laporan 3 ( antioksidan dan oksidasi biologi)
DESCRIPTION
BIOKIMIA UJI ANTIOKSIDANTRANSCRIPT
MAKALAH PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS“Antioksidan dan Oksidasi Biologi”
ANTIOKSIDAN DAN OKSIDASI BIOLOGI
1.1 Tujuan Percobaan
1. Memperlihatkan proses oksidasi senyawa fenol oleh polifenol oksidase (PPO)
dalam kentang.
2. Memperlihatkan efek antioksidan vitamin c terhadap oksidasi fenol oleh PPO
kentang.
3. Memperlihatkan bahwa minyak bila mengalami oksidasi dapat menjadi tengik.
4. Menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis.
1.2 Waktu dan Tempat
21 oktober 2010 di Lab Biokimia Klinis
1.3 Tinjauan Pustaka
a. Uji Oksidase dalam Kentang dan Pengaruh Pemberia Vitamin C
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada
beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki
sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O yang dapat dilarutkan
dalam air.
1
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat
melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat
bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-
satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif
melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat
dengan proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu
bara. Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau
dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi
beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam
pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan
lainnya). Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada
kulit yang terbuka. Rumus bangun fenol dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau
dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi
beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam
pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin) pembasmi rumput liar, dan
lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada
kulit yang terbuka.
Enzim merupakan protein yang dihasilkan oleh sel hidup yang bertindak sebagai
katalis dalam reaksi kimia organik, yang dapat mengubah bahan sedangkan dia
sendiri tidak mengalami perubahan. Enzim tersebut dapat terus bekerja setelah
kematian organisme. Berkaitan dengan hal tersebut, kinerja fenol dalam enzim,
telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dengan objek percobaan yang berbeda-
beda. Sebagai senyawa aromatic, fenol -bila ingin dihilangkan keberadaanya-, dapat
2
dihilangkan dengan menggunakan enzim extra-cellular peroksidase dengan pH
optimal 7-8. Pada pH netral, proses tersebut meningkat, namun mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya suhu dari 0 -30 C.
Kentang (Solanum tuberosum) mudah sekali mengalami pencoklatan (browning),
bila penenganannya kurang baik , salah satu factor yang mempengaruhi adalah
asam askorbat, tirosin, enzim polifenol oksidase dan oksigen yang tersedia. Reaksi
pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzimatik,
disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat
sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard, karamelisasi
atau oksidasi asam askorbat (Richardson, 1983 dalam18).Proses pencoklatan yang
terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen
(Friedman,1990 dalam18). Proses pencoklatan sebenarnya dimulai dari kentang yang
dikupas, dipotong-potong, oksidasi asam askorbat, senyawa phenol seperti senyawa
tirosin sebagai substrat, akan dikatalisis enzim PPO menjadi quinon dan
berpolimerisasi membentuk o quinon, sehingga menghasilkan warna kecoklatan.
Penentuan asam askorbat dalam varietas kentang digunakan untuk proses
penghambatan pencoklatan kentang atau proses browning (inhibitor), karena
menurut Mondy,1993, asam askorbat dapat menghambat enzim PPO pembentuk
melanin.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses
oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi, zat
yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah.
Antioksidan juga didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel
dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit,
radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal
lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
3
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul
biologi.Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber
pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan
protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya.
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan
fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat
dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk
menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan,
antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.
Antioksidan diharapkan aman dalam penggunaan atau tidak toksik, efektif pada
konsentrasi rendah (0,01-0,02%), tersedia dengan harga cukup terjangkau, dan
tahan terhadap proses pengolahan produk. Antioksidan penting dalam melawan
radikal bebas, tetapi dalam kapasitas berlebih menyebabkan kerusakan sel.
Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksigen yang berasal dari dalam
tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan
endogen tidak cukup mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebihan. Stres
oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk
memecah spesi oksigen reaktif. Oleh karena itu, diperlukan antioksidan dari luar
(eksogen) untuk mengatasinya
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi antioksidan
primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi
produk yang stabil , dan antioksidan sekunder atau antioksidan preventif yang dapat
mengurangi laju awal reaksi rantai serta antioksidan tersier. Mekanisme kerja
antioksidan selular menurut Ong et al. (1995) antara lain, antioksidan yang
berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas, atau oksigen tunggal;
mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif; mengubah jenis oksigen reaktif
4
menjadi kurang toksik; mencegah kemampuan oksigen reaktif; dan memperbaiki
kerusakan yang timbul.
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru
dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih
stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida dimustase (SOD),
katalase, dan glutation dimustase. Sedangkan, Antioksidan sekunder berfungsi
menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh
antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten. Dan
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas, Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada
inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.
b. Uji Ketengikan Lemak
Reaksi oksidasi lemak/minyak merupakan reaksi yang terjadi jika ada kontak
antara oksigen dengan minyak atau lemak. Reaksi ini mengakibatkan minyak atau
lemak rusak yang ditandai dengan bau tengik. Pada reaksi oksidasi lemak/minyak ini
terjadi proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang akan menghasilkan peroksida
Contoh Reaksi Oksidasi Minyak/Lemak
5
Untuk menghindari terjadinya oksidasi maka digunakan antioksidan.
Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen-
komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap),
terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan
untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak
mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya.
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan
perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari
tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa
turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari
hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi,
radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi
(reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan
hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3).
Inisiasi : RH —- R* + H* (1)
Propagasi : R* + O2 —–ROO* (2)
ROO* + RH —–ROOH +R* (3)
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi
lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida
dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa adanya
antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi antar
radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4)
Terminasi : ROO* +ROO* —- non radikal (reaksi 4)
6
R* + ROO* —- non radikal
R* + R* —– non radikal
Adanya ion-ion logam seperti besi, tembaga, iodium, dll, dapat mendorong
terjadinya oksidasi lemak, pada uji ketengikan lemak ini digunakan kalium iodida,
dimana minyak tidak jenuh yang mengalami oksidasi, ikatan rangkapnya dapat
berubah menjadi peroksida lemak yang ditandai dengan terjadinya ketengikan.
Ikatan rangkap akan mengadisi iodium (I2) sehingga ikatan rangkap pada minyak
hilang. Bersamaan dengan itu warna iodium pun akan hilang.
c. Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis
Lipid merupakan sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak,
steroid, malam (wax), dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena sifat fisiknya
daripada sifat kimianya. Lipid memiliki sifat umum berupa : relative tidak larut dalam
air, dan larut dalam pelarut nonpolar misalnya eter dan kloroform.
Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid yang terpajan oleh oksigen
bertanggungjawab tidak saja terhadap pembusukan makanan (rancidity,tengik),
tetapi juga kerusakan jaringan in vivo. Peroksidasi ini dapat menjadi penyebab
kanker, penyebab peradangan, aterosklerosis, dan penuaan. Efek merugikan
diperkirakan disebabkan oleh radikal bebas (ROO® , RO® , OH® ) yang dihasilkan
sewaktu terbentuknya peroksida dari asam lemak yang mengandung ikatan rangkap
yang diselingi metilen, yi, radikal bebas asam lemak yang terdapat pada asam lemak
tidak jenuh ganda alami. Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi berantai yang
menghasilkan radikal bebas secara terus menerus dan peroksidasi lebih lanjut.
Proses keseluruhan dapat diperlihatkan sebagai berikut:
7
1. Inisiasi
ROOH + logam (n)+ ROO® + logam (n-1)+ + H+ X® + RH R® + XH
2. Propagasi
R® + O2 ROO®
ROO® + RH ROOH + R® , dst
3. Terminasi
ROO® + ROO® ROOR + O2
ROO® + R® ROOR
R® + R® RR
Karena precursor molecular untuk proses inisiasi umumnya adalah produk
hidroperoksida ROOH, peroksidasi lipid adalah suatu reaksi berantai yang berpotensi
merugikan. Untuk mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid, baik manusia
dalam aktivitasnya maupun alam menggunakan antioksidan. Propel galat,
hidroksianisol terbutilasi (BHA), dan hidroksitoluen terbutilasi (BHT) adalah
antioksidan yang digunakan sebagai zat tambahan makanan. Antioksidan alami
antara lain adalah vitamin E (tokoferol) yang larut lipid, dan urat serta vitamin C
yang larut air. Betakaroten adalah suatu antioksidan pada PO2 rendah.
Antioksidan terbagi menjadi dua kelas : 1) antioksidan preventif yang
mengurangi laju inisiasi reaksi berantai; dan 2) antioksidan pemutus-rantai yang
mengganggu propagasi reaksi berantai diatas. Antioksidan preventif mencakup
katalase dan peroksidase lain misalnya glutation peroksidase yang beraksi dengan
ROOH; selenium yang merupakan komponen esensial glutation peroksidase dan
mengatur aktivitasnya serta chelator ion logam, seperti EDTA
(etilendiamintetraasetat) dan DTPA (dietilentriaminpentaasetat). In vivo, antioksidan
pemutus rantai yang utama adalah superoksida dismutase yang bekerja dalam fase
cair untuk mengakap radikal bebas superoksida (O2); urat; dan vitamin E yang
bekerja dalam fase lipid untuk menangkap radikal ROO®
8
Peroksidasi juga dikatalisis in vivo oleh senyawa heme dan oleh lipoksigenase
yang terdapat di trombosit dan leukosit. Produk lain auto-oksidasi atau oksidasi
enzimatik yang penting secara fisiologis adalah oksisterol (dibentuk dari kolesterol)
dan isoprostan (prostanoid).
Gambar diatas merupakan reaksi terjadinya peroksidasi lipid. Reaksi dimulai
oleh suatu radikal bebaas yang sudah ada (X’), oleh sinar, atau oleh ion logam.
Malondialdehid hanya dibentuk oleh asam lemak dengan tiga atau lebih ikatan
rangkap dan digunakan sebagai ukuran peroksidasi lipid bersama dengan etana dari
dua karbon terminal asam lemak ω3 dan pentane dari lima karbon terminal asam
lemak ω6.
9
1.4 Materi Metode
Uji oksidase dalam kentang dan pengaruh pemberian vitamin C
Bahan:
1. Ekstrak kentang2. Larutan fenol 1%3. Larutan pirogalol 1%4. Larutan vitamin C
Cara kerja
BAHAN Tabung1 2 3 4
Ekstrak kentang 5 5 5 5Larutan vitamin C - 10 tetes - 10 tetesLarutan fenol 1% 10 tetes 10 tetes - -Larutan pirogalol 1% - - 10 tetes 10 tetesKocok tabung
Uji ketengikan lemak
Bahan
1. Minyak kelapa dan minyak jagung2. Minyak kelapa yang telah dipanaskan berulang3. Kalium iodide
Cara kerja
BAHAN TABUNG1 2 3
Minyak kelapa 0,5 ml - -Minyak jagung - 0,5 ml -Minyak jagung yang telah digunakan / dipanaskan berulang
- - 0,5 ml
Jumlah KI (hitung jumlah tetesan) hingga warna coklat menetap
10
Uji peroksida lipid dalam cairan biologis
Bahan
1. Hemolisat darah2. Larutan asam trikloroasetat3. Larutan TBA 0,67 %
Cara kerja
BAHAN Uji 1 Uji 2 Uji 3Hemolisat darah (ml) 1 1 -Aquadest (ml) - - 1Larutan TCA 10%, dingin (ml) 2 2 2
Aduk dan sentrifugasi (4000 rpm), ambil supernatanLarutan TBA 0,67 % (ml) 3 3 3
Didihkan 10 menit. Setelah dingin, baca pada ⋋ 532 nmHasil:Kadar MDA
1.5 Hasil Pengamatan dan Lampiran Foto
Tabung Bahan
Vitamin C Tablet Vitamin C cair
1
Ekstrak kentang (5ml)
+ larutan fenol 1% (10
tetes)
Merah kecoklatanOrange
kecoklatan tua
2
Ekstrak kentang (5ml)
+ larutan fenol 1% (10
tetes) + larutan vit. C
(10 tetes)
OrangeOrange
kecoklatan muda
11
3
Ekstrak kentang (5ml)
+ larutan pirogalol
1% (10 tetes)
Coklat Tua Coklat tua
4
Ekstrak kentang (5ml)
+ larutan pirogalol
1% (10 tetes) +
larutan vit C
Coklat muda Coklat muda
ampiran Gambar
Pembuatan Larutan vitamin C
Pembuatan Ekstrak Kentang
12
Vitamin C tablet yang digunakan Tablet vitamin yang digerus dan dilarutkan dalam 60ml
air
Vitamin C cair yang digunakan
Hasil dari ekstrak kentang + substrat + Larutan vitamin
13
Pembuatan Ekatrak kentang. Kentang di blender lalu di
saring dan diambil filtratnya lalu dimasukan tabung reaksi
Hasil penambahan dengan menggunakan vitamin C tablet. Kiri-kanan : tabung 1, 2, 3, dan 4
Hasil penambahan dengan menggunakan vitamin c cair. Kiri-kanan : tabung 1, 2, 3, 4
Uji Ketengikan Lemak Kelompok 5
a. Menggunakan minyak kelapa baru
Percobaan 1 40 tetes KI yang ditambahkan hingga berubah warna
menjadi coklat
Percobaan 2 41 tetes KI yang ditambahkan hingga berubah warna
menjadi coklat
b. Menggunakan minyak kelapa bekas (setelah dipakai/dipanaskan berkali-
kali)
Percobaan 1 35 tetes KI yang ditambahkan hingga berubah warna
menjadi coklat
Percobaan 2 36 tetes KI yang ditambahkan hingga berubah warna
menjadi coklat
Tabung Bahan Hasil1
Minyak baru yang sudah
ditetesi larutan iodid
2minyak yang sudah
digunakan /dipanaskan
berulang ditambahi larutan
iodida
14
Uji Peroksida Lemaka. Penentuan kadar MDA pada uji 1
Kadar MDA ¿Aε
¿ 0,044153000
¿2,9×10−7
b. Penentuan kadar MDA pada uji 2
Kadar MDA ¿Aε
¿ 0,025153000
¿1,6×10−7
c. Penentuan kadar MDA pada blanko
Kadar MDA ¿Aε
¿ 0,032153000
¿2,1×10−7
Lampiran foto :
Hemolisat darah Hemolisat dimasukkan ke dalam tabung
Hemolisat darah ditambah TCA
Hemolisat darah + TCA divortex
15
Hasil vortex tabung 1, tabung 2 dan
blanko
Hemolisat darah + TCA setelah di
sentrifugasi
Hasil sentrifugasi Pemisahan supernatan dan
endapan hemolisat darah
Supernatan yang telah diambil + TBA
Supernatan + TBA dipanaskan
1.6 Pembahasan
Pembahasan Uji Oksidase dalam kentang dan pengaruh pemberian vitamin C
Tanpa disadari buah seperti apel, pisang dan kentang, jika sudah dipotong maka warna
daging buahnya berubah menjadi kecoklatan. Dalam ilmu pangan gejala itu di namakan
browning atau pencoklatan. Pencoklatan tersebut diakibatkan karena kerusakan jaringan.
Kerusakan jaringan merupakan kerusakan pada protoplasma sel, sehingga fenolase terlepas
dari organellanya dan menjadi aktif. Apabila fenolase kontak dengan udara, reaksi
pencoklatan secara enzimatis akan terjadi.
Substrat fenolik ini akan bereaksi
dengan enzim fenol oksidase dan oksigen
yang harus berhubungan dengan substrat
tersebut. Ikatan yang terjadi akan
menghasilkan warna coklat yang jika terjadi
16
pada buah potong, akan menurunkan kualitas buah. Dalam bahan pangan seperti kentang,
kelompok enzim oksidase tersebut dan senyawa fenol tersedia secara alami. Enzim yang
bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut
fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Enzim polifenol oksidase
atau fenolase terdiri dari 2 tipe enzim, yaitu odifenol dan p-difenol. PPO termasuk dalam
golongan enzim oksidoreduktase. Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino
tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat.
Asam klorogenat inilah yang banyak terdapat pada kentang. Oksidasi dari asam
klorogenat yang diikuti oleh polimerisasi (gabungan dari monomer-monomer)
menyebabkan pembentukan quinon yang menyebabkan warna coklat pada umbi yang baru
terpotong Terjadinya reaksi pencoklatan yang dikatalis oleh enzim tersebut, selain ada
subtrat juga harus ada tersedia gugus prostestik Cu++ dan oksigen sebagai asektor
hydrogen. Kebanyakan reaksi pencoklatan dasar reaksi pembentukan melalim berwarna
coklat reaksi pertama diduga sebagi hidrolisasi sekunder O-kuinon atau karena kelebihan O-
difenol. Gugus o-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Proses penghambatan browning dapat dilakukan dengan menambahkan suatu
antioksidan sehingga enzim yang mengoksidasi akan menggalami kerusakan. Antioksidan
adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal
bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono, 2002). Berdasarkan
sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan
buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Ada banyak tanaman yang dapat
dijadikan sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, biji-bijian,
serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan laga laut. Bahan pangan tersebut
mengandung jenis senyawa yang memiliki antioksidan, seperti asam-asam amino asam
askorbat, golongan flavonoid tokoferol, karotenoid, tannin, peptide, malanoidin, produk-
produk reduksi, dan asam-asam organic lain (Pratt, 1992).
Tujuan praktikum kali ini adalah mengamati efek penambahan vitamin C (asam
askorbat) terhadap oksidasi yang dilakukan oleh PPO dan fenol pada kentang. Selain fenol
dilihat juga pengaruhnya pada purpurogalin. Penambahan vitamin C dapat menghambat
17
proses pencoklatan pada ekstrak kentang. Hal itu dibuktikan pada praktikum ini, dimana
tabung 2 yang berisi ekstrak kentang yang ditambahkan vitamin c lalu diberi larutan fenol
dan kocok sebentar, mempunyai warna yang lebih orange dibanding dengan tabung 1 yang
berisi ekstrak kentang dan fenol yang berwarna coklat. Selain itu tabung 3 yang berisi ekstra
kentang dan larutan pirogalol 1% juga dibandingkan dengan tabung 4 yang berisi ekstrak
kentang, larutan pirogalol 1% serta vitamin C. perbedaan warnaya pun terlihat, namun tidak
sejelas perbedaan tabung 1 dan 2.
Secara umum, mekanisme antioksidasi yang dilakukan vitamin C adalah memperlambat
laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal ke bentuk lebih stabil (Gordon, 1990). Mekanisme
yang dilakukan adalah Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen dan akan menghambat
kerja enzim PPO sehingga reaksi oksidasifenol tidak terjadi. Praktikum kali ini juga
membandingkan keefektifan dari vitamin c yang digunakan. Kelompok 2 menggunakan
vitamin c tablet yang dilarutkan terlebih dahulu dan kelompok 3 menggunakan vitamin c
berbentu larutan. Dari hasil yang diperoleh, perbedaan warna yang terjadi lebih jelas
terlihat pada kelompok yang menggunakan vitamin dari tablet yang dilarutkan. Kejadiaan
tersebut dimungkinkan karena vitamin C mudah teroksidasi oleh oksigen bebas, sehingga
sebelum vitamin c bekerja menghambat PPO sudah bereaksi terlebih dahulu dengan oksigen
bebas. Selain itu, konsentrasi vitamin C tablet lebih besar dari vitamin C larutan dimana
dalam vitamin c tablet konsentrasinya 1000mg/60ml dan konsentrasi vitamin C cair
1000mg/140ml .
Besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju
oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan
antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi terhadap laju
oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi sampel yang akan diuji. Antioksidan
skunder, asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan
minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat member
efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan skunder
ini bekerja antioksidan primer. Antioksidan skunder ini bekerja pada satu atau lebih
18
mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan), (b)
meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logan
prooksidan, (d) menangkap oksigen, (e) mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke
bentuk triplet oksigen.
Selain penambahan vitamin C sebagai penghambat proses browning ada hal-hal lain
yang bisa dilakukan seperti :
1. Mengeluarkan senyawa fenol, yaitu dengan jalan membilas terus menerus
dengan air atau dengan aquadest., melakukan subkult berulang ulang,
mengabsorsi dengan arang aktif, mengabsorsi dengan polyvinylpirolidone
(PVP).
2. Memodifikasi potensial redok media
3. Mengurangi agen yang menyebabkan terjadinya pencoklatan, yang paling umum
biasanya yaitu dengan cara mengurangi jumlah karbohidrat mediu, mengurangi
atau memindahkan kontak dengan oksigen.
4. Menghambat dengan enzim phenol oksidase, untuk ini dapat digunakan ‘chelating
agents’. EDTA telah terbukti dapat menghambat kerja enzim polyphenol oksidase.
5. Pengatur pH rendah, ini dapat dilakukan karena enzim polyphenol oksidase
optimalnya pada pH 6.5 dan menurun seirama dengan turunya pH.
6. Penggunaan ruanggelap, karena kerja enzim polyphenol oksidase.
7. Efektifnya dipengaruhi oleh cahaya. Disarankan penggunaan ruanggelap minimal 14
hari setelah penanaman eksplan (Untung Santoso, 2001) .
Uji Ketengikan Lemak
Pada praktikum kali ini kita mencoba untuk menguji ketengikan lemak. Lemak
adalah suatu asam lemak merupakan suatu rantai hodrokarbon dengan suatu
gugusan karboksil terminal, telah diidentifikasi lebih dari 70 asam lemak yang
tersedia di alam. Asam lemak jenuh tidak mengandung ikatan ganda C=C dalam
strukturnya, sementara asam lemak tidak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan
ganda, yang kadang-kadang berada dalam konfigurasi geometris cis. Asam lemak
19
tidak jenuh paling melimpah memiliki satu atau dua ikatan ganda (masing-masing,
asam lemak monoenoat dan dienoat); namun, asam lemak olefinik dengan tiga
(trienoat) dan empat (tetraenoat) ikatan ganda juga ditemukan secara alamiah.
Mula-mula minyak kelapa baru (I) dan minyak kelapa yang sudah dipanaskan (II)
masing-masing disiapkan dalam gelas kimia sebanyak 0,5 ml. Kemudian
ditambahkan tetesan KI (Kalium Iodida) ke dalamnya. Lalu hitung berapa tetes KI
yang ditambahkan sampai kedua minyak tersebut berubah warna menjadi coklat
menetap.
Pada minyak kelapa baru (I) membutuhkan 40 tetes KI untuk membuat warna
minyak menjadi coklat menetap. Minyak kelapa termasuk ke dalam asam lemak tak
jenuh yang mengandung ikatan ganda. Ketika ditambahkan tetesan KI (Kalium
Iodida) maka ikatan rangkap akan mengadisi Iodium (I2) sehingga ikatan rangkapnya
menjadi putus atau hilang. Bilangan iodium adalah suatu ukuran dari derajat
ketidakjenuhan. Lemak tidak jenuh dengan mudah dapat bergabung dengan iodium
(tiap ikatan rangkap dalam lemak dapat mengambil dua atom iodium). Bilangan
iodium ditetapkan sebagai jumlah gram iodium yang diserap oleh 100 gram lemak.
Lain halnya dengan minyak yang sudah dipanaskan (II) membutuhkan hanya 35
tetes KI untuk membuat warna minyak menjadi coklat menetap. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan berulang mengakibatkan meningkatnya
kadar asam lemak bebas. Proses pemanasan pada suhu tinggi dapat mempercepat
proses oksidasi.
20
Bilangan asam lemak bebas yang semakin tinggi mengindikasikan kerusakan
lemak akibat pemanasan. Ketengikan ini terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen
terhadap asam lemak tak jenuh dalam minyak atau lemak. Proses oksidasi dapat
terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi.
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh oksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya,
panas, peroksida; lemak atau hidroperoksida;
Asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang
tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,
energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih
pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida dan keton yang
bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Uji Peroksida Lipid dalam cairan biologis
Pada praktikum ini dilakukan Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis, dimana
cairan biologis yang digunakan pada praktikum ini berupa darah yang diambil dari
seorang probandus. Untuk menggambarkan proses peroksidasi lipid perlu dilakukan
analisis kadar MDA. Dimana jumlah MDA yang terbentuk dapat diketahui
berdasarkan kemampuan penyerapan cahaya pada panjang gelombang 532 nm.
21
Asam lemak jenuh jamak (PUFA) dapat mengalami proses peroksidasi menjadi
peroksida lipid yang kemudian mengalami dekomposisi menjadi Malondialdehida
(MDA) yang merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan terdapat
dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan di dalam tubuh. Reaksi
ionisasi senyawa senyawa radikal bebas juga dapat membentuk MDA dan MDA juga
merupakan produk samping biosintesis prostaglandin (Bird dan Drapper, 1984).
Konsentrasi MDA dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai
indikator dan kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan
indikator keberadaan radikal bebas (Zakaria, 1996).
Pengukuran MDA dapat dilakukan dengan pereaksi thiobarbituric acid (TBA)
dengan mekanisme reaksi penambahan nukleofilik membentuk senyawa MDA-TBA
(Contiet.a l., 1991). Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat diukur
intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer.
Uji peroksida lipid dalam cairan biologis dalam praktikum ini dilakukan dengan
mengukur kadar MDA dari darah probandus dengan metode spektrofotometri
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Metode ini merupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk mengukur peroksidasi lipid, dikarenakan mempunyai
kepekaan yang cukup tinggi, mudah diaplikasikan untuk berbagai sampel pada
berbagai tahap oksidasi lipid dan biayanya murah serta tidak membutuhkan waktu
yang lama (Nawar, 1985).
Hemolisat darah probandus sebanyak masing – masing 1ml dimasukkan ke
dalam tabung 1 dan tabung ke 2. Sedangkan sebagai perbandingan, digunakan
aquadest sebagai blanko. Masing – masing tabung kemudian dicampurkan dengan
larutan TCA 10% sebanyak 2ml agar terjadi presipitasi protein sehingga tidak
terdapat protein dalam darah yang dapat mengganggu proses selanjutnya, dan
kemudian didinginkan. Disentrifugasi (4000 rpm) dan diambil supernatant dari
22
masing – masing tabung. Kemudian masing – masing tabung ditambahkan 3ml
larutan asam tiobarbiturat (TBA) yang selanjutnya didihkan selama 10 menit, dan
didinginkan. Lalu dibaca serapan masing – masing pada spektrofotometer dengan λ
= 532 nm.
Metode ini didasarkan pada reaksi antara kompleks MDA dengan TBA dalam
suasana asam yang membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah jambu
yang kemudian diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 532 nm. Senyawa 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) digunakan dalam
pembuatan kurva standar karena TEP dapat dioksidasi dalam suasana asam menjadi
senyawa aldehid yang dapat bereaksi dengan TBA (Contiet.a l., 1991).
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa tabung 1 (berisi hemolisat
darah+TCA 10%+TBA), tabung 2 (berisi hemolisat darah+TCA 10%+TBA), dan blanko
(berisi aquadest) setelah diamati masing – masing tabung berwarna keruh
kekuningan. Dan kemudian dibaca serapannya pada spektrofotometer dengan λ =
532 nm nilai absorbansinya adalah 0,044; 0,025; 0,032. Sehingga didapatkan kadar
MDA pada masing – masing tabung adalah 2,9 X 10-7; 1,6 X 10-7; dan 2,1 X 10-7.
Nilai absorbansi dari aquadest (blanko) seharusnya lebih kecil dari nilai
absorbansi sample cairan biologis yang diuji. Hal ini terjadi mungkin disebabkan
karena kelemahan dari metode ini yaitu banyak senyawa yang terdapat pada sampel
biologis seperti karbohidrat, pirimidin, hemoglobin dan bilirubin dapat bereaksi
dengan TBA membentuk senyawa yang dapat menghasilkan warna dan juga
diabsorbsi pada 530 nm (Wade dan Van Ru, 1989 dalam Contiet.al.1991). Beberapa
senyawa tersebut larut dalam asam dan akhirnya tereliminasi oleh pencucian selama
proses presipitasi tetapi beberapa tidak, sehingga menyebabkan interferensi.
Kemudian, selama dekomposisi termal lipoperoksida plasma menjadi MDA, asam
lemak yang tidak terperoksidasi akan terperoksidasi. Inilah yang menjelaskan
23
mengapa hasil penetapan MDA plasma tidak pernah maksimum bahkan setelah
perlakuan pemanasan selama beberapa jam (Hackettet.al., 1988 dalam Contiet.al.,
1991). Serta, dekatnya panjang gelombang eksitasi dan emisi (536 dan 549 nm)
menghasilkan interferensi pada pengukuran florometri akibat difusi Rayleigh
(Caraway, 1986 dalam Contiet.al., 1991). Untuk mencegahnya, bisa mengeksitasi
senyawa florosens pada 515 nm tetapi akan menurunkan sensitifitas dan
spesifitasnya.
Selain itu, hal ini juga mungkin disebabkan karena jumlah supernatant yang
diperoleh dari masing – masing tabung berbeda (tabung 2 jumlah supernatant yang
diperoleh lebih sedikit daripada tabung 1), kurang cepat dan kekurang telitian dalam
melaksanakan prosedur percobaan, kekurang telitian dalam pengunaan alat - alat
dan dalam pengambilan supernatant ada endapan yang ikut terambil serta
pemanasan yang tidak sesuai dengan seharusnya sehingga reaksi yang terjadi kurang
sempurna sehingga hasil yang diperoleh kurang optimal.
Contiet.al. (1991) telah mengembangkan suatu teknik analisa kadar MDA yang
lebih baik daripada teknik sebelumnya. Teknik ini analog dengan teknik HPLC yang
dikembangkan oleh Therasse dan Lemonnier, tetapi dikembangkan metode yang
lebih cepat dan sederhana sehingga bisa digunakan untuk sampel yang berjumlah
banyak. Malondialdehid (MDA) direaksikan dengan diethylthiobarbituric acid
(DETBA) dalam suasana asam, kemudian senyawa yang berwarna diekstrak dengan
butanol dan diukur menggunakan spektroskopi florosens sinkronos yang akan
meningkatkan sensi- tifitas dan spesifitas. Tahapan presipitasi dan pencucian tidak
dilakukan karena rumit dan hanya sedikit meningkatkan spesifitas. Penetapan
dengan florosens sinkronous lebih cepat dari HPLC. Sehingga teknik ini sangat cepat
dan sensitif daripada metode Yagi tetapi hasilnya benar-benar berkorelasi dengan
HPLC.
24
1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa,
1. Penambahan vitamin C menghambat proses browning menyebabkan warna
larutan tidak berwarna coklat.
2. Konsentrasi vitamin C mempengaruhi efek antioksidan. Pada konsentrasi
tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan
tersebut menjadi prooksidan.
3. Proses oksidasi yang terjadi pada kentang akibat PPO yang berikatan dengan
oksigen dan substrat yang berupa fenol menyebabkan browning pada
permukaan kentang yang terpotong.
4. Minyak kelapa baru (I) membutuhkan KI lebih banyak yaitu 40 tetes
dibandingkan dengan minyak kelapayang sudah dipanaskan berkali-kali yaitu
hanya 35 tetes.
5. Proses pemanasan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi.
6. Ketengikan ini terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam
lemak tak jenuh dalam minyak atau lemak.
7. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan
senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih
pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
8. Jumlah MDA yang terbentuk dapat menggambarkan proses peroksidasi lipid.
9. Metode ini didasarkan pada reaksi antara kompleks MDA dengan TBA dalam
suasana asam yang membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah
jambu yang kemudian diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 532 nm.
10. Kadar MDA pada tabung 1, tabung 2, dan blanko adalah 2,9 X 10 -7; 1,6 X 10-7;
dan 2,1 X 10-7.
25
11. Konsentrasi MDA dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai
indikator dan kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan
indikator keberadaan radikal bebas (Zakaria, 1996).
26