kultivasi dan penentuan kadar protein nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.
PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA
(Skripsi)
Oleh
SRI UTAMI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
CULTIVATION OF Nannochloropsis sp. IN THE MEDIA FROM
EFFLUENT BIOGAS OF TAPIOCA INDUSTRIAL AND
DETERMINATION OF ITS PROTEIN CONTENT
By
SRI UTAMI
The cultivation of Nannochloropsis sp. in the media effluent biogas of tapioca
industrial (MEBIT) and determination of its protein content has been done. This
research included the isolation of Nannochloropsis sp. from marine biota in
mangrove roots obtained from The Dewi Mandapa coastal, Pesawaran, Lampung
and adaptation the inoculum Nannochloropsis sp. in the media MEBIT 1, 3, and
6% enriched with a solution of urea, ZA and TSP. The growth of Nannochloropsis
sp. was evaluated based on cell density (OD = Optical Density at 750 nm, the
concentration of chlorophyll a and biomass yields, which is compared to the
growth in standard medium (BG 11) media. The results showed that 6% (v/v)
MEBIT is appropriate for the growth of Nannochloropsis sp. Absorbance OD 750
nm Nannochloropsis sp. on MEBIT and media BG 11 is about 0.14 to 1.48 and
0.12 to 1.2. The concentration of chlorophyll a Nannochloropsis sp. on MEBIT
and media BG 11 reaches 1.27 to 13.51 mg/mL and 0.65 to 7.65 mg/mL. The
biomass concentration of Nannochloropsis sp. in MEBIT is 0.311 g/L with a
productivity of 0.019 gLˉ1 dˉ1 while the media biomass BG 11 gained 0.256 g/L
with a productivity of 0.016 gLˉ1 dˉ1. The protein content of Nannochloropsis sp.
growth in MEBIT obtained 30.65% and 36.41% in BG 11 media, of the dry
biomass. The verification method for the protein determination used in this
research has the precision of 0.015% with the % recovery of 98% with the
detection limit of 7.8 µg/mL.
Keywords : Nannochloropsis sp., effluent biogas, tapioca industry, cultivation
media, protein.
ABSTRAK
KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.
PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA
Oleh
SRI UTAMI
Kultivasi Nannochloropsis sp. pada media efluen biogas industri tapioka (MEBIT)
dan penentuan kadar protein telah dilakukan. Metode penelitian ini meliputi
isolasi Nannochloropsis sp. dari biota laut (akar bakau) yang diperoleh dari
perairan Pantai Dewi Mandapa, Pesawaran, Lampung. Inokulum
Nannochloropsis sp. kemudian diadaptasi pada media MEBIT dengan variasi
efluen 1,3, dan 6% (v/v) diperkaya dengan larutan urea, ZA dan TSP.
Pertumbuhan Nannochloropsis sp. tersebut dievaluasi berdasarkan densitas sel
(OD = Optical Density) 750 nm, konsentrasi klorofil dan produksi biomassa, dan
dibandingkan dengan pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media standar (BG
11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MEBIT 6% (v / v) sesuai untuk
pertumbuhan Nannochloropsis sp. Absorbansi OD 750 nm Nannochloropsis sp.
pada MEBIT dan media BG 11 adalah sekitar 0,14-1,48 dan 0,12-1,2. Konsentrasi
klorofil a Nannochloropsis sp. pada MEBIT dan media BG 11 mencapai 1,27-
13,51 µg/mL dan 0,65-7,65 µg/mL. Adapun konsentrasi biomassa
Nannochloropsis sp. di MEBIT adalah 0,311 g/L dengan produktivitas 0,019 gLˉ1
dˉ1, sedangkan biomassa media BG 11 yang diperoleh 0,256 g/L dengan
produktivitas 0,016 gLˉ1 dˉ1. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada MEBIT
diperoleh 30,65% dan 36,41% pada media BG 11 dari biomassa kering. Metode
verifikasi untuk penentuan protein yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
presisi 0,015% dengan % recovery 98% dan batas deteksi 7,8 µg/mL.
Kata kunci: Nannochloropsis sp., efluen biogas, industri tapioka, media kultivasi,
protein.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.
PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA
Oleh
SRI UTAMI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Baraja Kencana, Kecamatan
Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal
09 September 1994. Penulis merupakan anak bungsu dari
lima bersaudara dari pasangan bapak Sahid dan ibu
Waginem.
Penulis menyelesaikan pendidikan studi di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi
Braja Kencana pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) Negeri Braja Kencana tahun
2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Islam Yayasan Pendidikkan
Islam (YPI) 1 Braja Selebah tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas di SMA
Muhammadiyah Braja Selebah tahun 2013. Kemudian pada tahun 2013, penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bidikmisi
pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia analitik II
pada tahun 2016 dan kimia analisis lingkungan tahun 2017. Dalam penyelesaian
studi, penulis telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Krui,
Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah pada bulan Juli-Agustus tahun 2016. Pada
tahun 2016 penulis telah menyelesaikan kerja praktik lapangan di Unit Pelaksana
Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT LTSIT)
Universitas Lampung. Pada bulan September tahun 2018, penulis telah mengikuti
seminar Internasional ICASMI 2018 (The 2th International Conference on Applied
Sciences, Mathematics and Informatics) sebagai presenter.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti organisasi antara
lainsebagai Anggota Muda Rois, Kader Muda Himaki dan Anggota IKAM Lam-
Tim (Ikatan Mahasiswa Lampung Timur) (tahun 2013/2014), Sekretaris Biro
Keputrian UKMF Rois FMIPA Unila (tahun 2014/2015), Bendahara Umum
UKMF Rois FMIPA Unila (tahun 2015/2016) dan Bendahara Umum Birohmah
UKMU Unila (tahun 2016). Demikian riwayat hidup dari penulis, semoga
memberi manfaat bagi pembaca.
i
PERSEMBAHAN
Kepada Ayahanda dan Ibunda Tersayang
Ku persembahkan karya sederhana ini sebagai tanda kasih
sayang dan cinta serta tanggung jawab ku kepada mu.
Persembahan ini tak seberapa dibandingkan dengan semua
yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan kepada ku,
Sahid’s Family
Ku persembahkan karya sederhana ini pun untuk keluarga
tercinta: Mas Ikin’s Family, Mas Sodik’s Family, Mas
Wandi’s Family dan Mbak Ami’s Family,
Teman-teman seperjuangan :
CHETIR 2013 dan Sobat Hijrah 13
Seluruh pahlawan tanpa tanda jasa ku, yang telah
memberikan ilmunya kepada ku
Dan Almamater Ku Tercinta.
ii
MOTTO
“…Jadikanlah sabar dan shalat sebagai sebagai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Q.S. Al-Baqarah: 153)
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah: 8)
“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka
ialah yang menebasmu”
(Imam Syafi'i)
“Memberi sebab (usaha) untuk meraih akibat”
(Book Self Education)
“Jika kita benar bersungguh-sungguh maka Allah akan
berikan yang terbaik, karena Allah Maha Baik”
(Sri Utami)
iii
SANWACANA
Assalmu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “ Kultivasi dan Penentuan Kadar Protein Nannochloropsis
sp. pada Media Tumbuh Efluen Biogas Industri Tapioka “ adalah salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan, namun itu
dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha dari Allah SWT dan bantuan dan
dukungan semangat dari orang-orang yang hadir dalam kehidupan penulis. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Warsito, S.Si. DEA. Ph.D., selaku dekan FMIPA Unila;
2. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan FMIPA
Unila;
3. Ibu Dr. Eng Ni Luh Gede Ratna Juliasih, M.Si., selaku pembimbing utama
atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
iv
4. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
5. Ibu Rinawati, Ph.D., selaku penguji utama pada ujian skripsi, terima kasih
untuk masukan dan saran-saran yang telah diberikan;
6. Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.s., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing selama masa perkuliahan;
7. Ibu Dian Septiani Pratama, M. Sc., selaku pembimbing dan motivator, terima
kasih untuk dukungan, saran-saran dan kritik serta bantuannya;
8. Seluruh dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah mendidik dan
memotivasi penulis selama kuliah sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;
9. Bapak dan Ibu staf administrasi jurusan kimia FMIPA Unila;
10. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi. Bapak Sahid dan Ibu Waginem
yang menjadi motivator dan inspirator terbesar penulis, sehingga penulis
mampu menyelesaikan amanahnya sebagai mahasiswa. Terima kasih banyak
atas kasih sayang serta do’a yang telah Bapak dan Ibu Berikan kepada Uut,
mengajarkan arti berjuang, usaha dan kesabaran. Sampai kapan pun Uut tidak
bisa membalas kebaikan Bapak dan Ibu, bahkan dengan menggendong Bapak
dan Ibu dari sini sampai ke Mekah bolak-balik, tak dapat membalas kebaikan
mu. Semoga Allah senantiasa memberi Bapak dan Ibu kebahagian dunia dan
akhirat.;
11. Kakak tersayang, Mas Ikin (kakak pertama), Mas Sodik (Kakak kedua), Mas
Wandi (Kakak ketiga), Mbak Ami (Kakak keempat), terima kasih banyak atas
v
do’a, dukungan dan kasih sayangnya, yang selalu membuat penulis semangat
terus dalam menyelesaikan studi;
12. Keponakan tercinta, Dika, Nurul, Anang, Ana, Raisa, Ade, Alysa, Zaky, Faiz,
dan Naufal, terima kasih telah menambah keceriaan dan kebahagiaan dalam
hidup bulek;
13. Teman seperjuangan “ADS’S RESEARCH” di laboratorium UPT LTSIT,
Kak Arik, Citra, Gita, Celli, Riska (Mahmud), Fendi, Fitri (Dira), Rahma,
Berliana, Oklis, Rosi, Fitri (Inu) dan Jevi, terima kasih atas dukungan dan
motivasi serta kebersamaannya, sangat bahagia dan bersyukur dapat bersama
kalian;
14. Keluarga besar UPT LTSIT Universitas Lampung, terima kasih untuk
pengalaman dan pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis.
15. Sahabat tersayang, tercinta dan tercantik, Arni Nadiya Ardelita (Kakak
kedua) dan Melita Sari (Kakak ketiga), terima kasih untuk motivasi, do’a dan
perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih telah membuat
masa kuliah penulis menjadi lebih bermakna;
16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 (CHEMISTRY OF THIRTEEN
“CHETIR 2013”), terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan selama
perkuliahan. Bangga bisa bersama kalian orang-orang yang hebat. Sukses
untuk kita semua;
17. Adik-adik sepembimbing, angkatan 2014 (Agnes, Grace, Ismi, Diani ) dan
angkatan 2015 (Anisa, Vina, Rita, Meynisa), semangat dan sukses untuk
menyelesaikan penelitiannya;
vi
18. Teman sepembimbing, Rian Fadlya Amha dan Tika Cynthia, terima kasih
atas dukungan dan kerja samanya, “SEMANGAT SUKSES” untuk kita;
19. Pengurus Rois FMIPA Unila periode 2013/2014, 2014/2015 dan 2015/2016,
Jazzakumullah khairan katsiran atas bimbingan, pembelajaran dan
kebersamaannya. Terima kasih telah diizinkan mengerjakan laporan
praktikum di dalam surau;
20. Pengurus Birohmah periode 2016 kabinet Dinamis_Harmonis-Totalitas
(DIHATI), Jazzakumullah khairan katsiran untuk kebersamaannya dan
menularkan semangat totalitas kepada penulis;
21. Keluarga besar HIMAKI, terima kasih untuk pengalaman dan kebersamaan
yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
Sri Utami
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
C. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
A. Mikroalga ................................................................................... 7
B. Isolasi Mikroalga ........................................................................ 9
C. Faktor Pertumbuhan Mikroalga ................................................... 10
D. Fase Pertumbuhan Mikroalga ...................................................... 14
E. Kultivasi Mikroalga .................................................................... 16
F. Potensi dan Aplikasi Mikroalga .................................................. 18
G. Industri Tapioka.......................................................................... 19
H. Nannochloropsis sp. ................................................................... 23
I. Spektrofotometri Uv-Vis............................................................. 25
J. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry ......................... 27
K. Verifikasi Metode Analisis ......................................................... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 31
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 31
B. Alat dan Bahan ........................................................................... 31
viii
C. Prosedur Penelitian ..................................................................... 32
1. Penelitian Pendahuluan ......................................................... 32
a. Penyiapan Isolat Mikroalga. .......................................... 32
b. Sampling dan Analisis Efluen Biogas
Industri Tapioka ............................................................ 35
c. Penyiapan Media Pertumbuhan ..................................... 35
d. Adaptasi Nannochloropsis sp. ....................................... 36
2. Penelitian Lanjutan ............................................................... 36
a. Persiapan Media dan Peralatan ...................................... 36
b. Kultivasi Nannochloropsis sp.
pada MEBIT dan media BG 11 ..................................... 37
c. Pengamatan Pertumbuhan Nannochloropsis sp.............. 38
1) Kerapatan Optik (Optical Density) ............................ 38
2) Ekstraksi Klorofil a ................................................... 38
d. Pemanenan Nannochloropsis sp. ................................... 40
e. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry ........... 40
f. Verifikasi Metode Lowry .............................................. 42
(1) Presisi .................................................................... 42
(2) Akurasi .................................................................. 43
(3) Batas Deteksi (Limit of Detection =LOD) ............... 44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 45
A. Isolasi Nannochloropsis sp. ......................................................... 45
B. Perbanyakan Inokulum Nannochloropsis sp................................. 46
C. Karakteristik Efluen Biogas Industri Tapioka............................... 47
D. Adaptasi Nannochloropsis sp. ...................................................... 48
E. Kultivasi dan Pertumbuhan Nannochloropsis sp. ......................... 49
1. Optical Density (OD = 750 nm) ............................................. 50
2. Ekstraksi Klorofil a ................................................................ 52
(a) Panjang Gelombang Maksimum ....................................... 52
(b) Konsentrasi Klorofil a ...................................................... 54
F. Produksi Biomassa Nannochloropsis sp. ...................................... 55
ix
G. Kadar Protein Nannochloropsis sp. .............................................. 57
H. Verifikasi Metode ........................................................................ 61
a. Presisi .................................................................................... 61
b. Akurasi .................................................................................. 62
c. Batas Deteksi (Limit of Detection) ......................................... 63
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 65
A. Simpulan ........................................................................................ 65
B. Saran .......................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri tapioka .............. 21
2. Kriteria Nilai Simpangan Baku Relatif ..................................................... 29
3. Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel ...................... 30
4. Metode analisis efluen biogas industri tapioka .......................................... 35
5. Kondisi awal kultivasi Nannochloropsis sp. pada media
BG 11 dan MEBIT. .................................................................................. 37
6. Perlakuan kultur Nannochloroppsis sp. pada tahap kultivasi ..................... 38
7. Karakteristik efluen industri tapioka ......................................................... 48
8. Data absorbansi larutan standar BSA........................................................ 57
9. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan MEBIT ......... 58
10. Kandungan protein pada Nannochloropsis ............................................... 59
11. Data hasil uji presisi pada penentuan kadar protein Nannochloropsis sp.
dengan MEBIT ....................................................................................... 62
12. Data hasil uji akurasi pada penentuan kadar protein Nannochloropsis sp.
dengan MEBIT ....................................................................................... 63
13. Data hasil uji Limit of Detection (LOD) ................................................... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Fase pertumbuhan mikroalga.................................................................... 14
2. Diagram skematik untuk bioteknologi mikroalga ..................................... 19
3. Skema proses industri tapioka .................................................................. 20
4. Nannochloropsis sp .................................................................................. 23
5. Instrumen spektrofotometri Uv-Vis .......................................................... 26
6. Identifikasi Nannochloropsis sp. .............................................................. 45
7. Inokulum Nannochloropsis sp. pada media BG 11 ................................... 47
8. Adaptasi Nannochloropsis sp. pada berbagai penambahan efluen
biogas tapioka ......................................................................................... 49
9. Pertumbuhan Nannochloropsis sp. berdasarkan OD 750 nm
yang dikultivasi dalam media BG 11 dan MEBIT ................................... 50
10. Kurva penentuan panjng gelombang maksimum klorofil
Nannochloropsis sp .................................................................................. 53
11. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan
MEBIT berdasarkan konsentrasi klorofil a .............................................. 54
12. Produksi biomassa Nannochloropsis sp. dengan media BG 11 dan
MEBIT pada hari ke 16 ............................................................................ 55
13. Kurva standar BSA .................................................................................. 57
14. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan MEBIT ......... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Komposisi media BG 11 .......................................................................... 73
2. Data pertumbuhan Nannochloropsis sp. berdasarkan
OD dan klorofil a .................................................................................... 74
3. Perhitungan konsentrasi klorofil a Nannochloropsis sp. ........................... 76
4. Perhitungan produktivitas biomassa Nannochloropsis sp. ........................ 77
5. Perhitungan kadar nutrient dalam media .................................................. 78
6. Perhitungan kadar Protein Nannochloropsis sp. ....................................... 86
7. Perhitungan rata-rata konsentrasi dan kadar protein
terukur Nannochloropsis sp. .................................................................... 93
8. Perhitungan hasil uji presisi, akurasi dan batas deteksi ............................ 94
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Lampung merupakan daerah yang telah memproduksi singkong
dalam jumlah besar. Jumlah produksi singkong di provinsi Lampung pada
tahun 2016 mencapai 7.387.084 ton (BPS Provinsi Lampung, 2017).
Tingginya produksi singkong mendorong berdirinya industri tapioka sehingga
ada sekitar 70 industri tapioka yang telah berkembang di provinsi Lampung.
Menurut Rahmatul et al., (2013) bahwa industri tapioka menghasilkan 70 %
limbah.
Rahmatul et al., (2013) menjelaskan bahwa limbah yang dihasilkan dari
produksi tapioka berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri
tapioka biasanya berupa onggok untuk pakan ternak, adapun limbah cairnya
berupa limbah yang berasal dari proses ekstraksi. Menurut Yang et al., (2008)
bahwa limbah cair merupakan limbah yang paling berdampak terhadap
lingkungan karena masih mengandung bahan organik dan senyawa asam yang
berbahaya. Selain itu, berdasarkan Gustafon, (2015) bahwa, limbah cair
mengandung sejumlah nitrogen (N) dan fosfor (P).
2
Rahmatul et al., (2013) menjelaskan bahwa, limbah cair industri tapioka
mengandung COD (Chemical Oxygen Demand ) cukup tinggi. COD
merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan bahan
organik dalam air. Menurut Rahmatul et al., (2013) limbah cair industri
tapioka mengandung sekitar 7.000 - 30.000 mg/L. Adapun menurut
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No 05 Tahun 2014, karakteristik
COD untuk baku mutu air limbah tapioka ialah 300 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam limbah cair industri
tapioka masih diatas baku mutu, sehingga berpotensi menimbulkan
pencemaran lingkungan. Besarnya kandungan COD pada air limbah dapat
dimanfaatkan dalam memproduksi biogas melalui proses pengolahan secara
anaerobik, untuk mengurangi pencemaran lingkungan (Rahmatul et al.,
2013).
Pengolahan secara anaerobik adalah proses pengolahan bahan mudah terurai
(biodegradable), menjadi metana dan karbon dioksida oleh mikroorganisme
dalam lingkungan bebas oksigen (Gustafon, 2015). Dalam penelitian
Rahmatul et al., (2013) limbah cair tapioka yang dimanfaatkan menjadi
biogas dengan sistem anaerobik mampu menurunkan kadar COD sebesar
51,8% atau 3371 mg/L dari 7000 mg/L COD air limbah tapioka. Namun,
kadar COD tersebut masih diatas baku mutu air limbah tapioka yang telah
ditentukan pemerintah. Dalam proses pembuatan biogas dengan sistem
anaerobik tersebut, juga dihasilkan produk samping berupa limbah cair yang
disebut efluen (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
3
Efluen dari proses anaerobik mengandung unsur nitrogen, fosfor dan bahan
organik, sehingga dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber pupuk alami
untuk pertanian. Namun, penggunaan efluen yang berlebihan dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti menimbulkan bau, sumber air
bersih menjadi tercemar dan tanah menjadi rusak, oleh karena itu diperlukan
perlakuan tambahan sebelum dibuang (Abreu et al., 2012 dan Singh et al.,
2011).
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah
pencemaran tersebut ialah dengan memanfaatkan efluen sebagai media
kultivasi mikroalga. Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang
tumbuh dengan memanfaatkan energi matahari. Dalam proses fotosintesis,
mikroalga menghasilkan oksigen dan mengkonversi CO2 serta air menjadi
komponen organik karbon (misalnya, glukosa) untuk produksi biomassa (Xia
dan Murphy, 2016). Pemanfaatan efluen dari sistem anaerobik merupakan
alternatif sumber organik karbon dan nutrisi untuk mikroalga (Markou et al.,
2011).
Mikroorganisme fotosintetik seperti mikroalga ini, dapat dikultivasi dengan
sistem terbuka ataupun tertutup (Chen et al., 2011). Kultivasi menggunakan
CO2 dan cahaya sebagai sumber karbon dan energi dikenal dengan metode
fotoautotropik. Fotoautotropik memiliki kelemahan, seperti kepadatan sel
rendah dan masa kultivasi yang panjang (Yu et al., 2009). Alternatif metode
kultivasi yang lain ialah metode heterotropik dan mixotropik. Perbedaan
kultivasi heterotropik dan mixotropik ialah pada sumber karbon. Heterotropik
4
memanfaatkan senyawa organik sebagai sumber karbon tunggal, sedangkan
mixotropik memanfaatkan senyawa organik dan anorganik (misalnya CO2)
sebagai sumber karbon secara bersamaan (Dragone et al., 2010).
Kultivasi mikroalga dengan efluen secara signifikan dapat mengurangi
nitrogen, fosfor, bahan-bahan organik dan anorganik di dalamnya. Bahan-
bahan tersebut dimanfaatkan oleh mikroalga untuk memproduksi biomassa
(Chen et al., 2011). Kombinasi antara proses fotosintesis dan pemanfaatan
senyawa organik karbon pada kultivasi mixotropik dapat meningkatkan laju
pertumbuhan, mengurangi waktu kultivasi dan meningkatkan produktivitas
biomassa mikroalga. Beberapa studi melaporkan bahwa beberapa jenis
mikroalga seperti Chlorella pyrenoidosa, Scenedesmus obliquus dan
Nannochloropsis salina dari lingkungan air tawar ataupun laut dapat
dikultivasi pada efluen dari proses anaerobik (Xia dan Murphy, 2016).
Nannochloropsis sp. merupakan salah satu mikroalga laut yang dapat di
kultivasi dengan elfluen dari proses anaerobik. Dalam penelitian Cai et al.,
(2013) melaporkan bahwa Nannochloropsis salina dapat dikultivasi dengan
efluen dari proses anaerobik air limbah kota pada konsentrasi 6% dan
memiliki produktifitas biomassa 92 mg/hari dan pada konsentrasi 18 %
memiliki produktifitas 82 mg/hari. Menurut Mayers et al., (2017) kultivasi
Nannochloropsis sp. dengan efluen anaerobik memiliki kelebihan yaitu
mengurangi dampak lingkungan dan biaya penggunaan pupuk atau nutrisi
(seperti nitrogen dan fosfor) hingga > 90%. Selain itu, biomassa
Nannochloropsis sp. memiliki kandungan seperti protein, karbohidrat dan
5
lemak. Beberapa peneliti menjadikan Nannochloropsis sp. termasuk salah
satu mikroalga yang dimanfaatkan menjadi sumber lipid untuk memproduksi
biodiesel (Cai et al., 2013). Mayers et al., (2017) menyebutkan bahwa
Nannochloropsis sp. yang dikultivasi dengan efluen dari proses anaerobik
memiliki kandungan protein tinggi, sedangkan kadar lipid dan karbohidrat
rendah. Hullat et al., (2017) menjelaskan bahwa Nannochloropsis memiliki
kandungan protein 50-55% dan dapat digunakan menjadi sumber nutrisi
alternatif.
Berdasarkan uraian diatas bahwa kultivasi mikroalga menggunakan efluen
dari proses anaerobik sistem biogas mampu mengurangi dampak lingkungan
dan memproduksi biomassa Nannochloropsis sp. yang dapat diaplikasikan
menjadi sumber protein. Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan efluen
dari proses anaerobik sistem biogas industri tapioka untuk media tumbuh
Nannochloropsis sp. dan penentuan kadar protein.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media efluen biogas
industri tapioka (MEBIT).
2. Menentukan kandungan protein Nannochloropsis sp. yang dikultivasi
pada media efluen biogas industri tapioka.
6
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
potensi Nannochloropsis sp. yang dikultivasi dengan efluen dari proses
anaerobik sistem biogas sebagai sumber protein.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme mikroskopis bersel tunggal yang bersifat
fotosintetik dan biasa ditemukan secara alami dilingkungan air tawar atau
laut. Mikroalga menghasilkan senyawa kompleks seperti lipid, karbohidrat
dan protein (Mobin dan Alam, 2017). Mikroalga menggunakan cahaya dan
karbon dioksida untuk reproduksi sel-sel tubuh dan menghasilkan biomassa
serta menghasilkan 50% oksigen (Abdurachman et al., 2013). Mikroalga
berfotosintesis menghasilkan oksigen dan mengambil karbon dioksida (CO2)
dari lingkungannya, dengan reaksi sebagai berikut:
6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari C6H12O6 (glukosa) + 6 O2
(Andersen, 2005).
Klasifikasi mikroalga adalah sebagai berikut:
1. Chlorophyta (alga hijau)
Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak
sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme
prokariotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus. Alga tersebut
memiliki kloroplas, letak DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) berada dalam
8
sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga
hijau sebagaian besar berupa selulosa, meskipun ada beberapa yang tidak
mempunyai dinding sel. Alga ini mempunyai klorofil a dan beberapa
karotenoid serta biasanya berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi kultur
menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak
klorofil dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan alga hijau menyimpan zat
tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya menyimpan
minyak atau lemak.
2. Chrysophyta (Alga keemasan)
Alga keemasan sebagian besar termasuk jenis alga yang hidup di air tawar,
namun ada juga yang hidup di air laut. Beberapa anggota kelompok alga
ini memiliki flagella dan motil. Semua memiliki kloroplas dan memilki
DNA yang terdapat di dalam nukleus. Alga ini hanya memiliki klorofil a
dan c serta beberapa karotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan
warna kecoklatan. Alga ini seringkali dibudidayakan dalam bentuk
uniseluler pada usaha budidaya sebagai sumber pakan.
3. Cyanobacteria (Alga biru hijau)
Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling
primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial. Kelompok ini adalah organisme
prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel seperti yang ada pada
alga lainnya, contohnya nukleus dan kloroplas. Mereka hanya memiliki
klorofil a, namun mereka juga memiliki variasi fikobilin seperti halnya
karotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki beragam variasi sehingga
9
warnanya bisa bermacam-macam dari mulai hijau sampai ungu bahkan
merah. Alga biru hijau tidak memiliki flagella, namun memiliki filamen
yang membuat mereka bergerak ketika berhubungan dengan permukaan.
(Kawaroe et al., 2010).
B. Isolasi Mikroalga
Mikroalga dapat diperoleh salah satunya dengan isolasi. Tujuan isolasi
mikroalga yaitu untuk mendapatkan kultur murni sel tunggal. Ada lima
metode isolasi mikroalga antara lain :
1. Metode Isolasi secara Biologis
Metode ini dilakukan dengan berdasarkan pergerakan fitoplankton, yaitu
menggunakan pengaruh fototaksis positif organisme. Organisme akan
bergerak menuju cahaya, sehingga dapat dikumpulkan.
2. Metode Isolasi Pengenceran Berseri
Metode ini dilakukan dengan memindahkan sampel ke dalam beberapa
tabung reaksi dengan komposisi nutrien, suhu, dan cahaya yang cocok
untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.
3. Metode Pengulangan Sub-Kultur
Metode ini dilakukan apabila organisme yang terkumpul jumlah dan
jenisnya hanya sedikit, sehingga diperlukan nutrien, suhu dan intensitas
cahaya yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.
10
4. Metode Isolasi Pipet Kapiler
Metode isolasi dengan pipet kapiler dilakukan dengan cara meletakkan
sampel sebanyak 10-15 tetes ditengah-tengah cawan petri. Kemudian
memasukkan 6-8 tetes medium yang sesuai disekeliling sampel. Selanjut
memindahkan sampel pada salah satu tetesan media dengan pipet kapiler
steril. Kemudian mengamati sampel dalam pipet kapiler menggunakan
mikroskop sampai diperoleh organisme tunggal yang diinginkan.
5. Metode Isolasi Goresan
Metode ini dilakukan menggunakan media agar 1,5% yang dicampur
dengan air, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan terlarut sempurna
dan berwarna kuning jenuh. Selanjutnya larutan agar dituangkan ke dalam
cawan petri. Setelah sedikit membeku dilakukan penebaran fitoplankton
dengan cara menggoreskan ke media agar menggunakan ose. Pola
goresan tersebut ialah berbentuk zig-zag untuk mencegah kontaminasi
(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
C. Faktor Pertumbuhan Mikroalga
Dalam Hadiyanto dan Azim, (2012) adapun faktor-faktor yang mempengarui
pertumbuhan mikroalga antara lain:
1. Intensitas Cahaya
Cahaya menjadi faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga karena
dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Intensitas cahaya sering disebutkan
11
dalam satuan microEinsteins/m2s atau setara dengan satu mol photons.
Beberapa satuan lain seperti micromol/ m2s, Lux dan W/m2.
Aktivitas fotosintesis naik seiring kenaikan intensitas cahaya. Hal ini
menjadi penting apabila mikroalga dibiakkan pada kedalaman tertentu,
semakin dalam medium mikroalga, intensitas cahaya yang dibutuhkan
juga semakin tinggi (Jeon et al., 2005).
2. Suhu
Sebagian besar alga dapat tumbuh pada suhu antara 15-40°C. Beberapa
mikroalga dapat tumbuh subur pada kondisi suhu kisaran 24-26°C. Pada
suhu di bawah 16°C , mikroalga masih dapat tumbuh dalam keadaan
lambat. Namun pada suhu di atas 35°C, beberapa mikroalga dapat mati
atau lysis (pecah).
3. Nutrien
Nutrien adalah faktor penting dalam produksi biomassa alga. Sebagian
besar mikroalga membutuhkan makronutrien seperti karbon (C), nitrogen
(N), hidrogen (H), sulfur (S), kalium (K), magnesium (Mg) dan fosfor (P)
Mikronutrien digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan
metabolisme. Keberadaan mikronutrien tidak bisa diganti oleh zat lain.
Kebutuhan mikronutrien juga berbeda-beda berdasarkan habitat
mikroalga (air laut, payau atau tawar). Beberapa unsur mikronutrien
diantaranya, zat besi (Fe), boron (B), mangan (Mn), vanadium (Va),
silikon (Si), selenium (Se), cuprum (Cu), nikel (Ni), dan molybdinum
(Mo).
12
4. Oksigen
Oksigen menjadi faktor peganggu dalam pertumbuhan alga. Oksigen
dapat dihasilkan dari reaksi fotosintesis alga. Jumlah oksigen terlarut
dalam medium yang semakin tinggi, dapat membahayakan proses
fotosintesis (Lannan, 2011). Jika digunakan sistem budidaya bak terbuka
(open pond), gas oksigen akan mudah menguap. Sedangkan untuk kultur
tertutup, gas oksigen dapat terakumulasi pada medium dan menjadikan
racun (Graneli dan Salomon, 2010).
5. Karbon Dioksida
Karbon dioskida digunakan mikroalga untuk proses fotosintetis seperti
tumbuhan berklorofil lainnya. Ugwu et al., (2008) melakukan penelitian
bahwa transfer CO2 pada media dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
mikroalga.Tingginya kadar CO2 dalam media juga dapat mempengaruhi
pH. Kong et al., (2010) melakukan penelitian bahwa kadar CO2 semakin
tinggi yaitu diatas 33% dari komposisi udara normal, maka laju
pertumbuhan mikroalga menjadi terhambat.
6. pH
Nilai pH merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan
biologis mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Proses fotosintesis
merupakan proses mengambil CO2 yang terlarut di dalam air, dan
berakibat pada penurunan CO2 terlarut dalam air. Penurunan CO2 akan
meningkatkan pH. Dalam keadaan basa ion bikarbonat akan membentuk
ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga
13
keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion
karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan
melepaskan ion hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan
netral kembali, reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
HCO3 H+ + CO3-
CO3- HCO3
- + OH
Rata-rata pH untuk kultivasi sebagian besar spesies mikroalga antara 7-9
(Lavens dan Sorgeloos, 1996).
7. Salinitas
Salinitas merupakan jumlah keseluruhan garam yang terlarut dalam
volume tertentu (Effendi, 2003). Mikroalga air laut umumnya rentan
terhadap perubahan salinitas pada medium. Dunaliella salina dan
Spirulina platensis adalah contoh mikroalga yang dapat tumbuh subur
pada salinitas yang tinggi (Graneli dan Salomon, 2010).
8. Pengadukan
Pengadukan pada medium mikroalga dibutuhkan, agar tidak terjadi
pengendapan biomassa, selain itu difungsikan untuk pencampuran
nutrien, dan meningkatkan difusifitas gas CO2. Beberapa metode
pengadukan yang umum digunakan adalah bubling menggunakan udara
dan paddle atau pengaduk otomatis. Beberapa mikroalga dapat tumbuh
baik tanpa pengadukan jika konsentrasinya tidak terlalu pekat (Hadiyanto
dan Azim, 2012).
14
D. Fase Pertumbuhan Mikroalga
Berdasarkan biomassa dan jumlah sel dalam media, masa pertumbuhan
mikroalga dapat diukur. Fase pertumbuhan mikroalga dapat ditentukan
diawal pembibitan, baik dalam kondisi homogen maupun terakumulasi
(Becker, 1974 dalam Hadiyanto dan Azim, 2012). Adapun diagram fase
pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Fase pertumbuhan mikroalga (Lavens dan Sorgeloos, 1996)
1. Fase Lag
Fase lag adalah fase adaptasi mikroalga dalam medium baru. Pada
tahap ini mikroalga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri
karena lingkungan inokulum (bibit) cenderung berbeda dari lingkungan
sebelumnya.
2. Fase Eksponensial (fase log)
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan mikroalga dapat dihitung
berdasarkan kenaikan biomassa dan selisih waktu yang dibutuhkan.
Kecepatan pertumbuhan (growth rate) adalah salah satu indikasi
penting keberhasilan sel melalui fase adaptasi. Durasi fase eksponensial
15
bergantung pada volume inokulum, kecepatan pertumbuhan, media dan
kondisi lingkungan untuk mendukung pertumbuhan alga. Fase
eksponensial ditandai dengan terjadinya periode pertumbuhan yang
cepat, sel membelah dengan laju konstan, aktivitas metabolik konstan,
dan keadaan pertumbuhan seimbang antara pemberian nutrien dengan
kenaikan biomassa mikroalga. Pada fase ini dapat dilakukan pemanenan
biomassa sehingga hasil yang didapatkan akan maksimum.
3. Penurunan Fase Log
Penurunan pertumbuhan secara umum dipengaruhi oleh biomassa yang
telah mencapai tahap populasi maksimum, sehingga kebutuhan
makanan pada medium menjadi berkurang. Selain itu fase penurunan
pertumbuhan mikroalga dapat dipengaruhi oleh sumber cahaya, dan
akumulasi oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesis. Akumulasi
oksigen dapat mempengaruhi keasaman sel. Sedangkan jumlah sel yang
semakin banyak dapat menghalangi cahaya masuk ke medium.
4. Fase Stasioner
Fase stasioner adalah fase di mana tidak ada lagi pertumbuhan
mikroalga, atau kecepatan pertumbuhan (growth rate) menjadi nol.
Jumlah sel mikroalga yang hidup sama dengan jumlah sel yang mati.
5. Fase Kematian
Pada fase ini jumlah sel mikroalga yang mati lebih banyak dari jumlah
sel yang hidup. Nutrien semakin menipis (bahkan habis), cadangan
makanan dalam tubuh sel menjadi berkurang, dan penumpukan racun
16
semakin meningkat. Pada fase ini sel yang mati bahkan dapat lisis
(pecah) dan larut ke dalam medium (Hadiyanto dan Azim, 2012).
E. Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga merupakan proses pembudidayaan mikroalga yang
bertujuan untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah sel mikroalga
sehingga diperoleh biomassa sesuai dengan yang diinginkan (Hadiyanto dan
Azim, 2012). Karakteristik pertumbuhan dan komposisi mikroalga dapat
diketahui secara signifikan tergantung pada kondisi kultivasi. Beberapa
mikroalga dapat tumbuh melalui metabolisme dengan cahaya dan atau adanya
organik karbon sebagai sumber energi (Chojnacka and Marquez-Rocha,
2004). Berdasarkan energi dan sumber karbon, ada empat kondisi utama
dalam kultivasi mikroalga yaitu :
1. Kultivasi Phototrophic
Kultivasi phototrophic merupakan kultivasi yang menggunakan cahaya,
seperti cahaya matahari sebagai sumber energi dan karbon anorganik
(misalnya CO2) sebagai sumber karbon untuk membentuk energi kimia
melalui fotosintesis (Huang et al., 2010).
2. Kultivasi Heterotrophic
Beberapa mikroalga tidak hanya tumbuh dibawah kondisi phototrophic,
tapi juga menggunakan karbon organik dalam kondisi gelap. Kondisi saat
mikroalga menggunakan karbon organik sebagai sumber energi dan
17
karbon ini disebut kultivasi heterotrophic (Chojnacka and Marquez-
Rocha, 2004).
3. Kultivasi Mixotrophic
Kultivasi mixotrophic adalah ketika mikroalga mengalami fotosintesis
dan menggunakan senyawa organik dan karbon anorganik (CO2) sebagai
sumber karbon untuk pertumbuhan. Hal ini menunjukan bahwa mikroalga
dapat hidup di bawah kondisi phototrophic atau heterotrophic dan atau
keduanya. Mikroalga mengasimilasi senyawa organik dan CO2 sebagai
sumber karbon, dan CO2 yang dilepaskan oleh mikroalga melalui respirasi
akan terisolasi dan digunakan kembali ecara fototrophic (Mata et al.,
2010).
4. Kultivasi photoheterotrophic
Kultivasi photoheterotrophic merupaka kultivasi mikroalga yang
memerlukan cahaya pada saat menggunakan senyawa organik sebagai
sumber karbon. Perbedaan utama dengan kultivasi mixhotrophic adalah
bahwa kultivasi photoheterotrophic membutuhkan cahaya sebagai sumber
energi, sedangkan mixhotrophic hanya dapat menggunakan senyawa
organik saja. Kultivasi fotoheterotrophic membutuhkan keduanya yaitu
gula atau organik karbon dan cahaya pada saat bersamaan dalam proses
kultivasinya(Chojnacka dan Marquez-Rocha, 2004).
18
F. Potensi dan Aplikasi Mikroalga
Mikroalga memiliki lebih dari 300.000 spesies, ada sekitar 30.000 telah
didokumentasi. Mikroalga menghasilkan beberapa bio-product yang
bermanfaat seperti karotenoid (terutama β-karoten), Astaxanthin,
Docosahexaenoic Acid (DHA), Eicosapentaenoic Acid (EPA), pigmen,
pewarna alami, polisakarida, antioksidan dan ekstrak alga. Kultivasi
mikroalga secara komersial telah dilakukan dalam lima dekade belakangan.
Adapun beberapa aplikasi mikroalga secara komersial antara lain: (1) Produk
industri: biofuel, kosmetik, absorben; (2) Pakan ternak; (3) Pewarna alami
untuk makanan (es krim, jelly,permen, jus) dan (4) Industri farmasi:
antibakteri, antibiotik, pengental (Dufosse et al., 2005).
Mikroalga juga berpotensi untuk mengurangi masalah lingkungan seperti efek
rumah kaca dan pencemaran air limbah industri. Mikroalga dapat
memanfaatkan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik dari
industri melalui fotosintesis. Selain itu, beberapa jenis mikroalga memiliki
kemampuan untuk menyerap fosfor dan nitrogen yang terkandung dalam
limbah (Harun et al., 2010). Adapun proses untuk pengembangan produk dari
mikroalga melalui pemanfaatan karbon dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
19
Gambar 2. Diagram skematik untuk bioteknologi mikroalga
(Harun et al., 2010).
G. Industri Tapioka
1. Proses Pembuatan Pati
Industri tapioka menghasilkan pati berkisar 25-30% dari singkong segar
yang diolah. Secara umum pembuatan tapioka dilakukan melalui proses
ekstraksi. Pada proses ektraksi diperlukan air dalam jumlah besar karena
pada tahap ini menentukan kualitas pati yang dihasilkan. Oleh karena itu,
industri tapioka merupakan industri yang menghasilkan polusi air dalam
jumlah besar, berupa limbah cair dengan konsentrasi polutan organik
yang sangat tinggi (Mai, 2006). Adapun skema pembuatan tapioka dapat
dilihat pada Gambar 3.
20
Gambar 3. Skema proses industri tapioka (Mai, 2006)
1. Limbah Cair Industri Tapioka
Limbah cair tapioka adalah limbah organik yang masih banyak mengandung
pati terlarut, asam hidrosianat (HCN) yang mudah terurai menjadi sianida,
nitrogen, fosfor dan senyawa organik (Utama et al.,2013). Limbah cair
tapioka yang belum mengalami pengolahan mempunyai beban pencemaran
yang cukup tinggi karena sebagian besar kandungannya adalah bahan
organik. Kandungan limbah cair seperti BOD, COD, TSS dan pH merupakan
parameter untuk menentukan kualitas limbah. Limbah cair tapioka
21
mengandung BOD sebesar 300-7500 mgL-1, COD sebesar 3100-200000
mgL-1 dan TSS (padatan terlarut) 1500-8500 mgL-1 (Muliawati, 2015).
Peraturan Mentri Lingkungan Hidup RI No 05 Tahun 2014, mengeluarkan
peraturan mengenai baku mutu air limbah industri tapioka, yaitu pada Tabel
1 sebagai berikut:
Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri tapioka
Parameter Kadar Maksimum
(mgL-1)
Beban Pencemaran
Maksimum (kgTon-1)
BOD5 150 4,5
COD 300 9
TSS 100 3
Sianida 0,3 0,009
pH
Debit limbah
maksimum
6,0-9,0
30 m3 per Ton produk tapioka
(Muliawati, 2015)
2. Pengolahan Air Limbah
Beberapa penelitian, menjelaskan bahwa pengolahan air limbah agroindustri
dapat dilakukan melalui pengolahan secara anaerobik. Proses anaerobik
dibagi menjadi empat tahap, antara lain:
a. Hidrolisis
Tahap pertama dalam proses anaerobik, dimana material partikulat
dipecah menjadi senyawa mudah larut yang dapat dihidrolisis menjadi
monomer sederhana. Pada dasarnya molekul organik besar seperti gula,
lemak dan protein diubah menjadi molekul organik yang lebih kecil
seperti asam amino, gula sederhana, asam lemak dan alkohol yang dapat
22
dikonsumsi oleh mikroorganisme dan digunakan sebagai sumber nutrien
dan energi.
b. Fermentasi
Tahap fermentasi disebut juga pengasaman atau acidogenesis merupakan
tahap kedua dari proses anaerobik. Pada tahap ini mikroorganisme
selanjutnya mendegradasi bahan organik terlarut dari tahap hidrolisis
menjadi asam organik utama (misalnya asam asetat, asam butirat, asam
laktat, dll), alkohol, amonia, karbon dioksida dan hidrogen oksida. Asam
lemak tidak terdegradasi pada tahap fermentasi, namun dapat
terdegradasi pada tahap oksidasi anaerobic.
c. Oksidasi Anaerobik
Tahap ketiga adalah oksidasi anaerobik atau asetogenesis, dimana produk
dari fermentasi beserta asam lemak akan terdegradasi lebih lanjut
menjadi substrat. Substrat yang terbentuk meliputi asetat, hidrogen dan
karbon dioksida yang akan dilanjutkan pada tahap terakhir yaitu
metanogenesis.
d. Metanogenesis
Tahap terakhir pencernaan anaerob adalah metanogenesis, di mana
metana dan karbon dioksida terbentuk. Pembentukan dilakukan oleh
metanogen yaitu kelompok mikroorganisme archaea. Metanogen ialah
mikroorganisme yang mendominasi pada tahap methanogenesis yang
bertanggung jawab untuk produksi metana sekitar 70% selama proses
anaerobik (Gustafon, 2015).
23
H. Nannochloropsis sp.
Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon, (2001)
sebagai berikut:
Regnum: Protista
Divisio: Chromophyta
Classis: Eustigmatophyceae
Ordo: Eustigmatales
Familia: Monodopsidaceae
Genus: Nannochloropsis
Spesies: Nannochloropsis sp. (Gambar 4)
Gambar 4. Nannochloropsis sp. (CSIRO, 2009)
Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga berwarna hijau kuning, berbentuk
bola, berukuran kecil dengan diamater 2-4 μm. Nannochloropsis sp. memiliki
dinding sel, mitokondria, kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.
Kloroplas berbentuk seperti lonceng yang terletak di tepi sel dan memiliki
stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya. Nannochloropsis
24
sp. dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil a dan c (Sleigh, 1989;
Brown et al., 1997).
Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit, dapat ditemukan hampir di semua
jenis perairan baik laut maupun tawar. Nannochloropsis sp. dapat tumbuh
pada salinitas 0-35 % . Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-
35 % dengan kisaran suhu optimal yaitu 25-30ºC. Nannochloropsis sp. dapat
tumbuh baik pada kisaran pH 8,0-9,5 dan intensitas cahaya 1.000-10.000 lux
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan gizi dan pigmen seperti
protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak (27,64 %), vitamin C (0,85 %)
dan klorofil a (0,89 %) (Anon et al., 2009). Lavens dan Sorgeloos, (1996)
melaporkan bahwa kandungan protein Nannochloropsis sp. sebesar 37 %,
karbohidrat 18 % dan lemak sebesar 7,8 % dalam berat kering.
Nannochloropsis sp. memiliki kandungan minyak mentah yang cukup tinggi
yaitu maksimal mencapai 68 % (Susilaningsih et al., 2009).
Nannochloropsis sp. mengandung vitamin B12 dan Eicosapentaenoic Acid
(EPA) masing-masing 30,5 % dan total kandungan omega 3 Higly
Unsaturated Fatty Acids (HUFAs) sebesar 42,7 %. Nannochloropsis sp. juga
mengandung komponen antioksidan yang tinggi seperti karotenoid,
astaxanthin, kantaxanthin, flavoxanthin, loraxanthin, neoxanthin dan
sebagian fenolik (Hasegawa et al., 1990).
25
I. Spektrofotometri Uv-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (Uv-Vis) adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar
ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm dan sinar
tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm.
Spektrofotometri digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi
atau diteruskan. Sinar radiasi monokromatik akan melewati larutan yang
mengandung senyawa yang dapat menyerap sinar radiasi tersebut (Harmita,
2006). Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer,
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer Uv-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur cahaya yang terserap oleh larutan pada panjang gelombang tertentu
berdasarkan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan liniearitas antara cahaya yang
terserap dengan konsentrasi larutan analit berbanding terbalik dengan cahaya
yang dihamburkan. Hukum Lambert-Beer tersebut dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut (Rohman, 2007):
A= a. b. c
Keterangan: A = Absorbansi; a = Absorpsivitas molar; b = Tebal kuvet (cm)
dan c = konsentrasi.
Menurut Khopkar (2003) Instrumen Spektrofotometri Uv-Vis antara lain
terdiri dari: (1) Sumber cahaya, (2) Monokromator, (3) Wadah sampel
26
(Kuvet), (4) Detektor dan (5) Visual Display/Recorder. Secara sederhana
instrumen spektrofotometeri dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut.
Gambar 5. Instrumen spektrofotometri Uv-Vis
(https://wocono.wordpress.com)
Adapun prinsip kerja spektrofotometri yaitu cahaya yang berasal dari lampu
deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis diteruskan melalui
lensa menuju ke monokromator. Monokromator kemudian akan mengubah
cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas
cahya dengan panjang gelombang tertentu kemudian akan dilewatkan pada
sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena
itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan.
Cahaya yang dilewatkan tersebut kemudian diterima oleh detektor. Detektor
kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya
yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi
zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat
dalam sampel secara kuantitatif (Triyati, 1985).
27
J. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry
Meode Lowry merupakan metode perkembangan lebih lanjut dari metode
Biuret. Metode Lowry menggabungkan reaksi Biuret dengan reduksi reagen
Folin-Ciocalteau fenol (asam fosfomolibdat-fosfotungstat) oleh residu tirosin
dan triptofan dalam protein. Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada
panjang gelombang 750 nm (sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein
tinggi) atau 500 nm (mempunyai sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein
tinggi) (Krohn, 2005).
Konsentrasi protein diukur berdasarkan absorbansi pada panjang gelombang
tertentu. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu
dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan
absorbansi. Larutan yang umum digunakan sebagai standar ialah Bovine
Serum Albumin (BSA). Pada umumnya analisis dengan metode Lowry 100-
1000 kali lebih sensitif daripada metode yang lain, kurang terganggu oleh
turbiditas sampel, lebih spesifik daripada metode lainnya, sederhana, dapat
diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam (Peterson, 1979).
K. Verifikasi Metode Analisis
Verifikasi metode merupakan konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu
metode dilengkapi dengan bukti-bukti yang obyektif, yang memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan. Tujuan verifikasi
metode adalah untuk membuktikan bahwa sebuah laboratorium memiliki
28
data kinerja. Adapun menurut Riyanto, (2014). parameter dalam verifikasi
metode uji antara lain:
1. Presisi
Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil individual dari rata-rata, jika prosedur yang diterapkan secara
berulang pada sampel yang sama. Presisi diukur sebagai simpangan baku
atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Pengujian presisi atau
keseksamaan biasanya dilakukan 6-15 kali replikasi pada sampel tunggal
untuk masing-masing konsentrasi. Suatu metode dinyatakan presisi
(seksama) jika metode tersebut memberikan simpangan baku realatif
(RSD) atau koefisien variasi (CV) 2 %. Namun kriteria tersebut fleksibel,
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan
kondisi laboratorium. Pengukuran presisi dapat ditentukan dengan
menghitung nilai simpangan baku (SD) dan dari nilai simpangan baku
tersebut dapat dihitung nilai koefisien variasi dengan rumus sebagai
berikut (AOAC, 2005):
SD =
1
1
n
XXin
i
RSD % = %100X
SD
Keterangan : SD = Standar Deviasi; X̅ = Nilai Rata-rata; Xi = Nilai dari
masing-masing pengukuran; n = Ulangan dan RSD = Relatif Standar
29
Deviation. Kriteria nilai simpangan baku relatif (% RSD) dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kriteria Nilai Simpangan Baku Relatif
Nilai RSD Keterangan
RSD ≤ 1% Sangat Teliti
2% < RSD ≤ 2% Teliti
2% < RSD ≤ 5% Ketelitian Sedang
RSD > 5% Tidak Teliti
Sumber : (AOAC, 2005)
2. Akurasi
Akurasi merupakan parameter yang menunjukkan derajat kedekatan antara
hasil analis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Persen perolehan kembali (recovery) dapat ditetapkan dengan persamaan
sebagai berikut:
% Recovery= C1-C2
C3×100 %
Keterangan : C1 = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari
pengukuran, C2 = konsentrasi sampel sebenarnya dan C3 = konsentrasi
analit yang ditambahkan (AOAC, 2005).
Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai
benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replikasi analisis semakin
dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode
tersebut (Khan, 1996). Adapun rentang kesalahan yang dibolehkan pada
konsentrasi analit matriks dapat dilihat pada Tabel 3.
30
Tabel 3. Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel
Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)
10 < A ≤ 100 (%) 98-102
1 < A ≤ 10 (%) 97-103
0,1 < A ≤ 1 (%) 95-105
0,001 < A ≤ 0,1 (%) 90-107
100 ppb < A ≤ 1 ppm 80-110
10 pbb < A ≤ 100 pbb 60-115
1 pbb < A ≤ 10 pbb 40-120
Sumber: (AOAC, 2005)
3. Batas Deteksi (Limit of Detection =LOD)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko
beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. Batas deteksi
dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Q = k × Sb
Sl
Keterangan : Q = LOD (batas deteksi); k = konstanta (3 untuk batas
deteksi) Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko; Sl = arah garis
linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi =
slope (b pada persamaan garis y = a+bx) (AOAC, 2005).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai dengan April 2018
di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik
KERN:ABS 220-4, orbital shaker, pH meter High Accuracy Digital,
centrifuge Hitachi CF16RX II, aerator, lampu TL (Tube Light) 35 Watt, oven,
mikroskop ZEISS Axio Imager.Z2m, jarum ose, kaca preparat, mikropipet
Wiggen Hauser (10-100 µL) , vortex mixer, spektrofotometer UV-Vis Varian
Carry 50 Probe, dan alat alat gelas yaitu labu erlenmeyer, tabung reaksi,
gelas kimia, labu takar, gelas ukur, dan pipet ukur.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu inokulum Nannochloropsis sp., air laut
steril, media kultivasi yaitu efluen biogas industri tapioka (MEBIT) dan
media standar BG 11 (Blue-Green Medium). MEBIT terdiri dari efluen,
larutan pupuk TSP, Urea dan ZA, sedangkan media BG 11 terdiri NaNO3,
32
Na2HPO4∙2H2O, MgSO4∙7H2O, CaCl2∙2H2O, Citric Acid, Ferric Citrate,
Na2EDTA∙2H2O, Na2CO3, Trace Metal solution (H3BO3, MnCl2∙4H2O,
ZnSO4∙7H2O, Na2MoO4∙2H2O, CuSO4∙5H2O, Co(NO3)2∙6H2O) dan vitamin
(Cyanocobalamin (B12) dan Thiamin (B1) ), methanol digunakan untuk
ekstraksi klorofil, larutan pereaksi untuk analisis protein terdiri dari: buffer
posfat pH 7, pereaksi A (Na2CO3 dan NaOH), pereaksi B (CuSO4∙5H2O dan
Na/K tartarat), (Komposisi media BG 11 dapat dilihat di Lampiran 1), reagen
folin ciocalteu dan larutan standar BSA (Bovine Serum Albumin), akuades
serta bahan-bahan pendukung seperti tisu, alumunium foil dan sebagainya.
C. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Prosedur pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan isolat
Nannochloropsis sp. sebagai inokulum yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Selain itu juga, untuk mengetahui beberapa karakteristik
efluen biogas industri tapioka sebagai media pertumbuhan.
a. Penyiapan Isolat Mikroalga
(1) Pengambilan Biota Laut
Sampel diambil pada spesimen biota laut (Akar Bakau) di Pantai
Dewi Mandapa, Pesawaran, Lampung. Metode pengambilan
sampel mengacu pada metode Andersen, (2005) dan Guillard
(1975) yang dimodifikasi. Adapun tahapan pengambilan sampel
adalah sebagai berikut:
33
i) Peralatan dan media kultur yang akan digunakan disterilisasi
terlebih dahulu menggunakan autoclave.
ii) Sampel diambil kemudian dipotong 1x1 cm, lalu dimasukkan
ke dalam botol sampel yang telah berisi media cair.
Pengambilan dan pemindahan sampel dilakukan secara
aseptik.
iii) Botol yang berisi sampel diberi kode sampel, lalu segera
dimasukkan ke dalam ice box dan diberi es sebagai pendingin.
iv) Sampel dibawa ke laboratorium dengan hati-hati.
(2) Kultivasi Biota Laut
Kultivasi ini bertujuan untuk menumbuhkan mikroalga yang
bersimbiosis pada biota laut. Sampel yang telah diambil,
dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang mengandung
media BG 11 sebanyak 100 mL dan diberi aerasi serta
pencahayaan menggunakan lampu TL (Tube Light) 35 Watt pada
jarak 15 cm yang menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan
periode pencahayaan 24:0 jam pada suhu 26°C. Setelah 7 hari,
dilakukan pemeriksaan pada sampel menggunakan mikroskop
ZEISS Axio Imager.Z2m untuk mengetahui jenis mikroalga yang
tumbuh.
(3) Isolasi Mikroalga
Isolasi mikroalga bertujuan untuk memperoleh monospesies
mikroalga dan memurnikan dari kontaminasi mikroorganisme lain
34
seperti jamur dan bakteri. Isolasi mikroalga dilakukan dengan
media agar BG 11 mengacu pada Morais (2007).
(4) Subkultur dan Identifikasi Isolat Nannochloropsis sp.
Subkultur isolat mikroalga bertujuan untuk memperbanyak bibit
mikroalga. Isolat mikroalga yang telah dikultur 20 hari, kemudian
dikultivasi dengan media BG 11 100 mL. Masing-masing kultur
dimurnikan dengan mengalirkan gas CO2 dengan laju alir 15
L/menit selama 1 menit, lalu diinkubasi pada periode gelap selama
24 jam (Andersen, 2005). Selanjutnya, kultur mikroalga dishaker
dengan kecepatan 100 rpm dan diberi pencahayaan dengan lampu
TL 35 Watt pada jarak 15 cm yang menghasilkan intensitas
cahaya 2593 lux dan periode pencahayaan 24:0 jam. Setelah 7
hari, kultur di periksa dan diidentifikasi kembali menggunakan
mikroskop ZEISS Axio Imager.Z2m.
(5) Perbanyakan Inokulum Nannochloropsis sp.
Stok isolat mikroalga 10 % (v/v) dikultivasi pada suhu 26ºC dalam
erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan media BG 11 sampai tanda
batas. Pada saat kultivasi diberikan aerasi dan pencahayaan
menggunakan lampu TL 35 Watt pada jarak 15 cm yang
menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan periode pencahayaan
24:0 jam. Kultivasi mikroalga dilakukan secara bertahap sampai
volume kultur mencapai 1000 mL.
35
b. Sampling dan Analisis Efluen Biogas Industri Tapioka
Efluen yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari CV.
Semangat Jaya, Desa Bangunsari, Kecamatan Negerikaton, Kabupaten
Pesawaran, Lampung Selatan. Efluen diambil dari bak equalisasi
(penampungan) limbah sebelum masuk ke perairan secara grab
sampling (pengambilan contoh sesaat). Metode pengambilan efluen
mengacu pada SNI 6989.59:2008. Efluen diambil yaitu sebanyak 5
liter. Sebelum digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga,
efluen disaring terlebih dahulu menggunakan kain saring berukuran
0,45µm. Selanjutnya efluen dianalisis menggunakan beberapa metode
seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Metode analisis efluen biogas industri tapioka
No Parameter Metode
1 pH pH meter
3 TDS (mg/L) TDS Meter
5 COD (mg/L) SNI 06-6989.15-2004
6 TP-PO4 (mg/L) SNI 06-6989.31-2005
7 TN (mg/L) Kjeldhal
8 TOC (mg/L) TOC Analyzer
c. Penyiapan Media Pertumbuhan
Media yang digunakan untuk kultivasi mikroalga dalam penelitian ini
meliputi media BG 11 (Canadian Phicological Culture Center, 2017)
dan MEBIT. Pada penelitian ini ditambahkan nutrien berupa pupuk
pertanian meliputi TSP (10 ppm) Urea (20 ppm), dan Za (30 ppm)
pada media MEBIT. Larutan pupuk masing-masing ditambahkan
sebanyak 1 mL untuk 1 liter volume kultur (Hermawan, 2016).
36
d. Adaptasi Nannochloropsis sp.
Tahap adaptasi ini bertujuan untuk mengetahui batas maksimal
penambahan efluen dari sistem biogas industri tapioka sebagai media
tumbuh Nannochloropsis sp. Pada tahap ini dilakukan variasi
konsentrasi efluen, sebanyak 1%, 3% dan 6% (v/v). Sebanyak 10 %
v/v Nannochloropsis sp. digunakan sebagai inokulum dalam skala 250
mL. Setiap media kultur pada efluen ditambahkan nutrien berupa
larutan pupuk ZA (0,25 mL), TSP (0,25 mL) dan Urea (0,25 mL)
(Syaichurrozi dan Jayanudin, 2016). Kultur tersebut kemudian diberi
aerasi dan pencahayaan dengan lampu TL 35 Watt pada jarak 15 cm
yang menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan periode
pencahayaan 24:0 jam.
2. Penelitian Lanjutan
a. Persiapan Media dan Peralatan
Sebelum mulai kultivasi, media yang disiapkan adalah media standar
(BG 11) dan media efluen biogas industri tapioka (MEBIT). Kedua
media tersebut dibuat dalam skala 2000 mL. Media BG 11 yang akan
digunakan untuk kultivasi disterilkan dengan autoclave pada suhu
121°C selama 15 menit.
Pembuatan MEBIT, diawali dengan mengambil efluen sebanyak 120
mL (merujuk pada hasil adaptasi yaitu 6% v/v). Ditambahkan nutrisi
tambahan pada MEBIT berupa larutan pupuk ZA, TSP dan Urea
37
masing-masing 1mL/L, selanjutnya ditambahkan air laut steril dan
ditepatkan sampai volume 2000 mL.
Sterilisasi alat mengacu pada Andersen, (2005). Peralatan yang akan
digunakan disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121°C selama 20
menit. Selanjutnya peralatan dikeringkan dengan vaccum oven pada
suhu 80°C.
b. Kultivasi Nannochloropsis sp. pada Media BG 11 dan MEBIT
Kultivasi Nannochloropsis sp. dilakukan pada dua media yaitu media
standar (BG 11) dan media efluen biogas industri tapioka (MEBIT).
Masing-masing media diatur kondisi lingkungannya seperti pH,
temperatur dan intensitas cahaya. Adapun kondisi lingkungan
kultivasi Nannochloropsis sp. dapat disajikan pada Tabe 5.
Tabel 5. Kondisi awal kultivasi Nannochloropsis sp. pada media BG
11 dan MEBIT.
No Kondisi Nilai
1 pH 7,9
2 Temperatur 26ºC
3 Intensitas Cahaya 2593 Lux
Inokulum Nannochloroppsis sp. yang ditambahkan sebanyak 10%
(v/v) dengan kepadatan sel 3,4x10ˉ6 g/L. Dalam tahap ini juga dibuat
media yang tidak ditambahkan inokulum Nannochloroppsis sp. yang
berfungsi sebagai kontrol. Adapun perlakuan kultur Nannochloroppsis
sp. pada tahap kultivasi disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:
38
Tabel 6. Perlakuan kultur Nannochloroppsis sp. pada tahap kultivasi
Kode
Sampel*
BG 11
(mL)
MEBIT
6%
(mL)
Inokulum
10% v/v
(mL)
Volume
Total
(mL)
K-BG11 2000
2000 U-BG11 1800 200
K-MEBIT 2000
U-MEBIT 1800 200
Keterangan:*K-BG11= Kontrol media BG 11, U-BG 11= Kultur BG
11, K-MEBIT = Kontrol Media MEBIT dan U-MEBIT =
Kultur MEBIT
c. Pengamatan pertumbuhan Nannochloropsis sp.
1) Kerapatan Optik (Optical Density)
Optical Density (OD) ditentukan dengan menggunakan
spektrofotometer varian carry 50 probe. Sebanyak 1 mL
inokulum Nannochloropsis sp. diambil menggunakan pipet
volumetrik, kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 750 nm (Griffiths et al., 2011). Pengamatan
pertumbuhan berdasarkan OD dilakukan selama 16 hari, diawali
hari ke 0 (t0) kultivasi.
2) Ekstraksi Klorofil a
(a) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Klorofil a
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang
maksimum klorofil a Nannochloropsis sp. yang stabil,
kemudian panjang gelombang maksimum yang diperoleh akan
digunakan sebagai metode untuk pengamatan pertumbuhan.
Metode penentuan panjang gelombang klorofil a mengacu
pada Amaral, (2012).
39
Stok inokulum Nannochloropsi sp. diambil dengan volume
berbeda-beda yaitu 0 mL, 2 mL, 4 mL 6 mL dan 8 mL.
Kemudian ditambahkan media sampai volume 10 mL. Sampel
diekstraksi menggunakan metanol. Setelah sampel diekstraksi,
ekstrak diukur menggunakan spektrofotometer Varian Carry
50 Probe pada rentang panjang gelombang 200 nm sampai 800
nm.
(b) Pengukuran Klorofil a
Pengukuran klorofil a untuk pengamatan pertumbuhan
Nannochloropsis sp. mengacu pada metode Becker, (1994)
Inokulum dari masing-masing media kultivasi (BG 11 dan
MEBIT), diekstraksi menggunakan metanol. Sampel diambil 1
mL disentrifugasi menggunakan sentrifugasi model micro one
pada 2600 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan
pellet mikroalga dibilas menggunakan akuades untuk
menghilangkan garam, lalu disentrifugasi kembali.
Pellet mikroalga ditambahkan 1 mL metanol lalu diultrasonik
selama 15 menit kemudian disentrifugasi, sehingga diperoleh
ekstrak Nannochloropsis sp. Ekstrak Nannochloropsis sp.
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang yang
telah ditentukan. Pengamatan pertumbuhan berdasarkan
konsentrasi klorofil a dilakukan selama 16 hari, diawali hari ke
40
0 (t0) kultivasi. Kadar klorofil a dapat dihitung menggunakan
persamaan (Becker,1994) sebagai berikut:
Klorofil a (µg/mL) = (16,5 × A665) - (8,3 × A650)
d. Pemanenan Nannochloropsis sp.
Pemanenan Nannochloropsis sp. mengacu pada metode (Handayani
dan Dessy, 2012). Kultur Nannochloropsis sp. dipanen pada fase
eksponensial . Pemanennan Nannochloropsis sp. dilakukan
menggunakan teknik sentrifugasi. Biomassa basah hasil sentrifugasi
dikeringkan menggunakana freeze-dryer selama 21 jam. Biomassa
yang telah kering ditimbang untuk mengetahui berat kering yang
diperoleh. Selanjutnya, produktivitas biomassa Nannochloropsis sp.
dapat dihitung menggunakan persamaan Singh.,et al (2015) sebagai
berikut:
Konsentrasi Biomassa = Berat Biomassa kering (g)
Volume Kultur (L)
Produktivitas Biomassa = Konsentrasi Biomassa (
gL⁄ )
Jumlah Hari Kultivasi
e. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry
Analisis protein dilakukan menggunakan metode Lowry (Lowry et al.,
1951). Adapun tahapan dalam analisis protein mikroalga sebagai
berikut:
41
1) Ekstraksi
Biomassa Nannochloropsis sp. yang telah di freeze-dry ditimbang
sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dengan 50 ml buffer fosfat
pH 7, disonifikasi selama 60 menit, lalu disentrifugasi pada suhu
4°C dengan kecepatan 4500 rpm selama 10 menit. Filtrat
dipisahkan dari endapan yang terbentuk.
2) Penentuan Kadar Protein Metode Lowry
a) Pembuatan Pereaksi
Pereaksi A : 2 g Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH
Pereaksi B : 5 mL CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 3
mL larutan Na/K tartarat 1%
Pereaksi C : 2 mL pereaksi B + 100 mL pereaksi A
Pereaksi D : Reagen folin cioceleau diencerkan dengan
aquadest (1:1)
Larutan Standar : Larutan BSA (Bovine Serum Albumin).
b) Metode
Filtrat hasil ekstraksi diambil sebanyak 1 mL lalu ditambahkan
akuades sebanyak 3 mL, dicampurkan dengan 5 mL pereaksi C
dan campuran diaduk rata menggunakan vortex selama 10
detik kemudian dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar.
Setelah itu ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan
diaduk dengan sempurna, didiamkan selama 30 menit pada
suhu kamar dalam keadaan gelap. Serapannya diukur
42
menggunakan spektrofotometer Uv -Vis Varian Cary 50 Probe
pada λ 650 nm. Untuk menentukan konsentrasi protein pada
mikroalga Nannochloropsis sp. digunakan kurva standar BSA
(Bovine Serum Albumin). Larutan standar BSA dibuat dengan
konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.
Kandungan protein biomassa mikroalga dapat dihitung
menggunakan persamaan Victoria et al., (2010) sebagai
berikut:
Protein (%, ww⁄ ) =
CVD
m×100 %
Keterangan :
C = Konsentrasi protein (mgL−1) dari kurva kalibrasi
V = Volume buffer yang digunakan untuk ekstraksi (L)
D = Faktor pengenceran
m = Berat biomassa (mg)
f. Verifikasi Metode Lowry
(1) Presisi
Presisi ditentukan dengan menganalisis protein dari ekstrak
Nannochloropsis sp. pada media MEBIT dengan metode Lowry,
dan dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali pada hari yang sama.
Presisi dapat diukur sebagai nilai standar deviasi relative (RSD).
Adapun nilai RSD dihitung menggunakan persamaan dari AOAC,
(2005) sebagai berikut :
43
SD=√∑ ( Xi - X )
2ni=1
n-1
%RSD=SD
X×100%
Keterangan :
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation
(2) Akurasi
Akurasi dilakukan dengan menambahkan larutan standar Bovine
Serum Albumine (BSA) 500 µg/mL ke dalam sampel ekstrak
Nannochloropsis sp. Sampel yang telah ditambahkan standar
dianalisis menggunakan metode Lowry. Analisis dilakukan
pengulangan sebanyak 6 kali. Selanjutnya nilai akurasi ditentukan
berdasarkan persen perolehan kembali atau % recovery. Persen
perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan persamaan
dari AOAC, (2005) dibawah ini:
% Recovery =(C1-C2)
C3 x 100 %
Keterangan:
C1 = Konsentrasi total sampel setelah penambahan baku (μg/mL)
C2 = Rata-rata konsentrasi sampel sebelum penambahan baku
(μg/mL)
44
C3 = Konsentrasi analit yang ditambahkan (μg/mL)
(3) Batas Deteksi (Limit of Detection = LOD)
Pada penelitian ini batas deteksi ditentukan berdasarkan kurva
kalibrasi linear. Batas deteksi dilakukan dengan pengukuran
larutan blanko. Larutan blanko terdiri dari larutan buffer posfat pH
7 sebanyak 1 mL, akuades 3 mL, pereaksi lowry 5 mL dan
pereaksi D 0,5 mL. Adapun batas deteksi dapat dihitung dengan
persamaan dari AOAC, (2005) sebagai berikut :
S (y
x⁄ )=√∑((y-yi))2
n-2
LOD=3×S(
yx⁄ )
b
Keterangan :
S (y
x⁄ ) = Standar Deviasi
b = Slope
LOD = Batas deteksi
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa :
Nannochloropsis sp. mampu tumbuh pada media MEBIT 6 % v/v dengan
OD 750 nm 0,14-1,48 dan konsentrasi klorofil a 1,27-13,51 µg/mL serta
pada akhir kultivasi diperoleh konsentrasi biomassa 0,311 g/L dengan
kadar protein 30,65%.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan logam
berat menggunakan AAS (Atomic absorption spectroscopy) atau ICP
(Inductively Coupled Plasma) untuk mengetahui kualitas biomassa sebagai
sumber protein yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, O., Mutiara, M., Buchori, L. 2013. Pengikatan Karbon dioksida
dengan Mikroalga (Chlorella vulgaris, Chlmydomonas sp, Spirullina sp)
dalam Upaya untuk Meningkatkan Kemurnian Biogas. Jurnal Teknologi
Kimia. 2: 212-216.
Abreu, A. P., Fernandes, B., Vicente, A. A., Teixeira, J., Dragone, G. 2012.
Mixotrophic Cultivation of Chlorella vulgaris Using Industrial Dairy
Waste as Organic Carbon Source. Bioresour Technol. 118: 61-66.
Adehoog., Simon, K. F. 2001. Marine ecological proceses. Great Britain.
London.
Amaral, M. F. P. 2012. Evaluation Concentration In Manure Based Media.
(Dissertations). Biosystems and Agricultural Engineering. University of
Kentucky. Lexington, Kentucky. 165 pp.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin
Station. Washington. London.
Andersen, R. A. 2005. Algal culturing technique. Elsevier Academic Press. UK.
596 hlm.
Anon, Sen M. A. T., Kocer, M. T., Erbas, H. 2009. Studies on Growth Marine
Microalgae in Batch Cultures: Nannochloropsis oculata
(Eustigmatophyta). Asian J. of Plant Sciences. 6: 642-644.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2016. Lampung dalam Angka 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Lampung.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI.06-6989.59-2008. Air dan Limbah-
Metoda Pengambilan Contoh Air Limbah. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta.
Becker, E.W. 1994. Microalgae : Biotechnology and Microbiology. Cambridge
University Press, Cambridge, UK, 1994. Diperoleh dari
https://books.google.co.id. Diakses pada tanggal 5 Juli 2018.
67
Brown, M. R., Jeffrey S.W., Volkman, J. K., Dunstan, G. A.1997. Nutritional
Properties of Microalgae for Marine Culture. Aquaculture.151: 315-331.
Cai, T., Stephen, Y., Park., Ratanachat, R., Yebo, L. 2013. Cultivation of
Nannochloropsis salina Using Unaerobic Digestion Effluent as a Nutrient
Source for Biofuel Production. Applied Energy. 108: 486-492.
Canadian Phicological Culture Center. 2017. BG-11 Medium (modified by
J.Acreman). Diperoleh dari https://uwaterloo.ca/canadian-phycological-
culture-centre/cultures/culture-media/bg-11. Diakses pada tanggal 1 Mei
2017.
Chen, C., Yeh, K., Aisyah, R., Lee, D., Chang, J. 2011. Cultivation
Photobioreactor Design and Harvesting of Microalgae for Biodiesel
Production: a Critical Review. Bioresour Technol. 102 (1):71-81.
Chojnacka, K., Marquez-Rocha, F. J. 2004. Kinetic and Stoichiometric
Relationships of the Energy and Carbon Metabolism in the Culture of
Microalgae. Biotechnology. 3: 21-34.
Clesceri, L.S., Greenberg, A.E., Eaton, A.D., 1998. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater, 20th ed. American Public Health
Association, Washington DC.
CSIRO. 2009. Nannochloropsis sp. http://www.scienceimage.csiro.
au/image/10697 diakses 07 Desember 2017.
Day, R. A., Underwood, A. L. 2002. Analisis kimia kuantitatif. Edisi Keenam.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 682 hlm.
[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Gramedia Pustaka. Indonesia.
Dragone, G., Bruno, F., Antonio, A., Vicente., Jose, A., Teixeira. 2010. Third
generation biofuels from microalgae. In: A. Mendez-Vilas (Ed).,
Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in
Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Chemical
Engineering Department, University of Coimbra. Portugal. Pp 524.
Dufosse, L., Galaup, P., Yaron, Anina., Shoshana, M. A., Blanc, P., Murthy, K. N.
C., Ravishankar, G. A. 2005. Microorganisms and Microalgaee as Source
of Pigmens for Food use: a Scientific Oddity or an Industrial Reality.
Trend in Food Science &Technology .16: 389-406.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius (Anggota IKAPI). Jakarta. 258 hlm.
68
Griffiths, M. J., Clive, G., Robert, P. V. H, Susan, T. L. H. 2011. Interference by
Pigment in the Estimation of Microalgal Biomass Concentration by
Optical Density. Journal of Microbiological Methods. 85: 119-123.
Guillard, R. R. L. 1975. Culture of Phytoplankton for Feeding
Marine.Invertebrates.In: Smith, M.L. and Chanley, M.H., Eds., Culture of
Marine Invertebrates Animals.Plenum Press. New York. Pp 29-60.
Gustafon, Y. A. 2015. Wastewater to Eenewable Energy at a Tapioca Factory in
Vietna. In-situ Ealuation of Anaerobic Covered Pond Preating High
Strength Industrial Wastewater. (Thesis). Water and Environmental
Engineering. Department of Chemical Engineering. Lund University.
Sweden. 70 pp.
Graneli, E., Salomon, P. S. 2010. Factor Influenceing Allelopathy and Toxicity in
Prymnesium parvum. Journal of The American Water Resources
Association. 46:1.
Hadiyanto., Azim, M. 2012. Mikroalga Sumber Pangan & Energi Masa Depan.
Edisi Pertama. UPT UNDIP Press. Semarang. 126 hlm.
Handayani, N. A., Dessy, A. 2012. Potensi mikroalga sebagai Sumber Biomasa,
dan Pengembangan Produk Turunannya. Jurnal Staf Pengajar Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 33(2): 58-65.
Harun, R., Singh, M., Forde, G. M., Danquah, M. K. 2010. Bioprocess
Engineering of Microalgae to Produce a Variety of Consumer Product.
Renewable and Sustainable Energy Reviews. 14: 1037-1047.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 3: 117-135.
Hermawan, L. S. 2006. Pertumbuhan dan Kandungan Nutrisi Tetraselmis sp. yang
Diisolasi dari Lampung Mangrove Center pada Kultur Skala Laboratorium
dengan Pupuk Proanalisis dan Pupuk Urea dengan Dosis Berbeda
(Skripsi). Universitas Lampung. 86 pp.
Hasegawa, T., Yoshikai, Y., Okuda, M., Nomoto, K. 1990. Accelerated
Restoration of the Leukocyte Number and Augmented Resistance Against
Escherichia Coli in Cyclophosphamide-Treated Rats Orally Administered
with a Hot Water Extract of Chlorella vulgaris. International Journal of
Immunopharmacology. 8: 883-891.
Huang, G. H., Chen, F., Wei, D., Zhang, X. W., Chen, G., 2010. Biodiesel
Production by Microalgal Biotechnology. Appl. Energ. 87: 38-46.
69
Hu, H. and K. Gao. 2006. Response of Growth and Fatty Acid Compositions of
Nannochloropsis sp. to Environmental Factors Under Elevated CO2
Concentration. Journal Biotechnol Lett. 28: 987-992.
Hulatt, C. J., Rene, H. W., Sylvie, B., Viswanath., K. 2017. Production of Fatty
Acids and Protein by Nannochloropsis in Flat-Plate Photobioreactors. Plos
One. 12:1.
Isnansetyo, A., Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. 116 hlm.
Jeon, M. W., Ali, M. B., Hahn E. J., Paek, K.Y. 2005. Effect of Photon Flux
Density on the Morphology, Photosynthesis, and Growth of a CAM
Orchid, Doritaenopsis during Postmicropropagation Acclimatization. Plant
Growth Regul. 45: 139-147.
Kawaroe, M., T. Prartono, A. Sunuddin, D. W., Sari, D., Augustine. 2010.
Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar.
IPB Press. Bogor. 150 hlm.
Khan, S., Mark A. J. 1996. Laboratory Statistics. 3th Edition. Mosby Year Book.
Missouri.
Khatoon, H., Abdu, N., Banerjee, S., Harun, N. 2018. Effects of Different
Salinities and pH on the Growth and Proximate Composition of
Nannochloropsis sp. and Tetraselmis sp . Isolated from South China Sea
Cultured Under Control and Natural Condition. International
Biodeterioration & Biodegradation. 95: 11-18.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. 429 hlm.
Kong, Q. X., Li, L., Martinez, B., Chen, P., Ruan, R. 2010. Culture of Microalgae
Chlamydomonas reinhardtii in Wastewater for Biomass Feedstock
Production. Applied Biochemistry and Biotechnology. 160: 9-18.
Krohn, R. I. 2005. The Colorimetric Detection and Quantitation of Total Protein.
Dalam Buku Handbook of Food Analytical Chemistry. Editor: Ronald E.
Wrolstad. John Wiley and Sons Inc. New Jersey.
Lannan, E. 2011. Scale-up of Algae Growth System to Cleanse Wastewater and
Produce Oils for Biodiesel Production. (Thesis). Rochester Institute of
Technology. Rochester, New York. 115 pp.
Lavens, P., Sorgeloos, P. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food
for Aquaculture, Fisheries Technical Paper, Food and Agriculture.
Organization of The United Nation. Rome. 295 hlm.
Lowry, O. H., Rosebrough, N. J., Farr, A. L., Randall, R. J., 1951. Protein
Measurement with the Folin Phenol Reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275.
70
Mai, H. N. P. 2006. Integrated Treatment of Tapioca Processing Industrial
Wastewater Based on Environmental Bio-technology. (Thesis).
Wageningen University. Netherlands. 180 pp.
Markou, G., Georgakakis, D. 2011. Cultivation of Filamentous Cyanobacteria
(Bluegreen Algae) in Agro Industrial Waste and Wastewater: a Review.
Applied Energy: 88: 3389-3401.
Mata, T. M., Martins, A. A., Caetano, N. S. 2010. Microalgae for Biodiesel
Production and Other Applications: a review. Renew Sust Energy.14: 217-
232.
Mayers, J. J., Anna, E. N., Eva, A., Kevin, J., Flynnc. 2017a. Nutrients from
Anaerobic Digestion Effluents for Cultivation of the Microalga
Nannochloropsis sp. Impact on Growth, Biochemical Composition and the
Potential for Post and Environmental Impact Savings. Algal Research. 26:
275-286.
Muliawati, W. 2015. Potensi Limbah Cair Organik Tapioka sebagai Penghasil
Energi Listrik Menggunakan Karbon cloth pada Sistem Microbial Fuel
Cells (MFCs) Double Chamber dengan Variasi Konsentrasi Katolit
KMNO4. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
153 pp.
Peterson, G. L. 1979. Review of the Folin phenol Protein Quantitation Method of
Lowry, Rosebrough, Farr and Randall. Anal. Biochem. 100: 201-220.
Rahmatul, R, H., Avief, N., Nonot, S., Siti, N. 2013. Produksi Biogas dari Limbah
Cair Industri Tepung Tapioka Dengan Reaktor Anaerobik 3.000 liter
berdistributor. Jurnal Teknik Pomits. 2(1): 2337-3539.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 490 hlm.
Riyanto. 2014a. Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Edisi 1. Deepublish. Yogyakarta.
139 hlm.
Rohyani, I. S., Ali, L. A. 2015. Pertumbuhan Tetraselmis dan Nannochloropsis
pada Skala Laboratorium. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON. 2:
296-299.
Singh, M., Reynolds, D. L., Das, K. C. 2011. Microalgal System for Treatment of
Effluent from Poultry Litter Anaerobic Digestion. Bioresour Technol. 102:
10841-10848.
71
Singh, P., Guldhe, A., Kumari, S., Rawat, I., Bux, F. 2015. Investigation of
Combined Effect of Nitrogen , Phosphorus and Iron on Lipid Productivity
of Microalgae Ankistrodesmus falcatus KJ671624 Using Response Surface
Methodology. Biochemical Engineering Journal. 94: 22-29.
Sleigh, M. A. 1989. Protista and other protist. Edward Arnold. London. 342 hlm.
Susilaningsih, D., Djohan, A. C., Widyaningrum, D. N., Anam, K. 2009.
Biodiesel from Indigenous Indonesian Marine Microalgae
Nannochloropsis sp. Journal of biotechnology. 2: 1979-9756.
Syaichurrozi, I., Jayanudin. 2016. Potensi Limbah Cair Tahu sebagai Media
Tumbuh Spirulina platensis. Jurnal Integrasi Proses. 6(2): 64-68.
Tibbetts, S. M., Bjornsson, W. J., Mcginn, P. J. 2015. Biochemical Composition
and Amino Acid Profiles of Nannochloropsis granulata Algal Biomass
bBfore and After Supercritical Fluid CO2 Extraction at Two Processing
Temperatures. Animal Feed Science and Technology. 204: 62-71.
Triyati, E.1985. Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Pusat Penelitian Ekologi Laut, Lembaga
Oseanologi Nasional-LIPI. Oseana, Jakarta. 1: 39-47.
Ugwu, C. U., Aoyagi, H., Uchiyama, H. 2008. Photobioreactors for Mass
Cultivation of Algae. Bioresource Technology. 99: 4021-4028.
Utama, A.W., Legowo, A. M., Al-Baarri, A. N. 2013. Produksi Alkohol dan
Produksi Gas pada Bioetanol dari Susu Rusak dengan Campuran Limbah
Tapioka. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2: 2.
Victoria, C., Lopez, G., Ceron, C., Gabriel, F., Fernandez, A., Segovia, C.,
Sevilla, F. 2010. Protein Measurements of Microalgal and Cyanobacterial
Biomass. Bioresource Technology. 101: 7587-7591.
Wang, X.L., Liu, C.L., Zang, X.C. 2002. Effect Of pH On The Growth, Total Lipid Content And Fatty Acid Composition Of The Marine Microalga Nannochloropsis
oculata. Marine Science 05: 23-31.
Wocono. 2013. Spektrofotometri Uv-Vis.
https://wocono.wordpress.com/2013/03/04/spektrofotometri-uv-vis.
diakses pada tanggal 30 Desember 2017.
Xia, A., Murphy, J. D. 2016. Microalgal Cultivation in Treating Liquid Digestate
from Biogas Systems. Article In Press. 12: 1331.
Yang, C., Zhong, Y., Ding, K., Zhang. 2008. Growth of Chlorella pyrenoidosa in
Wastewater from Cassava Ethanol Fermentation. World J Microbiol
Biotechnol. 24: 2919-2925.
72
Yu, H., Jia, S., Dai, Y. 2009. Growth characteristics of the Cyanobacterium
Nostoc Flagelliforme in Photoautotrophic, Mixotrophic and Heterotrophic
Cultivation. J Appl Phycol. 21 (1): 127-133.