landasan teori 2.1 2.1.1 definisi supervisi...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Supervisi Pendidikan.
2.1.1 Definisi Supervisi Pendidikan.
Menurut Purwanto (2008:76) supervisi adalah
“membantu para guru dan pegawai sekolah dalam
melakukan pekerjaan secara efektif memerlukan suatu
aktivitas pembinaan yang direncanakan ”. Sedangkan
menurut Boardman dalam Sahertian (2010: 17)
“supervisi adalah suatu usaha menstimulasi,
mengkoordinasi, dan membimbing secara terus
menerus kompetensi guru-guru di sekolah
baik secara individual maupun secara kolektif,
agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam
mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Oleh
karena itu mereka dapat menstimulasi dan
membimbing pertumbuhan tiap murid secara
terus menerus serta mampu dan lebih cakap
berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi
modern”.
Dari dua pendapat tersebut di atas jelas terdapat
beberapa perbedaan yaitu definisi dari Purwanto terlalu
simple dan memuat hal– hal yang pokok saja jadi
kurang spesifik terhadap hal- hal apa yang akan
direncanakan ataupun tentang pekerjaan apa yang
perlu dibantu, tetapi menurut Sahertian lebih terurai
dan jelas usaha apa saja yang akan dilakukan, dengan
cara apa melakukannya, serta jelas pula tujuannya.
12
Sehingga Kepala Sekolah dalam melakukan Supervisi
Akademik lebih melaksanakan lebih jelas panduannya.
Supervisi pendidikan bagian Supervisi adalah
program pembinaan guru dan personil pendidikan.
Supervisi merupakan pemantauan oleh pembina dan
Kepala sekolah terhadap implementasi MBS termasuk
pelaksanaan kurikulum, penilaian KBM di kelas,
pelurusan penyimpangan, peningkatan keadaan
(Slameto, 2009:142). Lain dengan Jasmani (2013:27)
yang menyatakan bahwa:
“Supervisi pendidikan adalah segala bantuan
dari supervisor dan atau semua pemimpin
kepala sekolah untuk memperbaiki
manajemen sekolah dan meningkatkan
kinerja staf/guru dalam menjalankan tugas,
fungsi, dan kewajibannya sehingga tujuan
pendidikan dapat dicapai dengan optimal.
Caranya, dengan memberi bantuan,
dorongan, pembinaan, bimbingan, dan
memberi kesempatan bagi pengelola sekolah
dan para guru untuk memperbaiki dan
mengembangkan kinerja dan profesional
ismenya”.
Supervisi akademik merupakan bagian supervisi
pendidikan yang menitik beratkan pada upaya
memberikan bantuan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dan professional guru sebagai pengelola
proses belajar di kelas. Menurut Muslim (2009: 41)
“supervisi akademik diberi pengertian sebagai
serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru
dalam bentuk pelayanan professional yang diberikan
13
oleh supervisor (kepala sekolah, penilik sekolah dan
pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan
hasil belajar mengajar”.
Menurut Mulyasa (2013: 249) supervisi akademik
adalah bantuan professional kepada guru, melalui
tahap perencanaan yang sistematis, pengamatan yang
cermat, dan umpan balik yang objektif dan segera,
sehingga guru dapat menggunakan balikan tersebut
untuk memperbaiki kinerjanya.
Supervisi akademik bukan hanya membantu
guru dalam memahami pendidikan dan apa peran
sekolah dalam mencapai tujuannya, tapi juga perlu
juga membantu guru dalam memahami keadaan dan
kebutuhan siswanya, sebagai dasar analisis dalam
menyusun program pembelajaran secara tepat
(Arikunto, 2009: 12) agar pembelajaran menjadi lebih
berkualitas.
Dari berbagai pendapat di atas peneliti
menyimpulkan bahwa hakekat supervisi akademik
adalah suatu usaha untuk membantu guru agar guru
dalam bekerja lebih profesional. Akan tetapi menurut
Arikunto dan Muslim definisinya kurang jelas dan
masih bersifat umum karena belum menunjukan
langkah- langkah dari pelaksanaan supervisi akademik.
berbeda dengan Mulyasa uraian lebih jelas, terinci dan
lebih spesifik serta menunjukkan langkah- langkah
tindakan supervisi akademik.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa supervisi
akademik adalah kegiatan berupa bantuan dan
bimbingan yang diberikan oleh supervisor yaitu
pengawas sekolah dan kepala sekolah kepada guru
14
dalam meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran,
sehingga akan mendorong peningkatan prestasi belajar
peserta didik yang pada akhirnya dapat meningkatkan
mutu pendidikan.
2.1.2 Tujuan supervisi akademik
Tujuan supervisi akademik adalah untuk
mengembangkan situasi proses pembelajaran yang
lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi
mengajar. Secara lebih terperinci tujuan supervisi
akademik adalah (Burhanuddin, 2005 : 100) :
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran.
b. Mengendalikan penyelenggaraan bidang tehnis
edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan dan
kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
d. Menilai sekolah dalam pelaksanaan tugasnya,
memberikan bimbingan langsung untuk
memperbaiki kesalahan, kekurangan, membantu
memecahkan masalah yang dihadapi sekolah.
Peneliti lain yaitu Sudjana (2011:56) menjelaskan
bahwa supervisi akademik diselenggarakan dengan
tujuan membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalnya dalam melaksanakan tugas pokok dan
tanggungjawabnya yakni melaksanakan pembelajaran
yang mendidik.
Menurut Sergiovanni (dalam Departemen
Pendidikan Nasional, 2007:10), ada tiga tujuan
15
supervisi akademik :
a. Supervisi akademik dilakukan untuk membantu
guru dalam mengembangkan kompetensi
profesionalismenya serta memahami akademik,
kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan
mengajarnya dan menggunakan kompetensinya
melalui teknik-teknik tertentu.
b. Supervisi akademik dilakukan untuk memonitor
kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.
Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui
kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat
guru sedang mengajar, percakapan pribadi
dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan
sebagian peserta didik.
c. Supervisi akademik dilakukan untuk memberi
semangat pada guru menerapkankemampuannya
dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru dalam mengembangkan
kemampuannya sendiri, serta mendorong guru
agar ia memiliki perhatian yang sungguh-
sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu
guru mengembangkan kemampuannya mencapai
tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik.
Oleh sebab itu melalui supervisi akademik guru
hendaknya mengusai kompetensi yang harus
dimilikinya yakni kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi
16
professional sebagaimana dituangkan dalam
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007.
Dari berbagai uraian tentang tujuan Supervisi
akademik di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
tujuan supervisi akademik diselenggarakan dalam
rangka meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran
melalui pemantauan dan penilaian dalam penyusunan
RPP dan kegiatan proses belajar di sekolah agar
diketahui sejauh mana tercapainya tujuan
pembelajaran. Pemantauan dan penilaian bisa
dilakukan melalui kunjungan dan observasi kelas pada
saat guru melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran
dikatakan berkualitas apabila peserta didik melakukan
aktivitas belajar yang mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, kreatif, inovatif dan menyenangkan serta
mencapai hasil belajar yang optimal sehingga peserta
didik mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
dan memiliki rasa keingintahuan lebih lanjut.
2.1.3 Teknik- Teknik Supervisi Akademik
Salah satu kompetensi Kepala Sekolah adalah
melaksanakan supervisi akademik. Untuk
melaksanakan supervisi akademik secara benar
diperlukan ketrampilan konseptual, interpersonal, dan
teknikal. Oleh karena itu Kepala Sekolah harus mampu
menerapkan teknik- teknik supervisi yang tepat dalam
melaksanakan supervisi akademik. Menurut Arikunto
(2004:54-58) terdapat 2 jenis teknik supervisi yaitu:
2.1.3.1 Teknik Perorangan
17
Yang dimaksud dengan teknik perorangan
dalam kegiatan supervise adalah bantuan yang
dilakukan secara sendiri oleh petugas supervisI, baik
terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas (Arikunto,
2004: 54). Teknik perorangan antara lain:
(1) Mengadakan kunjungan kelas (Classroom
Visitation) Yang dimaksud dengan kunjungan
kelas atau classroom visitation adalah pengawas
atau kepala sekolah berkunjung ke sebuah
kelas, baik ketika sedang berlangsung kegiatan
untuk melihat atau mengamati guru yang
sedang mengajar, ataupunn ketika kelas sedang
kosong, atau sedang berisi siswa tetapi guru
sedang tidak mengajar (Arikunto, 2004: 55).
(2) Mengadakan observasi kelas (classroom
observation), yang dimaksud dengan observasi
kelas atau classroom observation ialah
pengawas atau kepala sekolah berkunjung ke
sebuah kelas dengan maksud untuk
mencermati situasi atau peristiwa yang sedang
berlangsungdi kelas yang bersangkutan
(Arikunto, 2004: 55).
(3) Mengadakan wawancara perseorangan
(individual interview) Wawancara perseorangan
dilakukan apabila supervisor berpendapat
bahwa dia menghendaki adanya jawaban dari
individu tertentu. Hal ini adapat dilakukan
apabila, (a) ada masalah khusus pada individu
guru atau staf sekolah lain yang penyelesaianya
tidak boleh di dengar oleh orang lain. (b) apabila
18
supervisor ingin mengecek kebenaran data yang
sudah dikumpulkan dari orang lain. Dalam hal
ini wawancara perseorangan adalah teknik yang
tepat agar orang yang diwawancari tidak
terpengaruh oleh pendapat orang lain (Arikunto,
2004: 56).
(4) Mengadakan wawancara kelompok (group
interview) Teknik wawancara ini dalam bahasa
Inggris di kenal dengan sitilah round table (meja
bundar). Dikatakan demikian karena round
table menghendaki adanya persyaratan yang
harus dilakukan, yaitu situasi dan peraturan
duduk dalam diskusi adalah posisi duduk
hendaknya dalam posisi lingkaran yang bundar,
dimana setiap anggota kelompok mempunyai
kedudukan dan hak yang sama. Demikian juga
pewawancara sebaiknya duduk juga dalam
lingkaran, berada di antara anggota kelompok
yang lain (Arikunto, 2004: 56).
2.1.3.2 Teknik supervisi kelompok
a. Mengadakan pertemuan atau rapat (Meeting)
Fungsi komunikasi dalam manajemen sekolah
dapat terlaksana dengan baik apabila masing-
masing warga sekolah mempunyai hak yang
sama untuk mengemukakn pendapat, dan segala
informasi yang ada dapat dengan segera sampai
ke semua warga dengan cepat dan dengan tepat
pula (Arikunto, 2004: 57).
b. Mengadakan diskusi kelompok (group Discussion)
Diskusi kelompok dapat juga digunakan untuk
19
mempertemukan pendapat antar pimpinan dalam
bentuk pertemuan khusus antar staff pimpinan
saja. Diskusi kelompok dapat diselenggarkan
dengan mengundang atau mengumpulkan guru-
guru bidang studi sejenis atau yang berlainan
sesuai dengan keperluannya (Arikunto, 2004: 57).
c. Mengadakan penataran-penataran (in service
training) Salah satu wadah untuk meningkatlkan
kompetensi guru dan staff sekolah adalah
penataran. Dalam klasifikasi pendidikan,
penataran dikategorikan sebagai in service
training, sebagai bentuk lain dari pre service
training, yang merupakan pendidikan sebelum
yang bersangkutan menjadi pegawai yang resmi
(Arikunto, 2004: 57).
d. Seminar, banyak guru yang membutuhkan
sertifikat yang dapat diakui sebagai angka kredit
sejak diberlakukan kenaikan pangkat dengan
jabatan fungsional,. Cara yang baik dalam
mengikuti seminar adalah apabila dilakukan
dengan sungguh-sungguh, serius, dan cermat
mengikuti presentasi dan acara tanya jawab
(Arikunto, 2004: 58).
Menurut Mulyasa (2013:245) “Supervisor
hendaknya pandai memilih teknik- teknik supervisi
yang sesuai, sehingga tepat dengan tujuan yang akan
dicapai” itulah yang melandasi peneliti dalam memilih
melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)
dengan menggunakan teknik supervisi akademik
20
individual kunjungan kelas karena banyak
kelebihannya dan sesuai dengan permasalahan yang
ada di SD Negeri Klampoklor.
2.1.4 Pendekatan Supervisi akademik.
Menurut Sahertian (Sahertian, 2000:44-52).
pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan
supervisi akademik, ada 3, yaitu:
2.1.4.1 Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan
terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor
memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh
perilaku supervisor lebih dominan. Oleh karena guru
ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan
rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat
menggunakan penguatan (reinforcement) atau
hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat
dilakukan dengan perilaku supervisor adalah:
menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi
contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan.
2.1.4.2 Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah
cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya
tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara
langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih
dulu mendengarkan secara aktif apa yang
dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan
sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan
permasalahan yang mereka alami. Guru
mengemukakan masalahnya supervisor mencoba
21
mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-
guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-
direktif adalah: mendengarkan, memberi penguatan,
menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah.
2.1.4.3 Pendekatan Kolaboratif
Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif
adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non–direktif menjadi
pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor
maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk
menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam
melaksanakan proses percakapan terhadap masalah
yang dihadapi guru.
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan
oleh peneliti adalah pendekatan kolaboratif.
2.1.5 Supervisi Akademik Kunjungan Kelas
Supervisi kunjungan dan observasi kelas adalah
kegiatan kepala sekolah langsung mengamati kegiatan
guru dalam melaksanakan tugas utamanya, mengajar,
penggunaan alat, metode, dan teknik mengajar serta
keseluruhan dengan faktor yang mempengaruhinya.
Selanjutnya Sagala (2010:187- 188) mengatakan dalam
supervisi kunjungan kelas dapat dilaksanakan dengan
tiga pola yaitu:
(1) Kunjungan kelas tanpa diberitahu
(unannounced visition) di mana supervisor
tiba-tiba datang ke kelas tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, sedangkan
22
guru sedang mengajar.(2) Kunjungan kelas
dengan pemberitahuan terlebih dahulu
(announced visitition) sebelum mengadakan
kunjungan supervisormemberitahu guru
bahwa dia akan mengunjungi kelas pada
waktu yang telah ditetapkan.(3) Kunjungan
atas undangan guru (visit upon invitation)
artinya gurulah yang mengundang supervisor
untuk mengunjungi kelas pada saat ia
mengajar dengan prinsip ingin dibantu untuk
meningkatkan kualitas diri dalam situasi
belajar mengajar.
Purwanto (2005), selanjutnya menyatakan bahwa
teknik kunjungan kelas (classroom visitation) yaitu
seorang supervisor (kepala sekolah, penilik atau
pengawas) untuk melihat atau mengamati seorang guru
yang sedang mengajar dengan cara berkunjung
sewaktu-waktu di kelas yang disupervisi.Tujuannya
untuk mengobservasi bagaimana guru mengajar
apakah sudah memenuhi syarat-syarat didaktis atau
metodik.
Menurut Arikunto (2009: 54) yang dimaksud
dengan kunjungan kelas atau classroom visitation
adalah kunjungan yang dilakukan oleh pengawas atau
kepala sekolah ke sebuah kelas, baik ketika kegiatan
sedang berlangsung untuk melihat atau mengamati
guru yang sedang mengajar, ataupun ketika kelas
sedang kosong, atau sedang berisi siswa tetapi guru
sedang tidak mengajar. Kunjungan dan observasi kelas
sangat bermanfaat untuk mendapatkan informasi
tentang proses belajar mengajar secara langsung, baik
23
yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan dan
kelemahamnnya (Mulyasa, 2013: 245).
Melalui teknik ini, kepala sekolah dapat
mengamati secara langsung kegiatan guru dalam
melakukan tugas utamanya, mengajar, penggunaan
alat, metode, dan teknik mengajar secara keseluruhan
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hasil
observasi kelas ini dapat digunakan oleh supervisor
bersama guru untuk menentukan cara-cara yang
paling tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan
kondisi belajar mengajar. Agar kunjungan kelas
berlangsung efektif, hendaknya dipersiapkan dengan
teliti dan secara hati-hati dilaksanakan dengan
penampilan yang baik pula.
Jadi kunjungan kelas dimaksudkan untuk
melihat lebih dekat situasi dan suasana kelas secara
keseluruhan. Apabila kunjungan tersebut dijumpai hal-
hal yang baik atau kurang pada tempatnya, maka
pengawas atau kepala sekolah dapat mengundang guru
atau siswa diajak berdiskusi menggali lebih dalam
tentang kejadian tersebut. Yang penting untuk diingat
adalah bahwa dari kunjungan kelas seperti ini
sebaiknya diperoleh hasil dalam bentuk bantuan atau
pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran. Dengan kata lain, sebaiknya terjadi
diskusi yang akrab dan dialog yang hangat antara
supervisor dengan guru atau siswa sehingga diperoleh
kesepakatan yang harmonis.
Langkah-langkah supervisi kunjungan kelas:
a. Persiapan
24
Menurut Pidarta (2009; 104) persiapan yang
dilakukan ketika akan melakukan supervisi kunjungan
kelas adalah:
(1).Memeriksa catatan hasil supervisi yang
lampau (2)Memeriksa kelemahan- kelemahan
bersama guru yang bersangkutan (3)
Memeriksa informasi tetang kelemahan pada
guru.(4)Mencatat kasus- kasus tersebut
bersama guru yang bersangkutan.(5)Memilih
kelemahn- kelemahan untuk diperbaiki.(6)
Menentukan waktu untuk supervisi.
Menurut Hartoyo (2006:93) “Awal keberhasilan hasil
supervisi dipengaruhi oleh perencanaan yang baik, oleh
karena itu perencanaan yang matang “.
b. Proses supervisi
Pada tahap ini, guru melakukan kegiatan
pembelajaran sesuai rencana pembelajaran (RPP) yang
telah dibuat. Selanjutnya supervisor melakukan
observasi berdasarkan instrumen atau pedoman
observasi yang telah disediakan. Tahap pelaksanaan
supervisi kunjungan kelas sebagai berikut, (1)
supervisor bersama guru memasuki ruang kelas tempat
proses pembelajaran akan berlangsung, (2) guru
menjelaskan kepada siswa tentang maksud kedatangan
supervisor di ruang kelas, (3) guru mempersilakan
supervisor untuk menempati tempat duduk yang telah
disediakan, (4) guru mulai melaksanakan kegiatan
mengacu pada rencana pembelajaran (RPP) yang telah
dibuat, (5) supervisor mengobservasi penampilan guru
berdasarkan format observasi yang telah disepakati, (6)
setelah guru selesai melaksanakan seluruh rangkaian
25
kegi-atan pembelajaran, bersama-sama dengan
supervisor meninggalkan ruang kelas dan pindah ke
ruang guru atau ruang pembinaan (Wahjanta, 2007:
43).
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti
simpulkan bahwa proses supervisi merupakan
pelaksanaan dari kegiatan supervisi untuk mengamati
jalannya pembelajaran yang dilakukan oleh guru,
sesuai dengan hal-hal yang telah direncanakan
sebelumnya.
c. Pertemuan balikan
Tahap akhir dari supervisi kunjungan kelas
adalah evaluasi dan refleksi. Supervisor dalam hal ini
kepala sekolah mengevaluasi hal-hal yang telah terjadi
selama observasi terhadap guru selama melaksanakan
proses pembelajaran. Tahap evaluasi merupakan
diskusi umpan balik antara supervisor (kepala sekolah)
dan guru. Suasana pertemuan penuh persahabatan,
bebas dari praduga yang kurang baik, dan tidak
bersifat mengadili. Supervisor memaparkan data secara
objektif sehingga guru dapat mengetahui kekurangan
dan kelebihan selama proses pembelajaran berlangsung
(Wahjanta, 2007: 43).
Untuk kasus-kasus atau kelemahan-kelemahan
kecil yang membutuhkan diskusi setelah supervisi,
dibawa ke pertemuan balikan. Karena jumlah kasus
atau guru yang disupervisi lebih dari satu dalam
satuan waktu tertentu maka pertemuan balikan ini
dilakukan secara bergantian. Kalau dalam satu hari
supervisi kunjungan kelas melakukan empat kali
26
supervisi dan semuanya membutuhkan pertemuan
balikan maka keempat guru ini perlu antre untuk
mendapatkan giliran berdiskusi dengan supervisor
dalam pertemuan balikan (Pidarta, 2009: 107).
Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pertemuan balikan adalah kegiatan
yang dilakukan setelah supervisor melakukan evaluasi
terhadap hasil supervisi akademik. Pertemuan balikan
dilakukan untuk memberitahukan kepada guru
terhadap kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki
selama proses supervisi berlangsung, supervisor dan
guru mencari solusi terhadap permasalahan yang
ditemukan selama pelaksanaan supervisi.
2.1.6 Ciri-ciri supervisi kunjungan kelas
Dalam melaksanakan penelitian tindakan
sekolah peneliti perlu memahami ciri- ciri teknik
supervisi yang dipilihnya. Beberapa ciri teknik supervisi
kunjungan kelas menurut Pidarta (2009: 100-103),
diantaranya sebagai berikut:
a. Menentukan waktu mengadakan supervise,
untuk menentukan kapan akan mengadakan
supervisi pada umumnya dengan cara tidak
memberitahu kedatangan supervisor, tetapi
bila ada guru yang merasa lemah dan
memutuskan untuk memperbaiki kelemahan
dengan disaksikan serta dibenarkan
supervisor maka mengundang supervisor.
Dalam hal ini penentuan waktu mengadakan
supervisi disepakati bersama, dan ditentukan
sebelum supervisi diadakan.
27
b. Bersifat individual artinya tidak dapat
dilakukan untuk mengobservasi guru lebih
dari satu orang dalam waktu yang sama.
c. Tidak ada pertemuan awal artinya teknik
kunjungan kelas ini tidak didahului oleh
pertemuan awal antara supervisor dengan
guru yang akan disupervisi.
d. Waktu supervisi cukup singkat artinya
supervisi kunjungan kelas dilakukan dalam
waktu singkat yaitu sekitar 5 sampai 10
menit. Supervisor tidak selalu duduk di
belakang kelas, bisa melihat dari kejauhan
atau mondar mandir di serambi kelas.
e. Dapat mengobservasi lebih dari satu kelas
artinya teknik supervisi ini memakan waktu
singkat sehingga memungkinkan supervisor
melihat beberapa kelas dalam waktu yang
tidak lama .
f. Dapat mengintervensi guru dan siswa dalam
kelas artinya supervisor boleh melakukan
intervensi baik terhadap guru dalam mengajar
maupun siswa yang sedang belajar.
g. Yang disupervisi adalah kasus-kasus,
supervisor telah mengantongi sejumlah kasus
guru ialah suatu perilaku guru dalam proses
pembelajaran yang belum benar.
h. Kunjungan dilakukan bisa sebelum dan
sesudah usai pembelajaran, di samping
mengunjungi guru yang sedang mengajar,
kunjungan dapat juga dilakukan sebelum dan
sesudah guru mengajar.
28
i. Boleh tidak mengadakan pertemuan balikan,
pertemuan balikan diadakan manakala
supervisor maupun guru yang disupervisi
merasa perlu mengadakan pertemuan balikan.
j. Tindak lanjut, kalau pertemuan balikan tidak
diadakan berarti tindak lanjut supervisi juga
tidak ada.
2.1.7 Instrumen supervisi
Untuk membantu supervisor dalam
melaksanakan supervisi diperlukan alat bantu yang
dinamakan instrumen. Ada beberapa macam
instrumen, namun instrumen pada umumnya
digunaknan dalam supervisi antara lain panduan
observasi, wawancara, kuisioner, dan panduan
penelusuran dokumen (Hartoyo, 2006:120-126).
Berikut ini adalah uraian penjelasannya.
2.1.7.1 Panduan observasi
Observasi kelas dilaksanakan untuk mengamati
proses pembelajaran yang terjadi, sehingga supervisor
dapat memberi feed back pada guru untuk
meningkatkan style dan kualitas pembelajarannya.
Untuk membantu supervisor fokus pada kegiatan
observasinya, diperlukan panduan observasi (Hartoyo,
2006: 120).
2.1.7.2 Panduan wawancara
Saat supervisor melakukan wawancara, baik
kepada guru, kepala sekolah, tenaga administrasi
29
sekolah atau pun siswa, supervisor membutuhkan
pedoman seputar data yang ingin diperolehnya dari
responden. Hal yang perlu diperhatikan supervisor
adalah wawancara merupakan kesempatan untuk
memperoleh informasi seluas-luasnya dari responden,
yang menguak pendapat responden.
Agar wawancara dapat berjalan lancar dan
efektif, supervisor perlu mempersiapkan outline
pertanyaan, meski dalam wawancara dapat dilakukan
improvisasi lebih mendalam. Alat bantu wawancara ini
dinamakan panduan wawancara. Panduan wawancara
meliputi identitas singkat responden dan pertanyaan
yang bersangkutan dengannya sesuai dengan
bidangnya (Hartoyo, 2006: 121-122).
2.1.7.3 Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk memperoleh
informasi dengan cara menyebarkan serangkaian
pertanyaan tertulis, yang jawaban dari responden
dituangkan secara tertulis pula pada lembar yang
tersedia. Keuntungan menggunakan kuesioner adalah
efektifitas waktu, karena kuesioner tidak memerlukan
pengawasan intensif dari supervisor. Namun, justru
karena tidak intensifnya pengawasan ini, data yang
diperoleh kemungkinan kurang sesuai dan kurang
lengkap dan kemungkinan terjadi manipulasi data atau
informasi. Oleh karena itu, kuesioner perlu
dirumuskan dengan baik sehingga valid dan reliable
sebagai alat pengumpul data, Hartoyo (2006: 124).
30
2.1.7.4 Panduan penelusuran dokumen
Panduan penelusuran dokumen digunakan oleh
supervisor utuk mengetahui ketersediaan dokumen
yang diperlukan. Dalam supervisi manajerial misalnya,
panduan penelusuran dokumen digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya arsip-arsip pembukuan,
barang, pegawai dan sebagainya. Dalam ruang lingkup
akademis, panduan penelusuran dokumen ini
digunakan untuk mengetahui dokumen guru dalam
mempersiapkan pembelajaran seperti RPP, silabus,
standar isi, standar kompetensi dan lain-lain (Hartoyo,
2006: 126).
2.1.8 Kelebihan dan Kekurangan Supervisi
Kunjungan Kelas
Kelebihan, ada beberapa kelebihan teknik
supervisi kunjungan kelas antara lain: (1) Karena
supervisi berlangsung dalam waktu yang singkat maka
dalam satuan waktu yang tidak panjang dapat
melakukan sejumlah supervisi. (2) Supervisi kunjungan
kelas yang hanya mengambil data sampel yang
diperlukan merupakan proses untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan kecil atau kasus-kasus negatif
tertentu dalam kaitannya dengan proses pembelajaran.
(3) Teknik supervisi kunjungan kelas adalah satu-
satunya teknik supervisi yang membolehkan supervisor
meperbaiki langsung kelemahan-kelemahan kecil yang
dilakukan guru ketika sedang mengajar dan mendidik
para peserta didik. (4) Teknik supervisi ini juga tidak
selalu membutuhkan pertemuan balikan dengan guru
yang disupervisi, sebab ada kalangan supervisor
31
memperbaiki kelemahan guru secara langsung dalam
proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian teknik
supervisi ini cukup efisien.
Kekurangan, ada dua kekurangan teknik
supervisi kunjungan kelas yaitu. (1) Teknik supervisi
kunjungan kelas yang berlangsung singkat untuk
mendapatkan sampel data, otomatis tidak mungkin
bisa mengumpulkan data secara lengkap dan utuh
tentang kemampuan atau kualitas guru yang
disupervisi. (2)Teknik ini tidak dapat dipakai
mensupervisi guru yang belum pernah disupervisi atau
yang datanya tidak diketahui sama sekali oleh
supervisor. Dengan kata lain supervisi ini hanya dapat
dipakai mensupervisi guru-guru yang sudah diketahui
kelemahan-kelemahannya ketika di supervisi dahulu
atau bersumber dari informasi tertentu tentang
kelemahan-kelemahan atau kasus-kasus itu, (Pidarta,
2009: 108-109).
2.2 Kinerja Guru.
2.2.1Pengertian Kinerja Guru.
Menurut As’ad (2006:62) yang dinamakan kinerja
seseorang adalah seberapa jauh seseorang mampu
melaksanakan pekerjaan dan dibandingkan dengan
hasil yang ingin dicapai. Sedangkan pendapat
Suryasubrata (2009:61) kinerja adalah kemampuan
yang ditunjukkan oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya.Kinerja seseorang ditentukan
oleh kemauan dan kemampuan seseorang untuk
bekerja keras.
32
Seseorang dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan
sesuai dengan apa yang direncanakan dengan hasil
yang baik berarti kinerja orang tersebut baik,
begitupun sebaliknya.
Menurut keputusan Mendikbud No. 025/O/1995
tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kridit (2001: 28)
bahwa kinerja guru meliputi kegiatan pelaksanaan
proses pembelajaran atau bimbingan meliputi: 1)
penyusunan program pengajaran atau praktik atau
bimbingan dan konseling; 2) penyajian program
pengajaran atau praktik aau bimbingan dan konseling;
3) evaluasi belajar atau praktik atau bimbingan dan
konseling; 4) analisis, remidial dan pengayaan.
Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai
prestasi kerja, pelaksanaan kerja, hasil kerja, atau
unjuk kerja. Kinerja, sebagaimana dinayatakan Smith
dalam Mulyasa (2007: 135) adalah ...out put drive from
processes, human or otherwise, jadi kinerja merupakan
hasil atau keluaran dari suatu proses. Sejalan dengan
itu, Mitchel dalam Mulyasa (2007: 137) menyatakan
bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu quality of
work, promptness, initiative, capability, and comunicatio.
Kelima aspek tersebut dapat dijadikan ukuran dalam
mengkaji kinerja tenaga kependidikan. Disamping itu,
untuk mengadakan pengukuran terhadap kinerja
diperlukan pengkajian khusus tentang kemampuan
dan komunikasi.
Untuk mencapai kinerja guru yang baik, maka
guru harus memiliki kemampuan dasar, kemampuan
akademik dan juga non akademik. Guru merupakan
33
jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus, pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh orang
yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan
kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang
mampu berbicara diberbagai bidang ilmu pengetahuan
belum tentu guru, untuk menjadi guru diperlukan
syarat-syarat khusus (Usman, 2008: 5).
2.2.2 Mengukur Kinerja Guru
Dengan dilaksanakannya kegiatan penilaian
dapat dikatakan bahwa seorang guru mendapatkan
perhatian dari atasannya sehingga dapat mendorong
para guru untuk lebih semangat lagi dalam bekerja,
tentu saja penilaian ini harus dilakukan secara
obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Kegiatan
tindak lanjut dari penilaian ini, memungkinkan untuk
guru dalam memperoleh imbalan jasa dari sekolah
seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi
wakil, ketua jurusan, modal untuk mendapatkan
kenaikan pangkat dengan sistem kredit.
Dalam melaksanakan tugas profesionalnya,
setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat
diketahui sejauh mana proses dan hasil kerja guru
tersebut. Evaluasi kinerja guru selain dilakukan oleh
Kepala Sekolah atau pengawas sekolah, dapat juga
dilakukan oleh peserta didik di kelas dimana guru yang
bersangkutan mengajar. Walaupun masih menjadi
kontroversi, penilaian kinerja guru oleh peserta didik
merupakan salah satu teknik penilaian yang bisa
mengidentifikasi kinerja guru yang sebenarnya.
34
Salah satu alasan yang melatar belakangi
penilaian guru dapat dilakukan oleh peserta didik
diantaranya disebabkan karena kultur masyarakat
Indonesia yang menganggap bahwa pekerjaan guru
masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti
Kepala Sekolah dan pengawas sekalipun tidak mudah
untuk mendapatkan data dan mengamati realitas
keseharian performance guru di hadapan peserta didik.
Memang program kunjungan kelas oleh Kepala
Sekolah atau pengawas, tidak mungkin di tolak oleh
guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha
menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek
perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran
hanya pada saat dikunjungi oleh kepala sekolah atau
pengawas saja. Selanjutnya ia akan kembali bekerja
seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang
matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang
tinggi.
Menurut Isjoni (2007: 19) bahwa ukuran kinerja
guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan
amanah, profesi yang diembannya dan rasa tanggung
jawab moral di pundaknya. Semua itu akan terlihat
kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam
menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan
tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan
dibarengi pula dengan rasa tanggung jawabnya
mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran
sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain
itu, guru juga sudah mempertimbangkan metode yang
akan digunakan, termasuk alat/media pembelajaran
yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang
35
digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.Lebih lanjut
dinyatakan bahwa kinerja guru menjadi optimal,
bilamana diintegrasikan dengan komponen
persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru,
karyawan maupun anak didik.
Sudarwan Danim (2002: 41) mengungkapkan
bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia
adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work
performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh
derajat penguasaan kompetensi yang memadai, karena
itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna
meningkatkan kompetensi guru.
Konsep kualitas atau mutu pembelajaran
dipandang sesuatu yang relatif, yang tidak selalu
mengandung arti yang bagus, baik, dan sebagainya.
Kualitas atau mutu dapat mengartikan sifat-sifat yang
dimiliki oleh suatu produk barang ataupun jasa yang
menunjukkan kepada konsumen kelebihan-kelebihan
yang dimiliki oleh barang atau jasa tersebut. Hal
tersebut senada dengan pendapat Yoyon B. Irianto
dalam casmita (2003:28) yang menyebutkan bahwa
”kualitas adalah paduan sifat- sifat barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi
pelanggan”
Berdasarkan Permendiknas No 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi akademik dan kompetensi
guru menyatakan bahwa Standar kompetensi guru ini
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi
utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
36
sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan tugas
keprofesionalan guru dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20(a) Tentang
Guru dan Dosen ditegaskan bahwa guru memiliki tugas
keprofesionalan dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Untuk mengetahui kinerja guru maka diperlukan
standar kinerja untuk dijadikan acuan dalam
mengadakan penilaian, yaitu membandingkan apa yang
dicapai dengan apa yang diharapkan.
2.2.3 Indikator Kinerja Guru
Penelitian ini tujuannya adalah untuk
meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran
sedangkan sasarannya adalah guru pemula di SD
Negeri Klampoklor. Jadi yang akan dikembangkan
kinerja guru pemula yang terkait dengan pelaksanaan
proses pembelajaran bagi guru kelas, meliputi kegiatan
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil
penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil
penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
37
dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran
tersebut mensyaratkan guru menguasai 14 (dua puluh
empat) kompetensi yang dikelompokkan ke dalam
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Untuk mempermudah penilaian dalam PK
GURU, 24 (dua puluh empat) kompetensi tersebut
dirangkum menjadi 14 (empat belas) kompetensi
sebagaimana dipublikasikan oleh BSNP (Badan Standar
Nasional Pendidikan).
Untuk mengetahui perubahan kinerja guru
pemula dalam pembelajaran digunakan alat Instrumen
Penilaian Kinerja Guru (IPKG). Dalam IPKG tersebut
dapat dilihat score yang telah dicapai guru dalam
proses pembelajaran. Selanjutkan dibandingkan score
sebelum diadakan tindakan dan score setelah diadakan
tindakan.
2.2.4 Langkah-Langkah Peningkatan kinerja Guru
Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak
telah mengemukakan tujuh langkah yang dapat
dilakukan sebagai berikut: (a) Mengetahui adanya
kekurangan dalam kinerja. (b) Mengenai kekurangan
dan tingkat keseriusan. (c) Mengidentifikasikan hal-hal
yang mungkin menjadi penyebab. (d) kekurangan baik
yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri. (e)
Mengembamgkan rencana tindakan tersebut. (f)
Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah
teratasi atau belum. (g) Mulai dari awal apabila perlu,
(Anwar, 2006: 22).
Dari peningkatan kinerja ini mempunyai hasil
dalam peningkatan karena semuanya mempunyai
38
kekurangan dan kelebihan, hal itu sangat berguna bagi
para karyawan. Dari berbagai uraian teori tentang
kinerja guru, maka yang dimaksud dengan kinerja guru
dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang
untuk melaksanakan tugasnya yang menghasilkan
hasil yang memuaskan guna tercapainya tujuan
organisasi kelompok dalam suatu unit kerja. Kinerja
guru dalam penelitian ini dapat diukur berdasarkan 4
dimensi, yaitu kinerja guru dalam perencanaan
pembelajaran, kinerja guru dalam pelaksanaan
pembelajaran, kinerja guru dalam evaluasi
pembelajaran, serta kinerja guru dalam melaksanakan
tindak lanjut.
Dalam melaksanakan tugas profesionalnya,
setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat
diketahui sejauh mana proses dan hasil kerja guru
tersebut. Evaluasi kinerja guru selain dilakukan oleh
Kepala Sekolah atau pengawas sekolah, dapat juga
dilakukan oleh peserta didik di kelas dimana guru yang
bersangkutan mengajar. Walaupun masih menjadi
kontroversi, penilaian kinerja guru oleh peserta didik
merupakan salah satu teknik penilaian yang bisa
mengidentifikasi kinerja guru yang sebenarnya.
Salah satu alasan yang melatar belakangi
penilaian guru dapat dilakukan oleh peserta didik
diantaranya disebabkan karena kultur masyarakat
Indonesia yang menganggap bahwa pekerjaan guru
masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti
Kepala Sekolah dan pengawas sekalipun tidak mudah
untuk mendapatkan data dan mengamati realitas
keseharian performance guru di hadapan peserta didik.
39
Memang program kunjungan kelas oleh Kepala
Sekolah atau pengawas, tidak mungkin di tolak oleh
guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha
menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek
perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran
hanya pada saat dikunjungi oleh kepala sekolah atau
pengawas saja. Selanjutnya ia akan kembali bekerja
seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang
matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang
tinggi.
Menurut Isjoni (2004: 19) bahwa ukuran kinerja
guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan
amanah, profesi yang diembannya dan rasa tanggung
jawab moral di pundaknya. Semua itu akan terlihat
kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam
menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan
tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan
dibarengi pula dengan rasa tanggung jawabnya
mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran
sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain
itu, guru juga sudah mempertimbangkan metode yang
akan digunakan, termasuk alat/media pembelajaran
yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang
digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.Lebih lanjut
dinyatakan bahwa kinerja guru menjadi optimal,
bilamana diintegrasikan dengan komponen
persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru,
karyawan maupun anak didik.
Sudarwan Danim (2002: 41) mengungkapkan
bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia
adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work
40
performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh
derajat penguasaan kompetensi yang memadai, karena
itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna
meningkatkan kompetensi guru.
Konsep kualitas atau mutu pembelajaran
dipandang sesuatu yang relatif, yang tidak selalu
mengandung arti yang bagus, baik, dan sebagainya.
Kualitas atau mutu dapat mengartikan sifat-sifat yang
dimiliki oleh suatu produk barang ataupun jasa yang
menunjukkan kepada konsumen kelebihan-kelebihan
yang dimiliki oleh barang atau jasa tersebut. Hal
tersebut senada dengan pendapat Yoyon B. Irianto
dalam Casmita (2003:28) yang menyebutkan bahwa
“kualitas adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi
pelanggan”.
Berdasarkan Permendiknas No 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi akademik dan kompetensi
guru menyatakan bahwa Standar kompetensi guru ini
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi
utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan tugas
keprofesionalan guru dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20(a) Tentang
Guru dan Dosen ditegaskan bahwa guru memiliki tugas
keprofesionalan dalam melaksanakan kegiatan belajar
41
mengajar yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Untuk mengetahui kinerja guru maka diperlukan
standar kinerja untuk dijadikan acuan dalam
mengadakan penilaian, yaitu membandingkan apa yang
dicapai dengan apa yang diharapkan.
2.3 Guru Pemula
2.3.1 Definisi Guru Pemula
Menurut Permendiknas No.27 tahun 2010 pasal 10 :
(1) Guru pemula yang berstatus CPNS/PNS
mutasi dari jabatan lain, yang telah
menyelesaikan program induksi dengan nilai
kinerja paling kurang kategori baik, yang
dibuktikan dengan sertifikat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 9 ayat (4) dapat
diusulkan untuk diangkat dalam jabatan
fungsional guru.
(2) Guru pemula yang berstatus CPNS/PNS
mutasi dari jabatan lain, yang belum
mencapai nilai kinerja dengan kategori baik
dapat mengajukan masa perpanjangan paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Guru pemula yang berstatus CPNS/PNS
mutasi dari jabatan lain, yang tidak mencapai
nilai kinerja dengan kategori baik dalam
masa perpanjangan, dapat ditugasi mengajar
sebagai guru tanpa jabatan fungsional guru.
(4) Guru pemula yang berstatus CPNS/PNS
mutasi dari jabatan lain, yang ditugasi
mengajar sebagai guru tanpa jabatan
fungsional guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dapat diusulkan untuk diangkat
42
dalam jabatan fungsional guru apabila telah
memiliki nilai kinerja paling kurang kategori
baik pada tahun berikutnya yang dibuktikan
dengan sertifikat sebagaimana dimaksud
pada Pasal 9 ayat (4).
(5) Guru pemula yang berstatus bukan PNS,
yang telah menyelesaikan program induksi
dengan nilai kinerja paling kurang kategori
baik, yang dibuktikan dengan sertifikat
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4)
dapat diusulkan untuk diangkat sebagai guru
tetap dan diangkat dalam jabatan fungsional
guru.
(6) Guru pemula yang berstatus bukan PNS,
yang belum mencapai nilai kinerja dengan
kategori baik dapat mengajukan masa
perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun.
(7) Guru pemula yang berstatus bukan PNS,
yang tidak mencapai nilai kinerja dengan
kategori baik dalam masa perpanjangan,
tidak dapat diangkat menjadi guru tetap.
(8) Guru pemula yang berstatus bukan PNS,
yang tidak mencapai nilai kinerja dengan
kategori baik dalam masa perpanjangan,
dapat ditugasi mengajar sebagai guru tanpa
jabatan fungsional guru.
(9) Guru pemula yang berstatus bukan PNS,
yang ditugasi mengajar sebagai guru tanpa
jabatan fungsional guru sebagaimana ayat
(8), dapat diusulkan untuk diangkat sebagai
guru tetap dan diangkat dalam jabatan
fungsional guru apabila telah memiliki nilai
kinerja paling kurang kategori baik pada
tahun berikutnya yang dibuktikan dengan
sertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal
9 ayat 4 .
43
Sedangkan di dalam pasal 6: guru pemula
memiliki kewajiban merencanakan, pembelajaran/
bimbingan dan konseling, melaksanakan
pembelajaran/ bimbingan dan konseling yang bermutu,
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/
bimbingan dan konseling, serta melaksanakan
perbaikan dan pengayaan. Jadi seorang guru pemula
karena kewajiban tersebut maka guru pemula haruslah
mempunyai kemampuan juga.
Juga dalam pasal 5 ada pula hak- hak guru
pemula yaitu:
a. pelaksanaan proses pembelajaran, bagi guru
kelas dan guru mata pelajaran;
b. pelaksanaan proses bimbingan dan konseling,
bagi guru bimbingan dan konseling;
c. pelaksanaan tugas lain yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah.
2.3 Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang supervisi pendidikan telah
banyak dilakukan, diantaranya adalah Wasonga,
Wanzare, dan Rari (2011: 117-120) yang berjudul
“Adults helping adults: Teacher-initiated supervisory
option for professional development”. Penelitian ini
membahas tentang pengawasan sebaya di kalangan
guru. Ini mempertimbangkan fokus, praktek, masalah
dan potensi pentingnya pengawasan sebaya dalam
memfasilitasi guru dalam upaya peningkatan
profesionalismenya. Pengawasan atau pembinaan rekan
44
sebaya adalah bagian penting untuk pengembangan
profesional yang memungkinkan guru untuk membuat
perubahan dalam praktik pembelajaran mereka dan
prosedur untuk tujuan meningkatkan prestasi siswa.
Ryan dan Gottfried (2012: 565-571) dalam
penelitiannya yang berjudul “Elementary SuperVision
and the Supervisor: Teacher Attitudes and Inclusive
Education”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
sebagai pengawas, pentingnya mengetahui diri sendiri,
dan mengetahui orang-orang bahwa ia sedang
mengawasi, sangat penting untuk keberhasilan
kelompok. Maksudnya adalah ketika akan dilakukan
supervisi maka supervisor harus mengetahui keadaan
guru yang akan disupervisi.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Sharma, Yusoff, Kannan, dan Baba (2011: 214-217)
yang berjudul “Concerns of Teachers and Principals on
Instructional Supervision in Three Asian Countries“. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengawasan yang
dilakukan tidak sungguh-sungguh atau hanya sekedar
melihat-lihat saja memberikan hasil yang tidak
maksimal. Dalam pelaksanaan supervisi diperlukan
adanya keterlibatan kepala sekolah, guru-guru serta
supervisor untuk kegiatan supervisi dapat berjalan
dengan baik dan juga diperoleh hasil yang maksimal.
Barinto (2012: 201-214) dalam penelitiannya
yang berjudul “Hubungan Kompetensi Guru Dan
Supervisi Akademik Dengan Kinerja Guru SMP Negeri
45
Se-Kecamatan Percut Sei Tuan” Hasil analisis yaitu: 1)
terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi
guru dengan kinerja guru. 2) terdapat hubungan yang
signifikan antara supervisi akademik dengan kinerja
guru, dan 3) terdapat hubungan yang signifikan antara
kompetensi guru dan supervisi akademik secara
bersama-sama dengan kinerja guru.
Ali Sudin (2008: 73) dalam penelitiannya yang
berjudul “Implementasi Supervisi Akademik Terhadap
Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar Se Kabupaten
Sumedang” Kesimpulan secara umum dari hasil
penelitian ini adalah pelaksanaan supervisi dalam
seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal, hal ini
terbukti dari persentase yang diperoleh sebesar 45,
27%. Secara pelaksanaan supervisi yang meyangkut
aspek pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori
cukup yaitu 56, 37%. Pelaksanaan supervisi yang
menyangkut aspek peningkatan kemampuan akademik
guru dalam pembelajaran berada dalam kategori cukup
yaitu 41%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut
aspek pengembangan profesi sebagai guru mata
pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori kurang
yaitu 35, 97%.
Suryani (2013: 234-139) dalam penelitiannya
yang berjudul “Pengelolaan Supervisi Akademik di SD N
1 Tampingan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal”
menyatakan bahwa Pelaksanaan supervisi akademik di
SDN 1 Tampingan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan. Strategi yang digunakan oleh kepala
46
sekolah dalam pelaksanaan supervisi adalah
penggunaan komunikasi dua arah untuk memudahkan
pelaksanaan komunikasi. Aspek yang dinilai dalam
supervisi akademik adalah sistematika pembelajaran,
penggunaan alat peraga serta evaluasi pembelajaran.
sikap kepala sekolah ketika melakukan supervise
pembelajaran tidak mengganggu jalannya
pembelajaran.
Dari beberapa penelitian di atas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini.
Persamannya adalah sama-sama membahas tentang
supervisi akademik yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja guru. Hasil penelitiannya
menyatakan supervisi akademik dapat meningkatkan
kinerja mengajar guru. Adapun penelitian ini adalah
penelitian tentang supervisi akademik yang lebih
spesifik yaitu supervisi akademik dengan teknik
kunjungan kelas.
48
Kepala Sekolah melakukan supervisi akademik
melalui kunjungan kelas terhadap guru pemula pada
saat menyusun RPP dan pada saat melaksanakan
proses pembelajaran. Adanya supervisi akademik
melalui kunjungan kelas guru merasa diperhatikan
serta selalu didukung untuk maju , ada tempat untuk
mencari solusi, kepala sekolah memberikan motivasi
pada guru untuk senantiasa melaksanakan
pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian
kinerja mengajar guru pemula dalam pembelajaran
menjadi meningkat. Kinerja Guru Pemula meningkat
membuat prestasi peserta didik meningkat pula.
2.6 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori serta kerangka
berpikir tersebut maka hipotesis dalam pelitian ini
adalah supervisi akademik kunjungan kelas dapat
meningkatkan kinerja guru mengajar pemula dalam
pembelajaran.