laporan akhir ekpd 2009 papua barat - unipa
DESCRIPTION
Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Papua Barat oleh Universitas Negeri PapuaTRANSCRIPT
Laporan Akhir i
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
KATA PENGANTAR
Tulisan dengan judul EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSIPAPUA BARAT merupakan laporan akhir hasil Evaluasi
Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Papua Barat kajian Tim Nara SumberEvaluasi Provinsi Papua Barat. Laporan ini sekaligus merupakan pertanggungjawabanTim Nara Sumber Provinsi Papua Barat yang bekerjasama dengan Kementerian NegaraPerencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS) dengan prinsip Swakelola.
Terselesainya tulisan ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerjasama yang apikantara BAPPENAS dan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat, oleh karenanya padakesempatan ini patut disampaikan terima kasih yang tulus kepada Tim BAPPENAS yangtelah berbagi pengalaman, meluangkan waktu dan tenaga yang dimiliki demi perbaikankerja Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat.
Terima kasih juga disampaikan kepada sesama Tim Evaluasi Provinsi yang telahmemberikan banyak masukan dan berbagi pengalaman dalam diskusi yang telahmemperkaya wawasan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Kepada Kepala BP3D ProvinsiPapua Barat, Kepala BPS Provinsi Papua Barat dan berbagai instansi di lingkunganPemerintah Provinsi Papua Barat yang telah membantu Tim Evaluasi Provinsi PapuaBarat pada kesempatan ini kami juga menghaturkan banyak terima kasih ataskerjasamanya. Kepada Pimpinan Universitas Negeri Papua terima kasih dan hormatdisampaikan atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada Tim Evaluasiuntuk melaksanakan tugas ini.
Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat.
Manokwari, Akhir November 2009
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
REKTOR,
Ir . Yan Pieter Karafir, M.Ec
Laporan Akhir ii
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ IDAFTAR ISI .................................................................................................................... iiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iiiDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... iii
BAB IPENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang dan Tujuan ..............................................................................11.2 Tujuan dan Keluaran ........................................................................................21.3 Metodologi Evaluasi .........................................................................................3
1.3.1 Penentuan Indikator Hasil (outcomes) ..................................................31.3.2 Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi ..............................51.3.3 Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan........61.3.4 Metodologi .............................................................................................7
1.4 Rencana Kerja ...............................................................................................10
BAB 2HASIL EVALUASI ............................................................................................. 12
2.1 Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi .....................................................132.1.1. Capaian Indikator ................................................................................152.1.2 Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................................192.1.3 Rekomendasi ......................................................................................20
2.2 Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia ..........................................................212.2.1 Capaian Indikator ................................................................................232.2.3 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................252.2.3 Rekomendasi ......................................................................................27
2.3 Tingkat Pembangunan Ekonomi ....................................................................282.3.1 Capaian Indikator ................................................................................312.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................332.3.3 Rekomendasi Kebijakan .....................................................................36
2.4 Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam .......................................................382.4.1 Capaian Indikator ................................................................................422.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................462.4.3 Rekomendasi Kebijakan .....................................................................48
2.5 Tingkat Kesejahteraan Rakyat .......................................................................492.5.1 Capaian Indikator ................................................................................522.5.2 Analisis Indikator Spesifik dan Menonjol .............................................542.5.3 Rekomendasi ......................................................................................56
BAB 3PENUTUP ........................................................................................................ 57DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 58
Laporan Akhir iii
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian Halaman
1 Kerangka Kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009..................................4
2 Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam
Melakukan Evaluasi .................................................................................6
3 Struktur Organisasi ..................................................................................9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Uraian Halaman
1 Data EKPD Provinsi Papua Barat ..........................................................59
2 Indikator Outcomes Provinsi Papua Barat .............................................60
Laporan Akhir 1
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah
upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan
daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan
program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan
sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal
guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah
periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
Dana Dekonsentrasi (DEKON).
Laporan Akhir 2
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
1.2 Tujuan dan Keluaran
Tujuan dan keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD Provinsi Papua
Barat 2009 meliputi:
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Papua Barat.
Untuk laporan awal ini disesuaikan dengan sistematika sebagai berikut:
Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan (mengikuti latar belakang EKPD 2009 pada panduan) 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah.
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
Laporan Akhir 3
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
1.3 Metodologi Evaluasi
Kerangka kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009 meliputi beberapa tahapan
kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh
besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam
melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi
kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan
sebagai berikut:
1.3.1 Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah Provinsi Papua Barat
merupakan indikator dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori
indikator hasil (outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
A. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
B. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara tar-
get output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta
antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang
ditetapkan;
C. Measurable: jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang
disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
D. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan
tingkatan kinerja;
E. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan
untuk menghasilkan indikator;
F. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan
data.
Laporan Akhir 4
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/
sasaran pembangunan daerah meliputi:
A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
B. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia.
C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
D. Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam.
E. Tingkat Kesejahteraan sosial.
EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
EVALUASIKINERJAPEMBANGUNAN DAERAH
Meningkatkan kapasitas daerah untuk mencapai MASA DEPAN LEBIH BAIKdan KESEJAHTERAAN BAGI SEMUA
Proses untuk menilai pembangunan
Proses atau aktivitas untuk melaksanakan pembangunan
INDIKATOR OUTCOMES
Efektivitas
Efektivitas Biaya
Kualitas
Ketepatan Waktu
Produktivtas
PENDEKATAN DALAM MELAKUKAN EVALUASI:
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Relevansi
MASA DEPAN LEBIH BAIK
KESEJAHTERAAN BAGI SEMUA
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi
Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Tingkat Pembangunan Ekonomi
Tingkat Pengelolaan SDA dan Ling. Hidup
Tingkat Kesejahteraan Sosial
Mempertajam Perencanaan Pembangunan Daerah
Mempertajam Penganggaran Pembangunan Daerah
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN DAERAH
Efisiensi
Gambar 1 Kerangka Kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009
Laporan Akhir 5
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
1.3.2 Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 2 yaitu:
A. Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab
permasalahannya.
B. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan
berkontribusi terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum
pembangunan daerah.
C. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi
keluaran (outputs).
D. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
E. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
F. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
G. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Mengingat keterbatasan waktu dan sumberdaya dalam pelaksanaan EKPD 2009,
maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas
pencapaian.
Laporan Akhir 6
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Gambar 2 Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan
Evaluasi
Permasalahan utama dan Tantangan
Needs
Tujuan/Sasaran Pokok
Inputs/Masukan Proses/KegiatanOutputs/Keluaran
Outcomes/Hasil
Impacts/Dampak
Kondisi Daerah Saat ini
(Identifikasi Pemasalahan dan
Penyebabnya)
RelevansiEfisiensi
Efektivitas
PROSES PEMBANGUNAN
Efektivitas Biaya
1.3.3 Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan
dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas
pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim
Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan
daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi
di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah.
Laporan Akhir 7
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
1.3.4 Metodologi
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah
nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka
kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
♦ Persentase penduduk miskin
♦ Tingkat pengangguran terbuka
♦ Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
♦ Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
♦ Presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga: Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin)
+ (100% - tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +
(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Laporan Akhir 8
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan
daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
A. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,
lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
B. Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan
daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan
dan tanggapan peserta diskusi.
C. Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
4 Anggota Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat
EKPD 2009 dilaksanakan oleh Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan,
Bappenas bekerjasama dengan Tim Evaluasi Provinsi yang berasal dari 32 Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) untuk mengevaluasi 33 provinsi di masing-masing wilayahnya. Tim
Evaluasi Provinsi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan EKPD 2009 di daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Sekretaris Meneg PPN/Sekretaris Utama
Laporan Akhir 9
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Bappenas. Struktur organisasi pelaksanaan EKPD 2009 disajikan dalam Gambar 3.
Tim Pengarah Nasional (Deputi Meneg PPN/Bappenas
Bidang Evaluasi Kinerja
Tim Sekretariat Nasional (Tim Koordinator Wilayah/Tim Penghubung
Provinsi)
Penanggungjawab (Sekretaris Meneg
PPN/Sekretaris Utama
32 PTN
Tim Evaluasi 33 Provinsi
Legenda: = garis pertanggung-jawaban
= garis koordinasi
33 Pemerintah Provinsi (Bappeda,
SKPD, BPS dsb)
Gambar 3 Struktur Organisasi
Deputi Meneg PPN/Bappenas Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan selaku Ketua
Tim Pengarah mengirim surat tawaran kerjasama pelaksanaan EKPD 2009 kepada Rektor
32 PTN. Selanjutnya berdasarkan surat penunjukan Tim Evaluasi Provinsi oleh Rektor
PTN, kepada Ketua Tim Pengarah, maka Bappenas menetapkan Tim Evaluasi Provinsi
melalui SK Penanggungjawab EKPD 2009.
Penunjukan anggota Tim Evaluasi Provinsi dilakukan oleh Rektor PTN dan
menyampaikan hasil penunjukannya kepada Ketua Tim Pengarah Evaluasi untuk
ditetapkan dalam SK SesMeneg PPN/Sestama Bappenas mengenai Tim Evaluasi Provinsi.
Adapun susunan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat berdasarkan Surat Keputusan
Rektor Universitas Negeri Papua adalah sebagai berikut.
Laporan Akhir 10
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Penanggung Jawab : Ir. Yan Pieter Karafir, M.Ec (Rektor)
Koordinator Pelaksana : Ir. Victor E. Fere, M.Nat.Res.Ec
Anggota : 1. Dr. Ir. Ishak Semuel Erari, M.Si
2. Dr. Ir. Irnanda A. F. Djuuna, M.Sc
3. Ir. Max Jondudago Tokede, M.Si
4. Simson Werimon, SE., M.Si
1.4 Rencana Kerja
Pelaksanaan kegiatan evaluasi kinerja Provinsi Papua Barat dilaksanakan
berdasarkan rencana kerja yang disusun oleh Tim dalam pertemuan awal seluruh anggota
Tim. Rencana kerja Tim Evaluasi Papua Barat adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data dan Informasi oleh Tim Evaluasi Provinsi (Juli - November 2009)
Kegiatan yang dilakukan meliputi menghubungi dan mendatangi dinas/instansi
terkait,serta melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan melengkapi data
yang masih kurang, memperbaharui data yang ada dengan data yang tersedia pada
dinas/instansi yang berkompeten dan berbagai sumber yang ada di daerah melalui laporan,
Koran dan diskusi dengan informan kunci.
2. Penyusunan Laporan Tim Evaluasi Provinsi (Agustus - Desember 2009)
Laporan disusun berdasarkan informasi/data yang tersedia. Untuk pekerjaan ini
ada 3 jenis laporan yang akan disusun oleh Tim Evaluasi Provinsi. Yang pertama, Laporan
Awal. Laporan ini secara umum berisi metoda dan rencana kerja Tim Provinsi. Yang
kedua, Laporan Kemajuan. Laporan kemajuan berisikan informasi tentang kemajuan
pekerjaan yang telah dicapai oleh Tim Evaluasi Provinsi dalam rangka penyelesaian
Evaluasi Kinerja Provinsi dan yang terakhir, Laporan Akhir, yang merupakan laporan final
pekerjaan Evaluasi Kinerja Provinsi yang dilakukan oleh Tim Evaluasi Provinsi.
Laporan Akhir 11
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
3. Penggandaan dan Pengiriman Laporan
Laporan yang telah tersusun kemudian digandakan sesuai dengan jumlah yang
telah disepakati bersama, yaitu Laporan Awal, Laporan Draft Akhir dan Laporan Akhir
masing-masing sebanyak 3, 3 dan 5 eksemplar. Selanjutnya akan dikirimkan masing-
masing 3 eksemplar ke Tim Evaluasi Kinerja Nasional di Jakarta dan sisanya didistribusikan
ke Instansi Pemerintah di daerah.
4. Verifikasi Laporan (Agustus- November 2009)
Laporan Akhir diverifikasi oleh Bappenas dan hasilnya akan disampaikan kembali
untuk penyempurnaan oleh Tim Evaluasi Provinsi yang meliputi aspek: (1) pemenuhan
sistematika laporan sesuai panduan; (2) kelengkapan dan akurasi data capaian; serta (3)
analisis dan penarikan kesimpulan.
5. Monitoring (Agustus- September 2009)
Monitoring oleh Tim Sekretariat ke daerah dilakukan untuk memantau
perkembangan dan permasalahan pelaksanaan evaluasi oleh Tim Evaluasi Provinsi, serta
rekomendasi penyelesaiannya.
6. Seminar Nasional Laporan Akhir EKPD 2009 (18-20 November 2009)
Seminar akhir EKPD 2009 dilaksanakan di Jakarta dari tanggal 18-20 November
2009. Tim Evaluasi Provinsi menyajikan hasil evaluasi untuk mendapatkan masukan dari
pemangku kepentingan pembangunan Pusat dan daerah.
7. Penyampaian Laporan Tim Evaluasi Provinsi kepada Meneg PPN/Kepala Bappenas
(Awal Januari 2010)
Laporan Akhir disampaikan oleh Tim Pengarah kepada Menteri Negara PPN/
Kepala Bappenas pada awal Januari 2010.
Laporan Akhir 12
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
BAB 2HASIL EVALUASI
Penilaian kinerja pemerintah daerah Provinsi Papua Barat dalam kurun 2004-
2009 perlu memperhatikan situasi dan kondisi politik yang mewarnai
pembentukan provinsi ini. Hal ini dipandang penting mengingat situasi politik pada awal
pembentukan Provinsi ini tidak memungkinkan pemerintah bekerja dengan baik.
Walaupun Provinsi Papua Barat telah ada sejak tahun 1999, penyelenggaraan
pemerintahan di Provinsi Papua Barat baru berjalan efektif setelah pemilihan kepala daerah
tahun 2006. Pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu dasar pengakuan berdirinya
Provinsi Papua Barat. Kegiatan pemerintah provinsi sebelumnya (2004 – 2005) lebih
banyak diwarnai oleh upaya politik dalam rangka mencari solusi atas konflik antar elit
politik yang terjadi sehubungan dengan pembentukan provinsi ini. Pembangunan daerah
pada periode 2004-2005 secara umum dijalankan oleh masing-masing kepala daerah
kabupaten atau para Bupati.
Kondisi awal Provinsi Papua Barat era 2004–2009 ditandai oleh beberapa masalah
dasar seperti sumberdaya manusia yang jumlahnya sedikit dan kualitasnya masih rendah,
sarana prasarana dasar pembangunan seperti air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan,
transportasi, telekomunikasi dan perekonomian yang sangat terbatas, kesenjangan taraf
hidup di antara masyarakat, keterisolasian wilayah kampung dan distrik, daya saing
pengusaha lokal yang rendah, kesenjangan pembangunan antara wilayah, pengelolaan
sumberdaya alam yang tidak efektif, tingginya angka kemiskinan, kapasitas kelembagaan
publik yang masih rendah dan otonomi khusus Papua. Dengan memperhatikan masalah
dasar tersebut di atas, tantangan pembangunan Provinsi Papua Barat meliputi
pembangunan manusia, pengembangan ekonomi rakyat, penyediaan sarana dan
prasarana dasar, pengakuan atas hak dasar masyarakat adat, penyebaran dan
pemerataan pembangunan, pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam,
pengentasan kemiskinan, pengembangan kelembagaan dan integrasi wilayah.
Laporan Akhir 13
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.1 Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi
Salah satu masalah yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal RPJMD 2004-
2009 adalah tingkat pelayanan publik yang masih rendah. Hal ini terlihat dari masih
rendahnya pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat. Rendahnya pelayanan
aparat pemerintah ini, selain disebabkan oleh kurangnya aparat yang memenuhi syarat
kepangkatan untuk jabatan pimpinan dan rendahnya kemampuan aparat pemerintah yang
ditunjukan oleh tingkat pendidikan aparat yang relatif masih rendah, dipengaruhi oleh
beberapa faktor menonjol antara lain penataan kelembagaan yang belum baik, belum
berfungsinya lembaga adat dan lembaga kampung, dan pemahaman sistem berorganisasi
yang masih rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Provinsi Papua Barat
merencanakan agenda Membangun Kapasitas Kelembagaan dengan program prioritas
sebagai berikut :
1. Membentuk dan menata kelembagaan pelayanan dari tingkat provinsi sampai ke tingkat
distrik atau kampung di daerah pedalaman, perkotaan, daerah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
2. Merevitalisasi Lembaga Sosial Masyarakat, Adat dan Kelembagaan Kampung.
3. Mengembangkan kemampuan kelembagaan Pemerintah agar mampu melakukan
pelayanan yang prima kepada masyarakat terutama bagi mereka yang mungkin di
kampung/pedesaan, daerah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan berbagai
keterbatasan.
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan khususnya kelembagaan pemerintah dalam
membangun serta meningkatkan motivasi masyarakat Papua Barat untuk membangun
dirinya sendiri.
5. Membangun serta memperkuat akses kelembagaan dalam proses perumusan
kebijakan, pelaksanaan program pembangunan serta pengambilan keputusan
pemanfaatan sumberdaya alam di Papua Barat.
6. Membangun kapasitas lembaga sektoral agar mampu melaksanakan pelayanan
secara transparan, akuntabel dan bebas KKN.
Laporan Akhir 14
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
7. Membangun kapasitas kelembagaan baik Pemerintah maupun masyarakat untuk
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
Prestasi Provinsi Papua Barat sampai saat ini, dari berbagai upaya yang ditempuh
telah menunjukan hasil yang signifikan terhadap upaya Membangun Kapasitas
Kelembagaan. Capaian yang berhasil diraih dalam empat tahun pelaksanaan RPJMD
2004-2009 meliputi :
1. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan.
Keberhasilan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas umum
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan sangat ditentukan oleh
seberapa besar kapasitas kelembagaan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Semakin
tinggi kapasitas yang dimiliki oleh suatu Pemerintah Daerah semakin baik dalam
menunjang keberhasilan capaian kinerja Pemerintah Daerah tersebut, begitupun
sebaliknya.
Beberapa program dan kegiatan pokok yang telah berhasil dilakukan dalam rangka
penguatan kapasitas pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat adalah Penyempurnaan
struktur kelembagaan Pemerintah tingkat Provinsi, Kabupaten dan Distrik yang meliputi
penyempurnaan SKPD (dengan PERDA), penataan dan penempatan personil-personil
dalam jabatan, rekrutmen pegawai-pegawai baru, penyelenggaraan pendidikan dan
latihan jabatan, pemberian tugas belajar staf pemerintah daerah ke berbagai perguruan
tinggi dan pemberian ijin mengikuti pendidikan ketrampilan fungsional yang dibutuhkan
untuk menggerakan roda Pemerintahan dan pembangunan di Papua Barat.
Sebagai tambahan telah dilakukan penguatan kapasitas perencanaan melalui
penyusunan beberapa dokumen perencanaan pembangunan daerah seperti RPJM,
RPJMD, Strategi Penanggulangan Kemiskinanan, Rencana Induk Pembangunan
Pendidikan dan Kesehatan, Strategi Penguatan Kapasitas Distrik dan Kampung, Standar
Operasional dan Prosedur Dalam Rangka Penataan Kerjasama Luar Negeri di Provinsi
Papua Barat.
Laporan Akhir 15
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2. Penguatan Lembaga Masyarakat dan Lembaga Adat
Penguatan Kelembagaan LSM adalah kegiatan untuk memperkuat peran dan fungsi
LSM sebagai mitra pemerintah dalam membantu masyarakat berperan aktif dalam proses
pembangunan. Sampai dengan tahun 2007 jumlah LSM yang ada di provinsi Papua Barat
adalah berjumlah 29 LSM.
3. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat diberdayakan polisi pamong
praja untuk berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini terlihat
dari jumlah polisi pomong praja yang mengalami peningkatan personil yang sangat besar
dalam kurun waktu 2005-2007. Di mana pada tahun 2005, jumlah polisi pamong praja
sebanyak 6.306 orang dan pada tahun 2007 meningkat jumlahnya menjadi 6.430 orang.
Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan personil polisi pamong praja sebanyak
124 orang.
4. Peningkatan Jumlah Pegawai Pemerintah
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Provinsi Papua barat adalah sebanyak, 17.282 Jiwa,
yang terdiri dari, 642 PNS golonagn I atau sebesar 4 %, Golongan II sebanyak 8.277 jiwa
atau sebesar 47%, Golongan III sebanyak 8251 atau sebesar 48 %, dan golongan IV
sebanyak 112 atau sebesar 1 %. Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah
PNS Provinsi Papua Barat didominasi oleh PNS dengan Golongan II dan Golongan III.
2.1.1. Capaian Indikator
Data penyusun indikator outcome tingkat pelayanan publik terdiri dari data
persentase indikator hasil (output) yang meliputi data persentase jumlah kasus korupsi
yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijazah
minimal S1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah
pelayanan satu atap. Indikator seperti ini sebenarnya belum dapat memberikan gambaran
yang sebenarnya dari tingkat pelayanan publik. Banyaknya jumlah aparat yang berijazah
minimal sarjana tidak berdampak langsung terhadap kinerja pelayanan publik. Hal ini
dapat dipahami karena keahlian aparat berijazah sarjana mengumpul pada bidang keahlian
tertentu, akibatnya banyak aparat yang berijazah sarjana bekerja tidak sesuai dengan
bidang keahliannya.
Laporan Akhir 16
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Data persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan dari tahun 2004 – 2007 di Provinsi Papua Barat tidak ada dalam artian tidak
ada kasus yang dilaporkan sehingga data untuk dua tahun tersebut dianggap sama dengan
nol. Data persentase aparat yang berijazah minimal S1 belum tersedia untuk tahun 2009
sehingga digunakan data prediksi bahwa terjadi peningkatan PNS berijazah minimal S1
sama dengan yang terjadi pada tahun 2008. Capaian indikator outcome tingkat pelayanan
publik Provinsi Papua Barat dan tingkat capaian indikator pelayahan publik Nasional dari
tahun 2004 hingga 2009 disajikan dalam Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan
Publik Provinsi Papua Barat Vs Capaian Tingkat Nasional.
Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pelayanan publik di Provinsi Papua
Barat berada di atas rata-rata tingkat pelayanan publik nasional. Tingginya angka capaian
indikator ini sangat dipengaruhi oleh data persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijazah minimal S1
dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap. Apabila dilihat dari data yang tersedia, tampak bahwa kasus korupsi di Papua
Barat baru muncul sejak tahun 2008, data tahun-tahun sebelumnya tidak tersedia sehingga
pertanyaan bahwa apakah sejak tahun 2004 tidak ada kasus korupsi? Tidak dapat dijawab
Laporan Akhir 17
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
dalam tulisan ini. Data juga menunjukan bahwa tren pelayanan publik Provinsi Papua
Barat menurun secara tajam pada tahun 2006 hingga berada di bawah rata-rata nasional,
kemudian meningkat secara tetap, mencapai titik tertinggi pada tahun 2008 dan melampaui
rata-rata nasional selanjutnya menurun pada tahun 2009 namun masih lebih tinggi dari
rata-rata nasional. Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Seperti disampaikan
sebelumnya bahwa pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 kondisinya tidak
memungkinkan pemerintah Provinsi Papua Barat bekerja dengan baik. Kegiatan
pemerintah lebih difokuskan pada upaya melegitimasi pendirian Provinsi Papua Barat.
Akibatnya seluruh perhatian pemerintah tertuju pada upaya politik dan kurang
memperhatikan pelayanan publik. Namun, sejalan dengan pengakuan pendirian Provinsi
Papua Barat pemerintah telah meletakan dasar-dasar pembangunan yang baik. Adanya
suatu perencanaan untuk mengatasi berbagai permasalahan mendasar yang dirumuskan
dalam RPJMD 2006-2011 dan adanya perhatian pemerintah terhadap pelayanan publik
yaitu dengan dilaporkannya 2 tindakan kasus korupsi pada tahun 2008 yang telah dan
sedang diproses dan 2 tindakan kasus korupsi pada tahun 2009 telah memberikan indikasi
adanya perbaikan capaian pelayanan publik Provinsi Papua Barat. Kegiatan lain yang
dilakukan oleh pemerintah daerah yang turut meningkatkan capaian pelayanan publik
adalah memberikan kesempatan kepada aparat PEMDA untuk meningkatkan
kemampuannya dengan mengikuti pendidikan lanjut ke jenjang yang lebih tinggi S1 dan
S2 bahkan S3 melalui tugas belajar dan ijin belajar. Perbaikan capaian pelayanan publik
ditunjukan oleh tren capaian ouput tingkat pelayanan publik Provinsi Papua Barat yang
meningkat. Tren yang meningkat ini menunjukan bahwa pembangunan pelayanan publik
Provinsi sudah berada pada track yang benar dan diharapkan dengan kemauan dan
kerja keras upaya peningkatan pelayanan publik dapat mencapai kemajuan yang berarti
pada akhir pelaksanaan RPJMD 2011.
Data penyusun indikator outcome tingkat demokrasi terdiri dari data persentase
indikator hasil (output) yang meliputi data tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan kepala daerah, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif
dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden, tingkat pembangunan
gender dan tingkat pemberdayaan gender.
Di lihat dari keikutsertaaan masyarakat Papua Barat dalam kegiatan pemilihan
kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dalam kurun waktu 2004-2009
tampak bahwa sebagian besar masyarakat telah menggunakan hak-haknya dengan baik.
Laporan Akhir 18
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Hal ini terlihat dari jumlah partisipasi masyarakat dalam pemilihan baik kepala daerah,
legislatif dan presiden di atas 70 % atau secara rinci pemilihan kepala daerah (76 %),
legilatif (72.16 %) dan pemilihan presiden (72.16 %). Kesadaran masyarakat Papua
Barat jika dibandingkan dengan kesadaran masyarakat berdemokrasi secara nasional
tidaklah berbeda, bahkan dalam hal pemilihan kepala daerah terlihat lebih baik dari tingkat
nasional. Sebenarnya kalau panitia PEMILU bekerja dengan baik, pasti angka partisipasi
PEMILU lebih tinggi lagi, karena pada hari pemilihan banyak pemilih yang bergerak ke
TPS-TPS untuk mencari namanya pada Daftar Pemilih. Banyak sekali dari mereka yang
namanya tidak terdaftar sebagai pemilih sehingga tidak ikut PEMILU.
Tingkat demokrasi yang ditunjukan oleh indeks pembangunan gender dan indeks
pemberdayaan gender disajikan dalam grafik di bawah ini.
Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pembangunan gender dan tingkat
pemberdayaan gender Provinsi Papua Barat masih di bawah tingkat nasional. Namun
di lihat dari perkembangannya dari tahun ke tahun tampak bahwa Provinsi Papua Barat
telah menunjukan kemajuan yang baik yang ditandai dengan tren yang meningkat dari
tahun ke tahun mendekati tingkat perkembangan nasional. Hal ini menunjukan bahwa
Laporan Akhir 19
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
program pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah tepat walaupun
indeksnya masih di bawah tingkat nasional.
Selain itu, perbaikan berdemokrasi yang ditunjukan oleh peningkatan indeks
pembangunan gender dan indeks pemberdayaan gender menunjukan bahwa
penyelenggaraan pembangunan mampu menjawab tujuan yang ingin dicapai yaitu
partisipasi masyarakat meningkat dalam pembangunan.sudah tepat (efektif).
2.1.2 Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator-indikator output spesifik dan menonjol pada tingkat pelayanan publik di
Provinsi Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator jumlah aparat
pemerintah yang berijazah minimal S1 dan indikator pelayanan satu atap. Indikator-
indikator tersebut dipilih sebagai indikator spesifik karena sangat menonjol mempengaruhi
tingkat pelayanan publik pada tahun 2004 hingga 2009. Capaian kedua indikator tersebut
disajikan pada Grafik Capaian Indikator Jumlah Aparat berijazah minimum S1 dan
Pelayanan Satu Atap.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik Persentase Capaian Aparat Berijazah Minimum S1 dan Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Perda 1 Atap
Presentase aparat yang berijazah minimal S1
Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap
Laporan Akhir 20
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Tabel di atas menunjukan bahwa pengaruh jumlah aparat pemerintah yang
berijazah minimal S1 terhadap tingkat pelayanan publik Provinsi Papua Barat sangat
nyata pada dalam kurun waktu 2004-2005 yang ditunjukan dengan peningkatan jumlah
aparat yang berpendidikan minimal sarjana sangat cepat dalam kurun waktu tersebut.
Selanjutnya stabil dan meningkat lagi setelah tahun 2006.
Andil pelayanan satu atap terhadap keberhasilan tingkat pelayanan publik terlihat
dari peningkatan jumlah peraturan daerah satu atap pada masing-masing kabupaten
sejak tahun 2004-2009. Secara keseluruhan daerah yang memiliki peraturan daerah
satu atap meningkat dari 4 kabupaten pada kurun waktu 2004-2006 menjadi 6 kabupaten
sejak tahun 2007 sampai 2009 dan diharapkan pada tahun 2010 seluruh kabupaten di
Provinsi Papua barat telah memiliki dan menerapkan peraturan daerah pelayanan satu
atap.
2.1.3 Rekomendasi
1. Jumlah praktek korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah daerah cenderung terjadi,
tetapi upaya pencegahan dan penuntasan belum ditangani seutuhnya (belum
diterapkan secara konsisten). Oleh karenanya upaya untuk menekan tingkat
pertumbuhan korupsi perlu dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi pada tingkat
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan.
2. Perbaikan tingkat pelayanan publik melalui perbaikan tingkat pendidikan aparat
pemerintah perlu mempertimbangkan kesesuaian tingkat pendidikan dengan job yang
tersedia.
3. Peningkatan pelayanan publik dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah
pelayanan satu atap sesuai dengan pemekaran kabupaten-kabupaten baru.
4. Partisipasi politik/pemahaman demokrasi masyarakat meningkat, namun diperlukan
suatu strategi yang baik untuk memotivasi masyarakat dalam keikutsertaannya dalam
pemilihan umum baik untuk pemilihan kepala daerah, legislatif maupun pemilihan
presiden. Panitia PEMILU perlu memperbaiki cara kerjanya terutama dalam
pendaftaran peserta pemilu dengan mendayagunakan para Ketua Rukun Tetangga
(RT). Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberikan sosialisasi atau pemahaman
secara regular, pendidikan politik kepada masyarakat dan peningkatan kesadaran
hukum.
Laporan Akhir 21
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.2 Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia
Salah satu masalah utama yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal
pendiriannya adalah rendahnya mutu dan jumlah sumberdaya manusia. Oleh karenanya
merupakan salah satu agenda utama dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011
untuk Meningkatkan Mutu Sumberdaya Manusia Provinsi Papua Barat. Upaya yang
ditempuh untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia Papua Barat adalah melalui
perbaikan kualitas kesehatan masyarakat, perbaikan kualitas pendidikan dan perbaikan
sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan. Prioritas peningkatan sumberdaya
manusia melalui perbaikan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan sarana prasarana,
juga merupakan prioritas kebijakan Otonomi Khusus Papua yang termuat dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001, di mana kabupaten di seluruh Provinsi Papua Barat
menerima 30 % dana otonomi khusus yang dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan.
Tantangan utama perbaikan kualitas kesehatan masyarakat adalah tertanganinya
dengan baik penyakit menular di kalangan masyarakat baik di semua kampung maupun
perkotaan se Provinsi Papua Barat, meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dari 40 % di tahun 2006 menjadi 80 % pada akhir tahun 2011, terlaksananya
pelayanan kesehatan berkala di semua Kampung, terciptanya kader kesehatan
masyarakat, tersedianya kader penolong persalinan di setiap kampung, adanya petugas
paramedis di setiap kampung, terbebasnya masyarakat kampung dari biaya pembelian
obat-obatan, tersedianya tenaga medis dan paramedis di semua sarana kesehatan,
terbangunnya rumah sakit provinsi dan rumah sakit kabupaten serta rumah sakit rujukan,
terbangunnya Pos obat desa di setiap kampung di Provinsi Papua Barat dan
berkembangnya kemitraan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, program pokok perbaikan kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakkan pada:
1. Mengembangkan dan mengefektifkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kampung
baik di wilayah pegunungan, dataran rendah, pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.
2. Mempermudah dan menyediakan akses bagi masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik.
3. Memberantas dan melakukan pencegahan atas berbagai jenis penyakit menular serta
jenis penyakit lain yang dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Laporan Akhir 22
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Tantangan utama perbaikan kualitas pendidikan masyarakat adalah
terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik di setiap jenjang pendidikan baik
di kota maupun di kampung, tertampungnya semua anak usia sekolah dalam proses
belajar mengajar sesuai dengan kebijakan wajib belajar serta pendidikan anak usia dini,
terbebasnya anak sekolah dari beban biaya pendidikan di tingkat dasar dan di tingkat
lanjutan, adanya kerjasama yang efektif antara kabupaten/kota dan provinsi dalam
pengelolaan pendidikan, dilaksanakannya agenda nasional dalam bidang pendidikan
khususnya pendidikan menengah, pendidikan non formal dan pendidikan luar biasa,
dilaksanakannya pendidikan berpola asrama di kampung dan beasiswa bagi anak-anak
yang memiliki potensi dan kemampuan dan mengembangkan budaya baca di setiap
kabupaten.
Untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, program pokok perbaikan kualitas
pendidikan masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada:
1. Mengembangkan sistem pendidikan di berbagai jenjang
2. Menghasilkan lulusan yang bermutu, bermoral baik, taqwa dan mampu menjadi
pemimpin masyarakat
3. Perbaikan kualitas pendidikan agar mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan,
teknologi dan mampu bersaing dalam dunia usaha
4. Mengembangkan pola penyiapan sumberdaya manusia Papua Barat agar dapat
memenuhi kebutuhan lapangan kerja yang tersedia.
5. Mengembangkan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja yang
mampu bersaing di pasar global
Tantangan utama pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan adalah
pembangunan Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten dan Rumah Sakit Rujukan
lengkap dengan peralatannya dan tenaga pengelola, tenaga medis dan paramedis,
tersedianya berbagai pusat pendidikan kejuruan di berbagai kabupaten sesuai kebutuhan
masing-masing, terpenuhinya kebutuhan guru dan sarana prasana pendidikan, dan adanya
asrama bagi pelajar di kampung.
Laporan Akhir 23
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Untuk mengatasi tantangan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan
kesehatan tersebut, program pokok pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan
masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada:
1. Membangun dan menyediakan berbagai jenis sarana pelayanan kesehatan
masyarakat kampung dan kota seperti rumah sakit, pos pelayan kesehatan, rumah
bersalin.
2. Menyediakan fasilitas kesehatan lainnya.
3. Menyediakan berbagai sarana yang diperlukan untuk membentuk dan membangun
sumberdaya manusia Papua Barat yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi serta mampu bersaing dalam bidangnya.
2.2.1 Capaian Indikator
Data penyusun indikator outcome terdiri dari data persentase indikator hasil
(output) yang meliputi indeks pembangunan manusia, data Angka Partisipasi Murni (APM)
SD/MI, angka putus sekolah SD/MTi, SMP/MTs dan Sekolah Menengah, angka melek
aksara 15 tahun ke atas, jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs dan sekolah
menengah, prevalensi gizi buruk dan prevalensi gizi kurang, tenaga kesehatan per
penduduk, dan penduduk yang berkeluarga berencana.
Di lihat dari indeks pembangunan manusia, kualitas sumberdaya manusia Provinsi
Papua masih jauh di bawah rata-rata nasional. Hal ini dapat dipahami mengingat tingkat
pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat Papua Barat masih berada di bawah
tingkat nasional. Perbandingan indeks pembangunan manusia Provinsi Papua Barat
dan indeks pembangunan manusia nasional disajikan dalam Grafik Indeks pembangunan
manusia Provinsi Papua Barat versus indeks pembangunan manusia nasional di bawah
ini.
Data persentase guru yang layak mengajar pada tingkat SMP/MTs untuk tahun
2004 dan 2005 tidak ada sehingga angka data kedua tahun tersebut dianggap sama
dengan nol. Demikian pula halnya dengan data prevalensi gisi buruk dan prevalensi gizi
kurang untuk tahun 2004 hingga 2006 tidak ada sehingga data tahun-tahun tersebut
Laporan Akhir 24
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
dianggap sama dengan nol. Seluruh data tahun 2009 adalah data prediksi yang angkanya
dianggap sama dengan angka tahun 2008. Capaian indikator outcome tingkat kualitas
sumberdaya manusia Papua Barat periode 2004 hingga 2009 ditampilkan pada Gambar
Capaian Indikator Outcome Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia Provinsi Papua Barat
Vs Capaian Indikator Outcomes Nasional.
Grafik di atas menunjukan bahwa capaian indikator outcomes sumberdaya
manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 masih rendah atau di bawah capaian
indikator outcomes sumberdaya nasional. Hal ini disebabkan karena seluruh indikator
sumberdaya manusia di Papua Barat lebih rendah dari indikator nasional, namun tren
kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia Provinsi Papua Barat menunjukan
kenaikan yang signifikan pada tahun 2006 kemudian stabil hingga tahun 2008 dan
meningkat pada tahun 2009. Tren kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia di
Provinsi Papua Barat sangat dipengaruhi oleh persentase jumlah siswa putus sekolah
dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Laporan Akhir 25
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Tren kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia Provinsi Papua Barat yang
pada tahun 2009 mencapai angka di atas rata-rata nasional menunjukan bahwa program
pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah sejalan dengan
pencapaian tujuan pembangunan mutu sumberdaya manusia.
Efektivitas pembangunan sumberdaya manusia di Papua Barat sejalan dengan
yang diharapkan, di mana capaian pembangunan sumberdaya manusia menunjukan
kemajuan yang berarti dibandingkan tahun sebelumnya.
2.2.3 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator-indikator output spesifik dan menonjol pada sumberdaya manusia di
Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator Angka Partisipasi Murni
(APM) dan indikator angka putus sekolah SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah Menengah.
Indikator-indikator tersebut dipilih sebagai indikator spesifik karena sangat menonjol
mempengaruhi peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada tahun 2004 hingga 2009.
Persentase angka putus sekolah di Papua Barat dihitung dari rata-rata persentase
angka putus sekolah SD/MI, angka putus sekolah SMP/MTs dan angka putus sekolah
sekolah menengah yang mengalami penurunan sejak tahun 2005 hingga sekarang, di
mana capaian indikator tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan yang terkandung
dalam RPJM Papua Barat.
Laporan Akhir 26
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Angka putus sekolah pada SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah menengah seluruhnya
mengalami penurunan sejak tahun 2005. Angka putus sekolah terbesar terjadi pada
SMP/MTs yaitu 18,30 % pada tahun 2004 dan mengalami penurunan hingga 7,95%
pada tahun 2008. Berbagai program peningkatan sumberdaya manusia dalam bidang
pendidikan telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat antara lain peningkatan
kualitas guru melalui pelatihan dan menghapus seluruh biaya pendidikan dasar yang
ditanggung murid.
Capaian Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI dalam kurun waktu 2004 - 2009
menunjukan peningkatan yang berarti setiap tahun. Hal ini menunjukan bahwa program
pembangunan sumberdaya manusia yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah
berada pada track yang benar. Namun demikian, hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa belum merata pembangunan pendidikan dan kesehatan di Papua
Barat. Sekolah-sekolah dasar terutama di daerah perkotaan atau dekat kota mengalami
peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berarti, tetapi sebaliknya sekolah-sekolah
dasar di daerah pedalaman tidak mengalami perbaikan kualitas sumberdaya manusia
yang berarti. Rendahnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di kampung-kampung
terutama disebabkan karena rendahnya jumlah guru yang layak, terbatasnya sarana dan
prasarana pendidikan dan rendahnya kesadaran guru untuk mengajar di daerah
perkampungan. Hal serupa juga terjadi pada bidang kesehatan di mana terdapat
kecenderungan tenaga medis untuk bekerja dan mengabdi di daerah perkotaan
mengakibatkan jumlah tenaga medis di pedalaman sangat terbatas..
9.8010.64
8.22
6.23
4.19 4.19
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Angka Putus Sekolah di Papua Barat
Laporan Akhir 27
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
83.41
86.787.45
89.9791.09 91.09
78
80
82
84
86
88
90
92
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Partisipasi Murni SD/MI di Papua Barat
2.2.3 Rekomendasi
1. Penerimaan pegawai disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Prioritas hendaknya
diberikan kepada calon pegawai yang bersedia menjadi tenaga guru dan paramedic
di daerah pedalaman/perkampungan yang jauh dari kota.
2. Pemberian insentif berupa penyediaan rumah, jaminan hidup dan kemudahan informasi
dan komunikasi yang dapat mendorong aparat untuk betah di lokasi pedalaman/
perkampungan.
3. Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab rumah tangga dalam meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia dengan mendorong pentingnya penciptaan lingkungan
hidup yang bersih, kesadaran mengajar dan mendidik anak sejak dini dalam keluarga.
4. Mendorong kemandirian dan partisipasi aktif masyarakat dalam membangun sarana
prasarana pendidikan dan kesehatan.
Laporan Akhir 28
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.3 Tingkat Pembangunan Ekonomi
Perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini
dapat dimengerti mengingat sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar di dalam
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan sektor pertanian Provinsi
Papua Barat setiap tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 berkisar antara 2 % - 4
%. Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah dibanding sektor lain, keadaan ini disebabkan
karena strategi pemerintah daerah di dalam melakukan pembangunan tidak terkonsentrasi
pada satu sektor dominan tertentu sehingga pertumbuhan hampir merata di setiap sektor.
Permasalahan utama yang berkaitan pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat selama
kurun waktu 2004-2009 adalah rendahnya kemampuan ekonomi daerah yang disebabkan
karena rendahnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya ekspor komoditas, rendahnya sektor
usaha manufaktur, rendahnya sektor UMKM, rendahnya pendapatan per kapita, tingginya
angka inflasi, investasi yang rendah dan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
yang terbatas.
Berdasarkan permasalahan di atas maka tantangan pembangunan ekonomi
Provinsi Papua Barat meliputi:
1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi,
2. Meningkatkan Komiditi Ekspor
3. Meningkatkan Sektor Usaha Manufaktur dan Sektor UMKM
4. Meningkatkan Pendapatan Perkapita
5. Menekan Laju Inflasi
6. Meningkatkan Investasi
7. Meningkatkan sarana prasarana Jalan
Untuk mengatasi permasalahan pembangunan ekonomi daerah, pemerintah dalam
RPJMD tahun 2006-2011 berupaya untuk mengembangkan perekonomian daerah dengan
mengembangkan dan memperkuat basis ekonomi wilayah dengan jalan mengembangkan
dua program pembangunan. Yang pertama, Pembangunan infrastruktur wilayah yang
meliputi pembangunan prasarana perhubungan darat, perhubungan laut, dan perhubungan
udara dan yang kedua, adalah pembangunan perekonomian rakyat.
Laporan Akhir 29
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Pembangunan prasarana perhubungan darat yang dimaksud adalah
pembangunan jalan Trans Papua Barat dan jalan non trans-Papua. Kemajuan
pembangunan jalan Trans Papua akan terlihat dari terselesaikannya pembangunan ruas
jalan Manokwari-Sorong sepanjang 568 km, ditingkatkannya kualitas ruas jalan Manokwari-
Bintuni menjadi seluruhnya aspal/hotmix sepanjang 253 km dan peningkatan sebagian
jalan aspal yang telah ada pada ruas tersebut sepanjang 140 km, terlaksananya
pembangunan ruas jalan Mamei-Wasior dengan kondisi jalan kerikil paling tidak 150 km
atau 50 % dari luas seluruhnya, ditingkatkannya kualitas jalan kerikil dan jalan tanah
pada ruas jalan Windesi-Kaimana serta pembangunan ruas sisanya sepanjang 50 % dari
target 120 km, ditingkatkannya mutu ruas jalan Bourof-Bufer-Bomberay-Fakfak serta
pembangunan sisa ruas jalan tersebut paling tidak 50 % dari target 150 km, peningkatan
mutu jalan Kambuaya-Teminabuan sepanjang 54 km, peningkatan mutu ruas Sorong-
Makbon-Mega-Sausapor dan pembangunan sisa ruas yang belum terbangun sepanjang
57 km, peningkatan mutu serta penyelesaian pembangunan ruas Aimas-Seget sepanjang
14 km, peningkatan mutu jalan dan lanjutan pembangunan jalan sepanjang 205 km pada
ruas Susumuk-Kamundan-Bintuni, peningkatan jalan tanah ruas Fakfak-Siboru sepanjang
13.8 km dan pemeliharaan jalan Fakfak-Kokas sepanjang 44 km. Kemajuan jalan Non
Trans Papua Barat akan terlihat dari dibangunnya jalan kampung paling tidak 75% dari
semua kampung terpencil di Papua Barat dan peningkatan mutu jalan kampung ke pusat
ekonomi wilayah di Kabupaten/Kota se Papua Barat.
Pembangunan prasarana Perhubungan Laut akan terlihat dari terlaksananya
regularitas angkutan laut dan penyeberangan oleh armada perintis, dibangunnya sarana
pelabuhan laut di semua distrik yang membutuhkan beserta paket keselamatan pelayaran
dan perpanjangan pelabuhan laut Manokwari, Sorong, Fakfak, serta operasionalisasi
pelabuhan. Sedangkan pembangunan prasarana perhubungan udara akan terlihat dari
adanya peningkatan mutu runway Bandara Rendani, peningkatan dan pembangunan
landasan pacu Hink, Isim, Testega dan Mayado, perpanjangan runway bandara Domine
Eduard Osok Sorong dan subsidi perintis serta penyelesaian ganti rugi, pemeliharaan
dan peningkatan sarana pendukung Bandara Kaimana, operasionalisasi Bandara Wasior,
Bintuni, Merdey, Kebar, Babo, Kambuaya, Ayawasi, Teminabuan dan Inanwatan. Untuk
mencapai sasaran tersebut, program pokok Pembangunan infrastruktur Wilayah Provinsi
Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada: Membangun dan memperluas jaringan
Laporan Akhir 30
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
infrastruktur wilayah Papua Barat guna membuka isolasi wilayah serta pelayanan sampai
ke kampung serta menghubungkannya dengan pusat kegiatan ekonomi.
Pembangun perekonomian rakyat yang dimaksud adalah terbangunnya sarana
pasar di distrik dan kampung, terbangunnya sarana produksi serta infrastruktur produksi
atau jalan produksi di pusat kegiatan ekonomi kampung, berkembangnya kegiatan
agribisnis dengan komoditas andalan berupa jagung, keladi, dan kacang tanah di
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari serta Kabupaten lainnya yang sesuai
potensi lahannya,vberkembangnya tanaman agribisnis dalam bidang tanaman perkebunan
khususnya cacao dan kelapa, berkembangnya usaha perikanan darat pada wilayah yang
potensial serta perikanan laut di pulau kecil dan daeraha pesisir, berkembangnya populasi
ternak kecil, aneka ternak dan ternak besar di semua wilayah yang potensial seperti
Bomberai, Kebar, dan lain-lain serta agribisnis dalam bidang peternakan, meningkatkan
usaha masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu serta rehabilitasi kawasan
hutan bakau, penguatan modal lembaga UKM di semua Kabupaten /Kota serta meluasnya
jaringan pasar produk UKM, terbentuknya Lembaga Pembiayaan Mikro di pusat kegiatan
agribisnis serta distrik, dan dibangunnya simpul atau pemasaran di tingkat distrik dan
kemudian diintegrasikan kedalam pusat pasar di kabupaten/Provinsi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, program pokok Pembangunan Perekonomian
Rakyat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada :
1. Membangun dan memperkuat ekonomi kerakyatan serta mengembangkan usaha
kecil dan menengah di Papua Barat.
2. Membangun dan menyebarkan Pusat Pertumbuhan di Papua guna menciptakan
keseimbangan antar wilayah.
3. Mengembangkan perekonomian wilayah pesisir dan dan pulau-pulau kecil.
4. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang bersifat moderen yang terkait dengan
ekonomi rakyat, usaha kecil dan menengah dengan memperlihatkan aspek lingkungan
dan daya dukung sumber daya alam.
5. Membangun kemitraan antar wilayah (Kabupaten/Kota) guna mendukung
terlaksananya pemerataan dan penyebaran pertumbuhan. Membangun kemampuan
masing-masing sektor untuk mengembangkan investasi dan menciptakan lapangan
kerja.
Laporan Akhir 31
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
6. Memperkuat basis sosial agar dapat memberikan akses yang kuat kepada masyarakat
Papua untuk aktif dalam pengelolaan sumber daya alam.
7. Menanggulangi kemiskinan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
rnemanfaatkan potensi sumber daya alam.
8. Mengembangkan dukungan fasilitas ekonomi dan permodalan bagi masyarakat di
kota atau pedesaan.
9. Membangun daya saing ekonomi wilayah Papua Barat.
10. Membangun serta memperkuat kontribusi sektor pertanian sebagai basis utama
ekonomi masyarakat wilayah serta ekonomi nasional di Papua barat.
11. Mengembangkan teknologi serta pemanfaatannya untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
2.3.1 Capaian Indikator
Data penyusun indikator outcome tingkat pertumbuhan ekonomi terdiri dari data
laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output
manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap PDRB dan pendapatan
per kapita. Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dibandingkan dengan
tingkat pembangunan ekonomi nasional secara rinci disajikan dalam Grafik Tingkat
Pembangunan Ekonomi Provinsi Papua Barat Vs Tingkat Pembangunan Ekonomi
Nasional.
Laporan Akhir 32
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua
Barat berada di bawah tingkat pembangunan ekonomi nasional. Hal ini menunjukan
bahwa pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat belum baik. Dalam artian belum
mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai. Rendahnya pembangunan Provinsi Papua
Barat disebabkan karena masih berfluktuasinya nilai beberapa indicator penyusun nilai
capaian outcome. Indikator-indikator tersebut adalah laju pertumbuhan ekonomi,
persentase ekspor terhadap PDRB dan pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa
pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat belum efektif.
Dengan memperhatikan tren indikator outcomes pembangunan ekonomi jelas
terlihat bahwa pada indicator pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun
2004-2005 berada di atas indikator nasional, namun menurun secara tajam pada tahun
2006 berada di bawah indikator nasional. Keadaan ini berkaitan erat dengan keamanan
yang tidak kondusif pada awal pembentukan provinsi ini. Pemekaran Provinsi Papua
menjadi Provinsi Papua Barat (pada waktu itu Irian Jaya Barat) menimbulkan suatu gejolak
euphoria bagi masyarakat Papua. Euphoria yang berlebihan ini telah menimbulkan gejolak
di dalam masyarakat yang mengakibatkan migrasi ke luar Provinsi Papua Barat oleh
sebagian warga asal luar Papua. Padahal kegiatan perekonomian dijalankan oleh
masyarakat asal luar Papua, akibatnya pembangunan ekonomi menurun drastis. Sejalan
dengan kembalinya kesadaran masyarakat bahwa pemekaran tidak berarti merdeka dan
keamanan dapat dikendalikan oleh aparat keamanan, berangsur-angsur masyarakat asal
luar Papua kembali ke Provinsi Papua Barat dan memulai aktivitas perekonomiannya.
Pembangunan ekonomi berangsur-angsur pulih dan meningkat namun berada di bawah
indikator pembangunan ekonomi nasional, selanjutnya indikator pembangunan ekonomi
Provinsi Papua Barat menurun drastis hingga tahun 2009. Keadaan ini merupakan
pengaruh dari krisis ekonomi yang terjadi.
Pemekaran wilayah Papua dan pemberian hak otonomi khusus bagi Provinsi
Papua telah memberikan legitimasi kepada masyarakat Papua untuk mengklaim hak
kepemilikan atas berbagai lahan dan sumberdaya yang ada diatasnya. Legitimasi atas
lahan telah menimbulkan banyak kasus pemalangan dan penuntutan hak atas tanah
kepada setiap orang yang memiliki lahan untuk segera melengkapi bukti kepemelikannya
dengan bukti penyerahan hak oleh pihak adat. Untuk mendapatkan bukti pelepasan
tanah oleh pihak adat maka diharuskan untuk membayar. Keadaan ini telah menimbulkan
Laporan Akhir 33
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
keengganan investor untuk berinvestasi di Provinsi Papua Barat. Walaupun data
penanaman modal asing menunjukan tren yang meningkat, hal ini disebabkan oleh
besarnya dana investasi yang disalurkan bukan jumlah investor yang masuk. Kenyataan
ini disertai dengan krisis ekonomi ternyata berdampak terhadap menurunnya persentase
ekspor terhadap PDRB dan akibat lanjutnya adalah menurunnya tingkat pembangunan
ekonomi Provinsi Papua Barat.
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator-indikator output spesifik dan menonjol tingkat pembangunan ekonomi
Provinsi Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator persentase out-
put manufaktur terhadap PDRB dan persentase output UMKM terhadap PDRB. Indikator-
indikator tersebut merupakan indikator spesifik karena sangat menonjol mempengaruhi
pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat periode 2004-2009. Pengaruh output
manufaktur dan output UMKM terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat
disajikan dalam Grafik Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB dan Persetase
Output UMKM terhadap PDRB.
Laporan Akhir 34
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Grafik di atas menunjukan bahwa persentase output baik manufaktur maupun
UMKM terhadap PDRB menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun selama periode
2004-2009. Hal ini menunjukan bahwa sector manufaktur dan UMKM ternyata tidak
terpengaruh oleh krisis ekonomi yang melanda dunia. Keadaan ini memberikan indikasi
bahwa upaya pemerintah membangun perekonomian daerah Provinsi Papua Barat melalui
pengembangan sector manufaktur dan UMKM sudah berada pada track yang benar.
Sektor UMKM yang dikembangkan Provinsi Papua Barat diuraikan sebagai berikut.
1. Tanaman Pangan
Produksi padi sawah dan padi ladang pada tahun 2005 adalah sebesar 24.702
ton dan mengalami peningkatan di tahun 2007 menjadi sebesar 28.204 ton dengan
produksi per ton tertinggi adalah Kabupaten Manokwari yaitu sebesar 16.322 ton dan
terendah sebesar 64 ton di Kabupaten Sorong Selatan.
Tanaman Jagung mengalami penurunan produksi dari 3.317 ton pada tahun 2005
menjadi 2.429 ton pada tahun 2007. Penurunan produksi Jagung ini disebabkan karena
penurunan luas panen jagung dari 2.080 Ha pada tahun 2005 menjadi sebesar 1.518
Ha pada tahun 2007.
Penurunan produksi juga terjadi untuk tanaman pangan ubi kayu dan ubi jalar.
Produksi ubi kayu dan ubi jalar pada tahun 2005 masing-masing adalah sebesar 25.897
ton dan 19.543 ton menurun menjadi masing-masing sebesar 17.833 ton dan 18. 702 ton
pada tahun 2007. Penurunan produksi ubi jalar dan ubi kayu ini disebabkan karena
penurunan luas panen ubi kayu dari 2.336 Ha pada tahun 2005 menjadi 1.615 Ha pada
tahun 2007. dan penurunan luas panen ubi jalar dari 1.991 Ha pada tahun 2005 menjadi
1.874 Ha pada tahun 2007.
Tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau dan kedele juga
mengalami penurunan produksi sebagai akibat menurunnya luas panenan. Produksi
kacang tanah, kacang hijau dan kedele berturut-turut pada tahun 2005 adalah sebesar
2.131 ton, 871 ton dan 2.279 ton menurun menjadi masing-masing sebesar 1.763 ton,
670 ton dan 1.360 ton pada tahun 2007. Luas panen tanaman kacang-kacangan
mengalami penurunan berturut-turut kacang tanah dari 2.093 ha pada tahun 2005 menjadi
1.725 ha pada tahun 2007, kacang hijau dari .855 ha pada tahun 2005 menjadi 667 ha
Laporan Akhir 35
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2007 dan kedelai dari 2.279 ha pada tahun 2005 menjadi 1.360 ha pada
tahun 2007.
2. Tanaman Perkebunan
Perkebunan di Provinsi Papua Barat berdasarkan ruang lingkup usahanya dapat
digolongkan menjadi perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar
dikelola oleh investor atau pemerintah bekerja sama dengan perusahaan besar.
Sedangkan perkebunan rakyat adalah perkebunan yang dikelola oleh rakyat. Tanaman
perkebunan besar yang diusahakan di Provinsi Papua Barat adalah tanaman kakao
dengan luas areal perkebunan sebesar 1.668 ha.
Tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan meliputi kelapa, kelapa sawit, kopi,
cengkeh, kakao, pala dan jamu mete. Produksi tanaman perkebunan rakyat di Provinsi
Papua Barat dalam periode 2005 – 2007 tidak mengalami peningkatan produksi yang
signifikan. Seperti halnya tanaman kelapa, luas areal perkebunan kelapa rakyat adalah
sebesar 10.942 Ha, dengan jumlah produksi pada tahun 2005 sebesar 5.965 ton dan
jumlah produksi kelapa di tahun 2007 sebesar 5.965 ton. Luas areal perkebunan kelapa
sawit rakyat seluas 16.540 Ha, dengan produksi kelapa sawit pada tahun 2005 adalah
17.326 ton dan di tahun 2007 adalah sebesar 17. 326 ton. Luas areal perkebunan kopi
rakyat seluas 708 ha, dengan produksi pada tahun 2005 sebesar 218 ton dan produksi
pada tahun 2007 adalah sebesar 218 ton. Luas areal perkebunan cengkeh rakyat
adalah seluas 750 Ha, dengan jumlah produksi cengkeh pada tahun 2005 adalah sebesar
60 ton dan produksi pada tahun 2007 adalah 60 ton. Luas areal perkebunan kakao
rakyat adalah seluas 8.463 ha, dengan produksi coklat pada tahun 2005 adalah sebesar
8.962 ton dan jumlah produksi kakao pada tahun 2007 sebesar 8.962 ton. Luas areal
perkebunan pala rakyat adalah seluas 5.911 Ha, dengan produksi pala pada tahun 2005
sebesar 1.749 ton dan jumlah produksi pada tahun 2007 adalah sebesar 1.749 ton. Luas
lahan kebun jambu mete rakyat seluas 305 Ha, dengan produksi jambu mete pada tahun
2005 adalah sebesar 2 ton dan jumlah produksi jambu mete pada tahun 2007 sebesar
2 ton.
Laporan Akhir 36
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
3. Pengembangan Peternakan
Jumlah ternak khususnya Sapi, babi dan kambing pada tahun 2005 masing-masing
berjumlah 31.536 ekor, 27.019 ekor dan 12.923 ekor dan mengalami pertambahan
jumlahnya di tahun 2007 di mana untuk ternak sapi, babi dan kambing berjumlah masing-
masing 34.429 ekor, 33.427 ekor dan 13.223 ekor. Hal ini menunjukan bahwa telah
terjadi peningkatan dalam pengembangan populasi ternak masing-masing 2.893 ekor
sapi, 6.408 ekor babi dan 300 kambing.
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
Arah kebijakan ekonomi daerah adalah mewujudkan ekonomi daerah yang
mencakup peningkatan perekonomian Provinsi Papua Barat yang Kuat, sehat dan
berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan
kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap peningkatan
kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan lapangan kerja dan kesempatan
berusaha yang pada akhirnya akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Maknanya bahwa setiap potensi ekonomi yang dimiliki harus dimanfaatkan
secara optimal dengan memperhatikan peluang-peluang yang ada guna kepentingan
dankesejahteraan masyarakat.
1. Mengembangkan Potensi Unggulan Daerah secara adil, transparan dan
bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyak Papua Barat.
2. Membangun serta memperkuat kontribusi sektor pertanian sebagai basis utama
ekonomi masyarakat, wilayah serta ekonomi nasional di Papua Barat.
3. Mengembangkan dukungan fasilitas ekonomi dan permodalan pelaku usaha sektor
Manufaktur dan UMKM.
4. Menyediakan program pendamping baik dalam proses produksi hingga pemasaran
bagi masyarakat.
5. Mengembangkan usaha kecil dan skala rumah tangga.
Laporan Akhir 37
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
6. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang bersifat modern yang terkait dengan ekonomi
rakyat, usaha kecil dan menengah dengan memperhatikan aspek lingkungan dan
daya dukung sumberdaya alam.
7. Mengembangkan Sistem Pendampingan Usaha Kecil dan Menengah melalui Lembaga
Perguruan Tinggi, LSM, Dinas Teknis.
8. Membangun infrastruktur pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan investasi pada tingkat
kampung dan distrik potensial guna meningkatkan keberdayaan masyarakat;
memperluas akses masyarakat ke sumberdaya-sumberdaya produktif untuk
pengembangan usaha; dan mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas;
9. Meningkatkan promosi dan pemasaran produk-produk pertanian dan pedesaan
lainnya;
10. Menyelesaikan Masalah Tanah Adat di Wilayah Pedesaan yang yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai Lahan Komoditas Export.
11. Meninjaukembali berbagai regulasi yang terkait dengan ekspor produksi sektor
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, hutan tanaman industri, dan industri
12. Meningkatkan kualitas jalan-jalan provinsi dan jalan kabupaten yang telah ada mini-
mal pada kualifikasi jalan kelas I dan II.
13. Meningkatkan pembangunan Jalan Lintas antar Desa Kota Kabupaten dan Kabupaten
Provinsi.
Laporan Akhir 38
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.4 Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
Masalah utama lainnya yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal pendiriannya
adalah rendahnya kualitas pengelolaan sumberdaya alam, pemanfaatan sumberdaya
alam yang kurang bijaksana sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan, dan rendahnya
hasil pengelolaan sumberdaya alam yang dapat dinikmati oleh masyarakat Papua Barat.
Sebagai tambahan, kemajuan pembangunan bidang pengelolaan sumberdaya alamnya
belum optimal. Pengelolaan sumberdaya alamnya oleh masyarakat Papua Barat masih
bersifat ekstraktif dan hasilnya masih berupa bahan baku dan bahan setengah jadi yang
dieksport ke luar Papua Barat. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya alam masih
bersifat ekstensif dan lebih mengarah pada perlindungan. Pemanfaatan untuk tujuan
peningkatan nilai ekonomi belum dilaksanakan. Kegiatan yang dilaksanakan lebih banyak
mengarah pada pembinaan dan peningkatan kualitas sumberdaya alam itu sendiri.
Kenyataan ini terutama dilihat dari indikator kemajuan pengelolaan sumberdaya alam
dari segi persentase luas lahan rehabilitasi lahan kritis dalam hutan masih berada di
bawah angka indikator secara nasional. Angka rata-rata indikator luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis Papua Barat sebesar 0,21 %, sedangkan secara nasional
sebesar 0,47%. Sebaliknya, apabila ditinjau dari indikator kemajuan persentase terumbu
karang yang masih tergolong baik, maka potensi sumberdaya Provinsi Papua Barat berada
di atas indikator kemajuan secara nasional. Angka rata-rata persentase terumbu karang
Provinsi Papua Barat pada Tahun 2004 sebesar 71,48 %, dibanding rata-rata nasional
sebesar 31,46 %. Ini berarti bahwa pengelolaan sumberdaya alam perairan laut dan
pesisir di Provinsi Papua Barat tergolong cukup berhasil mempertahankan kualitas terumbu
karang. Masih luasnya lahan yang tertutup vegetasi hutan alam menyebabkan perhatian
terhadap rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan belum mendapat perhatian serius
dari pemerintah, sekalipun secara nasional telah diprogramkan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yang digulirkan sejak Tahun 2004. Luas kawasan
hutan Papua Barat berdasarkan Laporan BPKH Papua, 2004 seluas 9.729.928 ha dan
dari luasan tersebut hanya 18,35 % tergolong lahan kritis (lahan tidak produktif).
Sedangkan masih baiknya kondisi persen tutupan karang di perairan laut dan sepanjang
pesisir Papua Barat lebih disebabkan karena usaha-usaha perikanan skala besar lebih
banyak kegiatannya di bidang penangkapan ikan dan udang di perairan laut dalam dan
perairan teluk. Faktor lainnya yang menyebabkan persentase tutupan karang masih
relatif tinggi adalah ditetapkannya beberapa kawasan konservasi laut di perairan laut dan
Laporan Akhir 39
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
kepulauan di wilayah Papua Barat. Oleh karenanya merupakan salah satu agenda utama
dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011 untuk mengoptimalkan Pemanfaatan
Sumberdaya Alam Untuk Kesejahteraan Masyarakat Papua Barat Yang Terjamin
Kelestariannya. Untuk itu tantangan di dalam pengelolaan sumberdaya alam Provinsi
Papua Barat adalah termanfaatkannya sumberdaya alam di Papua Barat secara baik
dan bijaksana sumberdaya alam di Papua Barat untuk kepentingan masyarakat dan
kelestarian lingkungan.
Untuk mengatasi tantangan kualitas pengelolaan sumberdaya alam maka sasaran
program prioritas yang dilaksanakan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011
adalah sebagai berikut.
1. Tersusunnya Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat.
2. Terinventarisir dan terpetakan potensi sumberdaya alam di Papua Barat guna
penyusunan Pengelolaan Sumber Daya Alam (Natural Resource Management) Papua
Barat.
3. Terbentuknya Pusat Pengelolaan Sumber Daya Alam.
4. Meningkatnya kapasitas masyarakat Papua Barat untuk aktif dalam pengelolaan
sumber daya alam.
5. Tersusunnya kriteria serta terlaksananya dalam implementasi kebijakan pemanfaatan
sumberdaya alam di Papua Barat.
6. Terlaksananya pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam dan terlaksananya
regulasi dalam bidang lingkungan hidup di Papua Barat.
Prioritas pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat juga tercermin dalam
amanat UU No. 21 Tahun 2001, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 01 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pada pasal 64 ayat 1
mengamanatkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua (termasuk Papua Barat) berkewajiban
melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan
penataan ruang, melindungi sumberdaya alam hayati dan non hayati, sumberdaya buatan,
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan
keanekaragaman hayati, serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak
masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
Laporan Akhir 40
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Tujuan dasar pembangunan Provinsi Papua Barat adalah untuk meningkatkan
harkat dan martabat Masyarakat Papua melalui penyelenggaraan pembangunan di segala
bidang. Khusus terkait dengan bidang pembangunan pengelolaan sumberdaya alam,
maka tujuan pembangunannya adalah untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara
lestari dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
menghormati dan mengakui hak-hak masyarakat adat.
Permasalahan utama pembangunan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam
secara rinci dideskripsikan sebagai berikut :
1. Wilayah Provinsi Papua Barat (Kepala Burung) rawan gempa tektonik dan tsunami
karena merupakan pertemuan antara lempeng tektonik Australia dan Pasifik yang
membentuk sejumlah lipatan dan sesar menjadikan wilayah provinsi Papua Barat
tergolong wilayah rawan gempa.
2. Fisiografi bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar,
terjal sampai sangat terjal dibarengi dengan mengalirnya sungai-sungai besar dari
Utara ke Selatan dan dari Selatan ke Utara membetuk wilayah-wilayah rawan banjir
dan longsor di sepanjang pantai utara dan pantai selatan Papua Barat.
3. Batuan yang tersusun berupa batuan volkanik, batuan metamorfik, dan batuan intrusif.
Morfologi ini berangsur berubah ke arah Barat–Selatan berupa dataran rendah aluvial,
rawa dan plateau batugamping sehingga dijumpai wilayah endapat mineral dan batu
bara yang relatif luas yang belum termanfaatkan secara optimal.
4. Tuntutan pemekaran wilayah Kabupaten menyebabkan proporsi kawasan hutan setiap
kabupaten/kota menurut fungsi peruntukannya menjadi tidak proporsional sehingga
membutuhkan rasionalisasi dan reposisi fungsi hutan, yang tentunya akan
mempengaruhi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pembangunan Provinsi
maupun Kabupaten/Kota
5. Potensi Sumberdaya Hutan yang dimanfaatkan selama ini masih bertumpu pada Kayu,
potensi hutan lainnya seperti Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBLK), Jasa Lingkungan
dan termasuk Potensi Sagu dan Nipah belum dimanfaatkan
Laporan Akhir 41
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
6. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan gagal, pembangunan hutan tanaman dan
pemanfaatan jasa lingkungan masih sebatas kebijakan dan belum menjadi prioritas
perhatian pemerintah daerah.
9. Kegiatan pertambangan umum (bahan galian dan mineral) masih terbatas pada
pemberian izin dengan tahapan kegiatan eksplorasi dan penyelidikan khusus.
10. Bahan tambang logam pada beberapa wilayah telah diketahui cadangan, namun
belum ada izin operasional produksi.
11. Kegiatan penangkapan ikan dan udang di wilayah laut disinyalir banyak yang illegal,
dan banyak dijumpai kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan asing yang
masuk secara illegal.
12. Kegiatan budidaya kerang mutiara dan rumput laut masih terbatas pada beberapa
tempat seperti Raja Ampat dan Kaimana, padahal di beberapa lokasi seperti Fak-Fak
dan Teluk Wondama serta Manokwari sangat potensial untuk dikembangkan.
13. Kebijakan dan regulasi daerah terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam, termasuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak
masyarakat hukum adat belum ada, sehingga kebijakan dan regulasi yang digunakan
adalah berlaku secara nasional sehingga hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam
selalu terabaikan.
Memperhatikan permasalahan utama yang diuraikan di atas, maka tantangan
utama pembangunan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat
dideskripsikan sebagai berikut :
1. Pemerintah segera menyusun dan menerbitkan Peraturan Daerah mengenai Rencana
Tata Ruang Wilayah Pembanguan Papua Barat yang sesuai dengan kondisi biofisik
wilayah dan terpadu dengan Tata Ruang Wilayah Kehutanan sehingga terjadi
rasionalisasi fungsi peruntukan kawasan yang terpadu dan serasi sesuai kebutuhan
dan potensi sumberdaya potensial.
2. Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang
pengakuan dan penghormataan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat atas
sumberdaya alam yang disusul dengan penerbitan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi)
atau Perda-Perda yang lebih teknis.
Laporan Akhir 42
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
3. Tuntutan pemekaran wilayah dan pembangunan infrastruktur dasar wilayah harus
dilakukan dengan tetap memberi perhatian utama pada pelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan serta hak-hak dasar masyarakat adat dengan prinsip penegakan
hukum, hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat.
4. Pengelolaan sumberdaya alam di Provinsi Papua Barat harus dilakukan secara selektif
melalui perencanaan yang baik, sesuai dengan potensi unggulan dan dilaksanakan
dengan penegakan hukum yang efektif serta menjunjung tinggi nilai-nilai adat
masyarakat hukum adat yang berlaku.
2.4.1 Capaian Indikator
Indikator hasil (output) yang digunakan untuk menilai capaian indikator hasil (out-
comes) kualitas pengelolaan sumberdaya alam terdiri atas indikator hasil (output) sektor
kehutanan dan sektor kelautan. Data penyusunan indikator output sektor meliputi
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, rehabilitasi lahan di
luar hutan, dan luas kawasan konservasi. Data penyusun indikator output sektor kelautan
meliputi jumlah tindak pidana perikanan, persentase terumbu karang dalam keadaan
baik dan luas kawasan konservasi laut. Indikator seperti disebutkan di atas menurut
hemat kami tidak dapat memberikan gambaran yang holistik tentang kualitas pengelolaan
sumberdaya alam. Menurut kami, indikator yang perlu dipertimbangkan adalah kegiatan-
kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya seperti
pengaturan waktu panen sumberdaya alam tertentu dan perlindungan terhadap habitat
dan perburuan satwa tertentu. Untuk indikator yang terakhir dapat digunakan informasi/
data tentang luas kawasan lindung yang ada. Selanjutnya untuk menjamin konsistensi
pembahasan dengan Tim Provinsi yang lain maka pembahasan kami dalam tulisan ini
masih mengikuti indikator yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS.
Pembangunan sumberdaya alam sektor kehutanan melalui capain indikator hasil
persentase luas rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan rata-rata tahunan selama
periode 2004–2009 terjadi fluktuasi. Pada tahun 2004, pada awal program GN-RHL,
persentase luas lahah kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan kritis seluruhnya
hanya mencapai 0,21 %, pada tahun 2005 meningkat dengan capaian hasil 0,51 %.
Namun pada tahun 2006 terdjadi penurunan drastis dengan capaian hanya 0,05 %.
Kemudian meningkat lagi pada tahun 2007, 2008 dan 2009, masing-masing dengan
Laporan Akhir 43
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
capaian 0,33%, 0,34 % dan 1,27 %. Fluktuasi capaian indikator hasil tersebut diduga
sebagai akibat dari jumlah anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan eboisasi lahan
kritis dalam kawasan hutan setiap tahun berbeda yang bersumber dari dana reboisasi.
Faktor lain adalah bahwa kegiatan RHL dengan skema GN-RHL dan dilaksanakan
dalam bentuk proyek dengan pelaksana pihak ke tiga (kontraktor). Keberhasilan realisasi
tahunan proyek GN-RHL ini sangat bergantung pada birokrasi penganggaran, kapasitas
pelaksana proyek dan kapasitas penanggung jawab proyek GN-RHL. Sebelum tahun
2006, penanggung jawab GN-RHL berada pada Balai Pengelolaan DAS Mamberamo
yang berkedudukan di Jayapura. Baru pada Tahun 2006 penanggung jawab kegiatan
RHL di berada di Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Manokwari. Perubahan
penanggung jawab RHL ini diduga turut mempengaruhi fluktuasi capaian kegiatan
rehabilitasi lahan kritis di Provinsi Papua Barat. Kegiatan-kegiatan Rehabilitasi Lahan
Kritis dalam kawasan hutan melalui investasi Pembanguna Hutan Tanaman di Provinsi
Papua Barat belum berjalan. Hal ini dimungkinkan karena terkait dengan kendala tingginya
biaya perolehan hak guna usaha lahan sebagai akibat tingginya tuntutan masyarakat
adat atas kompensasi hak adat. Demikian pula halnya capaian indikator hasil dari segi
luas rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan. Kegiatan
ini dilaksanakan dalam bentuk padat karya dengan tujuan utama meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proyek penghijauan. Pada tahun 2004, luas lahan kritis di luar kawasan
hutan mencapai 80 ha, dan menurun pada tahun 2005 (25 ha), tahun 2006 (25 ha),
bahkan pada tahun 2007 (0 ha). Pada tahun 2008 luas lahan kritis yang direhabilitasi
hanya mencapai 10 ha dan pada tahun 2007 meningkat pesat menjadi 157 ha.
Peningkatan ini terkait dengan program penanaman sejuta pohon yang dicanangkan
pemerintah guna mengatasi perubahan iklim global. Sekalipun demikian, khusus untuk
Provinsi Papua Barat keberhasilan dari rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan ini
terkendala oleh tuntutan ganti rugi oleh masyarakat pemilik tanah adat terhadap lahan-
lahan sasaran kegiatan penghijauan. Sasaran kegiatan penghijauan adalah lahan-lahan
kritis yang sebagian adalah lahan masyarakat adat. Namun karena masyarakat adat
menganggap bahwa kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk proyek
dan melibatkan masyarakat pemilik lahan, namun masyarakat tetap menuntut pemerintah
harus memberikan ganti rugi. Tidak jarang, karena tuntutannya tidak dipenuhi, tanaman
reboisasi banyak dicabut dan dirusak oleh masyarakat. Pada sisi lain luas lahan
konservasi di Papua Barat berdasarkan data yang ada seluar 1,7 juta ha dan hingga
tahun 2009 belum ada perubahan luas. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa
Laporan Akhir 44
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
aktivitas yang dilakukan oleh pengelola kawasan konservasi di Papua Barat masih
terbatas pada perlindungan dan pengawasan terhadap kawasan. Kegiatan-kegiatan
yang terkait dengan upaya rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan dalam rangka
peningkatan kualitas kawasan belum dilakukan.
Pembangunan sumberdaya alam di sektor kelautan melalui capaian indikator hasil
jumlah tindak pidana kelautan antara tahun 2004 , 2005 dan 2006 terjadi penurunan
jumlah kasus, masing-masing 8 kasus, 7 kasus dan 2 kasus., kemudian pada tahun
2007, 2008 dan 2009 terjadi peningkatan masing-masing 12 kasus, 79 kasus dan 84
kasus. Kasus-kasus tindak pidana perikanan yang terjadi umumnya terkait dengan
pencurian penangkapan ikan (illegal Fishing) yang dilakukan oleh nelayan asing dan
pelanggaran terhadap pelarangan penggunaan alat tangkap (pukat harimau/troll).
Sedangkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan tradisionil adalah
penggunaan alat peledak (bom) dalam penangkapan ikan. Peningkatan capaian hasil
tindak pidana perikanan tersebut terkaitpula dengan tingkat kerusakan terhadap terumbu
karang. Persentase tutupan terumbu karang yang baik (hidup) di perairan laut Papua
barat sekalipun terjadi fluktuasi, namun fluktuasi yang terjadi relatif kacil. Hal ini tentunya
terkait pula dengan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan alat tangkap
dan bahan peledak dengan kemampuan pertumbuhan karang itu sendiri yang lambat.
Namun dari angka tutupan karang tersebut masih tergolong baik kisarannya antara
42,94 – 71,46 %, tentunya angka ini sangat bergantung pada lokasi dilakukannya kegiatan
monitoring terumbu karang. Sedangkan luas kawasan konservasi laut di Papua Barat
tidak berubah dan belum ada penambahan kawasan, yang hingga tahun 2009 luasannya
tetap 1,36 juta ha. Kegiatan pengelolaan kawasan konservasi laut ini masih terbatas
pada perlindungan dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan illegal
baik oleh nelayan asing maupun oleh nelayan lokal. Kegiatan yang terkait dengan budidaya
terubuh karang, rumput laut serta kegiatan-kegiatan terkait dengan rehabilitasi belum
banyak dilakukan
Dua indikator hasil (output) utama yaitu persentase luas lahan rehabilitasi dalam
kawasan hutan dan persentase terumbu karang dalam kondisi baik digunakan untuk
menilai capaian indikator hasil (outcomes) kualitas pengelolaan sumberdaya alam provinsi
dibanding dengan capaian hasil (outcomes) secara nasional. Berdasarkan ke dua capaian
indicator tersebut menunjukkan bahwa capaian kualitas pengelolaan sumberdaya alam
Laporan Akhir 45
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
provinsi Papua Barat sejalan dan lebih baik dibanding capaian rata-rata secara nasional
seperti pada Grafik Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam Provinsi Papua Barat Vs
Kualitas Sumberdaya Alam Nasional di bawah ini.
Capaian indikator outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam Provinsi Papua
Barat tahun 2004- 2007 lebih tinggi dan berada di atas rata-rata capaian indicator out-
come secara nasional. Artinya bahwa kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Provinsi
Papua lebih baik dibanding dengan capaian secara nasional. Namun dilihat dari
perkembangan capaian indicator outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam sangat
fluktuatif yaitu pada tahun 2005 terjadi penurunan yang tajam ke tahun 2006, kemudian
meningkat secara tajam pada tahun 2007 selanjutnya menurun secara tajam pada tahun
2008 dan meningkat tajam pada tahun 2009. Fluktuasi perkembangan capaian indikator
outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat tersebut masih berada
di atas fluktuasi perkembangan rata-rata capaian indikator outcome kualitas pengelolaan
sumberdaya alam secara nasional. Fluktuasi perkembangan pengelolaan sumberdaya
alam dipengaruhi oleh fluktuasi luas lahan rehabilitasi di luar kawasan hutan dan jumlah
kegiatan perikanan illegal (illegal fishing) yang ditindak. Hal ini tentunya tidak terlepas
dari pengalokasian anggaran dalam melaksanakan rehabilitasi lahan kritis dan kegiatan
Laporan Akhir 46
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
patroli untuk pengamanan penanggulangan kapal-kapal yang melakukan kegiatan
penangkapan illegal baik oleh nelayan asing maupun oleh nelayan nasional.
Di tinjau dari segi relevansi tampak bahwa tujuan dan sasaranan pengelolaan
sumberdaya alam yang direncanakan telah mampu menjawab permasalahan utama yaitu
meningkatkan kualitas sumberdaya lahan kritis dan mengurangi perusakan terumbu
karang guna meningkatkan kualitas dan pelestarian sumberdaya alam di wilayah Papua
Barat. Dengan demikian, kegiatan pembangunan sektor pengelolaan sumberdaya alam
yang dilaksanakan di Provinsi Papua Barat sangat relevan dengan prioritas pembangunan
nasional dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam yaitu meningkatkan kualitas dan
penanggulangan perusakan terumbu karang.
Di tinjau dari efektivitas, tampak bahwa capaian hasil dan dampak dari pengelolaan
sumberdaya alam di Papua Barat belum efektif karena terjadi fluktuasi dari tahun ke
tahun selama periode 2005 – 2009. Artinya capaian kualitas pengelolaan sumberdaya
alam belum mampu meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi kerusakan
terhadap terumbu karang. Banyak faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan
rehabilitasi hutan dan pengurangan kerusakan terumbu karang. Salah satunya adalah
terbatasnya dana dan sumberdaya manusia dibanding dengan luasnya areal yang dikelola.
Fakta lapang menunjukkan bahwa bahwa luas lahan kritis di dalam kawasan hutan
maupun di luar kawasan hutan masih terus bertambah dan kegiatan perikanan yang
cenderung merusak terumbu karang masih terus terjadi. Keadaan ini yang menyebabkan
indikator-inikator kualitas pengelolaan sumberdaya alam selalu berfluktuasi dari tahun
ke tahun. Bahkan cenderung pertambahan luas lahan terehabilitasi tidak mampu
mengimbangi laju pertambahan luas lahan kritis yang terjadi. Demikian pula laju
pertumbuhan karang tidak mampu mengimbangi laju kerusakan karang akibat aktivitas
perikanan terutama kegiatan illegal oleh nelayan asing di wilayah perairan indonesia
termasuk perairan laut Papua Barat.
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator pendukung dan penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol dalam
pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat adalah jumlah tindak pidana perikanan.
Indikator ini dihitung berdasarkan jumlah kasus pelanggaran terhadap berbagai kegiatan
Laporan Akhir 47
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
illegal yang terkait dengan pencurian dan pengrusakan terhadap sumberdaya alam pada
kawasan konservasi laut, perairan laut dan kawasan pesisir. Capaian indikator tersebut
seperti terlihat pada Grafik Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Papua Barat.
8 7 212
79 84
0
25
50
75
100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Papua Barat
Jumlah tindak pidana perikanan pada tahun 2004 – 2007 berkisar antara 2 -12
kasus. Jumlah tindak pidana kasus perikanan luar biasa terjadi pada tahun 2008 dan
2009, yaitu masing-masing 79 dan 84 kasus. Indikator spesifik ini memperlihatkan
komitmen pemerintah daerah yang lebih meningkatkan kegiatan pengawasan terhadap
berbagai aktivitas diperairan laut melalui pengaktifan patroli maritim baik yang dilakukan
oleh aparat kepolisian, angkatan laut dan polisi khusus kehutanan. Tindakan pengamanan
dan upaya-upaya pemberatasan kegiatan illegal terkait dengan pencurian sumberdaya
alam khususnya sumberadaya perairan laut perlu didukung oleh semua pihak baik
pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan
dan konservasi sumberdaya alam. Sumberdaya perairan laut di Provinsi Papua Barat
yang sangat kaya menjadi incaran para nelayan asing untuk melakukan pencurian.
Demikian juga nelayan lokal (tradisional) perlu diberikan penyuluhan tentang bahaya
penggunaan bahan peledak dalam kegiatan penangkapan baik terhadap keselamatan
diri dan kerusakan terumbukarang. Mengingkat bahwa sebagian besar nelayan lokal
wilayah penangkapannya di bagian pesisir dan sekitar pulau-pulau yang sebagian besar
wilayah perarannya ditutupi terumbu karang.
Laporan Akhir 48
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis capaian indikator outcomes relevansi dan efektifitas
kualitas pengelolaan sumberdaya alam Papua Barat, maka kebijakan yang harus ditempu
oleh pemerintah Papua Barat dalam rangka mempertahankan relevansi dan efetivitas
capaian pembangunan bidang pengelolaan sumberdaya alam deskripsikan sebagai
berikut:
1. Pemerintah daerah segera menetapkan rancangan RTRWP dan RTRWK/Kota
menjadi RTRWP dan RTR yang telah WK/Kota yang telah dirasionalisasi dan
dipaduserasikan dengan Tata Ruang Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota serta
dilegitimasi dengan Peraturan Daerah sebagai dasar perencanaan pembangunan
dan pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat.
2. Segera penyusun dan Perdasus atau Perdasi tentang Pengakuan tehadap eksistensi
masyarakat hukum adat dan hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya alam sebagai
landasan hukum dalampelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam.
3. Membentuk dan mengaktifkan Tim Koordinasi Tata Ruang Wilayah Pembangunan
Daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten /kota agar pemanfaatan ruang wilayah
pembangunan sesuai dengan fungsi peruntukannya.
4. Meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi atas pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam secara berjenjang dan terpadu.
5. Menfasilitasi pembentukan pusat pengelolaan data base neraca sumberdaya alam
dan kemajuan program pembangunan daerah di tingkat Provinsi dengan sistem
satu pintu dalam mengkses data-data secara resmi.
Laporan Akhir 49
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.5 Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Masyarakat asli Papua Barat berdasarkan wilayah tempat tinggalnya dapat
digolongkan menjadi masyarakat yang berdomisili di daerah dataran rendah, daerah
dataran tinggi dan daerah pantai dan pulau. Walaupun jenis usahatani yang dikembangkan
di setiap wilayah berbeda, sebagai contoh penduduk yang berdomisili di dataran rendah
sampai dataran tinggi hidup dari perladangan berpindah, pertanian extraktif dan meramu
hasil hutan merupakan kegiatan utama masyarakat. Penduduk daerah pantai dan pulau
selain hidup dari hasil nelayan, melakukan kegiatan bertani juga. Jenis usahatani yang
dikembangkan adalah usahatani lahan kering dengan tipe usahatani pertanian campuran.
Pertanian di mana tanaman utama yaitu tanaman bahan makanan ditanam bersama-
sama dengan tanaman sayuran dan pisang pada satu areal lahan. Corak usahatani
yang dikembangkan adalah corak usahatani subsisten yaitu sebagian besar hasil
usahataninya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, jika berlebihan maka
hasilnya dijual. Hasil penjualan umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
yang tidak dapat dihasilkan sendiri seperti garam, vetsin, minyak tanah dan minyak goreng.
Bagi masyarakat yang berdomisili di daerah pantai atau pulau, selain berkebun terutama
pada saat musim ombak, pekerjaan utamanya adalah nelayan. Corak usaha nelayan
yang dikembangkan adalah corak usaha nelayan subsisten, kecuali hasil laut ikan,
sebagian besar hasil laut bukan ikan seperti lola, teripang dan sirip hiu dijual kepada
pedagang antar pulau yang secara berkala mengunjungi pulau atau kampung. Kehidupan
yang bergantung sepenuhnya pada kekayaan sumberdaya alam yang tersedia ternyata
memberikan kehidupan yang nyaman dan memadai. Hal ini nyata dari kebiasaan
masyarakat kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan kampung
seperti sekolah, tempat peribadatan, rumah guru dan rumah guru jemaat secara swadaya
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Kehidupan seperti ini ternyata memberikan
perasaan damai dan tentram bagi masyarakat. Hal ini nampak dari kebiasaan rumah di
kampung-kampung yang tidak berjendela atau berpintu. Namun sejalan dengan
pembangunan yang dilaksanakan yaitu dalam rangka menyetarakan kehidupan
masyarakat Indonesia seluruhnya, berbagai kegiatan pembangunan terus digalakan
seperti pembukaan perkebunan besar, pembukaan areal transmigrasi, pembukaan HPH
dan pengembangan wilayan perkotaan, telah mengakibatkan terbukanya wilayah-wilayah
hutan yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat lokal. Rotasi perladangan yang
biasanya dilakukan selama 10-12 tahun menjadi lebih pendek yaitu 3-4 tahun. Pola
Laporan Akhir 50
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
perladangan seperti ini menyebabkan tekanan terhadap lahan semakin tinggi dan tanpa
masukan input produksi terus menurun mengakibatkan penuhan kebutuhan keluarga
terganggu. Nelayan yang biasanya memancing di daerah sekitar pulau terpaksa harus
mendayung lebih jauh lagi akibat erosi yang mencemari perairan sekitar pulau sehingga
ikan bermigrasi ke perairan yang lebih sehat yang jauh dari pulau. Keadaan ini memberikan
gambaran bahwa pembangunan yang dilakukan telah mengubah pola hidup masyarakat.
Masyarakat lokal yang umumnya hidup dari kelimpahan sumberdaya alam berubah
menjadi masyarakat yang harus mampu bersaing untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Masyarakat harus mengubah pola matapencahariannya.
Berdasarkan suku, masyarakat Provinsi Papua Barat sangat bervariasi.
Kemajemukan suku amat menonjol dengan pola-pola kepemimpinan adat yang amat
kuat. Kemajemukan suku ini merupakan kekayaan bangsa tetapi sekaligus merupakan
kelemahan bangsa apabila tidak terwadahi dengan baik. Selain suku asli, di Provinsi
Papua Barat bermukim juga beragam suku dan budaya asal luar Papua. Kehadiran suku
dari luar ini dengan berbagai pengetahuan, ketrampilan, kemauan dan kerja keras telah
menimbulkan persaingan dalam berbagai aspek kehidupan semakin ketat. Masyarakat
local dengan tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan yang masih rendah ternyata
belum mampu bersaing dengan suku-suku asal luar Papua. Sebagai contoh, dalam
berusaha dan berbisnis, sampai saat ini sulit ditemukan kalau tidak dapat disebut tidak
ada pengusaha warung makan yang dikelola orang Papua asli. Kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan jika dilakukan seleksi murni maka penduduk lokal akan sangat
sulit bisa lolos seleksi. Keadaan ini menimbulkan tingginya angka pengangguran,
mengakibatkan potensi konflik horizontal antar masyarakat sangat tinggi.
Ketidakseimbangan taraf hidup yang nyata dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti
rumah, makanan, pakaian, rekreasi, pendidikan, keamanan dan kesehatan merupakan
salah satu masalah di Provinsi Papua Barat yang dapat menjadi pemicu konflik. Walupun
belum pernah terjadi konflik terbuka antar suku, namun pelaksanaan peraturan secara
benar dan konsekuen diperlukan agar kegiatan seluruh masyarakat dapat dilaksanakan
secara tertib dan teratur serta tidak berbenturan sehingga tercipta keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Kemajemukan suku dan adanya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat
merupakan potensi pemecah-belah masyarakat dan kelompok. Ancaman konflik dan
Laporan Akhir 51
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
ketegangan antar kelompok di Provinsi Papua Barat dapat dipicu oleh adanya dikotomi
dalam masyarakat yang tercipta sebagai akibat adanya kesenjangan dalam hal
kesejahteraan hidup masyarakat. Dikotomi ini dapat berkembang menjangkau berbagai
sendi kehidupan masyarakat dan memicu konflik horizontal antar masyarakat atau
kelompok seperti Dikotomi Papua vs Non-Papua atau dalam bahasa Biak Amber versus
Komen.
Walaupun Provinsi Papua Barat digolongkan sebagai provinsi yang kaya akan
sumberdaya alamnya, sebagian besar masyarakatnya masih hidup dalam
ketidakberdayaan akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat dan rendahnya kemampuan untuk mengelola sumberdaya
alamnya. Pemerintah sebagai fasilitator dan motivator penyelesaian berbagai konflik
belum memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik horizontal. Untuk itu upaya
pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin sehingga tidak terjadi konflik antar kelompok
atau masyarakat.
Uraian di atas menunjukan bahwa tantangan Provinsi Papua Barat dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah menurunkan angka kemiskinan di Papua
Barat, meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kemampuan pengelolaan
sumberdaya alam, peningkatan keamanan dan persatuan di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Untuk itu berbagai program yang direncanakan dalam RPJMD 2006-2011 Provinsi
Papua Barat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat diuraikan sebagai
berikut.
1. Memperpercepat pembangunan infrastruktur ekonomi diseluruh wilayah Papua Barat.
2. Memperbaiki teknologi produksi.
3. Mengembangkan kemampuan penguasaan teknologi guna menghasilkan produk
sesuai pasar.
4. Menjamin akses dan kepastian pemasaran bagi produk masyarakat.
5. Menyediakan skim permodalan khusus kepada masyarakat miskin di Papua Barat.
(bantuan Permodalan)
Laporan Akhir 52
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
6. Menyediakan program pendampingan baik dalam proses produksi, pemasaran bagi
masyarakat.
7. Membangun serta menyediakan berbagai jenis prasarana dasar yang dibutuhkan
oleh masyarakat dalam proses produksi, distribusi dan pemasaran.
8. Mengembangkan komoditi lokal yang memiliki nilai pasar untuk menjadi komoditi
unggulan serta memiliki nilai pasar tinggi.
9. Menata dan membentuk kelembagaan ekonomi yang mampu mengembangkan
kapasitas masyarakat dalam produksi dan pemasaran.
10. Menyediakan pendampingan kepada masyarakat.
11. Memperluas jangkauan kegiatan ekonomi pedesaan.
12. Mengembangkan usaha berskala kecil dan rumah tangga.
2.5.1 Capaian Indikator
Data penyusun indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial terdiri dari data
persentase penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka, persentase pelayanan
kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar dan anak nakal),
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan persentase pelayanan
dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial dan korban penyalahgunaan
narkoba).
Sehubungan dengan tidak tersedianya data seluruh indikator outcome tingkat
kesejahteraan sosial pada tahun 2009, maka dalam tulisan ini data tahun 2009 merupakan
data perkiraan berdasarkan tren indikator tingkat kesejahteraan dari tahun-tahun
sebelumnya. Capaian indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial Papua Barat dan
tingkat capaian indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial Nasional dari tahun 2004
hingga 2009 disajikan dalam Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik Provinsi
Papua Barat Vs Capaian Tingkat Nasional.
Laporan Akhir 53
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua
Barat berfluktuasi dan lebih rendah dari tingkat kesejahteraan sosial nasional. Tingkat
kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat pada tahun 2004-2005 stabil dan relatiif sama
dengan tingkat kesejahteraan sosial nasional. Hal ini dapat dimengerti mengingat pola
hidup masyarakat yang sangat tergantung pada alam dan kondisi sumberdaya alam yang
relatif masih baik sangat mendukung pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Masyarakat terpenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak terlihat adanya anak-anak terlantar
maupun anak jalanan. Tahun 2006 tingkat kesejahtaraan Provinsi Papua Barat menurun
drastis dan jauh lebih rendah dari tingkat kesejahteraan sosial nasional. Keadaan ini
merupakan dampak yang terjadi sebagai akibat berubahnya kondisi alam dengan
masuknya berbagai investor perkebunan besar, transmigrasi dan pemekaran wilayah.
Tatanan kehidupan masyarakat mulai berubah dari kehidupan yang sangat serasi dengan
alam dan masyarakat yang mandiri berubah menjadi masyarakat yang sangat tergantung
pada bantuan pemerintah dan tidak berdaya karena tidak mampu berkompetisi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemekaran wilayah dan diimplementasikannya UU Otsus
Laporan Akhir 54
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
mengakibatkan terbukanya wilayah dan beredarnya uang dalam jumlah banyak
mengakibatkan arus migrasi masuk ke kota-kota kabupaten dan provinsi menjadi tinggi.
Implementasi otsus yang tidak sesuai dengan tujuannya mengakibatkan masyarakat
sangat tergantung pada bantuan pemerintah untuk kelangsungan hidupnya, terutama
para lansia. Migrasi penduduk ke kota-kota dari kampung-kampung mengakibatkan angka
pengangguran bertambah dan muncul berbagai masalah sosial seperti tingginya angka
putus sekolah, anak jalanan dan anak terlantar.
Sejalan dengan perbaikan kesadaran sosial masyarakat, peningkatan kemampuan
masyarakat dan perbaikan kinerja aparat pemerintah, tingkat kesejahteraan sosial Provinsi
Papua Barat kemudian meningkat secara tajam dan mencapai puncaknya pada tahun
2008 kemudian menurun perlahan pada tahun 2009. Fluktuasi tren tingkat kesejahteraan
sosial Provinsi Papua Barat menunjukan bahwa upaya pembangunan Provinsi Papua
Barat telah berjalan dengan baik. Tujuan peningkatan kesejahteraan sosial secara
bertahap menunjukan peningkatan yang berarti. Hal ini menunjukan bahwa program
pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua yang relatif sama dengan
tingkat kesejahteraan nasional pada tahun 2008 menunjukan bahwa program
pembangunan Provinsi Papua Barat apabila dilaksanakan secara konsekuen ternyata
sangat efektif dalam mencapai tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.
2.5.2 Analisis Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator pendukung dan penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol dalam
meningkatkan tingkat kesejahteraan sosial di Papua Barat adalah jumlah penduduk miskin,
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi penduduk lanjut usia dan persentase
pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial dan korband
penyalahgunaan narkoba).
Tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat sangat tergantung pada
indikator persentase penduduk miskin, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi
penduduk lanjut usia dan persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial. Capaian ketiga
indikator ini disajikan secara rinci dalam Grafik Indikator Spesifik dan Menonjol Tingkat
Kesejahteraan Provinsi Papua Barat.
Laporan Akhir 55
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Persentase penduduk miskin Provinsi Papua Barat selama periode 2004-2009
meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa upaya pengentasan kemiskinan
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat. Demikian pula halnya dengan persentase
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi penduduk lanjut usia dan persentase
pelayanan dan rehabilitasi sosial terdapat kecenderungan kedua indikator ini meningkat
selama perioda 2004-2009. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa peningkatan
kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat dapat dilaksanakan dengan meningkatkan
pelayananan terhadap para lansia dan rehabilitasi sosial. Capaian indicator persentase
pelayanan terhadap para lansia dan rehabilitasi sosial disajikan secara rinci dalam Grafik
di bawah ini.
Laporan Akhir 56
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
2.5.3 Rekomendasi
1. Upaya meningkatkan kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat dapat dilaksanakan
dalam situasi aman dan damai untuk itu upaya menurunkan ketegangan dan ancaman
antar kelompok masyarakat perlu dijaga dan ditingkatkan.
2. Peningkatan kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat merupakan tanggungjawab
seluruh komponen masyarakat untuk itu partisipasi seluruh komponen masyarakat
terutama tokoh adat, pemuka agama, pemuda dan perempuan perlu ditingkatkan.
3. Peninjauan kembali atas kebijakan pemanfaatan sumberdaya kehutanan yang
direncanakan bahwa pada tahun 2009 tidak ada lagi eksport kayu dalam bentuk log
tetapi dieksport dalam bentuk barang setengah jadi (barang olahan).
4. Penataan kembali usaha-usaha penangkapan dengan tujuan agar proses
pengolahannya dapat dilakukan di daerah ini dan tidak melakukan ekspor dalam
bentuk bahan mentah.
5. Penataan ulang segenap wilayah konsesi pertambangan dan KPS dengan tujuan
agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi Provinsi Papua Barat.
6. Pembuatan peraturan yang melindungi hak-hak dasar masyarakat adat dalam
pengelolaan sumberdaya alam.
7. Peningkatan kapasitas aparat penegakan hukum dan pembuatan database penduduk.
Laporan Akhir 57
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Hasil evaluasi kinerja pembangunan Provinsi Papua Barat berdasarkan
capaian indikator outcomes yang mencerminkan tujuan pembangunan
daerah seperti Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi, Tingkat Kualitas Sumberdaya
Manusia, Tingkat Pembangunan Ekonomi, Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Tingkat Kesejahteraan Sosial menunjukan bahwa program pembangunan yang
dilaksanakan di Provinsi Papua Barat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan
pembangunan daerah dan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.
Walaupun capaian indikator outcomesnya belum mencapai target yang diharapkan,
program pembangunan Provinsi Papua Barat sejauh ini berdasarkan kecenderungan
capaian indikator outcomes menunjukan peningkatan yang kontinyu dari tahun ke tahun.
Keadaan ini menunjukan bahwa program pembangunan Provinsi Papua Barat sudah
sesuai dengan kebutuhan daerah dan mampu menjawab permasalahan pembangunan
Provinsi Papua Barat. Diharapkan dengan komitment dan kerja keras pada akhir RPJMD
2006-2011 seluruh target RPJMD dapat tercapai.
BAB 3PENUTUP
Laporan Akhir 58
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Irian Jaya Barat . Irian Jaya Barat dalam Angka 2005. BPS Provinsi Papua Barat.Manokwari.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. Papua Barat dalam Angka 2005. BPS Provinsi Papua Barat.Manokwari.
Cenderawasih Pos. 1 Agustus 2005. hal. 1. Solossa Akui Tiga Tahun Tak Cukup.
Cenderawasih Pos. 13 Agustus. DAP/MAP ajukan 6 Tuntutan; DPRP Jani Salurkan Aspirasi DAP ke Pusat.
Media Papua. 15 Agustus 2005. hal 13. Dana Otsus Dimanfaatkan Tanpa Dasar.
Sekretariat Daerah Provinsi Papua. 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Sekretariat Daerah Provinsi Papua. Jayapura.
Sullivan, L. Challenges to Special Autonomy in the Province of Papua Republic of Indonesia. State societyand Governance in Melanesia discussion paper 2003/6.
Suebu, B. 2007. Kami Menanam, Kami Menyiram, Tuhanlah yang Menumbuhkan. Pemerintah ProvinsiPapua. Jayapura
Van den brook, T. 2001. Special Autonomy its Process and Final Contents. Sekretariat Keadialan danPerdamaian Keuskupan Jayapura. Jayapura.
Laporan Akhir 59
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Lampiran 1 Data EKPD Provinsi Papua Barat
Laporan Akhir 60
Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat
Lampiran 2 Indikator Outcomes Provinsi Papua Barat