lap kinetika
TRANSCRIPT
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 1/27
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA
PERCOBAAN IX
PENENTUAN PERSAMAAN LAJU (KINETIKA KIMIA)
NAMA : IMELDA SUNARYO
NIM : H311 08 258
KELOMPOK : IV (EMPAT)
HARI/TANGGAL PERC. : SENIN/12 APRIL 2010
ASISTEN : TIUR MAULI
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 2/27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika.
Kinetika kimia dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk meramalkan
kecepatan campuran reaksi mendekati keseimbangan dimana laju itu dapat
bergantung pada variabel yang dikontrol seperti tekanan, temperatur, dan
keberadaan katalis.
Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat,
katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi atau orde reaksi. Tingkat
reaksi ini ditentukan dari hasil percobaan yang menyatakan hubungan antara laju
reaksi dengan kepekatan pereaksi tersebut masing-masing. Metode yang umum
digunakan adalah melakukan pengubahan konsentrasi awal pereaksi, dimana pada
pelacakan tingkat reaksi suatu pereaksi, maka pereaksi-pereaksi yang lain dibuat
konstan. Kinetika kimia dalam ilmu pengetahuan adalah bagian dari kimia fisika
yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-
reaksi tersebut. Dalam industri, reaksi kimia perlu dilangsungkan pada kondisi
tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Reaksi dapat dikendalikan dengan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Untuk mengamati kesesuaian antara teori dengan aplikasi hasil percobaan
di laboratorium, serta menjadikan teori yang dimaksud lebih aplikatif dan mudah
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 3/27
dihadapi, dilakukanlah percobaan penentuan hukum laju reaksi dari ionisasi
aseton dalam air yang terkatalis oleh suatu asam.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara
penentuan hukum kecepatan reaksi dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu :
1. Menentukan hukum kecepatan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalis dengan asam
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi iodinasi
aseton dalam larutan air yang terkatalis dengan asam.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini adalah menitrasi larutan iod dalam larutan asam
sulfat dengan larutan Na2S2O3 dan amilum sebagai indikator pada selang waktu
tertentu sehingga dapat ditentukan berapa jumlah iod yang tidak terikat pada
aseton. Kemudian menentukan konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan
volume Na2S2O3 yang digunakan sehingga dapat ditentukan konsentrasi konstanta
kecepatan reaksi dan orde reaksi.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 4/27
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah mengetahui cara
menghitung konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi melalui percobaan. Selain
itu, kita dapat mengetahui cara memipet dan menitrasi dengan benar.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 5/27
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton,
CH3COONa 10 %, H2SO4 2 M, Na2S2O3 0,01 M, Iodin 0,1 M, amilum 1 %, kertas
label, tissu dan akuades.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu ukur 250 mL,
labu erlenmeyer bertutup 250 mL, erlenmeyer biasa 100 mL, gelas kimia 600 mL,
gelas kimia 250 mL, buret 50 mL, statif, pipet volume 25 mL, pipet volume 10
mL, pipet volume 5 mL, pipet tetes 1 mL, bulb, gelas ukur 10 mL, stirer
magnetik, pengaduk magnetik, klem, dan stopwatch.
3.3 Prosedur Percobaan
A. 1. Dimasukkan 25 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulfat ke dalam labu
ukur dan diencerkan dengan air hingga 250 mL.
2. Dipindahkan larutan ini ke dalam labu erlenmeyer 300 mL bertutup.
3. Dipipet 25 mL larutan iod ke dalam larutan di atas, diguncangkan dengan
kuat, sementara stopwatch dijalankan.
4. Segera setelah reaksi mulai diambil dengan pipet 25 mL larutan,
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan natrium
asetat dan kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat dengan amilum
sebagai indikator.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 6/27
5. Cuplikan-cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sampai
campuran reaksi menjadi tidak berwarna.
B. 1. Dimasukkan 25 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulfat ke dalam labu
ukur dan diencerkan dengan air hingga 250 mL.
2. Dipindahkan larutan ini ke dalam labu erlenmeyer 300 mL bertutup.
3. Dipipet 25 mL larutan iod ke dalam larutan di atas, diguncangkan dengan
kuat, sementara stopwatch dijalankan.
4. Segera setelah reaksi mulai diambil dengan pipet 25 mL larutan,
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan aseton
dan kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat dengan amilum sebagai
indikator.
5. Cuplikan-cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 10 menit sampai
campuran reaksi menjadi tidak berwarna.
C. 1. Dimasukkan 25 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulfat ke dalam labu
ukur dan diencerkan dengan air hingga 250 mL.
2. Dipindahkan larutan ini ke dalam labu erlenmeyer 300 mL bertutup.
3. Dipipet 25 mL larutan iod ke dalam larutan di atas, diguncangkan dengan
kuat, sementara stopwatch dijalankan.
4. Segera setelah reaksi mulai diambil dengan pipet 25 mL larutan,
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan asam
sulfat dan kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat dengan amilum
sebagai indikator.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 7/27
5. Cuplikan-cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 10 menit sampai
campuran reaksi menjadi tidak berwarna.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 8/27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Percobaan Titrasi Waktu (s) Volume Na2S2O3
A
1 0 39,4 mL
2 240 38,2 mL
3 480 32,9 mL
4 720 30 mL
5 960 40 mL
6 1200 23,6 mL
7 1440 18,2 mL
B
1 0 22,1 mL
2 600 19,5 mL
3 1200 13,8 mL
4 1800 10,8 mL
5 2400 7,3 mL
6 3000 1,6 mL
C
1 0 25 mL
2 600 15,7 mL
3 1200 6 mL
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 9/27
4.2 Reaksi
I2 + 2e-
2I-
2 S2O32-
S4O62-
+ 2e-
I2 + 2 S2O32-
2I-
+ S4O62-
Reaksi lengkap: 2 Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2 NaI
4.3 Perhitungan
1. Perhitungan mmol I2
mmol I2 ≈ 2 mmol Na2S2O3
mmol Na2S2O3 = V Na2S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = ½ x mmol Na2S2O3
mmol I2 = ½ x V Na2S2O3 x M Na2S2O3
Percobaan A
- mmol I2 = ½ x V Na2S2O3 x M Na2S2O3
- mmol I2 = ½ x 39,4 mL x 0,01 M = 0,1970 mmol
- mmol I2 = ½ x 38,2 mL x 0,01 M = 0,1910 mmol
- mmol I2 = ½ x 32,9 mL x 0,01 M = 0,1645 mmol
- mmol I2 = ½ x 30 mL x 0,01 M = 0,1500 mmol
- mmol I2 = ½ x 40 mL x 0,01 M = 0,2000 mmol
- mmol I2 = ½ x 23,6 mL x 0,01 M = 0,1180 mmol
- mmol I2 = ½ x 18,2 mL x 0,01 M = 0,0910 mmol
Percobaan B
- - mmol I2 = ½ x V Na2S2O3 x M Na2S2O3
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 10/27
- mmol I2 = ½ x 22,1 mL x 0,01 M = 0,1105 mmol
- mmol I2 = ½ x 19,5 mL x 0,01 M = 0,0975 mmol
- mmol I2 = ½ x 13,8 mL x 0,01 M = 0,1380 mmol
- mmol I2 = ½ x 10,8 mL x 0,01 M = 0,0540 mmol
- mmol I2 = ½ x 7,3 mL x 0,01 M = 0,0365 mmol
- mmol I2 = ½ x 1,6 mL x 0,01 M = 0,0800 mmol
Percobaan C
- mmol I2 = ½ x V Na2S2O3 x M Na2S2O3
- mmol I2 = ½ x 25 mL x 0,01 M = 0,1250 mmol
- mmol I2 = ½ x 15,7 mL x 0,01 M = 0,0785 mmol
- mmol I2 = ½ x 6 mL x 0,01 M = 0,0300 mmol
2. Penentuan Konsentrasi I2
[ I2 ] =)(
2
mLVtot
I mmol
V tot = 25 mL cuplikan + 10 ml Na-CH3COOH + 1 mL amilum + V Na2S2O3
Percobaan A
-
[ I2]1 =
=
= 2,6127 x 10
-3
M
- [ I2]2 =
=
= 2,5741 x 10
-3M
- [ I2]3 =
=
= 2,3875 x 10
-3M
- [ I2]4 =
=
= 2,2727 x 10
-3M
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 11/27
- [ I2]5 =
=
= 2,6316 x 10
-3M
- [ I2]6 =
=
= 1,9799 x 10
-3M
- [ I2]7 =
=
= 1,6790 x 10
-3M
Percobaan B
- [ I2]1 =
=
= 1,9019 x 10
-3M
- [ I2]2 =
=
= 1,7568 x 10
-3M
- [ I2]3 =
=
= 2,7711 x 10
-3M
- [ I2]4 =
=
= 1,1538 x 10
-3M
- [ I2]5 =
=
= 8,4296 x 10-4
M
- [ I2]6 =
=
= 2,1277 x 10
-3M
Percobaan C
- [ I2]1 =
=
= 2,0492 x 10
-3M
- [ I2]2 =
=
= 1,5184 x 10
-3M
- [ I2]3 =
=
= 7,1429 x 10
-3M
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 12/27
3. Penentuan Kecepatan Reaksi
V = -dt
I d ][2
Percobaan A
-V1 =
s)0240(
M)102,6127-105741,2(
tt
II -3-3
12
1222 1,6083 x 10-7
M/s
-V2 =
s)0480(
M)102,6127 -103875,2(
tt
II 3-3-
13
1232 4,6917 x 10-7
M/s
-V3 =
s)0720(
M)102,6127 -102727,2(
tt
II 3-3-
14
1242 4,7222 x 10-7
M/s
-V4 =
s)0960(
M)102,6127 -106316,2(
tt
II 3-3-
15
1252-1,9688 x 10
-8M/s
-V5 =
s)01200(
M)102,6127 -109799,1(
tt
II 3-3-
16
12625,2733 x 10
-7 M/s
-V6 =
=
= 6,4840 x 10
-7 M/s
Percobaan B
-V1=
s)0600(
M)101,9019 -107568,1(
tt
II 3-3-
12
1222 2,4183 x 10-7
M/s
-V2 =
s)01200(
M)101,9019-107711,2(
tt
II 3-3-
13
12327,2433 x 10
-7 M/s
-V3 =
s)01800(
M)101,9019-101538,1(
tt
II 3-3-
14
1242 4,1561 x 10-7
M/s
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 13/27
-V4 =
s)02400(
M)101,9019 -104296,8(
tt
II 3-4-
15
1252 4,4123 x 10-7
M/s
-V5 =
s)03000(
M)101,9019-101277,2(
tt
II 3-3-
16
1262 -7,5267 x 10-8
M/s
Percobaan C
-V1 =
s)0600(
M)102,0492-105184,1(
tt
II 3-3-
12
1222 8,8467 x 10-7
M/s
-V2 =
s)01200(
M)102,0492-101429,7(
tt
II 3-3-
13
1232 -4,2448 x 10-6
M/s
4.3.4 Penentuan Hukum Kecepatan Reaksi
1. Percobaan A
[I2] (M) Log I2 V (M/s) Log V Log Vreg2,5741 x 10
-3
2,3875 x 10-3
2,2727 x 10-3
2,6316 x 10-3
1,9799 x 10-3
1,6790 x 10-3
-2,5894
-2,6221
-2,6435
-2,5798
-2,7034
-2,7749
1,6083 x 10-7
4,6917 x 10-7
4,7222 x 10-7
-1,9688 x 10-8
5,2733 x 10-7
6,4840 x 10-7
-6,7936
-6,3287
-6,3259
-
-6,2779
-6,1882
-6,5723
-6,4920
-6,4394
-6,5958
-6,2923
-6,1168
a.Grafik Sebelum Regresi
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 14/27
B, Grafik Setelah Regresi
V = k [I2]b
Log V = log k + b log [I2]
Persamaan : y = -2,4553x – 12,93
y = Log V
b = -2,4553
Log k = -12,93
k = 1,1749 x 10-13
Hukum laju reaksi : V = 1,1749 x 10-13
[I2]-2,4553
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 15/27
2. Percobaan B
[I2] (M) Log I2 V (M/s) Log V Log Vreg
1,7568 x 10-3
2,7711 x 10-3
1,1538 x 10-3
8,4296 x 10-4
2,1277 x 10-3
-2,7553
-2,5573
-2,9379
-3,0742
-2,6721
2,4183 x 10-7
7,2433 x 10-7
4,1561 x 10-7
4,4123 x 10-7
-7,5267 x 10-8
-6,6165
-6,1401
-6,3813
-6,3553
-
-6,3521
-6,2973
-6,4027
-6,4405
-6,3291
a. Grafik Sebelum Regresi
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 16/27
b. Grafik Setelah Regresi
V = k [I2]b
Log V = log k + b log [I2]
Persamaan : y = 0,277x – 0,5889
y = Log V
b = 0,277
Log k = - 0,5889
k = 0,2577
Hukum laju reaksi : V = 0,2577 [I2]-0,277
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 17/27
3. Percobaan C
[I2] (M) Log I2 V (M/s) Log V Log Vreg
8,4296 x 10-4 2,1277 x 10
-3 -3,0742
-2,6721
8,8467 x 10-7 -4,2448 x 10
-6 -6,0532
-
-
-
a. Grafik Sebelum Regresi
-
b. Grafik Setelah Regresi
-
4.1 Pembahasan
Pada percobaan ini akan ditentukan orde reaksi pengurangan iod terhadap
suatu reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalisis oleh asam. Proses pada
percobaan ini dimulai dengan mencampurkan aseton dengan asam sulfat dan air.
Dalam hal ini asam sulfat berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi
dengan memberikan H+
dalam larutan sehingga akan terbentuk suatu elektrofil
pada atom karbon yang nantinya akan digunakan untuk membentuk ikatan
rangkap terhadap atom karbon yang lainnya sehingga ikatan rangkap tersebut
dapat diadisi oleh suatu iod sehingga iod yang digunakan akan semakin
berkurang. Larutan aseton yang telah diencerkan kemudian ditambahkan dengan
sejumlah iod, setelah semua iod dimasukkan stopwatch dihidupkan. Setelah itu
dengan segera sebagian larutan diambil dan dimasukkan ke dalam larutan
cuplikan yang terdiri dari campuran 10 mL natrium asetat dan 1 mL amilum.
Adapun natrium asetat berfungsi untuk memastikan reaksi berjalan sempurna,
sedangkan amilum digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 18/27
titrasi. Larutan ini berwarna biru sebab terbentuk kompleks iod dengan amilum.
Selanjutnya larutan dititar dengan natrium tiosulfat untuk mengetahui konsentrasi
iod diawal reaksi. Tapi pada awal percobaan yang menggunakan selang waktu 4
menit dan 10 menit, praktikan tidak memasukkan amilum ke dalam larutan
cuplikan, ini diakibatkan karena praktikan tidak teliti dalam menjalankan prosedur
percobaan. Sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori.
Cuplikan-cuplikan selanjutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sejak
pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam
larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai
dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitar
cuplikan. Oleh karenanya hasil yang diperoleh seharusnya menunjukkan bahwa
selang waktu tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume
natrium tiosulfat. Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod,
sejalan dengan bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang
semakin bening. Hal ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan
diawal, konsentrasinya semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses
reaksi dengan aseton.
Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka dapat
dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.
Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk
menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi
yang dapat ditentukan.
Dalam percobaan ini ditentukan pula orde reaksi terhadap pengurangan
aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal ini dapat dilihat pada
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 19/27
percobaan B dan C. Pada percobaan B digunakan larutan aseton dengan volume
yang lebih kecil dari percobaan A, sedangkan pada percobaan C akan dilihat
pengaruh katalis asam terhadap suatu laju reaksi dimana volume katalis yang
digunakan lebih kecil dari percobaan A. Dari percobaan yang dilakukan dapat
dilihat bahwa semakin bertambahnya waktu reaksi maka kecepatan pengurangan
iod akan semakin berkurang untuk percobaan A serta pengurangan katalis asam
akan membuat laju reaksi semakin lambat. Hal ini dapat dilihat pada percobaan C
dimana kecepatan reaksinya berkurang dibanding dengan kecepatan reaksi pada
percobaan A.
Pada percobaan ini, data yang diperoleh semua percobaan terdapat
kesalahan, dimana seharusnya data yang diperoleh harus semakin menurun, tetapi
pada data ketiga percobaan terjadi kenaikan dan penurunan jumlah volume
natrium tiosulfat yang menyebabkan data menjadi tidak teratur. Hal ini
disebabkan karena pada pengambilan data tersebut terjadi masalah pada
pemipetan larutan dan saat titrasi akan dilakukan, masalah ini karena kesalahan
praktikan yang kurang cekatan melakukan percobaan dan karena adanya masalah
pada alat yang digunakan juga karena praktikan lupa memasukkan amilum.
Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k) = 1,1749 x 10-13
dan b sebagai kemiringan = -2,4553. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju
reaksi (k) = 0,2577dan b sebesar = 0,277. Sedangkan untuk percobaan C tidak
diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k) dan b. Ini disebabkan karena pada percobaan
C diperoleh V2 negatif sehingga percobaan C hanya mempunyai 1 data, ini tidak
memungkinkan untuk dibuat grafikny
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 20/27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hukum laju reaksi dari ionisasi aseton adalah untuk percobaan A dengan V =
V = 1,1749 x 10-13
[I2]-2,4553
; percobaan B dengan V = 0,2577 [I2]-0,277
;
sedangkan percobaan C tidak mem;punyai nilai V.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah konsentrasi
pereaksi dan katalis. Semakin besar konsentrasi reaktan, reaksi berlangsung
cepat demikian pula dengan katalis, dengan adanya katalis reaksi akan
berlangsung semakin cepat.
5.2 Saran
Alat yang akan digunakan untuk percobaan harus dalam keadaan bersih
dan baik. Dan ada baiknya jika laboratorium memperbaharui dan melengkapi
semua alat dan bahan praktikum yang dibutuhkan agar praktikum dapat berjalan
lancar dan percobaan yang dilakukan bisa lebih baik.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 21/27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
The rate of a reaction is defined as the change in concentration of any of
its reactants or products per unit time. There are six factors that affect the rate of a
reaction (Goldberd, 2005):
1. The nature of the reactants. Carbon tetrachloride (CCl4) does not burn in
oxygen, but methane (CH4) burns very well indeed. In fact, CCl4 used to be used
in fire extinguishers, while CH4 is the major component of natural gas.
2. Temperature. In general, the higher the temperature of a system, the faster the
chemical reaction will proceed. A rough rule of thumb is that a 10 ˚C rise in
temperature will approximately double the rate of a reaction.
3. The presence of a catalyst. A catalyst is a substance that can accelerate (or slow
down) a chemical reaction without undergoing a permanent change in its own
composition. For example, the decomposition of KClO3 by heat is accelerated by
the presence of a small quantity of MnO2. After the reaction, the KClO3 has been
changed to KCl and O2, but the MnO2 is still MnO2.
4. The concentration of the reactants. In general, the higher the concentration of
the reactants, the faster the reaction.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 22/27
5. The pressure of gaseous reactants. In general, the higher the pressure of gaseous
reactants, the faster the reaction. This factor is merely a corollary of factor 4, since
the higher pressure is in effect a higher concentration.
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi dari salah satu
reaktan atau produk per unit waktu. Ada enam faktor yang mempengaruhi laju
reaksi (Goldberd, 2005):
1. Sifat reaktan. Karbon tetraklorida (CCl4) tidak terbakar dalam oksigen, tapi
metana (CH4) dapat terbakar dengan sangat baik. CCl4 digunakan untuk
digunakan dalam alat pemadam kebakaran, sedangkan CH4 merupakan komponen
utama gas alam.
2. Suhu. Secara umum, suhu yang lebih tinggi dari sistem maka akan
mempercepat reaksi kimia. Kenaikan suhu sekitar 10 °C akan mempercepat laju
reaksi.
3. Adanya katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat (atau
memperlambat) suatu reaksi kimia tanpa mengalami perubahan dari komposisi
reaksi itu sendiri. Misalnya, dekomposisi KClO3 oleh panas dipercepat oleh
kehadiran sejumlah kecil MnO2. Setelah reaksi, KClO3 berubah menjadi KCl dan
O2, tetapi MnO2 tidak mengalami perubahan.
4. Konsentrasi reaktan. Secara umum, semakin tinggi konsentrasi dari reaktan,
semakin cepat reaksi.
5. Tekanan gas reaktan. Secara umum, semakin tinggi tekanan dari reaktan gas,
semakin cepat reaksi. Faktor ini merupakan konsekuensi faktor 4, karena tekanan
tinggi ini berlaku konsentrasi yang lebih tinggi.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 23/27
Semua reaksi kimia adalah susunan ulang dalam pola inti atom relatit
terhadap sesamanya, dan dalam proses ini jarak antara berbagai atom berubah
dalam rentang kontinu. Tetapi, pada suatu saat, mayoritas terbesar dari atom-atom
yang hadir dalam sistem itu hadir sebagai sesuatu atau lainnya dalam jumlah kecil
dari spesies kimia yang jelas, yakni H2, O2, OH, H2O dan sebagainya, dan dengan
alasan inilah mekanisme reaksi dapat ditafsirkan dalam jumlah tidak terbatas.
Seperti kimia yang dipakai dalam kinetik adalah susunan yang lebih kurang stabil
dari inti atom, masing-masing dicirikan dalam keadaan dasarnya oleh konfigurasi
geometri tertentu sebagai pangkal getarannya (Denbigh, 1993).
Tahap pertama dalam analisis kinetika tentang reaksi adalah menentukan
stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping. Dengan demikian, data
dasar tentang kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada waktu
yang berbeda-beda setelah reaksi dimulai. Karena laju reaksi kimia umumnya
peka terhadap temperatur, maka temperatur campuran reaksi harus dijaga supaya
konstan selama reaksi berlangsung. Jika tidak, maka laju yang diamati akan
merupakan laju rata-rata pada temperatur yang berbeda-beda, yang tak berarti.
Syarat ini menyebabkan tuntutan yang keras pada perancangan eksperimen
(Atkins, 1997).
Hukum laju mempunyai dua penerapan utama. Penerapan praktisnya:
setelah kita mengetahui hukum laju dan konstanta laju, kita dapat meramalkan
laju reaksi dari komposisi campuran. Penerapan teoritis hukum laju ini adalah
hukum laju merupakan pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap mekanisme
yang diajukan harus konsisten dengan hukum laju yang diamati (Atkins, 1997).
Penentuan orde reaksi secara praktek dapat dilakukan dengan metode:
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 24/27
a. Metode Integrasi
Salah satu cara untuk menentukan orde reaksi adalah dengan jalan
mencocokkan persamaan laju reaksi. Masalah utama yang terdapat dalam metode
ini adalah reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan. Tetapi cara ini merupakan cara penentuan orde reaksi yang paling
tepat.
b. Metode Laju Reaksi Awal
Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan yang
dapat mempengaruhi hasil percobaan dapat ditiadakan. Pada metode ini, prosedur
yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi awal dengan konsentrasi awal
reaktan yang berbeda-beda.
c. Metode Waktu Paruh
Secara umum, untuk suatu reaksi yang berorde n, waktu paruh reaksi
sebanding dengan 1/c0n-1, dimana c0 adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data
hasil percobaan dimasukkan ke dalam persamaan diatas, kemudian dibuat kurva
yang berbentuk garis lurus dengan cara yang sama seperti pada metode integrasi,
adanya reaksi samping mempengaruhi ketepatan metode ini (Bird, 1993).
Reaksi antara aseton dan iod dalam larutan air :
CH3COCH3 + I2 CH3COCH2I
Berjalan lambat tanpa katalis. Dalam suasana asam reaksi ini berlangsung dengan
cepat dan hukum laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai :
C ba H I asetonk
dt
I d ][][][' 2
2
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 25/27
dengan menggunakan aseton dalam asam dalam jumlah berlebih, persamaan
diatas dapat diubah menjadi : b I k
dt
I d ]['
2
2 dengan k’ = k [aseton]
a[H
+]C
Reaksi ini dapat dimonitor dengan cara menentukan konsentrasi I2 sebagai fungsi
waktu. Dari data ini ditentukan nilai b, yaitu orde reaksi terhadap iod. Orde reaksi
terhadap aseton dan terhadap asam dapat ditentukan dengan cara mengubah
konsentrasi awal kedua zat tersebut (Taba dkk., 2010).
Laju reaksi awal adalah laju reaksi setelah segera pereaksi dicampur. Laju
ini dapat diperoleh dengan membagi perubahan konsentrasi pereaksi yang terjadi
dalam interval waktu pendek yang mengikuti awal reaksi (∆ pereaksi) dengan
interval waktu (∆t). Laju awal juga sama dengan kemiringan garis tangen pada
t=0. Perhitungan yang didasarkan pada laju awal hanya berlaku bila interval
waktunya (Petrucci, 1992).
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 26/27
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W., 1997, Kimia Fisika Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Bird, T., 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Denbigh, K., 1993, Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia Edisi Keempat, UI-
Press, Jakarta.
Goldberd, E. D., 2005, Beginning Chemistry Third Edition, McGraw-Hill, NewYork.
Petrucci, R. H., dan Suminar., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern,
Edisi Keempat Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
8/3/2019 Lap Kinetika
http://slidepdf.com/reader/full/lap-kinetika 27/27
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 12 April 2010
Asisten, Praktikan,
(Tiur Mauli) (Imelda Sunaryo)