laporan akhir insentif riset sinasdigital.library.ump.ac.id/140/1/laporan full text.pdf · 2019. 3....
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
INSENTIF RISET SINAS
PENGEMBANGAN TEKNIK EX VITRO ROOTING UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE
SECARA IN VITRO
Kode Proposal: RD-2015-0117
Bidang Prioritas: Riset Pengembangan Perkebunan (benih unggul,
budidaya, rekayasa alat dan mesin, produk turunan kelapa sawit dan kakao)
Jenis Riset: Insentif Riset Dasar (RD)
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Kampus Dukuhwaluh, Kembaran, Purwokerto, 53182 Jawa Tengah DESEMBER 2015
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF Kelapa kopyor merupakan plasma nutfah Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi sehingga dapat digunakan dalam program pemberantasan kemiskinan petani secara nasional. Namun, program tersebut mengalami kendala karena pembibitan kelapa kopyor true-to-type yang mampu menghasilkan 100 % buah kopyor belum dapat dilakukan. Satu -satunya alternatif untuk memecahkan permasalah tersebut adalah dengan menggunakan kultur embryo karena pembibitan secara alami tidak dapat dilakukan. Namun, kendala utama yang dihadapi dalam aplikasi kultur embryo kelapa kopyor adalah rendahnya persentase keberhasilan pada tahap aklimatisasi (kurang dari 30 %) sebagai akibat belum ditemukannya protokol aklimatisasi yang tepat untuk kelapa kopyor. Disamping itu, hampir 50 % dari plantlet yang dihasilkan kultur embryo tidak memiliki akar ataupun memiliki akar yang tidak fungsional, akibatnya hampir seluruh plantlet akan mati jika diaklimatisasikan. Oleh karena itu ditambahan tahap induksi akar pada teknik kultur embryo. Penambahan satu tahapan induksi akar pada kultur embryo menjadikan teknik tersebut lebih lama (1-3 bulan lebih lama), kurang efisien, resiko kegagalan yang meningkat akibat kontaminasi serta meningkatkan biaya produksi. Oleh karena itu upaya untuk mencari protokol kultur embryo yang lebih singkat dan efisien perlu dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan optimasi induksi akar dan aklimatisasi yang dilakukan secara bersamaan melalui teknik ex vitro rooting.
Dua topik utama yang akan dilakukan selama 10 bulan, yaitu optimasi teknik ex vitro rooting untuk aklimatisasi bibit kelapa kopyor dengan target meningkatkan keberhasilan aklimatisasi plantlet kelapa kopyor tanpa akar dari 0 % menjadi 70 %. Pada penelitian ini akan dilakukan uji pengaruh zat pengatur tumbuh dan uji pengaruh lingkungan. Topik penelitian kedua adalah studi perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami guna menjelaskan faktor penyebab kegagalan aklimatisasi bibit kelapa kopyor.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknik ex vitro rooting berhasil diaplikasikan untuk induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor yang dihasilkan secara in vitro dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (di atas 90 %). Bahkan, plantlet yang semula tidak memiliki akar berhasil diinduksi pembentukan akar primer maupun sekunder secara ex vitro bersamaan dengan proses aklimatisasi selama 3 bulan dengan tingkat keberhasilan di atas 65 %. Perlakuan terbaik yang digunakan untuk menginduksi pembentukan akar secara ex vitro sekaligus dilakukan aklimatisasi adalah dengan menggunakan mini growth chamber yang didalamnya diisi medium tanam dengan penambahan 10-6 M asam indole butirat (IBA).
Pemeliharaan bibit kelapa kopyor dengan menggunakan teknik ex vitro rooting yang dipelihara dengan
intensitas cahaya yang tinggi, sinar matahari secara langsung (10.000 - 12.000 lux) maupun di bawah screen house (5.000 - 6.000 lux) tidak mampu menghasilkan bibit dengan persentase keberhasilan yang tinggi.
Hasil penelitian studi perbadingan anatomi bibit kelapa kopyor in vitro dengan bibit kelapa kopyor sesudah
ex vitro rooting dan aklimatisasi di screen house menunjukkan adanya peningkatan ketebalan daun khususnya dalam hal ketebalan jaringan palisade parenkim maupun jumlah stoma khususnya pada jumlah stomata pada permukaan bagian bawah daun, serta kadar klorofil a dan klorofil total. Berdasarkan studi anatomi dapat disimpulkan bahwa bibit kelapa kopyor hasil kultur embryo membutuhkan perlakuan khusus selama proses aklimatisasi sebelum bibit tersebut ditanaman di lapang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik ex vitro rooting memberikan terobosan baru dalam menginduksi
akar bibit hasil kultur jaringan secara efisien sekaligus dilakukan aklimatisasi. Langkah selanjutnya sampai saat ini masih dilakukan studi perbandingan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami serta analisis data yang telah diperoleh maupun penulisan artikel ilmiah untuk dipublikasi di jurnal internasional. Kata kunci : Kultur embryo; Kelapa kopyor; Mini growth chamber; ex vitro rooting, aklimatisasi
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
iii
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Identitas dan Pengesahan ................................................................................. i Ringkasan Eksekutif ....................................................................................................... ii Daftar Isi ......................................................................................................................... iii Daftar Tabel .................................................................................................................... v Daftar Gambar ................................................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 BAB II STUDI PUSTAKA........................................................................................ 3 2.1 Kelapa dan Kelapa Kopyor .................................................................... 3 2.2 Perbanyakan Kelapa Kopyor Secara In Vitro …………………………… 4 2.3 Research ProgressAklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor ........................... 5 2.4 Research progress tentang Uji Keragaman Genetika Kelapa Kopyor
Hasil Kultur Jaringan serta Kemungkinan Aplikasinya pad kelapa Kopyor .................................................................................................
7
2.5 Peta Jalan Penelitian .............................................................................. 7BABIII TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN............................................... 13 3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 13 3.2 Manfaat Penelitian.................................................................................. 13BABIV METODE PENELITIAN ............................................................................. 16 4.1 Lokasi dan Bahan Penelitian .................................................................. 16 4.2 Optimasi Teknik Ex Vitro Rooting.................................................. 16 4.3 Uji Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)...................................... 18 4.4 Uji Pengaruh Lingkungan ............................................................... 18 4.5 Studi Perbandingan Morfologi, Anatomi dan Biokimia ................... 19 4.5.1 Uji Morfologi ………………………………………………….. 19 4.5.2 Uji Anatomi…………………………………………………….. 20 4.5.3 Uji Biokimia …………………………………........................... 20 4.6 Analisis Data ………………………………………………………….. 20BABV RENCANA CAPAIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN........................... 21 5.1 Rencana Capaian .................................................................................... 21 5.2 Hasil ....................................................................................................... 21 5.2.1 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Ex Vitro
Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor .................................
21 5.2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Keberhasilan Ex Vitro
Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor .................................
26 5.2.3 Studi Perbandingan Anatomi dan Biokimia Bibit Kelapa Kopyor
Hasil Kultur Jaringan .........................................................................
27 5.3 Pembahasan ............................................................................................ 31BABVI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 35
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
iv
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 35 6.2 Saran ....................................................................................................... 35DAFTARPUSTAKA............................................................................................................................... 36
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1 Rencana Capaian ................................................................................. 21 5.2 Hasil Penelitian..................................................................................... 27 5.3 Kontribusi penelitian INSINAS 2015 terhadap kondisi kultur embryo
kelapa kopyor di Indonesia.............................................................................. 33
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Road map penelitian kelapa kopyor di Laboratorium Genetika dan Botani,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Huruf dengan warna merah menunjukkan penelitian telah dilakukan, biru menunjukkan penelitian tahun pertama, hijau menunjukkan penelitian tahun kedua, ungu menunjukkan penelitian tahun ketiga, sedangkan warna hitam merupakan progam penelitian lanjutan sesudah kegiatan penelitian ini berakhir...................................................
10
4.1 Bagan alir tahapan pengembangan protokol kultur embryo kelapa kopyor ....................................................................................................................
17
4.2 Mini growth chamber yang akan digunakan dalam induksi kalus secara ex vitro (ex vitro rooting) untuk kategori plantlet dengan akar yang tidak fungsional …..
19 5.1 Bibit kelapa kopyor tanpa akar sebelum percobaan (A) dibandingkan dengan
bibit kelapa kopyor sesudah 3 bulan kultur pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) dengan konsentrasi 10-6 M (B), 5x10-6 M (C) dan 10-5 M (D). Bibit ditanam di dalam mini growth chamber dengan menggunakan teknik ex vitro rooting. …………………………………………………………..
22 5.2 Hasil uji pengaruh zat pengatur tumbuh asam indol butirat (IBA; ) dan asam
naftalena asetat (NAA ; ) yang ditambahkan ke dalam medium tanam terhadap tingkat kelulushidupan (survival rate) dari bibit kelapa kopyor tanpa akar yang ditanam dengan menggunakan teknik ex vitro rooting (A) dan persentase bibit yang berhasil diinduksi akar (B) setelah 3 bulan kultur di dalam mini growth chamber. Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
23
5.3 Hasil pengukuran ciri-ciri morfologi bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan menggunakan teknik ex vitro rooting setelah tiga bulan tanam. Tinggi bibit (A), berat basah (B) dan jumlah daun yang terbuka (C) pada bibit yang digunakan pada awal percobaan ( ) dibandingkan dengan bibit yang dipelihara pada medium tanam dengan penambahan IBA ( ) dan NAA ( ) pada konsentrasi 10-6- 10-5 M maupun pada medium tanpa penambahan ZPT (kontrol). Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %..........................................................................................
25 5.4 Bibit hasil ex vitro rooting yang telah dipindahkan ke lingkungan ekternal
selama 2 bulan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (A). Bibit tanpa akar maupun dengan akar berhasil tumbuh dengan baik dan terinduksi akar selama
26
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
vii
tahap penanaman pada lingkungan ekternal di screen house ................................ 5.5 Hasil uji pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan induksi akar dan
aklimatisasi bibit kelapa kopyor. A. Seluruh bibit yang ditanam di bawah sinar matahari secara langsung (intensitas cahaya 10.000-12000 lux) mati karena terbakar, B. Bibit yang ditanam dibawah screen house dengan intensitas cahaya 5000 - 6000 lux mengakibatkan sebagian besar bibit mati dan hanya sekitar 20 % dari bibit yang ditanam mampu bertahan setelah 3 bulan aklimatisasi (C) ......
27 5.6 Hasil pengukuran anatomi perbandingan ketebalan daun antara daun yang
diisolasi dari bibit kelapa kopyor dalam kondisi in vitro maupun bibit kelapa kopyor setelah perlakuan ex vitro rooting selama 3 bulan dengan bibit kelapa kopyor sesudah aklimatisasi selama tiga bulan di screen house dengan pembanding bibit kelapa kopyor yang ditumbuhkan secara alami.........................
28 5.7 Contoh irisan melintang yang dilakukan pada daun bibit kelapa in vitro (A),
bibit setelah ex vitro rooting selama 3 bulan (B), bibit setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan, serta bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara alami sebagai kontrol (D).......................................................................................
29 5.8 Hasil penghitungan jumlah stoma pada permukaan atas dan permukaan bawah
daun kelapa yang diisolasi dari bibit in vitro, bibit hasil ex vitro rooting selama 3 bulan, bibit hasil aklimatisasi selama 3 bulan di screen house serta bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol...............................
30 5.9 Hasil pengukuran kadar klorofil a dan b pada daun bibit kelapa yang hidup
dalam kondisi in vitro, bibit setelah mengalami ex vitro rooting selama 3 bulan dan bibit setelah 3 bulan di screenhouse dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol ..........................................
30
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu alternatif guna meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah dengan
budidaya kelapa kopyor. Kelapa kopyor diketahui memiliki nilai jual sangat tinggi yaitu
mencapai 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa normal (Maskromo et al., 2007).
Namun demikian, budidaya tanaman kelapa type ini masih belum optimal. Salah satu kendala
yang dihadapi petani adalah belum tersedianya bibit kelapa kopyor dengan kualitas yang
memadai. Saat ini perbanyakan kelapa kopyor masih dilakukan secara tradisional, yaitu dengan
menanam buah normal dari pohon yang menghasilkan kelapa kopyor. Tanaman kelapa yang
dihasilkan dari perbanyakan secara alami tersebut hanya akan menghasilkan buah kopyor
antara 3 – 25 % untuk kelapa tipe dalam dan 5 – 50 % untuk kelapa tipe genjah (Maskromo and
Novarianto, 2007).
Perbanyakan kelapa kopyor secara moderm dengan menggunakan kultur jaringan telah
diupayakan, namun hasil yang diperoleh belum menggembirakan. Perbanyakan kelapa melalui
embryogenesis somatik belum berhasil diaplikasikan dalam secara masal (Montero-Cortes et
al., 2010; Perera et al., 2008; Perera et al., 2007; Perera et al., 2009b; Perez-Nunez et al.,
2006). Hal yang sama juga terjadi ketika teknik embryogenesis somatik dicoba untuk
diaplikasikan pada kelapa kopyor dimana teknik tersebut masih menghasilkan plantlet dengan
bentuk-bentuk abnormal seperti akar tanpa tunas maupun tunas dengan akar yang tidak
sempurna (Sukendah, 2009).
Satu-satunya alternatif yang tersedia untuk menyediakan bibit kelapa kopyor secara in
vitro adalah dengan menggunakan kultur embryo. Teknik ini telah berhasil dikembangkan di
Philipina untuk penyediaan bibit kelapa makapuno (seperti kelapa kopyor) dengan tingkat
keberhasilan menghasilkan buah makapuno yang sangat tinggi (true-to-type), 75 – 100 %
(Rillo, 2004; Rillo et al., 2002). Di Indonesia, teknik kultur embryo telah dicoba untuk
digunakan untuk perbanyakan kelapa kopyor (Mashud, 2010; Mashud and Manaroinsong,
2007; Novarianto et al., 2005; Sukendah, 2009; Sukendah et al., 2008).
Kendala utama yang dihadapi dalam penyediaan bibit kelapa kopyor secara in vitro
adalah persentase keberhasilan yang cukup rendah khususnya pada tahap induksi akar. Jumlah
plantlet yang memiliki akar yang tidak sempurna sangat tinggi yaitu mencapai hampir 50 %
dari total plantlet yang dihasilkan (Sukendah et al., 2008). Hal tersebut membutuhkan tahapan
in vitro yang lebih panjang dengan cara melakukan induksi akar yang lebih lama (sekitar 2 - 3
bulan) sebelum plantlet siap diaklimatisasi.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
2
Kendala Lain yang dihadapi dalam menghasilkan bibit kelapa kopyor secara in vitro adalah pada tahap aklimatisasi, Sampai saat ini teknik aklimatisasi yang dapat digunakan untuk kelapa kopyor belum berkembang dengan baik. Teknik aklimatisasi dengan cara bibit disungkup satu-per satu dengan menggunakan plastik selama beberapa bulan sebelum dipindahkan ke lingkungan luar memiliki keberhasilan cukup tinggi (80 %) khususnya pada bibit yang memiliki akar yang lengkap, namun teknik tersebut membutuhkan tenaga kerja yang banyak serta kurang efisien (Magdalita et al., 2010b). Teknik tersebut juga memberikan hasil yang rendah (kurang dari 20 %0 ketika diaplikasikan pada bibit kelapa kopyor (Mashud and Manaroinsong, 2007; Sukendah, 2009). Teknik lain dengan menggunakan tenda plastik menunjukkan keberhasilan aklimatisasi yang cukup baik, yaitu sekitar 80 %, namun hanya untuk bibit yang memiliki akar lengkap (Orense et al., 2011). Teknik yang memiliki keberhasilan paling tinggi (di atas 95 %) adalah dengan menggunakan sistem photoautotropic (Samosir and Adkins, 2014) , namun teknik ini membutuhkan biaya besar dengan sistem yang komplek untuk gas CO2 dan peralatannya serta belum dapat diaplikasikan pada kelapa kopyor.
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan perbaikan protokol induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor yang dihasilkan dari kultur embryo menggunakan teknik ex vitro rooting yang sedang dikembangkan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Permasalahn yang lain berupa studi perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang dihasilkan dari kultur embryo dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara in vitro juga belum pernah dilakukan sampai saat ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilaporkan studi tentang hal tersebut untuk pertama kalinya.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
3
BAB II. STUDI PUSTAKA
2.1 Kelapa dan Kelapa Kopyor
Kelapa banyak dibudidayakan di negara-negara tropis karena hampir semua bagian
memiliki fungsi yang tinggi baik secara sosial maupun secara ekonomi sehingga dikenal
sebagai pohon kehidupan “tree of life” (Persley, 1992). Secara sosial, daun kelapa yang masih
muda biasa digunakan untuk berbagai kepentingan upacara adat dan keagamaan, sedangkan
daun kelapa yang sudah tua dapat digunakan untuk atap rumah maupun sapu lidi. Batang
kelapa yang sudah tua dapat digunakan untuk bahan bangunan dan funiture. Daging buah
kelapa atau endosperm merupakan bagian kelapa dengan nilai ekonomi paling tinggi, biasa
digunakan untuk bahan baku santan kelapa yang berperan penting dalam cita rasa masakan
daerah tropis (Thampan, 1981). Desiccated coconut dan minyak kelapa merupakan produk
utama dari kelapa. Pada tahun 2009, produksi minyak kelapa dunia mencapai lebih dari 3.6
metrik ton dimana lebih dari 50 % dari total produksi tersebut dipasok oleh Philippina dan
Indonesia (FAO, 2011). Dalam lima tahun terakhir, daging buah kelapa juga digunakan untuk
memproduksi virgin coconut oil (VCO) yang memiliki fungsi penting di dunia kesehatan (Fife,
2006).
Di Indonesia, produksi kelapa mencapai sekitar 15,5 milyar butir per tahun yang
sebanding dengan lebih dari 3 juta ton kopra, hampir 4 juta ton air kelapa, ¾ juta ton arang,
hampir 2 juta ton serat sabut dan lebih dari 3 juta ton cocopeat (Mahmud and Ferry, 2005).
Pada umumnya produksi tersebut dihasilkan dari kebun petani kecil dengan luas lahan kurang
dari 0.5 ha dengan penghasilan kurang dari 4 juta per tahun (Mahmud and Ferry, 2005). Jumlah
petani dengan pendapatan yang rendah tersebut mencapai 95 % dari total sekitar 3 juta petani
kelapa (Batugal et al., 2005).
Kelapa Kopyor. Salah satu cara untuk menurunkan tingkat kemiskinan petani kelapa
adalah dengan budidaya jenis kelapa yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi seperti kelapa
kopyor. Kelapa kopyor adalah kelapa hasil mutasi alami dengan peluang yang sangat rendah
(Maskromo and Novarianto, 2008). Akibat perubahan pada materi genetika tersebut
menyebabkan daging buah menjadi lunak, mudah lepas dari tempurung dan rasanya lebih gurih
dari kelapa normal (Maskromo and Novarianto, 2007). Jumlah dan produksi kelapa jenis ini
sangat terbatas sedangkan kebutuhan akan kelapa tersebut sangat tinggi sehingga menyebabkan
harga kelapa per butir dapat mencapai 10 kali lebih tinggi dibandingkan kelapa normal, yaitu
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
4
antara 20 ribu sampai 30 ribu rupiah per butir (Maskromo and Novarianto, 2007). Akibatnya,
budidaya kelapa kopyor menjadi sangat layak untuk dilakukan meskipun bagi seorang petani
kecil yang memiliki lahan 0.1 ha atau setara dengan 18 pohon kelapa kopyor (Hutapea et al.,
2007).
Seperti halnya kelapa biasa, kelapa kopyor ditemukan pada kedua tipe kelapa, baik
kelapa dalam maupun kelapa genjah. Pada kelapa dalam, persentase buah kopyor yang
dihasilkan sangat rendah, yaitu antara 1 sampai 2 butir per tandan sedangkan pada kelapa
genjah, persentase butir kopyor yang dihasilkan dapat mencapai 50 % (Maskromo and
Novarianto, 2007). Kelapa genjah memiliki ciri-ciri batang pendek (≤ 15 m), pangkal batang
tidak membesar, lambat pertumbuhannya dengan umur yang lebih singkat (35 sampai 40
tahun), buah yang kecil dan umumnya menyerbuk sendiri. Namun, kelapa jenis ini mampu
menghasilkan buah lebih cepat (umur 2-4 tahun setelah tanam) dan berbuah banyak, yaitu
antara 80 – 100 buah per tahun (Perera et al., 2009a). Kelapa dalam memiliki batang yang lebih
besar dan lebih tinggi (≤ 30 m), pangkal batang membesar, umur lebih lama (dapat mencapai
100 tahun) dan menyerbuk silang. Kelapa type ini baru menghasilkan buah antara 6 – 8 tahun
setelah tanam dan hanya menghasilkan kelapa kurang dari 50 buah per tahun (Perera et al.,
2009a). Persilangan antara kedua type kelapa tersebut akan dihasilkan kelapa hibrida dengan
sifat-sifat unggul diantara keduanya (Foale, 2003). Sampai saat ini belum ada upaya untuk
membuat kelapa kopyor hibrida karena belum adanya kelapa kopyor true-to-type baik kelapa
kopyor dalam maupun kelapa kopyor genjah. Penelitian ini memiliki tujuan jangka panjang
untuk membuat kelapa kopyor unggul tersebut.
2.2 Perbanyakan Kelapa Kopyor secara In Vitro
Budidaya kelapa kopyor memiliki kendala dalam hal penyediaan bibit. Kelapa kopyor
tidak dapat berkecambah secara alami karena daging buahnya yang tidak mampu mendukung
perkembangan embryo (Maskromo and Novarianto, 2008). Pembibitan kelapa kopyor yang saat
ini dilakukan adalah dengan menanam kelapa normal yang dihasilkan oleh pohon yang
menghasilkan kelapa kopyor. Akibatnya persentase keberhasilan untuk menghasilkan kelapa
kopyor cukup rendah yaitu antara 5 – 25 % (Maskromo and Novarianto, 2008).
Alternatif untuk mengatasi kelemahan dalam menyediaan bibit kelapa kopyor adalah
secara in vitro baik melalui perbanyakan dari sel somatik (embryogenesis somatic) maupun
melalui sel zygotik (kultur embryo dan embryo splitting). Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menyediakan bibit kelapa secara masal melalui embryogenesis somatik, namun tingkat
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
5
keberhasilan teknik tersebut masih rendah (Perera et al., 2009b). Hal yang sama juga terjadi
ketika teknik tersebut diaplikasikan untuk penyediaan bibit kelapa kopyor (Sukendah, 2009).
Satu satunya alternatif yang tersedia untuk memproduksi bibit kelapa kopyor adalah
melalui kultur embryo. Tanaman kelapa kopyor yang dihasilkan dari teknik in vitro tersebut
dipercaya mampu menghasilkan buah dengan persentase buah kopyor mencapai 90 % (Mashud
and Manaroinsong, 2007). Bahkan apabila dikombinasikan dengan seleksi induk yang tepat
mampu menghasilkan kelapa dengan persentase kopyor mencapai 100 % seperti yang terjadi
pada kelapa makapuno (Rillo et al., 2002).
Kultur embryo adalah teknik menumbuhkan embryo zygotik yang diisolasi dari biji
secara in vitro sampai embryo tersebut berkecambah dan menghasilkan bibit tanaman baru
(George, 2008). Teknik ini paling mudah dilakukan dibandingkan teknik in vitro lainnya karena
eksplan yang digunakan sudah berupa embryo yang siap berkecambah. Namun, teknik ini
hanya mampu menghasilkan satu tanaman per eksplan yang dikecambahkan (Raghavan, 2003).
Kultur embryo dilaporkan telah banyak digunakan untuk penyediaan bibit berbagai
tanaman yang mengalami kendala dalam perkecambahannya secara alami (Raghavan, 2003).
Kultur embryo juga merupakan metode yang paling mudah dilakukan dalam teknik
penyimpanan plasma nutfah secara in vitro (N'Nan et al., 2008; Sisunandar et al., 2014;
Sisunandar et al., 2010a; Sisunandar et al., 2010b; Sisunandar et al., 2012).
Kendala utama yang dihadapi pada aplikasi kultur embryo untuk penyediaan bibit kelapa
kopyor adalah hanya dihasilkannya satu bibit dari setiap embryo yang ditanam, sedangkan
setiap buah kopyor hanya terdapat satu buah embryo. Akibatnya bibit kelapa kopyor yang
dihasilkan dari teknik ini menjadi sangat mahal bagi para petani (Maskromo et al., 2007).
Alternatif yang tersedia adalah dengan melakukan pembelahan embryo (embryo splitting)
untuk meningkatkan jumlah eksplan yang ditanam (Mashud, 2010; Sukendah, 2009). Namun
tingkat keberhasilan teknik ini juga masih rendah (kurang dari 60 %) dengan sebagian embryo
tumbuh akar tanpa tunas sehingga tidak dapat digunakan sebagai bibit (Sukendah, 2009).
2.3. Research Progress Aklimatisasi Bibit kelapa Kopyor
Aklimatisasi adalah tahapan untuk memindahkan plantlet atau bibit tanaman yang
dihasilkan dari kultur jaringan dari lingkungan in vitro ke lingkungan ex vitro (George and
Debergh, 2008). Tahapan ini merupakan tahap paling penting dari kultur embryo karena sangat
memungkinkan menyebabkan kegagalan dan matinya bibit yang dihasilkan. Plantlet yang
dihasilkan dari kultur jaringan umumnya tumbuh dalam tabung yang tertutup rapat guna
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
6
menghindari kontaminasi, namun kondisi ini mengakibatkan kelembapan udara di dalam
tabung jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi di luar tabung sehingga mengakibatkan
pertukaran gas CO2 dengan lingkungan luar menjadi sangat terbatas (Paspisilova et al., 1999).
Disamping itu, media tanam umumnya diberi tambahan gula sebagai sumber karbon dan energi
serta intensitas cahaya yang relatif rendah. Ketiga hal tersebut mengakibatkan plantlets yang
dihasilkan menjadi abnormal baik secara morfologi maupun fisiologi sehingga menyebabkan
kegagalan dalam produksi bibit menggunakan teknik kultur jaringan (Paspisilova et al., 1999).
Pada kultur embryo kelapa tingkat kegagalan pada tahap aklimatisasi masih relatif tinggi,
berkisar 60 sampai 90 % (Engelmann and Batugal, 2002; Karun et al., 2002). Kegagalan pada
kultur embryo kelapa kopyor juga sangat tinggi, yaitu mencapai 80 % (Mashud and
Manaroinsong, 2007).
Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperbaiki protokol kultur embryo guna
meningkatkan kesintasan tanaman pada tahap aklimatisasi seperti menginduksi peningkatan
jumlah akar primer dan sekunder dengan menambahkan zat pengatur tumbuh auksin ke dalam
media tanam (Lien, 2002; Rillo et al., 2002), perbaikan teknik aklimatisasi dengan
menggunakan kotak plastik (Magdalita et al., 2010a), maupun pemberian gas CO2 ke dalam
kotak aklimatisasi guna meningkatkan laju fotosintesis tanaman yang diaklimatisasi (Samosir et
al., 2008). Namun demikian, teknik tersebut membutuhkan biaya yang mahal untuk penyediaan
gas CO2 serta peralatan yang mahal.
Hasil penelitian tahun kedua untuk Teknik aklimatisasi dengan menggunakan mini
growth chamber berhasil digunakan untuk mengaklimatisasikan bibit kelapa kopyor dengan
keberhasilan yang tinggi (di atas 95 %). teknik tersebut juga berhasil digunakan untuk
mengaklimatisasi bibit kelapa kopyor yang belum memiliki akar. Teknik tersebut berhasil
menginduksi akar secara ex vitro. Intensitas cahaya berpengaruh secara nyata terhadap
keberhasilan aklimatisasi bibit kelapa kopyor. Cahaya dengan intensitas yang lebih tinggi (1400
lux) memberikan kelulushidupan dan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan
cahaya dengan intensitas yang lebih rendah (Sisunandar et al., 2014, Laporan Kemajuan Hibah
Bersaing tahun kedua). Dengan keberhasilan tersebut saat ini telah tersedia sekitar 200 bibit
kelapa kopyor yang siap dibesarkan di screen house sebelum ditanam ke lapangan.
Keberhasilan ini dapat digunakan sebagai model aklimatisasi untuk teknik pembibit an tanaman
melalui hasil kultur jaringan. Namun demikian, untuk menjadikan model tersebut perlu
dilakukan analisis komprehensif tentang faktor yang menyebabkan keberhasilan maupun
kegagalan proses aklimatisasi.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
7
2.3. Research Progress tentang Uji Keragaman Genetika Kelapa Hasil Kultur Jaringan
serta Kemungkinan Aplikasinya pada Kelapa Kopyor
Informasi tentang keanekaragaman genetika kelapa kopyor yang tumbuh di lapangan
hasil kultur jaringan belum teridentifikasi. Meskipun kelapa kopyor true-to-type hanya dapat
dihasilkan dengan menggunakan teknik kultur jaringan (Mashud and Manaroinsong, 2007),
namun kultur jaringan tumbuhan sendiri dipercaya mampu menyebabkan berbagai perubahan
materi genetika pada tumbuhan yang dihasilkan (Kaeppler and Phillips, 1993; Mc Clintock,
1984; Phillips et al., 1994; Rani and Raina, 2000). Perubahan genetik tersebut terjadi sebagai
respon tumbuhan terhadap cekaman lingkungan (Phillips et al., 1994).
Perubahan genetik dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan morfologi, sitologi,
biokimia maupun molekuler (Rani and Raina, 2000; Sisunandar et al., 2010a). Secara
morfologi, perubahan genetika telah dilaporkan dapat diamati pada malformasi buah, tanaman
lebih kerdil, bunga terlalu banyak dan beberapa ciri morfologi yang lain (Rani and Raina,
2000). Secara sitologi, perubahan genetik dapat meliputi aberasi kromosom (Phillips et al.,
1994) dan perubahan derajat ploidi (Rani and Raina, 2000), sedangkan secara molekuler,
perbahan dapat meliputi perubahan pada materi DNA maupun modifikasi ekspresi gen karena
adanya perubahan metilasi dari DNA atau biasa disebut epigenetik (Phillips et al., 1994;
Sisunandar et al., 2010a). Sampai saat ini analisis variasi genetika tanaman kelapa kopyor hasil
kultur jaringan belum pernah dilakukan sehingga dalam penelitian ini direncakan dilakukan
analisis keragaman genetika kelapa kopyor hasil kultur jaringan.
2.5 Peta Jalan Penelitian
Kelapa kopyor merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena memiliki
nilai ekonomi yang sangat tinggi (10 – 20 kali lebih tinggi dari kelapa normal). Oleh karena itu
budidaya kelapa jenis ini dapat digunakan sebagai salah satu strategi nasional guna
mengentaskan kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja baru bagi para petani kelapa.
Program pengentasan kemiskinan melalui budidaya kelapa kopyor dapat dilakukan apabila
langkah-langkah pengembangannya dilaksanakan secara konsisten (Gambar 2.1). Langkah-
langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Seleksi dan uji keragaman genetika kelapa kopyor alami. Langkah ini meliputi
pembuatan database kelapa kopyor di tiga kabupaten eks-Karesidenan Banyumas dan
dilanjutkan dengan uji keragaman genetika. Pada tahap ini, pendataan kelapa kopyor di
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
8
Kabupaten Banyumas dan Purbalingga dan uji keragaman genetika dari segi morfologi
telah diselesaikan pada tahun 2010. Pemetaan kelapa kopyor di kabupaten-kabupaten
yang lain perlu dilakukan untuk tahun-tahun berikutnya, seperti Kabupaten
Banjarnegara, Cilacap dan Kebumen. Luaran dari kegiatan ini adalah peta distribusi
kelapa kopyor di eks Karesidenan Banyumas
2. Produksi bibit kelapa kopyor true-to-type melalui optimasi protokol kultur embryo.
Penelitian ini menjadi fokus utama dari proyek penelitian yang diusulkan pada tahun
pertama. Selama tahun 2004-2007, peneliti utama telah melakukan penelitian tentang
teknik penyimpanan plasma nutfah kelapa dengan menggunakan teknik kriopreservasi.
Penelitian tersebut menggunakan teknik kultur embryo untuk me-recovery embryo yang
disimpan pada suhu beku. Namun, dalam penelitian ini jenis kelapa yang digunakan
adalah kelapa normal. Pada tahun 2009, peneliti utama melakukan penelitian uji
sterilisasi eksplan embryo kelapa kopyor atas biaya mandiri. Pada tahun 2010, peneliti
utama melakukan kegiatan postdoctoral research fellow di University of Queensland,
Australia atas biaya Endeavour Award, Ministry of Education Australia dengan topik
penelitian tentang uji perbandingan pertumbuhan embryo kelapa kopyor antara kelapa
dalam dan kelapa genjah, serta dilakukan uji pemilihan medium dasar yang bisa
digunakan untuk menumbuhkan kelapa kopyor. Pada tahun 2012, kami berhasil
mengembangkan teknik embryo incision (UBER-HKI 2012) untuk meningkatkan
jumlah bibit kelapa kopyor yang dihasilkan. Hasil penelitian mandiri tersebut telah kami
ajukan untuk mendapatkan hak patent pada tahun 2012. Mulai tahun 2013, kami
mendapatkan dana penelitian HIBAH BERSAING untuk mengembangkan metode
perbanyakan tanaman kelapa kopyor melalui teknik embryo splitting.
3. Terdapat dua tahap peneltian yang diusulkan pada Riset Dasar (RD) Program Insentif
Riset Sinas 2015 yang diusulkan ini yaitu pengembangan protokol ex vitro rooting guna
meningkatkan keberhasilan aklimatiasi melalui uji pengaruh faktor lingkungan terhadap
keberhasilan aklimatiasi plantlet kelapa kopyor dengan target untuk meningkatkan
keberhasilan aklimatisasi plantlet kelapa kopyor tanpa akar dari 0 % (Sukendah et al.,
2008) menjadi lebih dari 70 % untuk bibit tanpa akar atau bibit dengan akar yang tidak
fungsional. Akhir kegiatan diharapkan telah dihasilkan bibit kelapa kopyor yang telah
diaklimatisasi sebanyak lebih dari 300 bibit sehingga dapat digunakan untuk
pembangunan kebun plasma nutfah kelapa kopyor pertama di Indonesia. Kegiatan
kedua yang diusulkan adalah dilakukan studi perbandingan morfologi, anatomi dan
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
9
biokimia (Sisunandar et al., 2014; Sisunandar et al., 2010a; Sisunandar et al., 2010b;
Sisunandar et al., 2012) antara bibit kelapa kopyor berhasil diaklimatisasikan dengan
teknik ex vitro rooting dengan bibit kelapa hasil pembibitan secara alami. Target yang
diharapkan adalah diperolehnya data perbandingan morfologi anatomi dan biokimia
antara kedua macam bibit tersebut sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan faktor
internal yang berpengaruh terhadap keberhasilan aklimatisasi kelapa kopyor.
4. Langkah lanjutan setelah diperoleh bibit kelapa kopyor adalah pembangunan kebun
plasma nutfah kelapa kopyor pertama di Indonesia. Saat ini telah disediakan lahan
seluas 3 ha oleh peneliti utama guna melaksanakan kegiatan tersebut. Selama
pembuatan kebun plasma nutfah tersebut akan dilakukan beberapa uji seperti uji
perbandingan pertumbuhan antara kelapa kopyor dalam dengan kelapa kopyor genjah,
uji optimasi jenis pupuk maupun uji ketahanan terhadap serangga dan penyakit
(Gambar 2.1). Kegiatan pengamatan pertumbuhan secara morfologi dan fisiologi akan
berlanjut dalam jangka waktu 6 tahun sampai kelapa sudah mulai berbuah.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
10
Gambar 2.1 Road map penelitian kelapa kopyor di Laboratorium Genetika dan Botani,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Huruf dengan warna dan dalam kotak dengan tulisan SINAS 2015 merupakan progam penelitian yang akan dilakukan dalam kegiatan ini.
5. Uji kompetensi dan keragaman genetika akan dilakukan pada bibit yang ditanam di
Kebun plasma nutfah kelapa kopyor hasil penelitian pada tahun kedua dari proyek
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
11
penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar keragaman
genetika kelapa kopyor baik secara morfologi, fisiologi, sitologi maupun molekuler
(Gambar 2.1). Data dasar tersebut sangat penting dilakukan dalam rangka perakitan
kelapa kopyor hibrida pada tahap penelitian berikutnya. Pada tahun ketiga juga akan
dikembangkan teknik penanda molekuler (molecular marker) guna deteksi dini apakah
kelapa bibit kelapa yang dihasilkan adalah bibit kelapa kopyor ataukah bibit kelapa
normal. Untuk melakukan hal tersebut, penelitian akan bekerjasama dengan CIRAD
Perancis. Kerjasama dengan Perancis telah lama dilakukan oleh tim penelitian ini
mulai tahun 2006-2007, peneliti utama telah melakukan visiting student di institusi
tersebut dan dilanjutkan dengan postdoctoral research fellows pada tahun 2009. Mulai
tahun 2012, tim ini menjadi pemenang program Nusantara yang dilakukan oleh
Kementerian Riset dan Teknologi
6. Setelah tanaman kelapa yang dibudidayakan telah berbuah (sekitar 3 tahun untuk
kelapa genjah dan 5 tahun untuk kelapa dalam) maka dilakukan seleksi pohon kelapa
kopyor yang unggul dari kedua jenis tersebut. Dari seleksi tersebut diharapkan
diperoleh kelapa kopyor genjah dan kelapa kopyor dalam yang menghasilkan buah
kopyor dengan rasa yang lebih enak dibandingkan yang lain. Selanjutnya dari kedua
jenis kelapa tersebut akan dilakukan uji persilangan (breeding program) guna
menghasilkan kelapa kopyor hibrida unggul nasional yang akan disebarkan ke petani
dan dunia industri untuk dibudidayakan.
7. Upaya pelestarian plasma nutfah kelapa kopyor melalui bioteknologi seperti teknik
konservasi jangka pendek dan menengah (short- to medium-term conservation) serta
melalui penyimpanan jangka panjang (cryopreservation) juga perlu dilakukan sebagai
back up bagi kebun plasma nutfah.
Dari tujuh kegiatan tersebut diharapkan dapat dibangun kerjasama yang erat antara
universitas dengan petani kelapa dan industri maupun pemerintah daerah dan lembaga
penelitian lain di dalam dan di luar negeri untuk mengembangkan industri kelapa kopyor di
Indonesia. Industri tersebut menyangkut berbagai aspek seperti perkebunan kelapa kopyor
di tingkat hulu yang akan banyak melibatkan petani kelapa saat ini. Industri pengolahan
pangan meliputi industri pengalengan kelapa kopyor dan industri eskrim berkualitas
eksport, industri restoran dan pangan lain yang memanfaatkan kelapa kopyor, industri
kosmetika dan obat-obatan. Industri impian yang lain adalah dibuatnya “theme park”
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
12
seperti movie world, dream world dan sea world, namun dalam hal ini coconut world.
Proyek theme park ini merupakan gabungan dari rekreasi dan pendidikan.
Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan 5 artikel yang telah dipublikasi di journal
internasional ternama dengan impact factor antara 1 ,0 - 3,6, satu hak paten, beberapa
paper yang presentasikan di seminar nasional dan internasional. Artikel yang telah
dipublikasikan tersebut antara lain :
Sisunandar, Rival, A., Turquay, P., Samosir, Y. & Adkins, S. W. (2010). Cryopreservation of coconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does not induce morphological, cytological or molecular changes in recovered seedlings. Planta. 232: 435 - 447.
Sisunandar, Sopade, P. A., Samosir, Y., Rival, A. & Adkins, S. W. (2010). Dehydration improves cryopreservation of coconut (Cocos nucifera L.). Cryobiology. 61: 289–296.
Sisunandar, Sopade, P. A., Samosir, Y., Rival, A. & Adkins, S. W. (2012). Conservation of coconut (Cocos nucifera L.) germplasm at sub-zero temperature. CryoLetters. 33: 465-475.
Sisunandar, Novarianto, H., Mashud, N., Samosir, Y.M.S.& Adkins, S.W. (2014). Embryo maturity plays an important role for the successful cryopreservation of coconut (Cocos nucifera). In vitro Cellular & Developmental Biology-Plant. 50 : 688-685.
Nguyen, Q.T., Bandupriya, H.D.D., Lopez-Villalobos, A., Sisunandar, Foale, M., &Adkins, S.W. (2015). Tissue culture and assoociated biotechnological interventions for the improvement of coconut (Cocos nucifera L.) : A review. Planta. 242 : 1059 - 1076.
Sisunandar, Alkhikmah, Husin, A.& Suyadi, A. (2015). Embryo incision as a new technique to double seedling production of Indonesian elite coconut type "Kopyor". Journal of Mathematical and Fundamental Sciences. 47 : 252 - 260.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
13
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Sampai saat ini teknik aklimatisasi bibit kelapa kopyor dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi (di atas 70 %) belum tersedia di Indonesia oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan teknik ex vito rooting guna meningkatkan
keberhasilan aklimatisasi bibit kelapa kopyor true to type serta melakukan studi
perbandingan morfologi, anatomi dan fisiologi antara bibit kelapa kopyor hasil
aklimatisasi dengan teknik ex vitro rooting dengan bibit kelapa yang dihasilkan
secara alami.. Untuk mencapai tujuan utama tersebut dua langkah penelitian akan
dilakukan, dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengembangkan protokol ex vitro rooting guna meningkatkan keberhasilan
aklimatiasi melalui uji pengaruh faktor lingkungan terhadap keberhasilan
aklimatiasi plantlet kelapa kopyor meliputi uji pengaruh zat pengatur tumbuh dan
uji pengaruh lingkungan
2. Menguji perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia (Sisunandar et al., 2014;
Sisunandar et al., 2010a; Sisunandar et al., 2010b; Sisunandar et al., 2012) antara
bibit kelapa kopyor berhasil diaklimatisasikan dengan teknik ex vitro rooting
dengan bibit kelapa hasil pembibitan secara alami.
3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian tentang pengembangan protokol embryo splitting untuk penyediaan bibit
kelapa kopyor sangat penting dilakukan mengingat tingginya nilai ekonomi kelapa kopyor
dan belum tersedianya protokol yang memadai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan luaran jangka pendek dan jangka panjang yang penting dalam pengembangan
ipteks, menunjang pembangunan nasional khususnya berdampak ekonomi dan sosial, serta
berperan penting dalam pengembangan institusi khususnya Laboratorium Genetika dan
Botani (LGB), Program Studi Pendidikan Biologi, maupun bagi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto pada umumnya.
Pengembangan Ipteks. Penelitian ini diharapkan memberikan dampak jangka
pendek berupa protokol embryo splitting dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
14
dibandingkan dengan protokol sebelumnya. Disamping itu dari penelitian ini juga
diharapkan dapat dihasilkan data tentang keragaman morfologi, sitologi, biokimia dan
molekuler dari bibit yang dihasilkan dari teknik tersebut sehingga layak untuk
dipublikasikan. Target minimal yang ingin dicapai adalah satu artikel di jurnal
internasional dapat dipublikasikan dari penelitian ini dan satu artikel yang dipublikasikan
di jurnal nasional terakreditasi setelah kegiatan penelitian ini berakhir.
Luaran jangka panjang yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah
dengan dihasilkannya bibit kelapa kopyor true to type maka dalam jangka waktu yang
tidak terlalu lama (1 sampai 3 tahun setelah penelitian ini berakhir), bibit dapat ditanam di
lapang untuk kemudian dijadikan kebun plasma nutfah kelapa kopyor pertama di
Indonesia. Diharapkan dapat ditanam dua type kelapa kopyor, yaitu dalam dan genjah,
sehingga dalam jangka panjang (10 – 15 tahun) akan dapat dihasilkan kelapa hibrida
kopyor yang unggul. Kebun plasma nutfah ini akan menjadi pusat penelitian kelapa kopyor
pertama di Indonesia dan bahkan dunia. Sifat kelapa kopyor dengan endoserm yang lembut
memungkinkan peneliti tanaman lain khususnya tanaman berbiji untuk mengaplikasikan
gen yang terdapat pada kelapa kopyor ke tanaman lain sehingga diperoleh tanaman pangan
dengan tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan tekstur tanaman pangan yang
tersedia saat ini.
Menunjang Pembangunan Nasional. Dampak jangka pendek yang diperoleh dari
penelitian ini adalah dihasilkannya bibit kelapa kopyor yang memiliki nilai ekonomi
sangat tinggi, Harga bibit mencapai hampir 500 ribu rupiah per bibit (Mashud and
Manaroinsong, 2007). Namun penelitian ini lebih mementingkan pencapaian jangka
panjang, berupa pembangunan kebun plasma nutfah kelapa kopyor. Selanjutnya dengan
dihasilkan kelapa kopyor hibrida unggul akan sangat menunjang pendapatan petani kelapa
di Indonesia. Seperti diketahui petani kelapa di Indonesia mencapai lebih dari 3 juta orang
dan merupakan petani miskin (Mahmud and Ferry, 2005). Dengan menanam kelapa
kopyor hibrida unggul tersebut diharapkan petani akan meningkat pendapatannya seiring
dengan tingginya harga kelapa kopyor (Novarianto et al., 2005). Tersedianya produk
kelapa kopyor selanjurnya dalam jangka panjang diharapkan akan memacu tumbuhnya
industri pangan kelapa kopyor dan memacu eksport buah kelapa kopyor seperti yang
terjadi pada saat ini di Philippina dengan kelapa makapuno.
Pengembangan Institusi. Kelapa kopyor telah menjadi topik penelitian utama di
Laboratorium Genetika dan Botani, Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam tiga
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
15
tahun terakhir. Penelitian melibatkan mahasiswa tahap akhir yang menggunakan topik
tentang kelapa kopyor sebagai bahan skripsi mereka. Sampai saat ini proyek penelitian
kelapa kopyor telah meluluskan dua orang mahasiswa, sedangkan empat orang mahasiswa
yang sedang melakukan penelitian. Sebagian besar biaya penelitian khususnya kelapa
kopyor yang digunakan dibiayai oleh peneliti utama secara mandiri. Dengan adanya
penelitian hibah bersaing ini, kegiatan penelitian skripsi mahasiswa dapat terbantu dan
semakin banyak mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan ini.
Di tingkat laboratorium, kegiatan penelitian ini akan meningkatkan capacity
building. Laboratorium memiliki fasilitas laboratorium kultur jaringan, memiliki
spektrofometer guna menunjang penelitian biokimia dan memiliki mikroskup fluoresecent
guna menunjang penelitian sitologi. Pemanfaat peralatan yang dimiliki masih tergolong
rendah, lebih menitikberatkan dalam kegiatan praktikum. Penelitian dosen yang masih
kurang dalam memanfaatkan fasilitas yang ada, sehingga dengan adanya penelitian ini
diharapkan akan memicu penelitian-penelitian dosen yang lain di bidang yang sejenis.
Di tingkat universitas, kegiatan penelitian dosen khususnya penelitian hibah bersaing
masih cukup rendah, rata-rata sekitar 2 judul per tahun. Dengan jumlah dosen yang
mencapai lebih dari 300 orang maka jumlah tersebut masih sangat rendah. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan akan memicu aktivitas penelitian yang lebih banyak lagi.
.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
16
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Bahan Penelitian
Penelitian ini direncanakan meliputi dua topik utama, yaitu optimasi teknik ex vitro
rooting untuk aklimatisasi bibit kelapa kopyor dengan target meningkatkan keberhasilan
aklimatisasi plantlet kelapa kopyor tanpa akar dari 0 % menjadi 70 % dan studi
perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil
diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami guna menjelaskan
faktor penyebab kegagalan aklimatisasi bibit kelapa kopyor. Penelitian akan dilakukan di
Laboratorium Genetika dan Botani (LGB), Universitas Muhammadiyah Purwokerto
(UMP). Bahan yang digunakan adalah plantlet kelapa kopyor yang diperoleh dari
perkecambahan embryo kelapa secara in vitro (Gambar 4.1). Teknik in vitro kelapa
kopyor tersebut telah berhasil dikembangkan dan menjadi kegiatan rutin di LGB-UMP.
4.2 Optimasi Teknik Ex-vitro Rooting
Kendala utama yang dihadapi pada produksi bibit kelapa kopyor melalui teknik
kultur embryo adalah rendahnya keberhasilan aklimatisasi sebagai akibat dari banyaknya
bibit yang memiliki akar yang tidak fungsional atau bahkan tidak memiliki akar (di atas 50
%; Sukendah et al., 2008). Pendekatan yang banyak dilakukan untuk mengaklimatisasikan
plantlets kelapa kopyor yang tidak memiliki akar yang fungsional adalah dengan
menginduksi akar terlebih dahulu secara in vitro selama sekitar 2 bulan sebelum
diaklimatisasikan (Sukendah et al., 2008; Mashud, 2010). Namun resiko kontaminasi dan
biaya yang tinggi serta waktu yang relatif lama menjadi kendala utama tahapan tersebut.
Teknik aklimatisasi plantlet kelapa kopyor dengan menggunakan alat Mini Growth
Chamber yang berhasil dikembangkan di LGB-UMP (Gambar 4.2). Pada alat tersebut,
plantlet kelapa kopyor hasil kultu embryo dipelihara selama 3 bulan di dalam ruang kultur
dengan kondisi lingkungan yang diatur. Teknik tersebut berhasil digunakan untuk
aklimatisasi bibit kelapa kopyor dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi (di atas 90
%; penelitian sedang berlangsung) khususnya pada plantlet kelapa kopyor yang memiliki
akar yang fungsional. Namun teknik tersebut harus dilakukan di ruang kultur dengan suhu
dan cahaya yang diatur sehingga memerlukan biaya yang mahal (listrik).
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
17
Gambar 4.1 Bagan alir tahapan pengembangan protokol kultur embryo kelapa kopyor.
Pada penelitian ini akan pengembangan teknik induksi akar secara ex vitro dengan
cara mengkombinasikan induksi akar sekaligus dilakukan aklimatisasi dengan
menggunakan alat mini growth chamber. Teknik yang akan dikembangkan ini memiliki
keunggulan tahap induksi akar dilakukan bersamaan dengan tahapan aklimatisasi akan
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bibit kelapa kopyor.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
18
Keunggulan yang lain tahap induksi akar yang dilakukan secara ex vitro akan meniadakan
resiko kontaminasi dan menurunkan biaya produksi yang dibutuhkan.
Pada penelitian ini akan optimasi teknik ex vitro rooting dengan cara dilakukan uji
zat pengatur tumbuh dan uji pengaruh lingkungan.
4.3 Uji pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Tiga macam zat pengatur tumbuh akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu zat
penginduksi akar komersial (Rotone F), dan dua zat pengatur tumbuh auksin, asam
napthalene asetat (NAA) dan asam indole butirat (IBA). ZPT komersial akan diaplikasikan
sesuai petunjuk penggunaannya, sedangkan NAA dan IBA akan dicampurkan ke dalam
medium tanam dengan konsentrasi 10-6 M. setiap perlakuan digunakan 20 plantlets dan
diulang sebanyak 3 kali.
Bahan yang digunakan adalah plantlet kelapa kopyor tanpa akar yang fungsional
(Gambar 4.2) berumur sekitar 4 bulan kultur yang diperoleh dari tahapan kultur embryo
kelapa kopyor (Gambar 4.1). Plantlet akan dipelihara di dalam mini growth chamber
selama 3 bulan dengan metode seperti yang telah dilakukan di LGB-UMP. Setelah 3 bulan
kultur dilakukan pengataman terhadap parameter persentase plantlets yang berhasil hidup
(survival) setelah 3 bulan, pertambahan berat basah, tinggi plantlets, jumlah daun, jumlah
akar dan panjang akar. Bahan yang digunakan dan cara pelaksanaan akan dilakukan seperti
pada 4.3.1.
4.4 Uji Pengaruh Lingkungan
Tiga kondisi lingkungan akan digunakan dalam penelitian ini yaitu ruang kultur
jaringan, screen house dengan intensitas cahaya 50% dan screen house dengan intensitas
cahaya 100 % (tanpa screen peneduh). Pada ketiga kondisi tersebut akan dimonitor secara
terus menerus data intensitas cahaya, suhu dan kelembapan.
Bahan yang digunakan dan cara pelaksanaan akan dilakukan seperti pada 4.3.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
19
Gambar 4.2 Mini growth chamber yang akan digunakan dalam induksi kalus secara ex
vitro (ex vitro rooting) untuk kategori plantlet dengan akar yang tidak fungsional.
4.5 Studi Perbandingian Morfologi, Anatomi dan Biokimia
Topik penelitian kedua yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah studi
perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil
diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami guna menjelaskan
faktor penyebab kegagalan aklimatisasi bibit kelapa kopyor
Plantlet kelapa kopyor berumur 4 bulan (sebelum induksi akar dan aklimatiasi),
plantlet sesudah aklimatisasi dan bibit yang telah dipelihara selama 3 bulan discreen house
kemudian dianalisis keragaman genetikanya berdasarkan uji morfologi, anatomi dan
biokimia dengan kontrol menggunakan bibit kelapa hasil pembibitan secara alami.
Pengambilan data akan dilakukan setiap dua bulan sekali selama satu tahun.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
20
4.5.1 Uji Morfologi
Data morfologi yang akan diobservasi meliputi pertambahan tinggi pohon, jumlah
daun dan panjang daun. Metode yang akan digunakan untuk pengambilan data adalah
metode Sisunandar et al. (2014b).
4.5.2 Uji Anatomi
Uji anatomi digunakan untuk mengamati anatomi daun berupa struktur stomata dan
densitas stomata pada permukaan atas dan permukaan bawah daun dari seluruh sampel
yang digunakan. Dari setiap plantlet diambil satu sampel daun kedua dari ujung yang telah
terbuka dan dilakukan secara duplo seperti pada metode Samosir & Adkins (2014).
Penghitungan jumlah stomata yang normal (terbuka di siang hari dan menutup di malam
hari) juga dilakukan pada seluruh plantlet yang digunakan dengan cara yang sama. Uji
anatomi juga dilakukan dengan membuat penampang melintang daun dari seluruh sampel
yang digunakan. Pembuatan preparat penampang melintang dilakukan dengan metode
Sisunandar et al. (2014a).
4.5.3 Uji Biokimia
Uji biokimia dilakukan untuk menguji apakah fotosintesis bibit kelapa kopyor hasil
kultur embryo menunjukkan genetika yang beragam atau seragam. Data yang diambil
meliputi kadar klorofil dan kadar lapisan epicuticular-wax. Metode yang digunakan adalah
metode Samosir & Adkins (2014).
4.6 Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara statistik menggunakan sofware
statistik SPSS release 16 for windows. Semua data yang diperoleh dari percobaan
pengembangan protokol kultur embryo akan dianalisis dengan menggunakan analisis
varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan perbandingan rata-rata menggunakan Fisher’s
Least Significant Differences (LSD).
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
21
BAB V
RENCANA CAPAIN, HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rencana Capaian
Kegiatan Penelitian
Kondisi Sebelum Dilakukan Penelitian
Hasil yang ditargetkan sesudah penelitian
Uji Pengaruh zat pengatur tumbuh dan Pengaruh lingkungan
Tingkat keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi kurang dari 20 %
Tingkat keberhasilan aklimatisasi di atas 75 %
Tidak ada protokol induksi akar yang dilakukan bersamaan dengan aklimatisasi
Tersedia protokol induksi akar sekaligus aklimatisasi melalui teknik ex vitro rooting sehingga mempersingkat waktu dan menurunkan biaya produksi bibit kelapa kopyor true-to-type yang siap diajukan untuk pengurusan hak atas kekayaan intelektual (Hak Patent).
Studi perbandingan anatomi, morfologi dan biokimia
Tidak tersedia informasi tentang studi perbandingan anatomi, morfologi dan biokimia pada bibit kelapa kopyor sebelum dilakukan aklimatisasi dengan bibit yang berhasil diaklimatisasi
Tersedia informasi tentang studi perbandingan tersebut dan tersedia artikel dengan tema : "Physiological and morphological diferences between in vitro germinated and normal seedlings of coconut Kopyor" akan siap untuk disubmit pda jurnal nasional terakreditasi dengan target journal : Journal of Mathematical and Fundamental Sciences (ITB; terakreditasi B).
5.2 Hasil
5.2.1 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Ex Vitro Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor
Sampai saat ini (80 % pertanggungjawaban), penelitian tentang Uji pengaruh Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) telah dilakukan dengan menggunakan dua macam ZPT, yaitu
asam indol butirat (IBA) dan asam indol asetat (NAA) dengan konsentrasi tiga buah
perlakuan, yaitu 10-6 , 5x10-6 dan 10-5 M.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
22
Hasil penelitian pada bibit kelapa kopyor tanpa akar (Gambar 5.1 A) yang ditanam
pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) menunjukkan bahwa teknik
ex vitro rooting berhasil menginduksi akar secara ex vitro serta meningkatkan
kelulushidupan bibit selama proses induksi akar dan aklimatisasi. Teknik ex vitro rooting
tanpa tanpa penambahan ZPT berhasil meningkatkan keberhasilan aklimatisasi sampai 60
% (Gambar 5.2 A), sedangkan pemeliharaan bibit pada medium dengan penambahan 10-6
M IBA berhasil meningkatkan tingkat kelulushidupan sampai di atas 90 % (Gambar 5.1 B
dan Gambar 5.2 A). Pemberian perlakuan dengan menggunakan IBA pada konsentrasi
yang lebih tinggi (5x10-6 dan 10-5 M) tidak menghasilkan tingkat kelulushidupan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (Gambar 5.1 C-D serta Gambar
5.2 A).
Gambar 5.1 Bibit kelapa kopyor tanpa akar sebelum percobaan (A) dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor sesudah 3 bulan kultur pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) dengan konsentrasi 10-6 M (B), 5x10-6 M (C) dan 10-5 M (D). Bibit ditanam di dalam mini growth chamber dengan menggunakan teknik ex vitro rooting.
Namun demikian, hasil yang berlawanan ditunjukkan pada medium tanan dengan
penambahan NAA (Gambar 5.2 A). Penambahan NAA ke dalam medium tanam justru
menurunkan tingkat kelulushidupan bibit yang diaklimatisasi, bahkan pada medium
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
23
dengan penambahan 10-5 M NAA hanya menghasilkan bibit dengan tingkat
kelulushidupan sekitar 20 %.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak semua bibit yang berhasil hidup
setelah tiga bulan kultur mampu diinduksi pembentukan akarnya secara ex vitro (Gambar
5.2 B). Pada medium tanpa penambahan ZPT, tingkat keberhasilan induksi akar secara ex
vitro berkisar 60 %, sedangkan pada medium dengan penambahan 10-6 M IBA berhasil
menginduksi akar hampir 70 %. Penambahan ZPT dengan konsentrasi yang lebih tinggi
justru menurunkan keberhasilan induksi akar secara ex vitro. Hal yang sama juga
ditunjukkan dengan penambahan NAA ke dalam medium tanam ayng tidak efektif
meningkatkan keberhasilan induksi akar.
Gambar 5.2 Hasil uji pengaruh zat pengatur tumbuh asam indol butirat (IBA; ) dan asam naftalena asetat (NAA ; ) yang ditambahkan ke dalam medium tanam terhadap tingkat kelulushidupan (survival rate) dari bibit kelapa kopyor tanpa akar yang ditanam dengan menggunakan teknik ex vitro rooting (A) dan persentase bibit yang berhasil diinduksi akar (B) setelah 3 bulan kultur di dalam mini growth chamber. Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil pengukuran terhadap bibit yang berhasil hidup setelah tiga bulan aklimatisasi
dengan menggunakan teknik ex vitro rooting menunjukkan bahwa penambahan IBA ke
dalam medium tanam berhasil meningkatkan tinggi bibit, berat basah maupun jumlah daun
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
24
yang terbuka secara signifikan setelah tiga bulan (Gambar 5.3). Pada medium tanpa
penambahan ZPT (kontrol), tinggi bibit, berat basah maupun jumlah daun terbuka tidak
meningkat secara signifikan meskipun telah dipelihara selama tiga bulan, sedangkan
medium dengan penambahan IBA berhasil meningkatkan ciri-ciri morfologi bibit kelapa
kopyor yang dipelihara dengan menggunakan teknik ex vitro rooting. Perlakuan
penambahan IBA ke dalam medium tanam berhasil meningkat tinggi bibit dari sekitar 20
cm menjadi di atas 25 cm setelah 3 bulan tanam, meningkatkan berat basah bibit dari
sekitar 4 gram per bibit menjadi sekitar 6 gram per bibit serta meningkatkan jumlah daun
terbuka dari bibit dengan 2 daun terbuka menjadi bibit dengan tiga daun terbuka (Gambar
5.3).
Penambahan NAA ke dalam medium tanam menunjukkan tidak mampu
meningkatkan pertumbuhan bibit secara signifikan. Berdasarkan pengamatan ciri-ciri
morfologi menunjukkan bahwa tinggi bibit kelapa kopyor, berat basah maupun jumlah
daun tidak bertamban secara signifikan setelah 3 bulan tanam (Gambar 5.3).
Bibit yang berhasil diaklimatisasikan, baik yang tidak memiliki akar maupun telah
memiliki akar tetap berhasil tumbuh dengan baik setelah dipindahkan ke lingkungan
eksternal dengan media tanah : kompos (1 : 1; v/v) dan dipelihara selama 2 bulan
(Gambar 5.4). Bibit yang telah memiliki akar pada tahap sebelumnya berhasil tumbuh
dengan sangat baik dan memiliki akar, baik primer maupun sekunder yang sangat subur,
sedangkan bibit yang belum berhasil diinduksi akar pada tahap ex vitro rooting kemudian
mulai terinduksi pembentukan akarnya pada tahap ini.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
25
Gambar 5.3 Hasil pengukuran ciri-ciri morfologi bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan menggunakan teknik ex vitro rooting setelah tiga bulan tanam. Tinggi bibit (A), berat basah (B) dan jumlah daun yang terbuka (C) pada bibit yang digunakan pada awal percobaan ( ) dibandingkan dengan bibit yang dipelihara pada medium tanam dengan penambahan IBA ( ) dan NAA ( ) pada konsentrasi 10-6- 10-5 M maupun pada medium tanpa penambahan ZPT (kontrol). Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
26
Gambar 5.4 Bibit hasil ex vitro rooting yang telah dipindahkan ke lingkungan ekternal selama 2 bulan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (A). Bibit tanpa akar maupun dengan akar berhasil tumbuh dengan baik dan terinduksi akar selama tahap penanaman pada lingkungan ekternal di screen house. 5.2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Keberhasilan Ex Vitro Rooting dan
Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor
Hasil penelitian pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan ex vitro rooting
bibit kelapa kopyor menunjukkan bahwa pemeliharaan pada intensitas cahaya yang tinggi
(10.000 - 12.000 lux) dengan cara dipelihara di bawah sinar matahari secara langsung
mengakibatkan seluruh bibit yang ditanam mati hanya dalam waktu 5 hari (Gambar 5.5).
Hasil pengukuran temperatur dan kelembapan udara menunjukkan bahwa penempatan alat
mini growth chamber di bawah sinar matahari secara langsung mengakibatkan temperatur
meningkat sampai 48 0C pada siang hari dari pukul 10.00 - 13.00 sedangkan temperatur
turun menjadi sekitar 30 0C pada malam hari. Tingginya temperatur udara tersebut
mengakibatkan seluruh bibit yang dipelihara di dalam alat tersebut memiliki daun yang
terbakar (Gambar 5.5.A).
Penelitian dengan menggunakan intensitas cahaya yang lebih rendah (5.000 - 6.000
lux) dengan cara memelihara bibit di bawah screen house juga mengakibatkan sebagian
besar bibit mati selama proses aklimatisasi (Gambar 5.5.B). Hanya sekitar 20 % dari bibit
tetap hidup setelah 3 bulan aklimatisasi sedangkan siswanya mati (Gambar 5.5.C)
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
27
Gambar 5.5 Hasil uji pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor. A. Seluruh bibit yang ditanam di bawah sinar matahari secara langsung (intensitas cahaya 10.000-12000 lux) mati karena terbakar, B. Bibit yang ditanam dibawah screen house dengan intensitas cahaya 5000 - 6000 lux mengakibatkan sebagian besar bibit mati dan hanya sekitar 20 % dari bibit yang ditanam mampu bertahan setelah 3 bulan aklimatisasi (C). 5.2.3 Studi Perbandingan Anatomi dan Biokimia Bibit Kelapa Kopyor Hasil Kultur
Jaringan
Hasil studi perbadingan anatomi daun bibit kelapa antara bibit kelapa hasil kultur
jaringan dalam kondisi in vitro dengan bibit kelapa setelah melalui tahapan ex vitro rooting
selama 3 bulan serta bibit kelapa setelah melewati tahapan aklimatisasi di screen house
selama 3 bulan maupun dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara
alami menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok bibit tersebut.
Hasil pengukuran ketebalan daun menunjukkan adanya kecenderungan dengan
semakin bertambahya usia bibit akan memiliki daun yang semakin tebal. Pada bibit kelapa
kopyor dalam kondisi in vitro berumur 4 bulan memiliki daun dengan ketebalan rata-rata
sekitar 155 µm. Ketebalan daun meningkat menjadi sekitar 190 µm pada bibit kelapa
kopyor setelah melewati periode ex vitro rooting maupun aklimatisasi. Namun demikian,
ketebalan daun tersebut masih lebih rendah dari tanaman kontrol berupa bibit kelapa
kopyor hasil pembibitan secara alami yang memiliki ketebalan daun hampir mencapai 250
µm (Gambar 5.6).
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
28
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ketebalan jaringan palisade parenkim juga
menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan bertambahnya umur bibit. Perlakuan ex
vitro rooting mampu meningkatkan ketebalan jaringan palisade parenkim secara signifikan
jika dibandingkan dengan bibit yang dipelihara secara in vitro. Namun demikian ketebalan
jaringan palisade parenkim pada bibit hasil kultur jaringan masih lebih tipis jika
dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami (Gambar 5.6 dan
5.7). Pada pengukuran jaringa yang lain seperti ketebalan jaringan spon parenkim, lapisan
epidermis atas maupun lapisan epidermis bawah tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara bibit kelapa kopyor in vitro dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor
setelah ex vitro rooting selama 3 bulan maupun pemeliharaan di screen house selama 3
bulan (Gambar 5.6).
Gambar 5.6 Hasil pengukuran anatomi perbandingan ketebalan daun antara daun yang diisolasi dari bibit kelapa kopyor dalam kondisi in vitro maupun bibit kelapa kopyor setelah perlakuan ex vitro rooting selama 3 bulan dengan bibit kelapa kopyor sesudah aklimatisasi selama tiga bulan di screen house dengan pembanding bibit kelapa kopyor yang ditumbuhkan secara alami.
!"
!"
!"!"
!"
#"
#"
#"
!#"!"
#"
#"
!#"!#"
!"
$"
$"
#"
#"!"
%"
&%"
'%%"
'&%"
(%%"
(&%"
)%%"
)&%"
"""""""""""""""""""*+#!,"-!./"""""""""""""""""""""""""""*+#!,"0!12/3!/"
4!1+/526"4!,27!8+""""""""""""""""""""
""*+#!,"0!12/3!/"
4!1+/526"9:;/7"""""""""""""""""""""""""
*+#!,"<!:27!/"
=:28+1627">?!7"""""""
*+#!,"<!:27!/"
=:28+1627"@!A!B""
!"#$%&'(#)*'
+,$,'-&%./0,'1%#&'
C/"D2?1;"
+E"D2?1;"1;;F/3"
!5,26!F7!72"
5;/?1;,"G#2#2?"!,!62H"
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
29
Gambar 5.7 Contoh irisan melintang yang dilakukan pada daun bibit kelapa in vitro (A), bibit setelah ex vitro rooting selama 3 bulan (B), bibit setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan, serta bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara alami sebagai kontrol (D).
Hasil penghitungan jumlah stomata setiap mm2 daun menunjukkan adanya
peningkatan jumlah stomata yang signifikan antara bibit kelapa kopyor dalam kondisi in
vitro dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor setelah proses ex vitro rooting selama 3
bulan maupun bibit kelapa kopyor setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan.
Namun demikian, peningkatan jumlah stomata yang signifikan hanya terjadi pada
permukaan bawah daun, sedangkan pada permukaan atas daun tidak ada perubahan secara
signifikan (Gambar 5.8). Jika dibandingkan dengan tanaman kontrol, jumlah stomata
setiap mm2 luas yang lebih tinggi berhasil diamati pada daun yang berasal dari bibit yang
diaklimatisasi di screen house selama 3 bulan. Perbedaan yang signifikan tersebut hanya
terjadi pada permukaan atas daun, sedangkan pada permukaan bawah daun tidak berbeda
secara signifikan.
Hasil pengukuran kadar klorofil pada setiap gram berat basah daun menunjukkan
adanya peningkatan kadar klorofil-a yang signifikan antara bibit yang dipelihara dalam
kondisi in vitro maupun selama dalam proses ex vitro rooting maupun aklimatisasi
dibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar 5.9). Hal sebaliknya terjadi pada klorofil-
b dimana terjadi penurunan kadar klorofil antara bibit yang dipelihara dalam kondisi in
vitro maupun selama dalam proses ex vitro rooting maupun aklimatisasi dibandingkan
dengan tanaman kontrol.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
30
Gambar 5.8 Hasil penghitungan jumlah stoma pada permukaan atas dan permukaan bawah daun kelapa yang diisolasi dari bibit in vitro, bibit hasil ex vitro rooting selama 3 bulan, bibit hasil aklimatisasi selama 3 bulan di screen house serta bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol.
Gambar 5.9 Hasil pengukuran kadar klorofil a dan b pada daun bibit kelapa yang hidup dalam kondisi in vitro, bibit setelah mengalami ex vitro rooting selama 3 bulan dan bibit setelah 3 bulan di screenhouse dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol.
!"
!"
#"
!"
$"
"!"
%"
!"
&"
'&"
(&"
)&"
*&"
+&&"
+'&"
,!-!." /0!1"
!"#$%&'()*#%)%'+,-'##.'/%"0'
1,-#"2%%0'/%"0'
23"45067"
89"45067"677:3;"
/<=5>!:1!15"
?73067="
!" !" !"
#"
$"
#"
!#"
!"
%"
%&'"
%&("
)&*"
)&+"
*"
,-"./012" 34"./012"1225-6" 7$$8/9!5:!52-" ;2-0128"
!"#$%$&"'##(!$)*+)*(,-
./.(012(
3++4#5).6((
;<8212=<>88?!"
;<8212=<>88?#"
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
31
5.4 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit kelapa kopyor hasil kultur embryo
berhasil diiinduksi akar dan diaklimatisasikan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi
dengan menggunakan teknik ex vitro rooting. Bibit hasil kultur embryo yang tidak
memiliki akar berhasil diaklimatisasikan ke kondisi ex vitro dengan menggunakan alat
mini growth chamber dengan tingkat keberhasilan tinggi, yaitu di atas 60 % (Gambar 5.1
dan 5.2). Bibit berhasil membentuk akar secara ex vitro setelah tiga bulan dipelihara
dengan di dalam mini growth chamber. Hasil penelitian ini menunjukkan terobosan baru
dalam aklimatisasi bibit kelapa kopyor hasil kultur embryo. Tingkat keberhasilan
aklimatisasi bibit kelapa kopyor sampai saat ini hanya berkisar anatara 20 - 30 % (Mashud,
2010; Sukendah, 2009). Bahkan, hampir 50 % bibit yang dihasilkan dari kultur embryo
tidak memiliki akar yang fungsional sehingga hampir seluruh bibit akan mati jika
diaklimatisasikan secara konvensional (Sukendah, 2009; Sukendah et al., 2008). Teknik ex
vitro rooting mampu meningkatkan kelulushidupan bibit kelapa kopyor hasil kultur
embryo yang tidak memiliki akar menjadi lebih dari 60 %. Keberhasilan ini diduga erat
kaitannya dengan teknik aklimatisasi yang baru dan didesain khusus untuk aklimatisasi
bibit kelapa kopyor, yaitu mini growth chamber.
Hasil penelitian yang lebih baik ditunjukkan dengan menambahkan 10-6 M IBA ke
dalam medium tanam. Tingkat kelulushidupan bibit kelapa kopyor dengan perlakuan
tersebut dapat mencapai 90 %. Namun demikian penggunaan IBA dengan konsentrasi
yang lebih tinggi maupun penggunaan auksin jenis lain (NAA) tidak mampu menghasilkan
tingkat kelulushidupan yang lebih tinggi (Gambar 5.1 - 5.2). Hasil penelitian tersebut
sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa IBA mempunyai
sifat yang lebih baik dan efektif untuk induksi akar daripada senyawa auksin yang lain
seperti IAA dan NAA (Hung et al., 2006; Salisbury and Ross, 1992).
Penelitian induksi akar dengan menggunakan IBA telah banyak dilakukan pada
berbagai spesies tanaman. Pada tumbuhan hasil persilangan Prunus persica x P.
amygdalus, penambahan 25 µM IBA dapat meningkatkan induksi akar dari 0 hingga 100%
(Fotopoulus and Sotiropoulus, 2005). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada tanaman
akasia (Acacia mangium L.) dimana penambahan 5 µM IBA ke dalam media tanam
mampu meningkatkan induksi akar dari 46 % menjadi 100% (Nguyen and Kozai, 2005).
Hal yang sama juga dilaporkan pada tumbuhan Pisum sativum L., dimana penambahan 2,5
µM IBA ke dalam media tanam dapat meningkatkan keberhasilan induksi akar dari 17 %
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
32
menjadi 83 % (Nordstom, 1991). Keberhasilan induksi akar tumbuhan Vitis vinifera L. cv.
Perlette juga berhasil ditingkatkan dari 0 menjadi 80 % pada medium dengan penambahan
10 µM IBA (Jaskani et al., 2008).
IBA banyak digunakan untuk meninduksi akar pada kultur jaringan karena memiliki
tingkat keberhasilan yang lebih baik dibandingkan dengan senywa auksin yang lain. Pada
tanaman Wasabia janopinca Miq. Matsumura, penambahan IBA ke dalam medium tanam
dapat meningkatkan induksi akar sampai 100 % sedangkan penambahan auksin lain seperti
IAA dan NAA memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah, yaitu hanya 72 – 88 %
(Hung et al., 2006). Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada tanaman Dendrobium
chrysotoxum Lindl.cv. Golden Boy dimana penambahan IBA sebesar 0,1 µM dapat
menginduksi akar sampai 97 %, sedangkan dengan menggunakan NAA hanya mampu
menginduksi akar sekitar 85 % (Gantait et al., 2009).
Hasil penelitian studi perbadingan anatomi bibit kelapa kopyor in vitro dengan bibit
kelapa kopyor sesudah ex vitro rooting dan aklimatisasi di screen house menunjukkan
adanya peningkatan ketebalan daun khususnya dalam hal ketebalan jaringan palisade
parenkim (Gambar 5.6 dan 5.7) maupun jumlah stoma khususnya pada jumlah stomata
pada permukaan bagian bawah daun (Gambar 5.8).
Hasil yang menarik berhasil diamati pada pengukuran kadar klorofil daun kelapa
kopyor. Kadar klorofil total pada daun tanaman yang dipelihara secara in vitro lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar klorofil total tanaman selama proses ex vitro rooting dan
aklimatisasi (Gambar 5.9). Hal tersebut memperkuat pendapat sebelumnya yang
menyatakan bahwa pada tanaman yang dipelihara secara in vitro memiliki kadar klorofil a
yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang dipelihara secara ex vitro
(Paspisilova et al., 1999; Paspisilova et al., 2007). Kadar klorofil tersebut akan meningkat
setelah tanaman berhasil diaklimatiasi (Paspisilova et al., 2007). Kadar klorofil b yang
menurun selama proses aklimatisasi diduga erat hubungannya dengan intensitas cahaya
yang diterima oleh tanaman tersebut. Pada kondisi in vitro memiliki pencahayaan dengan
intensitas sekitar 800 lux , sedangkan kondisi ex vitro memiliki pencahayaan dengan
intensitas sekitar 1500 lux. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury & Ross (1995) yang
menyatakan bahwa tanaman yang dipelihara di tempat dengan intensitas cahaya yang
rendah akan memiliki kadar klorofil b yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
yang dipelihara di tempat dengan intensitas cahaya tinggi
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
33
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bibit selama proses ex vitro rooting dan
aklimatisasi memiliki kadar klorofil total yang lebih rendah dibandingkan dengan bibit
selama proses in vitro (Gambar 5.9). Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada beberapa tanaman proses aklimatisasi akan
menurunkan kadar klorofil total (Paspisilova et al., 1999). Akibatnya tanaman akan
mengalami penurunan laju pertumbuhan selama proses adaptasi dengan kondisi ex vitro
(Minocha et al., 2009). Kadar klorofil total akan meningkat dengan berjalannya waktu
setelah tanaman melewati tahap adaptasi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kadar
klorofil total selama proses ex vitro rooting dan aklimatisasi, meskipun peningkatan
tersebut tidak sifnifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Minocha et al. (2009) yang
menunjukkan adanya peningkatan kadar klorofil total setelah tanaman berhasil
diaklimatisasi dengan kondisi ex vitro.
Secara umum penelitian ini berhasil membuktikan bahwa bibit yang dihasilkan dengan
menggunakan teknik in vitro membutuhkan perlakuan khusus selama proses aklimatisasi
sebelum bibit tersebut ditanaman di lapang.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut
(Tabel 5.3).
Tabel 5.3 Kontribusi penelitian INSINAS 2015 terhadap kondisi kultur embryo kelapa kopyor di Indonesia.
Kondisi Sebelum Dilakukan
Penelitian Hasil yang diperoleh sesudah
penelitian Keterangan
Seluruh bibit kelapa kopyor hasil kultur jaringan yang tidak memiliki akar mati jika diaklimatisasikan (Mashud, 2010; Sukendah, 2009; Sukendah et al., 2008)
90 % bibit tanpa akar berhasil diaklimatisasikan selama tiga bulan dengan teknik ex vitro rooting
Medium ditambahkan 10-6 M IBA
Seluruh bibit yang digunakan tidak memiliki akar, baik primer maupun sekunder
65 % bibit memiliki akar primer dan sekuder
Medium ditambahkan 10-6 M IBA
Tingkat keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi kurang dari 20 %
Tingkat keberhasilan aklimatisasi di atas 90 %
Tidak ada alat aklimatisasi bibit kelapa kopyor
Tersedia alat aklimatisasi : "MINI GROWTH CHAMBER"
Proses Pendaftaran Patent.
Tidak tersedia protokol kultur embryo yang singkat rata-rarta antara 9 - 12 bulan (Samosir and Adkins, 2014)
Tersedia protokol kultur embryo yang lebih singkat (2 - 3 bulan lebih cepat) dibandingkan dengan protokol konvensional
Tersedia poster
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
34
Kondisi Sebelum Dilakukan Penelitian
Hasil yang diperoleh sesudah penelitian
Keterangan
Tidak ada protokol induksi akar yang dilakukan bersamaan dengan aklimatisasi
Tersedia protokol induksi akar sekaligus aklimatisasi melalui teknik ex vitro rooting sehingga mempersingkat waktu dan menurunkan biaya produksi bibit kelapa kopyor true-to-type.
Tersedia poster
Tidak ada publikasi ilmiah di jurnal internasional tentang kemajuan bioteknologi kelapa
Dihasilkan artikel yang sudah dipublikasikan di journal internasional "PLANTA" dengan impact factor 3,26. Artikel pertama dengan judul " Tissue culture and associated biotechnological intervenstions for the improvement of coconut (Cocos nucifera L.) : a review"
Sedang dipersiapakan Sudah terbit
Tidak ada artikel di jurnal nasional terakreditasi dengan judul : Ex vitro rooting and acclimatization : A new efficeient protocol for seedling production of kopyor coconut"
Dihasilkan artikel dengan judul Ex vitro rooting and acclimatization : A new efficeient protocol for seedling production of kopyor coconut yang siap dipublikasikan di jurnal HAYATI , Journal of Bioscience(Terakreditasi A).
Draft siap kirim ke jurnal
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapar disimpulkan bahwa :
1. Teknik ex vitro rooting berhasil diaplikasikan untuk induksi akar dan aklimatisasi
bibit kelapa kopyor yang dihasilkan secara in vitro dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi (di atas 90 %)
2. Pada medium dengan penambahan 10-6 M IBA berhasil diinduksi pembentukan
akar primer maupun sekunder secara ex vitro bersaam dengan proses aklimatisasi
dengan tingkat keberhasilan di atas 65 %
3. Pemeliharaan bibit kelapa kopyor dengan menggunakan teknik ex vitro rooting
yang dipelihara dengan intensitas cahaya yang tinggi, sinar matahari secara
langsung (10.000 - 12.000 lux) maupun di bawah screen house (5.000 - 6.000 lux)
tidak mampu menghasilkan bibit dengan persentase keberhasilan yang tinggi.
4. Hasil penelitian studi perbadingan anatomi bibit kelapa kopyor in vitro dengan bibit
kelapa kopyor sesudah ex vitro rooting dan aklimatisasi di screen house
menunjukkan adanya peningkatan ketebalan daun khususnya dalam hal ketebalan
jaringan palisade parenkim maupun jumlah stoma khususnya pada jumlah stomata
pada permukaan bagian bawah daun.
5. Proses ex vitro rooting dan aklimatisasi berhasil meningkatkan kadar klorofil
khususnya klorofil-a sehingga proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik.
6.2 Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk menggunakan teknik ex vitro rooting
dapam produksi bibit kelapa kopyor melalaui kultur embryo. Di samping teknik tersebut
memberikan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi juga mampu mempersingkat proses
kultur sehingga lebih murah dan cepat. Teknik ex vitro rooting dan aklimatisasi dapat
dilakukan dengan tingkat keberhasilan tinggi dengan menggunakan alat Mini growth
Chamber.
DAFTAR PUSTAKA
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
36
Batugal P., Oliver J., Jayashree K. (2005) Poverty reduction in coconut growing
communities:Astrategyforcoconutinsitu/on-farmconservation.In:BatugalP.,RamanathaRaoV.,OliverJ.(eds),CoconutGeneticResources.InternationalPlant Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific andOceania(IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:161-189.
Engelmann F., Batugal P. (2002) Background on the development andimplementationofthecoconutembryoinvitrocultureproject.In:EngelmannF., Batugal P., Oliver J. (eds), Coconut Embryo In Vitro Culture Part II.International Plant Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, thePacificandOceania(IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:1-6.
FAO.(2011)FAOSTATData.Retrievedfrom:http://faostat.fao.org/.3March2011.FifeB.F.(2006)Coconutoilandhealth.In:AdkinsS.W.,FoaleM.,SamosirY.M.S.(eds).
Coconut Revival-New Posibilities for the 'Tree of Life'. Proceeding of theInternationalCoconutForumheldinCairns,Australia,22-24November2005,ACIARProceedingNo.125:49-56.
FoaleM. (2003)TheCoconutOdyssey:TheBounteousPossibilitiesof theTreeofLife.ACIAR,Canbera.
Fotopoulus S., Sotiropoulus T.E. (2005) In vitro rooting of PR 204/84 rootstock(Prunuspersica xP.amygdalus)as influencedbymineral concentrationof theculturemediumandexposuretodarknessforaperiod.AgronomyResearch,3,3-8.
GantaitS.,MandalN., DasP.K.(2009)Impactofauxinsandactivatedcharcoalon invitro rooting of Dendrobium chrysotoxum Lindl. cv. Golden Boy. Journal ofTropicalAgriculture,47,84-86.
GeorgeE.F.(2008)Planttissuecultureprocedure-Background.In:GeorgeE.F.,HallM.A., JanDeKlerkG. (eds), Plant Propagation by Tissue Culture 3rdEdition.Springer,Dordrecht,TheNetherlands:1-28.
George E.F., Debergh P.C. (2008)Micropropagation: Uses andMethods. In: GeorgeE.F.,HallM.A., JanDeKlerkG.(eds), PlantPropagationbyTissueCulture3rdEdition.Springer,Dordrecht,TheNetherlands:29-64.
HungC.D.,JiohnsonK., TropyF.(2006)Liquidcultureforefficientmicropropagationof Wasabia japonica (Miq.) Matsumura. In vitro Cellular & DevelopmentalBiology-Plant,42,548-552.
Hutapea R.T.P., Mashud N., Maskromo I. (2007) Keragaan usahatani dan analisisfinansialkelapakopyordiIndonesia.BuletinPalma,33,43-59.
JaskaniM.J., Abbas H., Sultana R., KhanM.M., QasimM., Khan I.A. (2008)Effect ofgrowthhormonesonmicropropagationofVitisviniferaL.CV.Perlette.PakistanJournalofBotany,40,105-109.
KaepplerS.M., PhillipsR.L.(1993)Tissueculture-inducedDNAmethylationvariationinmaize.ProceedingsoftheNationalAcademyofScience,90,8773-8776.
KarunA.,SajiniK.K., ParthasarathyV.A. (2002) Increasing theefficiencyofembryoculturetopromotegermplasmcollectinginIndia.In:EngelmannF.,BatugalP.,Oliver J. (eds), CoconutEmbryo InVtroCulture : Part II. InternationalPlantGenetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:7-29.
LienV.T.M.(2002)CoconutembryocultureinVietnam.In:EngelmannF.,BatugalP.,Oliver J. (eds), CoconutEmbryo InVtroCulture : Part II. InternationalPlant
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
37
Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:89-108.
MagdalitaP.M.,DamascoO.P., Adkins S.W. (2010a)Effect ofmedium replenishmentand acclimatization technique on growth and survival of embryo culturedcoconutseedlings.PhilippineScienceLetters,3,1-9.
Magdalita p.M., Damasco O.P., Adkins S.W. (2010b) Effect ofEffect of mediumreplenishmentandacclimatizationtechniqueongrowthandsurvivalofembryoculturedcoconutseedlings.PhilippineScienceLetters.3:1-9.PhilippineScienceLetters,3,1-9.
Mahmud Z., Ferry Y. (2005) Prospek pengolahan hasil samping buah kelapa.Perspektif,4,55-63.
Mashud N. (2010) Pengembangan metode kultur embryo kelapa kopyor yang lebihefisien (30 %). In: Laporan Penelitian Program Insentif Riset Terapan, BalaiPenelitianTanamanKelapadanPalmaLain,Manado.
Mashud N., Manaroinsong E. (2007) Teknik Kultur embryo untuk pengembangankelapakopyor.BuletinPalma,33,37-44.
MaskromoI.,MashudN.,NovariantoH.(2007)PotensipengembangankelapakopyordiIndonesia.WartaPenelitiandanPengembangan,13,4-6.
Maskromo I., Novarianto H. (2007) Potensi genetik kelapa kopyor genjah. WartaPenelitiandanPengembanganPertanian,29,3-5.
Maskromo I., Novarianto H. (2008) Perbanyakan kelapa kopyor secara alami. In:MonograpKelapaKopyor. BalaiPenelitianTanamanKelapadanPalmaLain,Manado,Indonesia.
McClintockB.(1984)Thesignificantofresponseofthegenometochallenge.Science,226,792-801.
Minocha R., Martinez G., Lyons B., Long S. (2009) Development of a standardizedmethodology for quantifying total chlorophyll and carotenoids from foliage ofhardwood and conifer tree species. Canadian Journal of Forest Research,39,849-861.
Montero-CortesM.,SaenzT.,CordovaI.,QuirozA.,VerdeilJ.L.,OropezaC.(2010)GA3stimulates the formation and germination of somatic embryops and theexpressionofaKNOTTED-likehomeoboxgeneofCocosnucifera(L.).PlantCellReport,29,1049-1059.
N'NanO.,HockerV.,Verdeil J.L.,Konan J.L.,BaloK.,MondeilF., MalaurieB. (2008)Cryopreservation by encapsulation-dehydration of plumules of coconut (CocosnuciferaL,).CryoLetters,29,339-350.
NguyenQ.T.,KozaiT.(2005)Photoautotrophicmicropropagationofwoodyspecies..In: Kozai T., Afreen F., Zobayed S.M.A. (eds), Photoautotrophic (sugar- freemedium)MicropropagationasaNewPropagationandTransplantProduction.Springer,Netherland:123-146.
NordstomJ.E. (1991)Effectofexogenous indole-3-aceticacidand indole -3-butyricacid on internal levels of the respective auxins and their conjugation withaspartic acid during adventitious root formation in Pea cuttings. PlantPhysiology,96,856-861.
Novarianto H., Akuba R.H., Mashud N., Tenda E., Kumaunang J. (2005) Status ofcoconut genetic resources research in Indonesia. In: Batugal P., RamanathaRaoV.,OliverJ.(eds),CoconutGeneticResources. InternationalPlantGenetic
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
38
Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania (IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:608-617.
Orense O.D., Rillo E.P., Imperial L.A.P., Cueto C.A., Lobos A.A., Areza-Ubaldo M.B.(2011) Rapid and cost-effective embryo culture technique for commercialproductionofMakapunoseedlings.CORD,27,20-41.
Paspisilova J., Ticha I.,KadlecekP.,HaiselD., PlzakovaS. (1999)Acclimatizationofmicropropagated plants to ex vitro conditions. Biologia Plantarum,42, 481 -497.
Paspisilova J., Ticha I.,KadlecekP.,HaiselD., PlzakovaS. (2007)Acclimatizationofmicropropagated plants to ex vitro conditions. Biologia Plantarum,42, 481 -497.
Perera L., Pererra S.A.C.N., Bandaranayake C.K., Harries H.C. (2009a) Coconut. In:VollmannJ.,RajcanI.(eds).OilCrops,HandbookofPlantBreeding4,Springer,Dordrecht,Heidelberg,London,NewYork:369-396.
Perera P.I.P., Hocher V., Verdeil J.L., Bandupriya H.D.D., Yakandawala D.M.D.,Weerakoon L.K. (2008) Androgenic potential in coconut (Cocos nucifera L.).PlantCellandTissueOrganCulture,92,293-302.
Perera P.I.P., Hocher V., Verdeil J.L., Doulbeau S., Yakandawala D.M.D., WeerakoonL.K.(2007)Unfertilizedovary:Anewnovelexplantforcoconut(CocosnuciferaL.)somaticembryogenesis.PlantCellReport,26,21-28.
Perera P.I.P., Yakandawala D.M.D., Hocher V., Verdeil J.L., Weerakoon L.K. (2009b)Effect of growth regulators on microspore embryogenesis in coconut anthers.PlantCellandTissueOrganCulture,96,171-180.
Perez-Nunez M.T., Chan J.L., Saenz T., Gonzales T., Verdeil J.L., Oropeza C. (2006)Improved somatic embryogenesis from Cocos nucifera L. plumule explans. InvitroPlantCellular&DevelopmentalBiology,42,37-43.
Persley G.J. (1992)Replanting the tree of life: Towards an international agenda forcoconutplamresearch.CAB-ACIAR,Oxon-UK.
PhillipsR.L.,KaepplerS.M.,OlhoftP.(1994)Geneticinstabilityofplanttissueculture:Breakdownof normal controls. ProceedingNationalAcademic of Science,91,5222-5226.
Raghavan V. (2003)One hundred years of zygotic embryo culture investigations. InvitroPlantCellular&DevelopmentalBiology,39,437-442.
Rani V., Raina S.N. (2000) Genetic fidelity of organized meristem-derivedmicropropagation plants: A critical reappraisal. In Vitro Cellular andDevelopmentalBiology-Plant,36,319-330.
RilloE.P.(2004)Importingandgrowingembryosforthecoconutgenebank.In:IkinR., Batugal P. (eds), GermplasmHealthManagement for COGENT'sMulti-siteInternational Coconut Genebank. International Plant Genetic ResourcesInstitute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania (IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:62-68.
Rillo E.P., Cueto C.A., MendesW.R., Areza-Ubaldo M.B. (2002) Development of animproved embryo culture protocol for coconut in the Philippines. In:EngelmannF.,BatugalP.,OliverJ.(eds),CoconutEmbryoInVtroCulture:PartII.InternationalPlantGeneticResourcesInstitute-RegionalOfficeforAsia,thePacificandOceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:41-66.
Salisbury F.B., Ross C.W. (1992) Plant Physiology. Calif Wadsworth PublishingCompany,Belmont.
insentif.ristek.go.id Tue, 29 Sept 15 14:50:46 +0100
39
Samosir Y., Adkins S.W. (2014) Improving acclimatization through thephotoautotropiccultureofcoconut(Cocosnucifera)seedlings:Aninvitrosystemfor the efficient exchange of germplasm. In Vitro Cellular & DevelopmentalBiology-Plant.InvitroCellular&DevelopmentalBiology-Plant,31,144-149.
SamosirY.,MashudN.,NovariantoH.,LienV.T.M.,RilloE.P.,MagdalitaP.M.,DamascoO.P.,KembuA.,FaureM.G.,AdkinsS.W.(2008)Anewembryocultureprotocolfor coconut germplasm conservation and elite-type seedling production.AustralianCentreforInternationalAgriculturalResearch,Canberra.
Sisunandar,NovariantoH.,MashudN., Samosir Y.M.S., Adkins S.W. (2014)Embryomaturityplaysanimportantroleforthesuccessfulcryopreservationofcoconut(CocosnuciferaL.).InvitroCellular&DevelopmentalBiology-Plant,50,688-695.
Sisunandar,RivalA.,TurquayP.,SamosirY.,AdkinsS.W.(2010a)Cryopreservationofcoconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does not induce morphological,cytologicalormolecularchangesinrecoveredseedlings.Planta,232,435-447.
Sisunandar, Sopade P.A., Samosir Y., Rival A., Adkins S.W. (2010b) Dehydrationimprovescryopreservationofcoconut(CocosnuciferaL.)Cryobiology,61,289-296.
Sisunandar, Sopade P.A., Samosir Y., Rival A., Adkins S.W. (2012) Conservation ofcoconut (Cocos nucifera L.) germplasm at sub-zero temperature. CryoLetters,33,465-475.
Sukendah.(2009)PembiakanInVitrodanAnalisisMolekulerKelapaKopyor.DisertasiDoktor, InstitutPertanianBogor,Bogor.DisertationThesis, InstitutPertanianBogor,Bogor.
Sukendah, Sudarsono, Witjaksono, Khumaida N. (2008) Perbaikan teknik kulturembrio kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) asal Sumenep, Jawa Timur melaluipenambahanbahanaditifdanpengujianperiodesubkultur.BuletinAgronomi,36,16-23.
ThampanP.K.(1981)HandbookonCoconutPalm.OxfordandIBHPublishingCo,NewDelhi.