kultivasi dan penentuan kadar protein nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/skripsi tanpa...

72
KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp. PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA (Skripsi) Oleh SRI UTAMI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

28 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.

PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA

(Skripsi)

Oleh

SRI UTAMI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

ABSTRACT

CULTIVATION OF Nannochloropsis sp. IN THE MEDIA FROM

EFFLUENT BIOGAS OF TAPIOCA INDUSTRIAL AND

DETERMINATION OF ITS PROTEIN CONTENT

By

SRI UTAMI

The cultivation of Nannochloropsis sp. in the media effluent biogas of tapioca

industrial (MEBIT) and determination of its protein content has been done. This

research included the isolation of Nannochloropsis sp. from marine biota in

mangrove roots obtained from The Dewi Mandapa coastal, Pesawaran, Lampung

and adaptation the inoculum Nannochloropsis sp. in the media MEBIT 1, 3, and

6% enriched with a solution of urea, ZA and TSP. The growth of Nannochloropsis

sp. was evaluated based on cell density (OD = Optical Density at 750 nm, the

concentration of chlorophyll a and biomass yields, which is compared to the

growth in standard medium (BG 11) media. The results showed that 6% (v/v)

MEBIT is appropriate for the growth of Nannochloropsis sp. Absorbance OD 750

nm Nannochloropsis sp. on MEBIT and media BG 11 is about 0.14 to 1.48 and

0.12 to 1.2. The concentration of chlorophyll a Nannochloropsis sp. on MEBIT

and media BG 11 reaches 1.27 to 13.51 mg/mL and 0.65 to 7.65 mg/mL. The

biomass concentration of Nannochloropsis sp. in MEBIT is 0.311 g/L with a

productivity of 0.019 gLˉ1 dˉ1 while the media biomass BG 11 gained 0.256 g/L

with a productivity of 0.016 gLˉ1 dˉ1. The protein content of Nannochloropsis sp.

growth in MEBIT obtained 30.65% and 36.41% in BG 11 media, of the dry

biomass. The verification method for the protein determination used in this

research has the precision of 0.015% with the % recovery of 98% with the

detection limit of 7.8 µg/mL.

Keywords : Nannochloropsis sp., effluent biogas, tapioca industry, cultivation

media, protein.

Page 3: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

ABSTRAK

KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.

PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA

Oleh

SRI UTAMI

Kultivasi Nannochloropsis sp. pada media efluen biogas industri tapioka (MEBIT)

dan penentuan kadar protein telah dilakukan. Metode penelitian ini meliputi

isolasi Nannochloropsis sp. dari biota laut (akar bakau) yang diperoleh dari

perairan Pantai Dewi Mandapa, Pesawaran, Lampung. Inokulum

Nannochloropsis sp. kemudian diadaptasi pada media MEBIT dengan variasi

efluen 1,3, dan 6% (v/v) diperkaya dengan larutan urea, ZA dan TSP.

Pertumbuhan Nannochloropsis sp. tersebut dievaluasi berdasarkan densitas sel

(OD = Optical Density) 750 nm, konsentrasi klorofil dan produksi biomassa, dan

dibandingkan dengan pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media standar (BG

11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MEBIT 6% (v / v) sesuai untuk

pertumbuhan Nannochloropsis sp. Absorbansi OD 750 nm Nannochloropsis sp.

pada MEBIT dan media BG 11 adalah sekitar 0,14-1,48 dan 0,12-1,2. Konsentrasi

klorofil a Nannochloropsis sp. pada MEBIT dan media BG 11 mencapai 1,27-

13,51 µg/mL dan 0,65-7,65 µg/mL. Adapun konsentrasi biomassa

Nannochloropsis sp. di MEBIT adalah 0,311 g/L dengan produktivitas 0,019 gLˉ1

dˉ1, sedangkan biomassa media BG 11 yang diperoleh 0,256 g/L dengan

produktivitas 0,016 gLˉ1 dˉ1. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada MEBIT

diperoleh 30,65% dan 36,41% pada media BG 11 dari biomassa kering. Metode

verifikasi untuk penentuan protein yang digunakan dalam penelitian ini memiliki

presisi 0,015% dengan % recovery 98% dan batas deteksi 7,8 µg/mL.

Kata kunci: Nannochloropsis sp., efluen biogas, industri tapioka, media kultivasi,

protein.

Page 4: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis sp.

PADA MEDIA TUMBUH EFLUEN BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA

Oleh

SRI UTAMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Page 5: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Page 6: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Page 7: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Baraja Kencana, Kecamatan

Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal

09 September 1994. Penulis merupakan anak bungsu dari

lima bersaudara dari pasangan bapak Sahid dan ibu

Waginem.

Penulis menyelesaikan pendidikan studi di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi

Braja Kencana pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) Negeri Braja Kencana tahun

2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Islam Yayasan Pendidikkan

Islam (YPI) 1 Braja Selebah tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas di SMA

Muhammadiyah Braja Selebah tahun 2013. Kemudian pada tahun 2013, penulis

terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2013.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bidikmisi

pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia analitik II

pada tahun 2016 dan kimia analisis lingkungan tahun 2017. Dalam penyelesaian

studi, penulis telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Krui,

Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah pada bulan Juli-Agustus tahun 2016. Pada

Page 8: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

tahun 2016 penulis telah menyelesaikan kerja praktik lapangan di Unit Pelaksana

Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT LTSIT)

Universitas Lampung. Pada bulan September tahun 2018, penulis telah mengikuti

seminar Internasional ICASMI 2018 (The 2th International Conference on Applied

Sciences, Mathematics and Informatics) sebagai presenter.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti organisasi antara

lainsebagai Anggota Muda Rois, Kader Muda Himaki dan Anggota IKAM Lam-

Tim (Ikatan Mahasiswa Lampung Timur) (tahun 2013/2014), Sekretaris Biro

Keputrian UKMF Rois FMIPA Unila (tahun 2014/2015), Bendahara Umum

UKMF Rois FMIPA Unila (tahun 2015/2016) dan Bendahara Umum Birohmah

UKMU Unila (tahun 2016). Demikian riwayat hidup dari penulis, semoga

memberi manfaat bagi pembaca.

Page 9: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

i

PERSEMBAHAN

Kepada Ayahanda dan Ibunda Tersayang

Ku persembahkan karya sederhana ini sebagai tanda kasih

sayang dan cinta serta tanggung jawab ku kepada mu.

Persembahan ini tak seberapa dibandingkan dengan semua

yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan kepada ku,

Sahid’s Family

Ku persembahkan karya sederhana ini pun untuk keluarga

tercinta: Mas Ikin’s Family, Mas Sodik’s Family, Mas

Wandi’s Family dan Mbak Ami’s Family,

Teman-teman seperjuangan :

CHETIR 2013 dan Sobat Hijrah 13

Seluruh pahlawan tanpa tanda jasa ku, yang telah

memberikan ilmunya kepada ku

Dan Almamater Ku Tercinta.

Page 10: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

ii

MOTTO

“…Jadikanlah sabar dan shalat sebagai sebagai penolongmu,

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Q.S. Al-Baqarah: 153)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”

(Q.S. Al-Insyirah: 8)

“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka

ialah yang menebasmu”

(Imam Syafi'i)

“Memberi sebab (usaha) untuk meraih akibat”

(Book Self Education)

“Jika kita benar bersungguh-sungguh maka Allah akan

berikan yang terbaik, karena Allah Maha Baik”

(Sri Utami)

Page 11: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

iii

SANWACANA

Assalmu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “ Kultivasi dan Penentuan Kadar Protein Nannochloropsis

sp. pada Media Tumbuh Efluen Biogas Industri Tapioka “ adalah salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan, namun itu

dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha dari Allah SWT dan bantuan dan

dukungan semangat dari orang-orang yang hadir dalam kehidupan penulis. Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Warsito, S.Si. DEA. Ph.D., selaku dekan FMIPA Unila;

2. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan FMIPA

Unila;

3. Ibu Dr. Eng Ni Luh Gede Ratna Juliasih, M.Si., selaku pembimbing utama

atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam

proses penyelesaian skripsi ini;

Page 12: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

iv

4. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

5. Ibu Rinawati, Ph.D., selaku penguji utama pada ujian skripsi, terima kasih

untuk masukan dan saran-saran yang telah diberikan;

6. Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.s., selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing selama masa perkuliahan;

7. Ibu Dian Septiani Pratama, M. Sc., selaku pembimbing dan motivator, terima

kasih untuk dukungan, saran-saran dan kritik serta bantuannya;

8. Seluruh dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah mendidik dan

memotivasi penulis selama kuliah sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

9. Bapak dan Ibu staf administrasi jurusan kimia FMIPA Unila;

10. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi. Bapak Sahid dan Ibu Waginem

yang menjadi motivator dan inspirator terbesar penulis, sehingga penulis

mampu menyelesaikan amanahnya sebagai mahasiswa. Terima kasih banyak

atas kasih sayang serta do’a yang telah Bapak dan Ibu Berikan kepada Uut,

mengajarkan arti berjuang, usaha dan kesabaran. Sampai kapan pun Uut tidak

bisa membalas kebaikan Bapak dan Ibu, bahkan dengan menggendong Bapak

dan Ibu dari sini sampai ke Mekah bolak-balik, tak dapat membalas kebaikan

mu. Semoga Allah senantiasa memberi Bapak dan Ibu kebahagian dunia dan

akhirat.;

11. Kakak tersayang, Mas Ikin (kakak pertama), Mas Sodik (Kakak kedua), Mas

Wandi (Kakak ketiga), Mbak Ami (Kakak keempat), terima kasih banyak atas

Page 13: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

v

do’a, dukungan dan kasih sayangnya, yang selalu membuat penulis semangat

terus dalam menyelesaikan studi;

12. Keponakan tercinta, Dika, Nurul, Anang, Ana, Raisa, Ade, Alysa, Zaky, Faiz,

dan Naufal, terima kasih telah menambah keceriaan dan kebahagiaan dalam

hidup bulek;

13. Teman seperjuangan “ADS’S RESEARCH” di laboratorium UPT LTSIT,

Kak Arik, Citra, Gita, Celli, Riska (Mahmud), Fendi, Fitri (Dira), Rahma,

Berliana, Oklis, Rosi, Fitri (Inu) dan Jevi, terima kasih atas dukungan dan

motivasi serta kebersamaannya, sangat bahagia dan bersyukur dapat bersama

kalian;

14. Keluarga besar UPT LTSIT Universitas Lampung, terima kasih untuk

pengalaman dan pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis.

15. Sahabat tersayang, tercinta dan tercantik, Arni Nadiya Ardelita (Kakak

kedua) dan Melita Sari (Kakak ketiga), terima kasih untuk motivasi, do’a dan

perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih telah membuat

masa kuliah penulis menjadi lebih bermakna;

16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 (CHEMISTRY OF THIRTEEN

“CHETIR 2013”), terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan selama

perkuliahan. Bangga bisa bersama kalian orang-orang yang hebat. Sukses

untuk kita semua;

17. Adik-adik sepembimbing, angkatan 2014 (Agnes, Grace, Ismi, Diani ) dan

angkatan 2015 (Anisa, Vina, Rita, Meynisa), semangat dan sukses untuk

menyelesaikan penelitiannya;

Page 14: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

vi

18. Teman sepembimbing, Rian Fadlya Amha dan Tika Cynthia, terima kasih

atas dukungan dan kerja samanya, “SEMANGAT SUKSES” untuk kita;

19. Pengurus Rois FMIPA Unila periode 2013/2014, 2014/2015 dan 2015/2016,

Jazzakumullah khairan katsiran atas bimbingan, pembelajaran dan

kebersamaannya. Terima kasih telah diizinkan mengerjakan laporan

praktikum di dalam surau;

20. Pengurus Birohmah periode 2016 kabinet Dinamis_Harmonis-Totalitas

(DIHATI), Jazzakumullah khairan katsiran untuk kebersamaannya dan

menularkan semangat totalitas kepada penulis;

21. Keluarga besar HIMAKI, terima kasih untuk pengalaman dan kebersamaan

yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandar Lampung, November 2018

Penulis

Sri Utami

Page 15: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

C. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7

A. Mikroalga ................................................................................... 7

B. Isolasi Mikroalga ........................................................................ 9

C. Faktor Pertumbuhan Mikroalga ................................................... 10

D. Fase Pertumbuhan Mikroalga ...................................................... 14

E. Kultivasi Mikroalga .................................................................... 16

F. Potensi dan Aplikasi Mikroalga .................................................. 18

G. Industri Tapioka.......................................................................... 19

H. Nannochloropsis sp. ................................................................... 23

I. Spektrofotometri Uv-Vis............................................................. 25

J. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry ......................... 27

K. Verifikasi Metode Analisis ......................................................... 27

III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 31

A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 31

B. Alat dan Bahan ........................................................................... 31

Page 16: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

viii

C. Prosedur Penelitian ..................................................................... 32

1. Penelitian Pendahuluan ......................................................... 32

a. Penyiapan Isolat Mikroalga. .......................................... 32

b. Sampling dan Analisis Efluen Biogas

Industri Tapioka ............................................................ 35

c. Penyiapan Media Pertumbuhan ..................................... 35

d. Adaptasi Nannochloropsis sp. ....................................... 36

2. Penelitian Lanjutan ............................................................... 36

a. Persiapan Media dan Peralatan ...................................... 36

b. Kultivasi Nannochloropsis sp.

pada MEBIT dan media BG 11 ..................................... 37

c. Pengamatan Pertumbuhan Nannochloropsis sp.............. 38

1) Kerapatan Optik (Optical Density) ............................ 38

2) Ekstraksi Klorofil a ................................................... 38

d. Pemanenan Nannochloropsis sp. ................................... 40

e. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry ........... 40

f. Verifikasi Metode Lowry .............................................. 42

(1) Presisi .................................................................... 42

(2) Akurasi .................................................................. 43

(3) Batas Deteksi (Limit of Detection =LOD) ............... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 45

A. Isolasi Nannochloropsis sp. ......................................................... 45

B. Perbanyakan Inokulum Nannochloropsis sp................................. 46

C. Karakteristik Efluen Biogas Industri Tapioka............................... 47

D. Adaptasi Nannochloropsis sp. ...................................................... 48

E. Kultivasi dan Pertumbuhan Nannochloropsis sp. ......................... 49

1. Optical Density (OD = 750 nm) ............................................. 50

2. Ekstraksi Klorofil a ................................................................ 52

(a) Panjang Gelombang Maksimum ....................................... 52

(b) Konsentrasi Klorofil a ...................................................... 54

F. Produksi Biomassa Nannochloropsis sp. ...................................... 55

Page 17: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

ix

G. Kadar Protein Nannochloropsis sp. .............................................. 57

H. Verifikasi Metode ........................................................................ 61

a. Presisi .................................................................................... 61

b. Akurasi .................................................................................. 62

c. Batas Deteksi (Limit of Detection) ......................................... 63

V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 65

A. Simpulan ........................................................................................ 65

B. Saran .......................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 18: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri tapioka .............. 21

2. Kriteria Nilai Simpangan Baku Relatif ..................................................... 29

3. Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel ...................... 30

4. Metode analisis efluen biogas industri tapioka .......................................... 35

5. Kondisi awal kultivasi Nannochloropsis sp. pada media

BG 11 dan MEBIT. .................................................................................. 37

6. Perlakuan kultur Nannochloroppsis sp. pada tahap kultivasi ..................... 38

7. Karakteristik efluen industri tapioka ......................................................... 48

8. Data absorbansi larutan standar BSA........................................................ 57

9. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan MEBIT ......... 58

10. Kandungan protein pada Nannochloropsis ............................................... 59

11. Data hasil uji presisi pada penentuan kadar protein Nannochloropsis sp.

dengan MEBIT ....................................................................................... 62

12. Data hasil uji akurasi pada penentuan kadar protein Nannochloropsis sp.

dengan MEBIT ....................................................................................... 63

13. Data hasil uji Limit of Detection (LOD) ................................................... 64

Page 19: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fase pertumbuhan mikroalga.................................................................... 14

2. Diagram skematik untuk bioteknologi mikroalga ..................................... 19

3. Skema proses industri tapioka .................................................................. 20

4. Nannochloropsis sp .................................................................................. 23

5. Instrumen spektrofotometri Uv-Vis .......................................................... 26

6. Identifikasi Nannochloropsis sp. .............................................................. 45

7. Inokulum Nannochloropsis sp. pada media BG 11 ................................... 47

8. Adaptasi Nannochloropsis sp. pada berbagai penambahan efluen

biogas tapioka ......................................................................................... 49

9. Pertumbuhan Nannochloropsis sp. berdasarkan OD 750 nm

yang dikultivasi dalam media BG 11 dan MEBIT ................................... 50

10. Kurva penentuan panjng gelombang maksimum klorofil

Nannochloropsis sp .................................................................................. 53

11. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan

MEBIT berdasarkan konsentrasi klorofil a .............................................. 54

12. Produksi biomassa Nannochloropsis sp. dengan media BG 11 dan

MEBIT pada hari ke 16 ............................................................................ 55

13. Kurva standar BSA .................................................................................. 57

14. Kadar protein Nannochloropsis sp. pada media BG 11 dan MEBIT ......... 59

Page 20: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Komposisi media BG 11 .......................................................................... 73

2. Data pertumbuhan Nannochloropsis sp. berdasarkan

OD dan klorofil a .................................................................................... 74

3. Perhitungan konsentrasi klorofil a Nannochloropsis sp. ........................... 76

4. Perhitungan produktivitas biomassa Nannochloropsis sp. ........................ 77

5. Perhitungan kadar nutrient dalam media .................................................. 78

6. Perhitungan kadar Protein Nannochloropsis sp. ....................................... 86

7. Perhitungan rata-rata konsentrasi dan kadar protein

terukur Nannochloropsis sp. .................................................................... 93

8. Perhitungan hasil uji presisi, akurasi dan batas deteksi ............................ 94

Page 21: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Lampung merupakan daerah yang telah memproduksi singkong

dalam jumlah besar. Jumlah produksi singkong di provinsi Lampung pada

tahun 2016 mencapai 7.387.084 ton (BPS Provinsi Lampung, 2017).

Tingginya produksi singkong mendorong berdirinya industri tapioka sehingga

ada sekitar 70 industri tapioka yang telah berkembang di provinsi Lampung.

Menurut Rahmatul et al., (2013) bahwa industri tapioka menghasilkan 70 %

limbah.

Rahmatul et al., (2013) menjelaskan bahwa limbah yang dihasilkan dari

produksi tapioka berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri

tapioka biasanya berupa onggok untuk pakan ternak, adapun limbah cairnya

berupa limbah yang berasal dari proses ekstraksi. Menurut Yang et al., (2008)

bahwa limbah cair merupakan limbah yang paling berdampak terhadap

lingkungan karena masih mengandung bahan organik dan senyawa asam yang

berbahaya. Selain itu, berdasarkan Gustafon, (2015) bahwa, limbah cair

mengandung sejumlah nitrogen (N) dan fosfor (P).

Page 22: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

2

Rahmatul et al., (2013) menjelaskan bahwa, limbah cair industri tapioka

mengandung COD (Chemical Oxygen Demand ) cukup tinggi. COD

merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan bahan

organik dalam air. Menurut Rahmatul et al., (2013) limbah cair industri

tapioka mengandung sekitar 7.000 - 30.000 mg/L. Adapun menurut

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No 05 Tahun 2014, karakteristik

COD untuk baku mutu air limbah tapioka ialah 300 mg/L. Hal ini

menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam limbah cair industri

tapioka masih diatas baku mutu, sehingga berpotensi menimbulkan

pencemaran lingkungan. Besarnya kandungan COD pada air limbah dapat

dimanfaatkan dalam memproduksi biogas melalui proses pengolahan secara

anaerobik, untuk mengurangi pencemaran lingkungan (Rahmatul et al.,

2013).

Pengolahan secara anaerobik adalah proses pengolahan bahan mudah terurai

(biodegradable), menjadi metana dan karbon dioksida oleh mikroorganisme

dalam lingkungan bebas oksigen (Gustafon, 2015). Dalam penelitian

Rahmatul et al., (2013) limbah cair tapioka yang dimanfaatkan menjadi

biogas dengan sistem anaerobik mampu menurunkan kadar COD sebesar

51,8% atau 3371 mg/L dari 7000 mg/L COD air limbah tapioka. Namun,

kadar COD tersebut masih diatas baku mutu air limbah tapioka yang telah

ditentukan pemerintah. Dalam proses pembuatan biogas dengan sistem

anaerobik tersebut, juga dihasilkan produk samping berupa limbah cair yang

disebut efluen (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Page 23: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

3

Efluen dari proses anaerobik mengandung unsur nitrogen, fosfor dan bahan

organik, sehingga dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber pupuk alami

untuk pertanian. Namun, penggunaan efluen yang berlebihan dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti menimbulkan bau, sumber air

bersih menjadi tercemar dan tanah menjadi rusak, oleh karena itu diperlukan

perlakuan tambahan sebelum dibuang (Abreu et al., 2012 dan Singh et al.,

2011).

Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah

pencemaran tersebut ialah dengan memanfaatkan efluen sebagai media

kultivasi mikroalga. Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang

tumbuh dengan memanfaatkan energi matahari. Dalam proses fotosintesis,

mikroalga menghasilkan oksigen dan mengkonversi CO2 serta air menjadi

komponen organik karbon (misalnya, glukosa) untuk produksi biomassa (Xia

dan Murphy, 2016). Pemanfaatan efluen dari sistem anaerobik merupakan

alternatif sumber organik karbon dan nutrisi untuk mikroalga (Markou et al.,

2011).

Mikroorganisme fotosintetik seperti mikroalga ini, dapat dikultivasi dengan

sistem terbuka ataupun tertutup (Chen et al., 2011). Kultivasi menggunakan

CO2 dan cahaya sebagai sumber karbon dan energi dikenal dengan metode

fotoautotropik. Fotoautotropik memiliki kelemahan, seperti kepadatan sel

rendah dan masa kultivasi yang panjang (Yu et al., 2009). Alternatif metode

kultivasi yang lain ialah metode heterotropik dan mixotropik. Perbedaan

kultivasi heterotropik dan mixotropik ialah pada sumber karbon. Heterotropik

Page 24: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

4

memanfaatkan senyawa organik sebagai sumber karbon tunggal, sedangkan

mixotropik memanfaatkan senyawa organik dan anorganik (misalnya CO2)

sebagai sumber karbon secara bersamaan (Dragone et al., 2010).

Kultivasi mikroalga dengan efluen secara signifikan dapat mengurangi

nitrogen, fosfor, bahan-bahan organik dan anorganik di dalamnya. Bahan-

bahan tersebut dimanfaatkan oleh mikroalga untuk memproduksi biomassa

(Chen et al., 2011). Kombinasi antara proses fotosintesis dan pemanfaatan

senyawa organik karbon pada kultivasi mixotropik dapat meningkatkan laju

pertumbuhan, mengurangi waktu kultivasi dan meningkatkan produktivitas

biomassa mikroalga. Beberapa studi melaporkan bahwa beberapa jenis

mikroalga seperti Chlorella pyrenoidosa, Scenedesmus obliquus dan

Nannochloropsis salina dari lingkungan air tawar ataupun laut dapat

dikultivasi pada efluen dari proses anaerobik (Xia dan Murphy, 2016).

Nannochloropsis sp. merupakan salah satu mikroalga laut yang dapat di

kultivasi dengan elfluen dari proses anaerobik. Dalam penelitian Cai et al.,

(2013) melaporkan bahwa Nannochloropsis salina dapat dikultivasi dengan

efluen dari proses anaerobik air limbah kota pada konsentrasi 6% dan

memiliki produktifitas biomassa 92 mg/hari dan pada konsentrasi 18 %

memiliki produktifitas 82 mg/hari. Menurut Mayers et al., (2017) kultivasi

Nannochloropsis sp. dengan efluen anaerobik memiliki kelebihan yaitu

mengurangi dampak lingkungan dan biaya penggunaan pupuk atau nutrisi

(seperti nitrogen dan fosfor) hingga > 90%. Selain itu, biomassa

Nannochloropsis sp. memiliki kandungan seperti protein, karbohidrat dan

Page 25: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

5

lemak. Beberapa peneliti menjadikan Nannochloropsis sp. termasuk salah

satu mikroalga yang dimanfaatkan menjadi sumber lipid untuk memproduksi

biodiesel (Cai et al., 2013). Mayers et al., (2017) menyebutkan bahwa

Nannochloropsis sp. yang dikultivasi dengan efluen dari proses anaerobik

memiliki kandungan protein tinggi, sedangkan kadar lipid dan karbohidrat

rendah. Hullat et al., (2017) menjelaskan bahwa Nannochloropsis memiliki

kandungan protein 50-55% dan dapat digunakan menjadi sumber nutrisi

alternatif.

Berdasarkan uraian diatas bahwa kultivasi mikroalga menggunakan efluen

dari proses anaerobik sistem biogas mampu mengurangi dampak lingkungan

dan memproduksi biomassa Nannochloropsis sp. yang dapat diaplikasikan

menjadi sumber protein. Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan efluen

dari proses anaerobik sistem biogas industri tapioka untuk media tumbuh

Nannochloropsis sp. dan penentuan kadar protein.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada media efluen biogas

industri tapioka (MEBIT).

2. Menentukan kandungan protein Nannochloropsis sp. yang dikultivasi

pada media efluen biogas industri tapioka.

Page 26: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

6

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

potensi Nannochloropsis sp. yang dikultivasi dengan efluen dari proses

anaerobik sistem biogas sebagai sumber protein.

Page 27: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroalga

Mikroalga merupakan organisme mikroskopis bersel tunggal yang bersifat

fotosintetik dan biasa ditemukan secara alami dilingkungan air tawar atau

laut. Mikroalga menghasilkan senyawa kompleks seperti lipid, karbohidrat

dan protein (Mobin dan Alam, 2017). Mikroalga menggunakan cahaya dan

karbon dioksida untuk reproduksi sel-sel tubuh dan menghasilkan biomassa

serta menghasilkan 50% oksigen (Abdurachman et al., 2013). Mikroalga

berfotosintesis menghasilkan oksigen dan mengambil karbon dioksida (CO2)

dari lingkungannya, dengan reaksi sebagai berikut:

6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari C6H12O6 (glukosa) + 6 O2

(Andersen, 2005).

Klasifikasi mikroalga adalah sebagai berikut:

1. Chlorophyta (alga hijau)

Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak

sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme

prokariotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus. Alga tersebut

memiliki kloroplas, letak DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) berada dalam

Page 28: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

8

sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga

hijau sebagaian besar berupa selulosa, meskipun ada beberapa yang tidak

mempunyai dinding sel. Alga ini mempunyai klorofil a dan beberapa

karotenoid serta biasanya berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi kultur

menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak

klorofil dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan alga hijau menyimpan zat

tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya menyimpan

minyak atau lemak.

2. Chrysophyta (Alga keemasan)

Alga keemasan sebagian besar termasuk jenis alga yang hidup di air tawar,

namun ada juga yang hidup di air laut. Beberapa anggota kelompok alga

ini memiliki flagella dan motil. Semua memiliki kloroplas dan memilki

DNA yang terdapat di dalam nukleus. Alga ini hanya memiliki klorofil a

dan c serta beberapa karotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan

warna kecoklatan. Alga ini seringkali dibudidayakan dalam bentuk

uniseluler pada usaha budidaya sebagai sumber pakan.

3. Cyanobacteria (Alga biru hijau)

Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling

primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial. Kelompok ini adalah organisme

prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel seperti yang ada pada

alga lainnya, contohnya nukleus dan kloroplas. Mereka hanya memiliki

klorofil a, namun mereka juga memiliki variasi fikobilin seperti halnya

karotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki beragam variasi sehingga

Page 29: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

9

warnanya bisa bermacam-macam dari mulai hijau sampai ungu bahkan

merah. Alga biru hijau tidak memiliki flagella, namun memiliki filamen

yang membuat mereka bergerak ketika berhubungan dengan permukaan.

(Kawaroe et al., 2010).

B. Isolasi Mikroalga

Mikroalga dapat diperoleh salah satunya dengan isolasi. Tujuan isolasi

mikroalga yaitu untuk mendapatkan kultur murni sel tunggal. Ada lima

metode isolasi mikroalga antara lain :

1. Metode Isolasi secara Biologis

Metode ini dilakukan dengan berdasarkan pergerakan fitoplankton, yaitu

menggunakan pengaruh fototaksis positif organisme. Organisme akan

bergerak menuju cahaya, sehingga dapat dikumpulkan.

2. Metode Isolasi Pengenceran Berseri

Metode ini dilakukan dengan memindahkan sampel ke dalam beberapa

tabung reaksi dengan komposisi nutrien, suhu, dan cahaya yang cocok

untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.

3. Metode Pengulangan Sub-Kultur

Metode ini dilakukan apabila organisme yang terkumpul jumlah dan

jenisnya hanya sedikit, sehingga diperlukan nutrien, suhu dan intensitas

cahaya yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.

Page 30: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

10

4. Metode Isolasi Pipet Kapiler

Metode isolasi dengan pipet kapiler dilakukan dengan cara meletakkan

sampel sebanyak 10-15 tetes ditengah-tengah cawan petri. Kemudian

memasukkan 6-8 tetes medium yang sesuai disekeliling sampel. Selanjut

memindahkan sampel pada salah satu tetesan media dengan pipet kapiler

steril. Kemudian mengamati sampel dalam pipet kapiler menggunakan

mikroskop sampai diperoleh organisme tunggal yang diinginkan.

5. Metode Isolasi Goresan

Metode ini dilakukan menggunakan media agar 1,5% yang dicampur

dengan air, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan terlarut sempurna

dan berwarna kuning jenuh. Selanjutnya larutan agar dituangkan ke dalam

cawan petri. Setelah sedikit membeku dilakukan penebaran fitoplankton

dengan cara menggoreskan ke media agar menggunakan ose. Pola

goresan tersebut ialah berbentuk zig-zag untuk mencegah kontaminasi

(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).

C. Faktor Pertumbuhan Mikroalga

Dalam Hadiyanto dan Azim, (2012) adapun faktor-faktor yang mempengarui

pertumbuhan mikroalga antara lain:

1. Intensitas Cahaya

Cahaya menjadi faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga karena

dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Intensitas cahaya sering disebutkan

Page 31: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

11

dalam satuan microEinsteins/m2s atau setara dengan satu mol photons.

Beberapa satuan lain seperti micromol/ m2s, Lux dan W/m2.

Aktivitas fotosintesis naik seiring kenaikan intensitas cahaya. Hal ini

menjadi penting apabila mikroalga dibiakkan pada kedalaman tertentu,

semakin dalam medium mikroalga, intensitas cahaya yang dibutuhkan

juga semakin tinggi (Jeon et al., 2005).

2. Suhu

Sebagian besar alga dapat tumbuh pada suhu antara 15-40°C. Beberapa

mikroalga dapat tumbuh subur pada kondisi suhu kisaran 24-26°C. Pada

suhu di bawah 16°C , mikroalga masih dapat tumbuh dalam keadaan

lambat. Namun pada suhu di atas 35°C, beberapa mikroalga dapat mati

atau lysis (pecah).

3. Nutrien

Nutrien adalah faktor penting dalam produksi biomassa alga. Sebagian

besar mikroalga membutuhkan makronutrien seperti karbon (C), nitrogen

(N), hidrogen (H), sulfur (S), kalium (K), magnesium (Mg) dan fosfor (P)

Mikronutrien digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan

metabolisme. Keberadaan mikronutrien tidak bisa diganti oleh zat lain.

Kebutuhan mikronutrien juga berbeda-beda berdasarkan habitat

mikroalga (air laut, payau atau tawar). Beberapa unsur mikronutrien

diantaranya, zat besi (Fe), boron (B), mangan (Mn), vanadium (Va),

silikon (Si), selenium (Se), cuprum (Cu), nikel (Ni), dan molybdinum

(Mo).

Page 32: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

12

4. Oksigen

Oksigen menjadi faktor peganggu dalam pertumbuhan alga. Oksigen

dapat dihasilkan dari reaksi fotosintesis alga. Jumlah oksigen terlarut

dalam medium yang semakin tinggi, dapat membahayakan proses

fotosintesis (Lannan, 2011). Jika digunakan sistem budidaya bak terbuka

(open pond), gas oksigen akan mudah menguap. Sedangkan untuk kultur

tertutup, gas oksigen dapat terakumulasi pada medium dan menjadikan

racun (Graneli dan Salomon, 2010).

5. Karbon Dioksida

Karbon dioskida digunakan mikroalga untuk proses fotosintetis seperti

tumbuhan berklorofil lainnya. Ugwu et al., (2008) melakukan penelitian

bahwa transfer CO2 pada media dapat mempengaruhi laju pertumbuhan

mikroalga.Tingginya kadar CO2 dalam media juga dapat mempengaruhi

pH. Kong et al., (2010) melakukan penelitian bahwa kadar CO2 semakin

tinggi yaitu diatas 33% dari komposisi udara normal, maka laju

pertumbuhan mikroalga menjadi terhambat.

6. pH

Nilai pH merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan

biologis mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Proses fotosintesis

merupakan proses mengambil CO2 yang terlarut di dalam air, dan

berakibat pada penurunan CO2 terlarut dalam air. Penurunan CO2 akan

meningkatkan pH. Dalam keadaan basa ion bikarbonat akan membentuk

ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga

Page 33: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

13

keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion

karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan

melepaskan ion hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan

netral kembali, reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

HCO3 H+ + CO3-

CO3- HCO3

- + OH

Rata-rata pH untuk kultivasi sebagian besar spesies mikroalga antara 7-9

(Lavens dan Sorgeloos, 1996).

7. Salinitas

Salinitas merupakan jumlah keseluruhan garam yang terlarut dalam

volume tertentu (Effendi, 2003). Mikroalga air laut umumnya rentan

terhadap perubahan salinitas pada medium. Dunaliella salina dan

Spirulina platensis adalah contoh mikroalga yang dapat tumbuh subur

pada salinitas yang tinggi (Graneli dan Salomon, 2010).

8. Pengadukan

Pengadukan pada medium mikroalga dibutuhkan, agar tidak terjadi

pengendapan biomassa, selain itu difungsikan untuk pencampuran

nutrien, dan meningkatkan difusifitas gas CO2. Beberapa metode

pengadukan yang umum digunakan adalah bubling menggunakan udara

dan paddle atau pengaduk otomatis. Beberapa mikroalga dapat tumbuh

baik tanpa pengadukan jika konsentrasinya tidak terlalu pekat (Hadiyanto

dan Azim, 2012).

Page 34: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

14

D. Fase Pertumbuhan Mikroalga

Berdasarkan biomassa dan jumlah sel dalam media, masa pertumbuhan

mikroalga dapat diukur. Fase pertumbuhan mikroalga dapat ditentukan

diawal pembibitan, baik dalam kondisi homogen maupun terakumulasi

(Becker, 1974 dalam Hadiyanto dan Azim, 2012). Adapun diagram fase

pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Fase pertumbuhan mikroalga (Lavens dan Sorgeloos, 1996)

1. Fase Lag

Fase lag adalah fase adaptasi mikroalga dalam medium baru. Pada

tahap ini mikroalga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri

karena lingkungan inokulum (bibit) cenderung berbeda dari lingkungan

sebelumnya.

2. Fase Eksponensial (fase log)

Pada fase ini kecepatan pertumbuhan mikroalga dapat dihitung

berdasarkan kenaikan biomassa dan selisih waktu yang dibutuhkan.

Kecepatan pertumbuhan (growth rate) adalah salah satu indikasi

penting keberhasilan sel melalui fase adaptasi. Durasi fase eksponensial

Page 35: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

15

bergantung pada volume inokulum, kecepatan pertumbuhan, media dan

kondisi lingkungan untuk mendukung pertumbuhan alga. Fase

eksponensial ditandai dengan terjadinya periode pertumbuhan yang

cepat, sel membelah dengan laju konstan, aktivitas metabolik konstan,

dan keadaan pertumbuhan seimbang antara pemberian nutrien dengan

kenaikan biomassa mikroalga. Pada fase ini dapat dilakukan pemanenan

biomassa sehingga hasil yang didapatkan akan maksimum.

3. Penurunan Fase Log

Penurunan pertumbuhan secara umum dipengaruhi oleh biomassa yang

telah mencapai tahap populasi maksimum, sehingga kebutuhan

makanan pada medium menjadi berkurang. Selain itu fase penurunan

pertumbuhan mikroalga dapat dipengaruhi oleh sumber cahaya, dan

akumulasi oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesis. Akumulasi

oksigen dapat mempengaruhi keasaman sel. Sedangkan jumlah sel yang

semakin banyak dapat menghalangi cahaya masuk ke medium.

4. Fase Stasioner

Fase stasioner adalah fase di mana tidak ada lagi pertumbuhan

mikroalga, atau kecepatan pertumbuhan (growth rate) menjadi nol.

Jumlah sel mikroalga yang hidup sama dengan jumlah sel yang mati.

5. Fase Kematian

Pada fase ini jumlah sel mikroalga yang mati lebih banyak dari jumlah

sel yang hidup. Nutrien semakin menipis (bahkan habis), cadangan

makanan dalam tubuh sel menjadi berkurang, dan penumpukan racun

Page 36: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

16

semakin meningkat. Pada fase ini sel yang mati bahkan dapat lisis

(pecah) dan larut ke dalam medium (Hadiyanto dan Azim, 2012).

E. Kultivasi Mikroalga

Kultivasi mikroalga merupakan proses pembudidayaan mikroalga yang

bertujuan untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah sel mikroalga

sehingga diperoleh biomassa sesuai dengan yang diinginkan (Hadiyanto dan

Azim, 2012). Karakteristik pertumbuhan dan komposisi mikroalga dapat

diketahui secara signifikan tergantung pada kondisi kultivasi. Beberapa

mikroalga dapat tumbuh melalui metabolisme dengan cahaya dan atau adanya

organik karbon sebagai sumber energi (Chojnacka and Marquez-Rocha,

2004). Berdasarkan energi dan sumber karbon, ada empat kondisi utama

dalam kultivasi mikroalga yaitu :

1. Kultivasi Phototrophic

Kultivasi phototrophic merupakan kultivasi yang menggunakan cahaya,

seperti cahaya matahari sebagai sumber energi dan karbon anorganik

(misalnya CO2) sebagai sumber karbon untuk membentuk energi kimia

melalui fotosintesis (Huang et al., 2010).

2. Kultivasi Heterotrophic

Beberapa mikroalga tidak hanya tumbuh dibawah kondisi phototrophic,

tapi juga menggunakan karbon organik dalam kondisi gelap. Kondisi saat

mikroalga menggunakan karbon organik sebagai sumber energi dan

Page 37: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

17

karbon ini disebut kultivasi heterotrophic (Chojnacka and Marquez-

Rocha, 2004).

3. Kultivasi Mixotrophic

Kultivasi mixotrophic adalah ketika mikroalga mengalami fotosintesis

dan menggunakan senyawa organik dan karbon anorganik (CO2) sebagai

sumber karbon untuk pertumbuhan. Hal ini menunjukan bahwa mikroalga

dapat hidup di bawah kondisi phototrophic atau heterotrophic dan atau

keduanya. Mikroalga mengasimilasi senyawa organik dan CO2 sebagai

sumber karbon, dan CO2 yang dilepaskan oleh mikroalga melalui respirasi

akan terisolasi dan digunakan kembali ecara fototrophic (Mata et al.,

2010).

4. Kultivasi photoheterotrophic

Kultivasi photoheterotrophic merupaka kultivasi mikroalga yang

memerlukan cahaya pada saat menggunakan senyawa organik sebagai

sumber karbon. Perbedaan utama dengan kultivasi mixhotrophic adalah

bahwa kultivasi photoheterotrophic membutuhkan cahaya sebagai sumber

energi, sedangkan mixhotrophic hanya dapat menggunakan senyawa

organik saja. Kultivasi fotoheterotrophic membutuhkan keduanya yaitu

gula atau organik karbon dan cahaya pada saat bersamaan dalam proses

kultivasinya(Chojnacka dan Marquez-Rocha, 2004).

Page 38: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

18

F. Potensi dan Aplikasi Mikroalga

Mikroalga memiliki lebih dari 300.000 spesies, ada sekitar 30.000 telah

didokumentasi. Mikroalga menghasilkan beberapa bio-product yang

bermanfaat seperti karotenoid (terutama β-karoten), Astaxanthin,

Docosahexaenoic Acid (DHA), Eicosapentaenoic Acid (EPA), pigmen,

pewarna alami, polisakarida, antioksidan dan ekstrak alga. Kultivasi

mikroalga secara komersial telah dilakukan dalam lima dekade belakangan.

Adapun beberapa aplikasi mikroalga secara komersial antara lain: (1) Produk

industri: biofuel, kosmetik, absorben; (2) Pakan ternak; (3) Pewarna alami

untuk makanan (es krim, jelly,permen, jus) dan (4) Industri farmasi:

antibakteri, antibiotik, pengental (Dufosse et al., 2005).

Mikroalga juga berpotensi untuk mengurangi masalah lingkungan seperti efek

rumah kaca dan pencemaran air limbah industri. Mikroalga dapat

memanfaatkan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik dari

industri melalui fotosintesis. Selain itu, beberapa jenis mikroalga memiliki

kemampuan untuk menyerap fosfor dan nitrogen yang terkandung dalam

limbah (Harun et al., 2010). Adapun proses untuk pengembangan produk dari

mikroalga melalui pemanfaatan karbon dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Page 39: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

19

Gambar 2. Diagram skematik untuk bioteknologi mikroalga

(Harun et al., 2010).

G. Industri Tapioka

1. Proses Pembuatan Pati

Industri tapioka menghasilkan pati berkisar 25-30% dari singkong segar

yang diolah. Secara umum pembuatan tapioka dilakukan melalui proses

ekstraksi. Pada proses ektraksi diperlukan air dalam jumlah besar karena

pada tahap ini menentukan kualitas pati yang dihasilkan. Oleh karena itu,

industri tapioka merupakan industri yang menghasilkan polusi air dalam

jumlah besar, berupa limbah cair dengan konsentrasi polutan organik

yang sangat tinggi (Mai, 2006). Adapun skema pembuatan tapioka dapat

dilihat pada Gambar 3.

Page 40: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

20

Gambar 3. Skema proses industri tapioka (Mai, 2006)

1. Limbah Cair Industri Tapioka

Limbah cair tapioka adalah limbah organik yang masih banyak mengandung

pati terlarut, asam hidrosianat (HCN) yang mudah terurai menjadi sianida,

nitrogen, fosfor dan senyawa organik (Utama et al.,2013). Limbah cair

tapioka yang belum mengalami pengolahan mempunyai beban pencemaran

yang cukup tinggi karena sebagian besar kandungannya adalah bahan

organik. Kandungan limbah cair seperti BOD, COD, TSS dan pH merupakan

parameter untuk menentukan kualitas limbah. Limbah cair tapioka

Page 41: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

21

mengandung BOD sebesar 300-7500 mgL-1, COD sebesar 3100-200000

mgL-1 dan TSS (padatan terlarut) 1500-8500 mgL-1 (Muliawati, 2015).

Peraturan Mentri Lingkungan Hidup RI No 05 Tahun 2014, mengeluarkan

peraturan mengenai baku mutu air limbah industri tapioka, yaitu pada Tabel

1 sebagai berikut:

Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri tapioka

Parameter Kadar Maksimum

(mgL-1)

Beban Pencemaran

Maksimum (kgTon-1)

BOD5 150 4,5

COD 300 9

TSS 100 3

Sianida 0,3 0,009

pH

Debit limbah

maksimum

6,0-9,0

30 m3 per Ton produk tapioka

(Muliawati, 2015)

2. Pengolahan Air Limbah

Beberapa penelitian, menjelaskan bahwa pengolahan air limbah agroindustri

dapat dilakukan melalui pengolahan secara anaerobik. Proses anaerobik

dibagi menjadi empat tahap, antara lain:

a. Hidrolisis

Tahap pertama dalam proses anaerobik, dimana material partikulat

dipecah menjadi senyawa mudah larut yang dapat dihidrolisis menjadi

monomer sederhana. Pada dasarnya molekul organik besar seperti gula,

lemak dan protein diubah menjadi molekul organik yang lebih kecil

seperti asam amino, gula sederhana, asam lemak dan alkohol yang dapat

Page 42: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

22

dikonsumsi oleh mikroorganisme dan digunakan sebagai sumber nutrien

dan energi.

b. Fermentasi

Tahap fermentasi disebut juga pengasaman atau acidogenesis merupakan

tahap kedua dari proses anaerobik. Pada tahap ini mikroorganisme

selanjutnya mendegradasi bahan organik terlarut dari tahap hidrolisis

menjadi asam organik utama (misalnya asam asetat, asam butirat, asam

laktat, dll), alkohol, amonia, karbon dioksida dan hidrogen oksida. Asam

lemak tidak terdegradasi pada tahap fermentasi, namun dapat

terdegradasi pada tahap oksidasi anaerobic.

c. Oksidasi Anaerobik

Tahap ketiga adalah oksidasi anaerobik atau asetogenesis, dimana produk

dari fermentasi beserta asam lemak akan terdegradasi lebih lanjut

menjadi substrat. Substrat yang terbentuk meliputi asetat, hidrogen dan

karbon dioksida yang akan dilanjutkan pada tahap terakhir yaitu

metanogenesis.

d. Metanogenesis

Tahap terakhir pencernaan anaerob adalah metanogenesis, di mana

metana dan karbon dioksida terbentuk. Pembentukan dilakukan oleh

metanogen yaitu kelompok mikroorganisme archaea. Metanogen ialah

mikroorganisme yang mendominasi pada tahap methanogenesis yang

bertanggung jawab untuk produksi metana sekitar 70% selama proses

anaerobik (Gustafon, 2015).

Page 43: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

23

H. Nannochloropsis sp.

Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon, (2001)

sebagai berikut:

Regnum: Protista

Divisio: Chromophyta

Classis: Eustigmatophyceae

Ordo: Eustigmatales

Familia: Monodopsidaceae

Genus: Nannochloropsis

Spesies: Nannochloropsis sp. (Gambar 4)

Gambar 4. Nannochloropsis sp. (CSIRO, 2009)

Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga berwarna hijau kuning, berbentuk

bola, berukuran kecil dengan diamater 2-4 μm. Nannochloropsis sp. memiliki

dinding sel, mitokondria, kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.

Kloroplas berbentuk seperti lonceng yang terletak di tepi sel dan memiliki

stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya. Nannochloropsis

Page 44: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

24

sp. dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil a dan c (Sleigh, 1989;

Brown et al., 1997).

Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit, dapat ditemukan hampir di semua

jenis perairan baik laut maupun tawar. Nannochloropsis sp. dapat tumbuh

pada salinitas 0-35 % . Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-

35 % dengan kisaran suhu optimal yaitu 25-30ºC. Nannochloropsis sp. dapat

tumbuh baik pada kisaran pH 8,0-9,5 dan intensitas cahaya 1.000-10.000 lux

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan gizi dan pigmen seperti

protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak (27,64 %), vitamin C (0,85 %)

dan klorofil a (0,89 %) (Anon et al., 2009). Lavens dan Sorgeloos, (1996)

melaporkan bahwa kandungan protein Nannochloropsis sp. sebesar 37 %,

karbohidrat 18 % dan lemak sebesar 7,8 % dalam berat kering.

Nannochloropsis sp. memiliki kandungan minyak mentah yang cukup tinggi

yaitu maksimal mencapai 68 % (Susilaningsih et al., 2009).

Nannochloropsis sp. mengandung vitamin B12 dan Eicosapentaenoic Acid

(EPA) masing-masing 30,5 % dan total kandungan omega 3 Higly

Unsaturated Fatty Acids (HUFAs) sebesar 42,7 %. Nannochloropsis sp. juga

mengandung komponen antioksidan yang tinggi seperti karotenoid,

astaxanthin, kantaxanthin, flavoxanthin, loraxanthin, neoxanthin dan

sebagian fenolik (Hasegawa et al., 1990).

Page 45: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

25

I. Spektrofotometri Uv-Vis

Spektrofotometri Sinar Tampak (Uv-Vis) adalah pengukuran energi cahaya

oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar

ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm dan sinar

tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm.

Spektrofotometri digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi

atau diteruskan. Sinar radiasi monokromatik akan melewati larutan yang

mengandung senyawa yang dapat menyerap sinar radiasi tersebut (Harmita,

2006). Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer,

melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,

sehingga spektrofotometer Uv-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara

kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur cahaya yang terserap oleh larutan pada panjang gelombang tertentu

berdasarkan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan liniearitas antara cahaya yang

terserap dengan konsentrasi larutan analit berbanding terbalik dengan cahaya

yang dihamburkan. Hukum Lambert-Beer tersebut dinyatakan dalam

persamaan sebagai berikut (Rohman, 2007):

A= a. b. c

Keterangan: A = Absorbansi; a = Absorpsivitas molar; b = Tebal kuvet (cm)

dan c = konsentrasi.

Menurut Khopkar (2003) Instrumen Spektrofotometri Uv-Vis antara lain

terdiri dari: (1) Sumber cahaya, (2) Monokromator, (3) Wadah sampel

Page 46: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

26

(Kuvet), (4) Detektor dan (5) Visual Display/Recorder. Secara sederhana

instrumen spektrofotometeri dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut.

Gambar 5. Instrumen spektrofotometri Uv-Vis

(https://wocono.wordpress.com)

Adapun prinsip kerja spektrofotometri yaitu cahaya yang berasal dari lampu

deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis diteruskan melalui

lensa menuju ke monokromator. Monokromator kemudian akan mengubah

cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas

cahya dengan panjang gelombang tertentu kemudian akan dilewatkan pada

sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena

itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan.

Cahaya yang dilewatkan tersebut kemudian diterima oleh detektor. Detektor

kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya

yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi

zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat

dalam sampel secara kuantitatif (Triyati, 1985).

Page 47: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

27

J. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry

Meode Lowry merupakan metode perkembangan lebih lanjut dari metode

Biuret. Metode Lowry menggabungkan reaksi Biuret dengan reduksi reagen

Folin-Ciocalteau fenol (asam fosfomolibdat-fosfotungstat) oleh residu tirosin

dan triptofan dalam protein. Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada

panjang gelombang 750 nm (sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein

tinggi) atau 500 nm (mempunyai sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein

tinggi) (Krohn, 2005).

Konsentrasi protein diukur berdasarkan absorbansi pada panjang gelombang

tertentu. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu

dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan

absorbansi. Larutan yang umum digunakan sebagai standar ialah Bovine

Serum Albumin (BSA). Pada umumnya analisis dengan metode Lowry 100-

1000 kali lebih sensitif daripada metode yang lain, kurang terganggu oleh

turbiditas sampel, lebih spesifik daripada metode lainnya, sederhana, dapat

diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam (Peterson, 1979).

K. Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode merupakan konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu

metode dilengkapi dengan bukti-bukti yang obyektif, yang memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan. Tujuan verifikasi

metode adalah untuk membuktikan bahwa sebuah laboratorium memiliki

Page 48: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

28

data kinerja. Adapun menurut Riyanto, (2014). parameter dalam verifikasi

metode uji antara lain:

1. Presisi

Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

hasil individual dari rata-rata, jika prosedur yang diterapkan secara

berulang pada sampel yang sama. Presisi diukur sebagai simpangan baku

atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Pengujian presisi atau

keseksamaan biasanya dilakukan 6-15 kali replikasi pada sampel tunggal

untuk masing-masing konsentrasi. Suatu metode dinyatakan presisi

(seksama) jika metode tersebut memberikan simpangan baku realatif

(RSD) atau koefisien variasi (CV) 2 %. Namun kriteria tersebut fleksibel,

tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan

kondisi laboratorium. Pengukuran presisi dapat ditentukan dengan

menghitung nilai simpangan baku (SD) dan dari nilai simpangan baku

tersebut dapat dihitung nilai koefisien variasi dengan rumus sebagai

berikut (AOAC, 2005):

SD =

1

1

n

XXin

i

RSD % = %100X

SD

Keterangan : SD = Standar Deviasi; X̅ = Nilai Rata-rata; Xi = Nilai dari

masing-masing pengukuran; n = Ulangan dan RSD = Relatif Standar

Page 49: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

29

Deviation. Kriteria nilai simpangan baku relatif (% RSD) dapat dilihat

pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Kriteria Nilai Simpangan Baku Relatif

Nilai RSD Keterangan

RSD ≤ 1% Sangat Teliti

2% < RSD ≤ 2% Teliti

2% < RSD ≤ 5% Ketelitian Sedang

RSD > 5% Tidak Teliti

Sumber : (AOAC, 2005)

2. Akurasi

Akurasi merupakan parameter yang menunjukkan derajat kedekatan antara

hasil analis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

Persen perolehan kembali (recovery) dapat ditetapkan dengan persamaan

sebagai berikut:

% Recovery= C1-C2

C3×100 %

Keterangan : C1 = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari

pengukuran, C2 = konsentrasi sampel sebenarnya dan C3 = konsentrasi

analit yang ditambahkan (AOAC, 2005).

Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai

benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replikasi analisis semakin

dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode

tersebut (Khan, 1996). Adapun rentang kesalahan yang dibolehkan pada

konsentrasi analit matriks dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 50: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

30

Tabel 3. Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel

Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)

10 < A ≤ 100 (%) 98-102

1 < A ≤ 10 (%) 97-103

0,1 < A ≤ 1 (%) 95-105

0,001 < A ≤ 0,1 (%) 90-107

100 ppb < A ≤ 1 ppm 80-110

10 pbb < A ≤ 100 pbb 60-115

1 pbb < A ≤ 10 pbb 40-120

Sumber: (AOAC, 2005)

3. Batas Deteksi (Limit of Detection =LOD)

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko

beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. Batas deteksi

dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Q = k × Sb

Sl

Keterangan : Q = LOD (batas deteksi); k = konstanta (3 untuk batas

deteksi) Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko; Sl = arah garis

linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi =

slope (b pada persamaan garis y = a+bx) (AOAC, 2005).

Page 51: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai dengan April 2018

di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas

Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik

KERN:ABS 220-4, orbital shaker, pH meter High Accuracy Digital,

centrifuge Hitachi CF16RX II, aerator, lampu TL (Tube Light) 35 Watt, oven,

mikroskop ZEISS Axio Imager.Z2m, jarum ose, kaca preparat, mikropipet

Wiggen Hauser (10-100 µL) , vortex mixer, spektrofotometer UV-Vis Varian

Carry 50 Probe, dan alat alat gelas yaitu labu erlenmeyer, tabung reaksi,

gelas kimia, labu takar, gelas ukur, dan pipet ukur.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu inokulum Nannochloropsis sp., air laut

steril, media kultivasi yaitu efluen biogas industri tapioka (MEBIT) dan

media standar BG 11 (Blue-Green Medium). MEBIT terdiri dari efluen,

larutan pupuk TSP, Urea dan ZA, sedangkan media BG 11 terdiri NaNO3,

Page 52: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

32

Na2HPO4∙2H2O, MgSO4∙7H2O, CaCl2∙2H2O, Citric Acid, Ferric Citrate,

Na2EDTA∙2H2O, Na2CO3, Trace Metal solution (H3BO3, MnCl2∙4H2O,

ZnSO4∙7H2O, Na2MoO4∙2H2O, CuSO4∙5H2O, Co(NO3)2∙6H2O) dan vitamin

(Cyanocobalamin (B12) dan Thiamin (B1) ), methanol digunakan untuk

ekstraksi klorofil, larutan pereaksi untuk analisis protein terdiri dari: buffer

posfat pH 7, pereaksi A (Na2CO3 dan NaOH), pereaksi B (CuSO4∙5H2O dan

Na/K tartarat), (Komposisi media BG 11 dapat dilihat di Lampiran 1), reagen

folin ciocalteu dan larutan standar BSA (Bovine Serum Albumin), akuades

serta bahan-bahan pendukung seperti tisu, alumunium foil dan sebagainya.

C. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Prosedur pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan isolat

Nannochloropsis sp. sebagai inokulum yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Selain itu juga, untuk mengetahui beberapa karakteristik

efluen biogas industri tapioka sebagai media pertumbuhan.

a. Penyiapan Isolat Mikroalga

(1) Pengambilan Biota Laut

Sampel diambil pada spesimen biota laut (Akar Bakau) di Pantai

Dewi Mandapa, Pesawaran, Lampung. Metode pengambilan

sampel mengacu pada metode Andersen, (2005) dan Guillard

(1975) yang dimodifikasi. Adapun tahapan pengambilan sampel

adalah sebagai berikut:

Page 53: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

33

i) Peralatan dan media kultur yang akan digunakan disterilisasi

terlebih dahulu menggunakan autoclave.

ii) Sampel diambil kemudian dipotong 1x1 cm, lalu dimasukkan

ke dalam botol sampel yang telah berisi media cair.

Pengambilan dan pemindahan sampel dilakukan secara

aseptik.

iii) Botol yang berisi sampel diberi kode sampel, lalu segera

dimasukkan ke dalam ice box dan diberi es sebagai pendingin.

iv) Sampel dibawa ke laboratorium dengan hati-hati.

(2) Kultivasi Biota Laut

Kultivasi ini bertujuan untuk menumbuhkan mikroalga yang

bersimbiosis pada biota laut. Sampel yang telah diambil,

dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang mengandung

media BG 11 sebanyak 100 mL dan diberi aerasi serta

pencahayaan menggunakan lampu TL (Tube Light) 35 Watt pada

jarak 15 cm yang menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan

periode pencahayaan 24:0 jam pada suhu 26°C. Setelah 7 hari,

dilakukan pemeriksaan pada sampel menggunakan mikroskop

ZEISS Axio Imager.Z2m untuk mengetahui jenis mikroalga yang

tumbuh.

(3) Isolasi Mikroalga

Isolasi mikroalga bertujuan untuk memperoleh monospesies

mikroalga dan memurnikan dari kontaminasi mikroorganisme lain

Page 54: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

34

seperti jamur dan bakteri. Isolasi mikroalga dilakukan dengan

media agar BG 11 mengacu pada Morais (2007).

(4) Subkultur dan Identifikasi Isolat Nannochloropsis sp.

Subkultur isolat mikroalga bertujuan untuk memperbanyak bibit

mikroalga. Isolat mikroalga yang telah dikultur 20 hari, kemudian

dikultivasi dengan media BG 11 100 mL. Masing-masing kultur

dimurnikan dengan mengalirkan gas CO2 dengan laju alir 15

L/menit selama 1 menit, lalu diinkubasi pada periode gelap selama

24 jam (Andersen, 2005). Selanjutnya, kultur mikroalga dishaker

dengan kecepatan 100 rpm dan diberi pencahayaan dengan lampu

TL 35 Watt pada jarak 15 cm yang menghasilkan intensitas

cahaya 2593 lux dan periode pencahayaan 24:0 jam. Setelah 7

hari, kultur di periksa dan diidentifikasi kembali menggunakan

mikroskop ZEISS Axio Imager.Z2m.

(5) Perbanyakan Inokulum Nannochloropsis sp.

Stok isolat mikroalga 10 % (v/v) dikultivasi pada suhu 26ºC dalam

erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan media BG 11 sampai tanda

batas. Pada saat kultivasi diberikan aerasi dan pencahayaan

menggunakan lampu TL 35 Watt pada jarak 15 cm yang

menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan periode pencahayaan

24:0 jam. Kultivasi mikroalga dilakukan secara bertahap sampai

volume kultur mencapai 1000 mL.

Page 55: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

35

b. Sampling dan Analisis Efluen Biogas Industri Tapioka

Efluen yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari CV.

Semangat Jaya, Desa Bangunsari, Kecamatan Negerikaton, Kabupaten

Pesawaran, Lampung Selatan. Efluen diambil dari bak equalisasi

(penampungan) limbah sebelum masuk ke perairan secara grab

sampling (pengambilan contoh sesaat). Metode pengambilan efluen

mengacu pada SNI 6989.59:2008. Efluen diambil yaitu sebanyak 5

liter. Sebelum digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga,

efluen disaring terlebih dahulu menggunakan kain saring berukuran

0,45µm. Selanjutnya efluen dianalisis menggunakan beberapa metode

seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Metode analisis efluen biogas industri tapioka

No Parameter Metode

1 pH pH meter

3 TDS (mg/L) TDS Meter

5 COD (mg/L) SNI 06-6989.15-2004

6 TP-PO4 (mg/L) SNI 06-6989.31-2005

7 TN (mg/L) Kjeldhal

8 TOC (mg/L) TOC Analyzer

c. Penyiapan Media Pertumbuhan

Media yang digunakan untuk kultivasi mikroalga dalam penelitian ini

meliputi media BG 11 (Canadian Phicological Culture Center, 2017)

dan MEBIT. Pada penelitian ini ditambahkan nutrien berupa pupuk

pertanian meliputi TSP (10 ppm) Urea (20 ppm), dan Za (30 ppm)

pada media MEBIT. Larutan pupuk masing-masing ditambahkan

sebanyak 1 mL untuk 1 liter volume kultur (Hermawan, 2016).

Page 56: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

36

d. Adaptasi Nannochloropsis sp.

Tahap adaptasi ini bertujuan untuk mengetahui batas maksimal

penambahan efluen dari sistem biogas industri tapioka sebagai media

tumbuh Nannochloropsis sp. Pada tahap ini dilakukan variasi

konsentrasi efluen, sebanyak 1%, 3% dan 6% (v/v). Sebanyak 10 %

v/v Nannochloropsis sp. digunakan sebagai inokulum dalam skala 250

mL. Setiap media kultur pada efluen ditambahkan nutrien berupa

larutan pupuk ZA (0,25 mL), TSP (0,25 mL) dan Urea (0,25 mL)

(Syaichurrozi dan Jayanudin, 2016). Kultur tersebut kemudian diberi

aerasi dan pencahayaan dengan lampu TL 35 Watt pada jarak 15 cm

yang menghasilkan intensitas cahaya 2593 lux dan periode

pencahayaan 24:0 jam.

2. Penelitian Lanjutan

a. Persiapan Media dan Peralatan

Sebelum mulai kultivasi, media yang disiapkan adalah media standar

(BG 11) dan media efluen biogas industri tapioka (MEBIT). Kedua

media tersebut dibuat dalam skala 2000 mL. Media BG 11 yang akan

digunakan untuk kultivasi disterilkan dengan autoclave pada suhu

121°C selama 15 menit.

Pembuatan MEBIT, diawali dengan mengambil efluen sebanyak 120

mL (merujuk pada hasil adaptasi yaitu 6% v/v). Ditambahkan nutrisi

tambahan pada MEBIT berupa larutan pupuk ZA, TSP dan Urea

Page 57: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

37

masing-masing 1mL/L, selanjutnya ditambahkan air laut steril dan

ditepatkan sampai volume 2000 mL.

Sterilisasi alat mengacu pada Andersen, (2005). Peralatan yang akan

digunakan disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121°C selama 20

menit. Selanjutnya peralatan dikeringkan dengan vaccum oven pada

suhu 80°C.

b. Kultivasi Nannochloropsis sp. pada Media BG 11 dan MEBIT

Kultivasi Nannochloropsis sp. dilakukan pada dua media yaitu media

standar (BG 11) dan media efluen biogas industri tapioka (MEBIT).

Masing-masing media diatur kondisi lingkungannya seperti pH,

temperatur dan intensitas cahaya. Adapun kondisi lingkungan

kultivasi Nannochloropsis sp. dapat disajikan pada Tabe 5.

Tabel 5. Kondisi awal kultivasi Nannochloropsis sp. pada media BG

11 dan MEBIT.

No Kondisi Nilai

1 pH 7,9

2 Temperatur 26ºC

3 Intensitas Cahaya 2593 Lux

Inokulum Nannochloroppsis sp. yang ditambahkan sebanyak 10%

(v/v) dengan kepadatan sel 3,4x10ˉ6 g/L. Dalam tahap ini juga dibuat

media yang tidak ditambahkan inokulum Nannochloroppsis sp. yang

berfungsi sebagai kontrol. Adapun perlakuan kultur Nannochloroppsis

sp. pada tahap kultivasi disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:

Page 58: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

38

Tabel 6. Perlakuan kultur Nannochloroppsis sp. pada tahap kultivasi

Kode

Sampel*

BG 11

(mL)

MEBIT

6%

(mL)

Inokulum

10% v/v

(mL)

Volume

Total

(mL)

K-BG11 2000

2000 U-BG11 1800 200

K-MEBIT 2000

U-MEBIT 1800 200

Keterangan:*K-BG11= Kontrol media BG 11, U-BG 11= Kultur BG

11, K-MEBIT = Kontrol Media MEBIT dan U-MEBIT =

Kultur MEBIT

c. Pengamatan pertumbuhan Nannochloropsis sp.

1) Kerapatan Optik (Optical Density)

Optical Density (OD) ditentukan dengan menggunakan

spektrofotometer varian carry 50 probe. Sebanyak 1 mL

inokulum Nannochloropsis sp. diambil menggunakan pipet

volumetrik, kemudian diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 750 nm (Griffiths et al., 2011). Pengamatan

pertumbuhan berdasarkan OD dilakukan selama 16 hari, diawali

hari ke 0 (t0) kultivasi.

2) Ekstraksi Klorofil a

(a) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Klorofil a

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang

maksimum klorofil a Nannochloropsis sp. yang stabil,

kemudian panjang gelombang maksimum yang diperoleh akan

digunakan sebagai metode untuk pengamatan pertumbuhan.

Metode penentuan panjang gelombang klorofil a mengacu

pada Amaral, (2012).

Page 59: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

39

Stok inokulum Nannochloropsi sp. diambil dengan volume

berbeda-beda yaitu 0 mL, 2 mL, 4 mL 6 mL dan 8 mL.

Kemudian ditambahkan media sampai volume 10 mL. Sampel

diekstraksi menggunakan metanol. Setelah sampel diekstraksi,

ekstrak diukur menggunakan spektrofotometer Varian Carry

50 Probe pada rentang panjang gelombang 200 nm sampai 800

nm.

(b) Pengukuran Klorofil a

Pengukuran klorofil a untuk pengamatan pertumbuhan

Nannochloropsis sp. mengacu pada metode Becker, (1994)

Inokulum dari masing-masing media kultivasi (BG 11 dan

MEBIT), diekstraksi menggunakan metanol. Sampel diambil 1

mL disentrifugasi menggunakan sentrifugasi model micro one

pada 2600 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan

pellet mikroalga dibilas menggunakan akuades untuk

menghilangkan garam, lalu disentrifugasi kembali.

Pellet mikroalga ditambahkan 1 mL metanol lalu diultrasonik

selama 15 menit kemudian disentrifugasi, sehingga diperoleh

ekstrak Nannochloropsis sp. Ekstrak Nannochloropsis sp.

kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang yang

telah ditentukan. Pengamatan pertumbuhan berdasarkan

konsentrasi klorofil a dilakukan selama 16 hari, diawali hari ke

Page 60: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

40

0 (t0) kultivasi. Kadar klorofil a dapat dihitung menggunakan

persamaan (Becker,1994) sebagai berikut:

Klorofil a (µg/mL) = (16,5 × A665) - (8,3 × A650)

d. Pemanenan Nannochloropsis sp.

Pemanenan Nannochloropsis sp. mengacu pada metode (Handayani

dan Dessy, 2012). Kultur Nannochloropsis sp. dipanen pada fase

eksponensial . Pemanennan Nannochloropsis sp. dilakukan

menggunakan teknik sentrifugasi. Biomassa basah hasil sentrifugasi

dikeringkan menggunakana freeze-dryer selama 21 jam. Biomassa

yang telah kering ditimbang untuk mengetahui berat kering yang

diperoleh. Selanjutnya, produktivitas biomassa Nannochloropsis sp.

dapat dihitung menggunakan persamaan Singh.,et al (2015) sebagai

berikut:

Konsentrasi Biomassa = Berat Biomassa kering (g)

Volume Kultur (L)

Produktivitas Biomassa = Konsentrasi Biomassa (

gL⁄ )

Jumlah Hari Kultivasi

e. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry

Analisis protein dilakukan menggunakan metode Lowry (Lowry et al.,

1951). Adapun tahapan dalam analisis protein mikroalga sebagai

berikut:

Page 61: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

41

1) Ekstraksi

Biomassa Nannochloropsis sp. yang telah di freeze-dry ditimbang

sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dengan 50 ml buffer fosfat

pH 7, disonifikasi selama 60 menit, lalu disentrifugasi pada suhu

4°C dengan kecepatan 4500 rpm selama 10 menit. Filtrat

dipisahkan dari endapan yang terbentuk.

2) Penentuan Kadar Protein Metode Lowry

a) Pembuatan Pereaksi

Pereaksi A : 2 g Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH

Pereaksi B : 5 mL CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 3

mL larutan Na/K tartarat 1%

Pereaksi C : 2 mL pereaksi B + 100 mL pereaksi A

Pereaksi D : Reagen folin cioceleau diencerkan dengan

aquadest (1:1)

Larutan Standar : Larutan BSA (Bovine Serum Albumin).

b) Metode

Filtrat hasil ekstraksi diambil sebanyak 1 mL lalu ditambahkan

akuades sebanyak 3 mL, dicampurkan dengan 5 mL pereaksi C

dan campuran diaduk rata menggunakan vortex selama 10

detik kemudian dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar.

Setelah itu ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan

diaduk dengan sempurna, didiamkan selama 30 menit pada

suhu kamar dalam keadaan gelap. Serapannya diukur

Page 62: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

42

menggunakan spektrofotometer Uv -Vis Varian Cary 50 Probe

pada λ 650 nm. Untuk menentukan konsentrasi protein pada

mikroalga Nannochloropsis sp. digunakan kurva standar BSA

(Bovine Serum Albumin). Larutan standar BSA dibuat dengan

konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.

Kandungan protein biomassa mikroalga dapat dihitung

menggunakan persamaan Victoria et al., (2010) sebagai

berikut:

Protein (%, ww⁄ ) =

CVD

m×100 %

Keterangan :

C = Konsentrasi protein (mgL−1) dari kurva kalibrasi

V = Volume buffer yang digunakan untuk ekstraksi (L)

D = Faktor pengenceran

m = Berat biomassa (mg)

f. Verifikasi Metode Lowry

(1) Presisi

Presisi ditentukan dengan menganalisis protein dari ekstrak

Nannochloropsis sp. pada media MEBIT dengan metode Lowry,

dan dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali pada hari yang sama.

Presisi dapat diukur sebagai nilai standar deviasi relative (RSD).

Adapun nilai RSD dihitung menggunakan persamaan dari AOAC,

(2005) sebagai berikut :

Page 63: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

43

SD=√∑ ( Xi - X )

2ni=1

n-1

%RSD=SD

X×100%

Keterangan :

X = Kadar rata-rata sampel

SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

(2) Akurasi

Akurasi dilakukan dengan menambahkan larutan standar Bovine

Serum Albumine (BSA) 500 µg/mL ke dalam sampel ekstrak

Nannochloropsis sp. Sampel yang telah ditambahkan standar

dianalisis menggunakan metode Lowry. Analisis dilakukan

pengulangan sebanyak 6 kali. Selanjutnya nilai akurasi ditentukan

berdasarkan persen perolehan kembali atau % recovery. Persen

perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan persamaan

dari AOAC, (2005) dibawah ini:

% Recovery =(C1-C2)

C3 x 100 %

Keterangan:

C1 = Konsentrasi total sampel setelah penambahan baku (μg/mL)

C2 = Rata-rata konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

(μg/mL)

Page 64: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

44

C3 = Konsentrasi analit yang ditambahkan (μg/mL)

(3) Batas Deteksi (Limit of Detection = LOD)

Pada penelitian ini batas deteksi ditentukan berdasarkan kurva

kalibrasi linear. Batas deteksi dilakukan dengan pengukuran

larutan blanko. Larutan blanko terdiri dari larutan buffer posfat pH

7 sebanyak 1 mL, akuades 3 mL, pereaksi lowry 5 mL dan

pereaksi D 0,5 mL. Adapun batas deteksi dapat dihitung dengan

persamaan dari AOAC, (2005) sebagai berikut :

S (y

x⁄ )=√∑((y-yi))2

n-2

LOD=3×S(

yx⁄ )

b

Keterangan :

S (y

x⁄ ) = Standar Deviasi

b = Slope

LOD = Batas deteksi

Page 65: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa :

Nannochloropsis sp. mampu tumbuh pada media MEBIT 6 % v/v dengan

OD 750 nm 0,14-1,48 dan konsentrasi klorofil a 1,27-13,51 µg/mL serta

pada akhir kultivasi diperoleh konsentrasi biomassa 0,311 g/L dengan

kadar protein 30,65%.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan logam

berat menggunakan AAS (Atomic absorption spectroscopy) atau ICP

(Inductively Coupled Plasma) untuk mengetahui kualitas biomassa sebagai

sumber protein yang lebih baik.

Page 66: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, O., Mutiara, M., Buchori, L. 2013. Pengikatan Karbon dioksida

dengan Mikroalga (Chlorella vulgaris, Chlmydomonas sp, Spirullina sp)

dalam Upaya untuk Meningkatkan Kemurnian Biogas. Jurnal Teknologi

Kimia. 2: 212-216.

Abreu, A. P., Fernandes, B., Vicente, A. A., Teixeira, J., Dragone, G. 2012.

Mixotrophic Cultivation of Chlorella vulgaris Using Industrial Dairy

Waste as Organic Carbon Source. Bioresour Technol. 118: 61-66.

Adehoog., Simon, K. F. 2001. Marine ecological proceses. Great Britain.

London.

Amaral, M. F. P. 2012. Evaluation Concentration In Manure Based Media.

(Dissertations). Biosystems and Agricultural Engineering. University of

Kentucky. Lexington, Kentucky. 165 pp.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of

Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin

Station. Washington. London.

Andersen, R. A. 2005. Algal culturing technique. Elsevier Academic Press. UK.

596 hlm.

Anon, Sen M. A. T., Kocer, M. T., Erbas, H. 2009. Studies on Growth Marine

Microalgae in Batch Cultures: Nannochloropsis oculata

(Eustigmatophyta). Asian J. of Plant Sciences. 6: 642-644.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2016. Lampung dalam Angka 2015.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Lampung.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI.06-6989.59-2008. Air dan Limbah-

Metoda Pengambilan Contoh Air Limbah. Badan Standardisasi Nasional.

Jakarta.

Becker, E.W. 1994. Microalgae : Biotechnology and Microbiology. Cambridge

University Press, Cambridge, UK, 1994. Diperoleh dari

https://books.google.co.id. Diakses pada tanggal 5 Juli 2018.

Page 67: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

67

Brown, M. R., Jeffrey S.W., Volkman, J. K., Dunstan, G. A.1997. Nutritional

Properties of Microalgae for Marine Culture. Aquaculture.151: 315-331.

Cai, T., Stephen, Y., Park., Ratanachat, R., Yebo, L. 2013. Cultivation of

Nannochloropsis salina Using Unaerobic Digestion Effluent as a Nutrient

Source for Biofuel Production. Applied Energy. 108: 486-492.

Canadian Phicological Culture Center. 2017. BG-11 Medium (modified by

J.Acreman). Diperoleh dari https://uwaterloo.ca/canadian-phycological-

culture-centre/cultures/culture-media/bg-11. Diakses pada tanggal 1 Mei

2017.

Chen, C., Yeh, K., Aisyah, R., Lee, D., Chang, J. 2011. Cultivation

Photobioreactor Design and Harvesting of Microalgae for Biodiesel

Production: a Critical Review. Bioresour Technol. 102 (1):71-81.

Chojnacka, K., Marquez-Rocha, F. J. 2004. Kinetic and Stoichiometric

Relationships of the Energy and Carbon Metabolism in the Culture of

Microalgae. Biotechnology. 3: 21-34.

Clesceri, L.S., Greenberg, A.E., Eaton, A.D., 1998. Standard Methods for the

Examination of Water and Wastewater, 20th ed. American Public Health

Association, Washington DC.

CSIRO. 2009. Nannochloropsis sp. http://www.scienceimage.csiro.

au/image/10697 diakses 07 Desember 2017.

Day, R. A., Underwood, A. L. 2002. Analisis kimia kuantitatif. Edisi Keenam.

Penerbit Erlangga. Jakarta. 682 hlm.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008, Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Gramedia Pustaka. Indonesia.

Dragone, G., Bruno, F., Antonio, A., Vicente., Jose, A., Teixeira. 2010. Third

generation biofuels from microalgae. In: A. Mendez-Vilas (Ed).,

Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in

Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Chemical

Engineering Department, University of Coimbra. Portugal. Pp 524.

Dufosse, L., Galaup, P., Yaron, Anina., Shoshana, M. A., Blanc, P., Murthy, K. N.

C., Ravishankar, G. A. 2005. Microorganisms and Microalgaee as Source

of Pigmens for Food use: a Scientific Oddity or an Industrial Reality.

Trend in Food Science &Technology .16: 389-406.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius (Anggota IKAPI). Jakarta. 258 hlm.

Page 68: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

68

Griffiths, M. J., Clive, G., Robert, P. V. H, Susan, T. L. H. 2011. Interference by

Pigment in the Estimation of Microalgal Biomass Concentration by

Optical Density. Journal of Microbiological Methods. 85: 119-123.

Guillard, R. R. L. 1975. Culture of Phytoplankton for Feeding

Marine.Invertebrates.In: Smith, M.L. and Chanley, M.H., Eds., Culture of

Marine Invertebrates Animals.Plenum Press. New York. Pp 29-60.

Gustafon, Y. A. 2015. Wastewater to Eenewable Energy at a Tapioca Factory in

Vietna. In-situ Ealuation of Anaerobic Covered Pond Preating High

Strength Industrial Wastewater. (Thesis). Water and Environmental

Engineering. Department of Chemical Engineering. Lund University.

Sweden. 70 pp.

Graneli, E., Salomon, P. S. 2010. Factor Influenceing Allelopathy and Toxicity in

Prymnesium parvum. Journal of The American Water Resources

Association. 46:1.

Hadiyanto., Azim, M. 2012. Mikroalga Sumber Pangan & Energi Masa Depan.

Edisi Pertama. UPT UNDIP Press. Semarang. 126 hlm.

Handayani, N. A., Dessy, A. 2012. Potensi mikroalga sebagai Sumber Biomasa,

dan Pengembangan Produk Turunannya. Jurnal Staf Pengajar Jurusan

Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 33(2): 58-65.

Harun, R., Singh, M., Forde, G. M., Danquah, M. K. 2010. Bioprocess

Engineering of Microalgae to Produce a Variety of Consumer Product.

Renewable and Sustainable Energy Reviews. 14: 1037-1047.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian. 3: 117-135.

Hermawan, L. S. 2006. Pertumbuhan dan Kandungan Nutrisi Tetraselmis sp. yang

Diisolasi dari Lampung Mangrove Center pada Kultur Skala Laboratorium

dengan Pupuk Proanalisis dan Pupuk Urea dengan Dosis Berbeda

(Skripsi). Universitas Lampung. 86 pp.

Hasegawa, T., Yoshikai, Y., Okuda, M., Nomoto, K. 1990. Accelerated

Restoration of the Leukocyte Number and Augmented Resistance Against

Escherichia Coli in Cyclophosphamide-Treated Rats Orally Administered

with a Hot Water Extract of Chlorella vulgaris. International Journal of

Immunopharmacology. 8: 883-891.

Huang, G. H., Chen, F., Wei, D., Zhang, X. W., Chen, G., 2010. Biodiesel

Production by Microalgal Biotechnology. Appl. Energ. 87: 38-46.

Page 69: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

69

Hu, H. and K. Gao. 2006. Response of Growth and Fatty Acid Compositions of

Nannochloropsis sp. to Environmental Factors Under Elevated CO2

Concentration. Journal Biotechnol Lett. 28: 987-992.

Hulatt, C. J., Rene, H. W., Sylvie, B., Viswanath., K. 2017. Production of Fatty

Acids and Protein by Nannochloropsis in Flat-Plate Photobioreactors. Plos

One. 12:1.

Isnansetyo, A., Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan

Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. 116 hlm.

Jeon, M. W., Ali, M. B., Hahn E. J., Paek, K.Y. 2005. Effect of Photon Flux

Density on the Morphology, Photosynthesis, and Growth of a CAM

Orchid, Doritaenopsis during Postmicropropagation Acclimatization. Plant

Growth Regul. 45: 139-147.

Kawaroe, M., T. Prartono, A. Sunuddin, D. W., Sari, D., Augustine. 2010.

Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar.

IPB Press. Bogor. 150 hlm.

Khan, S., Mark A. J. 1996. Laboratory Statistics. 3th Edition. Mosby Year Book.

Missouri.

Khatoon, H., Abdu, N., Banerjee, S., Harun, N. 2018. Effects of Different

Salinities and pH on the Growth and Proximate Composition of

Nannochloropsis sp. and Tetraselmis sp . Isolated from South China Sea

Cultured Under Control and Natural Condition. International

Biodeterioration & Biodegradation. 95: 11-18.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. 429 hlm.

Kong, Q. X., Li, L., Martinez, B., Chen, P., Ruan, R. 2010. Culture of Microalgae

Chlamydomonas reinhardtii in Wastewater for Biomass Feedstock

Production. Applied Biochemistry and Biotechnology. 160: 9-18.

Krohn, R. I. 2005. The Colorimetric Detection and Quantitation of Total Protein.

Dalam Buku Handbook of Food Analytical Chemistry. Editor: Ronald E.

Wrolstad. John Wiley and Sons Inc. New Jersey.

Lannan, E. 2011. Scale-up of Algae Growth System to Cleanse Wastewater and

Produce Oils for Biodiesel Production. (Thesis). Rochester Institute of

Technology. Rochester, New York. 115 pp.

Lavens, P., Sorgeloos, P. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food

for Aquaculture, Fisheries Technical Paper, Food and Agriculture.

Organization of The United Nation. Rome. 295 hlm.

Lowry, O. H., Rosebrough, N. J., Farr, A. L., Randall, R. J., 1951. Protein

Measurement with the Folin Phenol Reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275.

Page 70: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

70

Mai, H. N. P. 2006. Integrated Treatment of Tapioca Processing Industrial

Wastewater Based on Environmental Bio-technology. (Thesis).

Wageningen University. Netherlands. 180 pp.

Markou, G., Georgakakis, D. 2011. Cultivation of Filamentous Cyanobacteria

(Bluegreen Algae) in Agro Industrial Waste and Wastewater: a Review.

Applied Energy: 88: 3389-3401.

Mata, T. M., Martins, A. A., Caetano, N. S. 2010. Microalgae for Biodiesel

Production and Other Applications: a review. Renew Sust Energy.14: 217-

232.

Mayers, J. J., Anna, E. N., Eva, A., Kevin, J., Flynnc. 2017a. Nutrients from

Anaerobic Digestion Effluents for Cultivation of the Microalga

Nannochloropsis sp. Impact on Growth, Biochemical Composition and the

Potential for Post and Environmental Impact Savings. Algal Research. 26:

275-286.

Muliawati, W. 2015. Potensi Limbah Cair Organik Tapioka sebagai Penghasil

Energi Listrik Menggunakan Karbon cloth pada Sistem Microbial Fuel

Cells (MFCs) Double Chamber dengan Variasi Konsentrasi Katolit

KMNO4. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

153 pp.

Peterson, G. L. 1979. Review of the Folin phenol Protein Quantitation Method of

Lowry, Rosebrough, Farr and Randall. Anal. Biochem. 100: 201-220.

Rahmatul, R, H., Avief, N., Nonot, S., Siti, N. 2013. Produksi Biogas dari Limbah

Cair Industri Tepung Tapioka Dengan Reaktor Anaerobik 3.000 liter

berdistributor. Jurnal Teknik Pomits. 2(1): 2337-3539.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 490 hlm.

Riyanto. 2014a. Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025

Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Edisi 1. Deepublish. Yogyakarta.

139 hlm.

Rohyani, I. S., Ali, L. A. 2015. Pertumbuhan Tetraselmis dan Nannochloropsis

pada Skala Laboratorium. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON. 2:

296-299.

Singh, M., Reynolds, D. L., Das, K. C. 2011. Microalgal System for Treatment of

Effluent from Poultry Litter Anaerobic Digestion. Bioresour Technol. 102:

10841-10848.

Page 71: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

71

Singh, P., Guldhe, A., Kumari, S., Rawat, I., Bux, F. 2015. Investigation of

Combined Effect of Nitrogen , Phosphorus and Iron on Lipid Productivity

of Microalgae Ankistrodesmus falcatus KJ671624 Using Response Surface

Methodology. Biochemical Engineering Journal. 94: 22-29.

Sleigh, M. A. 1989. Protista and other protist. Edward Arnold. London. 342 hlm.

Susilaningsih, D., Djohan, A. C., Widyaningrum, D. N., Anam, K. 2009.

Biodiesel from Indigenous Indonesian Marine Microalgae

Nannochloropsis sp. Journal of biotechnology. 2: 1979-9756.

Syaichurrozi, I., Jayanudin. 2016. Potensi Limbah Cair Tahu sebagai Media

Tumbuh Spirulina platensis. Jurnal Integrasi Proses. 6(2): 64-68.

Tibbetts, S. M., Bjornsson, W. J., Mcginn, P. J. 2015. Biochemical Composition

and Amino Acid Profiles of Nannochloropsis granulata Algal Biomass

bBfore and After Supercritical Fluid CO2 Extraction at Two Processing

Temperatures. Animal Feed Science and Technology. 204: 62-71.

Triyati, E.1985. Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak serta

Aplikasinya dalam Oseanologi. Pusat Penelitian Ekologi Laut, Lembaga

Oseanologi Nasional-LIPI. Oseana, Jakarta. 1: 39-47.

Ugwu, C. U., Aoyagi, H., Uchiyama, H. 2008. Photobioreactors for Mass

Cultivation of Algae. Bioresource Technology. 99: 4021-4028.

Utama, A.W., Legowo, A. M., Al-Baarri, A. N. 2013. Produksi Alkohol dan

Produksi Gas pada Bioetanol dari Susu Rusak dengan Campuran Limbah

Tapioka. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2: 2.

Victoria, C., Lopez, G., Ceron, C., Gabriel, F., Fernandez, A., Segovia, C.,

Sevilla, F. 2010. Protein Measurements of Microalgal and Cyanobacterial

Biomass. Bioresource Technology. 101: 7587-7591.

Wang, X.L., Liu, C.L., Zang, X.C. 2002. Effect Of pH On The Growth, Total Lipid Content And Fatty Acid Composition Of The Marine Microalga Nannochloropsis

oculata. Marine Science 05: 23-31.

Wocono. 2013. Spektrofotometri Uv-Vis.

https://wocono.wordpress.com/2013/03/04/spektrofotometri-uv-vis.

diakses pada tanggal 30 Desember 2017.

Xia, A., Murphy, J. D. 2016. Microalgal Cultivation in Treating Liquid Digestate

from Biogas Systems. Article In Press. 12: 1331.

Yang, C., Zhong, Y., Ding, K., Zhang. 2008. Growth of Chlorella pyrenoidosa in

Wastewater from Cassava Ethanol Fermentation. World J Microbiol

Biotechnol. 24: 2919-2925.

Page 72: KULTIVASI DAN PENENTUAN KADAR PROTEIN Nannochloropsis …digilib.unila.ac.id/54624/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pada tahun 2013-2017. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

72

Yu, H., Jia, S., Dai, Y. 2009. Growth characteristics of the Cyanobacterium

Nostoc Flagelliforme in Photoautotrophic, Mixotrophic and Heterotrophic

Cultivation. J Appl Phycol. 21 (1): 127-133.