lafriofkalteng.files.wordpress.com file · web viewdi indonesia, terdapat sejumlah ......

36
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN METODE MISI GKE Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Misi Kontemporer Dosen Pengampu : Pdt. Sanon, M.Th Disusun oleh : Dessy Veronica Lorenza Lia Afriliani Piniati Prianto Regalino Retno Wahyuni Sari Devianti Tri Wani

Upload: nguyenlien

Post on 30-Jan-2018

278 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN METODE MISI GKE

Dibuat untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Misi Kontemporer

Dosen Pengampu : Pdt. Sanon, M.Th

Disusun oleh :

Dessy Veronica Lorenza

Lia Afriliani

Piniati

Prianto

Regalino

Retno Wahyuni

Sari Devianti

Tri Wani

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI

GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS

BANJARMASIN, APRIL 2014

Page 2: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN METODE MISI GKE

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia, terdapat sejumlah besar gereja-gereja Kristen Protestan. Masing-masing

dari gereja tersebut memiliki sejarahnya sendiri, artinya sejarah gereja yang satu tidak akan

sama dengan gereja yang lain. Hal ini dikarenakan faktor-faktor seperti keadaan alam dan

masyarakat dari wilayah dimana gereja tersebut berdiri. Berangkat dari hal ini, kita juga

menyadari bahwa pemikiran dan metode misi yang diterapkan tentunya juga berbeda-beda.

Demikianlah yang terjadi di Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Sejak adanya upaya

untuk merintis sebuah jemaat atau gereja Kristen di Kalimantan, mulai dari saat itulah sejarah,

pemikiran, dan metode misi terus berlangsung. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi

oleh para zending dalam upaya pekabaran Injil di Kalimantan, bahkan sampai pada saat ini,

tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di

Kalimantan. Dalam makalah ini, kelompok akan berusaha untuk menguraikan mengenai

perkembangan pemikiran dan metode misi yang ada di Gereja Kalimantan Evangelis (GKE),

yang dilihat dari awal mula perintisan hingga masa kini.

BAB II

LATAR BELAKANG KALIMANTAN

2.1 Keadaan Kalimantan

Supaya lebih memahami konteks dimana GKE berdiri, akan lebih baik jika keadaan

Kalimantan dijelaskan terlebih dahulu. Sehingga dengan demikian kita dapat lebih memahami

mengenai hubungan antara metode dan pemikiran misi yang diterapkan dalam GKE dengan

keadaan Kalimantan sendiri. Bahkan kita mungkin bisa mengkritisi tepat tidaknya metode dan

pemikiran misi tersebut dengan keadaan Kalimantan sendiri.“Borneo adalah pulau ketiga terbesar di dunia, menyelimuti wilayah seluas 743.330 km2 (287.000 mil2),

atau sedikit lebih dari dua kali luas Jerman. Secara politis, pulau ini terbagi antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Borneo Indonesia dikenal dengan Kalimantan, sementara Borneo Malaysia dikenal dengan Malaysia Timur. Nama Borneo sendiri berasal dari referensi Barat awal yang digunakan oleh Belanda pada masa pemerintahan kolonial terhadap pulau tersebut.”1

1 ____, Borneo, http://world.mongabay.com/, diakses pada 2 April 2014

1

Page 3: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Kalimantan sendiri memiliki wilayah yang sangat luas, yakni sebesar 23 dari total luas

wilayah Borneo2. Sekarang Kalimantan terbagi menjadi lima provinsi, yakni Kalimantan

Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Berikut ini akan dipaparkan secara singkat mengenai keadaan Kalimantan, baik pada masa

dulu hingga masa sekarang. Di sini kelompok tidak memaparkan keadaan Kalimantan secara

mendetail, namun hanya mengambil hal-hal yang dipandang penting dan berpengaruh dalam

rangka pelaksanaan misi di Kalimantan.

2.1.1 Kalimantan di Masa Dulu

a. Alam

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, sebagian besar wilayah Kalimantan

adalah hutan. Fridolin Ukur mendeskripsikan Kalimantan sebagai berikut :“Kalimantan adalah suatu pulau yang terdiri dari hutan belantara yang luas dan memadat,

rimba pepohonan yang besar-besar dan ngeri menyeramkan, sungai-sungai yang menganga besar dan panjang-panjang, dengan segala macam bahaya yang mungin dijumpai di alam yang demikian.”3

Dengan gambaran yang demikian, dapat kita simpulkan bahwa keadaan di

Kalimantan sangatlah sulit. Sehingga tidaklah mengherankan jika Kalimantan

menjadi daerah yang terasing dan tidak diperhatikan, bahkan oleh pihak penjajah

(Belanda) sekalipun. Kalaupun ada perhatian dari Belanda, itu pun hanya

mencakup wilayah pantainya saja, sementara wilayah pedalaman tidak pernah

dikunjungi.“Sebenarnya Kalimantan tak pernah mendapat perhatian yang sama seperti yang

diberikan kepada pulau-pulau dan daerah-daerah yang lain di Indonesia. Daerah pedalamannya tak pernah dikunjungi, hanya pantai-pantainya saja yang dikenal. [...] pemerintah Belanda hanya berkuasa dibeberapa daerah pantai saja, misalnya di Banjarmasin dan sekitarnya, dan di Pontianak. Baru pada pertengahan abad ke-19 pemerintah masuk ke pedalaman, terutama [...] pada tahun 1859. Tetapi baru pada tahun 1907 dan 1914, daerah-daerah hulu sungai yang besar takluk kepada gubernemen.”4

Daerah-daerah pantai menjadi sasaran para pedagang Islam, sehingga para

penduduk yang tinggal di pantai secara berangsur-angsur diislamkan. Belanda

yang berkuasa pada masa itu lebih memilih untuk tidak melakukan upaya

pekabaran Injil di wilayah yang sudah beragama Islam5. Ditambah lagi dengan

kondisi pedalaman Kalimantan yang mengerikan, membuat mereka tidak berminat

2 _____, Profil Kalimantan, http://purbaxborneo.blogspot.com/, diakses pada 2 April 20143 Fridolin Ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1960), hl 134 Muller Kruger, Sedjarah Geredja di Indonesia, (Jakarta : BPK, 1996), hl 1455 Van den End, Ragi Carita 1, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 201217), hl 37

2

Page 4: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

untuk menjangkau penduduk Kalimantan yang tinggal di pedalaman. Sehingga

pada akhirnya penduduk yang tinggal di pantai menjadi beragama Islam,

sementara penduduk yang tinggal di pedalaman masih tetap menganut agama

sukunya.

b. Masyarakat

Masyarakat asli di Kalimantan adalah masyarakat Dayak. Orang-orang Dayak

yang bermukim di daerah pedalaman masih kuat menganut agama sukunya dan

agama orang-orang yang bermukim di pesisir pantai adalah agama Islam. Orang-

orang yang tinggal di pedalaman disebut sebagai orang Dayak, yang mana

memiliki banyak subsuku, seperti Maanyan, Ngaju, Katingan, Lawangan, dan

lain-lain. Sementara orang-orang yang telah memeluk agama Islam tidak mau

menyebut diri mereka sebagai Dayak, namun sebagai orang Banjar.“There are three main classes of inhabitants the D[a]yaks of the interior, who were

probably the aborigines of the island, the Muslim Malays of the coastal regions, and the Chinese, who are scattered throughout the island.”6 Sementara orang Banjar yang tinggal di pesisir pantai mengirim anak-anak

mereka ke pesantren untuk belajar mengaji. Orang-orang Dayak tetaplah orang-

orang yang buta aksara. Masih belum ada sekolah yang didirikan sampai pada

kedatangan para zending. Dari segi kesehatan, penyakit-penyakit tropis seperti

malaria, tifus, kolera, TBC, penyakit kulit dan lain-lain, seringkali mereka derita.

Adapun cara pengobatan mereka pada saat itu, masih menggunakan cara

pengobatan tradisonal, yakni herbal dan meminta bantuan dari balian.7

Sebelum agama Kristen masuk ke Kalimantan, hampir keseluruhan dari orang

Dayak menganut agama suku. Van den End menjelaskan konsep agama suku

tersebut secara umum sebagai berikut :“Dalam lingkungan agama suku, orang tidak hanya menyembah dewa-dewa serta nenek

moyang. Ia [juga] merasa segan terhadap oknum dan benda-benada dalam lingkungannya sendiri. Ada orang-orang yang ternyata mempunyai kemampuan-kemampuan khusus – orang-orang yang sanggup menghubungi dewa-dewa, yang memiliki kepandaian tertentu, atau yang perkasa dalam perang. Orang-orang ini disegani karena dianggap mempunyai kekuatan khusus, kesaktian. Begitu pula halnya dengan binatang-binatang atau tanaman-tanaman atau gejala-gejala alam tertentu : pohon besar, atau air terjun, atau batu berbentuk khusus. [...] Manusia dapat mengerahkannya demi kepentingannya sendiri, misalnya dengan memakai mantera. Tetapi orang dapat dicelakakan olehnya kalau salah berbicara atau salah bertindak.”8

6 _____, Missionary Atlas, A Manual of The Foreign Work of The Christian and Missionary Alliance, (USA : Christians Publications, 1964), hl 176-177

7 Alexandra Binti, Bahan Ajar Sejarah GKE, (Banjarmasin : STT GKE, 2014) 8 Van den End, Ragi Carita 1, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 201217), hl 15

3

Page 5: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Konsep diatas dapat dipakai untuk menjelaskan konsep agama suku yang

dianut oleh orang Dayak, yakni agama Kaharingan. Dalam agama Kaharingan,

dunia ini dilihat sebagai dunia yang penuh dengan daya gaib atau kekuasaan yang

tidak kelihatan9. “[...] mereka hidup dalam suasana magis di mana alam dipandang sebagai suatu arena

operasi dari kuasa-kuasa ini [...] supaya daya-daya gaib itu jangan mengakibatkan hal-hal yang tidak baik baginya atau keluarga, maka keserasian kosmis harus dipertahankan dan dipelihara dengan segala macam upacara adat. Di balik itu pula, akibat ketakutan-ketakutan itu timbullah usaha untuk memiliki atau menguasai daya-daya gaib itu; pemilikan atau penguasaan dan penggunaan daya-daya ini dilakukan dengan berbagai formula, kata atau lakon tertentu yang dikenal dengan perbuatan-perbuatan magis.”10

2.1.2 Kalimantan di Masa Kini

a. Alam

Di beberapa wilayah Kalimantan, sarana dan prasarana transportasi sangat

terbatas, belum semua wilayah ada jalan darat, jadi jalur transportasi masih

bergantung dari jalur sungai yang sangat tergantung dari musim, jika pada musim

kemarau maka sungai menjadi kering dan tidak bisa dijalani oleh perahu motor

kecil11. Hidup masyarakat pun masih tergantung pada alam, hal itu ditujukkan

dengan masih banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai petani, pengumpul

rotan, penyadap karet, dan sebagainya. Ketergantungan orang Dayak kepada alam

sekitarnya amatlah kuat, terutama ketika alam di sekitarnya selalu mampu untuk

memenuhi kebutuhan mereka.

Di Indonesia, Kalimantan diakui sebagai salah satu pulau yang memiliki

sumber daya alam yang melimpah. Namun kenyataan yang terjadi sekarang

adalah ada banyak sumber daya alam Kalimantan yang sudah berkurang. Sangat

disayangkan bahwa Kalimantan menjadi sasaran pemerintah Indonesia dalam

program transmigrasi. Hal ini secara otomatis berdampak pada penggundulan atau

penebangan hutan. “Dahulu, sebagian besar Kalimantan adalah hutan dengan hutan hujan tropis tetapi

sekarang ini telah banyak berkurang oleh penebangan dan pertanian. Saat ini kurang dari setengah pulau yang tertutup hutan dan bahkan sebagian kecil dapat diklasifikasikan sebgai hutan primer. [..] Peneliti dari laporan World Wildlife menemukan bahwa ada 361 spesies hewan ditemukan di Pulau Kalimantan antara tahun 1994 dan 2004.”12

9 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 14110 Ibid, loc. cit11 _____, Profil Gereja Kalimantan Evangelis, http://gke-gerejakalimantanevangelis.blogspot.com/,

diakses pada 01 April 201412____, Borneo, http://world.mongabay.com/, diakses pada 2 April 2014

4

Page 6: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

b. Masyarakat

Sekarang Kalimantan sudah menjadi sebuah pulau yang bisa dikatakan sudah

lebih maju dari gambaran puluhan tahun lalu sebagaimana yang telah dipaparkan

di atas. Namun tidak dapat dipungkiri jika masih saja ada bagian atau wilayah

tertentu dari Kalimantan yang masih primitif dan tertinggal. Bahkan sebagian

masyarakat masih kuat menganut agama Kaharingan dan serangkaian adatnya.

Jika dulu, orang Banjar hanya tinggal di wilayah pesisir pantai, namun

sekarang orang Banjar sudah berbaur dan hidup bersama dengan orang Dayak

lainnya. Bahkan karena pengaruh program transmigrasi, dewasa ini Kalimantan

menjadi sebuah pulau yang memiliki tingkat pluralitas yang sangat tinggi, baik

dari segi agama, suku, bahasa, dan lain-lain.

BAB III

GEREJA KALIMANTAN SELATAN

3.1 Sejarah GKE

Pekabaran Injil bagi suku Dayak di Kalimantan dimulai oleh Zending Barmen (RMG)

melalui Barnstein pada tahun 1835. Kemudian pada 3 Desember 1836 tiba lagi tiga orang

penginjil, yaitu: Beeker, Hupperts, Krusman, dan langsung ditempatkan di pedalaman.

Baptisan pertama terjadi pada 10 April 1839 yang dilayankan oleh Hupperts.13

Setelah terjadinya perang Banjar pada tahun 1859, upaya pekabaran Injil kemudian

dilarang. Namun pada tahun 1866, pemerintah Belanda mengizinkan orang-orang zending

kembali memasuki Kalimantan. Pasang surut terjadi ketika Perang Dunia I, di mana kemudian

RMG menyerahkan tugas PI ke Zending Basel di Swiss pada tahun 1920. Zending Basel

meneruskan dan mengembangkan pekerjaan RMG sebelumnya, hingga pendirian Sekolah

Tinggi Theologia pada tahun 1932. Oleh Zending Basel pula yang membidani lahirnya

organisasi Gereja Dayak Evangelis (GDE) pada 4 April 1935 melalui Sinode Umum. Ini

jugalah sinode umum yang pertama untuk GDE. 14

Tetapi pada masa pendudukan Jepang, GDE terputus hubungannya dengan Zending.

Selanjutnya, GDE dipimpin oleh pendeta Dayak yang pertama, yaitu Pdt.H.Dingang

Patianom. Para pendeta GDE sadar bahwa gereja bukan hanya untuk orang Dayak tetapi

13 PGI, Gereja Kalimantan Evangelis, http://www.pgi.or.id/, diakses pada 01 April 201414 Ibid

5

Page 7: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

terbuka bagi semua orang. Karena itulah melalui Sinode Umum V pada 5 – 9 November 1950

diputuskan GDE berubah nama menjadi Gereja Kalimantan Evangelis (GKE).15

3.2 Profil GKE Masa Kini

Gereja Kalimantan Tengah (GKE) sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan sejak 4

April 1935 silam telah menjadi gereja yang dapat diterima keberadaannya oleh seluruh

masyarakat yang ada di Kalimantan. Data dari tabel berikut diambil berdasarkan data yang

diperoleh dari almanak nas GKE tahun 2012 :16

Jumlah Jemaat : 1.203 jemaat Rincian :Definitip : 907 bhCalon : 296 bh

Jumlah Resort : 93 bh Rincian :Definitif : 80 bhCalon :13 bh

Jumlah Jiwa : 302.558 orang Rincian :75.970 KK182.490 sidi

Jumlah Pendeta : 731 orang Rincian :321 laki-laki407 perempuan

Bandingkan dengan data dari almanak nas GKE tahun 2014 berikut :17

Jumlah Jemaat : 1.277 jemaat Rincian :Definitip : 918 bhCalon : 309 bh

Jumlah Resort : 93 bh Rincian :Definitif : 80 bhCalon :13 bh

Jumlah Jiwa : 329.776 orang Rincian :81.345 KK190.899 sidi

Jumlah Pendeta : 647 orang Rincian :290 laki-laki357 perempuan

Dari data tersebut di atas, terlihat bahwa ada banyak perkembangan yang terjadi selama

ini, seperti perubahan jumlah jemaat dan resort, perubahan jumlah pendeta, perluasan wilayah

15 Ibid16BPH Majelis Sinode, Almanak Nas GKE 2012, (Banjarmasin : BPH Majelis Sinode GKE, 2011), hl 117BPH Majelis Sinode , Almanak Nas GKE 2014, (Banjarmasin : BPH Majelis Sinode GKE, 2013), hl 1

6

Page 8: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

pelayanan, dan lain sebagainya. Bahkan perkembangan tersebut juga mencakup pada jumlah

bangunan yang dimiliki oleh GKE, seperti gereja, pastori, kantor, dan sekolah.

GKE dalam melaksanakan tugas panggilannya menganut sistem sinodal presbiterial,

yakni penggabungan antara sistem sinodal dengan sistem presbiterial. “Sistem sinodal, dimana gereja dipimpin oleh persidangan para pejabat gerejawi yang disebut sinode.

Persidangan sinode ini merupakan instansi tertinggi yang keputusannya harus dilaksanakan oleh jemaat-jemaat yang tergabung dalam sinode tersebut. Sistem presbiterial, dimana gereja dipimpin oleh para presiter (penatua). Keputusan tertinggi ada pada persidangan presbiter (majelis jemaat).”18 Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem yang dianut oleh GKE adalah sistem dimana

semua keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama, bukan berdasarkan wewenang

yang ada pada salah satu pihak. Gereja dipimpin oleh pejabat-pejabat gerejawi (majelis

jemaat) yang memiliki tugasnya masing-masing. Tiap jemaat yang dipimpin oleh majelis

jemaat mempunyai kemandirian penuh, tetapi juga berada dalam satu kesatuan dengan

jemaat-jemaat yang lain dalam satu sinode.19

BAB IV

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MISI DI GKE

4.1 Sebelum abad ke-21a. Masa Zending RMG

“Di tahun 1830, tersiarlah berita-berita mengenai Pulau Kalimantan di tanah Jerman, dengan cerita mengenai ratusan ribu suku Dayak yang masih jauh tertinggal daam peradaban dan yang tak pernah mendengar tentang Terang Injil itu. Berita-berita ini telah membakar kerinduan orang-orang Kristen di tanah Jerman, untuk pergi – pergi menemui saudara-saudaranya suku bangsa Dayak serta membawa Terang yang besar itu, Berita keselamatan dalam Kristus Yesus, bagi mereka yang masih duduk di dalam kegelapan. Empat tahun kemudian, dalam suatu sidang umum dari Rheinischen Mission, tanggal 4 Juni 1834 diputuskanlah untuk menjadikan Pulau Kalimantan sebagai suatu daerah pekabaran Injil yang baru. Kerinduan dan kesadaran kasih ini kemudian terwujud sebulan kemudian, yakni pada tanggal 15 Juli 1834, ketika dua orang penginjil ditahbiskan di Barmen dan diutus selaku penginjil-penginjil Barmen yang pertama untuk Kalimantan yang belum dikenal itu.”20

Di sini tampak bahwa pemikiran misi di Kalimantan diawali dengan pemikiran

untuk mengkristenkan orang-orang Dayak yang pada masa itu tidak pernah mendengar

Injil. Sebenarnya sebelum kedatangan Rheinische Missions Gesellschaft (RMG),

sudah ada upaya untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang Dayak. Upaya ini

dilakukan oleh misi Roma Katolik, namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan.“Pada abad ke-17 misi Roma Katolik mencoba memasuki daerah Kalimantan Selatan, yakni

pada waktu Portugis berusaha memperoleh pangkalan-pangkalan bagi perdagangannya di daerah

18 Jotje Hanri Karuh, Presbiterial Sinodal, http://blessedday4us.wordpress.com/, diakses pada 08 April 2014

19 Ibid 20 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 9

7

Page 9: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

itu. Tetapi usaha itu gagal, tambahan pula seorang padri yang bernama Ventimiglia akhirnya dibunuh (1691), sesudah ia mengalami murtadnya sejumlah penduduk kampung Dayak yang telah dikristenkannya.”21

Sejak saat itu, tidak ada upaya untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang Dayak.

Bahkan dari pihak Belanda, sebagai pihak kolonial pada masa itu, juga tidak ada

perhatian untuk mengenalkan Injil kepada orang Dayak. Misi penginjilan untuk

Kalimantan sepertinya tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti yang diberikan

oleh Belanda kepada pulau-pulau yang lain di Indonesia. “Daerah pedalamannya tidak pernah dikunjungi, hanya pantai-pantainya saja yang dikenal.

Dan disinilah pedagang-pedagang Islam banyak mendarat, sehingga pelabuhan-pelabuhan Kalimantan berangsur-angsur diislamkan, sedangkan daerah pedalaman yang diduduki oleh suku-suku Dayak tetap tinggal dalam kekafirannya.”22

Keadaan ini terus berlangsung hingga pada masa kedatangan Barnstein ke

Banjarmasin, yakni pada 26 Juni 1835. Barnstein melakukan perjalanan observasi dan

orientasi untuk pekerjaan pekabaran Injil di pulau ini. Dalam perjalanannya ini, ia

mengambil kesimpulan bahwa daerah Dayak di bagian Kalimantan Selatan dan

Tengah menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang besar bagi pekabaran Injil.

Tidak lama kemudian, penginjil-penginjil didatangkan dan kemudian diatur

sedemikian rupa wilayah pelayanannya oleh Barnstein.23

Keadaan masyarakat pada masa itu memiliki susunan masyarakat (strata).

Khususnya dalam masyarakat ngaju, ada golongan merdeka yang dikenal sebagai utus

gantung dan utus randah dan golongan budak yakni jipen dan rewar24. “Menurut penyelidikan etnologis, budak-budak ini terjadi akibat ketidaksanggupan membayar

utang-utangnya sehingga menyerahkan dirinya selaku tebusan. Di zaman sebelumnya, ketika masih terjadi banyak pertempuran antara suku dengan suku, pihak yang dikalahkan lantas dijadikan budak oleh pihak yang menang.”25

Disini kelihatan bahwa upaya pekabaran Injil yang dilakukan oleh para zending

kepada orang Dayak hanya sampai pada upaya untuk mengkristenkan mereka, bukan

untuk memberikan kontribusi yang lain bagi masyarakat melalui upaya pekabaran ini,

misalnya upaya menjawab permasalahan sosial dalam masyarakat. Disinilah posisi

Injil sebagai kabar baik dipertanyakan.“[...] bagaimana efek sosial dari Injil Kebebasan? Apakah artinya Injil bagi masyarakat yang

demikian?”26 Keadaan ini memunculkan pemikiran misi yang baru bahwa selain untuk

mengkristenkan orang-orang Dayak, misi juga ditujukan untuk membawa kebebasan 21 Muller Kruger, Sedjarah Geredja di Indonesia, (Jakarta : Badan Penerbit Kristen, 1966), hl 14522 Loc.cit23 Fridolin Ukur, loc. Cit.24 Alexandra Binti, 25 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 1126 Loc. cit.

8

Page 10: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

kepada kaum budak pada masa itu. Pemikiran ini kemudian diwujudkan melalui

kebijaksanaan untuk menebus budak-budak dari tangan pemiliknya.

Setelah itu, pemikiran misi diperluas cakupannya, bukan hanya untuk

mengkristenkan orang Dayak dan membebaskan para budak, namun mulai merambah

ke aspek kehidupan yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, literatur, dan lain

sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan misi yang dilakukan oleh para

zending perlahan-lahan menjadi pelayanan misi yang bersifat holistik. Meskipun dari

segi mutu, menurut Van den End, para zending masih belum berhasil membentuk

jemaat-jemaat Kristen dalam arti yang sebenarnya, yang berhasil dibentuk hanyalah

kelompok-kelompok orang-orang Kristen, tanpa organisasi apapun27.

b. Masa Zending BM“Yang dirasakan sangat penting selama pekerjaan sepuluh tahun dari Zending Basel ini adalah

usaha dan perhatian yang semakin dipusatkan pada jemaat-jemaat dan dorongan-dorongan serta kemungkinan yang diberikan untuk dapat mengatur diri sendiri, dan membawa semua jemaat di daerah Kalimantan ini dalam pertemuan atau konferensi.”28

Tampak bahwa yang menjadi fokus dari BM adalah bagaimana supaya orang

Dayak yang telah berhasil dikristenkan bisa menjadi jemaat yang mandiri. Oleh karena

itu tidaklah mengherankan jika pada tahun 1926, muncul pemikiran baru bahwa

kebutuhan PI harus dilakukan oleh tenaga-tenaga penginjil dari kalangan Dayak

sendiri. “[...] dirasakan benar oleh pihak zending bahwa kebutuhan penyebaran Injil secara meluas di

daerah ini harus dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penginjil Dayak sendiri [...] Perlunya pembangunan jemaat yang berencana (planmatig) membutuhkan pula pelayan-pelayan nasional yang terdidik.” Hal ini kemudian diputuskan dalam Sinode di Mandomai pada tahun 193029.

Meskipun demikian, ternyata bukanlah hal yang mudah untuk segera membentuk

lembaga yang mampu mempersatukan jemaat Kristen di Kalimantan. Ada beberapa

kendala dalam rangka yang masih menghalangi. Fridolin Ukur menyebutkan sebagai

berikut :30

1. Belum ada orang-orang dari suku Dayak yang menjadi pendeta

2. Jemaat-jemaat yang ada pada saat itu belum cukup dewasa, baik secara rohani

maupun secara organisatoris.

3. Pada saat itu rasa tanggung jawab di bidang keuangan masih sangat tipis sekali.

27 Van den End, op. cit, hl 19528 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 2529 Ibid. hl 3530 Ibid, hl 35-36

9

Page 11: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Tampak bahwa meski ada upaya dari BM untuk memandirikan jemaat, tidaklah

dapat kita pungkiri jika jemaat di saat itu masih sangat tergantung kepada zending.

Oleh karena itu, dengan melihat ketidakmandirian orang Dayak dikala itu, bisa

dikatakan bahwa pendirian gereja di Kalimantan adalah hasil dari pemikiran para

zending. Bahkan dalam hal pembuatan peraturan gereja, para zending tidak

melepaskannya kepada orang Dayak. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh

Fridolin Ukur : 31

“[...] tiada seorang pun dari suku bangsa Dayak yang berkesempatan ikut memikirkan rencana peraturan gerejanya. Semua itu adalah hasil pemikiran Barat dan saudara-saudara pengerja asing. Tiada kesempatan bagi pihak tenaga-tenaga daerah untuk sekadar memberikan buah pemikiran dan warna kepribumian dalam penyusunan dan pembentukan rencana peraturan gereja ini.”

Orang-orang suku Dayak dipandang oleh para zending sebagai orang-orang yang

kurang berpendidikan, oleh karena itu tidaklah mengherankan jika tidak ada

keterlibatan suku Dayak dalam pemikiran rencana peraturan gereja. Demikianlah

pemikiran yang ada pada masa itu.

Pada tanggal 4 April 1935, dengan dihadiri oleh tiga puluh orang dari suku Dayak

dan delapan penginjil Zending Basel, maka dengan resmi berdirilah Gereja Dayak

Evangelis (GDE)32. Meskipun pada hari itu juga anggota Majelis Sinode yang pertama

disahkan, namun itu belum cukup karena posisi pendeta pribumi masih kosong.

Keesokan harinya, bertepatan dengan perayaan genap seabad pekabaran Injil di

Kalimantan, ditahbiskanlah lima orang lulusan Sekolah Teologi Banjarmasin sebagai

pendeta-pendeta pribumi pertama dari GDE33.

Dengan demikian pemikiran misi dari BM untuk memenuhi kebutuhan PI

dikalangan orang Dayak harus dilakukan oleh tenaga-tenaga dari kalangan Dayak

sendiri pun terlaksana. Selain itu, pemikiran BM untuk memandirikan orang-orang

Kristen Dayak atau jemaat pun secara perlahan-lahan diupayakan, terutama dengan

berdirinya GDE. Namun tidak berarti para zending benar-benar melepaskan jemaat

Dayak untuk mengurus GDE secara mandiri, mereka tetap terlibat di dalamnya. Hal

itu tampak dalam peraturan GDE 1935 pasal14 :34

“Synodale Commissie itu dibentuk begini : Presiden persidangan segala pendeta zending menjadi ketua, oleh karena jabatannya.”

31 Ibid, hl 3832 Ibid, hl 3933 Ibid, hl 3934 Ibid, hl 261

10

Page 12: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Tetapi ada satu hal yang pasti disini yakni munculnya kesadaran dari para zending

bahwa bukanlah hal yang baik jika orang-orang Kristen Dayak terus menggantungkan

diri pada mereka karena suatu saat nanti para zending harus meninggalkan jemaat ini. “Badan zending patutlah semakin berkurang, dan Gereja Dayak makin bertambah. Hendaklah

kita semakin mengundurkan diri sampai pada pelayanan persaudaraan dan nasihat.”35

Pada sinode umum ketiga, 18-24 Mei 1941. Pendeta I.Birim mengajukan pemikiran

misi gereja sebagai berikut : 36

“hal mengatakan nama Kristus kepada sesama manusia; hal memperlihatkan Kristus kepada orang lain, dan hal menghantar orang-orang kepada Kristus Yesus”

Sementara itu juga ada pemikiran misi untuk menjangkau orang-orang Islam yang

ada disekitar GDE. Namun hal ini dipandang sebagai tugas semua pengerja gereja. “Hanya, ide untuk mengangkat seorang pemberita khusus dengan tugas ini belum dapat diterima

dalam sinode itu, karena semua merasa bahwa ini adalah tugas semua pengerja gereja. Bahkan, dengan memusatkan usaha dalam memperaiki kesucian dan kesukacitaan kehidupan jemaat, justru dapat lebih membuka kerinduan orang-orang Islam untuk memperoleh sesuatu yang tidak ada pada agama Islam”37

c. Masa kependudukan Jepang Pada masa ini, GDE yang masih berusia sangat muda dituntut untuk bisa berdiri

sendiri tanpa bantuan dari pihak zending. Hubungan dengan para zending putus sama

sekali. Di bawah kependudukan Jepang, GDE memang diakui secara resmi oleh

pemerintah Jepang dengan sebutan Minami Borneo Dayak Kristo Kyo Kyokai (Gereja

Dayak Kristen Borneo Selatan), namun itu bukan berarti GDE bebas dari kebijakan

Jepang. Beberapa kebijakan pemerintah Jepang yang dikenakan kepada gereja, seperti

gereja diharuskan untuk mengirim laporan kepada pemerintah dan kegiatan

peribadahan juga diatur oleh pemerintah38. Di sini gereja diatur sepenuhnya oleh

Jepang, sementara dalam usianya yang masih sangat muda ini, GDE sebenarnya masih

belum cukup berpengalaman dalam mengatur dirinya sendiri.

Tidak dapat disangkal, bahwa gereja pada saat itu sangat lemah dan bagaikan tak

berdaya menghadapi kebijakan Jepang. Namun tidaklah dapat disangkal juga jika pada

kenyataannya Tuhan turut bekerja melalui tiga pendeta Jepang yang ditempatkan di

GDE. Meskipun mereka datang selaku pegawai pemerintah mereka (pengantara antara

gereja dengan pemerintah Jepang), mereka juga memberikan pemikiran-pemikiran

yang baik bagi GDE. Dari segi pemikiran misi, pendeta Jepang mengajarkan kepada

35 Ibid, hl 4136 Ibid, hl 5137 Ibid, hl 5338 Alexandra Binti, Bahan Ajar Sejarah GKE, (Banjarmasin : STT GKE, 2014)

11

Page 13: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

pengerja GDE sendiri bahwa seorang pendeta harus aktif dalam melayani jemaatnya,

bukan malah hanya menunggu jemaat datang dan meminta pelayanannya. “Mereka kerap memperingatkan pendeta-pendeta [...] sambil berkata bahwa seorang gembala

jemaat bukanlah tinggal di kantor sambil menanti anggota jemaatnya datang menemui dia, melainkan justru gembala itu harus pergi dan mengunjungi anggota-anggotanya. [...] Dalam perkunjungan-perkunjungan rumah tangga, mereka tidak banyak berbicara, tetapi dengan rendah hati telah menyamakan dirinya dengan yang dikunjungi sera senantiasa mengajak mereka untuk bersekutu dalam doa.”39

Pemikiran misi yang ditetapkan oleh pendeta Jepang ini adalah bagaimana

pelayanan itu dilakukan dengan tindakan yang benar-benar nyata, bukan hanya sebatas

di mimbar atau kantor saja, namun turun ke lapangan dan mendengarkan apa yang

menjadi pergumulan jemaat. Dengan pemikiran dan tentunya disertai dengan tindakan

yang demikian, jemaat menjadi merasa bahwa mereka diperhatikan oleh gerejanya. Ini

adalah masukan yang sangat berharga bagi para pekerja GDE pada masa itu.

d. Masa peralihan nama GDE menjadi GKE

Setelah berakhirnya kekuasaan Jepang, di Indonesia terjadi revolusi nasional. Pada

saat ini juga GDE melihat ulang perwujudannya serta menelaah kembali posisi dan

panggilannya. Muncul pemikiran baru bahwa misi yang dilakukan oleh GDE

hendaknya bukan hanya untuk kalangan orang Dayak saja, namun seharusnya

mencakup Kalimantan secara keseluruhan. Oleh karena itu pada Sinode Umum tahun

1950, GDE menasionalkan dirinya dengan cara merubah namanya menjadi GKE

(Gereja Kalimantan Evangelis). Sehingga dengan demikian pelayanan misi Gereja

bisa mencakup kepada semua golongan dan suku yang ada di Kalimantan.

Dalam Sinode ini juga ada beberapa pemikiran bagi eksistensi Gereja, yakni :40

1. Gereja hadir bukan hanya bagi dirinya namun bagi dunia dan masyarakat

Kalimantan.

2. Gereja dalam penunaian panggilannya yang misioner itu, tidak terbatas bagi

suku-suku dari golongan tertentu, tetapi bagi seluruh bangsa yang ada di

daerah ini.

3. Gereja adalah bagian yang hidup dalam persekutuan “ Catholica Ecclesia”

(Gereja yang am), dan bergerak menuju keesaan Gereja di seluruh wilayah

Indonesia, dengan memusatkan usaha-usaha bagi penyatuan gereja yang ada di

Kalimantan.

39 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 6340 Ibid, hl 72

12

Page 14: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Poin ketiga diatas menunjukkan bahwa GKE menyadari panggilan oikumenisnya.

Hal itu kemudian diwujudkan dengan berpartisipasinya GKE dalam pembentukan

Dewan Gereja Indonesia (DGI) dan menjdi anggota dari DGI pada 1950. Sebelumnya

pada tahun 1948, GKE telah menjadi anggota dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia di

Amsterdam (WCC). GKE juga melakukan hubungan dengan Konferensi Kristen Asia

Timur, Asosiasi Sekolah Teologi se-Asia Tenggara dan Pelayanan Mahasiswa dan

Pemuda Kristen Indonesia.41

Dalam hal hubungan dan ikatan oikumenis inilah GKE secara perlahan-lahan

membuka diri bagi segala nasihat dan kritik dari Gereja tetangga di Indonesia bahkan

di luar negeri. Sehingga apa yang tertuang dalam peraturan Gereja tahun 1959, Bab VI

pasal 12g yang berbunyi : 42 “Membangun, menghidupkan dan memelihara perhubungan dengan segala Gereja [...] dan

badan-badan oikumenis lainnya, serta mengusahakan perhubungan dan kerjasama dengan Gereja-

gereja lain [...] dengan tujuan terwujudnya kehendak Yesus Kristus : “ supaya mereka menjadi

satu” Yoh 17 : 21”

Peraturan ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pemikiran misi GKE pada saat itu

benar-benar telah bersifat universal, holistik dan berkembang maju.

e. Masa perkembangan dari tahun 1960-1999

Pemikiran misi GKE yang sangat mendominasi pada saat itu adalah misi harus

dilakukan kepada semua orang yang ada di Kalimantan dan dilakukan secara holistik

dalam berbagai bidang pelayanan.

4.2 Sesudah Abad ke-21“Kontekstual adalah misi yang dilakukan atas dasar keadaan nyata yang hidup dan dialami oleh

masyarakat dimana GKE berada dan melayani. Atau dengan kata lain kontekstual ialah situasi dan kondisi riil asyarakat yang dihadapi oleh GKE dalam pelayanannya, baik itu yang berhubungan dengan budaya, ekonomi, politik, sosial, maupun lingkungan hidup.”43

Demikianlah pemikiran misi GKE pada abad ke-21 ini. GKE berusaha untuk melakukan

pelayanan misinya kepada jemaatnya secara kontekstual. Pdt. P. Adianthus M. M.Th dalam

tulisannya mengatakan bahwa ada beberapa prioritas misi yang harus dikembangkan pada

gereja masa kini, yaitu meningkatkan spiritualitas, memberdayakan pemimpin-pemimpin

dalam Gereja atau jemaat dengan meningkatkan kualitas iman, memberdayakan dan

41 Ibid, hl 183-18542 Ibid, hl 29243 P. Adianthus , Misi GKE yang Kontekstual, dalam Prapatriotis H. Oedoy, J.J Songan, dkk, Mengasihi

Tuhan & Sesama Ciptaan, (Banjarmasin : Unit Publikasi STT GKE, 2008) hal 81

13

Page 15: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

mengembangkan karunia-karunia (talenta umat), mengajak umat bersama-sama lembaga-

lembaga lain untuk memberantas berbagai penyakit yang terjadi di masyarakat (judi, miras,

narkoba, HIV-AIDS, pergaulan bebas), membuka diri untuk bekerja sama dengan semua

Gereja (denominasi) dan agama lain, sekolah-sekolah yang dikelola oleh GKE mulai dari TK

sampai perguruan tinggi perlu ditata sercara profesional, mengembangkan struktur organisasi

ditingkat sinode, Resort, dan jemaat lokal, meningkatkan kerja sama yang baik antar MSGKE

dengan Resort dan jemaat, memperkuat wilayah-wilayah sebagai kepanjangan tangan

MSGKE, serta mengembangkan pelayanan diakonia sosial transormatif tanpa mengabaikan

bentuk-bentuk diakonia reformatif dan karitatif.44

BAB V

PERKEMBANGAN METODE MISI

5.1 Sebelum abad ke-21

5.1.1 Metode misi RMG dan BM

Berikut kelompok akan memaparkan metode misi yang dilakukan oleh RMG

dan BM. Dalam pemaparan ini, tidak dikelompokkan berdasarkan periode RMG

atau BM, namun lebih kepada pengelompokkan berdasarkan metode yang mereka

lakukan. Hal ini karena kelompok melihat bahwa metode yang dilakukan oleh

kedua badan zending ini kurang lebih sama.

a. Pendekatan masyarakat

Dalam upaya untuk menyiasati masalah strata dalam masyarakat, RMG

melakukan pendekatan kepada dua golongan ini. Kepada kalangan atas, RMG

melakukan upaya angkat saudara dengan orang Dayak dan juga dengan

melakukan pendekatan kepada kepala suku. Terutama dalam hal pendekatan

kepada kepala suku, alasannya jelas karena pada masa itu, seorang kepala suku

sangat disegani oleh orang Dayak. Alhasil, ketika kepala suku berhasil

dikristenkan, maka secara otomatis orang-orang Dayak dalam suku tersebut bisa

ikut memeluk agama Kristen. Sementara dalam upaya pendekatan kepada

kalangan bawah, RMG melakukan upaya penebusan budak. Para budak yang

telah ditebus kemudian dikumpulkan di sekitar pangkalan misi bersama dengan

44 Ibid, hl 84-86

14

Page 16: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

keluarganya. Disinilah para zending membimbing mereka, seperti belajar

membaca dan menulis, mencari nafkah, mengikuti ibadah, dan sebagainya.

b. Pendekatan Kultural“Pendekatan kultural tersebut antara lain mengadakan penginjilan dengan

menggunakan bahasa setempat ( Bahasa Dayak Ngaju dan Maanyan ), merekrut tokoh-

tokoh Dayak seperti Demang, Temanggung, dan tokoh adat lainnya untuk membantu

mereka melakukan pendekatan ini. [...] Pendekatan Kultural melalui bahasa, mengikuti

pola hidup masyarakat Dayak dan bergaul dengan penuh kasih adalah metode yang sangat

efektif sehingga masyarakat Dayak sangat bisa menerima kedatangan para missionaris ini

dilingkungan mereka bahkan para tokoh adat ini pula yang melakukan pengawalan dan

perlindungan untuk menjaga keselamatan para missionaris.”45

Metode ini bisa dinilai sebagai metode yang cukup berhasil. Melalui

metode ini pula para zending menekankan kepada orang Dayak yang sudah

menjadi Kristen untuk tidak lagi melakukan ritual adat. Pendekatan ini

dilakukan baik oleh RMG maupun oleh BM.

c. Pendidikan

Dalam upaya untuk memberantas buta huruf, RMG mendirikan sekolah-

sekolah umum yang mengajarkan para siswanya untuk membaca dan menulis.

Selain itu juga ada upaya untuk menambah literatur-literatur, berikut

diantaranya :46

1. Kamus Dayak – Jerman (1859)

2. Alkitab PB bahasa Ngaju

3. Cerita-cerita Alkita dalam bahasa Ngaju

4. Buku-buku pelajaran membaca

5. Koran Barita Bahalap (1912)

Jika pada masa RMG literatur yang ada terbatas hanya dalam bahasa Ngaju,

BM berusaha untuk menterjemahkan Alkitab dalam berbagai bahasa suku

Dayak, juga dalam bahasa Indonesia. Selain itu diterbitkan Alkitab Perjanjian

Baru yang telah direvisi, konkordansi Alkitab, katekismus, pengajaran iman

45 Tuwan Augustria, Sejarah Gereja Kalimantan Evangelis, http://tuwan.wordpress.com/, diakses pada 03 April 2014

46 Alexandra Binti, Bahan Ajar Sejarah GKE, (Banjarmasin : STT GKE, 2014)

15

Page 17: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

Kristen, peraturan jemaat, dan peraturan GDE, liturgi gereja, dan nyanyian-

nyanyian.

Ketika BM datang, pendidikan juga menjadi fokus utama. Berikut ini upaya

yang dilakukan oleh BM dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, yakni

dengan mendirikan :47

1. Sekolah standar 5 tahun di 8 stasi

2. Sekolah pendeta (1932) di Banjarmasin

3. Christelijke Hollandsch Inlandsche Scholl (Chr. HIS) di Banjarmasin

(1934)

4. Sekolah rumah tangga di Mandomai dan Kuala Kapuas

Pada masa pelayanan BM inilah pihak Belanda mengeluarkan peraturan

bahwa semua anak-anak diwajibkan untuk sekolah. Khusus untuk Kalimantan,

Belanda melakukan kerjasama dengan BM.

d. Pelayanan Kesehatan

Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi orang-

orang Dayak pada masa itu. Para zending RMG membuka pelayanan kesehatan

di rumah mereka seraya mengajarkan mengenai hidup sehat dan bagaimana cara

untuk menjaga kebersihan kepada orang-orang Dayak. Pada masa pelayanan

BM, pelayanan kesehatan semakin ditingkatkan. Bukan hanya di rumah zending

namun juga mulai didirikan rumah sakit dan poliklinik. Hal ini menandakan

bahwa masalah kesehatan pada masa itu merupakan salah satu masalah yang

sangat serius. Memang tidak semua orang Dayak mau berobat secara medis,

sebagian dari mereka lebih memilih untuk berobat kepada balian dan herbal.

Namun itu tidak menyurutkan semangat para zending untuk terus meningkatkan

pelayanan kesehatan seraya terus mencari cara supaya orang Dayak mau

berobat secara medis.

5.1.2 Metode misi GKE tahun 1945-196048

a. Pelayanan Pendidikan

47 Ibid 48 Fridolin Ukur, Op. cit, hl 81-107

16

Page 18: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

GKE memberikan perhatian yang besar pada proses pendidikan teologi bagi

jemaatnya, oleh karena itu diadakanlah kursus-kursus teologi dan sekolah

Alkitab. Sekolah teologi dimulai kembali pada tahun 1948, setelah terhenti

selama 11 tahun. Selain itu diadakan juga kursus-kursus, seperti kursus

kepandaian putri dan kursus kebidanan dan perawatan.

b. Literatur

Pada tahun 1950 dimulai usaha-usaha penerbitan oleh Gereja dengan

menerbitkan Almanak Masehi dalam bahasa Indonesia, serta mencetak kembali

buku-buku yang penting seperti Katekismus Luther, Kumpulan Cerita-cerita

Alkitab, dan sejenisnya. Pada tahun 1953 kemudian diteruskanlah penerbitan

Barita Bahalap.

c. Kesehatan

Pada 27 Pebruari 1958, majelis Sinode membentuk suatu bahan khusus,

yakni Yayasan Kesehatan GKE. Selain itu, GKE membuka klinik bersalin di

Kuala Kurun dan mengadakan kursus-kursus kebidanan dan konsultasi

kehamilan.

5.1.3 Metode Misi GKE tahun 1960-199949

a. Perluasan Wilayah

GKE melakukan perluasan wilayah pelayanaan bukan hanya di Kalimantan

Tengah dan Kalimantan Selatan namun juga di Kalimantan Barat dan di

Kalimantan Timur. GKE juga pada tahun 1971 membuka beberapa daerah

pekabaran Injil baru, yakni di Sintang dan Semitau (Kabupaten Kapuas Hulu).

b. Pelayanan Kesehatan

GKE bekerjasama dengan BM yang kemudian mendatangkan seorang suster

dari Swiss. Dari pihak sinode sendiri ada seorang juru rawat. Di Kalimantan

Selatan khususnya Loksado, pelayanan kesehatan dilakukan melalui dibukanya

klinik kesehatan dan dibukanya kerjasama antara GKE dengan LEPKI-Malang.

49 Ibid, hl 211-231

17

Page 19: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

c. Pelayanan pendidikan

GKE membuka 22 Sekolah Dasar di Kalimantan Barat yang kemudian

disatukan dalam Yayasan Pendidikan Kristen-GKE cabang Kalimantan Barat.

Di Kalimantan Selatan sendiri mulai dibuka sebuah Sekolah Dasar Kristen di

Loksado. Bahkan beberapa anak di sekolahkan di Banjarmasin.

Pendidikan Teologi juga menjadi perhatian utama dari GKE. Hal itu

ditunjukan dengan merubah status Lembaga Pendidikan Teologi GKE menjadi

Akademi Teologi pada 1963, yang kemudian pada 1987 ditingkatkan menjadi

Sekolah Tinggi Teologi GKE Banjarmasin dengan program pendidikan

Sarjana Teologi (S1). Selain itu juga didirikan UNKRIP di Palangka Raya,

STM di Mandomai, dan PLPP-GKE Tumbang Lahang.

d. Pelayanan Kategorial

GKE mulai mengkategorikan pelayanannya sesuai dengan kategori-kategori

jemaat, yakni komisi pelayanan anak, remaja, pemuda, wanita, dan bapak.

5.2 Setelah Abad ke-21

Metode misi yang dilakukan oleh GKE dewasa ini kebanyakan merupakan upaya

peningkatan dari metode-metode sebelumnya. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah

jemaat dan resort serta calon resort sejak tahun 2000 sampai sekarang, maka tentunya selalu

ada upaya peningkatan dalam setiap bidang pelayanan. Beberapa metode yang diterapkan di

GKE adalah pelayanan PI melalui EE, kunjungan ke rumah jemaat, rumah sakit, LSM, dan

sebagainya.

BAB VI

ANALISA KRITIS

Misi adalah rancangan atau rencana karya Allah untuk menghadirkan syalom atas dunia.

Jadi, inti dari misi adalah untuk menghadirkan syalom. Misi adalah milik Allah. Allah

mengutus Kristus untuk menghadirkan syalom itu dan kemudian juga mengutus gereja.

Gereja melakukan misi karena Allah yang memberikan kepercayaan untuknya. Oleh karena

18

Page 20: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

itu dalam melaksanakan misinya, gereja harus senantiasa menyelidiki apakah misi yang

dilaksanakannya itu sudah sesuai atau belum dengan missio dei. 50

Sehingga dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa misi yang dilakukan oleh GKE harus

senantiasa kita selidiki, bukan hanya dalam rangka mendatangkan keuntungan atau tidak bagi

kita, namun juga apakah misi tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Dalam melakukan

pelayanan misi, hendaknya GKE dan jemaat memiliki ketaatan yang sepenuh-penuhnya

kepada Allah dan kasih yang sepenuh-penuhnya kepada sesama manusia. Sehingga dengan

demikian, misi dapat senantiasa berlangsung dan syalom Allah dapat senantiasa dihadirkan

dan dinyatakan melalui gereja dan segenap orang percaya.

Setelah kita menelusuri sejarah berdirinya GKE dan juga setelah melihat perkembangan

pemikiran dan metode misi yang ada di GKE, kita dapat mengatakan bahwa setiap proses

perkembangan yang terjadi tentunya memiliki alasan dibalik itu. Alasan tersebut bermacam-

macam, ada yang dikarenakan keadaan sosial masyarakat Dayak, keadaan alam, kebutuhan

jemaat, situasi pada masa itu, dan lain sebagainya. Dari sejumlah besar pemikiran dan metode

misi dalam GKE ini dapat dikatakan bahwa pelayanan misi yang dilakukan oleh GKE sudah

bersifat kontekstual.

Meskipun GKE telah berusaha untuk melakukan pelayanan misinya secara kontekstual,

bukan berarti GKE telah sepenuhnya berhasil dalam hal memenuhi kebutuhan jemaatnya.

Salah satunya dikarenakan perbandingan antara jumlah jemaat yang dilayani tidak seimbang

dengan tenaga yang melayani. Di GKE sendiri, penempatan pekerja didasarkan atas

kemampuan dari resort atau jemaat tersebut dalam menggaji pekerjanya. Akibatnya jelas,

meskipun di suatu resort, jemaatnya banyak namun kemampuan keuangannya hanya mampu

untuk menggaji beberapa orang pendeta, maka yang terjadi adalah sebesar kemampuannya

itulah, para pekerja didatangkan dan melayani disana. Hal ini masih menjadi permasalahan

dalam GKE dan perlu untuk dicari pemecahan serta metode yang efektif untuk masalah ini.

Selain itu, gereja masih kurang perhatiannya akan masalah alam. Pdt. Kinurung Maleh

Maden, M.Th, MA mengatakan bahwa misi gereja selama ini lebih bersifat anthropocentric51.

Artinya adalah segala yang dipelajari dan difokuskan adalah kepada perilaku manusia

(komunitas)52. Hal ini adalah suatu kebenaran, misi gereja kita (baik pemikiran dan metode)

50 Sanon, Bahan Ajar Misi Kontemporer, (Banjarmasin : STT GKE, 2014)51 Kinurung Maleh Maden, Membangun Eko-Teologi Berkeadilan Bagi Misi Gereja, dalam Prapatriotis

H. Oedoy, J.J Songan, dkk, Mengasihi Tuhan & Sesama Ciptaan, (Banjarmasin : Unit Publikasi STT GKE, 2008) hal 22

52 _____, Pengertian Lanskap dalam Bidang Terkait, http://www.galeripustaka.com/, diakses pada 10 April 2014

19

Page 21: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

lebih banyak memberikan perhatian atau ditujukan kepada bagaimana hubungan dengan

sesama manusia dan mengesampingkan hubungan kita dengan alam. Padahal wilayah dimana

GKE berdiri adalah wilayah dimana ada banyak SDA yang tersedia, bahkan wilayah dimana

seharusnya SDA tersebut dapat terus dijaga kelestariannya.

Selanjutnya, senada dengan pemikiran Pdt. P. Adianthus . M., MTh bahwa secara praksis

dan strategis misi GKE perlu dirancang melalui program-program pelayanan dan pembinaan

umat yang holistik, sesuai dengan kebutuhan konteks53. Dewasa ini, GKE telah berada dalam

ruang lingkup wilayah yang sangat plural dan GKE dituntut untuk melakukan pelayanannya

di dalam suasana kepluralitasan ini. Suatu tantangan bagi GKE untuk tetap menyediakan

berbagai sarana (pendidikan, kesehatan) bukan hanya untuk jemaatnya namun juga untuk

orang lain (non-jemaat) yang membutuhkan. Sehingga dengan demikian, GKE boleh hadir,

bukan hanya untuk jemaatnya, namun juga bagi dunia.

53 P. Adianthus , op. cit, hal 84

20

Page 22: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

BAB VII

PENUTUP

GKE telah melewati masa yang sangat panjang dalam sejarahnya, termasuk juga dalam

hal sejarah pemikiran dan metode misi dalam GKE. Pemikiran dan metode misi yang telah

diterapkan dalam GKE pada dasarnya selalu diusahakan untuk senantiasa bersifat kontekstual.

Dari semua pemikiran dan metode yang telah dilakukan, baik sejak masa para zending,

GDE, sampai pada GKE masa kini, kita harus menyadari bahwa semua ini bukanlah

pemikiran dan metode final bagi GKE. Seiring dengan berjalannya waktu, permasalahan baik

dari luar maupun dalam jemaat akan semakin kompleks , namun seyogyanya GKE dapat

memberikan pemikiran dan metode misi yang tepat, kontekstual, mencakup semua, holistik,

dan tentunya juga mencerminkan siapa dan bagaimana jati diri dari GKE itu sendiri.

21

Page 23: lafriofkalteng.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia, terdapat sejumlah ... tantangan-tantangan tersebut masih harus dihadapi oleh GKE sebagai gereja yang berdiri di Kalimantan

Source From : http://lafriofkalteng.wordpress.com/Lia Af anak AMPAH

Meng’’eksresi” kan pikiran dalam “ekspresi” kata nan “ekspresif”

DAFTAR PUSTAKA

Buku

_______, Missionary Atlas, A Manual of The Foreign Work of The Christian and Missionary

Alliance, USA : Christians Publications, 1964

Adianthus, P. Misi GKE yang Kontekstual, Banjarmasin : Unit Publikasi STT GKE, 2008

BPH Majelis Sinode, Almanak Nas GKE 2012,

Banjarmasin : BPH Majelis Sinode GKE, 2011

_______, Almanak Nas GKE 2014,

Banjarmasin : BPH Majelis Sinode GKE, 2013

End, Van den, Ragi Carita 1, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012

Kruger, Muller, Sedjarah Geredja di Indonesia, Jakarta : BPK, 1996

Maden, Kinurung Maleh, Membangun Eko-Teologi Berkeadilan Bagi Misi Gereja,

Banjarmasin : Unit Publikasi STT GKE, 2008

Ukur, Fridolin, Tuaiannya Sungguh Banyak, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1960

Bahan Ajar

Alexandra, Binti, Bahan Ajar Sejarah GKE, Banjarmasin : STT GKE, 2014

Sanon, Bahan Ajar Misi Kontemporer, Banjarmasin : STT GKE, 2014

Internet

__, Borneo, http://world.mongabay.com/

__, Pengertian Lanskap dalam Bidang Terkait, http://www.galeripustaka.com/

__, Profil Kalimantan, http://purbaxborneo.blogspot.com/

__, Profil Gereja Kalimantan Evangelis, http://gke-gerejakalimantanevangelis.blogspot.com/

Jotje Hanri Karuh, Presbiterial Sinodal, http://blessedday4us.wordpress.com/

PGI, Gereja Kalimantan Evangelis, http://www.pgi.or.id/

Tuwan Augustria, Sejarah Gereja Kalimantan Evangelis, http://tuwan.wordpress.com/

22