lamtoro sumber pakan potensial -...
TRANSCRIPT
i
Oleh:
Syamsul Hidayat Dilaga, Imran,
Santi Nururly, dan Padusung
LAMTORO SUMBER PAKAN
POTENSIAL
Komplek PLN Jl. Moh. Toha No. 176 Lama
Bandung - Jawa Barat 40423
Phone: 082311596074 - 081214044150
e-mail: [email protected]
website: www.penerbit-prc.com
ii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Lamtoro Sumber Pakan Potensial/Penulis: Syamsul Hidayat Dilaga, Imran,
Santi Nururly, dan Padusung
Edisi I, Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2016
viii + 358hlm.; 16,0 x 24,0 cm
ISBN: XXX-XXX-XXXX-XX-X
Lamtoro Sumber Pakan Potensial
Penulis: Syamsul Hidayat Dilaga;
Imran;
Santi Nururly;
Padusung
Editor: Syamsul Hidayat Dilaga;
Imran;
Santi Nururly;
Padusung
Layout: Asep S.
Desain sampul: Dino Octavianto
Diterbitkan pertama kali oleh:
Penerbit Pustaka Reka Cipta
Komplek PLN Jl. Moh. Toha No. 176 Lama, Bandung-Jawa Barat 40423
Phone: 082311596074 - 081214044150
e-mail: [email protected]
website: www.penerbit-prc.com
Rekening No. 8100091462 Bank BCA Kacapem Moh. Toha Bandung
a.n. Isbandi Basyar
Rekening No. 1141-01-004789-50-6 Bank BRI KCP Buah Batu
a.n. Isbandi Basyar
Anggota IKAPI
Hak cipta ©2013 dilindungi Undang-undang pada Penulis
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menterjemahkan
sebagian atau seluruhnya isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Cetakan I: Desember 2016
ISBN: XXX-XXX-XXXX-XX-X
iii
Kata Pengantar
Lamtoro merupakan tanaman leguminosa pohon yang banyakditemukan di seluruh tanah air. Tanaman ini berasal dari AmerikaTengah dan Meksiko. Penyebaran lamtoro di Asia pertama kali keFiliphina, dibawa oleh bangsa Spanyol pada abad XVI. Mereka mem-bawa biji lamtoro untuk ditanam di perkebunan kopi, sebagai peneduh.Dari sinilah kemudian lamtoro menyebar ke seluruh dunia. Di Indo-nesia lamtoro pertama kali ditanam di Pulau Jawa, untuk keperluanpertanian dan kehutanan. Kemudian menyebar keseluruh Indonesia.Selain sebagai tanaman peneduh, lamtoro digunakan pula sebagaitanaman pakan, tanaman pagar, dan tanaman penghasil kayu bakar.
Buku ini menghimpun berbagai informasi prihal keunggulanlamtoro sebagai pakan. Landasan penyusunannya dari berbagaipengalaman penulis melakukan penelitian kaji terap di Pulau Sumbawa.Tujuan buku ini disusun agar dapat menjadi pedoman bagi mereka yangpeduli terhadap pembangunan peternakan, khususnya sapi. Harapanyang diinginkan adalah supaya usaha ternak mereka menjadi me-nguntungkan.
Aneka macam penelitian itu telah memperkaya pengalamanpenulis, dan melalui kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:
1. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikandan Kebudayaan RI yang telah memberikan dana Penelitian HibahBersaing (PHB), Program Ipteks bagi Wilayah (IbW), dan ProgramIpteks bagi Inovasi dan Kreatifitas Kampus (IbIKK), sertaKementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang men-jadi penyandang dana Penelitian Prioritas Nasional MasterplanPercepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (PENPRINASMP3EI) 2011-2025 kepada kami, sehingga kami dapat melakukanpenelitian.
iv
2. Manajemen Project Applied Reseach and Innovative System inAgricultural (ARISA) Australia yang memungkinkan kami untukikut ambil bagian sebagai Tim Peneliti di Pulau Sumbawa. Khususkepada Ir. Dahlanuddin, M.Rur.Sc., Ph.D koordinator Tim ProjectARISA Fakultas Peternakan Universitas Mataram atas segalaperhatian, bantuan, dan kerjasama yang telah diberikan kepadakami.
3. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian, Ketua Lembaga PengabdianKepada Masyarakat Universitas Mataram beserta seluruh jajarannyaatas segala fasilitas yang telah diberikan, sehingga memperlancarpelaksanaan penelitian dan pengabdian masyarakat yang kamilakukan.
4. Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Pemerintah KabupatenSumbawa Barat atas kerjasama yang diberikan selama kami me-laksanakan penelitian.
5. Kepala berserta seluruh jajaran Balai Pembibitan Ternak danHijauan Makanan Ternak (BPTHMT) Serading, Sumbawa ataskerjasama yang telah diberikan.
6. Para kelompok peternak selaku mitra kami di dalam melaksana-kan penelitian.
7. Prof. Ir. Suhubdy Yasin,Ph.D, atas saran dan kritik yang diberikan.Fahrul Irawan, S.Pt., MSi, dan Sasya, atas segala bantuannya dalampengeditan naskah buku ini sampai siap cetak. Juga Bapak IsbandiBasyar dan seluruh staf redaksi Penerbit Pustaka Reka CiptaBandung atas kerjasamanya. Semoga buku yang sederhana inibermanfaat bagi mereka yang bergerak di bidang usaha peternakandi tanah air, aamiin.
Mataram, 09 September 2016
Penyusun
v
Kata Pengantar ........................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................
Daftar Tabel .............................................................................................
Daftar Gambar ........................................................................................
Bab 1 Pendahuluan ..........................................................................A. Asal Usul Lamtoro .........................................................B. Jenis-Jenis Lamtoro ........................................................
Bab 2 Pembibitan Lamtoro .............................................................A. Menggunakan Biji ..........................................................B. Menggunakan Cabutan (Stum) ....................................C. Menggunakan Semaian Dalam Plastik Polybag ........D. Menggunakan Stek ........................................................E. Menggunakan Kultur Jaringan ....................................
Bab 3 Mengelola Lamtoro ...............................................................A. Mengelola Lamtoro di Padang Penggembalaan .......B. Sistem Potong dan Angkut ...........................................C. Pengawetan .....................................................................
Bab 4 Keunggulan Lamtoro ............................................................A. Dari Sisi Agronomi .........................................................B. Dari Sisi Nutrisi ..............................................................C. Dari Sisi Lainnya ............................................................
Bab 5 Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan ................................A. Sapi Bunting ....................................................................B. Sapi Perah ........................................................................C. Sapi Potong......................................................................
Bab 6 Tumpangsari Lamtoro Dengan Tanaman Lain ...............A. Tumpangsari Dengan Tanaman Pakan ......................B. Tumpangsari Dengan Tanaman Pangan ....................
Daftar Isi
iii
v
vii
ix
113
889
101213
15151718
19192022
26262829
373739
vi
424244
46474849
53
55
59
Bab 7 Ekonomi Lamtoro ..................................................................A. Beberapa Contoh ............................................................B. Kesejahteraan Masyarakat ............................................
Bab 8 Peran Lamtoro Dalam Konservasi Lingkungan ..............A. Pemanasan Global ..........................................................B. Gas Rumah Kaca ............................................................C. Pengendalian Pemanasan Global ................................
Bab 9 Penutup ...................................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................
Biografi Penulis .....................................................................................
vii
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Daun dan Biji Lamtoro ......................
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Lamtoro dan Rumput Bermuda(%BK) .......................................................................................
Tabel 3. Perbandingan Bobot Lahir Pedet (kg) dari Induk yangMendapat Pakan Berbeda .....................................................
Tabel 4. Pertambahan Bobot Harian Pedet (PBBH), Kg/hari ........
Tabel 5. Proporsi VFA Individual yang Dihasilkan dari RumputGajah dan Lamtoro (%) .........................................................
Tabel 6. Kebutuhan Bibit Lamtoro Per Hektar Lahan YangDitanam Sistem Lorong ........................................................
Tabel 7. Pendapatan Petani Sistem Integrasi dengan Non Integrasi
Daftar Tabel
21
22
28
30
30
38
44
viii
ix
Gambar 1. Lamtoro gung + biji ..........................................................
Gambar 2. Lamtoro mini + biji ...........................................................
Gambar 3. Lamtoro cv taramba + biji ................................................
Gambar 4. Pembibitan lamtoro sistem cabutan/stum ...................
Gambar 5. Tatacara penyemaian lamtoro dalam plastik polybag(Dikutip dari Dahlanuddin et al., 2014a). ......................
Gambar 6. Pembibitan lamtoro menggunakan plastik polybag ...
Gambar 7. Pengangkutan bibit hasil semaian menggunakanplastik polybag ..................................................................
Gambar 8. Tanaman lamtoro di areal pastura .................................
Gambar 9. Pengangkutan lamtoro yang baru selesai dipotong ....
Gambar 10. Beberapa Bagian dari Tanaman Lamtoro ......................
Gambar 11. Pemberian daun lamtoro kepada sapi bunting ............
Gambar 12. Pemberian daun lamtoro kepada sapi potong .............
Gambar 13. Pertumbuhan pedet jantan sapi sumbawa lepas sapihyang diberi pakan rumput dibanding lamtoro ............
Gambar 14. Pertanaman Lamtoro Sistem Lorong .............................
Gambar 15. Integrasi lamtoro dengan rumput raja ..........................
Gambar 16. Integrasi lamtoro dengan kacang tanah ........................
Gambar 17. Integrasi lamtoro dengan tanaman cabe .......................
Gambar 18. Integrasi lamtoro dengan tanaman jagung ...................
Gambar 19. Integrasi lamtoro dengan tanaman kedele ...................
Daftar Gambar
4
5
7
9
10
11
12
16
17
19
27
31
32
37
39
40
40
41
41
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Tanaman lamtoro (leucaena glauca) banyak ditemukan di semua
tempat di Indonesia, terbukti dari sebutan nama tanaman ini yang
berbeda-beda di suatu daerah. Meskipun sebarannya cukup luas, namun
lamtoro bukanlah tanaman asli Indonesia. Dari mana asal usul dan jenis-
jenis lamtoro yang dikenal di tanah air, akan diuraikan berikut ini.
a. Asal Usul Lamtoro
Lamtoro (leucaena glauca), berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko
(Brewbaker et al.,1985). Dijelaskan lebih lanjut bahwa lamtoro mem-
punyai banyak nama tergantung Negara tempat tumbuhnya, seperti
Leucaena (Australia, Amerika Serikat), Ipil-ipil, Elena, Kariskis (Philippina),
Lamtoro (Indonesia), Petai Jawa (Malaysia), Yin ho huan (Tiongkok), White
Leadtree (Inggris), Fauxmimosa (Perancis), Krathin (Thailand), Kubabul atau
Subabul (India), Koa hoa le (Hawaii), Tangantangan (beberapa Kepulauan
di Pasifik), Cassis (Vanuatu), Guaje (Mexico), Huaxin (Amerika Tengah),
Lamandro (Papua Nugini). Di Indonesia nama lamtoro juga dikenal
dengan sebutan Petai Cina. Di beberapa daerah di Indonesia lamtoro
disebut dengan nama lain Kemlandingan (Jawa), Belandingan
(Lombok), dan Kawa Manila (Sumbawa), Lamentoro, Petai Selong
(Manggarai Flores).
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial2
Tanaman lamtoro termasuk familia mimosa. Orang menyebut
tanaman ini sebagai “the miracle tree”, pohon ajaib. Hal ini karena
kegunaan tanaman ini yang begitu banyak. Lamtoro digunakan sebagai
tanaman pencegah erosi, meningkatkan kesuburan lahan, pohon
peneduh pada perkebunan kopi dan kakao, sumber kayu bakar, penahan
angin, tanaman jalur hijau, pohon tempat merambat tanaman yang
melilit seperti lada, vanili, markisa, biasa dipakai untuk tanaman pagar
karena tanaman ini berupa pohon, dengan ketinggian mencapai 18
meter, tergantung jenisnya. Petai Cina juga merupakan tanaman
penghasil pulp untuk produksi kertas, kulit batangnya (pepagan)
sebagai penghasil zat samak dan zat pewarna merah, coklat, dan hitam.
Daun dan polong serta tangkainya yang masih muda merupakan sumber
pakan potensial bagi sapi.
Daun lamtoro majemuk menyirip, beranak daun 20 – 30 dengan
bentuk lonjong. Bunga lamtoro berbentuk bola berwarna putih yang
tumbuh di ketiak daun. Buah petai cina berpolong mengandung 15-30
biji, berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua berubah men-
jadi coklat mengkilap. Polong dan biji yang masih muda digunakan
untuk lalap, ataupun untuk bahan baku pembuatan botok (masakan
khas Jawa); sedangkan biji yang sudah tua digunakan untuk membuat
tempe lamtoro.
Klasifikasi Lamtoro (Leucaena leucocephala) seperti ditulis Ruslin
(2011) dan Yahya (2014) adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Family : Leguminoseae
Subfamily : Papilionaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucanena leucocephala
Spesies Leucanena leucocephala inilah yang banyak dibudidayakan
di tanah air. Penyebaran Lamtoro di Asia dilakukan oleh Bangsa
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 3
Spanyol. Mereka membawa biji tanaman ini pertama kali ke Pilipina
pada akhir Abad XVI. Biji tersebut mereka jadikan bibit dan setelah
tumbuh, tanaman lamtoro ditanam di areal perkebunan guna dijadi-
kan sebagai peneduh tanaman kopi. Selain itu, daun lamtoro diguna-
kan sebagai pakan ternak. Tanaman lamtoro yang sudah tua dijadikan
sebagai kayu bakar. Dari Pilipina kemudian tanaman lamtoro menyebar
luas ke pelbagai bagian dunia. Keberadaan lamtoro di Indonesia,
pertama kali ditemukan di Pulau Jawa untuk kepentingan pertanian
dan kehutanan. Kemudian menyebar ke tempat lain termasuk Malay-
sia. Itulah sebabnya di Malaysia tanaman ini di sebut sebagai”petai
jawa”.
b. Jenis-jenis Lamtoro
Beberapa jenis lamtoro yang telah dikenal dan dibudidayakan di
dunia. Menurut catatan Gutteridge dan Shelton, (1998) paling sedikit
ada 17 jenis, diantaranya adalah:
• Leucaena leucocephala cv. Cunningham
• Leucaena leucocephala K636
• Leucaena leucocephala Q25221
• Leucaena leucocephala CP161227
• Leucaena pallida K818
• Leucaena pallida K803
• Leucaena pallida CSIRO composite
• Leucaena pallida K376
• Leucaena diversifolia K156
• Leucaena diversifolia CP146568
• Leucaena leucocephala x Leucaena diversifolia (KX3) K636 x K156
• Leucaena leucocephala x Leucaena pallida (KX2)K8 x K376
• Leucaena leucocephala x Leucaena pallida (KX2)K748 x K636 (F1)
• Leucaena pallida x Leucaena leucocephala (KX2)K806 x K636 (F1)
• Leucaena pallida x Leucaena leucocephala (KX2) K8 x K376
• Leucaena pallida K806 x K748
• Leucaena pallida K953
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial4
Adapun jenis lamtoro yang dikenal dan banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah:
• Lamtoro gung (Leucaena leucocephala varietas K28)
Gambar 1. Lamtoro gung + biji
Lamtoro gung berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Dapat
tumbuh setinggi 7 hingga 18 meter, pada curah hujan 650 – 3000
mm/tahun. Produksi daun sekitar 20 ton/ha/tahun dan produksi
biji 500 – 700 kg/ha. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam
300 x 300 meter dengan kebutuhan biji 5 – 6 kg/ha. Jenis lamtoro
ini tidak tahan kutu loncat (Heteropsylla cubana).
• Lamtoro mini (Desmanthus virgatus)
Asal dari Amerika. Tanaman belukar dengan ketinggian 2 – 3 meter,
pada curah hujan 1000 – 1500 mm/tahun. Tanaman ini bersifat pe-
rennial, dapat tumbuh di tanah berpasir pada ketinggian 0 – 300
meter dari permukaan laut. Lamtoro mini tahan panas dan kering.
Produksi daun dapat mencapai 7 ton BK/ha/tahun; sedangkan
produksi biji antara 500 – 600 kg/ha. Penanaman dilakukan dengan
jarak tanam 60 x 60 cm dengan kebutuhan biji 2 – 3 kg/ha.
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 5
• Lamtoro cv Cunningham
Lamtoro varietas Cunningham telah banyak dibudidayakan di
Indonesia. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), varietas ini
diperkenalkan oleh Proyek IFAD (International Fund for Agricul-
tural Development) pada Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara
Barat saat itu, antara tahun 1982-1987. Tanaman ini berasal dari
Australia, merupakan hasil persilangan antara Lamtoro varietas
Salvador dengan Lamtoro varietas Peru. Di Burma, lamtoro cv. Peru
dan Cunningham dapat tumbuh dengan baik di daerah
pegunungan pada ketinggian 1000-1700 meter dari permukaan laut
(Richard, 1981).
• Lamtoro diversifolia
Merupakan jenis yang relatif lebih tahan terhadap serangan kutu
loncat (Heteropsylla cubana). Dapat tumbuh pada lahan yang terjal.
Pada tahun 1980-an telah dilakukan okulasi antara L. leucocephala x
L. diversifolia yang tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang
tahan kutu loncat. Hasilnya cukup bagus, namun tanaman hasil
okulasi yang tahan terhadap invasi kutu loncat relatif rendah.
Gambar 2. Lamtoro mini + biji
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial6
Diduga penyebabnya adalah mungkin masih ada pengaruh dari
batang bagian bawah.
• Lamtoro cv taramba
Merupakan hasil persilangan Leucaena leucocephala dengan Leucaena
pallida. Hibrid Leucaena ini dikenal dengan istilah KX2. Kelebihan
dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat(Heteropsylla
cubana). Produksi daun lebih tinggi dibanding Leucaena leucocephala.
Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya sedikit.
Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami
segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan
menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya. Biji
Lamtoro taramba pertama kali dibawa ke Indonesia pada tahun
2011 oleh Project Australia Centre for International Agricultural
Research (ACIAR). Menurut Dahlanuddin (2016, Komunikasi
Pribadi), sebanyak 1000 kg biji Lamtoro cv taramba saat itu dibawa
langsung dari Australia dan disebarkan ke Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masing-
masing 500 kg. Hingga saat ini penanaman lamtoro jenis ini masih
terus digalakkan di NTB melalui Project Applied Research and In-
novation System in Agriculture (ARISA) bekerjasama dengan
Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Sampai dengan tahun
2016 sudah ada 350 petani ternak dari target 1000 orang yang ikut
menanam Lamtoro cv taramba di Kabupaten Sumbawa dan
Kabupaten Sumbawa Barat.
Bab 1: Pendahuluan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 7
Gambar 3. Lamtoro cv taramba + biji
Demikian sedikit informasi tentang asal usul dan jenis-jenis lamtoro
baik yang dibudidayakan di dunia maupun di Indonesia. Seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu akan ada
lagi lamtoro jenis baru yang ditemukan di masa datang.
8
BAB 2
PEMBIBITAN LAMTORO
Semua jenis lamtoro yang telah disebutkan pada Bab 1, maka
sebelum ditanam, terlebih dahulu dilakukan pembibitan/persemaian.
Pembibitan lamtoro dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni dapat
menggunakan biji, cabutan/stum, semaian dalam plastik polybag, stek,
dan kultur jaringan. Berikut dikemukakan masing-masing cara
menanam lamtoro dimaksud.
a. Menggunakan Biji
Menyemaikan lamtoro menggunakan biji dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
• Biji hendaknya berasal dari pohon induk yang sudah agak tua
yakni umur 15 tahun, berbatang lurus, bertajuk lebat, dan sehat.
Kalau membeli benih, sebaiknya dibeli dari produsen benih
yang mempunyai sertifikat. Di Indonesia, salah satu produsen
benih hijauan makanan ternak adalah Balai Pembibitan Ternak
dan Hijauan Makanan Ternak (BPTHMT) Serading Sumbawa
- Nusa Tenggara Barat. Institusi ini memproduksi 22 macam
benih hijauan makanan ternak.
• Biji yang diperoleh kemudian diseleksi untuk memilih yang
baik. Ciri-ciri biji yang bagus adalah tidak berlubang, tenggelam
bila direndam dalam air, ukuran biji seragam.
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 9
• Biji yang telah diseleksi tersebut diharapkan mempunyai daya
kecambah ≥ 80%.
b. Menggunakan Cabutan (Stum)
• Biji lamtoro ditanam di lahan yang telah dipersiapkan untuk
itu
• Biji sebaiknya ditanam pada awal musim hujan atau ketika
tanah masih basah/lembab
• Anakan dicabut secara hati–hati setelah tinggi tanaman
mencapai 30 cm
• Pencabutan dilakukan lurus sejajar batangnya dan diusahakan
agar akarnya tidak putus
• Anakan yang telah dicabut hendaknya segera diangkut ke
lokasi penanaman
• Pengangkutan diatur sedemikian rupa, disusun searah, akar
dengan akar dan daun dengan daun.
Gambar 4. Pembibitan lamtoro sistem cabutan/stum
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial10
c. Menggunakan Semaian dalam plastik polybag
Penyemaian bibit lamtoro dilakukan dalam plastik polybag dengan
cara meletakkan 1-3 biji lamtoro. Setelah benih berumur 2 bulan atau
tinggi benih mencapai 30 cm, maka benih siap untuk dipindahkan
ketempat penanaman. Sebelum dipindahkan untuk ditanam di padang
penggembalaan, terlebih dahulu disiapkan campuran media tumbuh
yang terdiri atas tanah: pupuk kandang: pasir dengan perbandingan 45
: 45 : 10.
Adapun cara melakukan penyemaian sebagai berikut:
1. Siapkan polybag ukuran 15 x 10 cm
2. Masukkan campuran media tumbuh kedalam polybag secukupnya
3. Isi setiap polybag dengan 1-3 biji lamtoro
4. Siram secara teratur
Gambar 5. Tatacara penyemaian lamtoro dalam plastikpolybag (Dikutip dari Dahlanuddin et al., 2014a).
�����������
��
�������������
�������������
������������
��
������
��
����������������
�������
Tanah, pupuk
kandang, dan
pasir campur sampai merata
Campuran dimasukkan ke
polybag setinggi ¾ bagian
Tiap polybag berisi 3
biji lamtoro
Siram setiap hari Anakan lamtoro umur dua
bulan siap di tanam di pastura
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 11
5. Tanaman dalam polybag sudah dapat dipindahkan untuk ditanam
di padang rumput setelah berumur 60 hari.
6. Perkiraan bibit Lamtoro:
a. lamtoro ditanam menggunakan polybag. Setiap polybag berisi
3 batang bibit lamtoro,
b. kebutuhan bibit adalah sejumlah : 1500 polybag/Ha,
c. perkiraan kebutuhan biji Lamtoro adalah : 4500 x 90 = 405.000
biji,
d. Jumlah biji/kg lamtoro : 15.000 biji/kg,
e. Perkiraan biji viable adalah 80 % = 80/100 x 15.000 = 12.000
biji/kg,
f. Kebutuhan biji lamtoro = 405.000/12.000 = 33.8 kg.
Gambar 6. Pembibitan lamtoro menggunakan plastik polybag
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial12
Gambar 7. Pengangkutan bibit hasil semaian menggunakanplastik polybag
d. Menggunakan Stek
• Terlebih dahulu perlu dibuatkan bedeng kebun pangkas
1. Ukuran bedeng (1.5–2 meter) x 6 meter dengan arah utara–
selatan dan jarak antar bedeng 0.6 meter. Di sekeliling bedeng
perlu dibuatkan penahan dari papan dengan tinggi ±15 cm
dari permukaan tanah
2. Setiap bedeng agar diberi atap supaya bibit terlindung dari
matahari dan air hujan secara langsung. Penahan bedeng
sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama, kemudian diisi
campuran media setinggi ± 20 cm.
3. Media yang digunakan untuk kebun pangkas adalah campuran
top soil, sekam , gambut dengan perbandingan 6 : 3 : 1.
4. Perbandingan antara luas lahan untuk keperluan jalan inspeksi
dengan luas bedengan adalah 1 : 3
5. Bahan tanaman kebun pangkas sebaiknya bibit – bibit vegetatif
atau bibit dari biji yang berasal dari pohon induk yang
fenotipnya bagus.
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 13
• Pembuatan stek
1. Bahan stek diambil dari anakan yang berasal dari kebun
pangkas harus bersifat juvenille atau muda dan tunas autotrop
bukan cabang. Untuk tahap pertama tiap bibit dapat
menghasilkan ± 14 stek .
2. Untuk meningkatkan mutu bibit stek yang dihasilkan dari
kebun pangkas, dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai
bahan pembuatan kebun pangkas. Dipilih bibit yang
pertumbuhannya seragam baik fungsi maupun jumlah
daunnya.
3. Ukuran bak stek dengan media padat dan media air (water root-
ing system) adalah 1 x 2 meter dengan tinggi 0.6 m . Dalam
rangka menstabilkan suhu media konstruksi bak stek agar
dibuat dengan dinding beton selebar ±10 Cm
4. Naungan perlu diberikan supaya intensitas cahaya yang masuk
kedalam stek tidak terlalu tinggi (optimum 50%). Untuk
penaungan ini dapat digunakan plastik transparan berwarna
putih.
5. Jarak tanam bak stek 5 x 5 Cm.
6. Bahan vegetatif tanaman (tunas pucuk) untuk pembuatan stek
pucuk dapat diperoleh dari beberapa sumber seperti kebun
pangkas, persemaian (pemangkasan bergulir), dan semai alami.
e. Menggunakan Kultur Jaringan
• Memilih dan menyiapkan tanaman induk sebagai sumber
eksplan
• Menyiapkan media kultur
• Sterilisasi eksplan
• Inisiasi kultur atau culture establishment
• Multiplikasi atau perbanyakan propagasi (bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio)
• Pemanjangan tunas induksi dan perkembangan akar
• Aklimatisasi ke lingkungan eksternal (green house)
Bab 2: Pembibitan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial14
Demikian beberapa cara pembibitan dan penanaman lamtoro. Cara
mana yang dipilih sangat tergantung pada tujuan penanaman lamtoro,
fasilitas yang tersedia, dan luas lahan. Setelah penanaman dilakukan,
maka langkah berikut yang penting untuk diperhatikan adalah
bagaimana mengelola tanaman tersebut agar mencapai daya guna
maksimal. Tatacara pengelolaan dimaksud diuraikan pada Bab 3 dari
tulisan ini.
15
BAB 3
MENGELOLA LAMTORO
Tanaman lamtoro yang sudah ditanam di lahan tentu harus dikelola
dengan baik agar menghasilkan produksi yang maksimal. Pengelolaan
dimaksud mulai dari penanaman, baik di lahan perkebunan khusus
untuk itu maupun di areal padang penggembalaan, sampai kepada cara
pengawetan lamtoro untuk persediaan pada musim paceklik pakan.
Penanaman lamtoro hendaknya dilakukan pada awal musim hujan.
Pada daerah dengan curah hujan rendah sekalipun tanaman ini dapat
tumbuh dengan baik. Apabila sudah tumbuh, maka perlu dilakukan
penyiangan, terutama dari gulma. Karena gulma akan bersaing dengan
tanaman lamtoro yang masih muda.
a. Mengelola Lamtoro di Padang Penggembalaan
Padang penggembalaan atau pastura adalah lahan tempat rumput
tumbuh secara alami maupun sengaja ditanami dengan vegetasi rumput
atau legume bermutu tinggi. Istilah Padang penggembalaan atau pastura
menurut Kamus Pertanian Umum (2013) adalah lahan tertentu yang
menyediakan Hijauan Makanan Ternak (HMT) dengan sistem penyajian
cara penggembalaan. Apabila di areal tertentu komunitas tumbuhan
didominasi oleh rumput maka disebut sebagai padang rumput.
Padang penggembalaan ada yang alami dan ada pula yang buatan.
Pasture alami adalah padang penggembalaan yang terdiri atas tanaman
Bab 3: Mengelola Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial16
rumput, legum, maupun gulma yang tersedia secara alam, sedangkan
padang penggembalaan buatan adalah padang penggembalaan yang
telah dikembangkan oleh manusia dengan cara menanam tanaman
makanan ternak. Aneka jenis tanaman makanan ternak, baik rumput
maupun legum dapat ditanam di satu areal padang penggembalaan,
dan ini dikenal dengan istilah padang penggembalaan capuran (mixed
pasture).
Gambar 8. Tanaman lamtoro di areal pastura
Bab 3: Mengelola Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 17
Peternak memanfaatkan padang penggembalaan sebagai tempat
memelihara ternak sekaligus sebagai areal tempat persediaan pakan bagi
ternak yang mereka miliki. Mereka melepas ternak ruminansia (sapi,
kerbau) dan herbivora (kuda) sepanjang tahun. Dapat dikatakan padang
penggembalaan adalah bank pakan bagi ternak tersebut.
b. Sistem Potong dan Angkut
Lamtoro yang sudah berumur lebih dari setahun sudah dapat
dipanen. Akan tetapi lebih baik dipangkas setelah tanaman lamtoro
berumur 2 tahun dan dapat dipanen setiap bulan sekali dengan produksi
daun sebanyak 0,85 kg basah/pohon. Jika dipangkas setiap 60 hari maka
jumlah produksi daun segar 2 kg basah/pohon, dan apabila frekuensi
pemangkasan dilakukan dengan selang 90 hari, diperoleh daun segar
sebanyak 3 kg segar/pohon.
Gambar 9. Pengangkutan lamtoro yang baru selesai dipotong
Bab 3: Mengelola Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial18
c. Pengawetan
Pada musim penghujan, persediaan pakan seperti rumput dan
aneka hijauan lainnya banyak tersedia atau dapat dikatakan melimpah.
Pakan tidak menjadi kendala dalam pemeliharaan ternak ruminansia.
Berbeda dengan musim kemarau, rumput dan aneka hijauan lainnya
mulai mengering oleh panas, lalu daunnya rontok, dan bahkan tanaman
menjadi mati pada puncak musim panas.
Berdasarkan kenyataan itu, ada baiknya rumput maupun aneka
sumber pakan hijauan yang berlebihan pada musim hujan diawetkan
untuk digunakan sebagai pakan pada musim panas. Salah satu pakan
hijauan dimaksud adalah lamtoro. Pengawetan lamtoro sangat mudah
dilakukan yaitu dengan memangkas ranting yang masih muda dan lebat
daun/biomasnya untuk selanjutnya dikeringkan.
Daun lamtoro cepat kering. Pengeringan dilakukan dengan cara
dijemur ketika matahari bersinar terang dan terik. Daun lamtoro
diletakkan di atas plastik agar mudah dikumpulkan apabila sudah
kering. Daun yang sudah kering disebut hay, kemudian disimpan dalam
karung dan digunakan sebagai sumber pakan pada musim paceklik.
Hay lamtoro dapat disimpan selama satu tahun.
Demikian cara mengelola tanaman lamtoro agar diperoleh hasil
maksimal. Pada Bab 4 dari tulisan ini dikemukakan prihal keunggulan
tanaman lamtoro yang sudah diketahui dan dimanfaatkan oleh
masyarakat. Begitu banyak keunggulan tanaman ini, sehingga banyak
ditanam orang diberbagai daerah di tanah air.
19
BAB 4
KEUNGGULAN LAMTORO
Sebagaimana halnya dengan tanaman lainnya yang telah
dibudidayakan, maka tanaman lamtoro juga mempunyai beberapa
keunggulan ditinjau dari aspek agronomi, nutrisi, maupun aspek
lainnya. Berikut dikemukakan beberapa keunggulan dimaksud.
a. Dari Sisi Agronomi
Lamtoro adalah pohon perdu, tinggi antara 5 - 20 meter.
Percabangan banyak dan rendah, dengan pepagan kecoklatan atau
keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting bulat torak, dengan
ujung berambut rapat. Daun majemuk menyirip rangkap, Sirip 3-10
pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum
pangkal sirip terbawah.
Gambar 10. Beberapa Bagian dari Tanaman Lamtoro
Polong Biji Bunga
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial20
Menurut Siswanto, seperti ditulis Yahya (2014) bahwa, daun
penumpu kecil, berbentuk segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang,
berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing dan
pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan
tepinya berjumbai. Lebih lanjut dituliskan bahwa, bunga majemuk
berupa bongkol (perbungaan capitulum) bertangkai panjang yang
berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol, tiap-tiap bongkol tersusun
dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau
kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm.
bunga kecil-kecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi
pendek, berukuran 3 mm, mahkota bentuk solet berukuran 5 mm, lepas-
lepas. Benangsari 10 helai berukuran 10 mm dan lepas-lepas. Buah
polong bentuk pita lurus, pipih tipis, 14-26 cm x 1,5-2 cm, dengan sekat-
sekat diantara biji, berwarna hijau saat muda dan coklat kering jika telah
masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang
terletak melintang dalam polongan, bulat telur terbalik, berwarna coklat
tua mengkilap, berukuran 6-10 mm x 3-4,5 mm.
b. Dari Sisi Nutrisi
Kandungan kimia daun lamtoro adalah abu 11%, nitrogen 4,2%,
protein 25,9%, serat kasar 20,4%, kalsium 2,36%, fosfor 0,23%, beta
karoten 536 mg/kg, energi bruto 20,1KJ/g, dan tannin 10,15 mg/
g (Kustiawan,2001). Disebutkan lebih lanjut bahwa, dalam setiap 100
gram biji lamtoro yang tua mengandung bahan seperti: kalori 148 kal,
protein 10,6 g, lemak 0,5 g, karbohidrat 26,2 g, kalsium 155 mg, fosfor 59
mg, besi 2,2 mg, vitamin A 461 SI, vitamin B 0,23 mg, dan vitamin C 20
mg. Peneliti lain (Yahya, 2014) mendapatkan bahwa, daun dan ranting
muda lamtoro mengandung Air 8,8%, Protein antara 22,0 - 36,8%, Lemak
5,4%, Karbohidrat 16,1%, Abu 1,3%, dan Serat Kasar 18,1%. Tingkat
ketercernaan lamtoro juga paling tinggi diantara berbagai jenis tanaman
berpolong maupun hijauan pakan tropis lainnya, yaitu berkisar antara
60 – 70%.
Sebagai bagian dari mimosaceae, tanaman lamtoro mengandung
mimosin. Menurut Devi et al. (2013), kandungan mimosin dalam daun
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 21
muda lamtoro lebih dari 7% Bahan Kering (BK), sedangkan pada biji
sekitar 10%BK.
Memperhatikan kandungan gizi yang terdapat di daun maupun
biji lamtoro, segera nampak bahwa tanaman ini sangat potensial untuk
dijadikan sumber pakan bermutu. Tanaman ini sangat disukai ternak.
Meskipun diketahui bahwa di dalam daun dan biji lamtoro terdapat
racun mimosin yang dapat merontokkan bulu pada ternak. Namun hal
ini hanya terjadi pada ternak yang dipelihara di Negara sub tropis.
Ternak yang hidup di Negara tropis seperti Indonesia hal ini tidak terjadi
karena adanya mikroba Synergistes Jonesii yang mampu menguraikan
atau mencerna mimosin di dalam rumen. Menurut Pamungkas et al.
(2008) mutu pakan lamtoro relatif serupa dengan turi (Sesbania grandi-
flora), gamal (Gliricidia sepium), maupun kaliandra (Calliandra calothyrsus).
Lamtoro mempunyai kandungan tannin sekitar 6%.
Daun dan biji kaya akan protein, karbohidrat, dan lemak. Devi et
al. (2013) menyarikan hasil penelitian kalangan pakar prihal kandungan
nutrisi daun dan biji lamtoro sebagaimana dihimpun dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Daun dan Biji Lamtoro
Sumber: Devi et al. (2013).
Tannin bermanfaat dalam melindungi perombakan protein yang
berlebihan dalam rumen, terutama protein bermutu tinggi tetapi tidak
tahan terhadap degradasi oleh mikroba rumen. Efek proteksi dari tan-
nin tersebut akan meningkatkan serapan protein di usus halus.
No Kandungan Nutrisi Daun Biji
1 Protein Kasar, % 25,9 46
2 Karbohidrat, % 40 45
3 Lemak, % - 15
4 Tannin, % 4 1,2
5 Mimosin, % 7,19 10
6 Total Abu, % 11 3,79
7 Total N, % 4,2 -
8 Kalsium, % 2,36 4,4
9 Phosphorus, % 0,23 0,189
10 β-caroten, mg/kg 536 -
11 Gross Energy, KJ/g 20,1 -
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial22
Adapun perbandingan komposisi asam amino antara lamtoro
(Leucaena leucocephala), mewakili kelompok legume dengan rumput
bermuda (Cynodon dactylon) mewakili kelompok gramine dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Lamtoro dan Rumput Ber-muda (%BK)
No Kandungan Nutrisi Daun Biji
1. Arginin 1.67 1.06
2. Sistin .77 .06
3. Methionin .33 .29
5. Glisin 1.33 -
6. Histidin .70 .30
7. Isoleusin 1.30 .67
8. Leusin 2.33 1.03
9. Lisin 1.59 .77
10. Fenilalanin 1.28 .77
11. Tirosin 1.12 .51
13. Treonin 1.19 .71
14. Triptopan - .22
15. Valin 1.51 .96
Sumber: Hartadi et al. (2005).
Tampak pada data Tabel 2 bahwa, semua asam amino (kecuali Glisin
dan Triptopan) yang terdapat pada lamtoro meliputi bagian aereal, daun,
dan tangkai muda, lebih tinggi kadarnya dibanding asam amino yang
terdapat dalam rumput Bermuda/rumput gigirinting yang meliputi
bagian aereal umur 50-70 hari. Glisin tidak terdeteksi pada rumput Ber-
muda, sedangkan Triptopan tidak terdeteksi pada lamtoro. Tingginya
kadar asam amino pada lamtoro inilah yang menyebabkan kadar pro-
tein kasar lamtoro lebih banyak daripada rumput Bermuda yaitu
berturut-turut 25.9% dan 9.0%.
c. Dari sisi lainnya
Selain mempunyai keunggulan dari sisi agronomi dan nutrisi,
ternyata masiih banyak keunggulan yang dimiliki oleh tanaman lamtoro.
Keunggulan itu diantaranya adalah:
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 23
• Sebagai bahan pangan.
Pucuk dan polong yang masih muda dijadikan lalapan,
sedangkan bijinya digunakan sebagai campuran berbagai makanan.
Di Jawa Tengah, biji lamtoro digunakan sebagai salah satu bahan
campuran membuat “bothok” dan pecal.
Biji yang tua disangrai lalu ditumbuk sebagai pengganti kopi. Bau
bubuk biji lamtoro lebih harum dan keras dibanding bubuk kopi.
• Sebagai tanaman perkebunan.
Tanaman lamtoro juga digunakan untuk kepentingan perkebunan
seperti misalnya, ditanam untuk tempat menjalarnya tanaman
perkebunan yang tumbuhnya melilit atau merambat seperti gadung,
lada, markisa, dan vanili. Selain itu juga digunakan sebagai tanaman
pelindung pada perkebunan kakao dan kopi.
• Sebagai tanaman kehutanan.
Di bidang kehutanan, tanaman lamtoro dipakai sebagai tanaman
sela untuk mencegah terjadinya erosi. Hal ini karena lamtoro mem-
punyai perakaran yang kuat. Lamtoro biasanya ditanam di hutan
jati di Pulau Jawa.
• Sebagai tanaman penyubur lahan.
Tanaman lamtoro sering diginakan sebagai tanaman penyubur
lahan, karena di bintil akar terdapat nodul yang berperan dalam
menambat nitrogen (N). Itulah sebabnya tanaman lamtoro sangat
disukai oleh masyarakat untuk ditanam di lahan kering.
• Sebagai bahan untuk membuat furniture atau peralatan rumah
tangga.
Batang lamtoro yang sudah besar dan tua cukup keras dan kuat
untuk membuat mebel dan bahan perkakas rumah tangga lainnya.
• Sebagai bahan baku kertas atau rayon.
Tanaman lamtoro sangat baik digunakan sebagai penghasil pulp
untuk bahan baku pembuatan kertas. Mutu kertas yang dihasilkan
tergolong baik. Hal ini karena produksi pulp asal kayu lamtoro
dapat mencapai 50-52%, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu
1,1 – 1,3 mm (Ruslin, 2011).
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial24
• Sebagai kayu bakar.
Kayu lamtoro sangat baik dijadikan sebagai sumber kayu api, karena
memiliki nilai kalori 19.250 KJ/kg. Selain itu kayu lamtoro bersifat
lambat terbakar sehingga dapat digunakan dalam jangka lama.
Kayu ini tidak berasap dan menghasilkan sedikit abu. Kualitas arang
lamtoro sangat baik, nilai kalori arang 48.400 KJ/kg (Ruslin, 2011).
• Sumber pendapatan masyarakat.
Di daerah pantai utara Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur,
masyarakat menjadikan batang lamtoro sebagai sumber kayu api.
Mereka menjual kayu api dari batang lamtoro dan sudah merupa-
kan sumber mata pencaharian masyarakat di sana sepanjang tahun
(Kominfo Manggarai Timur, 2016).
• Sebagai obat
Lamtoro dapat digunakan sebagai obat beberapa penyakit,
diantaranya adalah diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri,
meningkatkan vitalitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka
memar, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu, dan
pembengkakan (Ruslin, 2011).
• Sebagai pagar hidup
Tanaman lamtoro dapat digunakan sebagai pagar hidup.
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 0,5-1 m. Kemudian
direntangkan kawat berduri atau bambu mengapit setiap tegakan
batang tanaman lamtoro.
• Sebagai tanaman penahan angin
Penanaman lamtoro dengan jarak tanam 0,5-1 m di daerah yang
hembusan anginnya cukup kencang sangat dianjurkan. Hal ini
karena perakaran tanaman ini cukup kuat, dan daunnya cukup
lebat.
• Sebagai tanaman penghijauan
Penggunaan lamtoro sebagai tanaman penghijauan pernah
diterapkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1978
dengan nama Program Nusa Hijau. Sepuluh tahun lamanya pro-
gram tersebut dilaksanakan dan hingga saat ini masih terasa
Bab 4: Keunggulan Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 25
manfaatnya bagi masyarakat di sana, terutama di pesisir Utara
Manggarai Timur.
• Sebagai zat penyamak.
Lamtoro dapat menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna.
Diketahui bahwa, warna merah, coklat, dan hitam berasal dari kulit
batang (pepagan), daun, dan polong lamtoro.
Berdasarkan informasi yang telah dikemukakan sebelumnya, nyata
bahwa tanaman lamtoro merupakan tanaman serbaguna. Tidaklah
berlebihan kalau ada orang yang menjuluki lamtoro sebagai pohon ajaib,
karena penggunaannya dapat untuk industri yang bersifat fisik (untuk
pembuatan mebel, kertas, zat warna), industri yang bersifat biologis
(untuk pangan dan pakan), memperbaiki dan menjaga kelestarian
lingkungan, dan sebagai sumber mata pencaharian penduduk yang
secara ekonomis masih dikategorikan sebagai golongan masyarakat
miskin.
26
BAB 5
PENGGUNAAN LAMTORO
SEBAGAI PAKAN
Pada Bab 4 dari buku ini telah diuraikan mengenai keunggulan
lamtoro. Pada Bab 5 berikut ini akan diuraikan tentang penggunaan
lamtoro sebagai sumber pakan.
Daun lamtoro merupakan sumber pakan bermutu tinggi bagi sapi.
Tidak hanya daun. Buah polong dan bahkan ranting yang masih muda
juga disukai ternak. Sebagai sumber pakan, daun lamtoro dapat
dipangkas/dipanen pertama kali setelah tanaman berumur 8 (delapan)
bulan. Akan tetapi lebih baik dipangkas setelah tanaman lamtoro
berumur 2 (dua) tahun, karena batang sudah agak besar, kuat, dan
perakarannya sudah agak dalam. Selanjutnya dapat dipanen setiap
bulan sekali dengan produksi daun sebanyak 0,85 kg basah/pohon. Jika
dipangkas setiap 60 hari maka jumlah produksi daun segar 2 kg/pohon,
dan apabila frekuensi pemangkasan dilakukan dengan selang 90 hari,
diperoleh daun segar sebanyak 3 kg/pohon. Tegasnya, produksi biomas
akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur pemangkasan dan
umur tanaman.
Produksi biomas (daun, ranting muda, dan buah polong) juga
bergantung musim. Pada musim hujan produksi biomas terbanyak apa-
bila pemotongan dilakukan setiap 2 bulan sekali yaitu rata-rata 2,5 kg/
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 27
pohon. Produksi yang sama akan diperoleh pada musim kemarau apa-
bila dipangkas setiap 2,5 bulan. Pemangkasan biomas dapat dilakukan
sampai tanaman lamtoro berumur 30 tahun.
Berikut dikemukakan beberapa hasil percobaan pemberian daun
lamtoro pada sapi. Percobaan dilakukan pada sapi Sumbawa yang
dipelihara di padang penggembalaan. Penggunaan sapi Sumbawa
karena sapi ini selain menghasilkan daging juga dapat diperah susunya.
Sapi ini sudah terbiasa makan rumput dan hijauan lainnya yang tumbuh
di pasture.
a. Sapi bunting
Pemberian daun lamtoro pada sapi bunting ke empat kalinya
dengan umur kebuntingan berkisar 7 bulan telah dilakukan oleh Dilaga
et al. (2015a). Induk sapi sumbawa bunting dibagi dalam 2 (dua)
kelompok. Kelompok-1 digembalakan di pasture dengan vegetasi
rumput dan lamtoro, dan Kelompok-2 digembalakan di pasture yang
hanya ditumbuhi rumput.
Gambar 11 . Pemberian daun lamtoro kepada sapi bunting
Hasil yang diperoleh adalah sapi Kelompok-1 yang digembalakan
di pasture dengan vegetasi rumput dan lamtoro, melahirkan pedet lebih
berat bobot badannya dibanding dengan sapi Kelompok-2, yang
digembalakan di pasture yang hanya ditumbuhi rumput. Kelahiran
pedet baik berjenis kelamin jantan maupun pedet jenis kelamin betina,
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial28
lebih besar pada Kelompok-1 dibanding Kelompok-2. Besarnya bobot
lahir pedet dari induk Kelompok-1 tentu disebabkan oleh asupan pakan
yang diperoleh induk selama masa akhir kebuntingannya. Pada periode
ini, sapi bunting membutuhkan energi (TDN) 52% dan protein kasar
(PK) 8,8% (Tillman et al. 1984). Hal ini dapat dipenuhi oleh lamtoro yang
kandungan TDNnya 60% dan PK 23,7% (Hartadi, et al., 2005).
Bandingkan dengan induk sapi Kelompok-2 yang hanya mendapatkan
asupan gizi dari rumput alam padang penggembalaan yang me-
ngandung TDN dan PK berturut-turut 56,2% dan dan 8,2% (Sutardi,
1981). Data pada Tabel 3 merangkum hasil penelitian itu.
Tabel 3. Perbandingan Bobot Lahir Pedet (kg) dari Induk yangMendapat Pakan Berbeda
No
Induk
Kelompok-1:
Induk bunting yang
digembalakan di pastura
dengan vegetasi rumput dan
lamtoro
Kelompok-2:
Induk bunting yang
digembalakan di pastura
dengan vegetasi hanya rumput
1 26 (jantan) 25 (jantan)
2 27 (jantan) 25 (betina)
3 23 (jantan) 21 (jantan)
4 23 (betina) 25 (jantan)
5 24 (betina) 20 (betina)
6 25 (betina) 21 (jantan)
Rataan 24,7 ±1,6 kg 22,8± 2,4 kg
Sumber: Dilaga et al. (2015a).
b. Sapi perah
Percobaan pemberian lamtoro sebagai suplemen untuk meningkat-
kan produksi susu sapi dual purpose yang dipelihara di padang
penggembalaan yang ditumbuhi rumput Bermuda telah dilakukan oleh
Saucedo et al. (1980). Hasilnya adalah sapi Brown Swiss dan persilangan
Holstein-Zebu yang diberi tambahan pakan lamtoro sebelum
digembalakan meningkat produksi susunya dibanding produksi susu
sapi yang hanya diberi rumput Bermuda yang ada di pasture yaitu
berturut-turut 7,15 dan 6,54 liter/hari. Fenomena yang sama juga
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 29
diperoleh Dilaga et al. (2015a) yang membandingkan produksi susu sapi
Sumbawa yang digembalakan di pasture dengan vegetasi rumput +
lamtoro (Kelompok-1) dan produksi susu sapi Sumbawa yang
digembalakan di pastura yang vegetasinya hanya rumput (Kelompok-
2). Hasilnya, sapi Kelompok-1 menghasilkan air susu lebih banyak 1,13
liter/ekor/hari dibanding sapi Kelompok-2, yaitu 3,86 ± 0,9 liter vs 2,73
± 0,8 liter/ekor/hari. Harga air susu di lokasi penelitian dilaksanakan
adalah Rp 15.000/liter, dan kalau dinyatakan dalam rupiah, Kelompok-
1 menerima keuntungan Rp16.950 dari setiap ekor sapi yang diperah
susunya.
Hal ini membuktikan bahwa lamtoro sangat bermanfaat sebagai
pakan sapi laktasi karena kandungan nutrisi daun lamtoro yang kaya
akan protein dan energi.
c. Sapi potong
Pemberian lamtoro kepada sapi potong dapat dimulai setelah pedet
disapih oleh induknya, atau setelah pedet dapat mengkonsumsi hijauan,
atau setelah berumur lebih dari 6 bulan. Untuk membiasakan pedet
mengkonsumsi daun lamtoro, maka pemberiannya dilakukan sedikit
demi sedikit. Jumlah pemberiannya tergantung pada bobot badan.
Pemberian daun lamtoro dan hijauan lainnya biasanya dalam keadaan
segar sebanyak 10% dari bobot badan ternak.
Pada percobaan pemberian daun lamtoro segar dibandingkan
dengan rumput kepada pedet jantan sapi Sumbawa lepas sapih
diperoleh hasil bahwa, pedet yang mendapat pakan daun lamtoro mem-
berikan pertumbuhan lebih besar dibanding yang diberi rumput (Dilaga,
et al. 2016). Hasil percobaan disajikan pada Tabel 4.
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial30
Tabel 4. Pertambahan Bobot Harian Pedet (PBBH), Kg/hari
No
PedetPakan Rumput Pastura Pakan Daun Lamtoro
1 0,17 0,31
2 -0,02 0,29
3 0,17 0,33
4 0,15 0,16
5 0,07 0,23
Rataan 0,11± 0,08 0,26± 0,07
Sumber: Dilaga, et al., (2016).
Tampak pada data Tabel 4 bahwa, mutu pakan sangat berpengaruh
kepada pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet sapi sumbawa.
Dalam penelitian ini kelompok pedet yang diberi pakan daun lamtoro
(kelompok II) memberikan pertumbuhan lebih tinggi daripada pedet
yang diberi rumput (kelompok I). Hal ini senada dengan hasil penelitian
yang dilakukan Panjaitan et al. (2013) pada sapi bali jantan dewasa yang
ditambahkan lamtoro dalam komponen pakan, PBBH bertambah sebesar
0,42± 0,12 kg/hari dibanding hanya diberi rumput 0,20 kg/hari.
Demikian pula Dahlanuddin et al. (2014b) memberi pakan lamtoro pada
sapi bali jantan dewasa menghasilkan pertambahan bobot badan 0.47 ±
0,05 kg/hari.
Pertumbuhan pedet pasca sapih berbeda dengan setelah dewasa,
yakni pertumbuhannya sangat pesat. Pertumbuhan harian sapi
sumbawa jantan yang dipelihara di pastura 0,5 kg/ekor/hari. Kalau
diberi tambahan pakan seperti dedak padi, lamtoro, dan legume lainnya,
sapi ini mau berterima kasih. Terbukti pemberian 1 kg dedak padi/
ekor/hari pada sapi jantan, bobot badan naik sebesar 0,7 kg/ekor/hari
(Dilaga, et al., 2002).
Gambar 12 adalah pemberian pakan tunggal daun dan ranting
muda lamtoro yang dipotong pendek kepada pedet jantan sapi sumbawa
lepas sapih yang dipelihara untuk tujuan dijadikan sebagai ternak
potong.
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 31
Gambar 12. Pemberian daun lamtoro kepada sapi potong
Berdasarkan pakan yang diberikan kepada kedua kelompok pedet
jantan sapi sumbawa lepas sapih, diperoleh gambaran pertumbuhan
ternak sebagaimana disajikan pada Gambar 13.
Pertumbuhan pedet pasca sapih belum begitu besar. Sejak lahir
sampai disapih, pakan pedet berupa air susu induk. Air susu induk
mengandung Protein Kasar (PK) 26,8% dan Energi (TDN) 129%. Tentu
saja sebelum disapih, pakannya kaya gizi. Akan tetapi begitu disapih
pada umur 6 bulan, pedet langsung mencari sendiri pakan di pasture.
Tegasnya, pertumbuhan pedet jantan sapi sumbawa pasca sapih sangat
tergantung kepada pakan.
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial32
Gambar 13. Pertumbuhan pedet jantan sapi sumbawa lepassapih yang diberi pakan rumput dibanding lamtoro
Setelah disapih, pakan pedet langsung berubah sama sekali. Mula-
mula dari air susu induk kemudian berubah menjadi pakan kaya serat
yang banyak terdapat pada rumput padang penggembalaan. Rumput
alam mempunyai kandungan PK 8,2% dan TDN 56,2%. Pertumbuhan
pedet pasca sapih meningkat apabila diberi pakan lamtoro. Hal ini
karena kandungan gizi daun lamtoro cukup tinggi dibanding rumput,
yaitu lamtoro mengandung PK 23,7% dan TDN 74,7% . Kandungan zat
nutrisi yang tinggi inilah yang mampu menopang pertumbuhan ternak.
Mengapa lamtoro mampu memberikan bobot lahir, produksi susu,
dan pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan rumput?
Jawabannya selain karena mutu nutrisi lamtoro yang lebih baik
dibanding rumput, juga karena lamtoro di dalam rumen sapi mengalami
proses fermentasi menjadi asam lemak volatile (Volatile Fatty
Acid,VFA). Asam Lemak Volatil terdiri atas Asam Propionat merupa-
kan asam lemak berkerangka karbon ganjil (CH3CH
2COOH), sedang-
kan Asetat (CH3COOH) dan Butirat (CH
3CH
2CH
2COOH) berkerangka
karbon genap. Asam Lemak Volatil disebut pula asam lemak terbang,
atau asam lemak mudah menguap, terutama yang berantai cabang,
esensial bagi pertumbuhan mikroba rumen. Umumnya perbandingan
VFA dalam rumen berkisar antara 70% Asetat, 20% Propionat, dan 10%
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 33
Butirat. Menurut Sutardi (1981), VFA merupakan sumber utama energi
untuk kebutuhan tubuh ternak ruminansia, terutama asam Asetat,
Propionat, dan Butirat. Kandungan energi asam Asetat, Propionat, dan
asam Butirat berturut-turut adalah 209,4; 367,2; dan 524,3 kkal per
grammolekul. Kandungan energi Glukosa dan Metan adalah 673,0 dan
210,8 kkal/grol.
Di antara komponen VFA yang telah disebutkan sebelumnya, maka
asam Propionatlah yang berperan besar dalam menghasilkan bobot lahir,
produksi susu, dan pertumbuhan ternak. Produksi asam Propionat lebih
tinggi jika ternak diberi pakan lamtoro dibanding rumput. Untuk men-
jelaskan hal tersebut ada baiknya kita simak data pada Tabel 5 yang
merupakan data hasil penelitian Widiawati et al. (2010). Data tersebut
membandingkan produksi VFA individual yang terdiri atas Asam
Asetat, Asam Propionat, Asam Butirat pada rumput gajah dan lamtoro
secara in vitro. Rumput gajah digunakan sebagai pembanding karena
nilai gizi rumput ini lebih baik dibanding rumput alam, yaitu rumput
gajah mengandung PK 11.5% dan TDN 52.0% (Hartadi, et al., 2005),
sedangkan rumput alam mengandung PK 8,2% dan TDN 56,2% (Sutardi,
1981), dan rumput gajah sudah dikenal oleh peternak. Data tersebut
kemudian dielaborasikan prihal bagaimana utilisasinya oleh ternak
ruminansia.
Tabel 5. Proporsi VFA Individual yang Dihasilkan dariRumput Gajah dan Lamtoro (%)
Sumber: Widiawati et al. (2010).
Tampak pada data Tabel 5 bahwa produksi asam Propionat asal
lamtoro lebih besar daripada asam Propionat dari rumput gajah. Di
dalam rumen proses fermentasi dapat diketahui melalui perhitungan
Stoichiometry fermentasi seperti dikemukakan oleh Hungate (1966)
berikut ini.
No Jenis Hijauan Asetat Propionat Butirat
1. Rumput Gajah 70.3 21.5 8.2
2. Lamtoro 63.5 27.5 9.0
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial34
1. C6H
12O
6 + 2H
2O → 2 CH
3COOH + 2 CO
2 + 4 H
2
2. C6H
12O
6 + 2H
2 → 2 CH
3CH
2COOH + 2 H
2O
3. C6H
12O
6 → CH
3CH
2CH
2COOH + 2 CO
2 + 2H
2
4. CO2 + 4H
2 → CH
4 + 2H
2O
Dari persamaan di atas tampak jelas bahwa setiap satu gram
molekul Glukosa (C6H
12O
6 ) akan dihasilkan masing-masing 2 grol
Asetat, 2 Grol Propionat dan 1 grol Butirat. Selain itu juga dihasilkan
gas Metan (CH4). Perbedaan nyata proses fermentasi tersebut adalah,
ketika dihasilkan Asetat dan Butirat, yang merupakan asam lemak
berkerangka karbon genap, selalu diikuti oleh produksi CO2 dan H
2.
Berbeda dengan ketika asam Propionat yang berkerangka karbon ganjil
dihasilkan dari fermentasi Glukosa justru akan menyerap H2. Ini
bermakna bahwa, dalam proses Stoichiometry, produksi Asetat dan
Butirat pasti akan menghasilkan gas Metan. Dengan kata lain, produksi
Metan berbanding lurus dengan peningkatan produksi Asetat dan
Butirat. Asam Asetat berasal dari pencernaan makanan kasar, sedang-
kan asam Propionat banyak dihasilkan oleh pakan asal konsentrat
ataupun pakan kaya protein seperti halnya lamtoro dan aneka legume
lainnya. Dengan demikian, nisbah Asetat : Propionat punya arti penting
dalam nutrisi ruminansia. Asam Asetat adalah merupakan precursor
bagi pembentukan lemak air susu. Itulah sebabnya, apabila kadar Asetat:
Propionat tinggi, kadar lemak air susu juga ikut tinggi. Sebaliknya apa-
bila kadar Asetat: Propionat rendah, maka kadar air susu naik, atau
produksi air susu meningkat. Bagi usaha penggemukan, nisbah Asetat:
Propionat yang rendah yang menjadi tujuan, karena akan merangsang
pembentukan lemak tubuh. Berdasarkan penjelasan tersebut, teranglah
kepada kita bahwa lamtoro mengandung protein lebih tinggi dan lebih
baik daripada rumput, menghasilkan asam Propionat lebih tinggi dan
gas Metan lebih rendah daripada rumput.
Metabolisme Asetat, Propionat, dan Butirat dalam tubuh ternak
ruminansia juga berbeda. Asetat dan Butirat bersifat ketogenik,
cenderung menimbun lemak susu, sedangkan Propionat bersifat
glukogenik, cenderung menimbun lemak tubuh. Hal ini bermakna
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 35
penting dalam upaya pencegahan terjadinya ketosis. Energi yang
dihasilkan oleh oksidasi VFA dalam tubuh adalah Asetat = 10 ATP,
Propionat = 18 ATP, dan Butirat = 27 ATP.
Selain ketiga asam tersebut yakni Asetat, Propionat, dan Butirat,
juga dihasilkan asam Valerat serta asam lemak berantai cabang seperti
asam n-Butirat, n-Valerat, iso-Butirat, dan iso-Valerat dalam jumlah
sedikit. Akan tetapi kalau dalam pakan mengandung kadar protein
tinggi, maka kadar asam lemak berantai cabang tersebut meningkat
kadarnya. Asam lemak berantai cabang ini diduga berasal dari asam
amino berantai cabang yaitu Leusin, Iso-leusin, dan Valin. Pada Bab 4
telah dikemukakan mengenai keunggulan lamtoro dari sisi nutrisi yaitu
perihal kandungan asam aminonya (Tabel 2). Kadar asam amino
berantai cabang Leusin, Iso-leusin, dan Valin pada lamtoro lebih tinggi
daripada rumput.
Dengan demikian, jelaslah kepada kita bahwa mengapa padang
rumput perlu diperbaiki vegetasinya dengan penanaman lamtoro yang
kaya protein dan energi adalah karena berdampak positif terhadap
pertumbuhan sapi.
Penanaman lamtoro di padang rumput milik peternak dilakukan
sistem alley cropping dengan jarak 7m x 1m, sebagaimana dilakukan oleh
Dahlanuddin et al. (2014a) di padang penggembalaan Doro Ncanga
Dompu Sumbawa. Lamtoro yang digunakan adalah produksi Austra-
lia yakni Leucaena leucocephala cv taramba yang merupakan varietas
lamtoro tahan serangan kutu loncat (Heteropsylla cubana). Di Nusa
Tenggara Barat lamtoro jenis ini dikembangkan oleh Proyek Australian
Centre for International Agricultural Research (ACIAR) sejak 2003 dan
dilanjutkan oleh Proyek Applied Research and Innovation System in
Agriculture (ARISA) hingga saat ini. Di antara baris lamtoro tersebut
dapat ditanami jagung, sayuran, atau rumput. Daun lamtoro dijadikan
sebagai pakan. Penanaman lamtoro merupakan bentuk dari konstruksi
hijau yang dapat dipastikan akan meningkatkan kesuburan lahan,
mengurangi laju evapotranspirasi, dan menjaga ketahanan pakan
(Dilaga, et al., 2014 dan Dilaga, et al. 2015b).
Bab 5: Penggunaan Lamtoro Sebagai Pakan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial36
Implikasi penelitian ini adalah, bahwa penanaman lamtoro di
padang penggembalaan sangat bermanfaat dalam meningkatkan laju
pertumbuhan ternak. Pertumbuhan yang cepat merupakan manifestasi
dari produksi daging dan susu yang cepat pula. Dengan demikian,
dalam waktu singkat dapat diproduksi daging dan susu dalam jumlah
banyak, dan hal ini sangat berarti dalam menunjang kebutuhan
wisatawan akan pangan asal daging dan susu.
Pengalaman empiris yang diperoleh peternak adalah, seekor pedet
sapi sumbawa yang hanya diberi pakan lamtoro, umur 12 bulan dibeli
seharga Rp. 11 juta. Pada saat yang bersamaan, sapi sumbawa jantan
dewasa yang dipelihara siang malam di pastura, berumur 60 bulan
hanya dihargai Rp. 15 juta. Ini berarti bahwa pemberian pakan bermutu
dalam hal ini lamtoro dapat memperpendek masa pemeliharaan
sekaligus meningkatkan produksi daging dan penghasilan peternak.
37
BAB 6
TUMPANGSARI TANAMAN
LAMTORO
Tanaman lamtoro dapat ditanam secara tumpangsari dengan
tanaman pangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman
lamtoro bukan merupakan pesaing bagi tanaman lainnya, melainkan
berperan dalam membantu pertumbuhan tanaman lainnya. Aneka
macam peran tersebut telah dikemukakan pada Bab 3.
Gambar 14. Pertanaman Lamtoro Sistem Lorong
Bab 6: Tumpangsari Tanaman Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial38
Tumpangsari dengan tanaman lain sangat efektif apabila
penanaman lamtoro dilakukan dengan sistem alley cropping atau sistem
lorong. Dengan penanaman sistem ini, ada ruang yang cukup bagi
tanaman lain untuk bertumbuh, berkembang, dan berproduksi.
Tumpangsari baik dilakukan setelah tanaman lamtoro berumur sekitar
satu tahun, sehingga tanaman yang akan ditanami di lorong antar baris
lamtoro dapat ternaungi. Demikian pula dengan peran bintil akar
menambat N yang sangat diperlukan tanaman sudah berfungsi baik.
Adapun kebutuhan bibit lamtoro untuk setiap hektar lahan yang
ditanami dengan sistem lorong (alley cropping) dirangkum dalam Tabel
6. Kebutuhan bibit semakin banyak apabila jarak lorong semakin sempit.
Peluang integrasi dengan tanaman lain semakin besar apabila jarak
lorong semakin lebar.
Tabel 6. Kebutuhan Bibit Lamtoro Per Hektar Lahan YangDitanam Sistem Lorong
No. Jarak Tanam Kebutuhan Bibit
1. 2 m x 1 m 5000
2. 3 m x 1 m 3333
3. 4 m x 1 m 1250
4. 5 m x 1 m 1000
5. 6 m x 1 m 834
6. 8 m x 1 m 715
7. 9 m x 1 m 556
8. 10 m x 1 m 506
a. Tumpangsari dengan Tanaman Pakan
Tanaman pakan yang sering dilakukan tumpangsari dengan
lamtoro adalah rumput raja (Pennisetum purpureum), rumput Buffel
(Cenchrus ciliaris ), rumput Panikum hijau (Panicum maximum var.
trichoglume), rumput Rhodes (Chloris gayana), Panikum bambatsi (Pani-
cum coloratum), rumput Pangola (Digitaria eriantha subsp. decumbens),
humidicola (Brachiaria humidicola), rumput signal (B. decumbens), dan
rumput sabi (Urochloamo sambicensis).
Bab 6: Tumpangsari Tanaman Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 39
Gambar 15. Integrasi lamtoro dengan rumput raja
b. Tumpangsari dengan Tanaman Pangan
Beberapa jenis tanaman pangan yang dapat dilakukan tumpangsari
dengan tanaman lamtoro diantaranya adalah kacang tanah, cabe, jagung,
kedele, dan singkong.
Gambar berikut ini adalah contoh-contoh integrasi penanaman
lamtoro dengan tanaman pakan maupun pangan yang telah diterapkan
oleh peternak di Pulau Sumbawa.
Bab 6: Tumpangsari Tanaman Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial40
Gambar 16. Integrasi lamtoro dengan kacang tanah
Gambar 17. Integrasi lamtoro dengan tanaman cabe
Bab 6: Tumpangsari Tanaman Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 41
Gambar 18. Integrasi lamtoro dengan tanaman jagung
Gambar 19. Integrasi lamtoro dengan tanaman kedele
42
BAB 7
EKONOMI LAMTORO
Kajian mengenai kegunaan lamtoro secara ekonomi belum banyak
diungkapkan. Apalagi di bidang peternakan. Hal ini membuka peluang
untuk dilakukan penelitian ke arah itu. Shelton dan Dalzell (2007)
menginformasikan bahwa, keuntungan ekonomi penanaman dan peng-
gunaan lamtoro yang ditanam di padang penggembalaan dapat
dikalkulasi, dengan memasukkan komponen:
1. Biaya pembangunan padang penggembalaan
2. Produktivitas dari padang penggembalaan
3. Berapa lama padang penggembalaan digunakan
4. Pendapatan yang diperoleh dari penggunaan lahan
Keempat komponen tersebut mutlak diperhitungkan dalam
manajemen perekonomian pastura. Namun selama ini belum dilaku-
kan, terutama pada pasture milik pribadi ataupun milik bersama. Hal
ini karena petani masih menganggap padang rumput merupakan
anugerah alam sehingga tidak perlu dirawat atau dipelihara.
Sambil menunggu informasi dan hasil-hasil penelitian yang lebih
lengkap perihal ekonomi lamtoro, ada baiknya beberapa informasi yang
serba sedikit berikut ini dijadikan sebagai bahan untuk mengenal
manfaat ekonomi dari lamtoro sebagai pakan ternak.
Bab 7: Ekonomi Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 43
a. Beberapa Contoh
Pengalaman-1: petani di Sumbawa yang memelihara sapi sumbawa
jantan berumur 18 bulan diberi lamtoro sebagai pakan tunggal selama
empat bulan, dijual dengan harga Rp. 11 juta. Sapi sumbawa, jenis
kelamin jantan, umur 60 bulan, dipelihara dengan cara dilepas
merumput di pastura hanya dihargai Rp. 15 juta. Dari perbandingan
harga dan waktu yang diterima petani tersebut, pemberian pakan
lamtoro lebih efisien dan efektif, karena dalam kurun waktu yang sama,
petani dapat memelihara sapi yang diberi pakan lamtoro sebanyak tiga
kali periode dibanding kalau memelihara sapi di pastura.
Pengalaman-2: peternak membeli empat ekor sapi bali pasca sapih
seharga Rp.3 juta per ekor. Setelah dipelihara selama enam bulan dengan
diberi pakan hanya daun lamtoro, kemudian dua ekor yang
pertumbuhannya terendah dijual dengan harga Rp 13 juta. Dua ekor
sisanya yang pertumbuhannya tertingi dipelihara terus hingga mencapai
12 bulan. Kedua sapi ini kemudian dijual dengan harga Rp 30 juta.
Pola seperti ini sudah tiga tahun lamanya dilakukan oleh peternak ter-
sebut dan akan terus dilakukan seperti itu. Hal ini memberi petunjuk
bahwa tanaman lamtoro mempunyai arti ekonomi tinggi bagi mereka.
Pengalaman-3: penelitian yang dilakukan Supriyadi et al. (2014)
mendapatkan bahwa pendapatan petani per hektar lahan yang ditanami
lamtoro diintegrasikan dengan tanaman pangan dan sapi lebih besar
dibandingkan dengan hanya menanam tanaman pangan saja.
Bab 7: Ekonomi Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial44
Tabel 7. Pendapatan Petani Sistem Integrasi dengan NonIntegrasi
No Sistem PertanamanProduksi
ton/ha
Pendapatan Kotor
USD
1. Jagung 1) 4,1 1248
2. Singkong 2) 8,6 2571
3. Sapi 3) 6,4 3857
7676
1. Jagung 1) 6,6 1980
2. Singkong 2) 8,6 2571
4552
3124
Integrasi Lamtoro dengan
Perbedaan antara Sistem Integrasi dengan Non
Integrasi
Jumlah
Jumlah
Non Integrasi
Sumber: Supriyadi et al. (2014).
Keterangan: 1) Panen 2x setahun/ha
2) Panen 1 x setahun/ha
3) 6 ekor sapi bali bobot badan 250 kg dengan
pertumbuhan 0,4 kg/hari
Tampak pada data Tabel 3 bahwa, tanaman lamtoro sangat me-
nguntungkan ditanam pola sistem integrasi dengan tanaman pangan
dan sapi dibanding tanaman lamtoro yang diintegrasikan dengan hanya
tanaman pangan saja. Hal ini menegaskan bahwa lamtoro sangat
bermanfaat bagi ternak yaitu sebagai pakan.
b. Kesejahteraan Masyarakat
Pengalaman-4: di Manggarai Timur, Flores Nusa Tenggara Timur,
pohon lamtoro dijadikan sebagai sumber kayu api. Kayu lamtoro yang
sudah ditebang. Daun, polong dan ranting yang masih muda dijadi-
kan sebagai pakan, sedangkan kayu dibelah dan dikuliti. Setelah itu
kayu yang sudah dikuliti dijemur sampai kering. Kayu lamtoro memiliki
Bab 7: Ekonomi Lamtoro
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 45
nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta
menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas
sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. Kayunya termasuk padat
untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600 kg/m³)
dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya
(Ruslin, 2011). Kayu lamtoro kering kemudian diikat. Setiap ikat terdiri
atas 5 (lima) potong dan dijual seharga Rp. 1000/ikat. Dalam sehari
satu orang paling sedikit bisa mengumpulkan 50 ikat kayu, atau Rp
50.000.
Hutan lamtoro yang dimanfaatkan warga pesisir utara Manggarai
Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan hasil penanaman
lamtoro selama 10 tahun sejak 1978-1988 melalui program Operasi Nusa
Hijau.
46
BAB 8
PERAN LAMTORO DALAM
KONSERVASI LINGKUNGAN
Lamtoro merupakan tanaman tahunan dan berumur panjang, yaitu
dapat mencapai lebih dari 30 tahun. Dengan demikian tanaman ini
sangat cocok untuk dijadikan sebagai tanaman konservasi, terlebih
fungsinya di bidang penghijauan sangat menonjol. Lamtoro diguna-
kan sebagai tanaman pencegah erosi, pelindung tanaman perkebunan
yang tumbuhnya merambat , dan penyubur lahan. Akar lamtoro me-
ngandung bintil akar, sehingga memiliki potensi besar untuk
memperbaiki kesuburan tanah (Kustiawan, 2001).
Mengingat manfaatnya yang sedemikian besar, maka peran lamtoro
dalam bidang konservasi lingkungan tentu tidak boleh dianggap kecil.
Berikut beberapa keadaan yang terjadi sehubungan dengan isu
lingkungan hidup yaitu pemanasan global, gas rumah kaca, dan upaya
pengendalian pemanasan global. Untuk mengatasi keadaan tersebut,
beberapa ikhtiar kegiatan berikut ini dapat dilakukan oleh masyarakat
melalui penanaman lamtoro di lahannya masing-masing, maupun oleh
pemerintah di areal hutan atau lahan milik pemerintah yang lainnya,
terutama di lahan kering.
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 47
a. Pemanasan global
Isu pemanasan global akibat efek rumah kaca sangat menyedot
perhatian seluruh penduduk dunia. Mengapa? Karena terjadinya
kenaikan suhu permukaan bumi. Hal ini timbul sebagai akibat praktik
pertanian di Negara maju yang menggunakan rumah kaca sebagai cara
meningkatkan produksi pertaniannya. Agar tanaman hortikultura
seperti sayur mayur meningkat produksinya dan tidak terserang hama,
maka tanaman tersebut ditanam di dalam rumah kaca. Temperatur pada
siang hari di dalam rumah kaca akan mengalami peningkatan dibanding
dengan di luar rumah kaca. Ini terjadi karena sinar matahari yang
menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman di dalam rumah
kaca sebagai sinar inframerah yang berupa panas. Sinar ini tidak dapat
keluar dari dalam rumah kaca sehingga suhu naik (Frick dan Suskiyanto,
2007). Fenomena rumah kaca identik dengan radiasi sinar matahari
gelombang pendek. Pada saat sinar gelombang pendek tersebut
menyentuh permukaan bumi, maka akan berubah menjadi panas,
sehingga bumi terasa hangat. Permukaan bumi akan menyerap panas
itu sebagian dan yang tidak terserap akan dipantulkan. Sinar yang
dipantulkan itu ada yang langsung ke angkasa luar seperti sinar infra
merah gelombang panjang. Tetapi ada sinar yang sudah berubah men-
jadi panas namun terperangkap di atmosfer akibat menumpuknya gas
rumah kaca, seperti uap air, karbon dioksida (CO2), ozon troposfir,
dinitrogenoksida (N2O), metana (CH
4), dan klorofluorokarbon (CFCR-
11 dan 12). Belakangan Protokol Kyoto 1997 menetapkan enam jenis
gas rumah kaca yakni CO2, CH
4, N
2O, HFC, PFC, dan SF
6 yang
kesemuanya kemudian disetarakan terhadap gas CO2. Efek pemanasan
global ini dapat ditekan melalui penanaman pohon. Lamtoro adalah
salah satu yang dianjurkan karena berumur panjang. Sekali menanam,
akan lama waktu menikmati hasilnya. Selain itu, lamtoro mempunyai
biomassa daun yang banyak, sehingga banyak pula volume gas CO2
yang dapat diserap. Selain itu, perakaran lamtoro banyak mengandung
bintil akar. Besar kemungkinannya peran bintil selain menambat N, juga
menyerap panas yang ada dalam tanah, sehingga permukaan bumi
berkurang panasnya.
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial48
b. Gas rumah kaca
Gas rumah kaca (GRK) merupakan gas yang terkandung dalam
atmosfer baik alami maupun antropogenik, yang menyerap maupun
memancarkan kembali radiasi infra merah. Gas Rumah Kaca sangat
bermanfaat untuk menjaga agar permukaan bumi tetap hangat. Gas ter-
sebut menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang
dipancarkan bumi. Proses inilah yang menyebabkan panas terpendam
di permukaan bumi. Hal ini berlangsung terus menerus, sehingga rataan
suhu permukaan bumi meningkat setiap tahun. Ervianto (2012)
menghimpun pendapat kalangan pakar, bahwa dari semua gas rumah
kaca tersebut, CO2 merupakan gas yang paling lama tinggal di atmosfer
bumi. Gas CO2
merupakan gas hasil pembakaran sumber bergerak
seperti kendaraan bermotor yang dibuang melalui knalpot, atau
pembakaran sumber tidak bergerak seperti pabrik, pembangkit listrik
tenaga diesel yang dikeluarkan melalui cerobong asap. Gas ini mem-
punyai kemampuan menyerap panas paling kecil, namun menyumbang
efek rumah kaca paling besar yaitu mencapai 50%. Sangkertadi (2010)
menuliskan bahwa, pembakaran 1 liter premium menghasilkan 2,33 kg
CO2 , sedangkan 1 liter solar dihasilkan 2,67 kg CO
2. Selain itu, gas rumah
kaca yang ikut andil dalam pemanasan global adalah metana (CH4).
Gas ini menyumbang 13% efek rumah kaca, dan jumlahnya di atmosfer
sekitar 0,5% dari total CO2. Meskipun jumlahnya hanya sedikit, namun
CH4 punya kemampuan menangkap panas jauh lebih besar daripada
CO2 , yakni 21 kali lipat.
Gas metana dihasilkan oleh alam, dapat berasal dari tanah, gunung
berapi, fermentasi bahan organik, dan yang paling banyak menghasilkan
gas ini adalah kegiatan peternakan ruminansia. Dari total 600 juta ton
setiap tahun metana yang dihasilkan secara alamiah, sekitar 85 juta ton/
tahun gas tersebut berasal dari ternak ruminansia. Emisi gas metana
yang dihasilkan dari feses seekor sapi selama setahun setara dengan
gas metana yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan bermotor yang
dipakai menempuh perjalanan sepanjang 70.000 km. Demikian pula
untuk memproduksi 1 kg daging sapi menyumbang 36,4 kg CO2.
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 49
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, ikhtiar yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari gas rumah kaca
terutama CO2 dan metana adalah menanam pohon yang berumur
panjang dan banyak memiliki daun, misalnya lamtoro. Penanaman
lamtoro di sepanjang jalan raya yang lalu lintas kendaraan bermotor
padat atau sangat padat dapat mengurangi jumlah CO2 di udara karena
diserap oleh daun tanaman. Demikian pula penanaman lamtoro di
sekitar pabrik yang menghasilkan asap atau di sekitar areal operasional
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), selain daun tanaman ini
menyerap gas CO2 juga dapat meredam suara mesin sehingga tidak
membuat indera pendengaran kita rusak.
c. Pengendalian pemanasan global
Ikhtiar yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi
dampak negatif dari adanya pemanasan global adalah dengan menekan
produksi metana dan CO2. Caranya dengan menanam, menumbuhkan,
dan memelihara pohon, terutama pohon yang berumur panjang,
produksi daunnya lebat, dan bermanfaat bagi ternak. Pohon lamtoro
yang masih muda dan pertumbuhannya cepat, mampu menyerap
karbon cukup banyak, memecahnya melalui proses fotosintesis dan
kemudian menyimpan karbon dalam kayunya. Penanaman lamtoro
sistem alley cropping di lahan padang penggembalaan, lahan perkebunan,
ataupun halaman rumah merupakan strategi jitu untuk menekan
meningkatnya gas rumah kaca. Hal ini dimungkinkan karena lamtoro
bersifat cepat tumbuh dan menghasilkan banyak biomassa sepanjang
tahun.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa Protokol Kyoto
1997 menetapkan enam jenis gas rumah kaca yakni CO2, CH
4, N
2O, HFC,
PFC, dan SF6. Dua diantaranya yakni CO
2 dan CH
4, banyak dihasilkan
oleh peternakan ruminansia sapi, kerbau, kambing, dan domba.
Mengapa ruminansia banyak menyumbang kedua gas rumag kaca ter-
sebut? Hal ini terjadi karena pakan ruminansia sebagian besar terdiri
atas hijauan baik rumput maupun legume. Rumput banyak me-
ngandung karbohidrat struktural seperti selulosa dan hemiselulosa yang
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial50
merupakan komponen serat kasar serta glukosa dan amilum yang me-
rupakan bagian dari karbohidrat sederhana yang mudah terfermentasi.
Semua komponen bahan tersebut akan mengalami fermentasi di dalam
rumen. Produk utama dari fermentasi rumen adalah Asam Lemak
Volatil (Volatile Fatty Acid, VFA), CH4, dan CO
2.
Bagaimana proses terbentuknya gas CO2 dan gas metana dalam
rumen, dapat diterangkan melalui perhitungan Stoichiometry fermentasi
karbohidrat menjadi VFA dan akibatnya terhadap utilisasi energi se-
bagaimana dikemukakan oleh Hungate, (1966) pada Bab 5.
Umpama dari hasil analisis kadar VFA di laboratorium didapatkan
nilai perbandingan antara Asetat : Propionat : Butirat = 70 : 20 : 10, maka
dengan menggunakan persamaan stoichiometry tersebut dapatlah
dihitung jumlah glukosa yang difermentasi, yaitu:
1. 35 C6H
12O
6 + 70 H
2O → 70 CH
3COOH + 70 CO
2 + 140 H
2
2. 10 C6H
12O
6 + 20 H
2 → 20 CH
3CH
2COOH + 20 H
2O
3. 10 C6H
12O
6 → 10 CH
3CH
2CH
2COOH + 20 CO
2 + 20 H
2 +
55 C6H
12O
6 + 50 H
2O → 70 CH
3COOH + 20 CH
3CH
2COOH +10
CH3CH
2CH
2COOH + 90 CO
2 + 140 H
2
4. 35 CO2 + 140 H
2 → 35 CH
4 + 70 H
2O +
55 C6H
12O
6 → 70 CH
3COOH + 20 CH
3CH
2COOH +10
CH3CH
2CH
2COOH + 55 CO
2 + 20H
2O + 35 CH
4
Jika dihitung energi reaktan dan produk fermentasi yang dihasilkan,
diperoleh:
55 C6H
12O
6 → 55(673) = 37015 kkal, sedangkan dalam produk
diperoleh energi sebesar:
70 CH3COOH + 20 CH
3CH
2COOH +10 CH
3CH
2CH
2COOH+ 35 CH
4
→ (70)(209,4) + (20)(367,2) + (10)(524,3) + (35)(210,8) = 34623 kkal.
Ada perbedaan antara energi reaktan dengan energi produk sebesar
37015 kkal - 34623 kkal = 2392 kkal atau 6,5%. Perbedaan sebesar 6,5%
itu adalah merupakan kehilangan yang terbuang sebagai panas
fermentasi. Pemborosan energi juga terjadi pada produksi gas metan
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 51
(CH4) karena metan mengandung energi yang dibuang pada proses
eruktasi oleh ternak. Jumlah energi yang terbuang dalam bentuk metan
adalah 35 x 210,8 = 7378 kkal atau sekitar 20% dari energi reaktan.
Dengan cara yang sama, dapatlah dihitung dengan mudah bahwa,
apabila fermentasi dalam rumen menghasilkan perbandingan A : P : B
= 50 : 40 : 10, maka 55 grol glukosa akan menghasilkan produk sebagai
berikut:
50 CH3COOH + 40 CH
3CH
2COOH +10 CH
3CH
2CH
2COOH + 20
CH4+ 50 CO
2 + 30 H
2O.
Pada kedua contoh tersebut, ternyata panas fermentasi yang
dihasilkan sama, yaitu 6,5%, namun terdapat perbedaan dalam hal
energi yang terbuang sebagai metan. Dalam contoh pertama 20% dan
contoh kedua 11%. Dengan demikian, ada pemborosan energi yang
terbuang dari rumen yaitu pada contoh pertama sebesar 26,5% yang
berasal dari panas fermentasi (6,5%) dan metan (20%). Pada contoh
kedua 11% + 6,5% = 17,5%. Kehilangan energi sebesar itu dapat
dikurangi dengan cara menekan produksi metan.
Seperti yang telah dikemukakan pada Bab 5 bahwa data pada Tabel
5 memperlihatkan produksi asam Propionat dalam rumen sapi yang
diberi pakan lamtoro lebih tinggi daripada yang diberi pakan rumput
gajah. Church (1976) membuktikan hal itu, bahwa produksi metan erat
hubungannya dengan jumlah karbohidrat tercerna. Hubungan tersebut
membentuk persamaan regresi:
Y = 17,68 + 4,012 X
Y = Jumlah metan yang diproduksi (gram) dan X = Jumlah karbohidrat
tercerna (100 gram).
Berdasarkan persamaan tersebut, nampak bahwa produksi metan
berbanding lurus dengan jumlah karbohidrat tercerna. Rumput banyak
mengandung karbohidrat tercerna. Artinya, semakin banyak pakan asal
rumput yang diberikan kepada sapi, baik yang dipelihara di kandang,
maupun yang dipelihara di padang penggembalaan, maka semakin
banyak pula metan yang dihasilkan.
Bab 8: Peran Lamtoro dalam Konservasi Lingkungan
Lamtoro Sumber Pakan Potensial52
Dengan demikian jelas bahwa lamtoro sangat berperan dalam
mengurangi produksi metan. Anggapan yang selama ini menuding
peternakan ruminansia sistem padang penggembalaan sebagai
penyumbang gas metan terbesar di alam akan terbantahkan, apabila di
areal padang rumput ditanam pula lamtoro sistem alley cropping (sistem
lorong) dengan jarak baris tanaman 7-10 meter dan jarak tanaman dalam
baris satu meter. Penanaman cara lorong ini masih memungkinkan
ternak untuk menggembala di antara baris tanaman lamtoro.
53
BAB 9
PENUTUP
Lamtoro merupakan tanaman potensial untuk dikembangkan di
lahan kering seperti padang penggembalaan (bahasa Samawa, Sumbawa
lar) milik peternak, karena daya adaptasi tanaman tersebut terhadap
iklim tropis sangat tinggi, terutama di lahan kering. Lahan kering banyak
terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara (Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur) dan Indonesia Timur. Keadaan lahan di wilayah
tersebut cenderung berkapur dan sangat sesuai untuk pertanaman
lamtoro. Saat ini peternak di Pulau Sumbawa sudah mulai menanam
lamtoro dilahannya untuk mengatasi persediaan pakan yang sering
bermasalah pada musim kemarau, yaitu ketersediaannya berkurang.
Daun lamtoro sangat baik bagi pakan ruminansia, karena
kandungan protein kasar (PK) dan energy (Total Digestible Nutrient,
TDN) masing-masing 24,2% dan 74,7%. Bahkan kandungan gizi lamtoro
lebih baik dibanding dedak padi yang mengandung PK 13% dan TDN
67,9%.
Kesinambungan pengadaan daun lamtoro sebagai pakan sapi
haruslah terjamin sepanjang dibutuhkan. Karena pakan asal lamtoro
sangat digemari ternak baik dalam keadaan segar maupun dalam
keadaan kering atau sudah dijadikan hay, mempunyai kecernaan tinggi,
dan pemberian lamtoro sebagai pakan tunggal pada sapi bali
Bab 9: Penutup
Lamtoro Sumber Pakan Potensial54
menghasilkan pertumbuhan 0.5 kg/ekor/hari. Hal ini memungkinkan
untuk memproduksi daging bermutu dan bersertifikat dengan nama
sumbawa beef. Daging tersebut dijual dengan harga premium.
Applied Research and Innovation System in Agriculture (ARISA)
melalui pilot projeknya di Kabupaten Sumbawa membantu
pengembangan penanaman lamtoro cv taramba dengan mengikutserta-
kan minimal 1000 orang peternak. Saat ini sudah secara masif
penanaman lamtoro tersebut menyebar ke seluruh Pulau Sumbawa.
Lamtoro cv taramba tidak saja disebarkan di Nusa Tenggara Barat akan
tetapi juga di Nusa Tenggara Timur.
Khusus di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat,
daun lamtoro sudah mulai diperdagangkan dengan harga Rp. 500/kg
segar dan Rp 2000/kg kering. Ini memberi lapangan kerja dan sumber
pendapatan baru bagi petani.
55
DAFTAR PUSTAKA
Brewbaker, J.L., N. Hedge, E.M. Hutton, R.J. Jones, J.B. Lowry, F. Moog,
and R. Van den Beldt. 1985. Leucaena-Forage Production-and
Use. NFTA Hawaii.
Church, D.C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants.
Vol 1. Published by D.C. Church.
Dahlanuddin, Imran, Y.A. Sutaryono, Suhubdy, S.H. Dilaga, U.
Abdullah, dan W. Yasa. 2014a. Survey, Identification and De-
sign (SID) Padang Penggembalaan Doro Ncanga Kabupaten
Dompu Nusa Tenggara Barat. Kerjasama Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan
Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Dahlanuddin, O. Yanuarianto, D.P. Poppi, S.R. McLennon and S.P.
Quigley. 2014b. Live weight gain and Feed Intake of Weaned
Bali Cattle fed Grass and Tree Legumes in West Nusa Tenggara,
Indonesia. Anim, Prod. Sci. 54 (7) pp: 915-921.
Devi, M.VN., Ariharan, VN, and N. Prasad P. 2013. Nutritive Value and
Potential Used of Leucaena leucocephala as Biofuel-A Mini Re-
view. Research journal of Pharmaceutical, Biological, and Chemi-
cal Sciences. Vol 4 (1): 515-521.
Dilaga, S.H., Hasyim, C. Arman, dan Lestari. 2002. Pengembangan Sapi
Hissar di Wilayah Moyo Hilir Sumbawa. Laporan Penelitian
Hibah Bersaing IX/2 Perguruan Tinggi. Ditbinlitabmas Ditjen
Dikti Depdiknas RI.
Bab x: ????????????????
Lamtoro Sumber Pakan Potensial56
Dilaga, S.H., Santi Nururly, Padusung, dan Imran. 2014. Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Lar dan Teknologi Dalam Rangka Penerapan
UUPPLH Untuk Ketahanan Pakan Guna Meningkatkan Produksi
Daging dan Susu Nasional. Prosiding Seminar Nasional Pusat
Studi Lingkungan Hidup ITS. Surabaya, 20 November 2014.
Hal:35-40.
Dilaga, S.H., Imran, Santi Nururly, dan Padusung. 2015a. Pengembangan
Sumber Daya Lar Sapi Sumbawa Guna Meningkatkan Produksi
Daging Dan Susu Nasional (Penelitian Kaji Terap). Prosiding
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 7, Fakultas
Peternakan UNPAD. Sumedang 11 November 2015. Hal: 6-10.
Dilaga, S.H., Imran, Santi Nururly, dan Padusung. 2015b. Teknologi
Tepat Guna Mengembangkan Tanaman Pakan di Padang
Penggembalaan Milik Peternak: Membuat Pedok dan Menanam
Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Pustaka Reka Cipta,
Bandung.
Dilaga, S.H., Imran, Santi Nururly, dan Padusung. 2016. Penanaman
Lamtoro di Lar Milik Peternak Untuk Pakan Sapi Sumbawa Pasca
Sapih Sebagai Penghasil Daging Dalam Menunjang Pariwisata.
Prosiding Seminar Nasional Saintek ke-3 Universitas Nusa
Cendana, Kupang, 28-29 Oktober 2016. Hal: 245-249.
Ervianto, W.I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau
Perencanaan, Pengadaan, Konstruksi dan Operasi. Penerbit Andi
Yogyakarta.
Frick, H. dan Suskiyanto. 2007. Dasar-dasar Arsitektur Ekologis .
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Gutteridge, R.C. and H.M. Shelton. 1998. Forage Tree Legumes in Tropi-
cal Agriculture. Published by Tropical Grassland Society of Aus-
tralia Inc.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A.D. Tillman. 2005. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University
Press. Cetakan Kelima.
Bab x: ????????????????
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 57
Hungate, R.E. 1966. Rumen and It’s Microbes. Agricultural Experimen-
tal Station, Univ. of California. Acad. Press New York, San
Fransisco, London.
Kamus Pertanian Umum. 2013. Tim Penyusun Kamus PS. Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta.
Kominfo Manggarai Timur 2016. Jejak Operasi Nusa Hijau dan Lamtoro.
Warga Pesisir Utara Manggarai Timur Panen Rupiah. Pos
Kupang, Sabtu 29 Oktober 2016. Halaman 12.
Pamungkas, D., Y.N. Anggraeni, Kusmartono, dan N.H. Krishna. 2008.
Produksi Asam lemak Terbang dan Amonia Rumen Sapi Bali
Pada Imbangan Daun Lamtoro (L.leucocephala) dan Pakan
Lengkap yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hal: 197-204.
Panjaitan, T., M. Fauzan, Dahlanuddin, M.J. Halliday, and H.M. Shelton.
2013. Growth of Bali Bulls Fattened Wit Forage Tree Legumes in
Eastern Indonesia: Leucaena leucocephala in Sumbawa. Proceed-
ing of the 22nd International Grassland Congress. Hal: 601-602.
Richards, S.V., 1981. Conservation and Utiliza-tion of Pasture legumes
in Burma. Reg. Comm. IBPGR for Southeast Asia. News Letter,
FAQ Vol. 5 No. 3.
Ruslin,M.2011.http://ruslin-munir.blogspot.co.id/2011/12/makalah-
tentang-tanaman-lamtoro. html. Kamis, 01 Desember 2011.
(Diakses tanggal 10 September 2016).
Saucedo, G., F.J. Alvarez, N. Jimenez, and A. Arriaga. 1980. Leucaena
Leucocephala as a Supplement for Milk Production on Tropical
Pastures with Dual Purpose Cattle. Trop. Anim. Prod. 5 (1): 38-
42.
Sangkertadi, 2010. Peran Arsitektur Hijau Dalam Mekanisme
PembangunanBersih MelaluiUpaya Pengurangan Emisi Gas
Karbon. Seminar Nasional FTSP-ITN Malang 15 Juli 2010.
Shelton, M. and S. Dalzell. 2007. Production, Economic and Environ-
mental Benefits of Leucaena Pastures. Tropical Grassland Vol.
41: 174-190.
Bab x: ????????????????
Lamtoro Sumber Pakan Potensial58
Supriyadi, M., M.L. Mullik, Y.A. Sutaryono, C.D.C. Varela, L. Coimbra,
P.D. Deus, and Dahlanuddin. 2014. Tree Legume-Maize-Cassava
Integration to Improve Bali Cattle Productivity in Timor-Leste.
Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. Vol. 30: 146.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen
Ilmu Makanan Ternak IPB.
Widiawati, Y., M.Winugroho, dan P. Mahyudin. 2010. Estimasi Produksi
Gas Metana Dari Rumput dan Tanaman Leguminosa Yang
Diukur Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hal: 131-136.
Yahya, Y. 2014. Tanaman Lamtoro, Hijauan Pakan untuk Sapi dengan
Tingkat Kecernaan Paling Tinggi. 1. http://
yusranyahya.blogspot.co.id/2014/10/tanaman-lamtoro-hijauan-
pakan-untuk.html. (Diakses tanggal 10 September 2016).
59
BIOGRAFI PENULIS
Dr. Ir. H. Syamsul Hidayat Dilaga, MS., dilahirkan
di Sumbawa Besar pada tanggal 01 Januari 1960.
Menamatkan Sekolah Dasar di Sumbawa Besar
(1971), SMP di Praya (1974) dan SMPPN 33 di
Mataram (1977). Gelar Sarjana Muda Peternakan
(BSc) dan Sarjana (Ir) diperoleh dari Fakultas
Peternakan Universitas Mataram (Unram) berturut-
turut tahun 1981 dan 1983. Kemudian melanjut-
kan studi ke Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, dan mem-
peroleh gelar Magiter Sains (MS,1987), dan Doktor (Dr, 1992) dalam
bidang Ilmu Ternak. Sejak 1985 menjadi Dosen pada Fakultas
Peternakan Unram.
Melakukan study banding ke beberapa universitas di Western Aus-
tralia-Perth (1995), mengikuti Kursus Amdal di Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Unram (1996), Kursus Amdal Kawasan Pesisir dan
Kepulauan di Pusat Studi Lingkungan Hidup Unhas-Ujungpandang
(1997), mengikuti Academic and Institusional Networking di Germany,
Austria, dan Switzerland (1998), study banding ke Belanda dalam rangka
pendirian SMK Perikanan dan Kelautan di Indonesia (1999), dan kursus
Environmental Analysis of Animal Industries di School of Animal Stud-
ies-the University of Queensland, Australia (2002).
Riwayat pekerjaan: Kepala Seksi Seleksi Bibit Ternak dan Hijauan
Makanan Ternak-Proyek IFAD Dinas Peternakan NTB (1983-1984),
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial60
Ketua Laboratorium Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan Unram (1993-
2000), Counterpart Animal Science LPIU-IAEUP Unram (1995-1996),
Ketua Student Advisory Center Unram (1996-1997), Ketua Tim Pen-
damping PPSSPP Dinas Peternakan NTB (1998-2000), Anggota Tim
Pengembangan SMK Pertanian di Indonesia-kerjasama Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan RI dengan Pemerintah Belanda (1999-2000), Ketua dan
Anggota Tim Krenova Pemda NTB (2003-2005), Ketua Jurusan Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Unram (2003-2008),
Anggota Komisi Pakan pada Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Departemen Pertanian RI (2006-2010), Staf Ahli
Gubernur NTB Bidang Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup, dan
Ketahanan Pangan (2008-2010), Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi NTB (2010-2012), dan Kepala Badan Lingkungan Hidup
dan Penelitian Provinsi NTB (201-2013).
Buku yang ditulis: Peternakan Sapi Bali (Bumi Aksara, Jakarta 1987),
Nutrisi Mineral Makanan Ternak (Akademika Pressindo, Jakarta 1992),
Beternak Sapi Hissar (Akademika Pressindo, Jakarta 2002), Sapi
Sumbawa Sumber Daya Genetik Ternak Indonesia (Pustaka Reka Cipta,
Bandung 2014), Teknologi Tepat Guna Mengembangkan Tanaman
Pakan di Padang Penggembalaan Milik Peternak: Membuat Pedok dan
Menanam Hijauan Makanan Ternak (Pustaka Reka Cipta, Bandung
2015), dan Revolusi Pangan (Editor, Regional Institut-104, Mataram
2016). Penulis juga aktif mengikuti seminar ditingkat nasional maupun
internasional.
Mendapat tanda jasa/penghargaan: Adhitiya Tridharma Nugraha
dari Mendikbud RI (1995), Satya Lancana Karya Satya 10 tahun (2001)
dan 20 tahun (2009) dari Presiden RI, penghargaan dari Mendiknas RI
sebagai Penyaji Poster Terbaik Seminar Nasional Penelitian Hibah
Bersaing VIII di Jakarta 2003.
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 61
Dr. Ir. Imran, M Si., dilahirkan di Sumbawa Besar
pada tanggal 04 Januari 1962. Menamatkan Sekolah
Dasar di Madrasah Ibtidayah Negeri (1974), SMP
Negeri 1 (1977), SMA NEGERI 1 (1981) semuanya
di Sumbawa Besar. Gelar Sarjana Peternakan (Ir)
diperoleh dari Fakultas Peternakan Universitas
Mataram (Unram) tahun 1985. Gelar Magister Sains
(M.Si) diperoleh dari Fakultas Pasca Sarjana Intitut
Pertanian Bogor pada tahun 1996. Pada tahun 2013
meraih Gelar Doktor di Univeritas Gadjah Mada dalam bidang Ilmu
Ternak. Sejak 1986 menjadi dosen pada Fakultas Peternakan Unram.
Aktif megikuti seminar baik di dalam maupun di luar negaeri. Me-
ngikuti Kursus Pangan dan Gizi di UGM (1988), Short Course on Bio-
chemistry of Ruminant Digestion di Unram (1992), Animal Physiology
Short Course Helt di Unram (1993), Short Course On Academic Net-
working di Undana Kupang (1994), Short Term Training Academic Net-
working of Higher Education di Unsoed Purwokerto (1998), Institutional
Networking Application Workshop di Universitas Mataram (1998),
Kursus Teknik Evaluasi In vitro dan In Sacco Pakan Ruminansia di Unhas
Makassar (2003).
Riwayat pekerjaan: Koordinator Lapangan di Kabupaten Sumbawa
pada Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani (1998-1999), dan
Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian untuk Pemberdayaan
Masyarakat Tani (1999-2000), Sekretaris Program D3 Fakultas
BIOGRAFI PENULIS
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial62
Peternakan (2002-2004), Ketua Laboraorium Hijauan dan Menejemen
Padang Penggembalaan Fakultas Peternakan Unram (2005-2006 dan
2014-2016).
Buku yang ditulis: Teknologi Tepat Guna Mengembangkan
Tanaman Pakan di Padang Penggembalaan Milik Peternak: Membuat
Pedok dan Menanam Hijauan Makanan Ternak (Pustaka Reka Cipta
Bandung, 2015), Buku Ajar Ilmu Tanaman Makanan Ternak (Fakultas
Peternakan Unram, 2015)..
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 63
BIOGRAFI PENULIS
Ir. Hj. Santi Nururly,MM. dilahirkan di Jambi, 09
September 1967. Tamat Sekolah Dasar di Samarinda
- Kalimantan Timur (1979), SMP di Jambi (1982),
dan SMA di Pontianak–Kalimantan Barat (1982).
Gelar Sarjana (Ir) diperoleh di Fakultas Peternakan
IPB–Bogor (1989), kemudian melanjutkan studi ke
jenjang S2 pada Program Pascasarjana UI, dan
meraih gelar Magister Manajemen (MM) tahun
1992. Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswa
Program Doktor (S3) Manajemen Sumber Daya Manusia pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Aktif melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat
seperti Penelitian Prioritas Nasional MP3EI, Program Ipteks bagi
Kreatifitas dan Inovasi Kampus (IbIKK), Program Ipteks bagi Wilayah
(IbW), dan Program Ipteks bagi Masyarakat (IbM).
Riwayat Pekarjaan: Technical Assistant di PT. Japfa Comfeed Indo-
nesia Cabang Bandar Lampung, Staf pada kantor Konsultan Publik
Drs. Soecipto, Jakarta (1992-1994), Treasury officer pada PT. Nusa Cipta
Rancana Jakarta (1994–1998). Sejak Mei 1999 sampai saat ini tercatat
sebagai Dosen di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mataram. Ketua Laboratorium Komputer Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Mataram (2013-2016).
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial64
Buku yang ditulis: Teknologi Tepat Guna Mengembangkan
Tanaman Pakan di Padang Penggembalaan Milik Peternak: Membuat
Pedok dan Menanam Hijauan Makanan Ternak (Pustaka Reka Cipta
Bandung, 2015), Buku Ajar Studi Kelayakan Bisnis (Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Unram, 2015)..
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial 65
Ir. H. PADUSUNG, MP. dilahirkan di Lape-
Sumbawa 15 Maret 1961. Menamatkan Sekolah
Dasar (1974) dan SMP (1977) di Lape, SMAN 1
(1981) di Sumbawa Besar. Gelar Sarjana (Ir)
diperoleh di Fakultas Pertanian Universitas
Mataram (1987), dan gelar Magister Pertanian (MP)
dari Fakultas Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran
Bandung (2000) dalam bidang Ilmu Konservasi dan
Reklamasi Lahan. Sejak 1988 menjadi dosen pada almamaternya di
Fakultas Pertanian Unram Jurusan Ilmu Tanah.
Riwayat pekerjaan: Ketua UPT Green House Fakultas Petanian
Unram (2000-2004), Sekretaris Program Studi Ilmu Tanah (2004-2009),
Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Unram selama dua
periode (2007-2011 dan 20011-2015). Pada 2010-2012 menjadi Ketua
Badan Kerjsama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) seluruh Indonesia.
Mulai aktif di Pusat Studi Lingkungan (PSL) Unram tahun 1992
dan mengikuti Kursus AMDAL di Unram (1996), AMDAL B di Unair
(2001), dan Audit Lingkungan di UGM (2014). Banyak melakukan
penelitian, pengabdian, konsultasi publik, dan penyusunan Dokumen
Lingkungan. Penyusunan dokumen lingkungan yang paling sering di-
lakukan adalah penyusunan dokumen AMDAL, UKL-UPL, KLHS,
DPLH, DELH, dan SPPL. Selain itu, menjadi anggota komisi penilai
AMDAL NTB, komisi penilai AMDAL Kabupaten Lombok Barat, dan
Komisi AMDAL Kabupaten Sumbawa.
BIOGRAFI PENULIS
Biografi Penulis
Lamtoro Sumber Pakan Potensial66
Buku yang ditulis: Konservasi Tanah dan Air (Mataram University
Press, 2005), Fisika Tanah (Mataram University Press, 2005), Teknologi
Tepat Guna Mengembangkan Tanaman Pakan di Padang
Penggembalaan Milik Peternak: Membuat Pedok dan Menanam Hijauan
Makanan Ternak (Pustaka Reka Cipta Bandung, 2015).
Terdaftar sebagai Anggota Komisi Profesi HITI (Himpunan Ilmu
Tanah Indonesia) dan anggota FAI (Forum AMDAL Indonesia).