korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat masyarakat

14
M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption Fenomena Judicial Corruption dan Upaya Penanggulangannya M. Abdul Kholiq Abstract Fenomena of judicial corruption is the serous law problem and it is apprehensive in the context of low enforcement in Indonesia because it has mafia c/jaracter a/ic/ attihjdes. Through judicial corruption practices, the court Institution as aboard for giving the justice to '•society> is frequently abused by who upholds the law so that this case induce to the untrustworthy of society for the existing of judicature systemJhe effort of preventing therefore is crucial. The consistent and fully commitment -political will" from the govern ment in various kinds of the policies either preventive orrefreslve action must be able to give the effective solution In the effort of preventing for judicial corruption. Pendahuluan Dalam penyelesaian kasus tindak pidana dengan vonis bebas.^ ... korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat sudah seringkali rnendengar pemah memberikan julukan terhadap Indone- berbagal alasan klasik yang biasa dikemuk^an sia yang dikatakan sebagai "negeri tersangka" aparat penegak hukum saat menjelaskan Sindiran tersebut sesungguhnya memang tidak lambatnya atau bahkan macetnya proses suatu lepasketerkaitannyadengan praktikpenegakan perkara korupsi. Setiap ada Pertanyaan ke hukum terhadap sejumlah kasus korupsi manakasus-kasus korupsi tersebut, hakim pada terutama yang melibatkan tokoh-tokch penting umumnya menjawab: "Kami belum menerima neqeri ini yang seringkali liba-tiba hilang dari limpahan perkara dan Jaksa Penuntut Umum. peredaran tanpa proses atau tetap diproses Sementara Itu jika Penuntut Umum ditanya soal namun akhirnya "disantuni" oieh pengadilan yangsama. merekapastiakanmenjawabbahwa 'Sekedarcontohuntukmengingatkanrealitaspenegakanhukumsepertigambarandiatasantaralain dapal disimak kembali bagaimana ujung akhirdari kasus-kasus seperti^Andl Syamsul NurSaiim dan Syahril Sablrinyang pemah menjadi head //neberbagai media beberapa waktuy g lalu.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption

Fenomena Judicial Corruption dan UpayaPenanggulangannya

M. Abdul Kholiq

Abstract

Fenomena ofjudicial corruption is the serous law problem and it is apprehensive in thecontext of low enforcement in Indonesia because it has mafia c/jaracter a/ic/ attihjdes.Through judicial corruption practices, the court Institution as aboard for giving the justiceto '•society> is frequently abused by who upholds the law so that this case induce to theuntrustworthy of society for the existing of judicature systemJhe effort of preventingtherefore is crucial. The consistent and fully commitment -political will" from the government in various kinds of the policies eitherpreventive orrefreslve action must be able togive the effective solution In the effort ofpreventing forjudicial corruption.

Pendahuluan

Dalam penyelesaian kasus tindak pidana dengan vonis bebas.^ ...korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat sudah seringkali rnendengarpemah memberikan julukan terhadap Indone- berbagal alasan klasik yang biasa dikemuk^ansia yang dikatakan sebagai "negeri tersangka" aparat penegak hukum saat menjelaskanSindiran tersebut sesungguhnya memang tidak lambatnya atau bahkan macetnya proses suatulepasketerkaitannyadengan praktikpenegakan perkara korupsi. Setiap ada Pertanyaan kehukum terhadap sejumlah kasus korupsi manakasus-kasus korupsi tersebut, hakim padaterutama yang melibatkan tokoh-tokch penting umumnya menjawab: "Kami belum menerimaneqeri ini yang seringkali liba-tiba hilang dari limpahan perkara dan Jaksa Penuntut Umum.peredaran tanpa proses atau tetap diproses Sementara Itu jika Penuntut Umum ditanya soalnamun akhirnya "disantuni" oieh pengadilan yangsama. merekapastiakanmenjawabbahwa

'Sekedarcontohuntukmengingatkanrealitaspenegakanhukumsepertigambarandiatasantaralaindapal disimak kembali bagaimana ujung akhirdari kasus-kasus seperti^AndlSyamsul NurSaiim dan Syahril Sablrinyang pemah menjadi head //neberbagai media beberapa waktuy glalu.

Page 2: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

pihaknya belum menerima limpahan perkaradari penyidik. Kemudian penyidik pun biasanyacukup tangkas untuk mengemukakan berbagaialasan mengapa pihaknya harus menunda

. pengajuan perkara ke Penuntut Umum,misalnya karena kesulitan untuk membuklikanunsur kerugian negara dan lain sebagainya.

Fakta di alas, secara substantif memangtelah menambah daftar panjang mengenaipersoalan rumlt tindak pidana korupsi yangterjadi di Indonesia. Beberapa waktu yang laiumasyarakat digemparkan oieh "prestasi" Indonesia yang selalu menempati peringkat 'tigabesar" sebagai negara paling korup di Asiabahkan di dunia.^ Kemudian orang juga dibuatheran mengenai berbagai modus operandicanggih yang berhasil dikembangkan oieh parakoruptor, sehingga jumlah kerugian keuangannegara akibat korupsi inl telah memaksa Indonesia untuk bertahan dari kebangkrutan ekonomimelalui oara hutang ke berbagai donaturinternasional di mana kcndisinya sekarang telahmencapai ratusan bahkan ribuan trilyun rupiah.

Pada saat problem korupsi masih terus•diupayakan solusi dan penanganannya, akhir-akhir ini masyarakat juga diguncang oieh issue atau maiah mungkin sudah menjadifenomena yaitu tentang apa yang sering

disebut sebagai "judicial corruption" atau"mafia peradilan".^ Ada sinyalemen bahwasulltnya memberantas tindak pidana korupsidi Indonesia sesungguhnya tidak lagi karenalemahnya perundang-undangan atau kecilnyapartisipasi masyarakat, melainkan lebihdisebabkan karena ketidak berdayaan aparaturpenegak hukum dalam menghadapi kasustersebut karena mereka sendiri justru seringterlibat korupsi, kolusi dan nepotisms (KKN)saat menjalankan tugasnya.

Sesungguhnya fenomena judicial corruption tidaklah semata-matahanya berkait? terjadipada penyelesaian kasus-kasus pidana sajaterutama korupsi, akan tetapi sudah hampirmerata teijadinya dalam berbagai kasus hukumyang lain, seperti perdata, dagang dansebagainya."*

Judicial corruption atau mafia peradilanibaratnya merupakan makhluk halus yangtidak tampak secara kasat mata tetapi terasaada. Berbagai berita "miring" mengenaifenomena inl hampir setiap saat menghiasimedia massa. Temuan" terbesar tentang judicial corruption yang justru terjadi di institusiperadilan paling tinggi dan terhormat iaiahketika medio tahun 1996, Adi Andojo Soetjipto(seorang Hakim Agung) mengungkap adanya

^Lihat laporan berkala dari lembaga independen semacam PERC {The Political and Economic RiskConcultancyUd.) temtamapada kurun waktu 3-4tahun terakhir ini.

' Dalam bahasa yang lebih populer, issue atau fenomena judiciai corruption seringkaii dikatakan orangdengan sebutan mafia peradilan. DeskripsI lebih jelas mengenai istilah "mafia peradilan"ataujudicialcorruptionini antara lain dapatdiiihattulisan Hendardi, "Citra Bumk Peradilan." artikel pada harian Radar Jogja, edisitanggal14Agustus2002.

*Pertiatikan misalnya indikasi adanya praktek mafia peradilan pada kasus Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJfvll) yang pemah menjadi issue hukum nasionai beberapa waktu yang lalu. Perhatikan juga kasusdugaan adanya penerimaan suap oieh tiga hakim agung senior dari seseorang yang sedang bersengketadengan orang lain dalam suatu perkara perdata, yang pada akhimya justru menjerumuskan pengcaranya(bemama Endin) sebagai tersangka pencemaan nama baik kerena melaporkan kasus dugaan suap tersebut.

10 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002: 9-22

Page 3: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption ...

kasus kolusi memalukan yang terjadi diMahkamah Agung sendiri sebagai bentengpaling akhir darl segala upaya mewujudkankeadilan hukum. Sejak saat itu masyarakatmenjadi hambar kepercayaannya kepadainstitusi peradilan karena sebelumnya telahselalu mempertontonkan praktek-praktek"dagang hukum" yang "memuakkan" publik.Kondisi demlkian Inl tampakya terus berjalanhingga sekarang bahkan semakin menunjukkantingkat yang leblh memprihatinkan. Salah satuIndikaslnya iaiah terllhat darl ketidak pedulian(sikap "cuek") yang ditampilkan masyarakatIndonesia berkenaan dengan Isi laporan darlDato Param Cumaraswamy sebagai UnitedNations Special Rapporter on the Independence ofJudges and Lawyers yang beberapawaktu lalu pernah menyampaikan. penilalanbahwa pelaksanaan hukum dalam peradilandl Indonesia sungguh sangat buruk dan korup.®Sikap "masa bodoh" masyarakat Indonesiaatas penilalan pelapor khusus PBB tersebutbarangkall dapat dimengerti karena beritaseperti itu bukanlah hal baru. Sebab rherekamemang melihat atau mungkin' pernahmerasakan sendiri bagaimana praktek-praktek keculasan hukum yang justru sering

"dimainkan" oleh para aparat penegak hukumsendiri.

• Berdasarkan background tentang realitaspenegakan hukum terutama dalam kasustindak pidana korupsi seperti telah digam-barkan di atas, maka dapat dipahami jikadalam perundang-undangan korupsi hasilreformasi (c.q UU No. 31/1999) terdapatsatuketentuan yang mengamanatkan bag!terbentuknya sebuah institusi khusus yangdisebut Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi (KPTPK).®Terbentuknyakomisi Independen yang mengakomodasikeanggotaan unsur tokoh masyarakatsebagalcermin darl mekanisme kontrol sosial Ini,diharapkan dapat rtiengangkat kemball citraposltif penegakan hukum yang belakangansering menampilkan "potret pengkhianatan"terhadap nurani keadilan masyarakat. Leblhdarl itu, dl tengah semakin menipisnyakepercayaan masyarakat terhadap lembagapenegak hukum yang ada. hadirnya komisikhusus semaoam KPTPK atau dikenal puladengan nama Komisi Anti Korupsi inl,berdasarkan pengalaman di beberapa negara'temyata cukup efektif sebagai upaya terobosanuntuk memberantas meluasnya tindak pidanakorupsi yang sudah sistemik.®

®Marian Kompas, edisi tanggal 25Juli 2002.«Lihat ketentuan Rasa! 43 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi.

P̂erhatlkan misalnya Corruption Practices Investigation Bureau (CRIB) yang ada di SIngapura, BadanPencegahRasuah{BPR)dma^sia,lndependentCommissionAga}nstComjption{\OkC)d\ Hongkong danlain sebagainya! Uraian selengkapnya mengenai komisi-komisi khusus anti korupsi di beberapa negara tersebutanfara lain dapat dibaca, Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional {Jakarta; Badan Pengawas Keuangandan Pembangunan, 1999), him 435-467. ^ -i i

®Teten Masduki, Terlu Predator Bemama Komisi Anti Korupsi," harian Kedaulatan Rakyatea\s] tenggai28 Juli 2002. Dalam tulisan tersebut Teten berpendapatbahwa realitas korupsi yang terjadi d Indonesia tidakiagi hanya terdapatdsatu lokasiIinstitusi saja. Tetapi sudah merasukjauh ke dalam tubuh pemerintahan sendridan teiiad pada hamplrsemua departemen. Selain itu perkembangan juga menunjukkan bahwa penlaku koruppun sudah"menggurita" dtifcuh pariemen sebagai lembaga kontrol dan juga lembaga peradlan yang seharusnyamenjad pengawal tegaknya hukum. Oleh karena itu dalam suatu masyarakatyang kondisi konjpsinya sudah

11

Page 4: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

Guna memahami lebih jauh bagaimanakahsesungguhnya peta persoalan judicial corrup:aon yang disinyalir telah san'gat memprihatinkahtersebut, berikut ini akan dipaparkan terlebihdulu "anatominya'yaitu dengan mengidentifikasiberbagai modus yang terjadi dalam praktek,faktor-faktor genyebabnya maupun dampakyang ditimbulkannya. Selanjutnya, setelahmenegaskan bagaimana perspektif hukumpidana memandang persoalan tersebut,berdasarkan anatomi tadi tulisan ini akandiakhiri dengan analisis mengenai cara-carapenanggulangan judicial corruption sebagaisolusi.

Judicial Corruption: Praktek, FaktorPenyebab dan Dampaknya

Pekerjaan mengidentifikasi bentuk /praktekjudicial corruption, bukanlah hal mudah. Sababfenomena tersebut sudah merupakan suatujaringan yang bersifat mafia sehlngga olehkarenanya selalu bersifat terlutup. Kalupun adacerita tentang praktek judicialcorruption denganbentuk tertentu, maka hal tersebut biasanyalebih bersifat personal dan merupakanpengalaman pribadi siempunya cerita Dengan

.demikian, langkah untuk mengungkapbagaimanakah bentuk/praktek yang serlngterjadi berkait dengan judicial corruption di Indonesia, memang dibutuhkan suatu strategiinvestigative reporting yang handal.

Berkait dengan hal di atas, maka patutdisimak laporan hasil penelitlan yang pernah

dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW)sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat(LSM) yang memang sangat dikenal memilikikomitmen dan concern tinggi terhadap persoalankorupsi di Indonesia. Substansi laporan hasilriset yang dilakukan selama hampir delapanbulan untuk mengungkap bentuk/praktekfenomena judicialcorrupt'on tersebut, beberapawaktu yang lalu pernah dipublikasikan olehHarian Radar Jogja dalam empat kalipenerbitannya secara berturut-turut.^

Menurut hasil riset tersebut, praktek judicial corruption ternyata memang sudahsedemiklan "mengakar dan menjalar^ di semuatingkat dan institusi peradilan yang ada (baikkepolisian, kejaksaan maupun pengadilan).Jadi kata "judiciaP yang bermakna "peradilan"di sini tidaklah semata-mata berarti peradilanyang terjadi pada tingkat persidangan saatsuatu perkara sudah berada di pengadilansaja.

Secara global, bentuk-bentuk judicial corruption yang serlng terjadi dalam praktekselama ini kurang lebih dapat dikemukakansebagai berikut;1. Pada Tingkat Penyelidikan dan

Penyldikan oleh Polisia. Sengaja menarik uang "jasa" kepada

para korban kejahatan yang melaporke polisi dengan "ultimatum" jlkatidakbersedia membayar kasusnya tidakakan ditangani/diproses.

b. "Menjual" kasus kepada tersangkadengan "harga" tertentu yang jlka

sedemlkian sistemiks^serti d Indonesia, lebih-lebihjika aparatpenegak hukum justrumenjad bagiandari reamkonjp itu sendiri, maka penanganan yang menggunakan pendekatan konvenslonal (melalui lembaga penegakhukum yang ada) sungguh akan merupakan suatu mission impossible. Karenanya peilu institusi baru semacamKomisiAnti Korupsi.

®Lihat hatian RadarJogja, edisi tanggal 24,25.26 dan 27 Juli 2002.

12 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002:9-22

Page 5: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption

disepakati make kasus tersangkadapat "dikemas" untuk dikategorikansebagai kurang cukup bukti sehinggatidak perlu dlteruskan prosesperkaranya karenasudah dikeluarkanSP-3 (Surat Perintah PenghentianPenyidikan).

0. Menawarkan (secara pilihan) kepadatersangka pasal-pasal hukum pidanayang akan dijadikan landasan hukumdalam menyusun Berita AcaraPemeriksaan (BAP), yang penentuanakhirnya akan disesuaikan dengankecccokanhargayang mampu dibayarolehtersangka.

d. "Menjual" status tahanan seorangtersangka yang perkaranya sedangdisidik. Besar kecilnya harga yangdisanggupi tersangkaakan menentukanstatus akhir penahanannya (RumahTahanan/sel, Tahanan' Rumah.Tahanan Kota atau Bebas).

e. "Menjual" kondisi tempat penahananbagi tersangka yaitu dengan oaramenyampaikan secara berbisik bahwatersangka yang mau dan mampumembayar sejumlah uang sesuaikeinginan polisi akan di tahan ditempat yang relatif lebih aman danterlindungi dibanding jika tidakmembayar apapun.

2. Pada Tingkat Pra Penuntutan danPenuntutan oleh Jaksa

'a. Meiakukan pemanggilan secarakhusus untuk merundingkan 'uangdamai" dengan seseorang yangsecara yuridls dlindlkasikan terlibatsuatu perkara pidana terutama dalam

kasus korupsi, sekalipun yangbersangkutan secara resmi belumberstatus sebagai tersangka (terrormental).

b. "Menjual" kelanjutan status tahananseseorang tersangkayang perkaranyasudah dillmpahkan oleh penyldikkepada kejaksaan. Besar kecilnyapembayaran "harga" yang disanggupitersangka akan sangat menentukanapakah pada akhirnya tersangka akantetap berdiam di sel rumah tahanan,ataukah berubah status sebagaitahanan rumaK, tahanan kota ataukahbebas dari penahanan sama sekali.

c. Merekayasa kelemahan suratdakwaan yang menuju kearah obscuurlibel (dakwaan kabur) sehinggaterdakwa dapat memperoleh putusanbebas dari pengadilan. Model mafiaseperti ini ongkos "uang damainya"memang relatif iebih mahal karenaharus meiakukan net working(jaringan) dengan pihak hakim dipengadilan.

' d. "Menjual" status keterlibatan seseorangdalam suatu perkara pidana dengankompensasi "uang dama'i" tertentu yaknipada saat Jaksa akanmenyusun suratdakwaan. Misalnya dari status sebagaitersangka/terdakwa menjadi saksi, daripengedar menjadi konsumen (hal yangbiasa terjadi dalam kasus naroba), daripelaku utama menjadi pelaku pesertadan lain sebagainya. Perubahan kearah status tertentu juga sangatdipengaruhi oleh besar kecilnya 'uangdamai" yang sanggup dipenuhi olehtersangka/terdakwa.

13

Page 6: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

e. "Menjual" funtutanpidanayangnantinyaakan dibacakan oleh Jaksa pada saatmelakukan requisitoir dihadapansidang pengadilan. Besar kecilnyatuntutan pidana yang diajukan jugasangat dipengaaihi oleh besar kecilnya

•"uang setoran" yang disanggupiterdakwa.

3. Pada Tingkat Persidangan dlPengadilan oleh Hakim

_a. Berdasarkan net working Oarlngan)rahasia yang telah terbentuk antaraHakim, Jaksa dan Pengacara, hakimpemerlksa perkara dapat melakukan"lobi-lobi" hukum berkait dengan isivcnnis yang akan dijatuhkan kepadaseorang terdakwa. Tentu saja semuaitu harus ada'T<ompensasi linansialnya".

b. Dalam kasus di mana terdakwa

sesungguhnya dalam posisi kuat dansecara yuridis dapat diputus bebas,hakim pun masih dapat "mema-'inkannya" dengan cara menunda-nunda persidangan maupun vonnisnya

"agar terdakwa "menghubungi" hakim.Jika kemudian vonnis bebas yangakhimya benar-benar muncui, makaha!demikian ini akan segera dikatakan"untunglah terdakwa cepat-cepatmenghubunglnya".

0. Menggelar "peradilan siluman" yangdiadakan padapagi hari sekali (kuranglebih pukul 8.00 WIB) sehingga praktistidak ada kontrol publik yang berartikarena belum ada pengunjung. Gelarperadilan semacam ini hanyalahbertujuan untuk sekedar memenuhiformalitas persidangan menurut hukumacara. Terlebih lag! jika putusannyasudah dipersiapkan (baca; diatur)

sebelumnya sesuai"kesepakatan" antarahakim, jaksa, pengacara dan paniterayang mencatatnya. Untuk melakukanpersidangan "ganjil" tersebut, semuapihak di atas tentu mempercleh "uangjatah" dari pihak terdakwa / terpidana.

d. Jika persidangan suatu perkaratersebut berada padaJahap bandingdi Pengadilan Tinggi atau kasasi diMahkamah Agung, maka praktekmafia peradilan dengan berbagaimodusnya lebih memungkinkan terjadikarena sifattertutupnya persidangan dikedua tahap tersebut.

e. Di tingkat banding dan kasasi ini puia,perkara yang sudah divonnis olehpengadilan tingkat pertama ljudexfacti) putusan akhirnya tetap dapat"(^imainkan' oleh hakim sesuai"pesanan." MIsainya bunyl vonnismenyatakan bahwa putusan pengadilanpertama tidak dapat diiaksanakan,terpidana tidak periu menjalani hukumandi penjara dan lain sebagainya.

Di samping modus di atas, sesungguhnyamasih banyak bentuk-bentuk lain dari praktekjudicialconvpt'on yang kesemuanya cenderungbersifat sebagai suap kepada aparat agartindakan-tlndakan hukumnya lebih berpihakkepada yang memberi suap. Misalnya dengancara mengundang polisi ataujaksaatau hakimyang sedang menangani perkaranya untukmenjadi nara sumber dalam suatu seminarbiasa tetapi dengan honorarium yang iuar biasakarena mencapai puluhan bahkan ratusan jutarupiah. Ada puia yang melakukan suap meialuicara yang sangat haius yaitu denganmenyediakan diri sebagai penanggung jawabseluruh biaya hajatan resepsi keiuarga seorangpoiisi/jaksa/hakim yang sedang menangani

14 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002:9-22

Page 7: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption

perkaranya dengan harapan tentu ada imbalbalik berupa penanganan hukum yangmenguntungkan pihaknya dan Iain-Iain.

Menyimak praktek judicial corruption diatas, ada satu pertanyaan mendasar yangpatut dikemukakan dalam hubungan ini:Apakah sesungguhnya yang menjadi faktorpenyebab atas rusaknya kehidupan hukum diIndonesia tersebut?

Berkait dengan pertanyaan di atas, adasinyalemen yang mengindikasikan bahwapatologi birokrasilah yang merupakan faktorpenting dan signifikan bagi timbuinya fenomenajudicial corruption. Karena dalam kondisipatologis tersebut aparat birokrasi dapatdengan mudah rnengabaikan tugas utamanyasebagai lembaga peiayanan publik, dan"mengobyekkan" tugas peiayanan tersebutkepada para penyuap yang secara kongkritmampu memberikan keuntungan besar dancepat bagi mereka. Mengingat institusiperadiian berada dalam struktur birokrasi, makatidak mengherankan jika peradiian kita punterkena imbas patologi korup tersebut. "

Adapun akar penyebab timbuinya patologibirokrasi itu sendiri sesungguhnya dapat dilaoakdarireaiitaspolarekruitmen aparatbirokratyangselaiu menampilkan oara-cara tidak transparandan tidak fair (alias koruptif, kolutif dan nepotis).Inilah awai mula para birokrat mengenal dan"terjangkit" patologi yang disebabkan karena

Virus" korupsi, kolusi dan nepotisme. Akibatnyasikap dan perilaku korup saat merekamenjaiankan tugas pun dipandang sebagai halyang wajar/biasa."

Lebih celaka lagi, dalam perkembangandi era reformasi sekarang, perilaku koruptersebut justru telah merasuk ke semualembaga publlk (tidak hanya eksekutif danyudikatif saja tetapi juga badan legislatif yangseharusnya berperan sebagai control insfitu-ft'on)" melalui konstruksi yuridis yang disahkansecara demokratis. Kita masih belum lupabagaimana para anggota wakil rakyat (DPR)terutama yang ada di daerah-daerah "ramai-ramai" melegitimasi penerimaan uang tali asihIdana puma bhakti, biaya studi banding, fasilitasdinas dengan sepeda motor atau bahkan mobilmerk tertentu dan sebagainya tanpamengindahkan sama sekali kepentingan publikyang diwakilinya. Semua "profit" di atasdiputuskan dan disahkan dalam RAPBDmelalui mekanlsme rapat, musyawarah atauvoting yang nota bene merupakan simboi-simbol demokrasi. Oieh karenaitu, negarayangteiah memperlihatkan fenomena yangdemikian ini menurut Carasciuc dikatakansebagai negara yang telah terjangkit penyakit"Democratic Corruption" atau demokrasikorupsi,

Terlepas dari berbagai hal yang menjadisumber penyebab aneka korupsi di atas, yangpasti iaiah jika gejala tersebut sudah menjalar

10 Artidjo Alkostar, "Kolusi: Permasalahan dan Penanggulangannya", makalah dalam diskusi Kolusi:Permasalahan dan Penanggulangannya, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Ull Yogyakarta tanggal 18Me! 1995.

n

" Issue penerimaan suap yang menerpa sejumlati anggota Komisi IX DPR Rl berkaitdengan dvestasiBank Niaga belakangan ini adalah satu dari sekian banyak bukti mengenai hal cli atas. •"CarasciucsebagaimanadkutipoiehTriWidodoW.Utomodalamtuiisannya begudul ^/lencermat GejalaDemokrasi Koaipsi", artikel padahaiian Kompas, edisi tanggal 1&September2002.

^ 15

Page 8: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

ke tubuh institusi peradilan sehinggateijadl apayang disebut didepan sebagai judicial corruption, maka hal demikian ini tentu menjadiancaman serius bagi tegaknya supremasihukum yang merupakan salah satu agendapenting reformasi di Indonesia. Karena dalamsituasi di atas publik menjadi tidak percaya iagite'rhadap hukum dan institusi penegaknya.Kemudian impiikasi ketidak percayaan tersebutbiasanya akanmudah termanifestasikan dalamberbagai priiaku brutal yang bersifat massal[eigen richting) sebagalmana yang seringterjadi akhir-akhlr ini.

Perspektif Hukum PIdana tentangJudicial Corruption

Dewasa ini, Indonesia telah memiiikiseperangkat hukum yang sesungguhnya relatifcukup memadai sebagai basis yuridis untukmenangguiangi fenomena judicial corruption.

Pada prinsipnya, jika bentuk atau praktekjudicial corruption sebagalmana dipaparkanterdahulu dicermati secara mendalam, makafenomena tersebut sesungguhnya hampirseialu melibatkan minimal dua pihak. Pertama

iaiah pihak yang 'menyuap aparat penegakhukum (biasanya datang dari orang yangsedangberperkaraseperti tersangka, terdakwa,penggugat, tergugat, keiuarganya ataupengacaranya). Kedua iaiah pihak aparatpenegak hukum yang menerima suap.

Dalam beberapa pasal KUHP yangsekarang telah diadopsi dan kemudian menjadibagian dari undang-undang korupsi baru, telahbanyak ditegaskan mengenai statuskriminainyakedua perbuatan diatas (yakni menyuap danmenerima suap) dengan ancaman sanksipidanayang relatif cukup berat^^

Pasai-pasai seperti 209 dan 210 KUHPadaiah contoh dari ketentuan hukum yangsecara tegas meiarang perbuatan siapapunyang menyuap dengan memberi sesuatuataupun baru menjanjikan akan memberisesuatu balk kepada pejabat secara umummaupun pejabatyang berada daiam iingkunganperadilan (misalnya seorangpolisi, jaksa,hakimataubahkan adviseur/advokat), denganmaksudagar pejabat tersebut melakukan perbuatanyangmenyaiahi kewajibannya. Sebaliknya, jikaada pejabat (tentu saja termasukyang beradadaiam iingkungan peradilan), mau menerima

" Baca Prija Djatmika, "Akar Kebrutalan Publik'', Artikei dalam harian JawaPos, edisi tanggai 23Juli 2000.Analisis mengenai judicialcorruption yang dapatberdampak secara negatifterhadapsupremasihukum diatasjugapemahdibuktlkan melaiui risetpolling yangdliakukan majalah Tempo, edisi 4 Juni 2000yangmelaporkanbahwa27 %daritotalitas respondenyangbeijumiah 515orangmenyatakan tindakan mainhakim sendiri olehmassa yang terjadi akhlf-akhirinl sebenamya adaiah wajar karena masyarakat sudah tIdak percaya iagi padahukum. Kasus terakhir berkait dengandampakjudicialcoirupdon di atas Iaiah tegadinya penghakiman massakepada seorang terdakwa hingga tewas yang tegadi persis di dalam ruang sidang pengadlian PadangSidempuan karenaterdakwa yangdikenal sebagaipremansadis hanyadituntut pidanaolehaparatdengansangat ringan yaitu enam buian penjara. Adasinyalemen bahwatuntutan ringan tersebutadalalikarenaadadugaansuap daiamkasus itu. Lihat hauan.Republika, edisi tanggai 28September2002.

'®Menurut K. Wantjik Saleh, selain beberapa pasaiKUHP, suapjugameiupakan perbuatan yangdapatdikenal undang-undang khusustentangituyakni UU No. 11/1980 terutamajikamaksud-maksud penyuapansudahberkait denganpengabaian terhadap kepentingan-k^entingan umum. Selengkapnya baca K. WantjikSaleh, Tindak PidanaKorupsi danSuap(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), him 79.

16 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002: 9-22

Page 9: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption ...

suap sekalipun dengan itu ia belum berbuatmemenuhi-keinglnan si penyuap, makaperbuatan pejabat tersebut secara yuridlsdianggap telah merupakan pelanggaranhukum sebagaimana termaktub dalam pasal419dan420KUHRis

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum di atas, maka adanyafenomena judicial corruption ini jika ditinjau darisudut hukum pidana sesungguhnya tidak adamasalah yang berarti. Karena hukum yang adasudah cukup menjadi dasar untuk menindakkasus-kasus mafia peradilan balk yang limbuldari masyarakat penyuap maupun dari aparatyang disuap. Di samping itu sebagai profesi,keterlibatan aparat penegak hukum dalamsuatu kasus judicial corruption tentu membukakemungkinan bag! yang bersangkutan untukdapat dikenai sanksi kode etik profesi sebagaisanksi moral yang secara substanstiftidak kalahringan dibanding sanksi hukum. Sebab dalamperspektif profesionaiisme, ketaatan terhadapkode etik profesi adalah suatu 'kategorischenimperatif yang perlu' diyakini, disadari danditerapkan dalam menjalankan profesinya."

Jadi dengan demikian persoalannya iaiahiebih terletak pada tidak efektifnya aturan.hukum yang berlaku. In efektifitas hukum ini

akan menjadi Iebih serius jika ternyata justrubersumber dari sikap dan prilaku aparatpenegak hukum yang'"mengkorup" hukum itusendiri melalui berbagal praktek mafiaperadilan. Jika sudah demikian, maka idealitasupremasi hukum pasti hanya menjadi Utopiasemata. Sebab menurut persepsi masyarakat,hakekat dari hukum yang mudah dipahamiiaIah dengan melihat bagaimana realitas sikapdan perilaku aparat penegak hukum saatmelaksanakan tugas penegakan hukum. Jikamereka memperlihatkan tauladan yang baikdan benar mengenai hukum, maka ketaatanmasyarakat terhadap hukum relatif Iebih besardapat diharapkan. Tetapl sebaliknya, jika aparatpenegak hukum justru mempertontonkanpraktek-praktek pengkhianatan terhadaphukum itu sendiri, maka masyarakat pun akan"menggaris bawahi" hal itu sebagai contohmengenai "diboiehkannya" melakukanpelanggaran hukum.'®

Sehubungan dengan hal di atas, makagejala ketldak percayaan publik terhadaphukum dan Institusi penegaknya yang antaralain disebabkan karena praktek-praktek judicial corruption aparat yang tidak memberikancontoh baik kepada masyarakat mengenaihukum, tentu tidak dapat dibiarkan terus

Rumusan lengkap mengenai ke empatpasal KUHP di atas dapat dibaca pada Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (Jakarta: Bumi Aksara. 1990). Namun dewasa ini, ketentuan dalam ke empatpasal KUHP di atas telah dfadopsi dan diaimuskan kembali sebagai aturan hukum menurut undang-undangkompsi baru yakni sebagaimana teimaktub dalam Pasal 5dan 6UU No. 20/2001.

" Uhatantaralainpandangan E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma BagiPenegak Hukum(YogyakartaiPeneibitKanisius, 1995),him 166. *

«Masalah peran penting attitude aparat dalam konteks keberhasilan penegakan hukum di atas. antara lamdapat dibaca Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta; RajawaliPress, 1983), him 4. LihatjugapendapatA. Karim Nasutiondalam salahsatu tulisannyayang dieditoleh BadanPembinaan Hukum Nasional (BPHN)„ Hasil Simposium Masalah Penegakan Hukum (Jakarta: Bina Cipta,1979). him 45

17

Page 10: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

berlangsung. Karena selain berdampak padaberkembangnya fenomena eigen richting(main hakim sendiri), dalam jangka panjangdapat pula "merobohkan" (tidak sekedarmelemahkan) supremasl hukum yangdldambakan. Oleh karena ilu, berbagai alternatifpemikiran mengenai upaya-upaya untukmenanggulanginya perlu terus menerusdimunculkan dan didiskusikan agar dapatditemukan suatusolusi yangbenar-benar tepatdan aplicable.

Beberapa Gagasan tentangPenanggulangan Judicial Corruption

Mencermati fenomena tentang seriusnyajudicial corruption yang terjadi, almarhumCharles Himawan pernah berpendapat bahwawalaupun 98 persen rakyat Indonesia malukarena peradilan kita dituduh mempraktekkanKKN, tetapi jika 2 persen pemegangkekuasaansecara riei tidak merasa malu, maka mustahiloitra pengadilan dapat diperbaiki. Sebaliknya,jika yang dua persen rakyat Indonesiapemegang kekuasaan riel itu merasa maludengan tuduhan tersebut kemudian secarakongkrit mengambil langkah-langkah sebagaikonsekwensinya, maka harapan Indonesiamemiliki peradilan yang bersih dan mandiritidak akan memakan waktu lama sekalipunsembilan puiuh deiapan persen rakyatnyakurang peduii dengan ha! itu.

Esensidarl statementdiatas sesungguhnyadapat dibaca sebagai ungkapan yangmenunjukkan betapa pentingnya kedudukan

pemerintah sebagai penguasa yangmerupakan "key instituHon" bag! keberhasilanpenanganan suatu kejahatan terutama korupsiyang realltanya sudah merasuk ke dalamsemua institusl. Karena pemerintahlah yangme.miliki kewenangan untuk mengeluarkanberbagai kebijakan yang dapat bersifat"memaksa" kepada publik untuk mentaatinya.

Berdasarkan konfigurasi pemikiran yangdemikian, maka ha! pertama yang cukuppenting dan mendasar bagi upaya penanggulangan judicial corruption iaiah perlunya adapolitical will yang kuat dari penguasa untukmenanganinya. Political will tersebut harusdikongkritkan melalui berbagai kebijakan (balkbersifat preventif maupun represif) danpeiaksanaan dari kebijakan itu sendiri yangbenar-benar mencerminkan konsistensi dankomitmen yang tlnggi.^®

Dalam perspektif pdlitik krlminal, setiapupaya untuk menanggulangi kejahatansebaiknya adalah dengan menggabungkandua pendekatan sekali gus yakni pendekatanpenal (membuat aturan hukum pidana danmenegakkannya secara konsisten) danpendekatan non penal (mengidentifikasi akarpenyebab kejahatan yang terjadi kemudianmenanganinya secara komprehensif). Hal inikarena masing-masing pendekatan padakenyataannya memaiig memiliki keleblhan dankelemahannya sendiri sehingga penerapannyaharus dipadukan secara integral dan bersifatkomplementatif (saiing melengkapi).

Dalam konteks judicial corruption, konseppenanganan yang integralistik tersebut antara

" Chartes Himawan sebagaimana dikutip oleh Harry Ponto dalam tullsan artikelnya berjudul "ReformasiHukum Indonesia: Menunggu Rasa Maiu," harian Kompas, edisi tanggal 7Agustus 2002.

^ Leden Matpaung, Jlndak Pidana Kompsi: Pemberantasan dan Pencegahan (Jakarta: Peneibit Djambatan,2001), him 62-82.

18 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002:9-22

Page 11: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption ...

lain dapat dijabarkan dalam beberapagagasan berikut ini:1. Perlunya dicanangkan suatu tekad oleh

pemerintah melalui langkah-iangkahkongkrit (bukti) tentang penegakan hukum

' yang non diskriminatif (tanpa pandangbulu). Artinya, siapapun yang melanggarhukum law .enforcement harus tetapberjalan, sekalipun ha! itu terhadap aparatpemerintah sendirl. Bahkan jika pelakunyaadalah unsur pemerintah terlebih lag)jajaran peradiian, maka perlu diplkirkan(melalui reguiasi hukum) mengenaipemberatan penjatuhan sanksinya. Sebabmereka adalah "public figur" yangseharusnya menjadi contoh tentang balkburuknya hukum di mata masyarakat.

2. Perlunya dikaji secara mendalammengenai periyebab pokok dari judicialcorruption sehingga aparat penegakhukum mudah terjeratKKN (c.q menarimasuap). Jika sumbernya terletak padamasalah kesejahteraan, maka perludiplkirkan melalui kebijakan kongkrit untukmeningkatkan kesejatiteraan mereka. Jikasumbernya iebih terletak pada masalah

> integritas moral, maka perlu dllakukanlangkah-iangkah mengenai mental treat-menfdengan mengeksplorasi berbagai nilaibudaya dan agama agar dapat menjadispirit dan guidence dalam tugas-tugasmereka. Jika masalahnya ternyatabersumber dari patologi birokrasi yangkorup dan terlanjur "membudaya", makadiperlukan keberanian pehguasa untuk

dapat melakukan "babat generasi" melaluikebijakan penggantian birokratyang "saklfdengan wajah birokrat baru yang relatif"steril". DI samping itu, sistem rekruitmenbirokrat perlu pula dibenahi dengan basistransparansi agar para pejabat baru tidakpernah "berkenalan" dengan "virus KKN"yang dapat merusak moraiitasnya. Jikasumber masalah berasal dari kesemuahal di atas, maka pendekatan yangkomprehensif perlu diterapkan denganmemadukan semua upaya tersebut.

3. Perlunya didalami secara kritis gagasanmengenai pembentukan institusi baruyang independen semacam Komisi AntiKorupsi atau Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi (KPTPK). Di satusisi, gagasan ini memang patut diresponsecara positif terutama jika semuaupayasebagaimana tersebut pada point nomor1 dan 2 di atas, tidak menampakkan basilseperti yang diharapkan. Terlebih lagi jikaketidak berhasilan tersebut disebabkankarena jajaran aparat yang seharusnyamenegakkan hukum justru melakukanproses pelemahan terhadap hukum itusendiri. Namun pada sisi yang lain,gagasan tersebut tetap harus dikritisikarena pembentukan lembaga baru tidakselalu berkorelasi secara signifikan denganpokok persoalan yang hendak diatasi.ApalagI jika kehadirannya justru dapatmelahirkan berbagai ekses (newprab/ems)karena berkait dengan kewenanganinstltusi-institusi lain yang telah ada.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandting: Citra Aditya Bhakti, 1996),him 4. Baca pula Barda Nawawi Arief, "Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan ,Makalah SeminarNasionalKn'minologiVI. FH-UNDIP, Semarang, tanggal 16-18September1991.

19

Page 12: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

Menurut draft RUU tentang KPTPK,"lembaga baru yang didesain sebagai superbody (komisi khusus) untuk menanganlkorupsi ini mempunyai tugas pokok sebagaikoordinator penyelidikan, penyidikan danpenuntutan terhadap tindak pidana korupsi.Dalam menjalankan tugasnya tersebut,berdasarkan pasal9-10 RUU, KPTPK diberiwewenang ekstrayaitu dapat: (a)membukakembali penyelidlkan, penyidikan danpenuntutan atas perkarayang telah memillkikekuatan hukum tetap; (b) menyampaikanrekomendasi kepada Ketua MahkamahAgung untuk menghentikan perkara dansekaligus mengajukan usul penggantianmajeiis hakim; (c) mengajukan peninjauankembali perkara yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap; dan (d) mengambilaiih penyeiidikan, penyidikan danpenuntutan terhadap peiaku tindak pidanakorupsi yang sedang dilakukan olehkepolisian atau kejaksaan.

Berdasarkan rancangan ketentuan yangdemikian, dapat diprediksikan bahwa posisidan kinerja KPTPK mendatang akan mudahsekali terbenturan" dengan iembaga-lembagapenegak hukum yang telah ada semaoamkepolisian, kejaksaan bahkan pengadiianterulama pada tingkat judex facti. Walaupunsubstansi benturan tersebut mungkln iebihmerupakan masaiah singgungan kehormatan

lembaga dan "kapling" pekerjaan. Namun jikatidak ada konsep antisipasinya, bukanmustahil kehadiran KPTPK ini justru akanmeiahirkan banyak masaiah baru. Di sampingitu, problem mengenai sosok yang dapatdiangap tepat sebagai orang "suci" sehinggadapat duduk daiam komisi tersebut danbagaimana puia mekanisme rekruitmennyayang ideal, adalah persoaian-persoaian teknisyang tidak dapat dianggap ringan sehinggamemerlukan pemecahan dan penangananserius." Hal ini dimaksudkan supayapembentukan komisi baru'nanti dapat benar-benar acceptable dan tidak meiahirkankontroversi. Teriepas dari semuapermasalahan di atas, berdasarkan komparasidi beberapa negara, kehadiran lembagakhusus semacam KPTPK tersebut tetapperiu didukung karena paling tidak dapatmenjadi harapan baru untuk membangkitkancitra positif penegakan hukum di Indonesiayang terlanjur rhangalarni "pembusukan" yangjustru bersumber dari daiam (aparal penegakhukum sendiri).

Simpulan

Berdasarkan seluruh uraian mengenaijudicial corruption yang telah dipaparkanterdahulu, setidaknya adabeberapa point yangdapat ditegaskan sebagai kesimpulan berikutini:

^ Draftyang dimaksudialah Naskah RUU tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK)sebagaimana pemah dlajukan oleh pemerintah (c.q Departemen Kehakiman dan HAM) kepada DPR perApril2001.

" Catatan yang reiatif Iebih kritis dan lengkap mengenai gagasan pembentukan komisi khusus anti korupsitersebutantara lain dapat dbaca Aioysius Wlsnubroto, "Mengkritisi RUU tentang Komisi Pemberantasan TindakRdana Korupsi," Makalah, dsampalkan dalam Fomm Diskusiyang diselenggarakan oleh Bagian Hukum Acaradan Bagian Hukum Pidana FH Atmajaya Yogyakarta, tanggal 30Novemb8r2001.

20 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002:9-22

Page 13: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

M. Abdul Kholiq. Fenomena Judicial Corruption...

1. Bahwa meskipuri judicial corruptionmerupakan fenomena yang tidak kasatmata (sulit dibuktikan), tetapi denganberbagai indjkasi dan identifikasi dalampraktek penegakan hukum, fakta dandampaknya benar-benar dirasakan ada.

.2. Bahwa salah satu faktor p'enting yangsignifikan bagi timbulnya Judicial corruption ialah karenaadanya patologi birokrasiyang secara dini telah memperkenalkan"virus" KKN kepada semua birokrat (termasukaparat penegak hukum). Akibatnya periiakukorup saat menjalankan tugas birokrasidianggap sebagai ha! yang wajar danbiasa.

3. Bahwa dari segi hukum pidana yang adasekarang, sesungguhnya sudah sangatmemadai untuk dijadikan basis yurldisdaiam menanggulangi berbagai bentuktentang fenomena judicial corruption yangterjadi. Namun, karena aparat yangseharusnya menegakkan hukum justruterlibat dalam proses lemahnya hukum,maka hukum yang adamenjadi tidak efektif.

4. Bahwa olehkarenaItu, berbagai pemikiranuntuk menanggulanginya balk yangbersifat preventiv maupun represif {penalapproach dan non penal approach) perluditerapkan secara integral dengan tetapmenjunjung tinggi sikap konslsten dankomitmen.

5. Khusus mengenal gagasan pembentukankomlsl anti korupsi sebagai salah satualternatif untuk mengatasi fenomena yud/-cial corruption, maslh diperlukan kajianyang kritis dan mendalam terutamamengenai struktur dan tugas kewenangannya,agar kehadirannya benar-benar efektif dantidak menimbulkan ekses {new problems)

. yang justru dapat meiahlrkan kontroversi

baru.

Daftar Pustaka

AlKostar, Artidjo. "Kolusl: Permasalahan danPenangguiangannya", Makalahdisampaikan dalam DIskusI Dosen FH-Ull. Yogyakarta. Tanggal 18 Mei 1996.

Arlef, Barda Nawawi. Bunga Rampai KebijakanHukum Pidana, Bandung: PenerbitCitraAditya Bhakti, 1996.

. Upaya Non PenaldalamKebijakan PenanggulanganKejahatan. Makalah SeminarNasional Kriminologi VI. FH-UNDIRSemarang. Tanggal 16-18 September1991.

Badan Pengawasan Keuangan danPembangunan (BPKP). StrategiPemberantasan Korupsi Nasional.Jakarta: Penerbit BPKP,1999.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).Hasii Simposium Masalah PenegakanHukum, Jakarta: Penerbit BIna CIpta,1979.

Djatmlka, Prija. "Akar Kebrutalan Publlk',Artikel pada harian Jawa Pos, edisitanggal 23 jull 2000.

Hendardi. "Cltra Buruk Peradllan", Artikel padaharian Kompas, edisI Tanggal 14Agustus 2002.

MasdukI, Teten". Terlu Predator BernamaKomisI AntI Korupsi", Artikel padaharian Kedaulafan Rakyat, edIsI tanggal28 Jull 2002.

Marpaung, Leden. Tindak Pidana Korupsi:

21

Page 14: korupsi, secara berseloroh beberapa pengamat Masyarakat

Pemberantasan dan Pencegahan,Jakarta: Djambatan, 2001.

Ponto, Harry. "Reformasi Hukum Indonesia;Menunggu Rasa Malu", Artikel padaharlan Kompas edisi tanggal 7 agustus2002.

Saleh, K Wantjik. Tindak Pidana Korupsi danSuap, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Sbekanto, Soerjono. Faktor-Faktor YangMempengaruhi Penegakan Hukum,Jakarta: Rajawali Press,1983.

Sumaryono, E. Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum,Yogyakarta: Penerblt Kanisius, 1995.

Wisnubroto, Aloysius. "Mengkritisi RUU tentangKomisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi', Makalah disampaikan daiamDiskusi di FH-ATMA JAVA. Yogyakarta.tanggai 3 November 2001.

Utomo, Tri Widodo W. "Mencermati GejalaDemokrasi Korupsi", artikei padaharian Kompas, edisi tanggai 16 September 2002.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

UU No. 31/1999 tentang Pemberantasar;Tindak Pidana Korupsi

UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UUNo. 31/1999

RUU tentang Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi

Majalah Tempo, edisi 4 Juni 2000

Harian Kompas, edisi tanggai 25 juii 2002

Harian Radar Jogja, edisi tanggai 24-27 Juni2002

Harian Republika, edisi tanggai 28 September 2002

♦> ♦>

22 JURNAL HUKUM. NO. 21 VOL 9. September 2002: 9-22