemik tumor phyllodes tidak berbeda dengan terapi pada sarkoma.31,34,36,37

2.6. Pemeriksaan Histopatologi

a. Karsinoma In situ

Gambar 2.10. Karsinoma in situ intra duktal1

Gambar 2.11. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal kribriformis1

Gambar 2.12. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal papilaris1

Gambar 2.13. Karsinoma In situ Lobularis1

b. Karsinoma Invasif

Gambar 2.14. Karsinoma duktal invasif1

Gambar 2.15. Karsinoma invasif lobular dan Karsinoma Medularis1

Gambar 2.16. Karsinoma Musin (Koloid) dan Karsinoma Tubular1

2.7. Pembahasan Kasus Pemicu

2.7.1.Hubungan Genetik pada Ca Mammae

Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 dan BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 berhubungan dengan, diferensiasi buruk, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan karsinoma invasif duktal yang lebih berdiferensiasi baik dan mengekspresikan reseptor hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.37

2.7.2.Hubungan Kehamilan dan Usia Menarche pada Ca Mammae

Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.37

2.7.3.Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Ca Mammae

Gaya hidup yang buruk berupa pola makan yang buruk dapat meningkatkan insidensi Ca mammae. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang juga akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.37

2.7.4. Pemeriksaan Penunjang pada Ca Mammae yang Aman bagi Ibu Hamil

Deteksi Ca mammae pada ibu hamil dengan pemeriksaan penunjang memiliki 2 perbedaan signifikan dengan deteksi Ca mammae pada wanita yang tidak hamil. Penggunaan biopsi jarum halus (FNAB) dan mammografi. Ketika seorang wanita hamil memiliki suatu benjolan yang dapat diraba, dapat dilakukan pemeriksaan biopsi jarum halus pada kunjungan pertama dimana sama pada wanita yang tidak hamil. Teknik ini efektif untuk membedakan kista atau galaktokel dari lesi padat. Jika ditemukan massa solid, biopsi jarum halus dapat menimbulkan hasil false-positive. Hal ini dikarenakan sel atipik akibat hormon pada saat hamil.38

USG adalah pemeriksaan yang aman dan akurat untuk membedakan lesi kistik dengan lesi padat. Mammografi sering digunakan secara luas untuk mengevaluasi suatu massa di payudara yang mencurigakan. Namun, mammografi memiliki resiko kecil untuk menimbulkan paparan radiasi pada fetus, dan dosis agar tidak terjadi radiasi adalah kurang dari 0,50 mrem.38

Mammografi selama kehamilan tidak mudah dibaca dan sekitar 25% dapat menyebabkan false-negative karena meningkatnya kandungan cair pada jaringan payudara dan kehilangan jaringan lemak.38

Biopsi payudara pada ibu hamil tidak menimbulkan resiko anestesi yang signifikan terhadap fetus maupun ibu hamil. Pada penelitian Byrd dkk dari 134 biopsi payudara pada ibu hamil hanya terdapat 1 kasus keguguran. Sehingga jelas bahwa biopsi payudara pada ibu hamil aman dan memberikan diagnosis definitif pada suatu malignansi pada payudara.38

2.7.5.Tatalaksana Ca Mammae yang Aman bagi Ibu Hamil

Selama trimester pertama, modifi ed radical mastectomy merupakan terapi pilihan. Operasi breast conserving (BCS) seperti lumpektomi dengan terapi radiasi dihindari karena pajanan radiasi dosis tinggi pada janin. Risiko radiasi paling tinggi pada trimester pertama dan dapat menimbulkan organogenesis, atau malformasi kongenital terutama mikrosefali. Risiko radiasi tidak berkurang walaupun fetus dilindungi dengan pelindung radiasi. Pilihan mengakhiri kehamilan jika radiasi sangat diperlukan, namun tidak ada bukti peningkatan survival dengan mengakhiri kehamilan. BCS dapat menjadi pilihan terapi setelah trimester ketiga sebab radioterapi dapat diberikan setelah bayi lahir. Dalam kehamilan, jika pada operasi ditemukan metastasis pada KGB aksila dianjurkan kemoterapi.39

Kemoterapi selama kehamilan trimester pertama memiliki risiko teratogenik. Antimetabolit seperti metotreksat menyebabkan abortus pada trimester pertama. Alkylating agent dan antimetabolit dosis rendah dapat menimbulkan malformasi. Tidak ada risiko abnormalitas morfologi yang signifi kan setelah trimester pertama. Paparan kemoterapi pada trimester ketiga hanya menyebabkan peningkatan insidens perlambatan pertumbuhan intrauterin dan persalinan prematur. Efek jangka lama pada neonatus tidak diketahui. Perlu diwaspadai abnormalitas neurologi, disfungsi gonad, dan malignansi pasca kelahiran. Keputusan pemberian kemoterapi harus dijelaskan dengan seksama kepada pasien.39

Terapi Berdasarkan Stadium

1. Stadium Dini (Stadium I dan II)

Pembedahan dianjurkan sebagai terapi pilihan utama kanker payudara pada kehamilan. Radiasi tidak diberikan karena sangat berpotensi mengganggu perkembangan janin. Terapi radiasi diberikan setelah melahirkan. Kemoterapi dapat diberikan setelah trimester pertama, hal ini tidak menimbulkan risiko tinggi malformasi janin, tetapi mungkin menyebabkan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Penelitian terapi hormonal saja atau kombinasi dengan kemoterapi pada kanker payudara selama kehamilan sangat terbatas. Radioterapi bila diperlukan, harus ditangguhkan sampai setelah bayi lahir, karena mengganggu perkembangan janin selama kehamilan.39

2. Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)

Radioterapi pada trimeter pertama harus dihindari. Kemoterapi dapat diberikan setelah trimester pertama. Mengingat ibu mungkin memiliki harapan hidup terbatas (5-year survival rate pasien kanker payudara pada kehamilan stadium II dan IV adalah 10%), dan kemungkinan besar kerusakan janin akan terjadi selama terapi pada trimester pertama, kelanjutan kehamilan harus didiskusikan, tetapi terapi aborsi tidak memperbaiki prognosis.39

2.7.6. Prognosis

Prognosis dipengaruhi oleh beberapa variabel40:

1. Ukuran karsinoma primer : pasien dengan ukuran karsinoma invasif < 1 cm, prognosis lebih baik.

2. Keterlibatan KGB dan jumlah KGB yang terkena metastatis: jika tidak ada KGB yang terkena, angka harapan hidup selama 5 tahun mendekati 90% dan menurun setiap KGB yang terkena.

3. Derajat karsinoma: karsinoma berdiferensiasi baik prognosis lebih baik dibandingkan karsinoma berdiferensiasi sedang lebih baik daripada karsinoma berdiferensiasi buruk.

4. Tipe histologik karsinoma: tipe khusus karsinoma payudara prognosisnya lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe khusus.

5. Invasi limfovaskular: adanya tumor di dalam rongga vaskular di sekitar tumor primer faktor prognostiknya buruk.

6. Ada tidaknya reseptor estrogen dan progesteron: adanya reseptor hormon menyebabkan prognosis sedikit membaik jika dihubungkan dengan respon terhadap terapi antiestrogen

7. Laju proliferasi kanker: laju proliferasi yang tinggi berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk

8. Aneuploidi: karsinoma dengan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) memiliki prognosis sedikit lebih buruk dibandingkan karsinoma dengan kandungan DNA serupa sel normal.

9. Ekspresi berlebihan ERBB2: ekspresi berlebihan berkaitan dengan prognosis yang buruk, dihubungkan dengan respon terhadap antibodi monoklonal terhadap gen ini.

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Hipotesis diterima tanpa perubahan:

Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan histopatologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V,Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.

2. Tjarta A. Neoplasma. Dalam : Kumpulan kuliah patologi, editor Himawan S. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi FKUI. 1979. Hal.77-94.

3. Chandrasoma P, Taylor CR. Neoplasia. Dalam : Concise Pathology Ed. 3. Singapore : Lange Medical Book, McGraw Hill. 2001. pp.260-92.

4. Brown E.Neoplasia. Dalam : Basic concepts in pathology. International Ed. Singapore : Mc Graw Hill Co. 1998.pp.362-404.

5. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IVJilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006.

6. Herberman RB, Santoni A. Regulation of Natural Killer Cell Activity. In : Mihich E, eds. Biological Respond in Cancer Progress Toward Potential Application Vol 2, New York : Plenum Press, 2004: 121-37.

7. Stites DP, Terr AI, Parslow TG. Medical Immunology 9th ed . International Edition London : Apleton and Lange A Simon Co ; 2002 : 65-9,147,631-7.

8. Disaia PJ, Creasman WT, Tumor Immunology, Host Defense Mechanism and Biologic Therapy. In : Clinical Gynecology Oncology, Ed IV, Philadelphia L: Mosby, 1997: 534-75.

9. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107.

10. Moningkey, ShirleyI. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika. Jakarta: 2010.

11. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition. Elsevier. p 453

12. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21

13. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34.

14. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.

15. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Semarang. 2003.

16. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

17. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82

18. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.

19. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.

20. Kuijper A, Mommers ECM, Van der Wall E, Van Diest Paul J. Histopathology of Fibroadenoma of The Breast. Available from : http://ajcp.ascpjournals.org/.

21. Farrow Joseph H. Fibroadenoma of The Breast. Available from : http://caonline.amcancersoc.org/.

22. Roubidoux MA. Breast, Fibroadenoma. Available from : http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.

23. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 388-93.

24. Zieve D, Wechter DG. Fibroadenoma-Breast. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/. Update on December 17, 2009.

25. Shirley SE, Mitchell DIG, Soares DP, James M, Escoffery CT, Rhodrn AM, Wolff C, Choy L, Wilks RJ. Clinicopathologic Features of Breast Disease in Jamaica : Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000 2002. Available from : http://lib.bioinfo.pl/ .

26. Fleischer AC, Cullinan JA. Ultrasonography in Obsetrics and Gynaecology; Obsetric Radiology. In : Grainger Ronald G., Allison David. Grainger & Allisons Diagnostic Radiology : A Textbokk of Medical Imaging. Third Edition. New York: Churchill Livingstone; 1997. p. 2003-11.

27. Gravelle IH. Mammography. In : Sutton David. A Textbook of Radiology and Imaging. Volume 2. Great Britain London: Churchill Livingstone; 1993. p. 1364-6.

28. Bland KI, Verenidis MP, Edwar M. Copeland EM. Breast. In: Schwartzs Principle of Surgery. 7th ed. New York. Mc Graw Hill International. 1999 : 533-99.2.

29. Pisi Lukito dkk. Kelainan Fibrokistik Dalam: Sjamsuhidajat, Wim de Jong penyuntingBuku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 1997: 512-55.3.

30. Iglehart JD. The Breast. In : Sabistons Textbook of Surgery. 14th ed. Philadelphia. WBSaunders. 1991: 510-50.

31. Agrawal PP, Mohanta PK, Singh K, Bahadur AK. Cystosarcoma phyllodes with lymph node metastasis. Community Oncology. 2006;3:44-6.

32. Akin M, Irkorucu O, Koksal H, Gonul II, Gultekin S, Kurukahvecioglu O, et al. Phyllodes tumor of the breast: A case series. Bratisl Lek Listy. 2010;111:271-4.

33. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: About this rare cancer. Community Oncology. 2006;3:46-8.

34. Calhoun KE, et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M, Osborne CK, editors. Diseases of the breast. 4th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2009. p. 781-92.

35. Juanita, Sungowati NK. Malignant phyllodes tumour of the breast. Indon J Med Sci. 2008;1:101-4.

36. Bal A, Gunggor B, Polat AK, Simsek T. Recurrent phyllodes tumor of the breast with malignant transformation during pregnancy. J Breast Health. 2012;8:45-7.

37. Tjindarbumi. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya, Dalam: Deteksi Dini Kanker. Jakarta: FKUI; 2000.

38. Virender S, Sunita BS, Subhash S. Carcinoma Breast in Pregnancy and Lactation. Indian Journal of Surgery. 2004; 66(4): 209-15.

39. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil, 2013.

40. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil, 2013.

33