lap or an torre faction

35
TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TL-3205 TORREFACTION Oleh Kandu Jiwandono (15309020) Rian Setiadi (15309040) Bianca Putri Ramadhani (15309042) Muhammad Ari Ruwaedi (15309082) Ferlita Andriani (15309086)

Upload: lydia-utami

Post on 30-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lap or an Torre Faction

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TL-3205

TORREFACTION

Oleh

Kandu Jiwandono (15309020)

Rian Setiadi (15309040)

Bianca Putri Ramadhani (15309042)

Muhammad Ari Ruwaedi (15309082)

Ferlita Andriani (15309086)

Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

2012

Page 2: Lap or an Torre Faction

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Tujuan 4

Bab II Teori Dasar

2.1 Definisi Limbah Padat 5

2.2 Pengolahan Limbah Padat 7

2.3 Dampak Pencemaran Limbah Padat 9

Bab III Pembahasan

3.1 Torrefaction 11

3.2 Pirolisis 11

3.3 Biomassa 12

3.4 Proses Torrefaction 13

3.5 Keunggulan dan Kelemahan Torrefaction 15

3.6 Aplikasi Torrefaction 16

3.7 Potensi Penerapan Torrefaction di Indonesia 21

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan 24

4.2 Saran 24

Daftar Pustaka 25

Page 3: Lap or an Torre Faction

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman dengan teknologi yang terus berkembang pesat saat ini, permasalahan limbah di

Indonesia tetap menjadi hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

masyarakat. Permasalahan limbah dapat dikatakan merupakan permasalahan klasik yang timbul

dari zaman ke zaman dengan penanganan yang tidak jauh berbeda seiring dengan perubahan

waktu. Hal ini didukung oleh pola hidup masyarakat yang terus berkembang tidak diimbangi

dengan berkembangnya kebiasaan dalam menangani limbah.

Walaupun proses perusakan lingkungan tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan

harus ditanggung oleh banyak pihak, tetapi solusinya yang tepat tetap saja belum bisa

ditemukan. Bahkan di sisi lain sebenarnya sudah ada perangkat hukum yaitu Undang-Undang

Lingkungan Hidup, tetapi tetap saja pemecahan masalah lingkungan hidup menemui jalan

buntu. Hal demikian pada dasarnya disebabkan oleh adanya kesenjangan yang tetap terpelihara

menganga antara masyarakat, industri dan pemerintah termasuk aparat penegak hukum.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan yang dilakukan manusia terus meningkat yang diikuti

pula dengan menurunnya kualitas lingkungan yang diakibatkan dari hasil sisa kegiatan tersebut.

Salah satu permasalahan lingkungan yang berkaitan erat dengan pelayanan publik di Indonesia

adalah pengolahan limbah padat. Meningkatnya volume limbah padat seiring dengan

meningkatnya laju pertumbuhan eksponensial yang akan menghadapkan pada permasalahan

kebutuhan lahan pembuangan limbah padat dan juga semakin tingginya biaya pengelolaannya

dan biaya-biaya lainnya dalam rangka mengembalikan kondisi lingkungan menjadi kondisi

yang seharusnya seperti di awal.

Limbah padat merupakan salah satu jenis limbah yang banyak dihasilkan dari aktivitas

manusia. Jika tidak dikelola, limbah padat tentunya akan menimbulkan dampak negatif seperti

timbulnya gas beracun, menurunkan kualitas udara, air dan tanah dan juga dapat menimbulkan

potensi bahaya kesehatan bagi manusia. Banyak jenis pengolahan limbah padat yang

dikembangkan, seperti gasifikasi, pirolisis, insinerasi maupun daur ulang. Akhir-akhir ini telah

dikembangkan teknologi yang memulai produksi pembuatan wood pellet dan wood chip ebagai

Page 4: Lap or an Torre Faction

bahan bakar terbarukan. Pengolahan limbah biomassa tersebut telah mengurangi polusi limbah

tersebut dan memberikan keuntungan ekonomi. Karena aplikasinya untuk energi maka semakin

tinggi kandungan energi maka akan semakin baik disamping sifat-sifat lainnya. Melalui

torrefaction biomasa tersebut akan mengalami proses termal yang membuat kandungan

volatilnya berkurang dan menyisakan kandungan energi semakin tinggi / energy density (atau

kandungan energi/massanya biasanya dengan satuan kkal/kg) dalam padatan biomassa tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam proses penulisan laporan ini adalah

1. Memahami prinsip Torrefaction

2. Mengetahui keunggulan dan kelemahan pengolahan limbah padat dengan teknologi

Torrefaction

3. Mengetahui aplikasi Torrefaction

4. Mempertimbangkan potensi penerapan proses torrefection di Indonesia

Page 5: Lap or an Torre Faction

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Definisi Limbah Padat

Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah

atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak

berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu

yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga

bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka

menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan

menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bias menjadikan

sampah ini menjadi benda ekonomis.

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang

berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik.

Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan

perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis

limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,

kulit telur, dll.

Gambar 1.1 Asal usul terbentuknya limbah

Page 6: Lap or an Torre Faction

1. Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan komposisi

baik secara kimia maupun biologis. Mekanisme transformasi yang terjadi hanya bersifat fisis

semata seperti pemotongan, penggergajian, dan sebagainya. Limbah kategori ini sangat cocok

untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Sampah kota banyak termasuk dalam kategori

ini

2. Limbah yang terbentuk akibat hasil samping dari sebuah proses kimia, fisika, dan

biologis, atau karena kesalahan ataupun ketidak-optimuman proses yang berlangsung. Limbah

yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda dari bahan baku semula. Limbah ini ada yang

dapat menjadi bahan baku bagi industri lain atau sama sekali tidak dapat dimanfaatkan. Usaha

modifikasi proses akan mengurangi terbentuknya limbah jenis ini

3. Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya pelarut atau

pelumas. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi proses pembentukkan produk.

Limbah ini kadangkala sangat berarti dari sudut kuantitas dan merupakan sumber utama dari

industrial waste water. Teknik daur ulang ataupun penghematan penggunaan bahan baku

sekunder banyak diterapkan dalam menanggulanginya

4. Limbah yang berasal dari hasil samping proses pengolahan limbah. Pada dasarnya semua

pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi 100% non limbah. Ada produk

samping yang harus ditangani lebih lanjut, baik berupa partikulat, gas, dan abu (dari

insinerator), lumpur (misalnya dari unit pengolah limbah cair) atau bahkan limbah cair

(misalnya dari lindi sebuah lahan urug)

5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran produk industri, misalnya kertas,

plastik, kayu, logam, drum, kontainer, tabung kosong, dan sebagainya. Limbah jenis ini dapat

dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula atau diolah terlebih dahulu agar menjadi produk

baru. Sampah kota banyak terdapat dalam kategori ini.

Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, rayon,

plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging. Secara garis besar limbah padat

terdiri dari :

1) Limbah padat yang mudah terbakar

2) Limbah padat yang sukar terbakar

3) Limbah padat yang mudah membusuk

4) Limbah yang dapat di daur ulang

5) Limbah radioaktif

6) Bongkaran bangunan

7) Lumpur.

Page 7: Lap or an Torre Faction

2.2 Pengolahan Limbah Padat

Minimasi limbah (waste minimization) merupakan salah satu terminology yang digunakan di

dunia untuk menjelasan kegiatan yang dewasa ini dianggap paling baik dalam menangani lim-

bah, disamping itu dikenal terminology penanganan limbah yang lain yaitu:

a. Pencegahan pencemaran (pollution reduction)

b. Reduksi limbah (waste reduction)

c. Produksi lebih bersih (cleaner production)

d. Teknologi bersih (clean technology)

e. Reduksi sumber (source reduction)

Dalam penanganan limbah secara umum ada yang namanya hierarki penanganan limbah se-

cara terpadu yang sekarang dianjurkan dan merupakan prioritas dalam penanganan limbah

adalah:

Menghilangkan atau mengurangi timbulan sampah di sumberdaya (di hulu

proses industry) baik in-process maupun daur ulang closed loop

Mendaur pakai atau mendaur ulang limbah, terutama pada industry/pabrik itu

sendiri, atau di tempat lain.

Menggunakan teknologi pengolahan limbah yang aman guna mengurangi tok-

sisitas, mobilitas atau mengurangi volume limbah (waste transformation) yang-

dalam banyak hal akhirnya akan menghasilkan limbah padat yang membutuhkan

penanganan pada opsi berikutnya.

Menyingkirkan (dispose) limbah ke lingkungan dengan menggunakan metode

rekayasa yang baik dan aman seperti menyingkirkan pada sebuah lahan urug

yang dirancang dan tidak dianjurkan membuang residue tersebut langsung ke

udara, air, atau tanah.

Hierarki inilah yang biasanya digunakan dan diterapkan dalam melakukan limbah padat.

Faktor – faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah limbah padat tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Jumlah Limbah

Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat membutuhkan penanganan

khusus tempat dan sarana pembuangan.

2. Sifat fisik dan kimia limbah

Page 8: Lap or an Torre Faction

Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana penggankutan dan pilihan

pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat akan merusak dan mencemari lingkungan

dengan cara membentuk senyawa-senyawa baru.

3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran, maka perlu kita

perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan terkena, dan tingkat

pencemaran yang akan timbul.

4. Tujuan akhir dari pengolahan

Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat non-ekonomis.

Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan meningkatkan efisiensi pabrik

secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan yang masih berguna untuk di daur ulang

atau di manfaat lain. Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah un-

tuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tentunya dapat men-

jadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan ataupun kesehatan. Konsep

penanganan limbah didasarkan atas dua pendekatan:

Reaktif: sifatnya menunggu terbentuknya limbah, setelah terbentuk limbah baru

dilakukan upaya-upaya penganganan limbah

Proaktif: upaya yang dilakukan sebelum limbah terbentuk. Limbah teteap

dihasilkan tetapi dengan semaksimal mungkin daur ulang menjadi prioritas.

Dalam melakukan pengelolaan limbah padat, jenis pengolahan dan pra pengolahan limbah

padar ditentukan oleh karakteristik dan sumber limbah padat. Dalam memilih alternative

pengolahan tersebut perlu diperhatikan pula kelebihan dan kelemahan setiap system

pengolahan, disamping biaya investasi dan pemeliharaan keberlangsungan proses. Factor

penting lain yang peru diperhatikan adalah factor ekonomi, social dan lingkungan. Selain itu

dalam pengelolaan limbah padat ada satu hal yang cukup berperan penting yaitu, pemilahan

limbah padat. Pemilahan limbah padat merupakan proses penanganan limbah padat terhadap

suatu limbah yang dalam kondisi tercampur dengan tujuan untuk mendapatkan materi atau

bahan yang lebih seragam yang masih bernilai ekonomi dan dapat didaur ulang (recyclable) dan

atau untuk mempermudah penanganan limbah padat selanjutnya. Proses pemilahan limbah

padat biasa dilakukan terhadap limbah padat industry dan limbah padat domestik (sampah).

Seringkali pemakaian istilah “pemilahan” disamakan dengan istilah “pemisahan”.

Page 9: Lap or an Torre Faction

Berikut ini adalah pengolahan limbah padat secara umum yang biasa dilakukan dd

berbagai negara termasuk Indonesia, diantaranya adalah:

Gasifikasi

Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi gas,

dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses

pembakaran. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis

(diperlukan panas dari luar selama proses berlangsung). Media yang paing umum digunakan

pada proses gasifikasi ialah udara dan uap.

Gasifikasi Plasma

Gasifikasi plasma merupakan suatu metode efektif dalam menguraikan berbagai senyawa

organic dan anorganik menjadi elemen-elemen dasar dari sebuah senyawa, sehingga elemen-

elemen tersebut dapat digunakan kembali dan didaur ulang

Insinerasi

Insinserasi adalah teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan

organic. Insinerasi material sampah mengubah sampah e=menjadi abu, gas sisa hasil

pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dbersihkan dari polutan

sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bias dimanfaakan sebagai energy

pembangkit listrik.

Pirolisis

Pirolisis adalah dekompisisi kimia bahan organic melalui proses pemanasan tanpa atau

sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan

struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kaskus khusu termolisis. Pirolisis ekstrem,

yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi.

Anaerobic Digestion

Dikenal sebagai teknologi dalam pengolahan limbah domestic dan limbah organic. Konversi

biological untuk materi organic conversion biodegradable dalam kondisi absen oksigen pada

temperature 55-75 oC (temperature yang paling efektif digestion secara thermophilic).

Residu merupakan materi organic yang stabil yang dapat digunakan untuk memperbaiki

tanah yang kekurangan air. Digestion digunakan terutama untuk mereduksi sejumlah lumpur

yang dibuang/digunakan ulang atau reuse.

2.3 Dampak Pencemaran Limbah Padat

Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika tidak ada pengolahan

yang baik dan benar, dengan adanya limbah padat di dalam lingkungan hidup maka dapat

Page 10: Lap or an Torre Faction

menimbulkan pencemaran seperti :

1) Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4),

C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk

dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses

pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.

2) Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk,

akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB

(Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50 ppm dapat mengakibatkan

mabuk dan pusing.

3) Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam

perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi

keruh dan rasa dari air pun berubah.

4) Kerusakan permukaan tanah.

Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa dampak limbah yang

lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum.

Dampak limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap

lingkungan adalah sebagai berikut :

Dampak Terhadap Kesehatan

Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi

bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a) Penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal

dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.

b) Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.

Dampak Terhadap Lingkungan

Cairan dari limbah – limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya

sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin

lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan

air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara

langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan

banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tanggake sungai,

sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat

Page 11: Lap or an Torre Faction
Page 12: Lap or an Torre Faction

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Torrefaction

Kata torrefaction berasal dari bahasa prancis “torrefier” yang berarti memanggang. Torrefaction

adalah suatu jenis pyrolisis yang bekerja pada range temperatur 200 – 320o C. Selama proses

torrefaction berlangsung, properti biomass diubah supaya dapat menghasilkan kualitas bahan

bakar yang lebih baik untuk pembakaran dan proses gasifikasi. Torrefaction berujung pada

penghasilan produk kering tanpa melibatkan proses biologi seperti pembusukan. Biomassa akan

didekomposisi sehingga akan menghasilkan berbagai macam tipe volatile. Torrefaction apabila

dikombinasikan dengan proses densifikasi dapat menghasilkan energi yang sangat tinggi, dapat

mencapai 20 – 25 GJ/ton LHV (Lower Heating Value). Hal ini akan menghemat pada biaya

transportasinya. Torrefaction menjadi perhatian penting akhir-akahir ini karena keunggulan

sifat-sifat produk torrefaction tersebut, dibandingkan wood pellet maupun wood chip. Teknologi

yang memadai yang bisa diandalkan sangat dibutuhkan untuk komersialisasi proses tersebut.

Biomass biasanya digunakan sebagai sumber energi berkelanjutan. Agar dapat menghasilkan

efisiensi konversi biomass ke energi yang tinggi, torrefaction seringkali dikombinasikan dengan

proses densifikasi seperti pelletisasi dan briquetting. Langkah ini dinilai sebagai salah satu

solusi untuk mengatasi masalah sumber energi yang berkelanjutan.

3.2 Pirolisis

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau

sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan

struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang

hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi.

Pirolisis adalah kasus khusus dari thermolysis terkait dengan proses kimia charring, dan yang

paling sering digunakan untuk organik bahan.. Hal ini terjadi secara spontan pada temperatur

tinggi (misalnya, di atas 300 ° C untuk kayu, itu berbeda untuk bahan lainnya), misalnya dalam

kebakaran atau ketika vegetasi datang ke dalam kontak dengan lava dalam letusan gunung

berapi. Secara umum, gas dan cairan menghasilkan produk dan meninggalkan residu padat kaya

kandungan karbon. Extreme pirolisis, yang daun karbon sebagai residu, disebut karbonisasi. Hal

Page 13: Lap or an Torre Faction

itu tidak melibatkan reaksi dengan oksigen atau reagen lainnya, tetapi dapat terjadi dalam

kehadiran mereka.

Pirolisis yang banyak digunakan dalam industri kimia, misalnya, untuk menghasilkan arang,

karbon aktif, metanol dan bahan kimia lainnya dari kayu, untuk mengubah ethylene dichloride

ke vinil klorida untuk membuat PVC, untuk memproduksi kokas dari batubara, untuk

mengubah biomassa menjadi gas sintesis, untuk mengubah limbah menjadi bahan sekali pakai

dengan aman, dan untuk retak menengah-berat hidrokarbon dari minyak untuk memproduksi

lebih ringan yang seperti bensin.

Ini adalah proses kimia penting di beberapa memasak prosedur seperti memanggang,

menggoreng, memanggang, dan karamel. Pirolisis juga merupakan alat analisis kimia, misalnya

dengan pirolisis kromatografi gas spektrometri massa dan di carbon-14 kencan. Memang,

banyak zat kimia penting, seperti fosfor dan asam sulfat, pertama kali diperoleh dengan proses

ini. Telah diasumsikan berlangsung selama catagenesis, konversi dimakamkan bahan organik

untuk bahan bakar fosil.

3.3 Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk

maupun buangan. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah

pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Biomassa, dalam industri produksi energi,

merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber

bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan

yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan

atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula

meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak

mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti

batu bara atau minyak bumi. Biomassa biasanya diukur dengan berat kering.

Selain digunakan untuk tujuan primer seperti serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati,

bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai bahan energi (bahan bakar).

Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya

rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Biomassa terutama dalam

bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang,

Page 14: Lap or an Torre Faction

biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama untuk negara-negara

berkembang.

3.4 Proses Torrefaction

Gambar 3.1 Proses Torrefaction

Pada proses torrefaction, biomass terlebih dahulu dikeringkan untuk mengurangi kadar

airnya. Pengeringan biomass dilakukan dengan memanfaatkan “flue gas”. Flue gas adalah gas

yang dikeluarkan melalui sebuah pipa hasil pembakaran. Gas tersebut mempunyai kandungan

nitrogen, CO2, dan uap air. Flue gas juga mengandung sedikit oksigen serta hanya mengandung

sangat sedikit polutan. Suhu flue gas ini cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk proses

pengeringan biomassa

Setelah biomassa dikeringkan, biomasska kemudian dimasukkan ke dalam tungku

pemanasan torrefaction. Pada tungku ini, biomassa akan dipanaskan pada suhu 250-3500C.

Selain itu, tekanan pada tungku pun dijaga agar berada pada tekanan atmosfer dan juga

dipastikan tidak ada udara dalam tungku. Panas pada tungku dihasilkan oleh tungku

pembakaran. Tungku pembakaran menggunakan bahan bakar dasar dan juga gas-gas dari hasil

torrefaction. Jadi, gas dari proses torrefaction tidak dibuang, melainkan digunakan kembali

sebagai bahan bakar untuk memanaskan tungku pembakaran. Jika terdapat gas yang tidak dapat

digunakan kembali, maka gas tersebut akan didaur ulang dan melalui proses “heat exchange”.

Heat exchange adalah suatu proses yang memungkinkan perpindahan panas pada fluida.

Perpindahan panas dilakukan dengan melakukan kontak antara fluida yang ingin

Page 15: Lap or an Torre Faction

dipanaskan/didinginkan dengan pemanas/pendingin pada suatu alat yang disebut Heat

Exchanger. Setelah melalui proses heat exchange, gas tersebut akan digunakan untuk

pemanasan tungku terrofaction atau sebgai gas pemanas biomassa. Sementara itu, gas yang

keluar dari tungku pembakaran pun digunakan kembali sebagai pemanas biomassa pada proses

awal.

Pada proses pemanasan di tungku torrefaction, air yang terkandung dalam biomassa akan

menguap. Begitu juga dengan berbagai polimer yang ada akan menguap. Biomassa akan

kehilangan 20% dari berat awalnya tetapi hanya kehilangan 10% dari energinya. Energi yang

hilang menjadi uap tersebut pun sebenarnya digunakan kembali untuk bahan bakar tungku

pemanas.

Setelah melalui proses torrefaction, maka produk tersebut akan didinginkan. Setelah

didinginkan, produk pun akan siap untuk digunakan. Selain itu,ada juga produk yang

dipeletisasi untuk memudahkan pengangkutan dan agar lebih efisien ketika digunakan. Produk

yang dihasilkan merupakan produk yang mempunyai sifat hydrophobic sehingga dapat disimpan

pada ruang terbuka dalam jangka waktu yang panjang karena tidak akan menyerap air dan tidak

membusuk. Kandungan dalam produknya hampir seluruhnya berisikan karbon. Hal inilah yang

menyebabkan produk terrofaction sangat baik untuk dijadikan bahan bakar.

Gambar 3.2 Ilustrasi Proses Torrefaction

Page 16: Lap or an Torre Faction

Contoh bentuk sistem torrefaction secara sederhana dapat terlihat pada gambar berikut :

Gambar 3.3 Instrumentasi Torrefaction

3.5 Keunggulan dan Kelemahan Torrefaction

Dalam Penerapannya, Torrefaction memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut

antara lain :

Produksi dari partikel bubuk yang dihasilkan lebih seragam dan lebih bulat

akibat dari proses grinding

Konversi dari kayu yang menjadi bahan yang hydrophobic, bukan menjadi

hydrophilic sehingga pengangkutan dan penyimpanan menjadi lebih mudah

Menambah densitas energy dengan mehilangkan beberapa material volatile

dalam kayu sebagai air

Mengurangi kebutuhan energy untuk menggiling kayu. Kayu menjadi lebih

rapuh setelah pengolahan.

Menghasilkan bahan bakar yang lebih seragam untuk gasifikasi

Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menjadi lembab

Selain keunggulan diatas, Torrefaction juga memiliki beberapa kelemahan antara lain :

Secara ekonomis, biaya untuk operasional untuk torrefaction tergolong cukup

tinggi

Saat dioperasikan dengan suhu tinggi (>250OC) akan terjadi pengurangan

Page 17: Lap or an Torre Faction

efisiensi dari proses Torrefaction dan pengurangan energy yang dihasilkan dari

proses torrefaction.

3.6 Aplikasi Torrefaction

Sampai saat ini, torrefaction telah berhasil diaplikasikan pada beberapa negara di dunia,

antara lain :

India

Di India, penanganan limbah bambu jenis bambusa dilakukan dengan teknologi

torrefaction. Bambu merupakan biomassa yang masih dapat digunakan sebagai

sumber energi. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang mampu memanfaatkan

kembali limbah bambu tersebut. Torrefaction dipilih karena pada prosesnya

metode ini tidak memanaskan dengan suhu yang terlalu tinggi sehingga bentuk

bambu masih dapat dipertahankan untuk kemudian digunakan kembali sebagai

bahan bakar.

Gambar 3.4 Bambu Jenis Bambusa

Gambar 3.5 Grafik Fractional Loss vs Temperatur

Page 18: Lap or an Torre Faction

Gambar 3.6 Sampel bambu selama berbagai tahapan pemanasan

Proses torrefaction untuk bambu didesain untuk operasi kontinu, dimana satu

atau lebih ruangan digunakan untuk berlangsungnya proses torrefaction. Proses

torrefaction harus berjalan pada temperatur 250 C selama 6-7 jam agar dapat

berlangsung secara optimum. Temperataur tersebut dipilih, karena dari hasil

pengujian (grafik di gambar 3.5) diperoleh data bahwa pada suhu di atas 200oC

bambu menjadi lebih rapuh, artinya bambu tersebut telah ter-torrefaction dengan

baik dan siap digunakan sebagai bahan dasar dari arang. Flue gas panas perlu

disalurkan dari ruang pembakaran, oksigen yang terkandung dalam flue gas

perlu dipastikan agar berkisar 2-3 % supaya mencegah pembakaran zat yang

mudah menguap selama proses torrefaction. Kondisi ini dapat dikontrol dengan

memvariasikan banyaknya produsen gas dan campuran gas. Setelah tahap

pemanasan selama 6-7 jam usai, set pertama diisolasi dengan menutup katup

yang sesuai dan langsung memulai proses torrefaction untuk ruang selanjutnya.

Berikut merupakan grafik yang menunjukkan hasil analisis bambu yang telah

ditorrefaction :

Page 19: Lap or an Torre Faction

Gambar 3.7 Ultimate Analysis of Torrified Bamboo

Dari hasil ultimate analysis, dapat terlihat bahwa torrified bamboo mempunyai

kandungan karbon yang lebih besar dari bambu mentah. Terjadi sedikit kenaikan

pada kandungan hidrogennya, tetapi kandungan oksigennya menurun. Hal ini

membutikan bahwa torrified bamboo memang mempunyai kandungan karbon

yang tinggi sehingga cocok untuk dijadikan arang untuk bahan bakar. Kenaikan

kandungan karbon akan meningkatkan densitas energi. Densitas energidari

bambu mentah adalah sekitar 17,6 MJ / kg , sementara bambu yang telah

ditorefaksi pada suhu 350oC dapat mempunyai densitas sekitar 1,36 kali dari

bambu mentah

Gambar 3.8 Grafik kenaikan energi vs temperatur

Page 20: Lap or an Torre Faction

Malaysia

Kelapa sawit merupakan salah satu hasil bumi yang banyak ditemukan di

Malaysia. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah dari inti kelapa sawit

(Palm Kernel Shell). Proses torrefaction digunakan untuk menjadikan biomassa

ini sebagai sumber energi solid. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Universiti Teknologi PETRONAS, diketahui bahwa inti kelapa sawit yang telah

ditorrefaction mengalami kenaikan nilai Carbon dan penurunan nilai H dan O.

Hal ini tentunya membuktikan bahwa inti kelapa sawit yang telah ditorrefaction

cocok untuk dijadikan bahan bakar.

Gambar 3.9 Palm Kernel Shell

Gambar 3.9 atas menunjukkan bentuk dari palm kernel shell. Palm kernel shell

adalah bagian cangkang dari buah kelapa sawit yang tidak mengandung minyak

sehingga dibuang dan seringkali menjadi limbah. Di Malaysia, dilakukan

Page 21: Lap or an Torre Faction

penelitian terhadap limbah tersebut dan dietahui bahwa limah ini mempunyai

potensi yang cukup besar sebagai bahan dasar dari arang. Oleh karena itu,

dilakukan pembuatan arang dari limbah kelapa sawit dengan menggunakan

proses torrefaction.

Gambar 3.10 Arang Hasil Torrefaction Inti Kelapa Sawit

Dari Hasil ultimate analysis dari torrefaction Palm Kernel Shell pun dapat

diketahu bahwa nilai kalor limbah yang telah ditorrefaction meningkat sehingga

memang efektif untuk dijadikan bahan bakar.

Gambar 3.11 Hasil Ultimate Analysis Torrefaction of Palm Kernal Shell

Eropa (terutama Belanda)

Di beberapa negara di Eropa, pellet hasil torrefaction telah banyak digunakan,

antara lain untuk proses pemanasan di industri, produksi tenaga listrik skala

besar, dan juga pemanasan pada daerah pemukiman. Pemanfaatan metode

torrefaction ini terutama dilakukan di negara Belanda. Bahkan di negara ini telah

dibentuk suatu organisasi khusus yang fokus pada penggunaan torrefation, yaitu

Dutch Torrefaction Associaton (DTA)

Page 22: Lap or an Torre Faction

Gambar 3.12 Perusahaan yang bergerak di bidang Torrefaction

3.7 Potensi penerapan Torrefaction di Indonesia

Indonesia sebagai negara tropis kaya akan sumber alam hayati. Berbagai biomassa

banyak dijumpai yang dianggap sebagai limbah, sebagai contoh limbah pertanian,

perkebunan, hutan dan sebagainya. Pada proses pengolahan sumber daya alam hayati

tersebut juga dihasilkan limbah biomassa, sebagai contoh industri penggergajian kayu

(sawmill) akan dihasilkan serbuk gergaji, industri penggilingan padi akan dihasilkan

sekam, industri CPO (crude palm oil) akan dihasilkan cangkang sawit, tandan kosong

dan serabut, industri minyak kelapa akan dihasilkan tempurung kelapa. Industri-industri

pengolahan tersebut hampir tersebar pada semua daerah di Indonesia. Hal ini mengingat

Indonesia merupakan negara tropis sehingga berbagai komoditas pertanian, perkebunan

dan hutan pada semua wilayahnya. Proses penghancuran limbah secara alami

berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat menganggu lingkungan

sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui pendekatan

teknologi, limbah pertanian atau perkebunan tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi

bernilai guna dan bernilai ekonomi tinggi.

Gambar 3.13 Contoh biomassa di Indonesia (Cangkang Sawit dan Serbuk Gergaji)

Page 23: Lap or an Torre Faction

Gambar 3.14 Biomassa di Indonesia (Sekam, tandan, serabut, dan tempurung kelapa)

Limbah-limbah biomassa tersebut jumlahnya sangat melimpah, sehingga berpotensi

mencemari lingkungan dan belum dimanfaatkan secara optimal. Luas area hutan

Indonesia pada tahun 2005 sebesar 88,50 juta ha, dengan ekspor kayu gergajian pada

tahun 2002 sebesar 0,39 juta m3/Cu M, maka limbah berupa sawdust yang dihasilkan

akan sangat besar, dan saat ini banyak dibuang ke sungai sehingga mencemari

lingkungan sekitar. Sedangkan sekam padi yang komposisinya 20-23% dari gabah. Pada

tahun 2009 saja dengan produksi gabah sekitar 63,84 juta ton, maka jumlah sekam yang

dihasilkan lebih dari 14,6 juta ton.

Seiring kebutuhan energi yang terus meningkat maka limbah-limbah biomassa tersebut

berpotensial digunakan pembangkit energi. Upaya meningkatkan kualitas bahan bakar

dari biomassa adalah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah penguraian bahan organik

secara termis, yaitu dengan memberikan panas pada bahan organik hingga

terdekomposisi. Perbedaan dengan pembakaran biasa adalah pada pirolisis keberadaan

oksigen dikontrol atau bahkan ditiadakan. Pirolisis merupakan salah satu metode untuk

mengubah biomassa menjadi bahan bakar stabil. Keuntungannya adalah bahan bakar

yang dihasilkan tidak menimbulkan asap, bernilai kalor tinggi dan menurunkan biaya

Page 24: Lap or an Torre Faction

transportasi bila dibandingkan dengan biomassa dalam keadaan awalnya.

Kenaikan nilai kalor didapat pada proses pirolisis ini, sebagai contoh arang yang

dihasilkan dari pirolisis mempunyai nilai kalor 2 kali nilai kalor kayu bakar pada berat

yang sama. Arang dengan komponen penyusun utamanya berupa karbon dapat

digunakan sebagai bahan bakar, filter atau penjerap dengan diolah menjadi karbon aktif,

pewarna dengan diolah menjadi karbon black, arang briket untuk sumber energi, biochar

untuk aplikasi di pertanian dan berbagai kebutuhan industri kimia lainnya. Penggunaan

arang yang lain sebagai reduktor sebagaimana halnya coke pada industri logam, karena

mengandung karbon bebas yang tinggi (>70%).

Pengolahan limbah biomassa sebagai produk-produk bernilai ekonomi tinggi akan

memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan hutan, menghemat

bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan

memperkuat sektor pangan, mereduksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif

bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya bernilai

ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan

kelestarian lingkugan. Dan konsep Zero Waste Activity bisa kita mulai dari sini.

Banyak kalangan memperhatikan bahwa biomass torrefaction akan segera menemukan

masa keemasannya pada beberapa tahun mendatang. Indonesia dan Malaysia khususnya

sebagai negara yang kaya akan jumlah biomassa maka akan sangat potensial untuk

mengaplikasikan teknologi ini. Industri kelapa sawit adalah salah satu potensi yang

sangat potensial untuk implementasinya. Banyaknya jumlah pabrik sawit dan tingginya

limbah padat yang dihasilkan mengindikasikan besarnya potensi bahan baku yang

berlimpah. Sementara dari sisi pasar adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa

kebutuhan energi akan terus meningkat berbanding lurus dengan peningkatan populasi

manusia.

Page 25: Lap or an Torre Faction

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Torrefaction adalah suatu jenis pyrolisis yang bekerja pada range temperatur 200 – 320o C.

Selama proses torrefaction berlangsung, properti biomass diubah supaya dapat menghasilkan

kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk pembakaran dan proses gasifikasi. Torrefaction

adalah sebuah teknologi yang sangat luar biasa untuk meningkatkan biomassa untuk aplikasi

pembakaran dan gasifikasi. Energy yang dihasilkan oleh torrefaction cukup besar sehingga

dapat menutupi biaya transportasinya, tetapi tidak untuk secara keseluruhan biaya operasional.

Beberapa keunggulan torrefaction antara lain, penyimpanan dan pengangkutan lebih mudah,

menghasilkan bahan bakar yang lebih seragam untuk proses gasifikasi, dan dapat menghasilkan

energy yang cukup besar jika digabungkan dengan proses gasifikasi.

4.2 Saran

Teknologi Torrefaction perlu dikenalkan lebih lanjut dalam penanganan limbah padat di

Indonesia. Dilihat dari karakteristik limbah padat yang dihasilkan di Indonesia, torrefaction

berpotensi menjadi sebuah solusi untuk mereduksi limbah padat yang berupa biomass yang ada

di Indonesia. Meskipun biaya operasional yang cukup tinggi, dengan banyaknya jenis limbah

padat yang ada di Indonesia, Torrefaction dapat menjadi salah satu solusi dalam memecahkan

masalah dalam mencari energy pengganti minyak bumi dan batu bara dalam pembangkit listrik.

Page 26: Lap or an Torre Faction

DAFTAR PUSTAKA

http://gapra.files.wordpress.com/2009/01/makalah-limbah-padatgapra.pdf

http://jfe-pyroproject.blogspot.com/?z

http://pellets-wood.com/torrefaction-and-pelleting-o93.html

http://torrefication.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

http://www.topellenergy.com/technology/torrefaction/

http://newenergyandfuel.com/http:/newenergyandfuel/com/2008/11/19/torrefaction-%E2%80%93-

a-new-process-in-biomass-and-biofuels/

ECN_Torrefaction of Biomass as pretreatmentLille.pdf

Persson – Torrefaction BFR – poster 1b. Pdf

Bergman, P.C.A. 2005.Combined Torrefaction and Pelletisation. Utrecht : SenterNovem

Mitchell_Elder_torrefaction. Pdf

Overview of European Torrefaction.pdf

Torrefaction Bamboo in India.pdf

Torrefaction Palm in Malaysia.pdf

http://www.dutchtorrefactionassociation.eu

http://www.tradeindia.com/fp438602/Palm-Kernel-Shell-Pellet.html

http://www.alibaba.com/buyofferdetail/103866876/Palm_Kernel_Shell_PKS_.html

http://riq7sun.wordpress.com/2010/10/09/cangkang-kelapa-sawit-dapat-menjadi-bahan-bakar-

pengganti-batu-bara/

http://agribrit.blogspot.com/2009/08/tempurung-kelapa-sebagai-bahan-baku.html