laporan alkohol
TRANSCRIPT
I. JUDUL PERCOBAAN : FERMENTASI ALKOHOL
II. TUJUAN PERCOBAAN : Untuk memperkenalkan dasar-dasar fermentasi
dan mengamati pengaruh penambahan nutrisi
dalam produksi alkohol.
III. TEORI
3.1 Salak
Salak (Salacca edulis) merupakan salah satu tanaman buah yang disukai
dan mempunyai prospek yang baik untuk diusahakan. Salak merupakan salah
satu buah tropis yang saat ini banyak diminati oleh orang. Keunggulan buah
salak yakni memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi .
Tanaman salak berbuah sepanjang tahun, apabila dalam satu tahun dapat
memberikan hasil panen baik, dan serentak di beberapa daerah sedangkan
permintaan akan buah salak menurun, maka banyak buah salak yang tidak laku
terjual, dan harganya pun menurun. Untuk menghadapi masalah seperti ini,
maka harus dilakukan proses pengolahan agar dapat tetap memberikan atau
bahkan menambah nilai ekonomis. Misalnya dengan mengolahnya menjadi
keripik salak.
Permasalahan dalam pengolahan salak adalah kadar air cukup tinggi,
sehingga buah salak harus melewati salah satu tahap pengolahan, yakni
pengeringan agar dapat mengurangi kadar air yang terkandung di dalam buah
salak agar lebih tahan lama dan tidak cepat rusak. Perubahan mutu selama proses
pengolahan misalnya warna, kekerasan, aroma dan citarasa sangat
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu cara
mempertahankan kualitas adalah tanpa mengubah warna, aroma khas, dan rasa
dari buah salak itu sendiri. Dengan demikian, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui perubahan warna salak selama proses pengeringan (Yamin, 2011).
III.2 Fermentasi
Fermentasi berasal dari kata fervere (latin), yang berarti mendidih,
menggambarkan aksi ragi pada ekstrak buah selama pembuatan minuman
beralkohol. Pengertian fermentasi dikembangkan oleh ahli biokimia yaitu proses
yang mengahsilkan energi dengan perombakan senyawa organik. Ahli
mikrobiologi industri memperluas pengertian fermentasi menjadi segala proses
untuk menghasilkan produk dari kultur mikroorganisme.
Fermentasi juga dapat diartikan sebagai suatu disimilasi senyawa- senyawa
organik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Disimilasi merupakan
reaksi kimia yang membebaskan energi melalui perombakan nutrien. Pada
proses disimilasi, senyawa substrat yang merupakan sumber energi diubah
menjadi senyawa yang lebih sederhana atau tingkat energinya lebih rendah.
Reaksi disimilasi merupakan aktivitas katabolik sel.
Proses fermentasi mendayagunakan aktivitas suatu mikroba tertentu atau
campuran beberapa spesies mikroba. Mikroba yang banyak digunakan dalam
proses fermentasi antara lin khamir, kapang dan bakteri. Kemajuan dalam
bidang teknologi fermentasi telah memungkinkan manusia untuk memproduksi
berbagai produk yang tidak dapat atau sulit di produksi melalui proses kimia.
Teknologi fermentasi merupakan salah satu upaya manusia dalam
memanfaatkan bahan – bahan yang berharga relatif murah bahkan kurang
berharga menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi
kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, penelitian dalam bidang teknologi
fermentasi telah dan terus dikembangkan. Salah satu penelitian dalam bidang ini
diarahkan untuk mencari bahan mentah berharga murah dan banyak tersedia
untuk dimanfaatkan sebagai substrat (Sulistyanigrum, 2008).
III.3 Fermentasi Alkohol
Fermentasi yang banyak dikenal adalah fermentasi alkohol dari bahan
bergula. Proses fermentasi ini melibatkan khamir jenis Sacharomyces cerevisiae.
Sacharomyces cerevisiae mampu memfermentasi beberapa macam gula
diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan
maltotriosa. Fermentasi alkohol dimulai ketika glukosa memasuki sel. Glukosa
dipecah oleh Sacharomyces cerevisiae menjadi asam piruvat, memetabolisme
glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat yang dihasilkan akan
didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi
menjadi etanol, CO2, dan energi untuk sel (Ossiris, 2012).
Reaksi Kimia: C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Juwita, 2012)
Proses fermentasi yang ideal menurut persamaan Gay-Lussac akan
memberikan hasil 51,1 % etanol dan 48,9 % karbon dioksida. Hasil optimal yang
diharapkan bila dinyatakan dari persentase gula yang difermentasi adalah
(dinyatakan dengan % berat) etil alkohol 48,4 %, karbon dioksida 46,6 %,
gliserol 3,3 %, asam suksinat 0,6 %, selulosa dan lainnya 1,2 %. Hasil etil
alkohol 48,4 % Pasteur adalah sekitar 94,5 % dari nilai teoritis Gay-Lussac (51,1
%). Dalam kenyataannya jarang di perusahaan diperoleh efisiensi fermentasi
lebih besar dari 90 % total gula invert yang diubah menjadi etanol (Wahyudi,
1997).
III.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
a. Nutrisi (zat gizi)
Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya :
- Unsur C : ada pada karbohidrat.
- Unsur N : dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen,
ZA, urea, anomia, pepton dan sebagainya.
- Unsur P : penambahan pupuk fospat dari NPK, TSP, DSP dan lain-
lain.
- Mineral-mineral.
- Vitamin-vitamin
b. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkoholis, ragi memerlukan media suasana asam,
yaitu antara pH 4,8– 5,0. Pengaturan pH dilakukan penambahan asam
sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikabonat jika substratnya
asam.
c. Temperatur
Temperatur optimum untuk dan pengembangbiakan adalah 28 °C – 30
°C pada waktu fermentasi, terjadi kenaikan panas, karena ekstrim.
Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan
supaya suhu dipertahankan tetap 28 °C – 30 °C.
d. Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara).
Namun demikian, udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum
fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel.
(Harahap, 2003)
III.5 Aplikasi Dalam Industri
”Pembuatan Anggur Pepaya Dengan Proses Fermentasi”
Tanaman pepaya tergolong tanaman yang banyak diusahakan oleh petani
Indonesia. Indonesia termasuk penghasil pepaya (carica papaya) kedua
terbesar di Asia. Perlakuan yang teliti akan diproduksi hasil berkisar antara 6 -
12 ton/hektar. Kehilangan hasil buah pepaya selama penyimpanan dan
transportasi setelah panen tergolong masih tinggi mencapai 45,6 - 100 %.
Kondisi ini disebabkan oleh daya kesegaran buah yang rendah (3 - 4 hari
setelah panen). Buah makin cepat rusak dan tidak layak dikonsumsi jika indeks
panennya makin rendah. Disamping itu varietas- varietas yang pupoler di
masyarakat menunjukkan ciri tidak terus menerus berbuah, sehingga
ditemukan panen raya yang menyebabkan pasokan buah melebihi permintaan
sehingga banyak buah pepaya terlalu matang dan rusak. Salah satu alternatif
teknologi pengolahan buah pepaya yang terlalu matang atau rusak yang
potensial untuk dikembangkan adalah pembuatan anggur dari buah pepaya
yang diperoleh dengan cara fermentasi.
Produksi minuman anggur buah pepaya dapat dilakukan melalui proses
fermentasi alkohol dari sari buah pepaya. Proses fermentasi ini dapat berjalan
dengan bantuan mikroba yang mengubah karbohidrat atau gula menjadi
alkohol. Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba
saccharomyces cerevisiae. Fermentasi alkohol ini dilakukan secara anaerobik
yaitu mula-mula dengan inokulasi ragi roti dengan nutrien (NH4)2SO4,
(NH4)3PO4, dan bahan baku sari buah pepaya dalam proses pembuatan starter.
Setelah diperoleh starter maka dilakukan proses fermentasi terhadap sari buah
pepaya steril yang telah mengandung (NH4)2SO4 dan (NH4)3PO4. Untuk
mempertahankan pH 4,0 sampai 4,5 digunakan HCl 2 N yang diteteskan ke
dalam sari buah pepaya (Manurung, 2005).
Flowchart ”Pembuatan Anggur Pepaya Dengan Proses Fermentasi”
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Anggur Pepaya Dengan Proses Fermentasi
(Manurung, 2005)
Mulai
Buah pepaya yang hampir busuk dikupas dan diblender
Selesai
Ditambah air sebanyak 40 %
Disaring dan diambil sari pepayanya
Diatur pH nya antara 4 – 4,5
Ditambahkan amonium fosfat (Na3PO4) sebanyak 0,25 g/l
Dipasteurisasi pada suhu 80 °C selama 15 menit.
Didinginkan pada suhu 20-25 °C
Didapatkan alkohol yang diinginkan
Ditambahkan starter saccharomyces cerevisiae sebanyak 10 ml dan didiamkan hingga tujuh hari
Dimasukkan ke dalam botol fermentasi sebanyak 100 ml
Diambil 100 ml sampel dan didestilasi
IV. BAHAN DAN PERALATAN
IV.1 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Amonium Sulfat ((NH4)2SO4)
Fungsi: berperan dalam proses perkembangbiakan mikroba dan
. ..menghambat pertumbuhan mikroba lain
2. Aquadest (H2O)
Fungsi: sebagai pelarut sampel.
3. Buah Salak
Fungsi: sebagai sampel yang akan difermentasi menghasilkan alkohol
dan sebagai sumber glukosa.
4. Glukosa (C6H12O6)
Fungsi : sebagai penambah jumlah gula pereduksi.
5. Kalium Klorida (KCl)
Fungsi: sebagai sumber mineral yang essensial.
6. Ragi Instant (Fermipan)
Fungsi : sebagai sumber mikroba.
IV.2 Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Batang Pengaduk
Fungsi: untuk mengaduk zat yang berada di dalam erlenmeyer.
2. Beaker Glass
Fungsi: Sebagai wadah larutan salak ditimbang.
3. Blender
Fungsi: untuk menghaluskan sampel.
4. Erlenmeyer
Fungsi: sebagai wadah untuk menampung larutan salak.
5. Gabus
Fungsi: untuk menutup labu leher tiga.
6. Gelas Ukur
Fungsi: Untuk mengukur volume alkohol yang dihasilkan.
7. Karet Gelang
Fungsi: untuk mengikat plastik pada labu erlenmeyer.
8. Kompor
Fungsi: Sebagai sumber panas.
9. Labu Leher Tiga
Fungsi: sebagai tempat larutan salak di distilat.
10. Lem Glukol
Fungsi: untuk merekat gabus dengan labu leher tiga.
11. Pendingin Leibig
Fungsi: untuk mendinginkan uap alkohol agar mengembun.
12. pH Indikator
Fungsi: Untuk mengukur pH larutan salak sebelum dan sesudah
inkubasi.
13. Plastik
Fungsi: untuk menutup labu erlenmeyer.
14. Rotary Shaker
Fungsi: untuk mengguncang larutan salak.
15. Selang
Fungsi: sebagai jalur lewat distilat alkohol.
16. Selotip
Fungsi: untuk merekat sambungan gabus dan labu leher tiga agar tidak
..terjadi penguapan.
17. Spatula
Fungsi: sebagai alat mengambil sampel.
18. Statif dan klem
Fungsi: untuk menahan labu leher tiga dan pendingin Leibig.
19. Termometer
Fungsi: Untuk mengukur suhu larutan pada proses distilasi.
V. PROSEDUR PERCOBAAN
5.1 Prosedur Perlakuan I
1. Dimasukkan sampel buah salak yang telah dihaluskan sebanyak 1 liter
ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan 100 gr glukosa.
3. Ditambahkan 50 ml aquadest (H2O), 10 loop KCl, 10 loop (NH4)2SO4
dan 10 gram ragi instan fermipan, dan diaduk hingga merata.
4. Ditutup erlenmeyer dengan plastik dan diikat dengat karet gelang.
5. Diaduk dengan rotary shaker selama 10 menit dan diukur pH-nya.
6. Disimpan dalam steril kabinet selama 144 jam. Setelah itu diukur pH-
nya.
7. Sampel hasil fermentasi didistilasi untuk diperoleh jumlah alkohol yang
dihasilkan.
8. Dihitung jumlah alkohol yang diperoleh.
5.2 Rangkaian Peralatan
Gambar 5.1 Rangkaian Peralatan Percobaan Fermentasi Alkohol
bunsen
Statif dan Klem
Gelas Ukur
5.3 Flowchart Percobaan
5.4.1 Flowchart Prosedur Percobaan Fermentasi Alkohol Perlakuan I
]
Ya
Tidak
Gambar 5.2 Flowchart Prosedur Percobaan Fermentasi Alkohol Perlakuan I
Mulai
Dihaluskan salak lalu ditimbang sebanyak 1 liter dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 50 ml aquadest (H2O) dan 100 gram glukosa
Ditambahkan (NH4)2SO4 10 loop
Ditambahkan ragi instant (Fermipan) 10 gram
Ditambahkan KCl 10 loop
Ditutup erlenmeyer dengan plastik dan diikat erat dengan karet gelang
Diletakkan erlenmeyer pada rotary shaker dan diputar selama 10 menit dan diukur pH-nya
Apakah sudah 144 jam ?
Didestilasi hingga diperoleh alkohol dan diukur jumlah alkohol yang diperoleh
Diaduk zat di dalam erlenmeyer dengan batang pengaduk
Disimpan dalam steril cabinet 144 jam
Selesai
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Percobaan
Berikut adalah hasil percobaan yang didapat dan disajikan dalam bentuk
tabel :
Tabel 6.1 Hasil Percobaan Fermentasi Alkohol dengan Sampel Buah Salak
No
.Perlakuan
Lama
Fermentasi
(hari)
Jenis Ragi
pH Jumlah
Alkohol
(ml)Sebelum Sesudah
1
I
3 Fermipan 5 4 8
2 5 Fermipan 4 3 73
3 7 Fermipan 4 3 63
6.2 Pembahasan
Tabel 6.1 menunjukkan hasil percobaan fermentasi alkohol dengan sampel
buah salak. Perlakuan I merupakan perlakuan dimana larutan salak ditambah
dengan 10 loop (NH4)2SO4, 10 loop KCl dan 10 gram ragi instant (Fermipan).
Menurut tabel di atas, pada perlakuan I dengan waktu fermentasi 72 jam,
jumlah alkohol yang dihasilkan adalah 8 ml, pada waktu fermentasi 120 jam
alkohol yang dihasilkan adalah 73 ml, dan untuk waktu fermentasi 144 jam
dihasilkan alkohol sebanyak 63 ml. Dari percobaan diketahui jumlah alkohol
yang dihasilkan bertambah seiring dengan lamanya waktu fermentasi.
Besarnya kadar alkohol yang dihasilkan melalui proses hidrolisis
fermentasi dipengaruhi oleh variabel rasio massa ragi dan jenis ragi yang
digunakan. Adanya kecenderungan kenaikan kadar alkohol yang dihasilkan
dengan semakin banyaknya ragi yang digunakan, baik untuk jenis ragi tape
maupun ragi roti. Namun, kadar etanol maksimum terdapat pada saat
fermentasi menggunakan ragi tape. Karena starter ragi tape merupakan
populasi campuran dari genus Aspergilus, Saccharomyces, Candida, dan
Hansemula, serta Acetobacter. Genus – genus ini saling berkesinambungan,
dimana Aspergilus dapat menyederhanakan gula, Saccharomyces, Candida,
dan Hansemula dapat menguraikan gula menjadi alkohol. Sedangkan
Acetobacter menguraikan alkohol menjadi asam asetat (Dahlan, dkk., 2012).
Pada proses fermentasi, akan terjadi perombakan karbohidrat menjadi
glukosa dan fruktosa, serta senyawa lainnya. Enzim invertase yang dihasilkan
oleh Saccharomyces cerevisiae akan mengubah glukosa menjadi alkohol.
Semakin besar ragi dan semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak
glukosa yang dirombak menjadi alkohol dan senyawa lainnya. Pada proses
fermentasi, akan menghasilkan etanol sebagai produk utama. Selain itu
dihasilkan juga karbon dioksida dan asam – asam organik. Asam yang
dihasilkan sebagai produk sampingan inilah yang membuat pH larutan semakin
rendah. Khamir akan tumbuh baik pada pH antara 3,5 – 5,5 karena tingkat
keasaman sangat berpengaruh pada perkembangan bakteri. Nilai pH
dipengaruhi oleh produk yang dihasilkan selama fermentasi. Produk yang
dihasilkan Saccharomyces cerevisiae adalah alkohol yang bersifat asam.
Sehingga pada waktu bertambah, maka semakin banyak alkohol yang
terbentuk. Kondisi ini menyebabkan pH substrat semakin rendah (Bestari, dkk.,
2013).
Hal ini tidak sesuai dengan hasil percobaan. Alkohol yang dihasilkan pada
fermentasi 7 hari, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan alkohol hasil
percobaan kelompok XXI dengan waktu fermentasi 5 hari. Penyimpangan yang
terjadi mungkin disebabkan karena terjadinya kontaminasi bahan, tidak
tercampurnya ragi dan sampel secara merata, ataupun adanya celah pada
wadah fermentasi sehingga fermentasi tidak berlangsung sempurna.
Namun, untuk penurunan pH, hasil percobaan sesuai dengan teori, dimana
semakin lama waktu fermentasi maka pH substrat semakin rendah. Pada waktu
fermentasi 5 hari dan 7 hari, pH substrat adalah 3, sedangkan sesudah
fermentasi selama 3 hari, pH substrat adalah 4.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaaan fermentasi alkohol, maka praktikan dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Volume alkohol yang dihasilkan pada perlakuan I untuk fermentasi
selama 7 hari adalah 63 ml, fermentasi selama 5 hari sebesar 73 ml,
dan fermentasi selama 3 hari sebesar 8 ml.
2. Untuk fermentasi selama 5 hari dan 7 hari, pH larutan salak sebelum
fermentasi adalah 4 dan pH sesudah fermentasi adalah 3. Sedangkan
untuk fermentasi selama 3 hari, pH larutan salak sebelum fermentasi
adalah 5 dan pH sesudah fermentasi adalah 4.
3. Terjadi perubahan nilai pH larutan salak selama fermentasi.
4. Dari percobaan, didapatkan bahwa waktu fermentasi yang semakin
lama berpengaruh dalam jumlah alkohol yang dihasilkan.
5. Dari percobaan, didapatkan bahwa fermentasi dengan penambahan
nutrien berpengaruh dalam jumlah alkohol yang dihasilkan.
7.2 Saran
Setelah melakukan percobaan fermentasi alkohol, praktikan dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Disarankan dalam melakukan penghalusan sampel, jangan terlalu
banyak menambahkan air, agar larutan tidak terlalu encer. Karena kadar
glukosanya akan semakin sedikit.
2. Disarankan untuk memvariasikan konsentrasi larutan salak yang
digunakan, sebagai perbandingan hasil percobaan.
3. Disarankan sebelum melakukan fermentasi, dilakukan sterilisasi
terlebih dahulu untuk mengurangi adanya mikroba lain yang tidak
diinginkan.
4. Lama pengadukan dengan rotary shaker hendaknya lebih lama agar
larutan dapat tercampur merata.
5. Volume pelarut terhadap berat sampel yang digunakan sebaiknya
divariasikan agar dapat diperoleh jumlah alkohol yang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, Arifani, E. Sutrisno, dan S. Sumiyati. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Bioetanol dari Limbah Kulit Pisang Kepok dan Raja. Jurnal.
Departemen Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang
Dahlan, M. Hatta, H. S. Jhonprimen, A. Turnip. 2012. Pengaruh Massa Ragi, Jenis
Ragi dan Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian. Jurnal Teknik
Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Manurung, Renita. 2005. Pembuatan Anggur Pepaya Dengan Proses Fermentasi.
http://repository.usu.ac.id/ . Diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Nurul, 2011. Optimasi Fermentasi. http://repository.unhas.ac.id/. Diakses 1
Desember 2013.
Harahap, Hamidah. 2003. Karya Ilmiah Produksi Alkohol. Universitas Sumatera
Utara.
Wahyudi. 1997. Produksi Alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus dengan Tetes
Tebu (Molase) sebagai Bahan Baku Utama. Institut Pertanian Bogor.