lampiran i pedoman wawancara -...
TRANSCRIPT
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Lampiran I
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk: Masyarakat “Kampung Idiot” (Dalam Kategori Normal)
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Pekerjaan :
6. Riwayat Pendidikan :
7. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini?
8. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?
9. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak
pindah ke desa lain)?
10. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat lain, khususnya dengan
orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?
11. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai
“Kampung Idiot”)?
12. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai
“Kampung Idiot”)?
13. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat Desa
Sidoharjo/ “Kampung Idiot” ini?
II. STIGMATISASI
14. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan
mental?
15. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai
“Kampung Idiot”?
16. Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu memberikan stigma baik bentuk
verbal maupun non-verbal kepada orang yang mengalami keterbelakangan
mental?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
17. Jika pernah(soal no.9), seperti apa bentuk stigma, baik bentuk verbal
maupun non-verbal yang pernah anda berikan?
18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo,
bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya:
perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang
pernah bapak/ibu terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?
III. DISKRIMINASI
19. Jika, bapak/ibu mempunyai hajatan (seperti: hajatan pernikahan, ulang
tahun anak, selamatan dan lain sebagainya) Apakah bapak/ibu juga
mengundang orang yang mengalami keterbelakangan mental?
20. Ketika hari raya idhul fitri tiba, apakah bapak/ibu juga bersilaturrahmi
dengan warga yang mengalami keterbelakangan mental?
21. Ketika bapak/ibu membutuhkan pekerja seperti saat musim tanam maupun
masim panen, akankah/pernahkan bapak/ibu mempekerjakan
warga/tetangga yang mengalami keterbelakangan mental(kategori ringan)?
22. Ketika salah satu masyarakat/tetangga bapak/ibu yang mengalami
keterbelakangan mental terkena musibah(seperti: meninggal dunia, sakit,
kecelakaan dan lain sebagainya) apa yang bapak/ibu lakukan?
23. Ketika, ada sebuah acara seperti hajatan, selamatan, membangun rumah
dan lain sebagai pada keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental,
akankah/pernahkah bapak/ibu berkunjung/ikut membantu keluarga
tersebut?
IV. RESPON
24. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, tetangga bapak/ibu yang
mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik bentuk verbal maupun
non-verbal?
25. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan
Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?
26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu, sebagai masyarakat Desa
Sidoharjo terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan
mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti:
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan?
b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain,
seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam
kegiatan di desa?
c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)?
27. Kemudian, bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai masyarakat di desa ini
memperlakukan warganya/tetangganya yang mengalami keterbelakngan
mental?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk: Pihak Keluarga (dari Retardasi Mental)
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Pekerjaan :
6. Riwayat Pendidikan :
7. Jumlah Keluarga yang:
retardasi mental
8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini?
9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?
10. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa
tidak pindah)?
11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat maupun dengan
tokoh masyarakat disini?
12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma
sebagai “Kampung Idiot”)?
13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai
“Kampung Idiot”)?
14. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai keluarga/orang
tua dari anak yang berkebutuhan khusus?
II. STIGMATISASI
15. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi
Mental/keterbelakangan mental?
16. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo
sebagai “Kampung Idiot”?
17. Bagaimana tanggapan/penilaian masyarakat lain melihat keluarga
bapak/ibu?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
18. Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu yang mengalami
keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk
verbal maupun non-verbal(misalnya: perlakuaan yang tidak
menyenangkan, ejekan, sindiran dll)?
19. Jika pernah(soal no.11), seperti apa sajakah bentuk-bentuk stigma,
baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah diterima?
III. DISKRIMINASI
20. Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba
Agustusan) atau kegiatan lainnya, akankah keluarga bapak/ibu
ikut/diikutsertakan dalam acara tersebut?
21. Ketika keluarga bapak/ibu mengalami musibah seperti ada anggota
keluarganya yang meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain
sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat pada
keluarga bapak/ibu?
22. Ketika keluarga bapak/ibu sedang mempunyai hajatan,
membangun rumah, panen dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa
yang diberikan oleh masyarakat pada keluarga bapak/ibu?
23. Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah keluarga ibu yang
mengalami retardasi mental diikutsertakan dalam
pemilihan/didaftarkan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap)?
24. Pernahkah, keluarga ibu yang mengalami retardasi mental
mendapat tawaran pekerjaan dari tetangga(misalnya: mencari
rumput, mencangkul disawah, membantu saat masa panen dll)?
25. Pernahkah, anggota keluarga bapak/ibu ditolak dalam melamar
pekerjaan, dengan alasan keluarga bapak/ibu dari Desa Sidoharjo/
karena mengalami keterbelakangan mental?
IV. RESPON
26. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang
mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik
bentuk verbal maupun non-verbal dari orang lain?
27. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang
mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dalam bidang sosial, politik
maupun ekonomi?
28. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang
menyebutkan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk: Tokoh Masyarakat (formal maupun informal)
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Jabatan di Desa :
6. Pekerjaan :
7. Riwayat Pendidikan :
8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini?
9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?
10. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa
tidak pindah ke desa lain)?
11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat, khususnya dengan
orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?
12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma
sebagai “Kampung Idiot”)?
13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai
“Kampung Idiot”)?
14. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat
sekaligus sebagai tokoh masyarakat Desa Sidoharjo/”Kampung
Idiot” ini?
II. STIGMATISASI
15. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi
Mental/keterbelakangan mental?
16. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai
“Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak/ibu tentang
label/julukan tersebut?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
17. Ketika bapak/ibu bertemu dengan orang lain diluar kampung ini,
bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak/ibu?
18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa
Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal
(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran
dll) apa yang pernah bapak/ibu terimaterhadap warga masyarakat
Desa Sidoharjo?
III. DISKRIMINASI
19. Ketika di desa ini mengadakankegiatan/acara (misalnya:lomba
Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan
warganya mengalami keterbelakangan mental?
20. Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut(soal no.11)
misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan
dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut,
hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan
atau lain sebagainya?
21. Ketika ada salah satu warga yang retardasi mentalmengalami
musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal
dunia atau kecelakaan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai
tokoh masyarakat disini?
22. Ketika ada salah satu keluarga (retardasi mental)sedang
mempunyai hajatan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh
masyarakat disini?
23. Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang
mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam
DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala
desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?
24. Ketika bapak/ibu sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama
kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu
kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak/ibu
menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang
lain?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
25. Jika pernah(soal no.17), seperti apakah bentuk perlakuan yang
pernah diterima oleh bapak/ibu?
IV. RESPON
26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu terhadap warganya yang
mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari
beberapa aspek seperti:
a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan?
b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain,
seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam
kegiatan di desa?
c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)?
20. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika melihat warganya yang
keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal
maupun non-verbal dari orang lain?
21. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu, jika mendengar masyarakat
lain menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?
22. Bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini
memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan
mental?
23. Kemudian, menurut bapak/ibu solusi apa yang harus dilakukan
mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Lampiran II
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Tokoh Masyarakat
Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 15:45 WIB.
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :MAD
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :MAD
2. Alamat :Dukuh Gupah Warak, Desa Krebet
RT.03/RW.05
3. Usia :30 Tahun
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. Jabatan di Desa :Sekretaris Desa/Carek
6. Pekerjaan :Petani
7. Riwayat Pendidikan :- SD MI Krebet
- SMP Negeri 1 Jambon
- SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo
- Universitas Merdeka Ponorogo
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di balai Desa
Sidoharjo. Karena sebelumnya saya
temui di rumahnya, saya hanya
bertemui istri dan anak beliau, dan
menurut istri beliau disuruh langsung
menemuinya di balai desa.
Dibalai desa tidak ada kesibukan yang
berarti, hanya ada beberapa pegawai
yang sedang mengerjakan sesuatu.
Akhirnya saya dan informan
wawancara di ruang tamu, kondisinya
sepi dan wawancara berlangsung sangat
kondusif.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh
masyarakat, dengan jabatan sebagai
sekretaris desa atau carek. Beliau
orangnya sangat terbuka, ramah dan
sangat komunikatif.
Perilaku Informan secara umum pada
saat interview
Wawancara berlangsung sangat lancar
dan informan juga sangat komunikatif,
karena sebelumnya saya sudah
beberapa kali bertemu beliau pada
waktu penusunan proposal skripsi
semester lalu. Sehingga beliau saya
jadikan salah satu informan kunci
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
dalam penelitian ini.
II. STIGMATISASI
ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi
Mental/keterbelakangan mental?”
MAD “ emmm..dadi kulo mbedakne niku enek mental kaleh jiwa, nek
jiwa niku ke secara mental niku ke normal, karna beban
kehidupan dadi perilakune rodok aneh, niku mental nek ku
ngarani, ehh gangguan jiwa, nek gangguan mental, niku kulo
nganggepe sejak lahir, sejak lahir punya kelainan kebatinan, mulai
lahir punya tenger-tenger rodok aneh bedo karo liyani, iku tak
arani keterbelakangan mental. Sing lahir normal karena beban
kehidupan perilaku radak aneh saya nganggepnya jiwa, dua-
duanya ditangani dan dikelompokkan secara beda.
ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai
“Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang
label/julukan tersebut?”
MAD “Sejarah penyebutan kampong idiot niku..temen-temen media
yang menggulirkan, dulu sebelum ada terbukaan informasi temen-
temen media merasa mereka dibungkam untuk menyuarakan
keadaan disini, akhirnya secara informasi kebebasan pers dijamin,
mereka merasa bahwa dunia berhutang kepada sidoharjo, mereka
hutang..hutang atas informasi yang dulunya terbungkam, sehingga
ada sedikit dendam di hati temen-temen media itu untuk
menyuarakan desa sidoharjo, dulu masih krebet sehingga mereka
membuat sesuatu sing ini nanti harus mendapat perhatian,
akhirnya muncul penyebutan kampong idiot, nek mboten diarani
kampong ngoten kesannya kurang menohok, kurang.kurang
menarik, sehingga mereka membuat istilah kampong idiot,
kompak ndilalah ki media elektronik nyebute nggeh ngoten,
media cetak nyebute nggeh ngoten, akhirnya tujuan mereka
terlaksana, ini sudah terekspost sesuai harapan mereka sejak dulu,
sejak sebelum kebebasan pers keadaan disini harus diketahui
dunia. Dulu kan ada disensor-sensor sekarang kan mboten,
sebenarnya gitu pengistilahan karna mereka meng istilahkan
dendam juga, neng iki wes wayah e dibuka”.
ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini,
bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”
MAD “Nggeh dari penyebutan kampong itu, kampong idiot itu banyak
orang-orang diluar yang salah menafsirkan, jenenge kampong
idiot niku pikiranne sekampung itu idiot semua, geser niate awal
niku, sekampung idiot semua, gak tau yang sebenarnya.
Penafsiran pembaca lain, seolah-olah disini sekampung idiot
semua, emm kalau diambil sisi positifnya ok akhirnya seluruh
dunia jadi tahu keadan disini. Tapi, sisi negatifnya mereka
menjustifikasi tanpa mengklarifikasinya. Dianggep sak kampong
ngono kabeh, terus emm seolah-olah kami tutup mata, banyak
yang nganggep gitu, iki mestine wes suwi la wong wes tuwek-
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
tuwek, sebenarnya gak demikian, kami berupaya, syukur bagi
mereka yang tahu kemudian kesini tersentuh hatinya untuk kesini,
pengen tahu dan akhirnya mereka tahu keadaan sebenarnya. Bagi
yang tidak mau kesini terus mereka Tanya dan meneruskan berita
itu, ke temennya ke orang lain, berita semakn tidak jelas,
ditambahi dikurangi(sambil tertawa)”.
ME “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa
Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal
(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran
dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat
Desa Sidoharjo?”
MAD “Biasane kaleh masyarakat, nek kaleh kul mboten wani. Tapi,
riyen sebelum saya kerja disini, sering..sering, nek akhir-akhir ini
tak tanggepi santai mawon. Nek jaman riyen pas desa nii dereng
pisah kaleh krebet, begitu ngerti kulo ngoten nggeh pas sekolah
teng kito, ngerti omahku krebet ngono, layak mendho(sambil
ketawa) ngonten niku. Jane nggeh mboten mendho. Terus pomo
aku rodok ngantuk ngono ke, nek nggojloki emm besok sarapan
yang agak bergizi ya..(sambil ketawa). Biyen pas koncoku
sekolah ke, lain sekolah..lain sekolah tapi sak angkaten ki, kulo
teng SMKN Jenangan, nah niku SMA Badegan, niku sampek
dijuluki Robet, Orang Krebet, semua temen-temen saya yang
sekolah disitu, temen-temen disitu manggile Robet. Itu sebagai
beban tersendiri Robet ini wes sak elek-elek e wong. Jane Orbet
asline, Orang Krebet, orang-orang krebet lo ya orang medho lah.
Nyek-nyek an, kesakitan nek nyang komunitas nongkronge cah-
cah”.
ME “Terus tanggapannya atau reaksi bapak bagaimana dengan
julukan-julukan tersebut?”
MAD “Nek kulo Pede mawon, karena saya nggak pernah belum ranking
satu, dadi kulo nanggepine, terah wong krebet iki mendho, gek
kulo sing paling mendho. Nek kulo wes sing paling mendho gek
sampean luweh mendho songko aku berarti kon yooo…(sambil
ketawa) saya nanggepine biasane ngoten, Krebet iku memang
mendho dan saya yang paling mendho di Krebet”.
III. DISKRIMINASI
ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba
Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan
warganya mengalami keterbelakangan mental?”
MAD “Kalau untuk acara-acara yang bersifat umum yaa welcome
siapapun boleh ikut, boleh dating tidak membeda-bedakan, kalau
acara khusus untuk mereka tidak ada, tapi kalau untuk acara
umum welcome, nek untuk lomba-lomba aku yo ra tek nggatekne
to,,melu opo ora, nek pas enek wayangan yo ernah mereka dilok,
melu dilok. Melu nopo jenenge emmm jogged-joged niku biasa
pernah ngerti kulo, nek lomba kulo mboten niteni mergine mriki
lombane tidak terpusat satu desa satu kegiatan ngoten mboten,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
dukuh-dukuh ngadakne kegiatan secara terpisah. Dadose kulo
dereng terlalu bias memonitor, kalau dijadwal disini dating jadwal
disini dating ngoten, kulo mboten tek ngamati. Gak iso ngikuti
kabeh.
ME “Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut? misalnya: ikut
dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan
kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya
sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau
lain sebagainya?”
MAD “Saya malah nunjuk panitia khusus, ya juga berdasarkan
musyawarah. Kulo klumpukne tokoh-tokoh masyarakat niku,
terutama perangkat kaleh ketua RT kaleh tokoh-tokoh yang lain
niku diklumpukne dijelasne bahwa ada, arep enek kegiatan ngeten
monggo sinten sing ajeng ngelola, msyawarah lahh, setelah
musyawarak kulo kantun nerbetne SK”.
ME “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami
musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal
dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh
masyarakat disini?”
MAD “Sama, sama dengan yang lain. Malah justru banyak yang
memperhatikan soale dari keluargane kan yo ngono keadaanne,.
Nek sakit yoo sering dijenguk, kemarin niku ada digowo nek
rumah sakit, gangguan jiwa tapi, iyaa kita bawa kesana, dan
seluruh biayanya disuwonne teng Dinas Kesehatan, terus biaya
yang lain-lain, wira-wirine keluarga ditanggung, dicukupi
Pemerintah Desa. Terus pendampingan wonten, kulo ngutus kaur
kesra untuk mendampingi sampek sembuh, dan alhamdulilah
sudah sembuh. Iya iya saya ikut ngurusi itu, tapi ya gak harus
wira-wiri ke rumah sakit terus, kan punya anak buah. Sak kobere
ya ke Sidowayah, tapi kan yo ngeten nek eneng keluhan pasti
enek sing lapor. Tapi nek mung ngurusi ngono tok malah gak
mlaku, kulo wonten orang-orang khusus yang dekat dengan
mereka, dados slamet pumpone kaleh punari(orang yang
menderita keterbelakangan mental), saya mempercayakan dua
orang untuk ngurusi mereka, jadi sebelum bahan makananya
habis mereka lapor dadi mriki kulo nggolekne, slamet loro pak, o
iyoo nggolekne bidan. Ngoten niku dadi mboten gek kulo
mbendino lono, malah ora kecak an. Dadi ada orang-orang yang
saya percayakan celak mriki”.
ME “Ketika ada salah satu keluarga(retardasimental)sedang
mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh
masyarakat disini?”
MAD “Nek diundang yo nggeh, nek ora yo gak. Paling mantu, sunatan
ngonten niku, nek mboten diundang tapi nyang yo koyok
kesripahan ngono kui yon yang”.
ME “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang
mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam
DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?”
MAD “Masuk, malah menjadi perhatian utama, karna itu pasti disorot.
Terus mereka mempunyai hak yang sama, walaupun toh nantinya
mereka itu berkenan atau tidak, yoo sebisa mungkin mereka
diajak menyalurkan suaranya. Tapi, sing utama mereka harus
masuk dulu, hak mereka harus terpenuhi. Walaupun kadang niku
yo dilematis, dilematis se ngeten, sebagian dari mereka tidak
punya identidas sing pas, meniko sangat maklum karna biasa
secara ngeten dinalar ngoten sebagian besar sing bapak, ibuk e
sing punya putra ngoten mboten ndang didamelne surat kelahiran
akhirnya, mereka lahir kapan niku kita tidak punya data yang
pasti. Tapi berusaha sebisa mungkin mereka harus masuk DPT,
yang sudah menjadi hak mereka. Kalau untuk pendampingan dari
KPU, pernah enten..pernah enten menggunakan suarana nggeh
wonten sing didampingi keluarganya. Kalau saya mgajak
ndampingi mboten nate. Tapi kita sosialisasikan umum aja, bahwa
semua orang yang punya hak pilih mbok niu berkebutuhan
khusus, utawi mboten niku dijak ayo-ayo menggunakan hak
pilihnya, nek enten sing kesulitan menyalurkan, dimohon untuk
melaporkan ke KKPS, untuk dibantu. Kalau perlakuan khusus
untuk mereka ya, nek ngurusi sing berkebutuhan saja yo ra
rampung. Sing penting kita tidak mendiskriminasi hak mereka
saya rasa itu sudah cukup. Pomone mereka tidak bias mendatangi
KPS, terus dari keluarganya itu menghendaki kami untuk
mendekat memberi kesempatan untuk ke rumah tak roso yo
temen-temen gak keberatan. Intinya kami tidak membedakan
mereka punya hak yang sama. Tapi nek kulo ajak-ajak, ayo
nyoblos malah berbahaya. Yaa..jenenge kulo figure public niku,
kula anggepane cedhek karo calon A cedhek karo calon B. Aji
mumpung iki wong sing ra jowo diajak I karo pak carek iki, dijak
nyoblos iki kan yo ngoten. Njagani niku”.
ME “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama
kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai
suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak
menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari
orang lain?”
MAD “Nek sing kulon Kecamatan Jambon, roto-roto mereka tidak
memandang buruk, mereka memandang beratnya tugas
pemerintah desa ngoten, mereka memandang beratnya pemerintah
desa, desa lain tidak terbebani dengan orang idiot, yang special
mriki kaleh krebet. Terutama mriki karena down syndromnya
paling banyak. Mereka malah bersimpati, tapi nek di daerah-
daerah agak jauh karena rata-rata mereka tahunya dari media yang
sudah lain lagi. Sidoharjoo iki anggepi kampong sing
terrrbeelaakaanggg ngoten(sambil ketawa), dadi di lingkungan
Kecamatan Jambon, mereka tahu dengan beban, beban
pemerintah desa untuk mengatasi hal itu, secara prestasi Desa
Sidoharjo tidak kalah dengan desa-desa lain di sekitar kecamatan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Jambon, jadi mereka justru simpati. Tapi kalau untuk masalah-
masalah seperti ini tidak pernah saya buka di forum, karena
kasian nanti menunggu kasus saya, biasanya setelah forum selesai
saya langsung bertemu dengan pimpinan rapatnya langsung, jadi
langsung ada solusinya. Dinas social umpamane, langsung ke
kepala, saya punya warga iki-iki iki butuhe ngeten njenengan
saged usahakne opo gak? Langsung ditanggepi positif, tapi yo gak
secepat jawapane(sambil ketawa)
IV. RESPON/REAKSI
ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang
mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari
aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?
MAD “Sebagian besar niku buruh tani, sebagian besar dari ekonomi
miskin, walaupun ada sing ibuk e TKI, dadi nek dianggap miskin
mboten lah nek TKI niku miskin yo sedang ngono ae. Tapi yo
sebagian besar miskin. Yang bisa kerja ya kerja, masyarakat
nggeh pun biasa. Niku Bagong(salah satu nama penyandang
Retardasi Mental), ada tiga bagong sing semuanya pekerja teng
mriki. Bagong sing mriki niku biasane sadean godong jati, nek
pas kesulitan godong jati, regane murah soko pasar mesti mampir
rene(ke balai desa), critooo..critoo ngono kui yo disangoni karo
cah-cah, dijak ngopi lah(sambil ketawa) niku sing Bagong mriki
sing tukang adol godong. Bagong sing Klitik kaleh Bagong sing
Sidowayah niku nek dikongkon macul jan macule sae mbak niku
karo wong biasa ngono menurut kulo apik niku. Mereka juga
punya jiwa social juga, mboh iku diniati mbantu nopo diniati hobi
macul nggeh duko nek mboten pas di kongkon wong ngoten
rumongso longgar ngoten ngerti tonggone macul ngewangi ngono
ae. Saya promosi itu sebagai bentuk kepedulian mereka untuk
membantu tetangga, lha wong koyo ngene ae…. Ngoten. Iyo
dibayar,,ora dikongkon rithek yo tetep dibayar”.
ME “Tapi sing mboten purun nyambut damel wonten pak?”
MAD “Nggeh wonten. Tapi yo sing tukang njalok yo eneng mriki, niki
sing repot. Opo maneh wong sing ra tau eroh, sing rumongso
asing bagi dia. Pas mriki terus mriki enteng tamu yo mesti kabeh
disuwuni. Ngeten(sambil mengadahkan kedua tangan) karo
mesam-mesem ngoten(sambil tertawa)”.
ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang
mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari
aspek sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain,
seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam
kegiatan di desa?
MAD “Masyrakate yo biasa, yo bedane ngeten nek wong podo normale
omong sok serius nek wong koyo ngono iku sebagian besar yang
dibicarakan guyon, bedane niku. Koyo pamane neng cakruk
ngono ya(handphone pak carek berdering, saya pun
mempersilahkan untuk mengangkat teleponnya terlebih dahulu),
selang beberapa menitpun beliau melanjutkannya kembali.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Nek lebaran nggeh silaturahmi pak?”
MAD “Iya mereka nggeh bersilaturahmi, beasane nggeh tonggone sing
cedek-cedek kono ae, gak sampek teng griyo kulo, griyo kulo kan
Krebet. Mriki nggone pak wo ngono mesti, podo rene pak koyo
Bagong ngono? Rene, nek urung cethok kulo yo rene sesok e neh,
ngono (sambil ketawa).”
ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang
mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari
aspek politik, misalnya hak politik(pemilu)?”
MAD “Nek menurut saya, sing penting mereka terakomodir haknya, dan
menurut saya, mereka tidak perlu dipaksa menggunakan hak
pilihnya, dadi ben bebas soale opo..hemmm bayangne mikir
PILKADA iki aku yo ra cetho nek bayangne engko sing arep di
coblos sing endi. Sing penting mereka pertama masuk DPT, jadi
mereka punya hak untuk itu. Sing kedua nek kancane gruduk-
gruduk nyang TPS mereka….jadi punya hak juga untuk gruduk-
gruduk nyang TPS. Perkoro sing di coblos opo sing penting melu
ngoten mawon. Tapi nek ora kerso melu..yoo mboten kulo ayo-
ayo, maksud e mboten kulo pekso, artine sing penting hak mereka
tidak terlewatkan ngoten mawon. Anggape iku hak mboten
kewajiban, benten kaleh wong normal iso nyobls gak iso nyoblos
kulo lok-lok ne biasane, tak anggep iku wong sombong. Biasane
wong normal gak nyoblos iki alasane, aaa..wes nyoblas-nyoblos
iku pok ae paling yo ra maleh. Aaa iku wong sombong iku.
Mereka merasa semua calon iku jelek, dadi dia sendiri…nek
wong berkebutuhan khusus yo terutama hak mereka, hak pilih
mereka jo sampek klewat, perkoro engko pengen ngenggo gak
pengen ngenggo gak usah dipekso, pengen ngenggo yo..emm
intine paling mung pengen awur kancane niku, opo yo enek wong
idiot mikire aku tak pengen bupati iki yo ra cetho kiro-kiro, ben
nasibku malih yo ra mungkin.”
ME “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang
keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal
maupun non-verbal dari orang lain?”
MAD “Sing kerep kulo eroh i nggeh diusir niku wau umpamane, neng
rejan-rejan ngono kae nyedek ngono kui dikon ngaleh. Dadi
biasne langsung tak jak omong, kuncinya saya ingin menularkan
rasa empati bahwa, mereka sama dengan kita, mereka punya
kebutuhan yang sama dengan kita, artinya butuh e bukan hanya
mangan kaleh ngombe, tapi yo butuh awor konco, butuh diregani
niku. Aku langsung omong: Selama ora ngganggu ora sah dikon
ngaleh, kui yo podho menungsane yo mung butuh awor kancane,
untunge sing ngono kok dudu dulur e awak e dewe. Nek
dikonokne sing durung dong, untunge kok ora koe sing ngono, lha
lak yo wes jeru nek ngono kui. Nek sing dadi ngono kui awakmu
ngono terus..(sambil ketawa). Dadi penekanan yang pertama
bahwa mereka sama dengan kita sama sebagai manusia
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
mempunyai kebutuhan sosialisasi yang sama. Nek ngono sek
durung empan , untunge iku dudu batihmu ora mbebani awakmu.
Biasane yo acara mantenan, kumpul-kumpul ngono kui
umpamane reg kan”.
ME “Bagaimana respon/reaksi bapak, jika mendengar masyarakat lain
menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?”
MAD “Saya gak masalah mereka mengistilahkan kampong idiot, tapi
yang penting mereka tahu kondisi sebenarnya. Mereka tetap
menyebutnya kampong idiot pun gak masalah. Enjing wau nggeh
wonten, enjing wau dari IKIP Madiun. Saya tidak keberatan
disebut kampong idiot, tapi saya punya permintaan mereka harus
paham kondisi desa yang mereka sebut kampong didiot itu, jadi
walaupun penyebutnya kampong idiot tapi, gambaran mereka
sudah lain dari sebelum kesini dan sesudah kesini, yang dimaksud
kampong idiot ini bukane sak kuampung idiot niu mboten naming
karna sak deso niu sing keterbelakangan mental niku rodok akeh
moko dijuluki kampong idiot. Yo owes katakanlah kampong
rambutan gak mungkin to sak kampong rambutan kabeh, artinya
dikampung itu rambutannya banyak ngoten, yang saya tekankan
niku. Nek istilah kampong idiot tetep dipakai nggeh monggo.
Sing penting dunia tahu bahwa yang dimaksud kampong idiot
niku seperti ini.
ME “Pernah wonten sebutan napa pak?”
MAD “Pernah ada yang menyebut nah iki sak kampong idiot kabeh?
Aku yo omong, loh nggeh akulo niki nggeh idiot, aku yo
ngono(sambil ketawa), pas acara baksos waktu itu, langsung
meneng cep wonge. Artinya mereka nggak berpikir. Dari situ
mereka sudah sadar bahwa mereka salah. Artinya bahwa yang
keterbelakangan itu jumlahnya banyak disbanding desa lain
ngoten. Mboten kok sebagian idiot mboten, apalagi kok semuanya
idiot. Jadi cukup kulo jawab kulo nggeh idiot. Kados sing wau
jaman kulo sekolah niku. Wong krebet iku mendho-mendho lo
nggeh, saya yang paling mendho. Selesai nyatane kulo ranking
siji terus, arep omong opo neh ngoten. Sebenernya niku motivasi
bagi saya, jaman sekolah riyen, kulo pun kadung diarani wong
krebet niku mendho-mendho menjadi motivasi bahwa saya ingin
mereka tahu bahwa saya bias lebih dari mereka. Nek coro kulo
mboten dilok-lok ne niku kiro-kiro kulo tidak bisa seperti itu.
Motivasi saya menjadi besar(sambil tertawa).”
ME “Bagaimana bapak sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini
memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan
mental?”
MAD “Secara umum diperlakukan sama, untuk hal-hal tertentu mereka
diperlakukan istimewa memang, karna yaaa namanya
berkebutuhan khusus, jadi ada hal-hal tertentu yang perlu
penanganan khusus. Koyo conto umpamane ada lembaga-
lembaga yang ingin..ada kegiatan social umpamane mereka saya
utamakan, pampane sasaranne keluarga miskin ngono ya, yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
saya utamakan pertama kali ya keluarga miskin yang punya
keluarga berkebutuhan khusus. Dadi podo-podo miskine sing tak
disek ne meski sing punya keluarga berkebutuhan khusus. Kenapa
begitu, karena secara beban podo-podi miskine ritek luweh abot
sing ngopeni ngoten niku. Perlakuan khusus e ngoten niku.
ME “Kemudian, menurut bapak solusi apa yang harus dilakukan
mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?”
MAD “Nek penyebab utamanya kulo dereng saged merumuskan, tapi
nek factor-faktor yang mempengaruhi banyak factor-faktor yang
mempengaruhi dari factor-faktor yang dianggep mempengaruhi
niku akhirnya kami membuat kegiatan yang tujuan utamanya satu,
ojo sampek tukulan anyar, ojo sampek ada tukulan baru sing
ngoten niku. Yang kedua sing wes kadung ngoten niku yo diopeni
sak apik-apik e, di berdayakan semampunya. Di berdayakan
semampunya ke contho pamane adus dewe gak iso ngono, iso o di
belajari adus dewe itu kan wes lumayan pemberdaya an
mengurangi beban para keluarga, pomone mau ne maem di
dulang dilatehlah ampriye iso maem dewe ora ketang morat-marit
disek(sambil tertawa). Sulit mbak kulo riyen ada pelatihan ngoten
niku, dari Dinas Sosial itu membentuk.. riyen niku wonten rumah
kasih sayang, perangkat nggeh terlibat, mboten kok ngurusi
ngoten niku mawon, artine yo membentuk kader-kader khusus.
mbedakne sabun cuci kaleh sabun mandi mawon suwii
nekngenalne niku mawon, antara ne sampu kaleh… itu juga gak
mudah. Yo enek sing akire bisa, banyak sing akhire nganggur.
Tapi terus, penting sing wes kadung niku yo.. emm setidaknya
ada level peningkatan lah, timbang membebani keluarganya.
Terus ojo sampek muncul anyar.”
ME “Terus solusinya menurut bapak apa?”
MAD “Salah satu sing dianggap mempengaruhi niku asupan yodium,
asupan yodium rendah mempengaruhi niku. Niku…alhamdulilah
pemerintah propinsi welcome, dua tahun niki asupan yodium
daerah Sidoharjo terpenuhi mulai tahun 2014 2015 niki, pun di
cukupi pemerintah propinsi. Terus sing kedua asupan gizi bagi ibu
hamil, menyusui dan balita niku sing disinyalir berpengaruh. Dadi
ajakan niku, sosialisasi niku ibu hamil, ibu menyusui dan balita
itu butuh asupan gizi yang baik. Perlu diketahui mbiyen niku akeh
wong ngandut niku sing tarak poso mutih ngoten niku, bar
babaran nggeh ngoten niku tarak ….niku nggeh berpengaruh
asupan gizi bayi. Alon-alon niku nggeh dirubah”.
ME “Awalnya kejadian niki tahun berapa pak?”
MAD “Nek awale niku delok umure sing paling sepuh niku.., pun lama
jaman mbah kulo sek dadi modin, nek keputusane pemerintah
kabupaten niku dimulai sejak jaman tikus, taun ne pinten ya..tujuh
puluh tahun yang lalu kro-kiro. Riyen kan hama tikus meraja lela
sehingga larang pangan. Nek delok dari umur mereka..umur niki
nggeh umur perkiraan lo mbak, kan yo kulo atur ne wau, nek
keluarga ngoten niku nek arep ngurus surat-surat identitas kan yo
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
…kan langka umur-umure mereka yo perkiraan. Niku yo
diperkirakan lahir jaman tikus, tapi yo gak semuanya, niki nggeh
wonten usia sing arah-arah niku tujuh belas tahun nggeh wonten,
arah-arah lo dilok biyen lahir barengane sopo ngoten. Dugaan
sementara sing paling utama nggeh ..sing dugaan kuat penelitian
nggeh niku yodium, kedua niku nggeh asupan gizi”.
ME “Niki kok tirose sumber airnya yang bermasalah gitu ya pak?”
MAD “Nek wonten sumber air sing marahi idiot niku nggeh mboten,
niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek
sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi
sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral
yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya
nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini, mboten kok
ada satu sumur yang kayak gitu, yaa air-air sumur yang
dikonsumsi masyarakat sampek hari ini”.
ME “Iya pak, saya juga pernah baca hasil penelitiannya itu.”
MAD “Nek kulo tidak yakin sih niku, tidak yakine pripun, asupan
mineral niku nek sak roh kulo, lha wong kulo niku ke wong
tekhnik uduk wong kesehatan, itu malah yang banyak dibutuhkan
dari makanan bukan dari minuman, dari minuman malah banyak
indikasi nitrogen sing gak bisa dicerna tubuh, dadi dibuang karo
air seni. Tapi nek dari gizi kulo yakin ada pengaruhnya nek dari
gizi, wong ke nek neng kandungane kurang gizi, yo dadine koyo
ngopo ngoten mawon lo. Niku saya yakin berpengaruh. Banyak
hasil penelitian mriku niku sing bedo-bedo niku hanya beberapa
yang saya yakini, karna tidak semua peneliti niku jujur, maksud
kulo jujur banyak sing artine sing asline niku tidak interview,
asline tidak meneliti mereka hanya mengumpulkan data-data wes
disimpulne neng omah, banyak sing ngoten niku. Mungkin
banyak yang baca-baca di internet ada yang mengatakan
perkawinan sedarah, pengen roh aku buktine sing ngono kui enek
ra. Kulo sering baca di internet perkawinan sedarah itu,. Y owes
tok ne ae nek tertarik rene. Malah wau yo enten yang
mempertanyakan itu, itu karna perkawinan sedarah. Niki enten
kejadian maleh sing gangguan jiwa sing kulo critakne sampek
digowo teng dokter bar niu kecelakaan, kecelakan dalam tanda
kutip(“) ngandung suamine gak enek, iki ki selama ngandung,
menyusui diopeni, dari dinas social nggeh turun tangan, dari dinas
kesehatan nggeh turun tangan, kebutuhan gizinya diperhatikan
dinas social, dari bidan nggeh sering, lahire nggeh pinter niku
bocah e, sekolah nggeh pinter, TK nopo Playgroup ngoten lo.
Enten meleh keterbelakangan mental Sidowayah, kasus sing
kecelakan, gak mungkin dirabekne lha sopo sing gelem ngrabi
kiro-kiro, tapi dilalah kok yo enek sing gelem ngumpuli, sak niki
pun kelas kaleh SD, ndilalah nggeh pinter. Sampek hari ini saya
masih meyakini bahwa, kebutuhan gizi niku pengaruh e agak
besar, kontribusi untuk munculnya down syndrome besar.
Terutama saya tekankan kehamilan, menyusuhi dan selama balita.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Kulo sing paling getol kampanye untuk ASI, ASI eksklusif
selama empat bulan sampai lima bulan, itu pengaruh soale jaman
biyen urung sampek wayah e dikenal ne panganan dikenalne
panganan, pisang dijemek ne. Enek sing sing sak keluarga iku
sing normal mek ibu e tok sak iki wes ora enek, enek sing
gangguan jiwa ibuk e wes ora enek, kebutuhan hidup e niku
nggeh sing nangguh nggeh kula kaleh konco-konco. Enten maleh
sing satu rumah niku bapak ibuk e normal, anak e pertama normal
sing kedua yo wes rodok ketiga sampek kenam niku nggeh
ngoten, y owes konco-konco sing nanggung”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Tokoh Masyarakat
Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 16:21 WIB.
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :INU
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :INU
2. Alamat :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo
RT.01/RW.01
3. Usia 55 Tahun
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. Jabatan di Desa :Mantan Lurah(Tokoh Masyarakat)
6. Pekerjaan :Petani
7. Riwayat Pendidikan :- SD Negeri 1 Krebet
- SMP Negeri 1 Badegan
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di rumah informan,
di ruang tamu dengan ruang tamu yang
sangat luas. Keadaan rumah informan
sangat sepi sehingga wawancara bisa
dilakukan secara kondusif.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh
masyarakat dan kepala desa pertama di
Desa Sidoharjo tersebut. Namun, sekarang
masa jabatannya sudah berakhir dan belum
ada pemilihan kepala desa lagi.
Perilaku Informan secara umum
pada saat interview
Wawancara pada awalnya berlangsung
lancar dan informan juga sangat
komunikatif, namun pada saat ditengah-
tengah wawancara, informan mulai kurang
nyaman dengan pertanyan-pertanyaan
wawancara saya. Dirasa cukup dengan
informasi yang saya dapat, akhirnya
setelah tiga puluh menit wawancara
berjalan serta waktu semakin sore,
wawancara saya akhiri.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
II. STIGMATISASI
ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi
Mental/keterbelakangan mental?”
INU “ Wong-wong sing keterbelakangan mental niku ta mbak? Wong-
wong keterbelakangan mental, sing jelas yo wong-wong sing ora
iso mikir secara normal. Artine serba kendho, niku wong
keterbelakangan mental, intine niku”.
ME “Penyebab sebenarnya itu apa ya pak?”
INU “Penyebab niku, nopo yo…dari kacamata wong-wong seje yo
seje-seje. Wong-wong sing opo, wong sing njuruse neng
kesehatan jare kurang, kekurangan yodium kuwi, tapi nek e soko
kacamatane wong paranormal iku jare e soko keturunan, tapi koyo
e yo ra mungkin, ora nek iku aku yakin ora gak.”
ME “Awalnya itu tahun berapa pak?”
INU “Mula ne ke tahun piro ya.. 62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo
larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e
nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo
akhir e ndue anak kan yon due keturunan ora mampu mikir secara
normal kui maeng. Tapi sakik kok tak rasa wes ra pati eneng kok
mbak”
ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai
“Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang
label/julukan tersebut?”
INU “Yo ra masalah, nek coro kula yo ra masalah, nyapo kok ditutap-
tutupi. Justru barang-barang sing ditutupi ngono kui ora iso anu
ora iso nylesekne masalah. Nek ditutupi niku barang koyo ngono
kok ditutup, terus akhire piye nek arep nylesaikan.”
ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini,
bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”
INU “Yo pada dasarnya wong sak kecamatan ki ngerti mbak, kampong
idiot kan yo jenenge deso key o ndue karep, memang seng njuluk
ne kampong idiot deso iki dewe pemerintah desa dewe, supaya
bab-bab iku ben tersebar luas, disebar luasne malahan, ora kok
justru ditutup-tutupi. Nek wes disebar luasne kan yo akhir e enek
wong-wong sing peduli, terutama pemerintah. Niku kan yo mesti
enek kepedulian. Nek malah tak tutuptutupi yo malah…diarani
kampong idiot yo selama onok deso iki, mau-maune nggeh
mboten. Utawo iki nek diteliti tenan ngono sak jane karo opo yo
karo kenyataan sing tertulis yo bedo adoh mbak. Kesanne rodok
di gedhe-gedhek ne ngono. Berbuat untuk mendapatkan sesuatu
lah, deso iki ndue karep ngoten niku, ngene iki nek aku wes leren
wegah ngomong ngene iki. Mbiyen pas sek dadi lurah yo wegah
ngomong ngene iki. Emang ngene-ngene meyakinkan. Berbuat
untuk mendapatkan sesuatu demi kanggo masyarakat sing
memang yo membutuhkan mergo nek ora tak ngonok ne sing jelas
yo ra enek kepedulian, ora enek kepedulian soko pemerintah.Sak
jane sing tercatat nek kono berapa ratus pomo no di cek tenan
ngono yo separone ngono mboh eneng mboh ora. Memang yo tak
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
gae memang yo digae kesepakatan karo yo warga neng kene
memang nek kampong iki dienekne biar nek ngene piye..ngono, y
owes ra masalah ngono. Kene anggarane sing jelas yo ora eneng
anggaran sing pasti kango wong sing ngono kui, sebab e deso
isone mong njalok. Nah iku sak durungo njalok iki wes enek
suoro-suoro sing ngono kui kan enteng njaluk e. Sing jelas kuwi
harapan ne. Yo ra bedho kaleh kampong-kampung nggene
njenengan sakjane, nek masalah warga masalah masyarakat.
Umpamane nggone neng kuto yo eneng wong sing goblok ngono
kui yo eneng. Karna kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu, yo akhir e enek sing nyebutne kampong gila, kampong
idiot enek sing nyebut kampong nopo, koyo njenangan enek sing
nyebut kampong gila, akhir e oleh pukesmas sing khusus ngurusi
wong-wong sing stress, jane niko yo podho mawon sak deso niku
kok yo ora stress kabeh utowo yo 30% ne nggeh mboten wonten,
sami niku. Utowo pemerintah dewe wong saumpamane soko
pemerintah kabupaten nopo daerah umpomo nek ken ewes
kesebut kampong ngono kui pemerintah, pomo pemerintah kene
ora iso nangani yo dinas social njalok rono kan yo enteng mawon
ngoten lo asline ngoten niku(berusaha meyakinkan dan
menekankan).”
“Kan yo wong ke pandangane bedho-pedho kan yo mbak, enek
sing mandang halah ngono kui paling kor yo digae-gae, eneng
wong sing peduli memang opo yo tenan mbutekne terus rene ki
karna yo ndelok didudoh ne, halah sampel le piro ngono ae, terus
akhire nge I bantuan ngono yo eneng, tapi yo njenenge wong okeh
iku yo memang bedho-bedho, bedho ni ke yo, okeh e karo jumlah
e wong wi engke. Dadi andangan niku mboten sami. ”
ME “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa
Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal
(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran
dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat
Desa Sidoharjo?”
INU “Enten mawon, yo ngono kui engke, njenenge alah terah wong
pinggiran kan yo eneng mawon, utawo ngono kui nek deso ne
bagian ketengahan wes kethok maju utowo wong kui ke yo, wong
kui wong sombong ngono kui yo..halahh deso, ngono kui kan yo
biasa lah, dianggep wong mriki niku wong nge goblok kabeh,
dianggep wong ra ndue kabeh kan yo enek to, wong sing koyo
ngono niku enten, okeh mbah pandangan-pandangan ngono kui
okeh ora kor sepihak. Enek sing mandang positif enek sing
mandang negative ngoten niku jenenge wong okeh. Tapi nek coro
kulo nyapo ngono kui kok tak etung ngoten. Aku ra ngetung nek
masalah ngono iku diwarah oono enlek ora tak piker ora tak
etung, lha wong diaranono apik aku yo ra bangga, sing jelas terah
ne enek masyarakat sing eneng sing koyo ngono iki ora perlu
nggolek i masalah e solusine iki lo ayo podo digarap nggolek I
masalah e iki masalah e wes ora karu-karuan pandangane dewe-
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
dewe nggeh to? Ngoten, ngoten niku dados kados panjenengan,
nuwun sewu nggeh mbak?, kados panjenengan mencari-cari wong
sing ngono-ngono iku yo, nek iso panjenengan niku budidoyo
piye yo solusine ngoten, dadi ojok kor golek-golek masalah ojo
gor golek-golek opo yo crito ojo kor golek-golek…iku yo perlu di
golek i nek wes temu cetok masalah e piye solusine, nek kor
golek masalah mawon okeh tunggale mbak ngoten(sedikit kurang
mengenak kan peneliti), okeh wong nduwur ngono kui masalah e
opo…masalah e opo..nyapo we golekk masalah e, aku yo ngono
ae, terah trah kowe pengen mbantu piye nggolek i solusine nek
terus wong ngono kui terus piyengono nek coro kulo ngoten, ndak
perlu nggolek i masalah, masalah iku benten, masalah niu mboten
sami, enten sing ngarani ngene enten sing ngarani ngeno lha wes
monggo lah nek ngarani, tapi yo ojo kor ngarani tok, nek wes
ngarani ngene iki pomo kurang zat yodium yo bantuen barang
yodium kan yo ngonten, nek enek sing ngarani kurang piye
kurang gizi opo kurang opo yo bantuen ngoten nek coro kula
ngoten(sedikit marah, tersinggung terhadap pernyataan-
pernyataan ini)”.
(Akhirnya beliau cerita hal lain lagi mengenai penyebab)
“Dari anak kedokteran, yo sering mbak mbiyen rene nek sak iki
wes ra patek, rumongso wes opo y owes rumangso berbuat enten
riki nggeh, rumangso berbuat akhir e sak niki niki nggeh wes ora
koyo mbiyen mbak. Sebab nek bantuan garam yodium tetep
enten, per tahun mriki niki tetep enten karna e sing okeh-okeh dari
kacamata medis istilah e ngoten memang banyune mriki niki, niki
memang anu ngopo yo ngandung kokean ngandung zat besi opo
piye ngono lo gek terus kurang kandungan yodium niku. Niku
ngaleh-ngaleh kok okeh sing ngomong ngoten niku terus, terus
sing ngono-ngono i uterus ngecek niku nek sing ngecek sing
ahline mungkin yo bener nek niku, mungkin yo bener mula ne
mriki niki terus e per tahun niku diparingi bantuan garam yodium
niku per orang mboten naming per keluarga, per orang. Tapi nek
sakng nggen-nggen kulo niku mawon nggeh kurang piye ya mbak
ya kurang sek-sek mboh ngoten maksu e ki opo yo tenan ngono
tenan opo ora ki sakjane ngono yo lha umpamane nek soko sumur
kurang yodium, lha dek biyen ke sumur sitok, satu sumur niku
sing ngonsumsi sak deso patute, lha gini yo kok ra kenek kabeh
nek memang kurang ngoten lo. Niku neng ngoten niku mung tak
batin ae, kulo niku nek ngomongne karo wong yo ra sido dibantu
garam, ora sido.”
III. DISKRIMINASI
ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba
Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan
warganya mengalami keterbelakangan mental?”
INU “Yo sing jelas nek masalah agustusan niku mboten mbak, mboten
nek agustusan piye ya nek umpomo lomba opo khusus e wong
cacat pamane ngoten yo ra penak lah rasane, tapi nek kegiatan-
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
kegiatan tingkat lingkungan pammane koyo yasinan, amane koyo
wong hajatan tetep di disamakan lah, disamakan dianggep sama
karo orang-orang sing biasa ngoten lo, wargane niku dianggep
podho, tapi nek kegiatan-kegiatan lomba-lomba nopo ngoten niku
ngantos sak meniko mriki nik sak meniko dereng enten. Pomo
nek neng lingkungan jelas malah dipenting ne mbak pmamane
koyo ken endue perlu nyapo pammane terus wong-wong sing
biasa diaturi jagongan biasane ngoten niko lo, ngono iku tetep
diaturi, tetep diomongi, tetep dilibatne ngeten niki. Ngoten niku.
Yo dugi mbak, malah biasane ngoten niku yo karo seng ndue
omah ke yo, dikon mbantu sesuai karo porsine, istilahe ke patute
cah iki ke neng mburi opo neng ngarep, melok isah-isah opo
melok nopo ngoten, disesuaikan karo opo isane, malah seneng
bocah ngoten niku biasane. Dadi tetep dilibatne mbak walaupu
niku..laa.Yo mikire ora koyo wong normal. Pamane koyo
yasianan walaupu kor meneng yo,,,tetep di jak. Nek di kopyok
oleh nek emang kono, yo tetep warga liyane yo tetep teko”.
ME “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami
musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal
dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh
masyarakat disini?”
INU “Nggeh ngeten nggeh, ee..kalau tingkat kegotong-royongan,
tingkat nek teng deso niku kentel banget mbak, dadi nek upamane
enek sing kesusahan opo, sesusahan lah, ojo kok sing keadaane
kados ngoten, lha wong nek sing wong norman mawon niu nek
kesusahan niku nggeh ee coro kepeduliane tonggo-tonggo teparo
niku nggeh sangat peduli sekali, opo meneh kok sing ndue warga
sing kados ngoten. Biasane mbak, biasane yo ra kabeh nggeh, ora
kabeh biasane sing wong-wong seng ngoten niku memang nggeh
secara ekonomi memang yo tingkat ekonomine niku yo rendah
banget dadi yo piye yo ora masalah bab loro bab mangane bab
nopo nggeh seng jelas niku yo koyo seakan-akan tonggo teparo
niku y owes wes dadi tanggungjawabe tonggo teparo, koyo niki
mriki niki(nunjuk belakang rumahnya) sak keluarga niku meh
kabeh ngoten niku dadi niku walaupun ngoten niku nggeh dijamin
aman kaleh manganne ngoten mawon nggeh mesti nek aman
mboten samar nek keluwen, masalah e sing mikr niku terus
lingkungan, nek lingkungan pun mboten oleh mikir terus piye
lakone lha sing sing produktif sing iso golek nopo-nopo pun
mboten enten. Dadi yo kepeulian lingkungan niku, biasane,
nuwun sewu biasane mbak tapi yo ra bener neng aturan yo ra
bener, pamane nek metu raskn ngoten niko nggeh, raskin ngoten
niku memang didewek ne mbak dadi begitu nompo pak RT
nggeh, pak RT selama durung di dom niku wes dijupuk kanggo
niku plek. Nikusing bayar nggeh wong okeh, sing bayar yo wong
okeh ngoten. Padahal mriki niki wonten rong keluarga sing
ngoten niku, dadi mriki niki yo dengan tidak disadari niki yo
setiap bulan mesti enten partisipasi kangge niku, mergo diliwatne
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
mriku sembako pomo raskin njujuke mesti nggone pak RT,
ngoten niko di dom, sak urunge di dom niku dijupuk kanggo iki
sekian, kanggo iki sekian untuk hidup selama satu bulan
ngonten”.
ME “Ketika ada salah satu keluarga(retardasi mental)sedang
mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh
masyarakat disini?”
INU “Nek koyo yasinan yo sing jelas kene niki per RT, yo ngitung
rata sing jelas ngono. Sedoyo tumut per RT se Sidoharjo niku
memang nek kegiatan yasinan niku putra putri, mboten naming
putra tok, walaupun sak jane mriki niki yo istilah e opo yo mbak
yo memang agamane islam wong kebanyakan niku sakjane warga
mriki niki penghayat kepercayaan sak jane. Penghayat
kepercayaan niku piye yo mbak y owes ilmu jowo, istilah e
ngoten, ilmu jowo dadi budaya-budaya jowo sing dikembangne,
sing dikembangne iku budaya jowo pitutur yo pitutur jowo
masalah e nuwon sewu mbak, jenenge wong deso niku
kebanyakan niku mboten pinter koyo wong-wong kuto, koyo
wong-wong terpelajar, kebanyakan kan wong mriki niku petani,
dadi nek pamane.. pamane agamis pamane pituduh lewat al-quran
pamane, ngoten niko nggeh niku kan cara terjemahanne kan de e
yo ra patek mengetahui tenan dadi kor ikut-ikutan asline piye kan
mboten ngerti, ayat ngene iki asline piye, asline piye kan mboten
ngerti nek e, nek penghayat kepercayaan nek sing di ngge ngilm
jowo niku kan begitu di tuturi enek petunjuk ngene enek pitutur
ngene kan langsung iso nompo selama niku yo ra ngorak-ngarek
ampatan ora ngorak-ngarek karo jalur e agomo, asline sami, asline
sami mawon memang yo podo tujuane sami yo mung dalane
mawon sing rodok benten, asline sami. Dadi semua agama dan
penghayat kepercayaan niku sama…..(ada suara kendaraan
bermotor, suara tidak terlalu jelas), walaupun koyo ngono,
walaupun asline wong akeh sing penghayat kepercayaan lha wong
iyo ora ninggal karo kui pamane enek yasinan yo tetep moro,
tetep teko teko tetepan, senaoso kor asline ke tujuane ki, kan yo
bahasa-bahasa arab to mbak, kan yo bingung ditompo kan yo
maksud e ke ngoten bahasa arab, bingung nek nompo, walaupun
key o kor ikut-ikutan neng tetepe key o tetep moro tetep ngrukuni
lah tetep awor mergo yo kui engke, nek iso key o pada umume yo
ora wong terpelajar neng mugo-mogo niku mengke yo wong sing
sepuh koyo kulo-kulo niki wes ra jowo bahasa arab pamane
mugo-mogo anak-anak niki mengke karna yo di didik kawet cilik
terus engko enengo perkembangan lah, artine piye yo ngerti o
neng bahasa arab, neng bahasa arab niku, dadi nek wes ngerti teng
bahasa arab niku pitudoh sing pitutur seng terkandung neng al-
quran kan ngerti, la nek bahasane ora ngerti moco o kan yo
nganggur, mboten ngertos. Mogo-mogo anak outune kulo maksud
e ngeten lo nek kulo mawon mboten ngerti bahasa arab, neng
mogo-mogo anak putu kulo niki ke pinter-pinter teng bahasa arab
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
sing umpomo moco quean ngerti maksude, nek ora ngerti maksud
e po‟ae angor moco koran niku ngerti maksud e karoan.(bapaknya
tetep berlanjut bercerita ini), tapi mriki niki kerukunan antar umat
niku sae mbak, walaupun senaose islam teng mriki niku sak jane
yo ra kor NU ora kor Muhammadyah bahkan yo campur-campur.
Enten she nopo nggeh, nek didumuk ora nopo niku..ora salim ora
nopo niko..enten niki, sing nek wong kene niki pondok e neng
lamongan. Tapi awak e dew era perlu mbedakne lah, nk wes
ngerti niku yo, sing ngerti ke ojo elok-elok sing ra ngerti, ora
masalah terah tradisine ngono kok budaya sing perlu
dikembangne ngoten niku kok, dadi wong wedhok salaman karo
wong lanang ngoten niko mboten oleh, maem daharan sing wes di
dumak-dumok wong liyo ngono mboten kerso, malah niku nggeh
sae niku mesti resik e, nggeh to? Mesti resek daharan seng rong
didumok wong liyo mesti resek, malah njogo kesehatan sing tenan
makane kulo niku tetep menghargai.
“Niku ke maune naming sak keluarga, berhubung keluarga niku
sampun pecah dadi okeh pamane ndue anak nek kono, ndue anak
nek kono, akhire seduoyo akeh sing penganut niku tapi nggeh
mboten nopo-nopo sing muhammadyan wonten, sing NU yo
kuatah, nek rukun tetep rukun. Koyo kulo niki termasuk NU.”
ME “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang
mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam
DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala
desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?”
INU “Sing ngoten niku? tetep no mbak yo tetep ndue hak, tetep ndue
hak, tetep ditulis walaupun mengke nek teko hari H niku saged
rawuh nopo mboten.”
“Nek pendampingan yo sosok mbak sosok karek event ne, nek
event ne pomo pemilihan caleg pamane kan yo jauh lah istilah e,
kui biasane ora, tapi nek PILKADES, nek PILKADES ngene iki
biasane digawani karo wong-wong jagone niku, nek PILKADES
niku kan skup pe lingkupe kan ciut sak deso, pomo nek pilihan
bupati, pilhan presiden niku mboten yo walaupun di daftar
namung yo ora eneng sing ngetutne neng nggone TPS, nyo
nyobloso didampingi mboten enten. Mboten. Ditok ne mawon.
Karna ketambahono sithok utowo kelng ngo sitok tiyang niku yo
kan liyane tasek katah ngoten lo, lha nek PILKADES niki
termasuk tetep pamamne kulo jagone nggeh bersaing kalih A
nopo B niku ngroso lingkunganku yo tak warahi kalih tim kulo
terus mbenjeng nggeh didampingi kaleh, biasane ngoten”.
ME “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama
kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai
suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak
menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang
lain?”
INU “Mboten mbak, mboten kantun rapate niku ngrembuk nopo
ngoten mawon, nek sipate umum kanggo semua deso nggeh
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
biasa-biasa mawon. Tapi nek e sing rawuh niku saking dinas-
dinas social pammine memang yo memang prioritas. Untuk satu
kecamatan niku kan wonten dua desa sing ngoten niku dadi yo
biasane kulokaleh deso sing sanes sing ngoten niku kuerep
dipanggil teng dinas social ngoten niku yo kuerep mawon, sering.
Nek teng kecamatan teng kabupaten biasane nggeh secara umum
nggeh biasa-biasa mawon, mng diperlakukan khusus niku nggeh
artine disendirikan dipanggil ngoten, dipanggil secara pribadi
panggilan ngoten nek urusan kaleh ngoten.”
IV. RESPON/REAKSI
ME “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang
keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal
maupun non-verbal dari orang lain?”
INU “Mboten mbak, mboten, biasane ngoten niku sampun dipersiapne
nggone, yo karna yo kahanan ne koyo ngono kui yo nggak
mungkin nek neng ngarep yo ra mungkin, pokok e sing penting yo
di ajeni dihormati mung yo nggone ke radok nisih ngoten”.
“Justru sing ngono kui malah didisek ne mbak, pomo urung oeh
opo malah di disekne, malah diperhatikan, umpamane bature
urung oleh maem umpamane yowes malah ndang dikek I maem
disek, pamane ngono iku,. Setiaplingkungan jane yo eneng sing
ngono kui mbak, Klitik yo eneng, Karangsengon yo enten, tapi yo
gak sebanyak Sidowayah”.
ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang
mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari
aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?”
INU “Secara ekonomine memang yo rodok anu mbak, yo piye ya yo
kelas ekonomi-ekonomi lemah yo istilah e ngoten, nek
memperlakukan wong-wong niku yo kan niku yo wong-wong,
wong nopo nggeh wong ngoten niku kan yo enek sing ukur-ukur
enek sing sedengan enek sing wes ora iso nyapo-nyapo ngoten
kan yo enten. Yo menurut keadaanne niku mawon. Tapi nek sajak
e iso napo ketimbang neng omah meneng nyapo yo kon ngaret
nopo kon nyapo.”
ME “Wonten sing gelem nyambut damel nggeh pak?”
INU “ooohh,, katah, katah, mbak”.(bapak/narasumber sudah mulai
gusar dan waktu sudah mulai sore, akhirnya wawancara saya
akhiri)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Tokoh Masyarakat
Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 09:40-10:23 WIB
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :DEV
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :DEV
2. Alamat :Dukuh Karangsengon
3. Usia :34 Tahun
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. Jabatan di Desa :Kaur Kesra
6. Pekerjaan :Pengurus Yayasan Sekolah
7. Riwayat Pendidikan :S1 di Universitas Islam di Jakarta
S2 di Universitas Muhammadyah
Ponorogo(Masih masa kuliah)
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di yayasan sekolah
yang beliau bangun, sekaligus beliau
adalah pemilik dari yayasan tersebut.
Wawancara dilakukan di ruang guru
dengan kondisi awalnya sepi, namun
selang beberapa menit ada beberapa murid
yang masuk ruang guru tersebut, sehingga
wawancara sempat terhenti sejenak.
Keadaan Informan secara umum Informan sebernya bukan asli lahir di Desa
Sidoharjo, beliau dari Blitar adalah
salah satu tokoh masyarakat sebagai kaur
kesra di Desa Sidoharjo yang sekaligus dia
mengelola sebuah yayasan pendidikan
MI(Madrasah Iftidaiyah) beliau juga
sebagai pemiliknya. Beliau juga salah satu
orang yang dekat dengan beberapa
penyandang keterbelakangan mental.
Perilaku Informan secara umum
pada saat interview
Informan sangat terbuka dengan kehadiran
peneliti. Beliau juga banyak memberikan
saran-saran dan masukan kepada peneliti.
Beliau adalah salah satu yang dapat
dijadikan informan kunci dalam penelitian
ini.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
II. STIGMATISASI& RESPON
ME “Apa yang bapak ketahui tentang keterbelakangan mental itu
pak?”
DEV “Keterbelakangan mental, menurut saya atau sepengetahuan
saya adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
keterbatasan yang mana itu bisa kita lihat dengan keadaan dia
senantiasa membutuhkan bantuan orang lain dalam
kehidupannya sehari-hari”.
ME “Kalau mengenai julukan atau label Desa Sidoharjo ini
sebagai maaf ya pak, sebagai “Kampung Idiot”, nah, pendapat
bapak mengenai julukan tersebut seperti apa pak?”
DEV “Menurut pendapat saya, tentang sebutan bawasannya Desa
Sidoharjo adalah desa atau kampong idiot, kurang terlalu tepat
kurang tepat karena dilihat dari satu komponen saja yakni
jumlah penduduk kita bisa melihat bawasannya jumlah
penyandang itu prosentasenya kecil dibandingkan dengan
jumlah populasi jiwa yang ada di Desa Sidoharjo dan real
dilapangan jumlah penyandang itu sendiri tidak seperti jumlah
yang dipublikasikan di media maka dari itu sebutan kampong
idiot menurut kami kurang pas untuk satu komponen saja
untuk komponen lain itu berpengaruh besar terhadap psikologi
warga pada umumnya karena mereka mempunyai anggapan
bawasannya dengan pola pikir yang baguspun pola piker yang
majupun mereka tetep dapat sebutan itu, jadi itu sangat
mempengaruhi artinya baik itu aspek pembangunannya pola
pikir masyarakatnya pola pikirnya akan tetapi kita bisa
melihat sebenarnya bukan hanya saat ini dari dulu memang
tidak semaju saat ini tidak sebagus sekarang ini dari dulu
sebenarnya sudah kita tekankan kita sudah mengangkat
mengenai hal ini bawasannya tidak layak. Yaa kurang
sependapat dengan julukan itu”.
ME “Terus, apa pak kata-kata yang sering bapak denger, tetang
orang menyebut kampong idiot, ataupun kata-kata yang
kurang menyenangkan? Terus respon bapak sendiri seperti
apa pak biasanya?”
DEV “Sebenernya masyarakat luar yang belum mengetahui secara
persis kondisi desa kami adalah mereka menganggap
bawasannya desa ini karna ada sebutan bawasannya kampong
idiot saya yakin pada umumnya masyarakat mengira
bawasannya jumlahnya banyak tetapi setelah kita kelapangan
akhirnya kita kan menjadi bimbang namun, demikian karna
stigma atau sebutan itu sudah disematkan ke desa kami yang
mau tidak mau kita harus berusaha atau kita harus berupaya
memberikan pemahaman informasi yang sebenar-benarnya
bawasannya sebutan itu kurang tepat mengingat secara
historisnya ataupun secara…apa ya..emm bahasa yang tepat
untuk menggambarkan keadaannya ini masyarakat komunitas
yang ada di Desa Sidoharjo ini jumlahnya sangat banyak dari
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
jumlah itu ada jumlah itu ada warga kami yang mengalami
keterbelakangan mental, namun jumlah mereka sangat kecil
kecil ini yang tidak kami tutup-tutupi artinya kita juga tidak,
artinya tidak berusaha untuk menghilangkan warga kami yang
mengalami keterbelakangan itu dengan keinginan masyarakat
untuk mengetahui sejauhmana seperti apa kampong idiot itu,
hanya saja kita berniat untuk memberikan pemahaman kepada
mereka bawasannya anggapan mereka selama ini, itu kurang
benar, terus kondisi social yang sering didengar itu juga
kurang benar, maka dari itu warga lain ketemu dengan orang
luar mereka pasti ditanya seperti itu dan seharusnya mereka
bisa menjawab menjelaskan sesuai dengan kenyataan yang
ada di Desa Sidoharjo.”
ME “Kalau pengalaman bapak sendiri, pernah menerima
perlakuan yang kurang menyenangkan seperti apa pak?”
DEV “Kalau saya sendiri pernah, ditanya pak darimana? Dari
Jambon. Jambon mana? Sidoharjo. Sidoharjo mana? Oooh
Krebet. Krebetnya mana lo pak? Gitu. Sidowayah. Ohh
Sidowayah. Orang sudah tahu tidak hanya Ponorogo, disuruh
duniapun sudah tahu. Karna dengan kemajuan teknologi
informasi demikian cepatnya. Nah itu langkah saya
mendapatkan pertanyaan seperti itu saya yaa…secara
bijaksana itu juga menurut saya juga sudah bijaksana
memberikan informasi nggehh, tanpa kita menutup-nutupi
memang ada warga kami yang mengalami keterbelakangan
mental kondisinya seperti ini kondisinya seperti ini. Namun,
kita jelaskan lebih lanjut, kalau sekirana mereka tertarik ya,
tertarik dengan ini, dan kebanyakan yang bertanya seperti itu
sangat tertarik sekali akhirnya setelah kita menjelaskan
kepada e penanya pada saat itu tadi kita bisa berbesar hati
mereka akhirnya tahu informasi yang sebenarnya meskipun
ada beberapa teman kita ya itu dengan tujuan yang berbeda-
beda terhadap fenomena retardasi mental yang ada di Desa
Sidoharjo. Tapi kalau saya sendiri itu dadi saya ulangi
bawasannya saya lebih suka atau lebih cenderung memberikan
informasi yang sebaik-baiknya dan fakta, tanpa ada maksud
untuk mempublikasikan, mengharap sesuatu e e terhadap
orang lain untuk . . .(ada anak murid yang masuk ke ruang
guru), untuk memberikan gambaran-gambaran yang kurang
pas jadi kalau informasi yang mereka terima itu tepat
insyallah mereka akan merubah pandangan mereka terhadap
kampong idiot itu sendiri harapan saya seperti itu.
ME “Pengalaman bapak sendiri ni, pernahkah bapak sendiri
melihat orang yang Retardasi Mental disini yang menerima
perlakuan yang kurang menyenangkan, mungkin berupa
ejekan, sindiran atau panggilan-panggilan yang kurang
menyenangkan mungkin?”
DEV “Dalam kehidupan bermasyarakat pasti pernah ya”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Kalau bentuknya seperti apa pak?”
DEV “Bentuknya? Kalau bentuknya berupa kata-kata ya, sebutan
yang mungkin sangat kasar ya, bagi saya itu kasar sekali ya,
seperti sebutan goblok, pekok, mendho. Nah ini seperti itu
sebutannya, kurang lebih seperti itu.”
ME “Kemudian pak, respon bapak pada saat itu seperti apa
melihat sebutan-sebutan seperti itu?”
DEV “Yaa respon kita kalau pada saat itu kalau melihat langsung
ketemu ya, berdasarkan pengalaman saya secara langsung ya,
ketemu dengan orang yang mengatakan seperti itu, saya lebih
cenderung ini karna ada juga yang ndak, maaf misalnya
remaja itu yang kita ngomong baik-baik dengan remajanya itu
sendiri bawasannya perbuatan itu sendiri tidak baik,
memberikan sebutan kepada orang lain, memberikan apa
panggilan kepada orang lain yang mana itu bukan namanya
sendiri kan itu sendiri tidak baik, apalagi ini sebutan yang
buruk seperti kata-kata kasar itu tadi, saya rasayang sudah-
sudah saya lakukan dan temen-temen yang lain insyaallah
sama dan ini mengingatkan bawasannya sudah biar mereka
juga sama, sama seperti kita hanya saja keadaan mereka
seperti itu jadi kitalah orang yang normal ya, diberikan
hidayah oleh Allah sehat, sehat fisik dan juga mentalnya jadi
seharusnya lebih bisa apa memberikan pelayanan terbaik
kepada saudara-saudara kita yang mengalami keterbelakangan
mental biasanya seperti itu”.
III. DISKRIMINASI& RESPON
ME “Kalau bapak sendiri memperlakukan orang yang
keterbelakangan mental itu seperti apa pak?”
DEV “Dalam pelayanan tertentu, mungkin sama ya, ada
pelayanan khusus bagi mereka karna mereka sendiri
merupakan keluarga yang membutuhkan ya, istilahnya
pelayanan khusus jadi dalam beberapa hal mungkin ada
yang berbeda. Kalau di hal-hal yang lain misalkan hak
kewajiban di tingkat masyarakat insyallah sama namun
pelayanannya bisa berbeda-beda karna ya keterbatasannya
itu sendiri, misalkan kalau yang lain diberikan informasi ini
tentang kewajiban mereka dilingkungan masyarakat seperti
contoh kerja bakti, nah kerja bakti yang sudah kita lakukan
adalah memberikan informasi lewat pengeras suara, karna
mereka keterbatasan akhirnya kita berpesan kepada
saudaranya atau keluarganya besok kerja bakti seperti itu,
jadi kan yang lain cukup dengan pengeras suara di masjid-
masjid atau disarana umum, tapi kalau untuk mereka harus
kita datangi. Nah itu sebagai bentuk pelayanan kita dan
penghormatan kita juga kepada masyarakat yang
keterbelakangan itu sendiri, supaya mereka menjadi bagian
kepada masyarakat itu sendiri itu. Jadi ada perbedaannya
ada pelayanan khususnya seperti itu”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Kalau ada lomba agustusan atau perayaan hari besar
seperti itu ikut disertakan nggak pak, atau mereka diberikan
acara khusus untuk mereka sendiri atau apa pak?”
DEV “Kalau untuk acara khusus kita biasanya lebih cenderung
ke bakti social, jadi kegiatan masyarakat yang sifatnya ee
hiburan apa keleluasaan bagi semua pihak tanpa ada
pengelompokan ini penyandang tunagrahita atau retardasi
mental atau tidak jadi itu. Pelayanan public, nah untuk
acara-acara khusus seperti apa lomba-lomba kita
memberikan layanan kepada mereka juga akan tetapi
keluarganya ini, bagi pihak keluarga seringnya agak
keberatan karna ya ada perasan malu mungkin, takutnya
nanti jadi bahan tertawaan atau apa pokoknya udahlah biar
jadi penonton saja itu saya rasa respon dari pihak keluarga,
kalau dari kita masyarakat yang menginginkan mereka ikut
tetep ada keinginan untuk ada partisipasi dalam kegiatan
seperti lomba-lomba itu tetep ada, nah itu tadi biasanya dari
pihak keluarga ada keberatan. Engganlah, udahlah biar
yang lain aja itu seperti itu”.
ME “Kalau untuk bapak sendiri sebagai salah satu tokoh
masyarakat disini, peran bapak sendiri biasanya seperti apa
di masyarakat ini?”
DEV “Jadi program nyata yang kita lakukan ini sebenarnya
merupakan pengembangan dari progam-progam yang
terdahulu sebenarnya, hanya kita modifikasi kita
tambahkan mana sisi dimana yang kurang., alhamdulilaah
untuk beberapa tahun ini, saya sebagai relawan BASNAS
Provinsi Jawa Timur, itu diberikan amanah untuk
memberikan progam bantuan kepada para penyandang
tunagrahita tersebut dan kaum duafa yang ada di Desa
Sidoharjo yakni berupa progam perbaikan rumah tinggal
atau yang disingkat property kita bisa lihat rumah-rumah
bantuan dari BASNAS dengan struktur dan bentuk yang
sama itu bisa kita lihat sebanyak 62 rumah, diseluruh Desa
Sidoharjo ini, yang insyaallah tahun kedepan bisa
bertambah lagi bantuannya. Yang kedua adalah progam
kerja kita penanganan tentang air bersih, penanganan
tentang air bersih ini juga kita respon, kebutuhan air bersih
juga kita e apa kita pedulikan kerjasama denagn BASNAS
Jatim juga saya juga sebagai relawannya juga itu
memberikan bantuan pembuatan sumur, yang mana sumur
itu nanti dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan air
dimasyarakat, artinya kebutuhan sehari-hari untuk mandi,
masak dan mencuci. Karna dulu sudah ada progam-progam
yang dahulu berjalan namun tidak dapat dimanfaatkan
sepenuhnya oleh masyarakat karna kendala teknis seperti
jalurnya rusak kan ngambilnya dari pegunungan pipanya
rusak pada waktu ada kebakaran hutan seperti itu, nah
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
pemeliharaan instalasi yang cukupberat, medannya juga
sulit, akhirnya memaksa masyarakat harus kembali lagi
mengambil air di belik ataupun sumber-sumber atau
resapan-resapan yang ada di aliran sungai. Nah kita
memberikan bantuan itu dasar landasanya adalah itu tadi,
untuk mencukupi kebutuhan air bersih itu yang kedua. Dan
yang ketiganya adalah untuk memajukan pendidikan,
pendidikan masyarakat baik pendidikan formal maupun
non formal.Sehingga diadakan, sebenernya sudah ada
pendidikan itu sudah ada hanya saja kita tingkatkan
intensitasnya, kita tata administrasinya supaya tujuan ini
lebih mudah dicapai, yakni seperti pengadaan majelis
taklim, taman pendidikan al-quran, madrasah diniyah lha
ini yang terbaru adalah madrasah iftidaiyah untuk
melengkapi lembaga pendidikan tingkat dasar di Desa
Sidoharjo ini, yang sudah ada.. dari yang sudah ada.
Kebetulan yang untuk lembaga pendidikan seperti SD itu
sudah ada 3 TK juga sudah ada 3.”
ME “Itu ada yang inklusi pak, untuk anak yang keterbelakangan
bisa masuk juga pak?”
DEV “Kalau yang inklusi kita tidak bisa menjawab sepenuhnya,
artinya begini, memang inklusi ini membutuhkan
penanganan dan layanan khusus ya, jadi harus ada guru
khusus yang ahli dibidangnya, memang ada disekolahan
SD Sidowayah itu SD 4 memang ada, SD 4 itu jadi SD
inklusi. Namun, kita sendiri agak kesulitan dengan inklusi
kita belum bisa mengetahui batasan, sampek mana anak ini
dikatakan berkebutuhan khusus kita ndak tahu karna kita
ndak punya ilmunya mungkin. Kalau menurut kita kita
serahkan ke ahlinya yaitu di SD 4”.
ME “Kalau di Desa Krebet itu ada Rumah Kasih Sayang, nah
kalau di Desa Sidoharjo sendiri ada atau tidak pak?”
DEV “Rumah Kasih Sayang yang ada di Desa Krebet itu sendiri
adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap para
penyandang yang ada di Ponorogo sebenarnya, itu
mencangkup lima desa, eh tiga kecamatan malah, yakni
Kecamatan Badegan, Kecamatan Jambon dan Kecamatan
Balong. Nah, kalau yang ada di Karangpatihan memang
ada Ruah Kasih Sayang itu yang dibentuk yang dibangun
oleh warga nah ini betul-betul berjalan, saya melihat lebih
baik, lebih baik daripada Rumah Kasih Sayang yang
dibentuk oleh pemerintah. Nah semuanya kembali kepada
kepengurusannya kan? Seperti itu. Cuma fasilitas disini
sudah ada, sudah difasilitasi pemerintah, dananya sudah ada
namun, saya belum melihat itikat baik dari pelayanan
kepada para penyandang ini. Saya belum tahu sejauh ini
saya belum tahu, dua tahun ini saya sudah ndak
tahu”.(wawancara berhenti sebentar ada yang mau bertemu
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
bapaknya sebentar).
ME “Kalau seperti warga yang retardasi tersebut mengalami
musibah, sakit, kecelakaan atau ayang lainnya, apa yang
biasanya bapak lakukan?”
DEV “Kalau pengalaman saya sendiri takutnya nggak mewakili
dari warga yang lain, tapi menurut saya sama saja, yang
namanya mahkluk social itu pasti bisa merespon dengan
baik, dan orang yang mengalami keterbelakangan mental
itu kita perhatikan dengan baik, artinya jika mereka dalam
suatu kondisi sakit atau membutuhkan bantuan kita bantu
mbak, kita bantu sesuai dengan kemampuan kita, kalau
saya sendiri biasanya sampai tuntas, ya kalau sakit kita
antarkan ke pukesmas atau layanan kesehatan terdekat atau
sampek ke rumah sakit, terus biayanya ya kita tanggung
saya sendiri yang nanggung yang sudah-sudah itu. Karna
itu bukan berarti saya ingin mendapatkan apa-apa namun
saya lebih cenderung kepada kepedulian terhadap sesame,
itu kalau saya pengalaman saya sendiri. Untuk yang lain-
lain saya rasa juga akan melakukan hal yang sama. Saya
belum pernah melihat ada orang yang keterbelakangan
mental sakit terus masyarakat sekitar itu tidak peduli, itu
belum pernah saya temkan”.
ME “Kalau masyarakat yang mempunyai keluarga yang
retardasi mental itu masih mengadakan kegiatan-kegiatan
seperti genduri, yasinan atau yang lainnya pak?”
DEV “Kalau keluarganya ini, ada beberapa keluarga yang
mengadakan ada keluarga yang tidak, karna mengingat
kebanyakan dari mereka adalah keluarga miskin dan duafa
fakir jadi untuk kebutuhan seharai-hari mereka sulit yang
mana ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan yang
disebutkan tadi tasyakuran dan sebagainya, tetapi kalau
misalkan mereka ada kelonggaran mereka bisa ikut seperti
bersih desa, itu bawa ambeng atau apa maulidan mereka
juga ikut terlibat, ikut terlibat saya melihat sering mereka
juga antusias karna juga merasa bagian dari lingkungan
masyarakat sini, tapi kalau warga yang lain mengadakan
hajatan seperti mantenan hajatan yang lain atau apalah yang
ada dimasyarakat disini mereka juga dilibatkan secara
langsung maupun tidak langsung mereka juga kita undang
untuk ikut acara bersama dengan yang lain, secara tidak
langsung mereka juga kita kasih tahu bawasannya pengen
mereka bisa bantu ke kita sesuai dengan kemampuan
mereka”.
ME “Bapak juga sering datang kerumahnya, mungkin jika
diundang hajatan atau apa gitu pak?”
DEV “Saya? Sering datang mbak, sering dating. Kadang-kadang
ya mimpin do‟a, tapi seringnya ya mimpin do‟a ya.
Sebenernya banyak sekali yang bisa mimpin do‟a, cuman
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
karna di masyarakat pedesaan sini itu ada komunitas-
komunitas ya, rombongan genduren itu banyak sebenernya,
ndak..ndak, ndak monoton saya gitu ndak. Artinya bisa di
rombongan ini rombongan RT 2, RT 3 ini kana da sendiri
berbeda dengan kegiatan itu yang sifatnya besar.”
ME “Kalau saat PEMILU-PEMILU seperti PILKADA seperti
itu yang warga retardasi tetap dimasukkan DPT atau tidak
pak?”
DEV “Jelas masuk, iya masuk. Jadi semua warga itu yang
memenuhi kriteria, mempunyai hak pilih dan dipilih baik
itu yang kondisinya keterbelakangan mental, mereka juga
tetep masuk dalam DPT maupun DPS, dan mereka juga
mempunyai hak pilih, meskipun pada kenyataannya ada
diantara mereka yang tidak bisa menghadiri pada waktu
pelaksanaaan pemungutan suara karna kondisinya mereka,
seperti yang kondisinya berat kan ya gak mungkin untuk
didatangkan da nada kewenangan dari pihak KKPS sendiri
untuk mendatanginya. Sebenarnya sudah ada, namun saya
sendiri belum pernah melihat apakah bagi para penyandang
ini harus didatangi atau tidak saya belum tahu karna saya
tidak terlibat dijajaran pengurusan atau panitia di KKPS itu
sendiri, selama ini belum pernah tahu, hanya saja setahu
saya mereka memiliki hak yang sama dengan masyarakat
lain saya melihat sendiri dari DPT di daftar pemilih tetap
itu nama mereka tercantum”.
ME “Jadi pendampingan atau apa dari panitia atau keluarga
sendiri sering ada nggak pak, kejadian seperti itu?”
DEV “Sebenarnya keluarga yang mendampingi itu keluarga ya,
mendampingi disini artinya baik itu prosesnya, pemungutan
suaranya dibilik suara itu sebenarnya didampingi oleh
keluarganya biasanya begitu dan itu memang sudah diatur
didalam undang-undang kan, harus ada pendampingan bagi
orang yang berkebutuhan kusus tentunya harus diawasi
oleh para saksi-saksi supaya tidak terjadi hal-hal yang
mengganggu jalannya proses pemungutan suara”.
ME “Tapi belum ada kejadian kasus seperti itu ya pak ya
disini?”
DEV “Sepengetahuan saya sendir belum ada, sepengetahuan saya
lo ya, tapi ndak tahu kalau yang lain. Tapi saya rasa ada ya,
memang ada meskipun kadang-kadang itu mereka ya di
antarkan atau apa atau datang sendiri juga ada, ada yang
datang sendiri saya pernah melihat dating sendiri, itu juga
ikut memberian hak suaranya itu dibilik suara sendiri, itu
yang retardasi mentalnya ringan kalau yang sedang
biasanya sama keluarganya, itupun misalkan ya dipapah
ataun dituntun ya, karna kondisi mereka berbeda-beda
mbak. Nah ini berbeda-beda pula penanganan atau bentuk
penanganan yang diberikan kepada beliaunya”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Kalau bapak sendiri kuliah di UMNUH atau apa gitu
rekan-rekan teman bapak pernah ada gak pak yang
memberikan perlakuan yang kurang menyenangkan atau
memberikan stigma apa, terkait bapak berasal dari desa sini
mungkin?”
DEV “Kalau perlakuan kurang menyenangkan, tidak ernah mbak
justru mereka itu segan, segan dan sangat berhati-hati
dalam bertanya itu, karna takut menyinggung, bukan takut
gak berani apa ini takut menyinggung mereka sangat
berhati-hati sekali dengan harapan mereka lebih bisa
mengetahui keadaan yang sebenarnya didaerah saya. Justru
yang seperti bukan perlakuan yang kurang menyenangkan
tidak pernah kita alami dan ditempat-tempat yang lain
untuk warga yang biasanya kan komunitasnya juga
berbeda-beda ada yang memang mengalaminya ada yang
responnya ada yang marah ada yang sampek adu mulut
seperti itu memang ada.”
ME “Ada ya pak ya?”
DEV “Ada, saya pernah denger cerita itu dari, warga ya ditanya
rumahnya mana? Gitu, bahkan, dari mungkin ndak tahu ya
ini cerita dari warga ini cerita bohongan atau rekayasa atau
mungkin hanya humor itu pernah diberhentikan sama
petugas kepolisian itu, naik motor itu ugal-ugalan lampu
merah diterobos aja hah begitu di berhentikan oleh petugas
ditanya, alasannya apa menerobos lampu merah? Ndak tau
pak, tadi masih hijau kan gitu, ceritanya begitu. Nah, ini
tetep merah. Ndak pak. Setelah itu mau ditilang, dia bilang
saya ndak salah pak. Ndak salah gimana la wong kamu
nrobos lampu merah, kamu jelas-jelas salah lampu merah
diterobos, terus kamu jalannya juga zig-zag, ugal-ugalan
membahayakan pengendara yang lain, nah gitu bilangnya.
Diem dia itu, akhirnya yang terakhir ditanya rumahnya
mana? Krebet pak, gitu. Ngakunya krebet. Ohhh. . . Ya
sudah lanusung jalan aja. Loh kenapa pak? Terah yo idiot
lo we ke. Kan gitu. Dalam benak Si pengendara tadi
mungkin bersyukur satu sisi bersyukur tidak jadi ditilang.
Tapi di sisi yang lain tidak bisa dipungkiri bawasannya
petugas itu sudah menganggap bawasannya kalau kampong
idiot warganya nggak tahu aturan, sering melanggar aturan
yang sudah ada. Nah inilah yang tidak menguntungkan buat
kami, sebenernya itu.”
ME “Terus respon dia seperti apa pak, setelah langsung disuruh
pergi sama polisi tadi?”
DEV “Dia yaa langsung ngacir pergi. Hanya ceritanya setelah
kejadian itu.”
ME “Menurut bapak sendiri, kalau melihat masyarakatnya yang
keterbelakangan ini dari dari aspek ekonomi mereka
bagaimana pak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
DEV “Kalau dari aspek ekonominya sebagian besar mereka itu
dari golongan duafa mbak, miskin ya. Lebih dari miskin ya,
duafa fakir, mereka menghidupi keluarganya mencari
penghasilan untuk kebutuhan keluarganya itu juga asal-
asalan. Satu hari saja kadang gak cukup. Bekerja satu hari
untuk makan sehari itu, bagaimana, ya seperti itu. Yawes
parah keadaannya. Kadang-kadang itu kesehatannya
juga(sambil menghela nafas). Tapi ya alhamdulliah
samapai saat ini belum pernah yang. . .kadang itu kita
melihat kondisi mereka itu sangat memperhatikan, kita
ndak bisa berbuat apa-apa, padahal kita bisa. Tapi juga juga
terbatas juga, karna jumlah mereka lebih banyak dari kita
yang peduli gitu. Kalau toh kita peduli bisa bantu mereka
itu belum seberapa, inilah yang membuat kita itu kadang-
kadang miris dalam hati kita ingin membantu mereka
pengin sekali memberdayakan mereka, meringankan beban
mereka, tapi karna keterbatasan kita juga, belum dengan
apa..(berhenti sejenak, ada beberapa murid yang sedang
mengambil buku dikantor itu) seperti itu”.
ME “Tapi mereka yang keterbelakangan itu masih ada yang
bisa bekerja ya pak ya?”
DEV “Ada. Warga sekitar bersedia kok, bersedia memberikan
pekerjaan atau memberikan kesempatan kepada warga yang
mengalami keterbelakangan itu untuk membantu pekerjaan
mereka. Bahkan hamper semuanya kok, hamper semuanya
entah itu disuruh secara langsung atau memang karena
kebiasaan nah itu., kan ada yang karna kebiasaan setiap hari
disitu rutinitasnya disitu meskipun bukan karna
keluarganya, tanpa disuruhpun mengerjakan. Contohnya
pada waktu panen jagung ya itu sampek berhari-hari yang
disitu. Disalah satu rumah warga kita itu mbantu untuk
ngupas jagung, sampek seperti itu. Yaaa ada juga yang
sengaja untuk kita minta tolong itu ada. Macem-macem
mbak sesuai dengan kemampuan mereka itu. Kalau yang
debil itu, kan gak bisa diajak komunikasi sama sekali yang
debil itu, yaaa wess dikasih tau ini, caranya begini
sampekkk malam pun bahkan kalau disuruh makan kadang-
kadang nggak mau gitu lo kalau nggak kemauanna sendiri
begitu, jadi meskipun disitu ada jarang disentuh malahan,
begitu”.
ME “Kalau dari aspek, sosialnya pak, hubungan dengan
masyarakat gimana?”
DEV “Masyarakat yang lain dengan sebagian warga yang
keterbelakangan itu biasa-biasa saja mbak. Artinya kita
tidak mengucilkan mereka kita rangkul mereka ya kita
layani mereka seperti warga-warga yang lain kita anggap
itu mereka sama tidak ada perbedaan. Hanya perbedaan itu
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
pelayanannya saja mereka khusus daripada yang lain.
Karna ya itu tadi karna yang lain itu dengan lisan saja
sudah cukup bisa memahami itu harus dengan cara ya unik
ya, seperti diajak untuk apa diajari dulu.”
ME “Kalau dari aspek politiknya seperti PEMILU, kesamaan
hak didepan hukum seperti itu , gimana menurut bapak
sendiri?”
DEV “Selama ini untuk aspek politiknya saya melihat sudah
cukup baik mbak, artinya mereka juga masuk di Daftar
Pemilih Tetap mereka juga memiliki hak pilih saya rasa itu
sudah cukup bai sekali jadi itu, harapan kita itu lebih
cenderung kepada pelayanan yang lebih spesifik lagi yakni
adanya pendampingan pada waktu pelaksanaan apa
pemungutan suara seperti kesediaan panitia itu eemm apa
isyilahya jemput bola. Namun, tidak menutup kemungkinan
jika hal itu memberatkan, ya karna kondisinya. Yaa
harapannya gini dengan adanya pendampingan itu tidak
menimbulkan atau tidak mengurangi lancarnya kegiatan
pesta politik sendiri atau pemilihan suara karna kita juga
tahu secara politis kan praktek itu memang berbeda kita
berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai
dengan atauran hukum yang sudah di berlakukan namun,
dalam praktiknya kita seringnya menjadi masalah ada
beberapa pihak yang kurang bisa menerima atau mersa
dirugikan itu aja mbak”.
ME “Kalau menurut bapak sendiri ni solusi apa yang dapat
bapak berikan mengenai permasalahan-permasalahan
warga yang mengalami retardasi mental ini?”
DEV “Harapan kita, solusinya itu untuk para penyandang
retardasi mental itu sebenarnya kita sudah melakukannya
yakni berupa pemberian JADUP atau jatah hidup untuk
mereka dari kementerian (berhenti sebentar ada anak murid
yang masuk kantor dan sedikit rame, selang beberapa detik
mulai kembali wawancara kami)
“Solusi yang sudah kita lakukan untuk para penyandang
tunagrahita itu adalah dengan memberikan bimbingan
pelayanan dan pelatihan yang focus kepada ini bantuan
aktifitas keseharian mereka itu yang pertama yang menjadi
dasar pokok kegiatan progam ataupun pelayanan itu, yakni
dengan memberikan pendampingan, pelatihan itu bagi para
penyandang dalam kehidupannya sehari-hari seperti
mengurus dirinya sendiri, mengurus dirinya dan
lingkungannya yang kedua mengurus dirina dan
masyarakat itu sudah semua aspek sudah termasuk disitu
mbak. Jadi mulai dari aspek ekonomi, aspek pendidikan,
aspek social, aspek masyarakatan, aspek keagamaan semua
sudah masuk disitu. Dalam satu paket progam pembinaan
aktifitas keseharian mereka nah untuk secara terperincinya
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
singkatnya kita ambil satu contoh bagaimana cara mandi,
bagaimana cara membersihkan rumah, bagaimana cara
membersihkan halaman, itu contohnya. Kalau yang untuk
di social kemasyarakatan bagaimana jika kita kedatangan
tamu atau bertamu, bagaimana apa yang harus dilakukan
nah itu, dan bagaimana saat kita mengikuti pengajian atau
kegiatan masyarakat yang lain itu kita harus seperti apa itu
ada dalam social kemasyarakatan dan keagamaan mereka
jga kita ajak supaya mereka lebih terbiasa berkumpul
dengan warga-warga yang lain jadi ini juga membantu
mereka membantu semangat mereka karna secara tidak
langsung mereka tidak merasa dikucilkan terus bagaimana
saat kita mengikuti pengajian, atau kegiatan masyarakat
yang lain itu kita harus seperti apaitu ada dalam social
kemasyarakatan social keagamaan mereka juga kita ajak
supaya mereka lebih terbiasa berkumpul dengan warga-
warga yang lain jadi ini membantu mereka membantu
semangat mereka karena secara langsung mereka tidak
merasa dikucilkan gitu. Mereka jarang berbica mereka
jarang komunikasi dengan orang lain karna orang lain
menganggap itu ndak perlu. Sebenarnya salah, kalau kita
dekati mereka kita sering ajak komunikasi mereka juga
respon ke kita bahkan untuk pemberdayaan ekonomi kita
berikan bantuan dari pemerintah kita salurkan yakni berupa
ternak kambing, ada yang ternak ayam, dan yang lainnya
ini sudah berjalan ada yang bagus ada yang kurang bagus
ada yang sama sekali tidak ada perubahanya, ya tadi
kendalanya banyak sekali karna harus senantiasa dipantau.
Kan temen-temen itu memantau setiap bulan. Kambingnya
bagaimana? Sudah kawin apa belum? Kalau sudah beranak
anaknya berapa? Nah gitu. Ceritanya akan lain kalau ini
dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi tadi kadang-kadang
mereka jual itu bantuannya, akhirnya putus gak bisa beli
lagi itu dari keluarganya. Kalau dari penyandang sendiri
nggak ada keinginan untuk menjual mereka dikasih tahu
untuk nyari pakan ternak ya sudah tiap hari ya itu
kegiatannya, kalau mereka berpikir ini nanti dijual, bukan
mereka ndak ada kepikiran nyampek kesitu gak ada. Ya ada
mereka itu dikasih kambing atau apa ternak untuk dia, terus
dia itu memberikan pemeliharaan yakni berupa pakan
membersihkan dan sebagainya dan ini membutuhkan
bantuan orang lain. Kategori retardasi mental itu bagaimana
kondisinya membutuhkan bantuan orang lain dalam
kesehariannya senantiasa lo ya, kalau kita ndak ada kata
senantiasa iyaa, mungkin seperti itu itu”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Masyarakat Desa Sidoharjo
Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 11:36 WIB
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :ARI
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :ARI
2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo
3. Usia :26 Tahun
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. Pekerjaan :Pedagang/Warung
6. Riwayat Pendidikan :SDN 3 Krebet Desa Sidoharjo
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah
informan, karena mempunyai sebuah
warung di depan rumah informan ada
beberapa laki-laki yang sedang bersantai
sambil minum kopi. Sedangkan kondisi di
ruang tamu informan sangat sepi dan
wawancara berlangsung sangat sanatai.
Rumah informan ini pas didepan keluarga
yang mempunyai keterbelakangan mental.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah ibu satu anak yang berumur
enam tahun, kelas satu SD. Selain mengurus
rumah tangga, informan juga sibuk
mengurus warung kecilnya. Tidak jarang
juga beliau pergi ke sawah untuk menggarap
sawahnya. Pada saat wawancara
berlangsung ibu informan sempat menyapa
peneliti dengan membawakan makanan
ringan dengan the panas.
Perilaku Informan secara umum
pada saat interview
Informan sangat terbuka dan bersedia
menjawab dengan semua pertanyaan saat
wawancara berlangsung, selain itu juga
beliau sangat komunikatif saat wawancara.
II. STIGMATISASI
ME “Mbak, apa yang mbak ketahui tentang keterbelakangan
mental itu apa sih mbak?”
ARI “Maksudte pripun?”
ME “Ini mbak seperti orang-orang yang ada di Desa ini? Atau
mungkin mbak punya sebutan lain?”
ARI “Ohh, kalau disini sebutanne ya idiot ngono mbak.”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Nah, apa sih mbak yang mbak ketahui ni mengenai itu
mbak?”
ARI “Nopo nggeh mbak, nek riyen sebab e niku anu keng nopo
perkawinan sedarah nopo niku, bar niku nggeh pernikahan
dini, riyen kan nggeh mriki(menunjuk belakang rumah,
yang mempunyai keluarga keterbelakangan mental) kan
tasek dulur, wingkeng mriku.”
ME “Ohh nggeh to mbak?”
ARI “Nggeh wingkeng mriku tasek dulur, bar ngoten niku
nggeh.. kan riyen niku kan dijodohne ngoten lo, sajakne
niku ke jarak e mboten nopo, mboten mboten tebeh ngoten
lo. Ora kok kembar tapi modele niku ke koyo wong kembar
mbak, modele koyo wong kembar gek lek koyo epek banyu
koyo golek rambanan ngono iso tapi nek dijak komunikasi
gak iso”.
ME “Oo itu terus tanggapan ibuk kalau di desa-desa lain
memandang desa Sidoharjo atau Desa Krebet itu sebagi
Kampung Idiot, gitu kan mbak banyak yang nyebut kayak
gitu, nah tanggapan ibuk dengan julukan seperti itu gimana
mbak?”
ARI “Nggeh nek saged ke mboten nopo, mboten sah diparingi
julukan ngoten niku, nggeh nek saged ke nggeh masyarakate
mboten enten sing koyo niku maleh, kan niki kan nate
didatengi saking dinas kesehatan kan nek iso nggeh
dibrantas sing idiot-idiot niku, makane sak niki wonten
enten progam satu bulan sekali nopo nopo ngoten lo nggeh,
pengobatan gratis nopo nopo niku, gek tirose damel
mencegah penambahan orang yang idiot niku ke nggeh
kelahiran sing riyen-riyen ngoten niku”.
ME “Dadi nek dengan julukan seperti itu merasa bagaimana?”
ARI “Nggeh kurang pas mbak(sambil ketawa) enggeh”.
ME “Biasanya pas mbak lagi diluar kayak gitu pernah gak mbak
e menerima sindiran, ejekan dari orang lain?”
ARI “kalau menerima sindiran belum mbak. Paling-paling yo
omahmu karo kampong idiot ngendi? Yowes kono ngono
mbak nekku jawab”.
ME “Kalau mbak sindiri ni punya atau biasanya njuluki apa
sama orang-orang yang mempunyai keterbelakangan
tersebut?”
ARI “Kalau kulo niku mboten nate nyebut kampong idiot ngoten
niku, nggeh nggeh gak pernah”.
ME “Kalau julukan pada orangna gitu mbak?”
ARI “Nggak ada belum pernah, ndelalah kersanengalah niku
nggeh karo wong-wong idiot iku malah pengen mbantu
ngono lo mbak, dadi yo gak ndue kroso pegel opo piye
ngono.”
III. DISKRIMINASI
ME “Kalau disini mbak mengadakan yasinan, genduri atau
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
selamatan ngoten juga mengundang orang-orang itu atau
tidak mbak?”
ARI “Sebagian iya sebagian enggak, kalau mayoritas sisni kan
kalau genduri cowok, laki-laki kalau yasinan niku kadang
iya kadang enggak”.
ME “Biasanya gimana mbak apa diundang secara langsung atau
gimana?”
ARI “Enggak mbak gak diundang secara langsung, karna takutte
nek keluar malem kan ilang, kan dulu juga ernah hilang
sampek Desa Mblembem sana”.
ME “Kalau ngundang secara langsung gak pernah ya mbak ya?”
ARI “Belum pernah, paling-paling ngasih makanan ke rumahnya
gitu”.
ME “Tapi kalau gak diundang tapi dating, ada gak mbak kayak
gitu kasusnya?”
ARI “Ada banyak, kalau ada orang pengantinan atau apa resepsia
apa mesti ada, minta nasia atau minta jajan ada.”
ME “Mbak kalau waktu lebaran itu biasanya mbak juga datang
silaturahmi ke rumahya?”
ARI “Iya, malah yang idiot itu kesini. Nanti kalau ketem dijalan
disuruh mampir, gitu aja”.
ME “Kalau mbaknya langsung ndatengi kerumahnya?”
ARI “Belum pernah”.
ME “Kalau rumah sini panen atau butuh orang macul gitu, cari
rumput sering gak mbak memperkejakan mereka?”
ARI “Ngak nggak pernah, Cuma ngasih panenan apa sedikit
sedikit gitu”.
ME “Kalau bagong itu mbak katanya bisa macula tau apa gitu?”
ARI “Iya kalau bagong itu kalau gak kerja gak mau dikasih uang
gak mau dikasih makan, pokok e pengenne pengen
ngewangi kerjo terus njaluk maem, kadang neng ngemper
kono nyisik I kayu, nek eneng watu ngono di li-li I di
sisihne, mbubuti suket, sak karep e dewe, terus engko njaluk
maem, njaluk wedang. Moro ngono ae soalle gak bisa bicara
to.”
ME “ Terkadang minta apa buk atau ibuk ngasih kana pa?”
ARI “Tergantung minta e, tapi nek dikasih uang gak mau, yo kor
maem, mimik, rokok kalau bagong itu.”
ME “Kalau seandainya mereka sakit seperti yang tinggal
dibelakang rumah ibuk ini sakit, atau kecelakaan atau
lainnya respon ibuk biasanya bagaimana?”
Ari “Alhamdulilah orangna itu gak pernah sakit e mbak, kalau
dia ngroso rodok mumet ngono mlaku dewe neng pukesmas
nyuwun obat ngono, gak pernah sakit”.
ME “Kalau untuk yasinan, genduri itu mereka tetep ikut gak
buk?”
ARI “ohh iya tetap, tetap ikut.”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Mbak juga sering datang?”
ARI “Iya sering sering datang”.
ME “Jadi mereka tetep ikut ya mbak genduri, yasianan itu?”
ARI “Iya iya tetep soalle sing jowo kan yo enek mbak, enten sing
setunggal, mboten kok minder atau ngeten-ngeten mboten”.
ME “Pernah kah ibuk sendiri melihat mungkin mereka yang
penandang mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan
dari orang lain gitu?”
ARI “Belum belum pernah, alhamdulilah ya belum ada”.
ME “Kalau waktu ada salah satu warga disini yang mantenan
gitu mbak, terus mereka datang dan mungkin mendapat
perlakuan yang khusus gitu?”
ARI “Iya iya pernah, kalau ada yang mantenan gitu mereka kan
tiba-tiba datang, ya diperlakukan ya dikasih makanan
dikasih snakc dan disuruh duduk dikursi”.
IV. RESPON
ME “Kalau mungkin ada orang luar yang menyebut kampong
mbak sebagai kampong idiot gitu sikap mbak pada sat ini
bagaimana?”
ARI “Ya Cuma yo kurang marem lah. Lha nyapo kok ndadak
dikek kampong idiot barang ki kan yo sebagian gak
semuanya ngono lo maksud e kan Cuma sedikit kok dijuluki
kampong idiot, opo peh ne kampong idiot ke terkenal
ngono, dulu kan belum ada kampong idiot kan belum
terkenal terus dijuluki itu kan terus semua bantuan kan
meluncur kesini gitu lo. Apa karna itu ya gak tau”.
ME “Mbak punya pengalaman apa mbak terkait mbak tinggal
disini gitu?”
ARI “Pengalamanne nggeh ditangkleti nopo, daleme pundi kaleh
kampong idiot? Nggeh termasuk e lo nggen kulo termasuk e
la nggen kulo ler e ae kok”.(Tiba-tiba ibuknya mbak ini
mengantarkan the panas dan singkong goring).
ME “Terus mbak langsung gimana respon jawab e lagi?”
ARI “Lha jawab e kan wong ngge takok: lha nyapo nggonmu
kok yo dijuluki ngono? Lha yo gak ngerti wong duwuran
iku, yo ra ngerti pengen piye, paling yo pengen desone iki
pengen maju gek modelle ngono yo ra ngerti. Kan mayoritas
kalau ada penyuluhan apa yang dituju kan yang idiot.”
ME “Kalau dilihat dari aspek ekonomi mbak orang-orang yang
mempunyai keterbelakangan seperti itu melihat dari
pekerjaan mereka, keluarga mereka secara ekonomi gimana
mbak?”
ARI “Yo kekurangan mbak, yo soalle seumpama yang kerja satu
yang cacat mental dua kan yo kekurangan sangat
kekurangan. Misal e hasil le sedino telong puluh y owes
ngge mangan mbendino ngono kui mbak yo kekurangan
masalah ekonomi.Nggeh kulo akoni mawon teng pundi-
pundi teng kidul kan mayoritas satu keluarga satu tuna niku,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
sing nambut damel naming setunggal, nek masalah ekonomi
sangat kurang mriki niku sing cacat mental niku lo.”
ME “Tapia da yang bisa dan mau kerja kan mbak?”
ARI “Iya ada kalau daerah sidowayah banyak. Macul tarek-tarek
nopo-nopo”.
ME “Biasanya mereka disuruh atau nyari kerja sendiri?”
ARI “Disuruh. Kan nggak bisa ngomong”.
ME “Kalau dari aspek sosial ni mbak, mungkin bagaimana
mereka ngobrol berhubungan dengan masyarakat lain yang
normal bagaimana mbak?”
ARI “Mereka itu pakai bahasa isyarat mbak, iya bahasa isyarat,
saumpama nek perlu nggeh Tanya nek mboten perlu nggeh
mboten. Kadang kan sing tangklet nggeh sing anu niku”.
ME “Hubungan dengan masyarakat yang normal itu bagaimana
mbak?”
ARI “Ya mayoritas mbak kadang nggeh wonten sing nyaci maki
sing mboten seneng ngoten niku ki.”
ME “Seperti apa mbak biasanya?”
ARI “Yowes ngelok-ngelokne mandak . . . wes neng kono ae wes
ra sah amor wong-wong ngene iki. Mayoritas mbak.”
ME “Mereka pernah memberikan julukan-julukan gitu mbak?”
ARI “Nek julukan niku mboten enten, paling nggeh ngoten niku,
bab-bab ngoten niku. Mandak koyo ngono ae kerjone
piye…kadang kan ngenyek ngoten niku lo. Mboten nek
koyo njuluki iki ke wong ngene ngoten niku mboten. Kula
dereng miring”.
ME “Kalau dari aspek politik mbak mungkin waktu pemilu atau
pilkada gitu mereka masuk dalam DPT atau tidak mbak
biasanya?”
ARI “Masuk, tapi nggak milih, kan nggak bisa”.
ME “Nggak ada pendampingan dari panitia atau keluarganya
mbak mungkin?”
ARI “Nggak. Didata tapi nggak bisa milih.”
ME “Kalau pemilihan kepala desa gitu mbak?”
ARI “Sama, pokok e nek gak bisa kesana yo wes teng ngriyo ae”.
ME “Kalau mbak sendiri ni sebagai warga disini
memperlakukan orang yang keterbelakangan dengan mereka
yang normal itu seperti apa mbak?”
ARI “Nek kula niku sami mawon kok mbak, mboten kok dibedo.
Nggeh kados nek nyopo-nyopo tiyang biasa ngoten, nggeh
mengke nek butuh nopo ngoten nggeh kulo sanjangi, engko
lek butuh ngene-ngene engko rinio yo, ngono mbak. Biasa
kulo niku mboten kok memperlakukan khusus nopo mboten,
sama-sama.”
ME “Emm kalau mbak sendiri ini, pernah gak mbak tiba-tiba
tetangganya tersebut sakit dan mungkin mengantarkannya
ke rumah sakit gitu?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ARI “Gak pernah mbak, paling ngasih saran gitu, tapi terkadang
keluarganya menolak, wes berobat jalan neng omah ae. Ya
mungkin karna biayanya juga mbak”.
ME “Kalau menurut mbak sendiri ni, kepedulian perangkat desa
sendiri terhadap warganya yang keterbelakangan mengenai
kesehatan para penyandang gimana mbak, seperti mungkin
sampek membawanya ke rumah sakit begitu, menurut mbak
seperti apa?”
ARI “Ya,,kurang mbak, seharusnya ya begitu, tapi sini juga
banyak yang gak dapet Jamkesmas lo mbak, yo seharus e
didata maleh, yo mesakne sing un sepuh-sepuh niku nek
saumpamane sakit keras ngoten kan mboten saged mbeto
teng rumah sakit perkorone kan mboten gadah biaya ngoten
niku ngeh. . . adate ngoten niku lo mbak mriki ke sing gadah
niku ke mboten sedoyo arang kading nek sing ndue niku,
mriki niku mboten sedanten lo salak mboten angsal”.
ME “Kalau yang untuk warga yang keterbelakangan ya pasti ada
ya mbak sepengetahuan mbak?”
ARI “Duko nggeh mbak neng wingkeng mri ke(menunjuk
belakang rumah salah satu penyandang) sing cacat kaleh
dereng angsal lo mbak, dereng gadah Jamkesmas, gek niki
ke di usulne teng bidan praktek niku ke diusulne, kan KTP
nopo kan dereng angsal gek dereng masuk KK nopo pripun
ngoten lo, niki diusulne mogo-mogo saged ngoten”.
ME “Lha menurut mbak sendiri ini respon perangkat sendiri
seperti apa mbak, mengenai kasus-kasus seperti ini?”
ARI “Ya, kurang mbak, nek mriki ke sing mines-mines niki lo ya
harus diperhatikan mbak, saumpami rondo anak e wes cacat
gek ora iso kerjo, nek riyen niku satu bulan niku dikasih
bantuan tapi kok yo mandek ngoten lo”.
ME “Tapi kalau untuk bantuan garam yodium dari Dinas
Kesehatan masih rutin diperoleh kan mbak?”
ARI “Garam niku ta? Nggeh niku rutin niku satu tahun sekali
niku mbak”.
ME “Bantuan apalagi mabak yang rutin selain garam ini?”
ARI “Ndak ada, ndak ada. Dulu itu apa satu bulan sekali itu
kayak susu, roti, biscuit kayak gitu lo. Tapi sekarang nggak
ada.”
ME “Kalau untuk pengobatan gratis gimana mbak?masih rutin
kah?”
ARI “Dulu itu ada dari mahasiswa IKIP Madiun belum lama ini,
niku ada pengobatan gratis selama seminggu, di balai di
Sidowayah itu, ya yang dapat undangan aja, yang gak dapat
ya gak bisa, rumah ini pernah dapat sekali dulu.”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Pihak Keluarga (Dari Retardasi Mental)
Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 12:02 WIB
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :TIN
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :TIN
2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa
Sidoharjo
3. Usia :23 Tahun
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
6. Riwayat Pendidikan :SDN 4 Sidowayah
7. Jumlah Keluarga :2 orang
yang Retardasi Mental
HasilObservasi
Kondisitempatwawancara Wawancara dilakukan di rumah
informan di ruang tamu dengan
menggelar tikar dibawah. Pada saat
wawancara berlangsung beliau sedang
bersama anaknya. Selang beberapa
menit ibu informan ikut bergabung
dengan wawancara kami, namun begitu
beliau tidak banyak mempengaruhi
jawaban informan. Di ruang tamu tidak
terlihat barang-barang elektronik seperti
TV atau apapun, hanya terlihat dua
kursi, satu meja dan dampar.
KeadaanInformansecaraumum Informan adalah seorang ibu rumah
tangga yang telah menikah muda yang
sekarang dikaruniai seorang anak
perempuan berusia tiga tahun. Beliau
tinggal bersama ibu, anak dan kedua
keluarga perempuan informan yang
keterbelakangan mental, sedangkan
suami beliau bekerja sebagai buruh
bangunan di Jakarta sudah sekitar tiga
bulan.
PerilakuInformansecaraumumpadasaat
interview
Informan tidak banyak bicara, yang
terkadang sangat sulit menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada saat
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
wawancara berlangsung. Beliau
menjawab pertanyaan-pertanyaan
peneliti sangat simple. Sehingga bisa
dikatakan informan kurang
komunikatif saat wawancara.
II. STIGMATISASI
ME “Mbak apa yang mbak pahami mengenai keterbelakangan mental,
seperti kasus yang dialami keluarga mbak ini?”
TIN “Opo. .Opoya. . .Mboten sumerep lo kula ke, nopo nggeh”.
ME “Nopo mbak sak ngertine mbak niku nopo ngoten mawon”.
TIN “Koyo budhe neniki to?” (menunjuk putrid beliau)
ME “Nggeh”.
TIN “Nopo nggeh, nggeh kurang gizi ngoten sak ngertos kula”.
ME
“Kan tiyang njawi niku njuluki desa niki Kampung Idiot, nopo
julukan sing kurang penak di rungokne ngoten mbak, pripun
pendapat mbak?”
TIN
“Eemm…Yo mosok men ngono, dijuk i kampong idiot, nopo nggeh
(sambil ketawa halus) nggeh kurang penak mbak, di miringne
kados nduusuun ngoten”.
ME “Nek wongn jobo niku mandang keluarga mbak sendiri pripun
mbak?”
TIN “Nggeh, kasian ngoten mbak dilok e. Kados budhe ne niki” (sambil
mengelus rambut putrinya).
ME “Nggeh”.
TIN
“Pernah kan mbak, bulek e adek ini koyo disinder, dicelok jeneng
sing kurang penak dirungokne ngoten, pernah mbak ngalami
kejadian kados ngoten?”
ME “Kadang-kadang nggeh, dijuluki peko‟, budge ngoten. Kan nggeh
terah sudho rungon ta mbak”.
TIN
“Nek koyo‟ perlakuan sampek di kongkon ngaleh, pas arep nyedek
neng mantenan atau pas arep melu wong ngumpul ngoten pernah
gak mbak?”
TIN “Duko nggeh, nek sak ngerti ku gak pernah mbak”.
III. DISKRIMINASI
ME “Nek koyo acara-acara 17.an lomba-lomba ngoten pernah ikut atau
diikutkan gak mbak?”
TIN “Mboten, mboten”.
ME
“Nek mbak sijem (keluarganya yang retardasi mental), sakit atau
kenapa gitu, pripun tonggo-tonggo dekete mriki mbak, koyo mung
ditumbasne obat nopo diterne teng Pukesmas ngoten mbak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TIN “Mboten, mboten mbak. Nek sakit nggeh kadang teng Pukesmas
piyambak”.
ME “Neng teng Pukesmas ngoten niku, kaleh sinten mbak? Diterne
tonggo, nopo keluarga mriki?”
TIN “Nggeh keluarga mriki mbak. Tapi juarang sakit lo mabk nikuke”.
ME
“Oalah nggeh, emm, nek perangkat pripun mbak? Pernah di
gawakne teng rumah sakit ngoten mbak, mungkin mboten budhe
Sijem niki sing wong liyone mungkin mbak?”
TIN “Mboten, mbotennate. Nek wong liyo nggeh mboten nate ngertos
mbak”.
ME “Nek mriki niki taseh ikut yasinan ngoten mbak?”
TIN “Nggeh tumut bapak e, mriki nggeh yasianan”.
ME “Nek mriki yasinan sing dugi katah mbak?”
TIN “Nggeh katah, katah mbak”.
ME “Nek PEMILU ngoten niki budhene niki taseh terdaftar jadi pimilih
nopo mboten mbak?”
TIN
“Pernah, pernah disukani riyin niko, riyin nggeh pernah di kawal
ngoten, tapi nggeh mboten saged mbak nek sak niki, ringin pernah
milih tapi duko bener nopo mboten”.
ME “Sing ndampingi sinten mbak?”
TIN “Nggeh keluargane mriki.”
ME “Pernah di kongkon tanggane kerjo ewang-ewang nopo ngoten
mbak? Pipil jagung nopo oncek jagung ngoten mbak?”
TIN
“Nek riyen nggeh pernah di kongkon mendhet toyo riyen, nek
sakniki mboten, wonten sanyo punan. Paling teng Pukesmas mriku
nyapokne latarre.”
ME “Oalah nyapu teng mriku?”
TIN “Nggeh”.
ME “Nek nyapu ngoten niku biasane dikasih nopo mbak?”
TIN “Kadang nggeh yotro ngoten, teng bu Ipin mriku”.
IV. RESPON
ME
“Iki mbak maaf ya mbak, nek Lek Sijem niku diceluk Peko‟,
goblok nopo-nopo ngoten, pripun reaksi keluarga nopo mbak
piyammbak ngoten nopo Lek Sijem niku pripun?”
TIN
“Biasa mawon mbak saking pun kulino, kadang nek tiyangge
miring ngoten kadang nggeh nesu, ngamuk biasane, nguuumengg
mawon, ngremeng ngoten”.
ME
“Respon mbak gimana nek bulek e niki diperlakukan oleh
masyarakat mriki bedho, dijuluk-juluki ngoten niku, arep milih pas
pemilu yo gak enek pendampingan, nak hal-hal koyok ngoten niku
pripun mbak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TIN “Pripun nggeh emang keadaane ngoten niku, terbatas yowess mbak,
biasaae”.
ME “Nah mbak nek Desa Sidoharjo niki terkenal sebagai Kampung
Idiot ngoten niki, respon mbak pripun? Pendapat mbak pripun?”
TIN “Pripun nggeh. Sakjane niku nggeh isin ngoten mbak, dijuluki
kampong idiot ngoten mbak”.
ME “Nek harapane niku nopo tetep dijuluk i kampong idiot, ben akeh
sing mbantu nopo ngoten mbak?”
TIN “Nggeh mboten mbak sakjane, harapanne nggeh ilang julukane”.
ME “Nek kinerjane perangkat menurut mbak pripun pun sae nopo
dereng?”
TIN “Nggeh pun sak jane. Pun wonten perkembanganne”.
ME “Nek riyen pripun mbak emangnge?”
TIN “Nggeh kaleh riyen sak niki pun luweh apik kepedulianne”.
ME “Kan bulek e wau pernah dijuluk I sing kurang menak sering nggeh
mbak koyo peko‟, budge ngoten niku?”
TIN “Nggeh sering, sering mbak.”
ME “Nah, respon mbak saat ndilok kejadian niku pripun mbak?”
TIN
“Nggeh nopo nggeh, nggeh ngalah ngoten mawon, kann ngeselne to
mbak, mboten kadang-kadang niku pripun nggeh, niku ke mboten
nyadar nek mriku niku terbatas ngoten. Nggeh kados wong normal
ngoten niki nek di anu nggeh mboten purun”.
ME “Pernah main tangan ngoten mbak?”
TIN “Mboten mboten nate, nggeh ngremeng ngoten mawon mbak”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Masyarakat Desa Sidoharjo
Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 12:27 WIB.
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :IIM
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :IIM
2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo
3. Usia :50 Tahun
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. Pekerjaan :Ibu Rumah tangga
6. Riwayat Pendidikan :SDN 3 Krebet
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di ruang tamu
rumah informan yang sangat luas. Pada
saat peneliti datang hanya ada suara TV
yang ada di ruang tamu. Informan
berada di belakang. Wawancara
berlangsung sangat baik, karena
keadaan rumah beliau pada saat itu sepi
hanya ada suara TV yang menyala.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah seorang ibu rumah
tangga dengan dua orang putra dengan
satu orang putrid, informan terkadang
juga membantu suaminya di sawah.
Pada saat peneliti datang ke rumah
informan, informan sepertinya dari
sawah. Saat wawancara berlangsung
ibuknya sedikit kurang komunikatif,
mungkin karena usia juga.
Perilaku Informan secara umum pada
saat interview
Pada saat wawancara berlangsung
informan pada awalnya sangat bingung
dengan kedatangan peneliti, setelah
sedikit peneliti jelaskan maksud dan
tujuan datang ke rumah beliau,
akhirnya beliau sedikit mengerti dengan
kedatangan peneliti. Kemudian
wawancara dapat berlangsung dengan
komunikatif, walaupun tidak dengan
waktu yang lama.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
II. STIGMATISASI
ME “Apa sih yang ibu ketahui tentang keterbelakangan
mental seperti apa yang terjadi disebagian masyarakat
sini ini buk?”
IIM “Nopo nggeh mbak(ibunya sedikit bingung
menjawabnya), neng mriki niki nggeh tiyang miskin
ngoten mbak sing disuwun-suwunne bantuan. Mboten
saged ngomong, tangan kaleh sikille niku nopo nggeh,
tekor ngoten. Kadang-kadang nggeh mboten saged
ngomong bisu ngoten niko.”
ME “Kan mriki niku dijuluki maaf nggeh buk Kampung Idiot
ngoten nggeh buk, nah tanggapanne ibuk kaleh julukan
niku pripun buk?”
IIM “Nggeh mboten sekeco, nggeh radii sin ngono mbak”
ME “Ibuk mempunyai julukan tertentu gak buk kepada salah
salah maaf penandang disini gitu buk?”
IIM “Mboten, nggeh kadang niku mriki niku tiyangnge katah
wonten lare kadang niku nyuwun nopo ngoten kadang-
kadang nek mboten disukani niku nesu kadang niku lare-
lare niku, ndang gek diweh i gek ngaleh. ngoten mbak
ngoten niku mbak paling”.
ME “Pernah gak buk ibuk mendengar mungkin tetangga ibu,
atau keluarga ibuk mungkin mendengar panggilan-
panggilan tertentu yang kurang menyenangkan untuk
warga penyandang gitu buk?”
IIM “Nggeh wonten mawon miring mawon”.
ME “Pripun buk, kadang dijuluk I nopo?”
IIM “Nggeh ngoten niku, pamane mriki wonten tiyang mriki
ngoten, ngeten mbak wong goblok bolak-balik njaluk ae
diweh ora ngaleh ngoten. Kan Painah niku lo mbak
Sidowayah niku sampean pun ngertos? Niku mbendinten
mriki mawon nyuwun, pun disukani nopo nek dereng
disukani glepung gaplek lebut niku tasek nyuwun
mawon”.
ME “Seandainya ibuk dolan teng desa liyo ngoten buk teng
Ponorogo nopo teng nggenne sederek e ngoten niku di
takok-takoki soal kampong idiot nopo pripun soal asal le
ibuk ngoten pernah buk?”
IIM “Nggeh pernah mbak.”
ME “Pripun buk biasane?”
IIM “Dalemme njenengan niku pundi? Krebet. Terus Krebet
niku kaleh Sidowayah celak? Kaleh Sidowayah niku
triose katah tiyang idiot, ngoten niku neng nangkleti
ngoten niku”.
ME “Terus ibuk e jawab e pripun?”
IIM “Nggeh nek kaleh nggen kula tebeh ngoten mawon.”
ME “Terus tangklet-tangklet nopo maleh buk?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
IIM “Nggeh ngoten niku pammine nangkleti, karo kampong
idiot nggonmu iku ngenti. Nggeh tebeh sing katah niku
tasek nuanjak maleh. Kan kreteg ndawe niku nuanjak to
mabk, ler re Dusun Sidowayah ngoten jawaban kula”.
III. DISKRIMINASI
ME “Seandainya mriki enten hajatan, nopo yasinan nopo
selamatan genduren, niku ngundang tiyang sing niku
maaf penyandang nopo mboten buk?”
IIM “Mboten. Mboten “.
ME “Kadang niku neng tiyangnge moro mriki sakarep e,
mboten dikengken ngoten pernah buk?”
IIM “Nggeh pernah. Kadang niku mecele kayu, niku mbantu,
namine Bagong niku. Urug-urug. Nek pun rampung
mengke nyuwun arto kaleh ewu”.
ME “Nggeh jelas njaluk rong ewu ngoten buk?”
IIM “Nggeh, ngoten(sambil mempraktekkan dengan ibu jari
angka 2).”
ME “Nek tetanggane ibuk sing keterbelakangan niku sakit,
nopo kecelakaan kenek musibah ngoten, nopo sing ibuk
lakukan biasane?”
IIM “Nggeh paling maringi arto mawon mbak”.
ME “Nek mungkin masyarakat liyane nggeh arto buk biasane,
sak ngertose ibuk?”
IIM “Nggeh kadang-kadang nggeh mboten mbak, kan niku
nek sing masyarakat lintune niku mboten. Nggeh enten
sing maringi enten sing mboten maringi nopo-nopo. Nek
wancine panen nopo ngoten kadang nggeh maringi.
Usum jagung nggeh maringi jagung, usum gaplek nggeh
maringi gaplek teng wong idiot ngoten niku nek mriki”.
ME “Buk, nek keluarga sing mempunyai anggota keluarga
sing keterbelakangan niku taseh sering ngadakne yasinan,
nopo hajatan nikahan nopo ngoten buk?”
IIM “Nggenne tiyang idiot niku?”
ME “Nggeh, ibuk sering dating nggean?”.
IIM “Nggeh tasek, kula nggeh gadah sederek ler re mbak lis
mriko(nunjuk kearah barat) niku lo, ler mushola niku
sederek kula, niku nek sekolah pun wancine lulus SD
kelas sekawan mawon. Ngomong mawon. . .huruf mawon
sakniki mboten tek paham.”
ME “Ibuk nek wonten hajatan, nopo undanagan hajatan
ngoten teng nggen ne tiyang yang keterbelakangan nggeh
dugi buk?”
IIM “Ngeh dugi”.
ME Sing dugi nggeh kathah buk?”
IIM “Nggeh kathah”.
IV. RESPON
ME “Nek wonten tiyang sing nyinder nopo njuluki
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
masyarakat sing keterbelakangan niku sing kasar nopo
mboten penak niku, respon nopo tanggapan ibuk secara
langsung ngoten pripun?”
IIM “Nggeh sering mbak ngoten niku”.
ME “Ibuk langsung nanggepi pripun, ngomong nopo buk?”
IIM “Hee. . . kowe opo seneng nek koyo ngono kui, ora iso
omong iku yo pawaue sing kuoso kok, kula nggeh
ngoten. Kan leres ta mbak, tiyang ngoten niku nek. . .
prayo isin to mbak”.
ME “Ohh ngoten nggeh buk, njenengan”.
IIM “Nggeh, kowe opo gelem nek koyo kui, ngoten”.
ME “Nek respon ibuk wong liyo njuluki desa ibuk kampong
idiot ngoten pripun tanggapanne nopo responne ibuk
ngoten pripun?”
IIM “Tanggapan kulo nggeh ngoten. Nek tikakok I, tiyang
Sidowayah niku kok kathah sing idiot ta bu, niku nopo
sakeng..,.nopo niku nek mriku niku ngaranine
dayangngan. Wong Sidowayah niku opo dayangnge okeh
sing bisu? Ngoten. Nanggap kulo nggeh ngoten, nggeh
duko kula mboten ngertos, niku nggeh mboten sak
Sidowayah niku idiot ngoten. Kadang-kadang niku sak
keluarga kaleh mbak sing idiot”.
ME “Nek saking ekonomine tiyang-tiyang penyandang niku
pripun buk? kan wonten sing saged nyambut danel, koyo
Bagong ngoten niku.”
IIM “Nggeh wonten. Nggeh kurang mbak. Nek sing kados
Bagong niku tunggale kaleh mbak iso nyambut damel,
nggeh podho mboten saged ngomong disukani nggeh
dimaem mboten disukani nggeh empun ngoten. Nek
Bagong niku maem e teng pundi mecel kayu nopo
ngusungngi lemah damel urug jogan, nglumpukne kayu,
mbenteli kayu gek mengke diparingi kopi diparingi maem
diparingi arto, bayare niku nyuwunne mung kaleh ewu
ndudeng ngeten(sambil mempraktekkan dengan jari) niku
Bagong niku”.
ME “Emm, ngoten niku ndadak dikengken rumiyen nopo
sakkarep e dewe buk?”
IIM “Yo nek didudoi kadang nesu lo mbak, mengke nek
saumpamine mriki mbangun gek nopo niku kan wonten
to pasir sing . . .Bagong niku ngirek pasir, nek Bagong
mboten wonten nek diganteni liyone niku Bagong nggeh
nesu. Mergi sak rampunge niku Bagong”.
ME “Nek hubunganne kaleh masyarakat pripun buk neng teng
masyarakat niku?”
IIM “Nek mriki niku nggeh mboten anu…, pokok e
omongane niku nggeh penak nggeh saleng membantu
mbak”.
ME “Nek pemilu ngoten niku tasek masuk DPT buk,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
masyarakat sing ngoten niku?”
IIM “Nggeh mboten”.
ME “Nek ibuk piyambak niku nek memperlakukan tiyang
atau masyarakat sing normal kaleh sing mboten normal
sing keterbelakanagn ngoten pripun buk, di anggep podo
kaleh sing normal nopo pripun buk?”
IIM “Nggeh sami mawon, tapi nggeh benten”.
ME “Nopo buk contoh e niku sing menurut ibuk dibenten?”
IIM “Nek sing idiot niku neng wonten acara nopo mboten
saged nglampahi, tapi nek sing tiyang normal ngeten niki
kan nek mboten enten halangan saged nglampahi ngoten
to mbak”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Tokoh Masyarakat
Tanggal/Waktu interview :23 Oktober 2015/Pukul 10:15 WIB
Kode Informan :ME
Kode Interviewer :WAR
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :WAR
2. Alamat :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo
RT.08/RW.02
3. Usia :46 Tahun
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. Jabatan di Desa :Modin
6. Pekerjaan :-
7. Riwayat Pendidikan :- SDN 1 Tanjung Rejo, Kec. Badegan
Hasil Observasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara berlangsung di Balai Desa,
diruang tamu, pada saat itu banyak para
pekerja yang sedang pasang terop, karena
hari minggunya tanggal 25 Oktober 2015
Balai Desa mau mengundang anak-anak
yatim Piatu. Tidak banyak para pegawai dsa
yang berada di Kantor, beberapa telah sibuk
menyiapkan acara untuk hari minggu
tersebut. Disana mungkin hanya terdengar
suara-suara martil para pekerja disitu.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah ayah tiga anak yang
berasal adari Kecamatan Badegan, Desa
Tanjung Rejo yang menikah dengan orang
Desa Sidoharjo yang semenjak menikah
tinggal di Desa Sidoharjo yang sekarang
menjadi seorang modin dan dulu juga
pernah menjadi pengurus RKS(Rumah
Kasih Sayang). Informan pada saat itu
sedang berada di kantor. Orangnya sangat
terbuka dan salah satu orang yang sering
berhubungan dengan warganya yang
mengalami keterbelakangan mental.
Perilaku Informan secara umum
pada saat interview
Secara umum Informan sangat terbuka
serta pada saat wawancara berlangsung
sangat komuniatif dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan
lancar.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
II. STIGMATISASI
ME “Yang bapak ketahu tentang keterbelakangan mental atau
Retardasi Mental itu apa sih pak?”
WAR “Sebenarnya yaa, terutama yang penderita dari sini disebabkan
oleh kekurangan yodium kurang gizi itu yang tapi kalau yang
istilahnya dari perkawinan sedarah sini sebetulnya gak ada yang
disebabkan oleh perkawinan sedarah itu gak ada”.
ME “kalau menurut bapak sendiri itu sebenarnya penyakit atau apa sih
pak?”
WAR “Sebetulnya itu adalah penyakit menurun itu ciri-cirinya orang
yang penderita itu kekurangan mental, mentalnya lemah, seperti
diajak komunikasi lemah, variasi mbak itu yang jenis kekurangan
cacat mental itu sendiri kan banyak sebetulnya. Sulit diajak
komunikasi yang jelas itu selain itu memang nopo niku nggak ada
yang diajak bekerja itu ada tapi yang sama sekali nggak bisa
diajak bekerja ya ada, kana da yang ringan ada yang sedang, ada
yang berat gitu kelas-kelasnya penyandang cacat itu seperti itu.”
ME “Kalau menurut bapak ini mengenai label Desa Sidoharjo sebgai
kampong idiot ini pendapat bapak seperti apa?”
WAR “Ya sebenarnya dari kalau saya sendiri ya nggak masalah mbak,
memang yo kondisinya seperti itu, memang waktu dulu itu kan
ada julukan itu kan memang ada salah satu LSM yang masuk
yang memang dalam satu dukuh itu banyak sekali yang menderita
tapi itu seumuran tahun 90.an keatas yang masih muda itu ada tapi
yo nggak banyak paling-paling satu dua gitu aja yang masih
umur muda, tapi rata-rata yowes umur 30 keatas yang mengalami
pendrita itu”.
ME “Dengan julukan seperti itu gimana pendapat bapak?”
WAR “Ya kalau saya sendiri yo nggak istilahna malu atau apa enggak,
terah memang keadaannya yo seperti itu apa boleh buat gitu kan”.
ME “Kalau seandainya pas bapak rapat atau mengadakan pertemuan
dengan orang di luar desa ini kadang julukan apa yang pernah
bapak terima?”
WAR “Saya sendiri juga menyadari, bahwa terah memang desa ini terah
memang kondisinya seperti itu saya pun sudah biasa mendengar
kata-kata seperti itu saya nggak istilahnya merasa malu atau apa
saya sendiri juga gak punya keluarga idiot saya sendiri Cuma
yang biasa jadi pengurusnya untuk menangani anak-anak itu, ya
kalau nggak ada yang mengurusi kan yo istilahnya kan yo
mesakne banget gitu lo mbak sama orang-orang seperti itu kalau
nggak ada yang istilahnya punya jiwa sosial untuk mengurus
orang-orang seperti itu, jadi nggak ada rasa malu”.
ME “Bagaimana sih pak orang luar itu memandang desa ini?”
WAR “Kalau se lingkup kecamatan sudah tahu sendiri yo ndak
istilahnya ndak merasa apa-apa, kan bukan hanya Desa Sidoharjo
saja yang ada penderita itu hamper rata-rata semuanya ada setiap
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
desa pasti ada yang punya penderita seperti itu tapi yang paling
banyak memang dari Desa Sidoharjo sama Krebet untuk
Kecamatan Jambon itu. Saya rasa kalau kecamatan-kecamatan
lain mandang desa ini sudah biasa mbak karna selalu…seperti
RKS itu kan yang di Desa Krebet itu kan meliputi tiga kecamatan
seperti kecamatan Balong, jambon, Badegan itu kan sebenarnya
mempunyai suatu LSM yang untuk mengurusi anak-anak
penderita itu tapi sampai sekarang itu sudah ndak di berfungsikan
sama lembaga sana, istilahnya kalau sekarang sudah tidak kalau
ada apa-apa gitu sudah ndak memanggil dari desa lain itu
akhirnya putus hubungan dengan RKS yang ada di Desa Krebet.
Sebenarnya itu RKS rumahnya orang-orang idiot se Kabupaten
Ponorogo tapi akhirnya kan dari lembaganya situ seakan-akan di
Krebet itu dimiliki sendiri akhirnya kan putus hubungan
sebenarnya dulu pas baru-barunya itu kan semua bantuan
lewatnya RKS itu, Rumah Kasih Sayang yang didirikan oeh
bapak menteri sosial dulu kan mbak itu. Kalau saya sendiri
memandang kalau ada kecamatan lain terah memang keadaannya
gitu saya sendiri ya gak gimana-gimana, istilahnya kok malu atau
gimana saya nggak malu malu”.
ME “Bapak pernah menemui kejadian orang yang keterbelakangan itu
dipanggil dengan panggilan yang mungkin bukan namanya,
panggilan lain julukan gitu pak?”
WAR “Saya sendiri belum pernah melihat mbak dan belum pernah
menjumpai orang yang menanyakan masalah panggilan yang
istilahnya yang jelek itu mbak, selama saya mengurus itu dulu
ngak pernah mendengar panggilan yang jelek atau apa, ya paling
ya kalau panngilannya orang-orang disekitar sini paling yo
namanya atau julukannya itu aja”.
ME “Misalnya apa pak?”
WAR “Ya seperti umpamanya namanya Nardi tapi dipanggil Bagong
karna memang panggilannya tiap hari ya gitu. Tapi kalau nama di
identitas sebenarnya kan bukan itu”.
ME “Kalau misalnya bentuk perlakuan pak, misalnya saat diacara
hajatan atau apa gitu pak, mungkin dispesialkan atau dikhususkan
gitu?”
WAR “Ya kalau itu sudah tidak asing lagi mbak ya tetap dihormati
mbak ya kalau di wilayah sini karna itu ya memang yo penderita
mau tidak mau diapa-apakan yo warga kita sendiri jadi suda tidak
diasingkan tidak mbak, walaupun ditempat hajatan ya tetep
disamakan dengan undangan yang lain”.
III. DISKRIMINASI
ME “Kalau seandainya lomba atau apa gitu pernah nggak pak seperti
17.an dilibatkan gitu?”
WAR “Kalau sampek sekarang belum ada belum melibatkan orang-
orang seperti itu. Kalu melibatkan orang-orang seperti itu ya harus
punya, harus punya orang yang ahli dalam pengelolaan orang-
orang yang seperti itu, soalnya kan penderita sini kan variasi ada
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
yang ringan ada yang berat ada yang sedang kalau itu nanti kalau
dilibatkan kan perlu ahli yang bisa menguasai orang-orang yang
menguasai orang-orang yang seperti itu”.
ME “Kalau Rumah Kasih Sayang itu kan adanya di Krebet pak, nah
warga penyandang sini masih ada yang ikut kesana pak?”
WAR “Untuk sementara ini sudah tidak dilibatkan di RKS itu mbak,
akhirnya dari desa sendiri ya mengupayakan untuk membina
warganya sendiri-sendiri gitu mbak. Ya umpama ada bantuan itu
ya kita menyalurkan ke penderita yang khusus desa sini gitu aja
mbak”.
ME “kalau yang di Krebet itu sendiri masih jalan ya pak RKSnya?”
WAR “Masih-masih, tapi jalannya seperti apa saya sudah ndak tahu,
sudah lam tidak ikut mengurusinya. Saya sendiri sudah ndak
begitu paham”.
ME “Kalau sini bentuk-bentuk pelatihanna seperti apa ak?”
WAR “Untuk penyandang disini?”
ME “Iya”.
WAR “Belum-belum ada mbak, biasanya dulu ya pas waktu masih
gabung dengan RKS itu, sebenarnya ya ditawari ndak ada yang
berangkat orang-orang penderita itu. Biasanya takut mbak orang
itu, takut atau malu biasanya kalau diajak pertemuan, sedangkan
itu saja kalau ndak didampingi keluarganya itu, ada pertemuan di
RKS itu yo nggak mau, kalau sama orang lain itu yo nggak mau
harus ada keluargana yang mendampingi gitu”.
ME “Kalau bapak sendiri ini, kalau seandainya ada keluarga
penyandang yang sakit atau apa apa yang bapak lakukan ini?”
WAR “Ya, harus menolong orang yang sakit itu dulu mbak, masalah
biaya nanti bisa dikoordinasikan dengan desa atau lingkungan gitu
mbak. Kalau mungkin keluarganya gak ada yang mengurusi gitu
lo mbak. Jadi pertama ya nanti ya nanti dsa yang menangani itu
mbak. Biasanya ada laporan dari lingkungannya mbak kalau ada
yang sakit, langsung lapor ke Pak Wo atau Pak RTnya, kalau
memang orang itu sangat membutuhkan tetangga, tapi kalau yang
penderita itu keluarganya ada yang mampu ada yang istilahnya
ada yang mau berkorban untuk saudaranya biasanya ya diurusi
oleh keluarganya sendiri”.
ME “Bapak sendiri punya pengalaman gak pak, ada tetangga atau
warga penyandang yang sakit terus bapak bawa ke pukesmas atau
kerumah sakit gitu?”
WAR “Untuk sampai saat ini belum, belum pernah mbak dan belum
pernah mendengar sakit. Biasanya kan penderita-penderita itu
cuma sakit-sakit ringan yang sampek sementara niki yang
penderita yang serius nggak ada mbak, kadang-kadang ada yo
sudah tua gitu ya memang sudah tua itu”.
ME “Kalau keluarga penyandang itu masih ikut atau masih
mengadakan yasianan atau genduri selamatan kayak gitu nggak
pak?”
WAR “Masih mbak, masih”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Bapak juga sering datang?”
WAR “Iya mbak, sering”.
ME “kalau mau pemilu kayak gitu pak, para penyandang masih
dimasukkan di DPT pak?”
WAR “Masih mbak, walaupun itu orang bisa memilih atau enggak itu
tetap dimasukkan karna bagaimanapun dia juga punya hak pilih”.
ME “Kalau KPUnya melakukan pendampingan untuk warganya yang
keterbelakangan untuk milih ke sana ke TPU gitu, ada rencana
pak?”
WAR “Ada mbak, itu tiap pemilu pasti ada mbak, istilahnya
pendampinagan kalau memang yang masih bisa dan masih mau
memberikan hak suaranya itu TPS maupun KKPS siap
membantu, kadang-kadang ya langsung dikunjungi kerumahnya
gitu mbak suruh menyoblos di rumahnya gitu kalau ada yang
minat terus nggak bisa datang ke KPS”.
ME “Jadi gak apa-apa pak kalau surat suaranya dibawa ke rumahnya
gitu?”
WAR “Nggak papa itu kan disaksiakan sama saksinya dan KKPSnya
mbak”.
ME “Diajari nyoblos ini yang ini, itu paham pak nanti?”
WAR “Ya, tinggal yang milih itu penderita yang seperti apa gitu mabk,
kalau memang orang yang penderita buta gitu yak an ada alatnya
untuk memilih, kalau penderitanya itu nggak bisa apa-apa itu
biasanya ya ditunjukkan gitu aja disuruh untuk memilih sendiri
gitu kan disaksikan dengan angota-anggota KKPS saksinya gitu”.
IV. RESPON
ME “Disaat bapak ke kampung halamannya bapak, pernah gak
ditanya-tanya mengenai tempat tinggal bapak sekarang?”
WAR “Alhamdulilah saya belum pernah, soalnya kalau kampoung saya
ini kan bersebelahan, sudah tahu persis keadaan daerah sini,
memang seperti itu sudah sama tahu kan mbak, biasanya ya
kadang-kadang mau tanya ya istilahnya yang gak enak sendiri
gitu kemungkinan.”
ME “Tanggapan bapak keluarga seperti itu dari aspek ekonominya itu
gimana pak?”
WAR “Yowes rata-rata para penderita itu aspek ekonominya kurang ya
orang-orang yang min memang mbak. Yowes rata-rata ya seperti
itu. Masalahnya ya kan penderita itu memang kan dulunya
memang kekurangan zat atau gizi atau kurang zat yodium itu tadi.
Akhirnya anaknya ya seperti itu, waktu mengandung dulu
mungkin ya ndak mau dipreksakan ndak ada biaya ya seperti itu
gejalanya”.
ME “kalau yang masih bekerja ada pak?”
WAR “Ada juga yang masih bisa bekerja ada yang nggak bisa bekerja
ya ada, yang bisa bekerja itu ya cuma merumput, cari makan apa
gitu, bersih-bersih rumah atau ada juga yang bekerja cari upah ya
ada”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
ME “Kalau bapak sendiri pernah memperkerjakan mereka?”
WAR “Belum pernah saya mbak, belum pernah. Karna saya sendiri
melihat kondisinya saya sudah nggak, istilahnya kasian gitu”.
ME “Kalau dari aspek sosialnya pak, mngkin interaksi dengan
masyarakatnya seperti apa pak dengan masyarakatnya yang
normal gitu seperti apa pak?”
WAR “Biasanya kalau ada istilahnya gotong royong gitu ya ada yang
ikut juga gotong-royong biasanya ya entah itu kerjan seperti apa
yang penting bisa bergabung dengan masyarakat yang lain”.
ME “Kalau interaksinya dengan masyarakat masih baik pak?”
WAR “Masih, masih malah sama masyarakat itu malah diajak guyon
biasanya kan seneng kalau ..biasanya kan malah ramai kalau
orang-orang seperti itu kan(sambil ketawa kecil) untuk humor kan
biasa”.
ME “Ada nggak pak yang penyandang tapi perilakunya kurang bagus,
jadi kayak apa yang misalnya senengane molo atau gimana gitu
pak?”
WAR “Ada, ada juga sini. Itu memang kalau orang seperti itu
perilakunya, memang agak dibedakan mbak sama lingkungan
karna khawatir kalau orang yang mau menangani orang lain gitu
saja, ngamuk yang ditakuti kan itu.”
ME “Biasanya karna apa pak sampek ngamuk gitu?”
WAR “Ya biasanya karna, karna anu ya mungkin ya karna tekanan batin
atau apa gitu lo mbak, kadang-kadang ya yang namanya ya bisa
dikatakan stress kalau orang-orang yang mau seperti itu mbak,
jadi kalau kadang-kadang kalau atinya gak enak itu bisa-bisa
ngamuk atau apa kurang makan gitu kadang-kadang bisa ngamuk
gitu bisa juga”.
ME “Bapak sering melihat seperti itu pak? Terus respon keluarganya
seperti apa pak?”
WAR “Iya melihat sendiri itu saya mbak. Terus kalau respon
keluarganya ya cuma menenangkan biasanya”.
ME “Nggak ada bentakan atau pa pak?”
WAR “Gak mbak, gak dibentak, la mau dibentak kalau seperti itu, mau
apalagi, kalau keluargana biasanya menenangkan atau
menyembunyikan orang itu dirumahnya tau dimana. Tapi kadang-
kadang kalau orang penderita seperti itu, sama keluarganya gak
boleh untuk jalan jauh dari rumah gitu. Dikhawatirkan nanti kalau
menangani orang lain diluar kan gitu”.
ME “Kalau aspek politik pak, contohnya kayak pemilu sekarang ini,
kan tentunya penyandang kan sulit untuk memilih bingung, susah
kayak gitu gimana menurut bapak?”
WAR “Istilahnya kalau mau disuruhpun itu pun nggak, nggak tahu itu
ya cuma diberi pengarahan nanti kalau mau milih tempatnya
disana, terus nanti ada yang membantu kalau ditempat pemilihan
gitu aja, terus diberi tahu tanggal pemilihannya kapan, gitu aja. Itu
nanti dari temen-temen pemungutan suara ya biasanya
keluarganya dulu yang di kasih tahu nanti, nanti untu keluarga
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
yang penderita ya di kasih tahu keluarganya kan yang lebih tahu
cara menyampaikan ke orang tersebut kan biasanya kan
keluarganya gitu lo”.
ME “Kalau bapak sendiri ini pak, memperlakukan orang yang normal
dengan orang yang maaf nggak normal seperti penyandang ini
seperti apa pak? Apakah diperlakukan seperti orang normal biasa
atau diberikan perlakuan khusus atau gimana pak?”
WAR “Ya, kalau untuk yang penderita tetep diberi perlakuan khusus no
mbak, kalau disamakan dengan orang-orang yang normal ya jelas
nggak mungkin bisa mengikuti sepertiorang normal gitu. Ya
biasanya kalau waktu pemilu atau dimana gitu kalau orang
penderita itu mesti ada didampingi gitu, entah dari keluarganya
entah dari panitianya pasti didampingi”.
ME “Perlakuan khusus lainnya seperti apa lagi pak?”
WAR “Ya pasti kalau ada kegiatan-kegiatan yang khususna menyangkut
masalah penyandang ya pasti yang diutamakan ya penyandang,
seperti masalah kesehatan penderita itu sendiri mbak, seperti
pengobatan gratis itu harus diutamakan, entah bagaimana bisa
orang tersebut datang ketempat lokasi ya entah didampingi
keluarganya, tetangganya atau perangkatnya gitu, pasti ada yang
mendampingi kalau ada penderita yang sangat memerlukan
bantuan tersebut ”.
ME “Menurut bapak ini solusinya apa terkait permasalahan-
permasalahan yang ada di desa ini khususnya terkait para
penyandangnya mungkin?”
WAR “Solusinya itu perlu ada sosialisasi ke warga-warga setempat yang
mungkin terutama yang wilayahnya banyak yang penderita
terutama masalah kesehatan bagi calon anak harus ada
penyuluhan entah itu dari dinas kesehatan, atau dari pihak-pihak
lain gitu, harus ada penyuluhan itu biasanya sini kan lewat
posyantu itu, terutama kepada ibu-ibu yang hamil atau yang
mempunyai anak kecil, tapi alhamdulilah untuk kelahiran yang
baru-baru ini sudah kurang istilahnya sudah tidak ada gitu aja, ya
ada satu dua tiga gitu aja, sekitar tahu 2000 nan itu sampek
sekarang ini sekitar paling cuma satu atau dua yang ada yang
terkena”.
ME “Sekarang kan sudah mulai berkurang, apa yang dilakukan sini
pak, sehingga sudah bisa ditekan jmlahnya?”
WAR “Karna karna se, . perkembangan ekonomi dari masyarakat
sendiri mbak yang jelas karna bisa berkurang. Disamping itu ya
penmerintah sendiri mengupayakan untuk bisa mengurangi
dengan cara pemberian garam yodium itu, pemerintah propinsi
juga, hamper tiap bulan di stok garam yodium, disamping itu ada
pengobatan gratis dari Dinas Kesehatan atau dari instansi lain gitu
memang sini sering sering ada gitu mbak”.
ME “Kalau disini karang tarunanya jalan ya pak?”
WAR “Alhamdulilah jalan mbak, jalan”.
ME “Mungkin untuk karang tarunanya pernah mengadakan acara
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
untuk para penyandang, entah progam kerja mengenai apa gitu
untuk penyandang gitu pak?”
WAR “Sampai sekarang ini belum-belum pernah ada. Ya mungkin
karena belum ada biaya untuk mengadakan kegiatan-kegiatan
kemungkinan seperti itu”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :PihakKeluarga(Dari Retardasi Mental)
Tanggal/Waktu interview : 23 Oktober 2015/Pukul 10:40 WIB
KodeInforman :ME
Kode Interviewer :SOI
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :SOI
2. Alamat :Dukuh Karangsengon, DesaSidoharjo
3. Usia :50 Tahun
4. JenisKelamin :Laki-Laki
5. Pekerjaan :Buruh tani
6. RiwayatPendidikan :Sampek SD kelas 1
7. Jumlah Keluarga :2 orang
Yang Retardasi Mental
HasilObservasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan dirumah
informan. Pada saat peneliti datang
informan sedang memasak didapur.
Sedangkan putrinya yang
keterbelakangan mental sedang tidur
diluar disamping kandang kambing
milik tetangganya. Sedangkan
keponakannya di dalam rumah diruang
tamu sendiri. Kondisi rumah informan
begitu sederhana berdindingkan
anyaman bamb dan beralaskan tanah.
Tidak ada barang mewah atau barang
elektronik yang ada hanya beberapa
kursi dan meja dari kayu.
Keadaan Informan Secara Umum Informan adalah seorang duda, yang
pekerjaan sehari-hari tidak pasti
sebagai buruh tani. Dia bekerja
disawah orang lain jika ada yang
menyuruhnya untuk bekerja.
Kesehariannya mengurus kedua
anggota keluarganya yang
keterbelakangan mental seorang diri.
Mantan istrinya yang sekarang bekerja
di Surabaya sesekali menjenguk
anaknya.
Perilaku Informan secara umum pada
saat interview
Informan adalah tipe orang yang
terbuka dan komunikatif saat
wawancara dengan peneliti. Walaupun
data yang peneliti dapatkan tidak
terlalu banyak. Namun, peneliti cukup
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
memahami keadaan keluarga
informan.
ME “Maaf, sak ngertose bapak niki koyo sing dialami Aulia
niki nopo seh pak sebenere?”
SOI “Riyen kananu kawet sek alit niku bar bayi pitu pitung
wulan niku kengeng panas banter la dadose ngoten niku
setep niku”.
ME “Oalahhh. . . riyen mboten cepet ditangani ngoten
nggeh pak?”
SOI “Nggeh mboten cepet ditangani ngoten niku, mbok niku
ibuk e niku nggeh kesah lo niku, kaleh kulo niku
mboten dadi”.
ME “Oalahh nggeh, sak niki teng pundi pak kesah e?”
SOI “Teng Suroboyo, riyen nggeh teng Malaysia. Teng
Malaysia mboten gadah yotro terus sakniki teng
Suroboyo niku”.
ME “Terus pak, tasek hubungan kontak-kontakan mboten?”
SOI “Mboten mbak, kulo mboten gadah HP”.
ME “Mulai kapan pak?”
SOI “Pun dangu, lha niki(menunjuk anaknya yang sedang
tidur disamping kami) sakniki pun tigo welas niku
umure nggeh”.
ME “Aulia pun ditinggal ibuk e niki kawet usia pinten pak?”
SOI “Kawet umur kaleh taun mbak”.
ME “Mboten pernah ending pak?”
SOI “Nggeh pernah, pernah nggeh sok-sok ngendangi mriki.
Ninggali yotro, ninggali sandangan, kadang-kadang
nggeh beras niku. Ninggali ngoten niku”.
ME “Pak, biasane kan tiyang njobo niku juluki desa mriki
sing mboten tek sekeco ngoten, missal le kan dijuluki
kampong idiot ngoten. Pendapate bapak pripun pak?”
SOI “Lahh niki nggeh niki(bapaknya menjawab dengan
keadaan Aulia) teng Pakes niki nggeh termasuk idiot
niki. Teng Pakis niku sering kulo pijetne teng mriku,
saking negoro niku anune, dadi di jupuk diterne-dijupuk
diterne niku. Neng sakniki mboten, pun dangu”.
ME “Pernah gak pak dijuluki sing ora penak kaleh tonggone
nopo koncone ngoten?”
SOI “Mboten, mboten mbak. Nggeh diceluk jenenge Lia
ngono”.
ME “Nek sederek e niki pak?”
SOI “Anu, ponak an niki?(menunjuk keponaannya yang ada
didalam rumah) Mesemi”.
ME “Mbak Mesemi nggeh mboten nate pak dijuluki julukan
sing ora penak ngoten? Julukan-julukan nopo ngoten
pak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
SOI “Mboten, mboten pernah. Nggeh jenenge Mesemi,
nggeh Mesemi, namine niki Mesemi niki, ngoten mbak,
pak mbok e nggeh pun mboten wonten”.
ME “Usia ne pinten niku pak?”
SOI “Nggeh duko niku umure, pak buk e pun ninggal
sedoyo, dulure setunggal nggeh pun ninggal gek melok
kulo niki lek e, kulo niki lik e”.
ME “Lia niku pernah sekolah nopo mboten pak?”
SOI “Dereeng, umure pitung wulan niku langsung step
niku.”
ME “Pun pernah diobat-obat ne ngoten pak?”
SOI “Haalahh pun teng anu, teng njarakan peng kaleh, gek
teng Mediun nggeh peng kaleh, wes wongsal-wangsul
gek dukon teng deso-deso niku pun wongsal-wangsul
jane, tapi nggeh mboten wonten perubahanne, enten
Mediun nggeh mboten enten perubahanne nggeh
mboten enten. Enten njarak niki nggeh mboten enten,
jane pun diterapi niku teng mediun”.
ME “Sinten pak sing mbeto mriko?”
SOI “Nggeh deso, enggeh”.
ME “Ohhh, deso nggeh pak?”
SOI “Nggeh, ampri e mari niku negoro nggeh piye ampri e
mari”.
ME “Kaleh deso angsal bantuan nopo maleh pak, selain
dibetakne teng rumah sakit?”
SOI “Nek iki wes suwi ra diobati”.
ME “Nek ponakane njenengan niku, nek PEMILU masuk
DPT pak ngih an? Pun pernah angsal surat undangan
milih pak?”
SOI “Pun nek niku, nggeh dibetani surat keng milih mriko.”
ME “Pernah milih pak niku?”
SOI “Nggeh pernah niku jane,”.
ME “Saged pak? Nggeh genah ngoten”.
SOI “Saged, nggeh pernah, sek cetho niku”.
ME “Niku nek di kengken kerjo koyo mipil jagung nopo
nopo ngoten saged nggeh pak?”
SOI “Ngeh saged oncek telo, mipil jagung nggeh saged”
Niki nggeh pados rambanan terus kok”.
ME “Kaleh tetanggi mriki, nggeh sering dikengken kerjo
oncek jagung nopo nopo ngoten nggeh pak?”
SOI “Nggeh, nggeh purun tasek an mbak”.
ME “Nggeh ditawani nopo bute melu ngoten pak?‟
SOI “Nggeh ditawani karo sing panen jagung”.
ME “Nek masyarakate niki pripun pak kaleh keluargane
njenengan? Koyo to kepeduliane ngoten?”
SOI “Yo nek kono adang sego beras kene ora ngono yo kene
diteri mbak(sambil ketawa), lha dulur kabeh lo ken eke
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
piye(bapaknya ketawa lepas), sak reettt iki dulur
kabeh(menunjuk beberapa rumah disampingnya)”.
ME “Nek dengan julukan sebagai kampong idiot niki
tanggapanne bapak pripun?”
SOI “Ken ike wes terkenal mbak kampong miskin mangan
karat ngono, tapi yo akhirre akeh sumbangan-
sumbangan, bantuan-bantuan ngoten niku, koyo
niku(menunjuk anaknya yang sedang tidur) per bulan
nggeh tasek bayaran 300 rutin per bulan”.
ME “Mriki niki seng gadang keluarga penyandang sedoyo
angsal nggeh pak perbulan niku?”
SOI “Mboten, mboten mesti, nggeh dipilihi seng nemen-
nemen niku. Niku anak e Pardi mbubuh niku nggeh
penere oleh bantuan soko negoro nggeh mboten angsal
niku, buktine kui lo jane yo nemen anak e Pardi kae
karo iki. Ka eke wes ora iso nyapo-nyapo, tapi sek
kerep nesu. Iki sek iso ndorong turu-ndorong turu, tapi
ora gelem nesu”.
Wawancara Tanggal 18 November 2015 Pukul 13:27 WIB
SELF
ME “Bagaimana bapak memaknai kejadian yang menimpa
Aulia ini pak?”
SOI
“Pripun nggeh mbak, nek diomongne cobaan soko gusti
Allah ke, bocah iki lahir ke keadaanne sehat lo mbak.
Wiwite kejang ke bayi umur 7 sasi to mbak”.
ME “Step niku wau nggeh pak, terus penanganane sing
kurang cepet niku wau?”
SOI
“Nggeh mbak, pahamku nggeh niku goro-goro ne
nggeh kesalahan kulo rumiyen sing kurang cepet
nggowo neng rumah sakit”.
ME “dadi niki bapak e memahamine nggoten?”
SOI
“Nggeh, nggeh nek kersane gusti Allah kan kawet
ceprot niko, gek niku kan nemene pitung wulan bayi
niku nemene. Alitte kan mboten patek”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :TokohMasyarakat
Tanggal/Waktu interview : 18Oktober 2015/Pukul 10:55 WIB
KodeInforman :ME
Kode Interviewer :LAN
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :LAN
2. Alamat :Dukuh Klitik
3. Usia :48Tahun
4. JenisKelamin :Laki-laki
5. Jabatan di Desa :Ketua RT
6. Pekerjaan :Petani
7. RiwayatPendidikan : SMP
HasilObservasi
Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di ruang tamu
informan, keadaannya sangat sepi tidak
banyak aktivitas. Namun ada istri
informan yang sedang masak didapur.
Hanya sebentar istri informan masuk
kedalam rumah menemui peneliti untuk
membawakan teh panas. Dan sedikit
menanyakan darimana peneliti berasal
dan keperluan peneliti disini.
Keadaan Informan secara umum Informan adalah warga asli Desa
Sidoharjo ini. Sekarang beliau menjabat
sebagai ketua RT disini.
Perilaku Informan secara umum
pada saat interview
Informan adalah seorang yang sangat
terbuka dengan kehadiran peneliti disini.
Beliau sangat baik menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan peneliti. Selain itu
juga informan bersedia mengantar
peneliti kesalah satu informan yang
peneliti cari.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
SELF
ME “Bagaimana Pendapat bapak mengenai sebutan “Kampung
Idiot” di desa ini?”
LAN “Lha memang kenyataan lo mbak. Jaman riyen niku.
Jamane lurah e sing melu Krebet iku, tumut krebet lha
memang niku kenyataan. Memang katah sing idiot, riyen
kan memang katah sing idiot, katah sing kekurangan gizi,
sak derenge kula simah. Sak alitan kulo riyen niko kan
panganane nopo paling nggeh telo ngoten niku, mboten
enten roti, lha sekolah kulo niku sangu paling mek limang
repes, niku mawon sek aji. Sekolah teng SD 1 mriko
mlampah dereng enten sepedah. Memang jaman semonten
niko kebanyakan idiot seng bagean Sidowayah. Mriki
nggeh wonten tapi mboten katah tapi kan nggeh kenyataan.
Kenyataanne nggeh ngoten”.
ME “Pernah nggak bapak menerima pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan dari orang diluar sana mengenai
desa ini?”
LAN “Nggeh pernah. Jamane kulo teng Malaysia niko,
ditengkleti ngeten, Krebet niku wonten Kampung Idiot
niku nopo nggeh to pak? Sak jane ngeten, sak temene kulo
nggeh wong Krebet ngeten, nggeh wonten sing idiot tapi
nggeh wonten sing mboten idiot kulo nggeh ngoten.”
ME “Terus bagaimana sikap bapak waktu itu?”
LAN “Jane nggeh rodhok isin. Tapi nggeh niku tapi waktu
ngoten,ajeng diilak i nopo saged lo mbak”.
ME “Tapi menurut bapak ini, dengan terkenalnya desa ini
sebagai Kampung Idiot ada keuntungan tersediri nopo
mboten pak?”
LAN “Nggeh jaman semono wonten sumbangan-sumbangan ,
kados sak niki kan sumbangan saking kota mlebet te kan
teng Sidowayah mriki, mriki nggeh wonteng tiyang piro ya
siji, loro, telu, papat, lima, eneng wong limo lahh sing
kerep oleh sumbangan. Nggeh ngoten niku”.
ME “Mriki sing celak wonten nggeh pak?”
LAN “wonten wingkeng mriku. Nggeh tiyangge mboten saged
dijak omong. Tapi pinter nganam-nganap ngoten, kyo
nganam tompo, tampah ngono kuwi”.
ME “Ohhh, nggeh”.
LAN “Jaman semonten niko pernah sakit mripat niko, sing
madosne surat-surat teng kito nggeh kulo. Wonten gambar
foto ngoten kulo sodorne teng Siman mriko. Celak e kantor
pertanahan niko lo. Kantor nopo ngehh lali mbak wes
suwi”.
ME “Ada kesulitan tersendiri nggak pak, mungkin kan bapak
sendiri ini sebagai salah satu tokoh masyarakat sebagai
ketua RT ni, ada kesulitan-kesulitan untuk menangani
warganya yang seperti ini nggak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
LAN “Emmm, kados wau, kulo ngurusi tiyang niku, mboten
enten kesulitan seng penteng enek surat saking RT kaleh
deso, tok kecamatan langsung teng kabupaten. Niku
sodorne ngoten Kor ditakoni jaler nopo estri, ngoten
mawon”.
ME “Ohh, nggeh. Lha kados musim Pemilu niki pak, ada
kesulitan mengenai rekapitulasi identitas masyarakat nggak
pak, khususnya bagi masyarakat penyandang itu sendiri?”
LAN “Nek sing ngoten niku kebanyakan mboten gadah akte.
Jaman semonten dereng enten wong poto mawon mung
awur-awuran ngoten. Teng sekolahan mriku riyen fotone.
Umure pinten ngoten kor awur-awuran riyen niku. Mbah
kulo mawon riyen dikon gae ktp, wes wegah, wes tuwek
ngge opo. Yo tak pekso ngono yo ra eleng kelahiran tahun
pinten, bulan, tanggal pinten, dino mawon mboten paham.
Marahi niku bingung kolo. Ajeng kolo awur ke yo piye.
Jamanne KTP gratis riyen niku. Jaman semonten nggeh
wonten perubahan KTP kaleh KK niku nggeh mboten
sami”.
ME “Kalau menurut bapak piyambak niki, memaknai atau
memahami kejadian atau keadaan masyarakat desa sini,
yang memang banyak warganya yang mengalami
keterbelakangan niki pripun?”
LAN “Nek kulo mandange nggeh selain kekurangan gizi nggeh
miskin pancene. Omah-omah sing disumbangi kolo mben
niku nggeh memang bener-bener, tumbas kain mawon
mboten saged lo. Tumbas kayu mawon mboten saged.
Ibarate nopo nggeh ibarate tiyang setunggal gadah pitek
sitok nggeh kolo mangsane sing sehat mboten saged
nyambut gawe, melu-melu sing ora sahat, mbiyen yo enek
sing kerjo oncek telo, tapi sakiki ra enek sing nandor telo,
masalah pertanian terah angel mbak mriki”.
ME “Mungkin bapak sendiri mempunyai cerita tersendiri untuk
memahami kejadian di desa ini, seperti cerita mitos-mitos
orang dulu gitu pak?”
LAN “Pahami nggeh pun mancek dewasa niki mbak. Nggeh kulo
jane kumpulane kaleh tiyang sepuh-sepuh cumak e,
beritane kulo pen ne sing pengalaman kulo tok. Jaman
rumiyen niko enten tiyang sing omah teng pinggiran alas
niko, enteng sing tilem kaleh lelembut, sing jarene bojone,
lha bojone lo lungo. Nggeh niku gadah yogo nggeh peko‟
niku. Jaman riyen niku nggoreng tempe malek e karo
tangan, nggeh mboten mlonyoh. Tapi nek mangan sek di
uluk-uluk lemah sek. Mergo nek ra ngono ra arep”.
ME “Nek wonten baksos teng mriki ngoten, dipukul rata pak?
Sedoyo angsal?”
LAN “Nek baksos niku nggeh delok-delok baksos e mbak, nek
gak okeh yo dipilih-pilihi seng nemen-nemen niku. Teng
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
deso niku nggeh diatur seng kulo jujuk nggeh niku wau
seng penyandang karo sing ra nduwe bumi, papan pangan.
Nek niku rampung nggeh sak duwure ngono. Dadi mboten
kulo pukul rata ngoten. Tapi yo eneng mbak sing ra seneng
kaleh kulo, jenenge wong ndeso ngene iki, ijer ngono
mbak. Aku yo ngono nek terah e pengen oleh yo ijolo karo
wong kui ngono. Gek kowe tak weh i, tapi omahmu ijollo
kui sak lemahmu. Kulo ngoten ne. Yo maklum lo wong
ndeso kui, baturre oleh ora oleh ke.. ngono kui”.
ME “Nek ajeng pimilu ngeten niki, sing penyandang tasek
mlebet DPT pak?”
LAN “Nek seng nemen mbak, niku mboten. Nek seng rodok
cetho yo masuk mbak. Nek seng nemen ora iso omong, ra
roh opo-opo niku mboten mbak.”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :PihakKeluarga(Dari Retardasi Mental)
Tanggal/Waktu interview : 18November 2015/Pukul 11:38 WIB
KodeInforman :ME
Kode Interviewer :TUN
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :TUN
2. Alamat :Dukuh Klitik
3. Usia :54 Tahun
4. JenisKelamin :Laki-Laki
5. Pekerjaan :Petani
6. RiwayatPendidikan :SD
7. Jumlah Keluarga :2 orang
yang Retardasi Mental
HasilObservasi
Kondisitempatwawancara Wawancara berlangsung di ruang tamu
informan. Keadaan ruang tamu ada
banyak jagung, karena informan disaat
itu sedang panen jagung. Tidak banyak
panenan yang didapat informan. Disaat
itu juga kami wawancara berlangsung
ada kedua anggota keluarga informan
yang penyandang keterbelakangan
mental tersebut.
KeadaanInformansecaraumum Informan adalah seorang ibu rumah
tangga yang mempunyai empat orang
anak yang semuanya sudah
berkeluarga. Informan tinggal bersama
suaminya dan kedua adek suaminya
yang keduanya penyandang
keterbelakangan mental.
PerilakuInformansecaraumumpadasaat
interview
Wawancara berlangsung sangat
komunikatif, walaupun sesekali
informan sedikit kesulitan memahami
beberapa pertanyaan peneliti. Namun
secara keselurahan informan sangat
terbuka dengan kehadiran peneliti
disini.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
SELF
ME “Bagaimana pendapat ibu mengenai sebutan desa ini sebagai
Kampung Idiot?”
TUN “Emmmm,, pripun nggeh mbak. Sing idiot ke sepiro lo, kan
mlebu Sidowayah kono sing paling okeh. Pengenne yo
disebut Desa Sidoharjo ngoten mawon”.
ME “Kalau ibu piyambak niki buk, maaf ya buk sebelumnya,
dengan keadaan saudara ibu ini pak sukiman dan saudara ibu
yang lain ini. Bagaimana ibu sendiri memahami/memaknai
keadan yang menimpa keluar ibuk tersebut?”
TUN “Nggeh ngoten niku, kados ngoten niku. Lha pripun nggeh
keadaanne ngoten niku. Sederek e niku nggeh seng setunggel
niku mendho, budeg, nggeh bisu. Ya piye ya mbak, yo soko
kersane Allah niku mbak. Lha nggeh kawet alit lo niku ke. Ya
nggeh kersane Allah ngoten niku. Yo coro anune ke wes kat
bayi”.
ME “Kalau menurut ibu piyambak niki, wonten untunge nopo
mboten buk kaleh sebutan deso niki Kampung Idiot?”
TUN “Nek riyen niko nopo disukani sembako kaleh nopo ngoten”.
ME “Kalau rugine nopo buk?”
TUN “Arep isin yo ora. Lha keadaanne terah yo ngono kuwi e
mbak”.
ME “Tasek mlebet DPT buk? Tasek ikut milih pas pemilu?”
TUN “Taseh, gadah KTP kok mbak. Sedoyo niku gadah KTP.
Nggeh milih kaleh pak e niku mengke”.
ME “Tasek saged nyambut damel nggeh buk? Tasek kerep
dikongkon tonggo-tonggo mriki?”
TUN “Kerep. Nggeh ken nopo ngoten saged. Nggeh damel tompo,
gedek nggeh ngoten niku sing diisoni. Nek seng sitok kui
pernah ilang barang lo mbak. Yo ra iso nyapo-nyapo lo
mbak, kon neng sawah yo ra iso. Nek sing sitok kui kadang
yo kon mijeti wong ngono, jare okeh sing jodo mbak”.
ME “Pernah gak buk saudara e ibuk niki diperlakukan kurang
penak karo wong liyo nopo tonggone ngoten?”
TUN “Mboten mbak. Paling biyen iku bocah cilik-cilik cah sekolah
ngono kui, jamane sek kerep udo ngono kui. Tapi yo dek e
nesu karep e. Mbiyen tahu nesu nggowo gaman lo mbak. Pak
e tasek niko sering nesu. Kerep nedi reno-reno gek pak e ke
ra cetho. Pak e ninggal pas tasek alit kok”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Masyarakat
Tanggal/Waktu interview :18November 2015/Pukul 11:58 WIB
KodeInforman :ME
Kode Interviewer :MAN
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama (Inisial) :MAN
2. Alamat :Dukuh Klitik
3. Usia :26 Tahun
4. JenisKelamin :Laki-Laki
5. Pekerjaan :Sopir
6. RiwayatPendidikan :SMA
HasilObservasi
Kondisitempatwawancara Wawancara dilakukan di ruang tamu
rumah informan. Rumah informan tidak
terlalu besar. Di ruang tamu tersebut
tidak terlihat banyak perabotan rumah.
Dirumah tersebut ada istri, anak
perempuan informan yang masih
berusia 3 tahun dan ibu dari istri
informan.
KeadaanInformansecaraumum Informan adalah seorang sopir
kendaraan angkutan barang, yang hanya
sesekali disuruh oleh orang untuk
membawakan kendaraaannya. Sehingga
pekerjaan informan tidak menentu.
Tidak ada pekerjaan lain yang
dilakukan informan selain menjadi
sopir tersebut. Karena lahan
pertanianpun beliau tidak punya.
PerilakuInformansecaraumumpadasaat
interview
Informan sangat terbuka dengan
kehadiran peneliti. Namun terkadang
informan sedikit kebingungan untuk
menjawab pertanyaan dari peneliti.
Dengan alasan informan bukan asli
penduduk Desa Sidoharjo tersebut.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
SELF
ME “Ini pak, bagaimana hubungan bapak dengan masyarakat
sini terutama mereka-mereka penyandang keterbelakangan
mental?”
MAN “Mboten nate lo mbak. Ngobrol nggeh mboten nate. Lha
mboten nate teng griyo lo mbak”.
ME “Pernah kah bapak menerima pernyataan atau mungkin
pertanyaan-pertanyaan mengenai tempat tinggal bapak
sekarang ini?”
MAN “Nggeh pernah, nggeh ngoten niku mbak, asal pundi?
Sidowayah ngoten gek ngeten sing terkenal Kampung Idiot
niku to? Ngoten mbak”.
ME “Terus respon atau tanggapan bapak pripun?”
MAN “Nggeh pripun nggeh mbak, mboten pripun-pripun, yo tak
iya ni ngono ae mbak, terah yo kenyataanne ngono mbak”.
ME “Terus pak, menurut bapak niki, ada keuntungan tersendiri
gak mbak, dengan sebutan Kampung Idiot niku?”
MAN “Nopo nggeh mbak, mboten enten. Tapi mriko ke tambah
mapan lo mbak dukuh ane, sidowayah niku. Soalle sak iki
cah-cah kono ke sekolah e podo wes duwur-duwur lo mbak.
Mergo podo ra seneng nek dijuluki kampung idiot, dadi
podo mapan-mapan sakiki”.
ME “Kalau untuk kerugianne pak, nopo?”
MAN “Nggeh nopo lo mbak ra eneng. Tapi yo ra seneng ae nek
dijuluki Kampung Idiot, pengenne yo dijuluki Desa
Sidoharjo ngono ae”.
ME “Kalau pendapat bapak ini, bagaimana bapak memaknai
atau memahami kondisi atau keadaan yang ada di Desa
Sidoharjo ini pak?”
MAN “Nggeh duko lo mbak, kulo niku pendatang ra patek paham
lo, kawet lahir wes ngono kuwi keadaanne, gek sing ngono
kui kebanyakan mbah-mbak seng wes sepuh-sepuh ngono
kuwi lo mbak. Nek cerito sing aneh-aneh kulo mboten
mireng. Tapi nggeh niku mereka niku kebanyakan keluarga
sing kekurangan lo mbak, kan daerah pinggiran”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori :Tokoh masyarakat
Tanggal/Waktu interview : 18November 2015/Pukul 14:16 WIB
KodeInforman :ME
Kode Interviewer :DAR
I. IDENTITAS DIRI
8. Nama (Inisial) :DAR
9. Alamat :DukuhKarangsengon, DesaSidoharjo
10. Usia :29 Tahun
11. Jabatan di Desa :Kamituwo
12. JenisKelamin :Laki-laki
13. Pekerjaan :Fotografer
14. RiwayatPendidikan :- SDN Krebet 4
- SMP 1 Jambon
- SMA 1...
- Pernah kuliah di UNMER Ponorogo
Hasil Observasi
Kondisitempatwawancara Wawancara berlangsung di Kantor
Desa Sidoharjo, tepatnya diruang tamu
kantor desa. Karena hari sudah
menunjukkan pukul 14:00 lebih tidak
banyak aktivitas yang ada di Kantor
Desa tersebut. Hanya ada beberapa
perangkat yang ada di situ dan beberapa
tukang yang sibuk membangun kantor
tersebut, karena ada renovasi balai desa,
pada waktu itu.
KeadaanInformansecaraumum Informan adalah warga asli desa
tersebut. Pekerjaan sampingan beliau
sebagai fotografer acara nikahan
maupun foto keluarga. Informan
sekarang dikaruniai satu orang putri
PerilakuInformansecaraumumpadasaat
interview
Informan sangat komunikatif sangat
wawancara dengan peneliti.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
SELF
ME “Begini pak, diluar sana kan banyak yang menyebut desa ini
sebagai “Kampung Idiot” apakah ada keuntungan tersendiri
dengan sebutan tersebut pak?”
DAR “Kalau keuntungan secara pribadi tidak ada mbak, tapi kalau
keuntungan secara lingkungan masyarakat itu memang
wonten, dadosipun tiyang yang awalnya ndak tahu dengan
kondisi wilayah sini otomatis kan sekarang sudah banyak
yang tahu. Keuntungan untuk masyarakat kan wonten warga
yang peduli untuk baksos, bagi pejabat yang tahu dengan
kondisi sini kan ada perhatian seperti itu”.
ME “kalau kerugiannya pak?”
DAR “Kerugiannya nek bagi saya kan sak jane ndak ada, tapi
secara umum mental mbak, artinya ketika tahu kita keluar
kita jalan keluar gitu ada yang nanya, rumahnya mana? Kita
bilang Sidoharjo. Ohh Sidoharjo yang kampung idiot itu to?
Biasanya kan begitu, mental itu kan bisa. Kalau yang sudah
pengalaman punya peduli dengan lingkungan itu kan ndak
masalah. Tapi kalau anak-anak yang muda itu kan biasanya
ya mentalnya agak drop ya malu mungkin. Kan yang awalnya
desa yang bisa dibanggakan akhirnya dengan julukan yang
semacam itu secara otomatis ya nggak tataklah”.
ME “Kalau secara administratif pak, mungkin seperti rekapitulasi
identitas warga masyarakat sendiri pak bagaimana?”
DAR “Ohh kalau itu yang jelas iya mbak, kesulitan dalam
pendataan identitas mereka. Bahkan masyarakat yang tidak
mengalami gangguan seperti itu pun banyak yang tidak
mempunyai kesadaran untuk mengurus akta, KK bahkan
untuk yang sekarangpun banyak yang tidak punya KTP.
Sebenarnya kita sudah bersosialisasi berkali-kali lewat pak
RT, lewat jamaah yasin dan sebagainya tapi mungkin karna
kurang kesadaran masyarakat. Tapi kalau butuh baru mau
mengurus misalkan menikahkan anaknya seperti itu baru
mereka mau mengurus”.
ME “Kalau untuk masuk dalam DPT mereka yang penyandang
tetep masuk dalam DPT atau tidak pak?”
“Kalau yang masih bisa jalan, masih dapat berfikir ya masuk,
tapi yang nemen ya enggak mbak”.
ME “Jadi mereka yang walaupun secara administrasi masuk tapi
kalau mereka dalam kategori berat gak dimasukkan dalam
DPT pak?”
DAR “Enggak mbak, nggak dapat. Walaupun salah satu tolak ukur
keberhasilan Pemilu itu, ramai banyak yang datang dan
antusias, tapi kalau mereka yang sama sekali nggak bisa apa-
apa kalau dimasukkan ya bingung. Kalau yang bisa jalan
tetep masuk”.
ME “Bagaimana bapak memahami dan memakanai keadaan yang
ada di desa ini pak?”
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
DAR “Kalau menurut beberapa ulama memang itu sebagai
hukuman dari Tuhan, karena dulunya berani sama orang tua,
sehingga seperti itu. Kalau secara umum menurut cerita dulu
pas jaman tikus itu kan semua bahan makanan semua
tanaman dihabiskan tikus itu. Jadi makanan yang dimakan
setiap hari itu jauh dari gizi, pada waktu itu pun jauh dari
pelayanan kesehatan, ada tapi jauh di Sumoroto sana, dan
banyak masyarakat yang tidak bisa menjangkaunya. Tapi
setelah ada penelitian dari dinas kesehatan Surabaya itu
katanya kandungan airnya 0 (nol) yodium, jadi banyak
masyarakatnya yang kekurangan zat yodium tersebut”.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
TRANSKRIP
Masyarakat di Luar “Kampung Idiot”
“Identity”
NO. INFORMAN USIA IDENTITY
1. INA 40 Tahun “Faktor keterbelakangan ekonomi lo mbak, bisa karna kurang gizi juga akhirnya
produknya orang-orang seperti itu. Itu juga karna faktor keturunan juga kan mbak,
incest juga karna kan anu to mbak yo wes sak klupek kuwi gak mau keluar dari
komunitas itu. Enek e yo kuwi, idiot karo idiot oleh e anak akhir e idiot”.
2. WAN 35 Tahun “Disana itu kejadiannya turun-temurun to, disana itu letaknya di daerah Jambonlah.
Di Sidoharjo Jambon itu, ya turun-temurun itu waktu dulu yo sudah ada yang
dikatakan kampung idiot dadi disana itu ya turun-temurun aja. Penyebab yang pasti
itu tidak ada yang pasti ya dari nennek moyang aja, sejak dulu memang kampung itu
terjadi terus sampek saat ini. Kalau soal perkawinan sedarah saya tidak percaya, ya
itu karna yang maha kuasa saja, ya katakanlah kalau ada seperti itu tidak benar ya
kabar angin saja. Ya mungkin ada kesalahan aja di daerah situ, ada langgaran di
desa itu aja, kayak pantanganlah jadi terjadi juga sampek saat ini. Misalnya tidak
boleh makan ini, atau tidak boleh bersih-bersih di disana kan ada kayak pemakaman
yang tidak boleh dibersihkan, akhirnya dibersihkan ya akhirnya terjadi seperti itu.
Jadi pantangannya kayak gitu”.
3. ENA 25 Tahun “Kalau saya denger-denger dari sananya sih katanya kutukan, walaupun saya tidak
terlalu percaya. Tapi kalau menurut saya karena takdirnya dari yang diatas seperti
itu. Hee.hee.. Iya mungkin bisa juga kutukan itu tadi mbak, kan itu satu kampung
kebanyakan seperti itu kan mbak, sehingga banyak yang menyebutnya Kampung
Idiot. Tapi sekarang berkurang karena diberdayakan dipekerjakan setiap harinya itu
semakin berkurang”.
4. YAH 50 Tahun “Pokok e iku keturunan, aku yo ra tek paham lo, poko e sak kampung iku idiot
kabeh soko keturunan. Mbah-mbah e buyute mbiyen iku ngono kuwi, soko lek rabi
opo ngono ngono lo. Aku ngerti desane kuwi sak kampung idiot kabeh. Mergo aku
tahu mborong jeruk neng kono mbiyen, omahe pinggir alas-alas ngono kuwi, padas-
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
padas ngono kuwi. Tunggal darah lah iso ngono kuwi, dadi keturunanne idiot
kabeh”.