lap adb blok 6 calma g0008239

Upload: salma-asri-nova

Post on 09-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN INDIVIDU BLOK 6 HEMATOLOGI SKENARIO 1

PERANAN BESI DALAM SINTESIS HEMOGLOBIN

OLEH : SALMA ASRI NOVA G0008239 Kelompok 4

NAMA TUTOR : Dr. Yuwono Hadisuparto, SpPK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Defisiensi besi dikenal sebagai defisiensi nutrisi paling umum di seluruh dunia. Anemia defisiensi besi akibat defisiensi nutrisi merupakan masalah utama nutrisi yang memiliki prevalensi paling tinggi. Anemia bukanlah penyakit suatu kesatuan tersendiri, tetapi merupakan gejala dari beberapa penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai label anemia tetapi perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti index eritrosit dan morfologi eritrosi sehingga dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Anemia Defisiensi Besi, merupakan salah satu jenis anemia hipokromik mikrositer. Jenis anemia yang mempunyai warna yang pucat dan mempunyai ukuran yang abnormal yaitu lebih kecil dari biasanya. B. Perumusan Masalah Masalah yang ditemui dalam skenario ini adalah: 1. Bagaimana mekanisme sintesis hemoglobin yang normal? 2. Bagaimanakah metabolisme besi dalam tubuh? 3. Apa ADB (Anemia Defisiensi Besi) itu? 4. Apakah penyebab, gejala dan tanda ADB? 5. Bagaimana patogenesis, patofisiologi serta penatalaksanaan ADB? C. Tujuan Tujuan penulisan laporan ini agar mahasiswa mampu mencapai tujuan pembelajaran (learning outcome) yang meliputi: 1. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit-penyakit hematologi. 2. Menyusun data dari gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinis dan pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan sutau diagnosis penyakit hematologi. 3. Menjelaskan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hematologi. 4. Mampu menentukan diagnosis dan diagnosis banding penyakit hematologi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang misalnya pemeriksaan laboratorium. 5. Mampu memutuskan dan menangani problem secara mandiri. D. Manfaat Penulisan 1. Mengetahui secara lebih lanjut mengenai anemia defisiensi besi.

2. Mengetahui hubungan atau korelasi antara penyakit dengan gejala yang muncul. 3. Mengetahui penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada pasien dalam skenario E. Kasus Skenario An. Samson, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan pucat. Menurut anamnesis dari ibu, anaknya terlihat pucat sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang menyertai adalah demam yang tidak terlalu tinggi, perut mual dan susah makan. Sejak kecil Samson memang tidak suka makan daging. Kata guru TKnya, saat mengikuti pelajaran, Samson sering tertidur di kelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, bising jantung, tidak didapatkan hepatomegali maupun splenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8.0 g/dL. Dokter memberikan tablet tambah darah untuk Samson.

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Sintesis Hemoglobin 1. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria. Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil KoA oleh kerja enzim kunci asam 8aminolevulinat (ALA) dengan koenzimnya adalah Piridoksal Sulfat (vit B6) yang dirangsang oleh eritropoietin. 2. Kemudian membentuk molekul pirol. Porfobilinogen : precursor segera porfirin cincin pirol dengan rantai samping asetil, propionil dan aminometil. Empat molekul porfobilinogen menjadi satu molekul uroporfirinogen III dikonversi menjadi coproporphyrinogen III kemudian diubah jadi prothophorbirin IX. 3. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk Ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. 4. Masing-masing molekul heme bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada poliribosom,membentuk suatu subunit Hb yang disebut rantai Hb. 5. Empat dari rantai-rantai Hb ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secra longgar membentuk molekul Hb yang lebih lengkap.

1. 2 suksinil Ko-A + 2 glisin pirol 2. 4 pirol protoporfirin IX 3. Protoporfirin IX + Fe++ Heme 4. Heme + Polipeptida Rantai Hb ( atau ) 5. Ex. 2 Rantai + 2 Rantai Hb A Gambar 1. Pembentukan hemoglobin B. Metabolisme Besi Bilirubin makrofag Hemoglobin diuraikan Feritin hemosiderin Heme Enzim Jaringan Hemoglobin Sel darah merah transferin Fe plasma Fe yang diabsorbsi Fe yang disekresi

besi bebas

besi bebas

Gambar 2. Pengangkutan besi dan metabolismenya Ketika besi diabsorbsi dari usus halus, besi tersebut segera bergabung di dalam plasma darah dengan beta globulin, yakni apotransferin untuk membentuk transferin, yang selanjutnya diangkut dalam plasma. Besi ini berikatan secara longgar di dalam transferin dan akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan di setiap tempat dalam tubuh. Dalam sitoplasma sel, besi bergabung dengan apoferitin untuk membentuk feritin. Besi yang disimpan sebgai feritin disebut besi cadangan. Di tempat penyimpanan, terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang lebih sedikit dan bersifat sangat tidak larut, disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi jumlah yang dapat ditampung oleh feritin (Guyton, 2007). Kompleks besi transferin dan reseptor transferin masuk ke dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis. Besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit akan dibebaskan dari endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi, sedangkan transferin akan kembali ke dalam sirkulasi. Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses menjadi heme. Bila masa hidup sel darah merah telah habis dan sel telah dihancurkan, hemoglobin akan dilepaskan dari sel dan dicerna oleh sel makrofag-monosit.

Di sini, terjadi pelepasan besi bebas, dan dismpan terutama di tempat penyimapanan feritin yang akan digunakan untuk pembentukan hemoglobin baru (Guyton, 2007). Pelepasan besi dari makrofag tidak secara langsung, tetapi melalui proses oksidasi di permukaan sel agar terjadi perubahan bentuk ferro menjadi ferri sehingga dapat diangkut oleh transferin plasma. Reaksi oksidasi tersebut dikatalisis oleh seruloplasmin. Sedangkan komponen tetrapirol pada heme diubah menjadi bilirubin, yang terutama diekresikan lewat empedu (Murray, 2003). C. ADB (Anemia Defisiensi Besi) 1. Etiologi a. Kehilangan besi akibat pendarahan menahun. b. Faktor nutrisi: akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik. c. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan. d. Gangguan absorbsi besi: gasektomi, tropical sprure, atau colitis kronik. e. Infeksi cacing tambang. 2. Patogenesis ADB Kekurangan asupan zat besi menyebabkan cadangan zat besi semakin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositik sehingga disebut anemia defisiensi besi. 3. Gejala dan Tanda a. Gejala Umum Anemia (Anemyc syndrome) Kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 gr/dl, penurunan kadar hemoglobin terjadi secara perlahan-lahan. Pucat pada jaringan di bawah kulit dan konjungtiva. Badan lemah.lesu, cepat lelah. Mata berkunang-kunang, telinga mendenging.

b. Gejala Khas Defisiensi Besi

Koilonychias: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. Atrofil papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena lidah papil lidah menghilang. Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. 4. Disfagia : nyeri telan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim.

Diagnosis Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut : a. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan. b. Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi. c. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-). d. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe. 5. Diagnosis BandingADB derajat animea MCV MCH Besi Serum TIBC Saturasi Transferin ringan sampai berat menurun menurun menurun 360 menurun 50 g/l N

6. Penatalaksanaan a. Terapi kausal adalah terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tunuh (iron replacement therapy). c. Diet makanan bergizi d. Penambahan vitamin C diimbangi dengan makanan yang mendukung. e. Preparat Fe per oral (ferro sulfat, ferrous gluconat, dll) dan parenteral (iron dextrin complex) D. Perbedaan ADB dengan Anemia penyakit Kronis Anemia karena penyakit kronik adalah anemia yang terjadi akibat manifestasi dari penyakit kronis. Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit,gangguan metabolisme besi, dan gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoietin. Dilihat dari table diagnosis banding, terdapat perbedaan yang signifikan. Pada ADB kadar TIBC meningkat >360,tetapi pada anemia karena penyakit kronik menurun