laporan akhir riset invensi udayana tahun i...terhadap penyakit blas. penyakit blas disebabkan oleh...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
RISET INVENSI UDAYANA
TAHUN I
PENGEMBANGAN FORMULA PLANT GROWTH PROMOTING
RHIZOBACTERIA UNTUK MENGINDUKSI KETAHANAN
TERHADAP PENYAKIT BLAS DAN MENINGKATKAN HASIL
TANAMAN PADI LOKAL BALI
Tim Peneliti Prof.Dr.Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc./0028115802
Khamdan Khalimi, SP., M.Si./0001047805 Drs. Anak Agung Ketut Darmadi, M.Si./0015016801
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
Nomor : 246-361/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
2015
Pengembangan Formula Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk
Menginduksi Ketahanan terhadap Penyakit Blas dan Meningkatkan Hasil
Tanaman Padi Lokal Bali
ABSTRAK
Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae Cav. merupakan
salah satu penyakit penting pada tanaman padi termasuk tanaman padi lokal Bali.
Pengendalian penyakit blas bisa dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
pengendalian patogen, dan peningkatan ketahanan tanaman padi terhadap
penyakit blas. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan plant growth
promoting rhizobacteria (PGPR) yang dapat menginduksi ketahanan tanaman
padi lokal Bali terhadap penyakit blas. Ada 5 (lima) varietas padi lokal Bali yang
dikoleksi dan dapat ditumbuhkan yaitu Padi Merah, Ketan Medang Selem, Cicih
Medang Putih, Cicih Medang Selem, dan Ketan Hitam (Injin). Varietas Padi
Merah merupakan jenis padi lokal Bali yang paling peka di antara 5 jenis padi
lokal Bali yang diuji ketahanannya terhadap penyakit blas. Rizobakteri diisolasi
dari rizosfer 13 jenis tanaman yang tumbuh di Bali dan dapat diisolasi sebanyak
95 isolat rizobakteri. Sebanyak 9 isolat menunjukkan sifat sebagai plant growth
promoting rhizobacteria (PGPR) karena dapat memacu pertumbuhan tanaman
padi varietas Padi Merah yaitu isolat O3.8, O3.9, OR.3., Al7Kla, Al2TT, KtE7,
KdDDA2, Bm5Sa dan Sr2Ta. Empat isolat PGPR yaitu Al7Kla, OR3, O3.8, dan
KdDDA2 terbukti mampu menginduksi ketahanan tanaman padi terhadap
penyakit blas. Hasil amplifikasi PCR terhadap 16S rDNA menghasilkan fragmen
DNA berukuran 1300 pb. Hasil analisis menggunakan metode Maximum
Parsimony (MP) dengan 1000 kali ulangan Bootstrap menunjukkan bahwa
spesies isolat Al7Kla adalah Providencia rettgeri.
Development of Plant Growth Promoting Rhizobacteria Formula to Induce
Resistance Against Blast Disease and Increase the Yield of Rice Bali Local
Variety
ABSTRACT
Rice blast disease caused by Pyricularia oryzae Cav. is one of important diseases
in rice, including Bali local varieties. There are two approaches can be done to
control the blast disease, i.e. controlling the pathogen and inducing rice resistance
against rice blast disease. This study was done to find plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR) that serve as resistance inducing agent against rice blast
disease in rice Bali local variety. Rhizobacteria were isolated from rhizosfers of
13 plant species grown in Bali. There are five rice Bali local varieties were
collected and successfully grown in this study namely Padi Merah, Ketan
Medang Selem, Cicih Medang Putih, Cicih Medang Selem, and Ketan Hitam
(Injin). Padi Merah is the most succeptible against rice blast disease among five
varieties tested under laboratory condition. There are 95 isolates of rhizobacteria
were isolated from 13 species of plants grown in Bali, and among them nice
isolates namely O3.8, O3.9, OR.3., Al7Kla, Al2TT, KtE7, KdDDA2, Bm5Sa,
and Sr2Ta were served as PGPR because they could promote the root formation.
Four isolates viz. Al7Kla, OR3, O3.8, and KdDDA2 capable of inducing
resistance against rice blast disease. The result of PCR amplification of 16S
rDNA resulted in DNA fragment with the size 1,300 bp. Based on analysis of
Maximum Parsimony (MP) with 1,000 Boostrap replications revelaed that
species of isolate Al7Kla is Providencia rettgeri.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................... 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan.............................................. 1
1.2. Tujuan Khusus..................................................................... 2
1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian........................................... 2
1.4. Luaran Penelitian................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................. 6
2.1. Keragaman Genetik Padi................................................. 6
2.2. Penyakit Blas dan Upaya Pengendaliannya........................ 7
2.3. Plant Growth Promoting Rhizobacteria............................ 10
2.4. Ketahanan Terinduksi...................................................... 12
BAB III. METODE PENELITIAN............................................... 14
3.1. Koleksi Benih Padi Lokal Bali........................................ 14
3.2. Uji Ketahanan terhadap Penyakit Blas............................. 14
3.3. Isolasi Rizobakteri........................................................ 16
3.4. Uji Kemampuan Rizobakteri untuk Memacu Pertumbuhan
Bibit Padi Lokal Bali.....................................................
16
3.5. Pengujian Kemampuan Rizobakteri untuk Menginduksi
Ketahanan.....................................................................
17
3.6. Identifikasi Rizobakteri.................................................. 18
BAB IV.
4.1
HASIL PENELITIAN ..........................................................
Varietas Padi Lokal Bali yang Dikoleksi .............................
20
20
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6.
BAB. V
5.1.
5.2.
Ketahanan terhadap Penyakit Blas
Isolat Rizobakteri yang Diperoleh ........................................
Isolat Rizobakteri sebagai PGPR .........................................
PGPR yang Dapat Menginduksi Ketahanan .......................
Hasil amplifikasi DNA ........................................................
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT ........................
Kesimpulan ...........................................................................
Tindak Lanjut .......................................................................
25
26
29
30
30
34
34
34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................
LAMPIRAN
35
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel
Judul Halaman
4.1 Persentase bibit padi lokal Bali yang terinfeksi
penyakit Blas setelah diinokulasi dengan spora jamur
Pyricularia oryzae .......................................................
26
4.2 Daftar nama isolat rizobakteri yang diisolasi dari
rizosfer beberapa jenis tanaman di Bali ......................
26
4.3
4.4
Daftar nama isolat rizobakteri yang dapat memacu
pertumbuhan akar tanaman Padi Merah ......................
Perbandingan persentase kemiripan gen 16S RNA
rizobakteri isolat Al7Kla dengan beberapa sekuen
DNA di Genbank menggunakan program BLAST .....
30
32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Halaman
4.1 Padi Cicih Medang Selem ............................. 20
4.2 Cicih Medang Putih ....................................... 21
4.3 Padi Merah Penebel ....................................... 22
4.4 Ketan Hitam (Injin) ........................................ 23
4.5 Ketan Medang Selem ..................................... 24
4.6
4.7
4.8
Padi Del ..........................................................
Amplifikasi PCR gen 16S rRNA rizobakteri
dengan primer 63F dan 1387R. M1= 1 kb
DNA ladder (Thermo), Lane 1-4 berturut
turut adalah isolat Al7Kla, O3.8, KdDDA2,
OR3. M2 = 100 bb DNA ladder (Thermo) ....
Pohon filogeni yang dibangun dari sekuen
gen 16S RNA dari library Genbank bakteri
yang telah diidentifikasi. Nilai Bootstrap
sebesar 77% ...................................................
25
31
33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia memiliki banyak ragam varietas padi lokal yang tersebar di
seluruh nusantara. Introduksi beberapa jenis varietas padi unggul menyebabkan
jenis padi lokal mulai ditinggalkan dan diperkirakan sedikitnya 9.000 padi
varietas lokal punah dari 12.000 varietas padi lokal yang dimiliki Indonesia.
Hilangnya ribuan varietas padi lokal tersebut terjadi ketika lembaga penelitian
padi dunia (IRRI) mengambil untuk dikembangkan menjadi varietas unggul
(Adinata, 2003). Jumlah plasma nuftah padi lokal yang terdaftar di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Departemen Pertanian hanya 3.800 plasma nuftah (Anwar, 2008).
Ada beberapa jenis padi lokal Bali yang dibudidayakan oleh petani Bali
seperti varietas cicih gundil, ijo gading, cicih medang selem, beras merah, ketan,
ketan hitam dan cicih. Secara umum, jenis padi lokal Bali memiliki umur dalam
(panjang), batang relatif tinggi, leher malai relatif panjang dengan rasa nasi pulen
dan disukai oleh konsumen. Walaupun demikian, tidak banyak petani Bali
membudidayakan jenis padi lokal Bali karena produktivitasnya rendah dan umur
panennya lebih panjang bila dibandingkan dengan varietas padi unggul.
Produktivitas padi lokal paling banyak 4 ton per hektar dengan umur panen 5-6
bulan setelah tanam, sedangkan produktivitas padi unggul bisa mencapai lebih
dari 7 ton dengan umur panen sekitar 3 bulan (Swatantra, 2013; Suprapta et al.,
2014a). Rendahnya produktivitas padi lokal Bali disebabkan karena jenis padi ini
tidak responsif terhadap pemupukan. Sifat ini kemungkinan disebabkan oleh sifat
perakaran tanaman padi lokal yang memiliki jumlah bulu akar terbatas. Selain
kurang responsif terhadap pemupukan, beberapa jenis padi lokal juga peka
terhadap penyakit blas. Penyakit blas disebabkan oleh jamur Magnaporthe grisea
Barr (anamorf Pyricularia grisea Sacc., synonym Pyricularia oryzae Cav.) (Kato,
2001). Kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit ini bervariasi tergantung
kondisi lingkungan, yaitu di Jepang antara 1-100% (Kato, 2001), di China sebesar
70% (Chin, 1975). Beberapa rizobakteri yang dikenal sebagai plant growth
promoting rhizobacteria (PGPR) terbukti bisa meningkatkan jumlah bulu akar
tanaman, meningkatkan hasil dan menginduksi ketahanan terhadap penyakit
tertentu (Wei, 1991; Press et al., 1997; Palukaitis et al., 1992; Sherata et al., 2008;
Khalimi, 2009; Suprapta et al., 2014b).
Berdasarkan fakta di atas, maka perlu dilakukan upaya intensif untuk dapat
meningkatkan produktivitas tanaman padi lokal Bali agar jenis padi ini
menguntungkan untuk dibudidayakan dan mencegah kepunahannya.
1.2. Tujuan Khusus
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas
maka penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk :
1) Mengkoleksi padi lokal Bali yang masih dibudidayakan di berbagai daerah di
Bali.
2) Melakukan karakterisiasi morfologi padi varietas lokal Bali yang masih
dibudidayakan sampai saat ini.
3) Menguji ketahanan padi lokal Bali terhadap penyakit blas
4) Mendapatkan agen hayati berupa plant growth promoting rhizobacteria
(PGPR) yang dapat meningkatkan jumlah bulu akar, meningkatkan hasil dan
menginduksi ketahanan padi lokal Bali terhadap penyakit blas.
5) Menghasilkan formula PGPR yang berfungsi meningkatkan jumlah bulu akar,
meningkatkan hasil dan menginduksi ketahanan padi lokal Bali terhadap
penyakit blas.
6) Menghasilkan publikasi ilmiah pada jurnal internasional.
7) Menghasilkan hak paten formula PGPR yang sudah teruji pada skala lapangan
untuk meningkatkan produktivitas padi lokal Bali.
1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Padi lokal, atau varietas padi lokal atau sering disebut landrace, adalah jenis
tanaman padi yang telah ditanam di suatu daerah dan lingkungan tertentu selama
bertahun-tahun sehingga telah beradaptasi dengan lingkungan setempat seperti
tingkat kesuburan tanah, iklim, cara budidaya serta hama dan penyakit setempat.
Jenis padi lokal dapat digunakan sebagai sumber gen untuk sifat-sifat tertentu
yang diinginkan dalam upaya pemuliaan tanaman padi.
Tanaman padi lokal Bali merupakan bagian dari sumber plasma nuftah
(sumber daya genetik) padi nasional yang sangat diperlukan untuk menghasilkan
varietas padi unggul baru. Pada tahun 1970 telah dapat dikoleksi sebanyak 11.690
varietas padi lokal nusantara (Khush, 1996). Sebagian dari jenis padi lokal ini
telah mengalami kepunahan akibat introduksi besar-besaran varietas padi unggul
dan hibrida yang berumur pendek dan dengan daya hasil yang tinggi. Berdasarkan
survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan November sampai Desember 2014
di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Buleleng dan Karangasem ditemukan sebanyak 5
(lima) jenis padi lokal Bali yaitu Cicih Medang Selem, Cicih Medang Putih, Beras
Merah, Ketan Hitam (Injin), dan Ketan. Beberapa varietas yang sebelumnya
pernah dibudidayakan dan cukup popular di kalangan petani Bali seperti varietas
Ijo Gading dan Cicih Gundil belum diperoleh. Diketahui bahwa berbagai sifat
yang dimiliki oleh varietas padi unggul dan padi hibrida sesungguhnya berasal
dari sifat-sifat yang dimiliki oleh padi lokal. Oleh karena itu, bila padi lokal
mengalami kepunahan maka akan terjadi kepunahan kekayaan sumber daya
genetik bagi pengembangan varietas padi unggul. Perlu ada upaya secara terus
menerus untuk mengidentifikasi masalah serta dirumuskan pemecahan masalah
untuk melindungi, melestarikan dan memanfaatkan padi lokal Bali secara
berkelanjutan.
Ada dua masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui penelitian ini
yaitu masalah sifat padi lokal Bali yang kurang responsif terhadap pemupukan
karena terbatasnya jumlah bulu akar, dan masalah kepekaan terhadap penyakit
blas. Beberapa peneliti sebelumnya telah berhasil menemukan rizobakteri yang
yang berfungsi untuk meningkatkan jumlah bulu akar, meningkatkan hasil dan
menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu (Wei, 1991; Press et
al., 1997; Palukaitis et al., 1992; Sherata et al., 2008; Khalimi, 2009; Suprapta et
al., 2014b).
Penggunaan PGPR memiliki beberapa keunggulan, diantarannya: pertama,
dapat menghasilkan ketahanan tanaman terinduksi (induced-resistance).
Ketahanan penyakit terinduksi adalah proses aktivasi ketahanan tanaman secara
fisik atau kimia yang dipicu oleh mikroorganisme dalam hal ini PGPR..
Ketahanan sistemik terinduksi atau systemic induced resistance terjadi akibat
perlakuan rizobakteri berspektrum luas baik terhadap virus, bakteri maupun jamur
(Murphy, 2000). Verhagen et al. (2006) melaporkan bahwa rhizobacteria
Pseudomonas aeruginosa yang diaplikasikan pada akar dapat menginduksi
ketahanan tembakau terhadap infeksi Tobacco mosaic virus. Kishore et al. (2005)
melaporkan bahwa rhizobakteria Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon
pemacu pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan 9% berat kering tanaman
jagung, sedangkan Salmonella liquefaciens meningkatkan 10% berat kering
dibandingkan kontrol. Khalimi (2009) melaporkan bahwa rhizobakteria P.
aeruginosa Paj yang diformulasikan dalam bentuk kompos dapat meningkatkan
berat kering akar kedelai sebesar 67,52%, berat kering biomassa kedelai sebesar
224,6%, dan berat kering biji kedelai sebesar 232,2 % dibandingkan kontrol.
Kedua, PGPR merupakan rizobakteri yang diisolasi dari daerah perakaran
tanaman padi dan seralia lainnya secara local sehingga tidak perlu dikhawatirkan
akan menjadi pencemar lingklungan. PGPR yang dihasilkan mampu melakukan
perbaikan terhadap sistem perakaran, terutama meningkatkan jumlah bulu akar
tanaman padi sehingga mampu meningkatkan luas permukaan akar dan lebih
efisien untuk menyerap unsur hara tanah. Selain itu, penggunaan formula PGPR
akan dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetis, sehingga potensi pencemaran
lingkungan, khususnya perairan bisa dikurangi.
Ketiga, PGPR bisa menginduksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit
blas, sehingga bisa mengurangi penggunaan pestisida sintetis, lebih murah,
sederhana dan menguntungkan petani.
Keempat, formula PGPR yang dihasilkan bersifat non-patogen dan tidak
membahayakan baik manusia maupun lingkungan.
Pemanfaatan formula PGPR untuk memacu pertumbuhan tanaman padi
khususnya jenis padi lokal dan untuk menginduksi ketahanan tanaman terhadap
penyakit masih relatif sedikit dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian
ini sangat penting untuk dilakukan, sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan
produktivitas padi lokal Bali dalam upaya pelestarian plasma nuftah padi lokal
nusantara dan memantapkan ketahanan pangan nasional.
1.4. Luaran Penelitian
Ada beberapa luaran yang ditargetkan untuk dihasilkan pada penelitian
yang direncanakan berlangsung selama 3 (tiga) tahun yaitu :
1) Benih varietas padi lokal Bali yang masih dibudidayakan sampai saat ini oleh
petani di beberapa daerah di Bali.
2) Data tentang karakteristik morfologi varietas padi lokal Bali yang masih ada
sampai saat ini.
3) Data tentang ketahanan varietas lokal Bali terhadap penyakit blas yang
disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae.
4) PGPR yang dapat memacu pertumbuhan bulu akar dan menginduksi ketahanan
padi lokal Bali terhadap penyakit blas.
5) Formula PGPR yang siap diaplikasikan di lapangan untuk memacu
pertumbuhan, menginduksi ketahanan terhadap penyakit blas dan
meningkatkan hasil padi lokal Bali.
6) Paper yang diterbitkan pada jurnal ilmiah internasional minimal sebanyak 2
(dua) buah.
7) Hak paten formula PGPR untuk memacu pertumbuhan, menginduksi ketahanan
terhadap penyakit blas dan meningkatkan hasil tanaman padi lokal Bali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keragaman Genetik Padi
Genus Oryza memiliki 22 spesies (Kush, 1997; Vaughan, 1994) tetapi
jenis tanaman padi yang dibudidayakan di Asia umumnya tergolong spesies Oryza
sativa. Dalam spesies Oryza sativa telah terbentuk populasi genotipe padi yang
sangat beragam dari satu sentra produksi ke sentra produksi lainnya. Populasi
genotipe yang homogen, unik dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar.
Setiap varietas padi memiliki persamaan berbagai sifat, tetapi juga memiliki
karakter yang unik. Adanya persamaan dan perbedaan sifat tersebut digunakan
untuk mengetahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan genetik antara varietas
padi. Pengelompokan berdasarkan karakter yang sama merupakan dasar dalam
pengklasifikasian varietas.
Berdasarkan perbedaan karakter morfologi dan wilayah adaptasi
agroekosistem, Oryza sativa dibedakan menjadi tiga subspecies (Chang, 1988).
1. Subspesies Indica, umumnya tersebar di Negara-negara tropis.
2. Subspesies Japonica, menyebar di Negara-negara subtropis seperti Jepang,
Korea, Eropa, Afrika, Australia, Amerika Utara dan Amerika Selatan.
3. Subspesies Javanica atau subjaponica atau Japonica tropis, atau indojaponica,
menyebar di Jawa, Bali, dan Lombok. Misalnya Pandanwangi (Cianjur),
Rojolele (Klaten), Ketan Bulu Putih (Garut). Padi Javanica juga dikenal
dengan “padi bulu” yang telah digunakan oleh IRRI sebagai tetua donor dalam
perakitan padi varietas unggul (IRRI, 1995).
Padi varietas lokal telah ditanam secara turun menurun oleh petani di suatu daerah
dan telah beradaptasi dengan kondisi tanah dan iklim di daerah tersebut. Secara
alami, varietas padi lokal telah teruji ketahanannya terhadap berbagai tekanan
lingkungan serta hama dan penyakit sehingga merupakan aset yang sangat
berharga bagi pemuliaan tanaman (Siwi dan Kartowinoto, 1989).
Walaupun varietas padi lokal sangat penting keberadaannya bagi
pemuliaan tanaman padi, dalam praktek varietas lokal semakin terdesak
keberadaannya karena meluasnya penanaman varietas padi unggul. Hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya erosi genetik yaitu berkurangnya dan bahkan punahnya
sejumlah varieas padi lokal yang memiliki daya adaptasi spesifik pada kondisi
tertentu (Silitonga, 1998). Jumlah varietas padi lokal yang sudah dikoleksi pada
tahun 1987 sebanyak 11.980 yang terdiri atas 8.855 padi sawah, 2.134 padi gogo
dan 705 padi rawa. Sebagian besar merupakan golongan padi cere yaitu sebanyak
9.034 dan sebanyak 2.656 termasuk golongan padi bulu (Siwi dan Kartowinoto,
1989).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan November
sampai Desember 2014 di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Buleleng dan
Karangasem ditemukan sebanyak 5 (lima) jenis padi lokal Bali yaitu Cicih
Medang Selem, Cicih Medang Putih, Beras Merah, Ketan Hitam (Injin), dan
Ketan. Beberapa varietas yang sebelumnya pernah dibudidayakan dan cukup
populer di kalangan petani Bali seperti varietas Ijo Gading dan Cicih Gundil
belum diperoleh.
2.2. Penyakit Blas dan Upaya Pengendaliannya
Penyakit blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia
pertumbuhan. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi daun, disebut
blas daun (leaf blast) dan pada stadium generatif, selain dapat menginfeksi daun
juga menginfeksi leher malai yang disebut blas leher (neck blast) (Anonim, 2009).
Gejala penyakit blas dapat muncul pada daun, batang, malai dan gabah, tetapi
yang umum adalah pada daun dan leher malai.
Penularan penyakit blas terutama terjadi melalui konidia yang terbentuk
dan terlepas pada malam hari serta terbawa oleh angin. Konidium ini hanya
dilepasakan jika kelembaban relatif (RH) lebih dari 90% (Anonim, 2009). Konidia
melakukan penetrasi secar langsung dengan menembus kutikula. Bagian
permukaan daun dan daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Intensitas
penyakit blas dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kelebihan pupuk nirogen
dan kekurangan air. Kelebihan pupuk nitrogen dan kekurangan air, bisa
menyebabkan kadar silikon tanaman rendah dan meningkatkan kepekaan tanaman
padi terhadap infeksi jamur P. oryzae. Kandungan silikon dalam jaringan tanaman
menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi
terjadinya penetrasi patogen ke dalam jaringan tanaman. Pupuk nitrogen
berkorelasi positif terhadap intensitas penyakit blas, dimana semakin tinggi pupuk
nitrogne, semakin tinggi intensitas penyakit (Anonim, 2009). Bila periode basah
lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman
dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan
pembentukan apresorium adalah 25-28oC.
Keberhasilan pengelolaan penyakit blas pada padi dihasilkan oleh
pendekatan yang komprehensif dengan menerapkan beberapa strategi antara lain
teknik budidaya, penggunaan varietas tahan, dan penggunaan fungisida sintetis
(TeBeest, 2007; Ghazanfar et al., 2009; Anonim., 2009; IRRI, 2010).
Pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah
penggunaan varietas padi tahan, tetapi jamur Pyricularia oryzae sangat mudah
untuk membentuk ras baru yang lebih virulen sehingga bisa mematahkan
ketahanan padi terhadap penyakit blas. Jadi penggunaan varietas tahan sangat
dibatasi oleh waktu dan tempat, artinya varietas yang semua tahan setelah ditanam
beberapa musim akan menjadi peka, dan varietas yang tahan di satu tempat
mungkin peka di tempat lain (Anonim, 2009). Mengingat ketahanan padi terhadap
penyakit blas tidak bisa berlangsung lama, maka penggunaan varietas tahan perlu
didukung dengan komponen pengendalian lainnya. Sekitar 40 gen untuk
ketahanan terhadap blas telah diketahui, namun getotipe baru dari patogen
berkembang sangat cepat sehingga mematahkan ketahanan inang (Zeigler et al.,
1994). Pada beberapa situasi, penyakit blas bisa dikendalikan melalui penanaman
beberapa varietas dengan ketahanan yang berbeda disertai dengan modifikasi
teknik budidaya. Pengendalian blas malai (panicle blast) diperoleh melalui rotasi
varietas padi (Zhu et al., 2000). Penggunaan galur majemuk yang terdiri atas
beberapa galur yang membawa gen ketahanan yang berbeda sukses digunakan
untuk mengendalikan penyakit blas di Jepang (Koizumi, 2001).
Aplikasi nitrogen secara terpisah berdasarkan kebutuhan tanaman
direkomendasikan untuk mengurangi intensitas penyakit blas. Penggunaan pupuk
nitrogen yang berlebihan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, yang bisa
menibngkatkan kelembaban relatif (RH) dan tingkat kebasahan daun tanaman
sehingga sangat sesuai dengan perkembangan penyakit blas. Menggenangi tanah
sesering mungkin bisa efektif khususnya di daerah tropis (IRRI, 2010).
Penggunaan fungisida sintetis merupakan teknologi yang sangat praktis
dalam mengatasi penyakit blas, namun sering menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan diantaranya menimbulkan resistensi patogen dan pencemaran
bagi lingkungan. Banyak jenis fungisida telah dikembangkan untuk
mengendalikan penyakit blas, khususnya fungisida sistemik. Penggunaan
fungisida dengan mekanisme kerja yang mirip dalam periode yang lama tidak
dianjurkan, karena bisa menyebabkan munculnya populasi patogen yang resisten
terhadap fungisida (Kim et al., 2008). Beberapa jenis fungisida sintetis yang
sering digunakan untuk mengendalikan penyakit blas di Indonesia adalah Topsin
500 F, Topsin 70 WP, Kasumiron 25/1 WP dan Delsene MX 80 WP (Anonim,
2009). Ada dua teknik dasar yang dapat digunakan untuk mengelola penyakit
tanaman dengan fungisida sintetis, yaitu perlakuan benih untuk mencegah infeksi
pada bibit setelah berkecambah dan teknik menggunakan fungisida untuk
mencegah infeksi pada daun dan malai selama masa pertumbuhan. Perlakuan
fungisida bisa dilakukan sekali atau dua kali dengan menyemprotkan pada daun
untuk melindungi malai ketika baru muncul (TeBeest et al., 2007).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan agen hayati
untuk mengendalikan penyakit blas pada tanaman padi. Taguchi et al. (2003)
menguji Bacillus subtilis strain IK-1080 sebagai agen hayati untuk mengendalikan
penyakit blas pada padi. Ketika B. Subtilis IK-1080 dibiakan bersama-sama
dengan jamur patogen penyakit blas (Pyricularia grisea) pada medium potato
sucrose agar (PSA), pertumbuhan hifa jamur patogen tertekan. Kawamata et al.
(2004) menguji sebanyak 967 isolat jamur, sebagian besar tergolong spesies
Epicoccum, sebagai agen hayati untuk mengendalikan penyakit blas pada padi.
Lima isolat yaitu MKP5111B, MKP5112, NOP541, NOP5112 dan MKP33222
menunjukkan daya hambat yang sangat kuat terhadap perkecambahan konidia
jamur patogen penyakit blas karena menghasilkan antibiotika.
Bakteri antagonis, Serratia marcescens strain B2 diuji dan terbukti mampu
mengendalikan penyakit blas setelah disemprotkan pada tanaman padi dan
suspensi dituangkan ke dalam rhizozfir tanaman padi (Someya et al., 2002).
Induksi ketahanan terkait dengan peningkatan lipoxygenase yang diakibatkan oleh
perlakuan akar dengan strain B2, tetapi tidak terkait dengan peningkatan aktivitas
peroksidase, phenylalanine ammonia lyase, tyrosin ammonia lyase, BETA,-1,3-
glucanase, BETA,-1,4-glycosidase, N-acetylhexosaminidase atau chitinase
(Someya et al., 2002). Formulasi biofungisida yang mengandung bahan aktif
Serratia marcescens diuji untuk mengendalikan penyakit blas yang disebabkan
oleh Pyricularia ozyzae (Jaiganesh et al., 2007).
Formulasi agen hayati yang mengandung Bacillus megaterium diuji di
lapangan untuk mengendalikan penyakit blas di Thailand (Kanjanamaneesathian
et al., 2009). Hasil pengujian menunjukkan bahwa formula agen hayati yang
mengandung B. megaterium efektif untuk mengendalikan penyakit blas dan
meningkatkan hasil padi. Suprapta et al. (2014b) membuktikan bahwa formula
biofungisida yang mengandung suspensi Enterobacter agglomerans Gg14D
efektif menekan intensitas penyakit blas pada tanaman padi varietas Ciherang.
2.3. Plant Growth Promoting Rhizobacteria
Daerah perakaran tanaman dikenal dengan istilah rizosfer (Dobbelaere et
al., 2003). Daerah ini kaya akan unsur hara akibat akumulasi eksudat yang
dihasilkan tanaman seperti asam amino dan gula yang merupakan sumber energi
dan unsur hara bagi bakteri (Gray and Smith, 2005). Rizosfer ditempati oleh
banyak jenis mirkoorganisme, dan bakteri yang mengkolonisai rizosfer disebut
dengan rizobakteri (Schroth and Hancock, 1982). Bakteri yang hidup bebas pada
rizosfer dan bermanfaat bagi tanaman biasanya dikenal sebagai plant growth
promoting rhizobacteria (PGPR) (Kloepper et al., 1989). Sekitar 1-2%
rizobakteri dapat memacu pertumbuhan tanaman (Antoun and Kloepper, 2001).
Walaupun banyak jenis rizokateri diidentifikasi sebagai PGPR, tetapi sebagian
besar termasuk ke dalam genus Bacillus dan Pseudomonas (Podile and Keshore,
2006).
PGPR mempengarughi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu
secara langsung atau secara tidak langsung. Mekanisme secara langsung
dilakukan melalui produksi senyawa kimia oleh rizobakteri yang bermanfaat bagi
tanaman seperti hormon tumbuh, atau memfasilitasi penyerapan unsur hara dari
lingkungan (Glick, 1995). Pengaruh secara tidak langsung terjadi ketika PGPR
mengurangi atau mencegah mikroorganisme yang bersifat sebagai patogen
melalui produksi antibiotik atau melalui induksi ketahanan pada tanaman (Glick,
1995). Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa PGPR dapat memacu
pertumbuhan tanaman, menginduksi ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen
dan meningkatkan hasil tanaman (Wei, 1991; Press et al., 1997; Palukaitis et al.,
1992; Sherata et al., 2008; Khalimi, 2009; Suprapta et al., 2014b).
Mekanisme rhizobakteri dalam memacu pertumbuhan tanaman adalah (1)
mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam
indol asetat (IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-
aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman; (2) mampu
memfiksasi N2, mempengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar; (3)
mampu memproduksi osmolit sebagai osmoprotektan dalam kondisi cekaman
osmotik maupun cekaman kekeringan, seperti Azospirillum halopraeferens
menghasilkan osmoprotektan glisin betain yang mampu memacu aktivitas
nitrogenase dalam fiksasi N pada kondisi cekaman osmotik; (4) memberi efek
antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu produksi
antibiotik, siderofore, enzim kitinase, β-1,3-glucanase, sianida, parasitisme,
kompetisi sumber nutrisi dan relung ekologi; (5) melarutkan mineral fosfat; (6)
menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Fernando et al., 2005, Cattelan
et al., 1999).
Salah satu mekanisme rhizobakteri untuk melindungi tanaman adalah
menginduksi ketahanan sistemik sehingga adanya infeksi patogen bisa dihambat
dan tidak sampai mengganggu metabolisme tanaman. Ketahanan sistemik
terinduksi bergantung pada kolonisasi sistem perakaran oleh rhizobakteri.
Kolonisasi oleh rhizobakteri dapat terjadi melalui penyelubungan benih atau
penambahan suspensi rhizobakteri ke dalam tanah pada saat pindah tanam.
Aplikasi rhizobakteri dapat menginduksi ketahanan tanaman melalui
mekanisme ISR (induced systemic resistance) (Wei, 1991; Press et al, 1997).
Palukaitis et al. (1992) melaporkan bahwa perlakuan benih mentimun dan tomat
dengan rhizobakteri menghasilkan induksi ketahanan sistemik terhadap Cucumber
mosaic virus. Shehata et al. (2008) melaporkan bahwa perlakuan rhizobakteri
pada biji labu dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap Zuccini yellow
mosaic potyvirus dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tidak diberi
rhizobakteri. Khalimi (2009) melaporkan bahwa perlakuan Pseudomonas
aeruginosa isolate PaJ mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai. Hal
ini terbukti secara signifikan meningkatkan tinggi tanaman maksimum, jumlah
daun maksimum, dan luas daun maksimum. Perlakuan P.aeruginosa PaJ juga
mampu mengurangi penghambatan tinggi akibat infeksi Soybean stunt virus
(SSV), menurunkan konsentrasi SSV didalam tanaman kedelai, dan meningkatkan
aktivitas peroksidase. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa P. aeruginosa
isolate PaJ berhasil mereduksi keparahan penyakit kerdil pada tanaman kedelai
akibat infeksi SSV.
2.4. Ketahanan Terinduksi
Rizobakteri yang bersifat non-patogen terbukti dapat menekan penyakit
tanaman melalui mekanisme induksi ketahanan di dalam tanaman yang disebut
ketahanan sistemik terinduksi (Induced systemic resistance, ISR) (Van Loon et
al., 1998). Ketahanan terinduksi adalah suatu kondisi dimana kemampuan
pertahanan tanaman terhadap penyakit meningkat karena mendapat rangsangan
yang sesuai (Van Loon et al., 1998). Penomena ISR diuraikan oleh Van Peer et al.
(1991) pada tanaman carnation yang terlindungi secara sistemik oleh
Pseudomonas fluorescens strain WCS417r terhadap Fusarium oxysporum f.sp.
dianthi. Wei et al. (1991) juga melaporkan bahwa beberapa strain rizobakteri
melindungi daun tanaman mentimun dari penyakit antraknosa yang disebabkan
oleh Colletotrichum orbiculare. Sebagian besar genus rizobakteri yang telah
diteliti dan terbukti dapat menginduksi ketahanan tanaman berasal dari genus
Pseudomonas dan Bacillus (Kloepper et al., 2004; Van Wees et al., 2008).
Tanaman yang terinfeksi oleh patogen umumnya menghasilkan lebih
banyak asam jasmonat (jasmonic acid, JA) dan etilen (ET) sebagai petanda
pertahanan aktif terhadap infeksi patogen (De Laat and Van Loon, 1982;
Gundlach et al., 1992; Mauch et al., 1994). Ketergantungan ISR terhadap asam
jasmonat dan etilen karena meningkatnya kepekaan terhadap kedua jenis hormon
ini, bukan karena meningkatnya produksinya (Pieterse et al., 2000).
Kemampuan untuk mengembangkan ketahanan terinduksi sebagai respon
terhadap rizobakteri telah dibuktikan pada beberapa spesies tanaman (Van Loon et
al., 1998) dan tampaknya tergantung pada kekhususan interaksi antara rizobakteri
dan tanaman (Van Loon, 2007). Kegagalan untuk menginduksi ketahanan pada
inang tertentu mungkin disebabkan karena tidak adanya produksi komponen
penginduksi di dalam rizosfer atau ketidak mampuan spesies tanaman tertentu
untuk merespon senyawa tersebut (Van Loon, 2007). Fakta menunjukkan bahwa
diperlukan pengenalan khusus antara tanaman dan rizobakteri untuk menginduksi
ketahanan. Sebagai contoh, Pseudomonas putida WCS358r dan P. fluorescens
WCS374r bekerja dengan cara berbeda tergantung pada spesies tanaman. Pada
tanaman Arabidopsis, WCS358r menginduksi ketahanan, tetapi tidak pada lobak
dan carnation (Van Peer et al., 1991; Van Peer and Schippers, 1992; Van Wees et
al., 1997). Sebaliknya, tanaman lobak responsif terhadap P. fluorescens
WCS374r, tetapi tanaman Arabidopsis tidak responsif (Leeman et al., 1995; Van
Wees et al., 1997).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Koleksi Benih Padi Lokal Bali
Kegiatan pengumpulan benih padi lokal Bali akan dilakukan di seluruh Bali, baik
dari pertanaman maupun dari penyimpanan yang dilakukan oleh petani dan Balai Pusat
Sertifikasi Benih (BPSB) Bali. Beberapa informasi dicatat pada saat melakukan
pengumpulan benih yang meliputi nama varietas, lokasi, grup (cere atau bulu), umur
(genjah atau dalam) dan informasi lain yang terkait.
3.2. Uji Ketahanan terhadap Penyakit Blas
Uji ketahanan terhadap penyakit blas dilakukan terhadap semua varietas padi
lokal Bali yang berhasil dikumpulkan dan ditumbuhkan. Benih untuk setiap varietas
ditanam pada nampan plastik ukuran 30 x 15 x 5 cm yang diisi media tanah subur dan
kompos dengan perbandingan 3:1 ditambahkan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-
masing sebanyak 6 g, 3 g dan 2 g per nampan. Penambahan pupuk dilakukan sehari
sebelum tanam. Benih ditanam pada jarak tanam 3 cm x 4 cm Inokulasi dengan
suspensi spora jamur Pyricularia oryzae dilakukan pada tanaman berumur 18 hari
sejak tanam. Jamur dibiakan pada media rice floor agar (dalam 1 liter
mengandung 20 gram tepung beras, 2,5 gram yeast extract, 1,5 % agar dan air
suling) diinkubasi selama 2 minggu pada suhu 28 – 30oC. Spora jamur dipanen
dengan membasuh cawan Petri dengan 5-7 ml air steril mengandung 0,5% gelatin,
disaring dengan kain kasa 4 lapis, segera ditempatkan pada wadah dengan berisi
es untuk mencegah perkecambahan spora. Konsentrasi spora diatur menjadi 106
spora/ml. Inokulasi jamur dilakukan pada petang hari dengan menyemprotkan
suspensi spora sebanyak 50 ml per nampan. Segera setelah inokulasi, nampan
dimasukkan ke dalam ruang lembab selama 48 jam dengan kelembaban lebih dari
90%. Selanjutnya nampan dipindahkan ke dalam rumah kaca dengan alasnya kain
goni basah untuk mempertahankan kelembaban.
Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari untuk menentukan masa
inkubasi yaitu waktu antara waktu inokulasi dengan munculnya gejala penyakit
blas. Skala penyakit blas ditentukan pada umur 7 hari setelah inokulasi dengan
mengamati seluruh daun yang sudah membuka sempurna. Penentuan ketahanan
terhadap penyakit blas ditentukan berdasarkan sistem evaluasi standar untuk
penyakit blas daun yang dikembangkan IRRI (1996) dengan ketentuan :
- Skala 0-2 = tahan
- Skala 3 = moderat tahan
- Skala 4-6 moderat rentan
- Skala 7-9 = rentan
Penentuan intensitas penyakit dilakukan dengan rumus :
IP = 100%x )V x N (
v)x (ni Σ
Keterangan:
IP: intensitas penyakit
ni : banyak sampel dengan skala i
N : banyak semua daun sampel
V : skala keparahan tertinggi
v : skala keparahan penyakit (0-9)
Tabel.1 Skor penilaian tingkat serangan jamur P.oryzae (IRRI, 1996)
-
Skor Skala Kerusakan
0 Tidak ada bercak
1 Bercak sebesar ujung daun
2 Bercak lebih besar dari ujung daun
3 Bercak nekrotik, abu-abu, bundar, sedikit memanjang, ukuran 1-2 mm, tepi
coklat
4 Bercak khas blas (belah ketupat), luas daun terserang kurang 2 %
5 Bercak khas blas, luas daun terserang 2 – 10 %
6 Bercak khas blas, luas daun terserang 11– 25 %
7 Bercak khas blas, luas daun terserang 26 – 50 %
8 Bercak khas blas, luas daun terserang 51– 75 %, beberapa daun mulai mati
9 Semua daun mati
3.3. Isolasi Rizobakteri
Isolasi rizobakteri dilakukan dari rizosfir tanaman padi dan serealia
lainnya seperti jagung, rumput gajah, alang-alang dll. Pengambilan sampel rizosfir
tanaman padi dan serealia lainnya dilakukan di beberapa daerah di Bali.
Pengambilan sampel dari rizosfir tanaman padi dilakukan untuk aneka jenis padi
lokal dan padi unggul yang dibudidayakan pada saat sampling dilakukan. Pada
setiap lokasi pengambilan sampel diambil sebanyak 3 titik sampel untuk tanaman
padi dan 3 titik sampel untuk tanaman serealia lainnya. Berat masing-masing
sampel sekitar 20 gram tanah rizosfir (akar dan tanah yang melekat pada akar).
Sebanyak 10 gram sampel dimaserasi pada mortal kemudian diencerkan dengan
100 ml bufer posfat salin (PBS). Selanjutnya dibuat seri pengenceran dengan PBS
sampai pengenceran 10-7
.
Media yang digunakan untuk mengisolasi rizobakteri adalah media tryptic
soy agar (TSA), dengan komposisi per liter : 3,0 g ekstrak daging; 3,0 g ekstrak
yeast; 15,0 g pepton dari casein; 5,0 g pepton dari daging; 10 g laktose; 1,0 g
glukose; 10 g sukrose; 0,5 g NH3+Fe
3+ citrat; 5 g NaCl; 0,5 g sodium thiosulfat;
0,024 g phenol red; 12 g agar dan air dengan total volume media 1.000 ml. Ph
media diatur 7,4. Media ini ditambahkan benomyl (20 mg/ml) atau Nystatin (50
mg/liter) untuk mengurangi pertumbuhan jamur (Basham et al., 1993).
3.4. Uji Kemampuan Rizobakteri untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Padi
Lokal Bali
Semua isolat rizobakteri yang diperoleh diuji kemampuannya untuk
meningkatkan jumlah bulu akar dan memacu pertumbuhan bibit padi. Padi
varietas Cicih Medang Putih digunakan pada pengujian ini karena mudah didapat
dan pertumbuhannya relatif cepat (umurnya genjah). Benih padi direndam terlebih
dahulu dengan air steril selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan ditempatkan pada
cawan Petri yang diberi kertas saring Whatman No.2 yang dibasahi dengan air
steril. Permukaan benih ditutup dengan kertas saring Whatman No. 2 basah dan
dibiarkan selama 24 jam. Benih yang sudah mulai berkecambah selanjutnya
direndam dengan suspensi rizobakteri mengandung 107
CFU/ml dan
dikeringanginkan selama 1 jam di dalam Laminar Flow. Benih kemudian
ditumbuhkan di dalam tabung reaksi yang berisi air steril dan KNO3 sebanyak
0,01%. Sebanyak 3 tabung reaksi disiapkan untuk masing-masing isolat yang
diuji. Biakan ini dipelihara pada rak kultur dengan 12 jam penyinaran dengan
sinar fluorescens pada suhu 28 + 2oC. Pertumbuhan akar dan batang diamati
selama 10 hari dan dibandingkan dengan kultur tanpa perlakuan rizobakteri.
3.5. Pengujian Kemampuan Rizobakteri untuk Menginduksi Ketahanan
Isolat rizobakteri yang menunjukkan kemampuan memacu pembentukan
bulu akar dan merangsang pertumbuhan tanaman padi diuji kemampuannya untuk
menginduksi ketahanan terhadap pentakit blas. Pengujian dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
Benih padi yang digunakan adalah varietas Padi Merah (Penebel) yang dibuktikan
paling rentan terhadap penyakit blas. Benih padi direndam dengan air bersih
selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan diperam selama 24 jam agar benih mulai
berkecambah. Benih ini kemudian direndam dengan suspensi rizobakteri (106
CFU/ml) selama 30 menit. Benih yang hanya direndam dengan air steril
digunakan sebagai kontrol. Benih kemudian ditanam pada cup plastic dengan
diameter permukaan 5,5 cm, tinggi 4 cm yang sudah diisi media berupa tissue
basah steril yang ditambahkan larutan nutrisi 1% KNO3. Sebanyak 5 benih
ditanam pada setiap cup dan sebanyak 3 cup disiapkan untuk setiap isolate yang
diuji. Tanaman dipelihara di dalam rak kultur jaringan dengan penyinaran
florescens selama 12 jam per hari dan suhu 28oC. Bibit yang berumur 9 hari
diinokulasi dengan suspensi P. oryzae (1 x 105 spora/ml) secara merata di seluruh
permukaan bibit menggunakan hand sprayer mini. Setelah inokulasi, tanaman
dipelihara di dalam growth chamber dengan RH 90% dan suhu 28oC selama 48
jam. Tanaman selanjutnya dikeluarkan dari growth chamber dan dipelihara pada
rak kultur dengan penyinaran florescens selama 12 jam. Gejala penyakit blas
diamati setiap hari untuk memilih isolate mana yang mampu menginduksi
ketahanan tanaman padi terhadap penyakit blas dengan membandingkan intensitas
penyakit pada perlakuan rizobakteri dengan kontrol.
3.6. Identifikasi Rizobakteri
Sebanyak 3 (tiga) isolat rizobakteri yang menunjukkan kemampuan paling
baik untuk memacu pertumbuhan bulu akar tanaman padi dan dapat menginduksi
ketahanan terhadap penyakit blas diidentifikasi untuk menentukan spesies.
Identifikasi diawali dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni. Uji
gram dilakukan untuk menentukan apakah rizobakteri yang diperoleh bersifat
gram gegatif atau gram positif. Koloni diwarnai dengan pewarna gram (purple
cristal selama 1 menit, yodium selama 1 menit, alkohol 90% selama 30 detik dan
safranin selama 30-60 detik). Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan
pembesaran 400 kali.
Pengujian sifat fisiologis rizobakteri dilakukan menggunakan uji
Microbact (Oxoid Microbacttm
GNB Kits). Biakan rizobakteri yang berumur 18-
24 jam digunakan untuk uji ini. Pertama dilakukan uji oksidasi dengan
memasukkan 4 tetes biakan rizobakteri ke dalam lubang tray, ditambahkan 2 tetes
minyak mineral ke lubang berwarna hitam. Inkubasi selama 18-24 jam pada suhu
35oC. Bila positif oksidatif, berwarna biru atau ungu. Untuk kelompok oksidasi
positif digunakan Microbact 12E dan 12B, sedangkan untuk kelompok oksidasi
negatif hanya menggunakan Microbact 12E.
Identifikasi secara molekuler dilakukan dengan mengamplifikasi gen 16S-
rRNA dengan PCR. Primer yang digunakan adalah primer universal untuk bakteri
berupa forward primer 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan
reverse primer 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al.,
1998). Kondiri PCR yang digunakan adalah Pre-PCR pada suhu 94oC selama 2
menit, denaturasi pada suhu 92oC selama 30 detik, annealing primer pada suhu
55oC selama 30 detik, elongation pada suhu 75
oC selama 1 menit, dan post-PCR
pada suhu 75oC selama 5 menit dengan jumlah siklus sebanyak 30 kali. Pemisahn
DNA produk PCR pada elektroforesis mini gel dengan menggunakan agarose 2%
(b/v) pada teganagan listrik 50 volt selama 45 menit. Visualisasi dengan thidium
bromide dan dilihat di bawah UV transluminator. Sekuensing dilakukan dengan
alat Automated DNA sequencer ABI PRISM 377 (Perkin Elmer Biosystem,
USA). Hasil sekuensing kemudian dijajarkan dengan data GenBank
menggunakan program BLAST-N (basic local alignment search tool-nucleotide)
dari situs NCBI (national center for biotechnology information). Konstruksi
pohon filogeni dilakukan dengan menggunakan program MEGA 4.0, dengan
neighbor joining dengan bootstrap 1000x.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Varietas Padi Lokal Bali yang Dikoleksi
Ada 6 varietas padi lokal Bali yang berhasil dikumpulkan yaitu varietas
Cicih Medang Selem, Cicih Medang Putih, Padi Merah, Ketan Hitam (Injin),
Ketan Medang Selem, dan Padi Del. Lima varietas berhasil ditumbuhkan,
sedangkan Padi Del belum berhasil ditumbuhkan, kemungkinan karena terlalu
lama disimpan.
1. Varietas Cicih Medang Selem
Varietas ini termasuk grup atau kelompok bulu. Warna bulu (medang): hitam
dengan panjang 2,5-5,5 cm. Lemma & palea (kulit luar beras) berwarna coklat
kehitaman berbulu tipis. Endosperm (daging beras) berwarna putih kekuningan
dengan panjang 6-7 mm. Panjang malai berkisar antara 21-40 cm. Rata-rata
anakan maksimum 27 dengan tinggi maksimum 109 cm (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Padi Cicih Medang Selem
Varietas padi Cicih Medang Selem termasuk kelompok genjah sesuai namanya
“Cicih” berarti genjah. Umur tanaman dari tanam sampai panen berkisar antara
135-145 hari
2. Varietas Cicih Medang Putih
Jenis padi ini termasuk grup bulu. Bulu (medang) berwarna putih dengan panjang
1,3-3,5 cm. Lemma & palea (kulit luar beras) berwarna coklat muda, berbulu
tipis. Endosperm berwarna putih, dengan panjang 7-8 mm. Panjang malai
berkisar antara 24-34 cm. Rata-rata jumlah anakan maksimum 18 dengan tinggi
maksimum 165 cm (Gambar 4.2). Umur tanaman padi ini mirip dengan padi Cicih
Medang Selem yaitu berkisar antara 130-140 hari setelah tanam.
Gambar 4.2. Cicih Medang Putih
3. Varietas Padi Merah
Varietas Padi Merah ini termasuk grup bulu. Bulu (medang) berwarna coklat
muda dengan panjang 4,5 -7 cm. Lemma & palea berwarna coklat muda, berbulu
halus. Endosperm berwarna merah muda dengan panjang 6-7 mm. Panjang malai
berkisar antara 35-45 cm. Rata-rata jumlah anakan maksimum 33 dengan tinggi
maksimum 120 cm (Gambar 4.3). Umur tanaman Padi Merah bervariasi antara
145-155 hari setelah tanam.
Gambar 4.3. Padi Merah Penebel
4. Ketan Hitam (Injin)
Varioetas Ketan Hitam, di Bali dikenal dengan nama Injin termasuk grup padi
bulu. Bulu berwarna kekuningan dengan panjang berkisar antara 0,5-1,5 cm.
Lemma & palea berwarna coklat muda, berbulu tipis. Endosperm berwarna hitam
dengan panjang sekitar 6 mm. Panjang malai berkisar antara 25-29 cm. Rata-rata
jumlah anakan maksiumum 35 dengan tinggi maksimum 118 cm (Gambar 4.4).
Umur Injin betrkisar antara 145-155 hari.
Gambar 4.4. Ketan Hitam (Injin)
5. Varietas Ketan Medang Selem
Ketan Medang Selem termasuk grup padi bulu. Bulu berwarna hitam dengan
panjang berkisar antara 3,5- 7,5 cm. Lemma & palea berwarna coklat muda
berbulu. Endosperm berwarna putih dengan panjang sekitar 7 mm. Panjang malai
berkisar antara 32-37,5 cm. Rata-rata jumlah anakan maksimum 26 dengan tinggi
maksimum 124 cm (Gambar 4.5). Umur padi jenis ini berkisar antara 150-160
hari.
Gambar 4.5. Ketan Medang Selem Penebel
6. Padi Del
Padi Del sesuai dengan namanya berarti berumur panjang atau termasuk tipe padi
dengan umur “dalam”. Padi ini termasuk kelompok padi bulu. Bulu berwarna
putih kekuningan dengan panjang 2,5-6 cm. Lemma & palea berwarna Coklat
muda, berbulu tipis. Endosperm berwarna putih kekuningan, dengan panjang 7-8
mm. Panjang malai berkisar antara 32-34 cm (Gambar 4.6).
Gambar 4.6. Padi lokal Del Penebel
4.2 Ketahanan terhadap Penyakit Blas
Semua varietas yang berhasil dikumpulkan diuji ketahanannya terhadap
penyakit blas. Berdasarkan hasil pengujian terbukti bahwa varietas padi merah
paling peka terhadap penyakit blas, dimana diantara 40 tanaman yang
diinokulasikan jamur Pyricularia oryzae, 31 tanaman (78%) terinfeksi dan
mengalami kematian, dengan intensitas penyakit rata-rata 85,74%. Tanaman
Ketan Medang Selem dan Ketan Hitam (Injin) masing-masinbg sebanyak 25%
terinfeksi oleh P. oryzae dengan intensitas penyakit masing-masing sebesar
47,26% dan 42,56%. Varietas padi lokal yang relatif tahan adalah Cicih Medang
Putih dan Cicih Medang Selem dengan intensitas penyakit masing-masing sebesar
9,75% dan 21,37%. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan
hasil pengujian ini, maka untuk kegiatan kemampuan rizobakteri dalam memacu
pertumbuhan dan menginduksi ketahanan terhadap penyakit blas digunakan jenis
atau varietas padi lokal yang paling peka terhadap penyakit blas yaitu Padi Merah.
Tabel 4.1. Persentase bibit padi lokal Bali yang terinfeksi penyakit Blas setelah
diinokulasi dengan spora jamur Pyricularia oryzae
No. Varietas padi lokal Jumlah
bibit yang
diinokulasi
Jumlah bibit
yang
terinfeksi
(mati)
Persentase
bibit yang
terinfeksi
dan mati
Rata-rata
intensitas
penyakit
(%)
1 Padi Merah 40 31 78 85,74
2 Ketan Medang Selem 40 10 25 47,26
3 Cicih Medang Putih 40 3 8 9,75
4 Cicih Medang Selem 40 5 13 21,37
5 Ketan Hitam (Injin) 40 10 25 42,56
4.3 Isolat Rizobakteri yang Diperoleh
Sebanyak 95 isolat rizobakteri berhasil diperoleh pada kegiatan penelitian
ini. Isolat ini diisolasi dari rozosfer beberapa jenis tanaman di Bali. Daftar nama
isolat yang diperoleh disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Daftar nama isolat rizobakteri yang diisolasi dari rizosfer beberapa
jenis tanaman di Bali
No. Kode isolat Asal (rizosfer tanaman)
1 O3.9 Padi (organik)
2 O3.8 Padi (organik)
3 KtEB1 Kacang tanah
4 O3.3 Padi (organik)
5 KtE7 Kacang tanah
6 KtEB9 Kacang tanah
7 KtEB5 Kacang tanah
8 O3.4 Padi (organik)
9 O5.9 Padi (organik)
10 KtE9 Kacang tanah
11 KtEB4 Kacang tanah
12 O3.12 Padi (organik)
13 O3.1 Padi (organik)
14 KtE4 Kacang tanah
15 OR1 Orok-orok
16 Kt Kacang tanah
17 O3.6 Padi (organik)
18 KtE5 Kacang tanah
19 KtE8 Kacang tanah
20 OR.2 Orok-orok
21 KtEB2 Kacang tanah
22 O3.5 Padi (organik)
23 KtE2 Kacang tanah
24 KtEB3 Kacang tanah
25 KtEB8 Kacang tanah
26 KtE10 Kacang tanah
27 KtE6 Kacang tanah
28 O3.7 Padi (organik)
29 O5.5 Padi (organik)
30 OR.4 Orok-orok
31 KtEB6 Kacang tanah
32 KtE3 Kacang tanah
33 KtE1 Kacang tanah
34 O3.3 Padi (organik)
35 KtEB7 Kacang tanah
36 O3.10 Padi (organik)
37 Al7Kla Alang-alang
38 KdDDA2 Kedelai
39 PA19 Kedelai
40 KT6A3 Kacang tanah
41 KT6A1 Kacang tanah
43 KTBLT2 Kacang tanah
43 Bm5Sa Bambu
44 PaK1 Kedelai
45 GSA6 Sawi
46 KcBS Kacang tanah
47 Sr6GT Sereh
48 KTTA4 Kacang tanah
49 KTN2 Kacang tanah
50 KdJd3 Kedelai
51 GTA24 Tomat
52 KcT2GRA10 Kacang tanah
53 Paj Kedelai
54 TriDTi2 Turi
55 KdTbA1 Kedelai
56 BS2a Kedelai
57 Mimo Putri malu
58 Al2TT Alang-alang
59 Sr2Ta Sereh
60 OR5 Orok-orok
61 EdBx Edamame
62 C2.7 Padi (konvensional)
63 EdX2 Edamame
64 DKP2 Kacang panjang
65 C2.4 Padi (konvensional)
66 O1.4 Padi (organik)
67 O2.6 Padi (organik)
68 EdBX4 Edamame
69 C4.3 Padi (konvensional)
70 C2.6 Padi (konvensional)
71 C3.8 Padi (konvensional)
72 C2.5 Padi (konvensional)
73 C3.2 Padi (konvensional)
74 O1.4 Padi (organik)
75 O1.3 Padi (organik)
76 O1.1 Padi (organik)
77 O4.2 Padi (organik)
78 EdB3 Edamame
79 DKP4 Kacang panjang
80 DKP5 Kacang panjang
81 EdX1 Edamame
82 C3.9 Padi (konvensional)
83 C4.13 Padi (konvensional)
84 C4.8 Padi (konvensional)
85 C4.1 Padi (konvensional)
86 C1.4 Padi (konvensional)
87 C2.5 Padi (konvensional)
88 O2.5 Padi (organik)
89 O2.2 Padi (organik)
90 C1.7 Padi (konvensional)
91 C3.4 Padi (konvensional)
92 C4.12 Padi (konvensional)
93 C1.1 Padi (konvensional)
94 EdBx3 Edamame
95 Gl4 Gulma
4.4 Rizobakteri Sebagai PGPR
Semua isolat rizobakteri (95 isolat) diuji kemampuannya untuk memacu
pertumbuhan akar tanaman padi varietas Padi Merah. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa sebanyak 9 isolat menunjukkan kemampuan dalam memacu
pertumbuhan bulu akar tanaman Padi Merah. Isolat ini berfungsi sebagai plant
growth promoting rizobacteria (PGPR). Daftar isolat rizobakteri yang bersifat
sebagai PGPR disajikan pada Table 4.3.
Tabel 4.3.
Daftar nama isolat rizobakteri yang dapat memacu pertumbuhan akar tanaman
Padi Merah
No. Nama isolat Kemapuan memacu
pertumbuhan akar
1 O3.8 +
2 O3.9 +
3 OR.3 +
4 Al7Kla +
5 Al2TT +
6 KtE7 +
7 KdDDA2 +
8 Bm5Sa +
9 Sr2Ta +
4.5 PGPR yang dapat Menginduksi Ketahanan
Semua (95 isolat) rizobakteri diuji kemampuannya untuk memacu
pertumbuhan dan menginduksi ketahanan terhadap penyakit blas. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa hanya 4 (empat) isolat yaitu Al7Kla, OR3, O3.8 dan
KdDDA2 yang mampu memacu pertumbuhan sekaligus menginduksi ketahanan
tanaman padi varietas Padi Merah terhadap penyakit blas. Sebanyak 91 isolat
tidak mampu menginduksi ketahanan terhadap penyakit blas. Keempat isolat ini
selanjutnya akan diidentifikasi untuk menentukan spesies.
4.6. Hasil Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA menggunakan 2 x Go Taq Green PCR Master (Pomega),
pasangan primer 16S (63F 5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3' dan
1387R 5'-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3') dalam mesin PCR
(SENSOQUEST Labcycler ) pada kondisi 94 C selama 5 menit, dilanjutkan
sebanyak 30 siklus berturut turut pada 94 C selama 30 detik, 55 C selama 45
detik, dan 72 C selama 2 menit, terakhir ditambah 72 C selama 10 menit. Hasil
PCR divisualisasi pada agarosa gel 1% dan dielektroforesis di dalam buffer tris-
acetic EDTA (TAE), yang diwarnai dengan pewarna berfluoresens non toksik
(PeqGREEN). Amplifikasi DNA menghasilkan fragmen DNA berukuran ± 1300
pb seperti disajikan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7.
Amplifikasi PCR gen 16S rRNA rizobakteri dengan primer 63F dan
1387R. M1= 1 kb DNA ladder (Thermo), Lane 1-4 berturut turut adalah
isolat Al7Kla, O3.8, KdDDA2, OR3. M2 = 100 bb DNA ladder (Thermo).
Fragmen DNA selanjutnya difurifikasi dan disekuensing untuk menentukan
spesies rizobakteri berdasarkan kemiripan dengan spesies bakteri lainnya yang
telah teridentifikasi.
Sekuen nukleotida rizobakteri isolat Al7Kla produk PCR hasil amplifikasi gen
16S RNA adalah sebagai berikut :
5’ACGGGTGAGTAATGTATGGGGATCTGCCCGATAGAGGGGGATAACTACTGGAAACGGTAGC
TAATACCGCATAATCTCTCAGGAGCAAAGCAGGGGAACTTCGGTCCTTGCGCTATCGGATGAAC
CCATATGGGATTAGCTAGTAGGTGAGGTAATGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTG
AGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTG
GGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCCTA
GGGTTGTAAAGTACTTTCAGTCGGGAGGAAGGCGTTGATGCTAATATCATCAACGATTGACGTT
ACCGACAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAG
CGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTGATTAAGTTAGATGTGAAATCC
CCGGGCTTAACCTGGGAATGGCATCTAAGACTGGTCAGCTAGAGTCTTGTAGAGGGGGGTAGA
ATTCCATGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATACCGGTGGCGAAGGCGGCCCC
1500 pb
1000 pb
250 pb
1000 pb
1500 pb
500 pb
250 pb
M1 M2 1 2 3 4
CTGGACAAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGT
AGTCCACGCTGTAAACGATGTCGATTTGAAGGTTGTTCCCTTGAGGAGTGGCTTTCGGAGCTAA
CGCGTTAAATCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGG
GCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTACTCTT
GACATCCAGAGAACTTAGCAGAGATGCTTTGGTGCCTTCGGGAACTCTGAGACAGGTGCTGCAT
GGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTATCC
TTTGTTGCCAGCGATTCGGTCGGGAACTCAAAGGAGACTGCCGGTGATAAACCGGAGGAAGGT
GGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGAGTAGGGCTACACACGTGCTACAATGGCGTAT
ACAAAGAGAAGCGACCTCGCGAGAGCAAGCGGAACTCATAAAGTACGTCGTAGTCCGGATTGG
AGTCTGCAACTCGACTCCATGAAGTCGGAATCGCTA3’
Tabel 4.4.
Perbandingan persentase kemiripan gen 16S RNA rizobakteri isolat Al7Kla
dengan beberapa sekuen DNA di Genbank menggunakan program BLAST
Spesies bakteri Accession Number Persentase Kemiripan (%)
Providencia rettgeri Al7Kla
Providencia rettgeri MSS2 KF923809.1 99
Providencia rettgeri ALK420 KC456550.1 99
Providencia rettgeri 16S GU45413.1 99
Providencia rettgeri strain AUSMS23 KR019367.1 99
Providencia rettgeri strain KR 3 GQ923882.1 99
Providencia rettgeri strain CT15 EU660367.1 99
Providencia rettgeri DSM 4542 NR 042413.1 99
Providencia rettgeri NCTC 11801 NR 115880.1 99
Providencia vermicola strain KH-29 JQ612520.1 99
Providencia rettgeri strain UN06 KP277112.1 99
Providencia sp. IARI KP1 KF712889.1 99
Providencia sp. KT7 Kj734010.1 99
Providencia sp. UIWRF1367 KR189242.1 99
Gambar 4.8.
Pohon filogeni yang dibangun dari sekuen gen 16S RNA dari library Genbank
bakteri yang telah diidentifikasi. Nilai Bootstrap sebesar 77%.
Hasil analisis menggunakan metode Maximum Parsimony (MP) dengan 1.000
kali ulangan Bootstrap menunjukkan bahwa rizobakteri isolat Al7Kla adalah
Providencia rettgeri, karena satu klade dengan sekuen Providencia rettgeri
MSS2, Providencia rettgeri ALK420, Providencia rettgeri 16S, Providencia
rettgeri strain AUSMS23, Providencia rettgeri strain KR 3, Providencia rettgeri
strain CT15, Providencia rettgeri DSM 4542, Providencia rettgeri NCTC 11801,
Providencia vermicola strain KH-29, Providencia rettgeri strain UN06,
Providencia sp. IARI KP1, Providencia sp. KT7, Providencia sp. UIWRF1367
dengan dukungan 77% Bootstrap Support (BS) (Gambar 4.8).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Tahun I ditemukan sebanyak 9 (sembilan)
isolat rizobakteri bersifat sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR)
yaitu dapat memacu pertumbuhan tanaman padi lokal Bali. Sebanyak 4 (empat)
PGPR terbukti dapat menginduksi ketahanan tanaman Padi Merah terhadap
penyakit blas. Keempat isolat PGPR tersebut adalah Al7Kla, O3.8, OR3 dan
KdDDA2. Satu isolat yaitu Al7Kla telah diidentifikasi dan termasuk ke dalam
spesies Providencia rettgeri.
5.2. Tindak Lanjut
Kegiatan penelitian berupa sekuensing 16S rDNA 3 (tiga) PGPR masih
sedang berlangsung untuk menentukan spesies PGPR yang diperoleh yang
diperkirakan seleai pertengahan bulan November 2015. Oleh karena itu, akan ada
tambahan data pengamatan yang nantinya bisa dijadikan suplemen dan
melengkapi laporan akhir dan dijadikan acuan untuk melanjutkan penelitian pada
tahun II (tahun anggaran 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, K. 2003. Sembilan ribu varietas padi lokal hilang. Tempo Interaktif 15 Juni 2003.
Anonim. 2009. Penyakit blas. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamnadi, Subang Jawa
Barat. Diakses tanggal 20 Januari 2012 dari
file:///D/My%20Documents/Penyakit%20blas%202.htm.
Antoun, H. and J.W. Kloepper. 2001. Plant growth promoting rhizobacteria. In : Brenner, S. and
J.H. Miller (Eds.) Encyclopedia of Genetics. Academics, New York. Pp. 1477-1480.
Anwar, N.K. 2008. Eksistensi varietas padi lokal terancam. Hasyim Asya’ari Institute,
Yogyakarta.
Cattelan, A.J., P.G.Hartel and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for plant growth promoting
rhizobacteria to promote early Soybean growth. Soil Sci.Soc. AM.J. 63: 1670-1680.
Chang, T.T. 1988. The ethnobotany of rice in island Southeast Asia. Asian Perspectives 26 (1):
69-76.
Chin, K.M. 1975. Fungicidal control of the rice blast disease. Mardi Research Bulletin 2(2): 82-
84.
De Laat, A.M.M. and L.C. Van Loon. 1982. Regulation of ethylene biosynthesis in virus-
infected tobacco leaves : II. Time course of levels of intermediates and in vivo conversion
rates. Plant Physiology 69: 240-245.
Dobbelaere, S., J. Vanderleyden, and Y. Okon. 2003. Plant growth promoting effects of
diazotrophs in the rhizospehere. CRC Critical Review of Plant Science 22: 107-149.
Gray, E.J. and D.L. Smith. 2005. Intracellular and extracellular PGPR: commonalities and
distinctions in plant-bacterium signaling processes. Soil Biology and Biochemistry 37:
395-412.
Gundlach, H., M.J. Mueller, T.M. Kutchan, and M.H. Zenk. 1992. Jasmonic acid is a signal
transducer in elicitor-induced plant cell cultures. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 89: 2389-
2393.
Fernando, D., Nakkeeran and Z. Yilan. 2005. biosynthesis of antibiotics by PGPR and its
relation in biocontrol of plant diseases.dalam: Z.A. Siddiqui (ed.), PGPR: Biocontrol and
Biofertilization 67-109. Springer, Dordrecht, The Netherlands.
Ghazanfar, M.U., W. Wakil, S.T. Sahi and Saleem-il-Yasin. 2009. Influence of various
fungicides on the management of rice blast disease. Mycopath 7(1): 29-34.
Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Canadian Journal of
Microbiology 41: 109-117.
IRRI. 1995. Parentage of IRRI crosses. Plant Breeding, Genetics, and Biochemistry Divison.
International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.
IRRI. 1996. Standard evaluation system of rice. 4th
Edition. International Rice Research Institute.
Los Banos Philippines.
IRRI. 2010. Rice blast. Rice Fact Sheets. International Rice Research Institute. Los Banos
Philippines.
Jaiganesh, V., A. Eswaran, P. Balabaskar and C. Kannan. 2007. Antagonistic activity of Serratia
marcescens against Pyricularia oryzae. Not.Bot.Hort.Agrobot.Cluj. 35 (2): 48-54.
Kanjanamaneesathian, M., A. Chumtong, A. Pengnoo and R. Wiwattanapatapee. 2009. Bacillus
megaterium suppresses major Thailand rice diseases. Asian Journal of Food and Agro-
industry. Special Issue, S154-S159.
Kato, H. 2001. Rice blast disease. Pesticide Outlook February 2001. pp.23-25.
Kawamata, H., K. Narisawa and T. Hashiba. 2004. Suppression of rice blast by phylloplane
fungi isolated from rice plants. Journal General Plant Pathology 70(2): 131-138.
Khalimi, K. 2009. Application of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) to Control
Soybean Stunt Virus in Soybean. Proceeding of the Ibaraki Sustainability Meetings, Asian
Agriculture and Sustainable Society. Ibaraki 10-11 December 2009.
Khalimi, K., D.N. Suprapta, and Y. Nitta. 2012. Effect of Pantoea agglomerans on growth
promotion and yield of rice. Agricultural Science Research Journal 2(5): 240-249.
Khus, G.S. 1997. Origin dispersal cultivation and variation of rice. Plant Molecular Biology
35:25-34.
Kim, Y.S., J.Y. Oh, B.K. Hwang and K.D. Kim. 2008. Variation in sensitivity of Magnaporte
oryzae isolates from Korea to edifenphos and iprobenfos. Crop Protection 27: 1464-1470.
Kishore, G.K., S. Pande, A.R. Podile. 2005. Phylloplane bacteria increase seedling emergence,
growth and yield of field-grown groundnut (Arachis hypogaea L.). Letter in Applied
Microbiology 40: 260-268.
Kloepper, J.W., Lifshitz, R., and Zablotomicz, R.M. 1989. Free-living bacterial inocula for
enhancing crop productivity. Treends in Biotechnology 7: 39-44.
Kloepper, J.W., C.M. Ryu, and S.A. Zhang. 2004. Induced ssystemic resistance and promotion
of plant growth by Bacillus spp. Phytopathology 94: 1259-1266.
Koizumi, S. 2001. Rice blast control with multilines in Japan. In : Mew, T.W., Borromeo, E.,
Hardy, B. Eds. Exploiting biodiversity for sustainable pest management. Los Banos
(Philippines): International Rice Research Institute. p. 143-157.
Leeman, M., J.A. Van Pelt, F.M. Den Ouden, M. Heinsbroek, P.A.H.M. Bakker, and B.
Schippers. 1995. Indudction of systemic resistance by Pseudomonas fluorescens in raddish
cultivar differing in susceptibility to fusarium witl, using a novel bioassay. European
Journal of Plant Pathology 101: 655-664.
Marchesi, J.R. T. Sato., A.J. Weightman, T.A. Martin, J.C. Fry, S.J. Hiom, and W.G. Wade.
1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes
coding for bacterial 16S rRNA. Applied Environmental Microbiology 64: 795-799.
Mauch, F., L.A. Hadwiger, and T. Boller. 1994. Ethylene: symptom, not signal for the induction
of chitinase and 1,3-glucanase in pea pods by pathogens and elicitors. Plant Physiology
76: 607-611.
Murphy, J.F., G.W. Zehnder, D.J. Schuster, E.J. Sikora, J.E. Polston, J.W. Kloepper. 2000. Plant
growth promoting rhizobacterial mediated protection in tomato against Tomato mottle
virus. Plant Disease 84: 779-784.
Palukaitis, P., M.J. Roossinck, R.G. Dietzgen, R.I.B. Francki. 1992. Cucumber mosaic virus.
Adv. Virus Res 41: 281-346Eun CAJ. 2000. Molecular beacons: A new approach to plant
virus detection. The American Phytopathological Society 90: 269-275.
Pieterse, C.M.J., J.A. Van Pelt, J.Ton, S. Parchmann, M.J. Mueller, A.J. Buchala, J.P. Metraux,
and L.C. Van Loon. 2000. Rhizobacteria mediated induced systemic resistance (ISR) in
Arabidopsis requires sensitivity to jasmonate and ethylene but is not accompanied by an
increase in their production. Physiol. Mol. Plant Pathol. 57: 123-134.
Podile, A.R. and G.K. Kishore. 2006. Plant growth promoting rhizobacteria. In:
Gnanamanickam, S.S. (Ed.) Plant associated bacteria. Springer, Netherlands. Pp. 195-230.
Press, C.M., M. Wilson, S. Tuzun, J.W. Kloepper. 1997. Salicylic Acid Produced by Serratia
marcescens 90-166 Is Not the Primary Determinant of Induced Systemic Resistance in
Cucumber or Tobacco. The American Phytopathological Society 10: 761-768.
Schroth, M.N. and J.G. Hancock. 1982. Disease-suppresive soil and root-colonizing bacteria.
Science 216: 1376-1381.
Shehata, S. Fawzy, A.M. Borollosy. 2008. Induction of resistance against Zuccini yellow
mosaic potyvirus and growth enhancement of squash plants using some plant growth
promoting rhizobacteria. Australian Journal of basic and applied sciences 2: 174-182.
Silitonga, T.S. 1998. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nuftah padi di Indonesia. Warta Plasna
Nuftah Indonesia 5: 6-8.
Siwi, B.H. dan S. Kartowinoto. 1989. Plasma nuftah padi dalam Padi Buku 2. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Bogor.
Someya, N., M. Nakajima, T. Hibit, I Yamaguchi and K. Akutsu. 2002. Induced resistance to
rice blast by antagonistic bacterium, Serratia marcescens strain B2. Journal General Plant
Pathology 68(2): 177-182.
Suprapta, D.N., N.M.I. Maulina, and K. Khalimi. 2014a. Effectiveness of Enterobacter cloacae
to promote the growth and increase the yield of rice. Journal of Biology, Agriculture and
Healthcare 4(1): 44-50.
Suprapta, D.N., V. Quintao, and K. Khalimi. 2014b. Effectiveness of rhizobacteria to reduce rice
blast disease intensity. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare 4(3): 35-41
Swatantra, N. 2013. Lestarikan Padi Lokal, Distanak Buleleng Buka Demplot Seluas 180 hektar.
Bisnis Bali 31 Maret 2013.
Taguchi, Y., M. Hyakumachi, H. Horinouchi and F. Kawane. 2003. Biological control of rice
blast disease by Bacillus subtilis IK-1080. Jpn.J. Phytopathol. 69: 85-93.
TeBeest, D.O., C. Guerber and M.Ditmore. 2007. Rice blast. The Plant Health
Instructor. DOI: 10.1094/PHI-I-2007-0313-07. APSnet. Diakses tanggal 18
Januari 2012 dari
http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/lessions/fungi/ascomycetes/Pag.
Van Loon, L.C., P.A.H.M. Bakker, and C.M.J. Pieterse. 1998. Systemic resistance induced by
rhizospehere bacteria. Annual Review of Phytopathology 36: 453-483.
Van Loon, L.C. 2007. Plant responses to plant growth promoting rhizobacteria. European
Journal of Plant Pathology 119: 243-254.
Van Peer, R., G.J. Niemann, and B. Schippers. 1991. Induced resistance and phytoalexin
accumulation in biological control of fusarium wilt of carnation by Pseudomonas sp.
Strain WCS417r. Phytopathology 91: 728-734.
Van Wees, S.C.M., S. Van der Ent, and C.M.J. Pieterse. 2008. Plant immune responses triggered
by beneficial microbes. Current Opinion in Plant Biology 11: 443-448.
Vaughan, D.A. 1994. The wild relatives of rice. A Genetic Resources Handbook IRRI, Los
Banos, Philippines.
Verhagen, B.W.M., L.C. Van Loon, C.M.J. Pieter. 2006. Induced disease resistance signaling in
plants. Floriculture, Ornamental and Plant Biotechnology 3: 334-343.
Wei, G., J.W. Kloepper, S. Tuzun. 1991. Induction of systemic resistance of cucumber to
Colletotricum arbiculare by select strain of plant growth-promoting rhizobacteria.
Phytopathology 81: 1508-1512.
Zeigler, R.S., S.A. Leong, P.S. Teng (eds.. 1994. Rice blas disease. In : Zeigler,
R.S., S.A. Leong, P.S. Teng. Editors. Rice blast disease. Wallingford, Oxon
(United Kingdom): CAB International, Los Banos (Philippines):
International Rice Research Institute. 626 p.
Zhu, Y., H. Chen, J.H. Fan, Y. Wang, Y. Li, J. Chen, J.X. Fan, S. Yang, L.Hu, H. Leung, T.W.
Mew, P.S. Teng, Z. Wang and C.C. Mundt. 2000. Genetic diversity and disease control in
rice. Nature 406: 718-722.