laporan akhir meteorologi satelit

7
Laporan Akhir Praktikum Meteorologi Satelit Pendugaan Tanaman Tumpang Sari pada Perkebunan Sawit (Wilayah Kajian PT Telen, Desa Baay, Kalimantan Timur) Disusun oleh: Siti Rini Rahmayanti NRP: G24120075 Kelompok 5 Asisten: Heidei Putra Hutama NRP: G24110045 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Upload: siti-rini-rahmayanti

Post on 25-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

Page 1: laporan akhir meteorologi satelit

Laporan Akhir Praktikum Meteorologi Satelit

Pendugaan Tanaman Tumpang Sari pada Perkebunan Sawit

(Wilayah Kajian PT Telen, Desa Baay, Kalimantan Timur)

Disusun oleh:

Siti Rini Rahmayanti

NRP: G24120075

Kelompok 5

Asisten: Heidei Putra Hutama

NRP: G24110045

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: laporan akhir meteorologi satelit

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia.

Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan

dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu

menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber

devisa terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan

(2014) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit

di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2009 menjadi 7.873.294 ha pada tahun

2014 menjadi 10.956.231 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus

mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan

peningkatan produktifitas. Tanaman kelapa sawit tersebar di 32 provinsi di

Indonesia. Provinsi Riau pada Tahun 2014 dengan luas areal seluas 2,30 juta Ha

merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul

berturut-turut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan

Tengah seluas 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta

provinsi-provinsi lainnya. Pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit untuk

tumpangsari akan meningkatkan produktivitas penggunaan lahan tersebut.

I.2 Tujuan

1. Menduga suhu udara di wilayah perkebunan sawit PT. Telen Baay, Kutai

Timur.

2. Menduga komoditas tumpangsari yang cocok untuk wilayah perkebunan PT.

Telen Baay, Kutai Timur.

II. METODOLOGI

II.1 Alat dan Bahan

Alat:

1. Laptop & Ms. Office

2. Software ER Mapper 7.1

3. Software ArcGIS 10.

Bahan :

1. Citra Landsat path/row 116/59 tahun 2009

2. Peta administrasi wilayah kajian ( Perkebunan Telen Baay)

Page 3: laporan akhir meteorologi satelit

II.2 Langkah Kerja

III. TINJAUAN PUSTAKA

PT. Telen Baay merupakan salah satu perusahaan yang mengelola

perkebunan kelapa sawit di Desa Baay, dengan hasil sebesar 45 ton TBS per jam.

Desa Baay adalah salah satu desa di Kecamatan Karangan, Kabupaten Kutai Timur,

dengan luas wilayah 660 Ha.Secara umum keadaan topografi Desa Baay adalah

dataran rendah dan yang merupakan daerah pertanian, perkebunan dan perikanan

darat / tambak sehingga sangat cocok untuk pengembangan dan pembukaan lahan

persawahan, perkebunan Kelapa Sawit, dan perikanan (Dinas Perkebunan Kaltim

2010).

Satelit Landsat pertama diluncurkan pada tahun 1972, pada tahun 1966

program ini dikenal dengan nama Earth Resources Observation Satellites Program,

namun pada tahun 1975 namanya berubah menjadi Landsat. Landsat 5 diluncurkan

pada 1 Maret 1984, saat ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM

(Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3,

4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati objek-objek di permukaan bumi

dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4,

5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra

merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan

citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 memiliki kemampuan

untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada

ketinggian orbit 705 km (Ratnasari 2000).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada rata - rata suhu minimum 22

- 24̊ C dan maksimal 29 – 30 ̊ C. Kondisi ini banyak dijumpai pada daerah tropis.

Suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan batang. Sinar matahari sangat

penting bagi pertumbuhan tumbuhan, karena merupakan salah satu syarat mutlak

bagi terjadinya proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan kelapa sawit yang optimal

diperlukan sekurang - kurangnya 5 jam penyinaran per hari sepanjang tahun.

Jumlah curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000-2500

Penggabungan Band 5,4, dan 2, cropping wilayah kajian (PT.Telen

Baay)

Pengklasifikasian lahan (vegetasi dan

badan air)

Membuat spectral radiance (band 6) serta mencari nilai suhu permukaan

cropping wilayah kajian pada band

3,2,dan 1

Mencari nilai r, albedo, radiasi

surya yang dipancarkan

Mencari nilai radiasi bumi yang dipancarkan, serta nilai radiasi surya

yang diterima

Berdasarkan penurunan rumus

RSin, RSout, RLout, didapatkan nilai Radiasi Netto

Pengabungan, serta penurunan nilai

RN+Reclass = G

RN+G+Reclass = H

RN+G+H = λE

TS+H+Reclass = Suhu udara (TA) wilayah kajian

Page 4: laporan akhir meteorologi satelit

mm/tahun, tidak memiliki defisit air, serta penyebarannya merata sepanjang tahun

(Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).

Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman

pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-

barisan tanaman. Terdapat dua jenis tumpangsari kelapa sawit. Yang pertama

adalah tumpangsari sementara, yaitu hanya sebelum kelapa sawit berbuah. Jenis

tanaman yang biasa ditumpangkan penanamannya ini adalah : padi gogo, kedelai,

jagung, ubi kayu, ubi jalar, cabai, keladi, pisang. Tumpangsari dengan tanaman

jenis ini hanya dapat dilakukan selama 30 bulan sejak kelapa sawit mulai ditanam.

Jenis tumpangsari kedua adalah tumpangsari sepanjang tahun. Jenis tanaman yang

dapat ditumpangsarikan dengan cara ini adalah pohon gaharu dan pinang. Selain

kedua jenis tumpangsari yang telah disebutkan sebelumnya, ada pula tumpangsari

jenis ketiga adalah sawit-jati putih. Namun penanaman jati putih hanya dilakukan

di sekeliling lahan sawit. Selain fungsi ekonomi, tanaman jati putih juga melindungi

kelapa sawit dari terpaan angin keras, hingga jati putih ini sering disebut tanaman

pemecah angin (Isnaini 2013).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu udara merupakan rata-rata ukuran energi kinetik pergerakan dari suatu

molekul-molekul suhu. Adanya suhu pada suatu benda mempengaruhi abilitas

benda tersebut untuk melakukan transfer panas ke benda lain. Gambar 1

menunjukan sebaran nilai suhu udara dekat permukaan (Ta) di kawasan perkebunan

Telen Baay, rentang nilai Ta di wilayah tersebut berkisar antara 23,60 ̊C hingga

29,69 ̊C. Nilai Ta terendah yaitu sebesar 23,60 ̊C pada wilayah dengan tutupan lahan

badan air sedangkan nilai tertinggi, yaitu sebesar 39,69 ̊C berada pada wilayah

dengan tutupan vegetasi. Adanya variasi atau perbedaan nilai suhu udara pada

setiap penutupan lahan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sudut datangnya

sinar matahari, ketinggian tempat, angin, arus laut, lama penyinaran, dan keawanan

(Stewart J. B et al 1994).

Gambar 1 Suhu udara wilayah perkebunan Telen Baay

Isnaini (2013) menyebutkan bahwa jenis tanaman yang dapat dijadikan

tumpangsari sepanjang tahun adalah pohon gaharu dan pinang. Tanaman Pinang

Page 5: laporan akhir meteorologi satelit

dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0 - 1.000 m dpl. Tanaman pinang

idealnya ditanam pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut. Tanah

yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah

dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan aluvial.

Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang sekitar pH 4 – 8.

Curah hujan antara 750-4.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari

hujan sekitar 100 – 150 hari. Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang

bertipe iklim sedang dan agak basah dengan bulan basah 3 – 6 bulan/tahun dan

bulan kering 4 – 8 bulan/tahun. Suhu optimum antara 200 – 320 C. Tanaman pinang

menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 - 90 %. Penyinaran yang

sesuai berkisar antara 6-8 jam/hari (Disbun Jabar 2014).

Secara ekologis gaharu berada pada ketinggian 0 – 2400 m.dpl, pada daerah

beriklim panas dengan suhu antara 28 ̊ – 34 ̊C, kelembaban sekitar 80 % dan curah

hujan antara 1000 – 2000 mm/th. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi

kondisi struktur dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan

marginal. Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran

rendah atau hutan pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang

ekstrim (Sumarna 2009). Tumpangsari sawit-gaharu ini memiliki keuntungan lain

selain keuntungan ekonomis. Tanaman gaharu dipecaya dapat memperbaiki

struktur hara tanah, dan juga bisa membantu menahan air tanah saat musim

hujan.Gaharu merupakan hasil hutan non kayu yang terdiri dari gumpalan padat

kecoklatan dan berbau harum. Gaharu mempunyai bermacam khasiat selain sebagai

nutfah juga dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan parfum, kosmetik hingga

bahan dasar pengobatan penyakit. Bahkan, tambahnya, limbah dari pohon sawit

bisa dijadikan pupuk bagi gaharu dan sawit sendiri. Yakni dengan memanfaatkan

limbah pelepah sawit menjadi arang yang dijadikan pupuk sawit maupun gaharu.

Perawatan gaharu di antara sawit, bisa dilakukan secara bersamaan. Gaharu tidak

memerlukan cara perawatan khusus. Hanya saja membutuhkan kehati-hatian petani

ketika membersihkan pelepah sawit agar pohon gaharu yang ada di bawahnya tidak

rusak tertimpa pelepah. Selain itu kebersihan gaharu dari rumput liar di sekitarnya

juga perlu diperhatikan.

Suhu udara dijadikan patokan karena suatu tumbuhan hanya dapat hidup

pada suhu tertentu, wilayah perkebunan kelapa sawit memiliki suhu sekitar 230 –

300 C, tanaman pinang dan gaharu pun memiliki suhu optimum yang sama dengan

kelapa sawit, sehingga untuk menentukan tanaman yang cocok untuk dijadikan

tumpangsari untuk perkebunan sawit, suhu dijadikan acuannya. Selain suhu radiasi

pun dapat dijadikan acuan, namun tidak terlalu bisa dijadikan acuan seperti suhu

udara.

V. KESIMPULAN

Suhu udara di wilayah perkebunan kelapa sawit PT. Telen di Desa Baay Kutai,

Kalimantan Timur berkisar antara 230 – 300 C . Tanaman tumpangsari sepanjang

tahun yang cocok untuk wilayah tersebut adalah gaharu dan pinang.

Page 6: laporan akhir meteorologi satelit

VI. DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perkebunan Jawa Barat. 2014. Pinang. [terhubung berkala].

http://disbun.jabarprov.go.id/ (22 Desember 2014).

Dinas Perkebunan Kalimantan Timur. 2010. Pola Kemitraan Dilanjutkan.

[terhubung berkala]. http://disbun.kaltimprov.go.id/ (20 Desember 2014).

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit

Meningkat. [terhubung berkala]. http://ditjenbun.deptan.go.id (21

Desember 2014).

Isnaini Muhammad. 2013. Tumpangsari Tanaman Sawit-Gaharu. [terhubung

berkala]. ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/05/12/tumpangsari-

tanaman- sawit-gaharu-555196.html (21 Desember 2014).

Mangoensoekarjo S. dan Semangun H.. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ratnasari, E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra

NOAA-AVHRR dan Citra Landsat-TM. [Skripsi] Departemen Manajemen

Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Stewart, J. B., Kustas, W. P., Humes, K. S., Nichols, W. D., Moran, M. S., & De

Bruin, H. A. R. (1994). Sensible heat flux-radiometric surface temperature

relationship for eight semiarid areas. Journal of Applied Meteorology, 33(9),

hal: 1110-1117.

Sumarna, Y. 2009. Gaharu, Budidaya dan Rekayasa Produksi. Jakarta: PT. Penebar

Swadaya.

Page 7: laporan akhir meteorologi satelit

LAMPIRAN