kortikosteroid pada asma final 1
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
REFERAT ILMU PENYAKIT ANAK
EFEK PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID JANGKA PANJANG TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK
PENDERITA ASMA
Pembimbing:
Dr. Edward Surjono, Sp. A
Oleh:
Agustriane Sobhita Putri (2011-061-132)
Jessica Hueichi(2011-061-135)
Fiona Adisurya (2012-061-031)
Vincent Widjaja (2012-061-034)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Juli
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, oleh karna rahmat dan
karunia-Nya, referat yang berjudul “ Efek Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang
Terhadap Pertumbuhan AnakPenderita Asma “ ini dapat terwujud.
Penulis mengangkat topik tentang efek penggunaan kortikosteroid jangka panjang
yang digunakan oleh anak penderita asma dan dikaitkan dengan pertumbuhan anak itu
sendiri.Kortikosteroid merupakan salah satu obat yang harus diberikan secar rutin pada anak
penderita asma untuk mengontrol serangan asma. Oleh karena itu, penulis berusaha
mengumpulkan informasi yang didapat dari berbagai sumber ke dalam bentuk referat ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Edward Surjono,Sp.A
sebagai dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam proses pembuatan referat ini.
Di dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna dan masih terdapat kekurangannya, karenanya penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, sehingga nantinya pembuatan referat dapat lebih baik
lagi.
Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat berguna dan memberikan
manfaat bagi yang memerlukan.
Jakarta, Juli 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
II.1. Definisi Asma....................................................................................7
II.2. Epidemiologi Asma...........................................................................7
II.3. Etiologi Asma....................................................................................7
II.4. Klasifikasi Asma...............................................................................8
II.5. Patogenesis Asma..............................................................................9
II.6. Manifestasi Klinis Asma.................................................................12
II.7. Diagnosa Asma................................................................................12
II.8. Diagnosa Banding Asma.................................................................13
II.9. Tatalaksana Asma Pada Anak.........................................................15
II.9.1.Medikamentosa......................................................................15
II.9.2. Tatalaksana Saat Serangan....................................................15
II.9.3. Tatalaksana Jangka Panjang..................................................16
II.10. Cara Pemberian Obat.....................................................................18
II.11. Efek-efek dari Pengunaan Kortikosteroid Inhalasi........................20
II.12. Efek Kortikosteroid Terhadap Pertumbuhan..................................21
II.13. Efek Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi pada
Pertumbuhan Anak dengan Asma..................................................22
3
BAB III KESIMPULAN......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis dari saluran nafas yang menyebabkan
obstruksi aliran udara yang bersifat episodik. Inflamasi kronis ini akan menyebabkan saluran
nafas menjadi hiperresponsif terhadap suatu pemicu.
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu, baik di negara maju maupun negara
yang sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang
berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Data yang
diperoleh dari Center fot Disease Control pada tahun 2002 menyatakan bahwa 8.9 juta anak
di Amerika menderita asma. 4.2 juta diantaranya mengalami serangan asma dalam 12 bulan
terakhir. Anak – anak yang berasal dari keluarga dengan perekonomian rendah memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk menderita asma.Di Indonesia prevalensi asma pada
anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
Tatalaksana asma bertujuan untuk mengurangi inflamasi saluran nafas dengan
meminimalisir paparan agen pemicu dari lingkungan, menggunakan obat – obatan anti
inflamasi secara rutin sebagai pengontrol ( controller ) serangan asma, dan mengontrol
kondisi komorbid yang dapat memperburuk asma. Dengan berkurangnya hal – hal yang
menyebabkan inflamasi jalan nafas, asma dapat lebih terkontrol, eksaserbasi menjadi lebih
jarang, dan penurunan frekuensi penggunaan obat reliever.1
Tatalaksana asma dibagi menjadi 2 kelompok yaitutatalaksana pada saat serangan asma
(eksaserbasi akut) atau aspek akut dan tatalaksana jangka panjang (aspek kronis). Pada asma
episodik sering dan asma persisten, selain penanganan pada saat serangan, diperlukan obat
pengendali (controller) yang diberikan sebagai pencegahan terhadap serangan asma.
Pemberian kortikosteroid yang lama pada anak merupakan perdebatan yang cukup
lama.Para ahli sepakat bahwa pemberian kortikosteroid secara sistemik dalam jangka panjang
dapat mengganggu pertumbuhan anak sehingga harus berhati-hati dan bila memungkinkan
dihindari.Melihat banyaknya pengunaan kortikosteroid jangka panjang pada anak penderita
asma, maka pada referat ini kami ingin membahas mengenai efek kortikosteroid jangka
panjang terhadap pertumbuhan anak penderita asma.2
5
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan dari referat ini adalah sebagai berikut :
a. Memahami apakah adanyaefek penggunaan kortikosteroid jangka panjang terhadap
pertumbuhan anak penderita asma
Tujuan khusus penulisan dari referat ini adalah sebagai berikut :
a. Memahami tentang sediaan dan dosis kortikosteroid pada anak penderita asma.
b. Memahami tentang cara pemakaian kortikosteroid jangka panjang terhadap anak
penderita asma.
c. Memahami tetang faktor – faktor apa saja yang termasuk dalam kriteria penilaian
pertumbuhan anak.
I.3. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk Mahasiswa
Tulisan ini diharapkan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
efek penggunaan kortikosteroid jangka panjang terhadap pertumbuhan anak
penderita asma.
b. Untuk Masyarakat Luas
- Tulisan ini diharapkan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap efek
negatif penggunaan kortikosteroid jangka panjang terhadap pertumbuhan anak.
- Tulisan ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat dan praktisi
kesehatan tentang cara pemakaian kortikosteroid jangka panajang yang baik dan
efektif untuk anak penderita asma.
c. Untuk Penelitian Lain
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan acuan yang digunakan untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai efek penggunaan kortikosteroid
jangka panjang terhadap pertumbuhan anak penderita asma.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Asma
Gangguan inflamasi kronis saluran napas yang diakibatkan oleh hiperresponsivitas
saluran napas ketika terpapar berbagai faktor risiko sehingga terjadi obstruksi dan membatasi
aliran udara (diakibatkan bronkokonstriksi, sumbatan mukus, dan inflamasi yang
meningkat).3
Definisi operasional yang digunakan oleh Pedoman Nasional Asma Anak yaitu
wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik
dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor
pencetus di antaranya aktivitas fisis dan bersifat reversibek baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.5
II.2. Epidemiologi Asma
Di Amerika Serikat, asma pada anak-anak merupakan penyebab tersering kedaruratan
anak di unit gawat darurat dengan 867.000 kasus, 166.000 dirawat di rumah sakit. Tahun
2000, asma menyebabkan 223 kematian pada anak-anak.4
Telah dilaporkan bahwa 80 % onset asma dimulai sebelum usia 6 tahun. Prevalensi
asma berkaitan dengan prevalensi rhinokonjungtivitis alergi dan dermatitis atopi.
Di Indonesia, pada tahun 2002, dari jumlah sampel 1296 anak usia 13-14 tahun
terdapat 6,7 % yang menderita asma di Jakarta.4
II.3. Etiologi Asma
Penyebab asma pada anak belum ditentukan nampun berbagai penelitian
menyebutkan bahwa kombinasi paparan lingkungan dan kerentanan biologis maupun genetik
menyebabkan asma. Paparan terhadap saluran napas meliputi alergen inhalasi, infeksi virus,
polutan kimia dan biologi misalnya asap rokok. Pada pejamu yang memiliki faktor
predisposisi, respon imun terhadap stimulus tersebut respon imun terhadap paparan-paparan
7
tersebut dapat menjadi stimulus yang memperpanjang inflamasi pada saluran napas serta
waktu penyembuhannya.4
Gambar II.1.Etiologi dan patogenesis asma4
II.4. Klasifikasi Asma
Asma pada anak terdiri dari dua jenis utama yaitu mengi berulang (recurrent
wheezing) pada awal masa kanak-kanak yang biasanya dipicu oleh infeksi virus dan yang
kedua adalah asma kronis yang berkaitan dengan alergi yang ada pada masa kanak-kanak
lanjut dan juga pada masa dewasa4
Tabel II.1.Klasifikasi derajat penyakit asma anak5
Nomor Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan faal
paru
Asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma
persisten
1 Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan sering
2 Lama serangan <1 minggu >1 minggu hampir
sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3 Intesitas serangan biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat
8
4 Di antara serangan tanpa gejala sering ada
gejala
gejala siang dan
malam
5 Tidur dan aktivitas tidak terganggu sering
terganggu
sangat
terganggu
6 Pemeriksaan fisik di luar
serangan
Normal (tidak
ditemukan
Mungkin
terganggu
(ditemukan
kelainan)
Tidak pernah
normal
7 Obat pengendali (anti
inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
8 Uji faal paru (di luar
serangan )
PEF/FEV1 > 80
%
PEF/FEV1 60-
80 %
PEF/FEV1 <60
% variabilitas
20-30 %
9 Variabilitas faal paru (bila
ada serangan)
variabilitas >15
%
variabilitas > 30
%
variabilitas > 50
%
II.5. Patogenesis Asma
Obstruksi saluran napas pada asma disebabkan berbagai proses patologi. Saluran
napas yang kecil diatur oleh otot halus melingkar pada lumernya, adanya bronkokonstriksi
pada otot bronkiolus tersebut memblokade jalan napas. Infiltrat dan eksudat inflamasi selular
yaitu eosinofil (namun bisa juga jenis lainnya, misalnya neutrofil, monosit, limfosit, sel mast,
dan basofil ) dapat memenuhi dan menghambat saluran napas dan menginduksi kerusakan
epitelia dan deskuamasi terhadap lumen jalan napas. Limfosit T helper dan sel imun lainnya
memproduksi sitokin pro alergi dan pro inflamasi (IL-4, IL-5, IL-13) dan kemokin (eotaksin)
yang memediasi proses inflamasi. Respon imun dan inflamasi mungkin juga berasal dari
proses regulasi imun normal (Limfosit T memproduksi IL-10 dan transforming growth factor
[TGF-β]) yang menekan imunitas dan inflamasi saat tidak dibutuhkan lagi. Inflamasi saluran
napas berhubungan dengan hiperresponsivitas saluran napas terhadap berbagai faktor yang
memicunya sehingga terjadi edema saluran napas, penebalan membran, deposisi kolagen
subepitelial, hipertrofi otot halus dan hipertrofi kelenjar mukosa, dan hipersekresi mukus,
semua proses tersebut berkontribusi terhadap obstruksi jalan napas. 4
9
Gambar II.2. Patogenesis Asma6
10
Tabel II.2.Pemicu Asma4
11
II.6. Manifestasi Klinis Asma
Batuk kering intermiten dan atau mengi saat ekspirasi (expiratory wheezing)
merupakan gejala asma kronis paling sering.Anak yang lebih tua dan dewasa juga memiliki
gejala napas yang pendek dan tarikan dada (chest tightness) sedangkan anak yang lebih muda
usianya menderita nyeri dada non fokal yang intermiten.Gejala pernapasan memburuk ketika
malam hari terutama selama eksaserbasi yang dipicu oleh infeksi dan alergen inhalan.Gejala
harian biasanya berkaitan dengan aktivitas fisik atau bermain. Gejala asma pada anak lainnya
tidak spesifik, meliputi keterbatasan aktivitas fisik, kelelahan umum (biasanya karena
ganggguan tidur) dan kesulitan bermain dalam kelompok dalam aktivitas fisik.4
II.7. Diagnosis Asma
Asma dapat didiagnosis berdasarkan gejala yang timbul pada pasien dan riwayat
medisnya. Beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma
adalah sebagai berikut:3
1. Mengi saat ekspirasi
2. Riwayat batuk yang memburuk di malam hari, mengi berulang, kesulitan napas yang
berulang, dan tarikan dada yang berulang
3. Gejala yang muncul dan memburuk ketika malam hari hingga membangunkan pasien
4. Gejala yang muncul dan memburuk yang memiliki gejala musiman
5. Pasien juga menderita dermatitis, atau ada riwayat keluarga dengan asma atau
penyakit atopi lainnya
6. Gejala memburuk ketika ada binatang berbulu, bahan kimia aerosol, perubahan
temperatur, tungau debu, obat-obatan (aspirin, beta-blockers), olahraga, serbuk bunga,
infeksi virus pada saluran napas, asap rokok, situasi emosional yang kuat
7. Riwayat gejala responsif terhadap terapi anti asma
8. Penyakit flu pasien seperti menyebar ke dada atau butuh waktu lebih dari 10 hari
untuk sembuh.
Selama ekserbasi asma, mengi saat ekspirasi dan fase ekspirasi memanjang biasanya
dapat didengar melalui auskultasi.Suara napas yang menurun pada beberapa lapang paru,
biasanya di lobus posterior kanan bawah konsisten dengan hipoventilasi regional karena
obstruksi jalan napas.Crackes (or rales) dan rhonki dapat terdengar, biasanya berasal dari
produksi mukus dan eksudat inflamasi pada saluran napas. Kombinasi crackles dan suara
12
pernapasan yang buruk mengindikasikan ateletaksis paru segmental yang sulit dibedakan
dengan pneumonia bronkial dan dapat mempersulit tatalaksana asma akut. Pada ekserbasi
berat, obstruksi saluran napas yang lebih parah dapat menyebabkan usaha napas berlebih dan
distress napas yang bermanifestasi sebagai mengi saat inspirasi dan eskpirasi, meningkatkan
pemanjangan ekshalasi, udara masuk dengan buruk, retraksi suprasternal dan intercostal,
nasal flaring, dan penggunaan otot aksesorius. Pada keadaan yang lebih buruk, aliran napas
yang sangat terbatas menyebabkan mengi tidak dapat didengar.4
Pengukuran fungsi paru memberikan penilaian terhadap berat, mampu tidaknya, dan
variabilitas keterbatasan aliran udara yang dapat membantu diagnosis asma.4
Spirometri merupakan metode yang dipilih untuk mengukur keterbatasan aliran udara
dan reversibel atau tidaknya sehingga dapat menegakkan diagnosis asma.Peningkatan FEV1
≥12 % dan ≥ 200 ml setelah pemberian bronkodilator yang mengindikasikan keterbatasan
aliran udara reversibel yang konsisten berkaitan dengan asma. Namun kebanyakan pasien
asma mungkin tidak memperlihatkan adanya keadaan reversibel sehingga disarankan untuk
mengulang tes ini).3
Pengukuran Peak expiratory flow (PEF) penting untuk diagnosis dan pengawan
pasien asma.Pengukuran PEF idealnya dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya.
Perkembangan 60 L/menit (atau ≥20 % PEF pra bronkodilator) setelah inhalasi bronkodilator
atau variasi diurnal PEF atau > 20 % (dua kali pembacaan dalam 1 hari, >10 %) mengarahkan
diagnosis pada asma.3
Tes diagnosis tambahan dapat dilakukan pada pasien yang gejalanya konsisten dengan
gejala asma namun fungsi paru normal, pengukuran responsivitas saluran napas terhapa
metacholine dan antihistamin, tes terhadapa manitol inhalasi, atau tes olahraga dapat
membantu penegakaan diagnosis asma.3
Tes uji kulit terhadap alergen atau pengukuran terhadap IgE spesifrik dalam serum.
Aanya alergi meningkatkan probabilitas diagnosis asma dan dapat membantu
mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan gejala asma pada pasien.3
II.8. Diagnosis Banding Asma
Berbagai kondisi respirasi pada masa anak-anak dapat memperlihatkan gejala dan
tanda yang menyerupai gejala dan tanda pada asma.4
13
14
Tabel II.3.Diagnosis banding asma 4
II.9. Tatalaksana Asma pada Anak
Tatalaksana asma anak dibagi menjadi beberapa hal yaitu tatalaksana komunikasi,
informasi, dan edukasi, (KIE) pada penderita dan keluarganya, penghindaran terhadap faktor
pencetus, dan medikamentosa.
Serangan asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yang menyebabkan
terjadinya rangsangan terhadap saluran respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi,
edema mukosa, dan hipersekresi. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat
mengurangi rangsangan terhadap saluran respiratorik.2
II.9.1. Medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa dibagi dalam dua kelompok besar yaitu tatalaksana saat serangan
(reliever) dan tatalaksana jangka panjang (controller).2
II.9.2. Tatalaksana saat serangan
Obat yang digunakan pada saat serangan disebut reliever atau obat pereda, digunakan
untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul.Obat-obat ini tidak digunakan
lagi apabila gejala sudah tidak ada. Obat-obat yang digunakan antara lainrapid acting inhaled
beta2 agonist, short acting oral beta2 agonis, dan antikolinergik. (GINA)
Penderita asma yang datang ke sarana kesehatan dalam kondisi serangan perlu
dievaluasi derajat serangan lalu dilakukan tatalaksana sesuai dengan derajatnya.Tatalaksana
awal adalah dengan pemberian beta agonis dengan penambahan garam fisiologis secara
nebulisasi yang boleh diulang dengan selang 20 menit.Jika masih belum membaik pada
pemberian ketiga ditambahkan dengan obat antikolinergik.
15
Bila dinilai sebagai serangan asma berat maka nebulisasi pertama kali langsung sudah
ditambahkan dengan antikolinergik dan oksigen 2-4 L/menit.Pada serangan yang berat, yang
belum membaik dengan nebulisasi tiga kali berturut-turut maka pasien perlu dirawat di rumah
sakit. Dilakukan nebulisasi dengan beta agonis + antikolinergik tiap 2 jam, yang ditambahkan
dengan steroid sistemik oral metilprednisolon atau prednisone 3-5 hari. 2,7,8
II.9.3. Tatalaksana Jangka Panjang
Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan asma pada jangka panjang disebut
obat pengendali (controller), atau obat pencegah atau obat profilaksis.Tatalaksana jangka
panjang (aspek kronis) pada asma anak diberikan pada asma episodik sering dan persisten,
sedangkan pada asma episodik jarang tidak diperlukan.Obat dalam golongan ini digunakan
untuk mengatasi inflamasi respirasi kronik pada asma. (1,2) Jenis obat yang dinukan sebagai
controller untuk anak adalah kortikosteroid inhalasi dan sistemik, leukotriene modifier, long
acting inhaled beta2-agonis, theophyline, cromones dan long acting oral beta2agonist
(LABA).
Kortikosteroid adalah antiinflamasi yang paling kuat, sehingga sering digunakan pada
pasien asma Pemberian kortikosteroid baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan obat
pengendali lainnya dapat meningkatkan fungsi paru (arus puncak ekspirasi, PEFR),
mengurangi gejala asma khususnya gangguan tidur malam hari, dan aktivitas sehari-hari.2,7,8
Asma Episodik Jarang
Asma jenis ini cukup diobati dengan obat pereda (reliever) berupa bronkodilator beta2 agonis
kerja pendek ( Short Acting beta2 agonis, SABA) pada saat terjadi serangan.gejala. Dalam
pemberiannya dapat dilakukan dengan pemberian obat hirupan (inhaler, bila tidak ada dapat
diberikan secara per oral.Penggunaan beta agonis secara oral dalam dosis besar dapat
menyebabkan efek samping palpitasi.
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan inhaler beta agonis sudah >3x/minggu atau sudah terjadi serangan sedang
atau berat dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sudah terindikasi.
Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis rendah, yang
sering digunakan adalah budesonid. Dosis rendah steroid hirupan adalah 100-200 μg/hari
16
budesonid (50-100 μg/hari flutikason) untuk anak usia<12 tahun, dan 200-400 μg/g
budesonid (100-200 μg flutikason) untuk anak usia >12 tahun.
Dalam tatalakasana asma, diberlakukan dasar obat antiinflamasi membutuhkan 6-8
minggu untuk mengendalikan inflamasinya.Setiap pengobatan jika sudah 6-8 minggu,
dilakukan evaluasi. Bila responnya tetap tidak baik maka tatalaksana akan berpindah ke yang
lebih berat (step-up), sebaliknya bila asmanya membaik dan terkendali maka tatalaksana
beralih ke derajat yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan steroid inhalasi
dihentikan penggunaannya.
Efek antiinflamasi dari kortikosteroid biasa muncul setelah 6-8 minggu, jika setelah
dievaluasi tidak terdapat perbaikan, masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau
aktivitas maka dosis steroid dinaikan hingga 400 μg/hari.
Asma Persisten
Apabila dengan pemberian kortikosteroid hirupan dosis rendah hasilnya belum
memuaskan, dapat dikombinasi dengan long acting beta-2 agonist (LABA) atau dengan
theophylline slow release (TSR), atau dengan antileukotrien reseptor (ALTR), atau
meningkatkan dosis kortikosteroid menjadi dosis medium. Yang dimaksud dengan dosis
medium adalah setara dengan budesonide 200-400 mg/hari-flutikason 100-200 mg/hari untuk
anak usia<12 tahun dan budesonide 400-600 mg/hari-flutikason 200-300 mg/hari.
Jika dalam 6-8 minggu masih tidak merespon tetap ada gejala asma tatalaksana
beralih ke tahap ketiga dengan meningkatkan dosis steroid sampai dosis tinggi atau dosis
medium yang ditambahkan dengan LABA, TSR, atau ALTR. Dosis tinggi adalah setara
dengan budesonide >400 mg/hari-flutikason >200 mg/hari untuk anak usia<12 tahun dan
budesonide >600 mg/hari-flutikason >300 mg/hari.
Penggunaan kortikosteroid oral (sistemik) harus merupakan langkah terakhir
tatalaksana asma pada anak.Kortikosteroid oral hanya diberikan bila bahaya dari asmanya
lebih besar daripada efek samping obat, dengan dosis awal 1-2 mg/kgBB/hari.Pemberian
kortikosteroid secara sistemik dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan anak
sehingga harus berhati-hati dan bila memungkinkan dihindari.
Jika dengan penggunaan steroid inhaler sudah terdapat perbaikan klinis yang
bermakna atau dicapai fungsi paru yang optimal, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap
sampai dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.Selain penggunaan obat
controller, usaha pencegahan terhadap faktor pencetus harus tetap dilakukan, dan
penggunaan beta agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.
17
II.10. Cara Pemberian Obat
Terdapat banyak cara untuk memberikan obat pada penderita asma. Cara pemberian obat
asma disesuaikan dengan umur dan kemauan dari anak.
Tabel II.4. Jenis Alat Inhalasi disesuaikan dengan Usia (GINA 2013)7
Umur Alat Inhalasi Pilihan Alat Inhalasi Alternatif
< 4 tahun - Pressurized Matered Dose Inhaler
(MDI) + spacer dan facemask
- Nebulizer + facemask
4-6 tahun - Pressurized MDI + spacer dan
mouthpiece
- Nebulizer + mouthpiece
>6 tahun - Dry Powder Inhaler (DPI) atau
breath pressurized actuated MDI
- MDI dengan spacer + mouth piece
- Nebulizer + mouthpiece
Spacer dapat menahan partikel obat yang dapat menumpuk di orofaring, mengurangi absopsi
dari oral dan saluran pencernaan yang dapat mengurangi efisasi dari steroid inhalasi dengan
first-pass metabolism seperti beclomethasone dipropionate, flunisolide, triamcinolone dan
budesonide yang biasa diberikan secara pressurized MDI.
Tabel II.5. Tatalaksana Asma berdasarkan jenis7
Jenis Asma Turunkan Jenis tatalaksana
Terkontrol Pertahankan dan cari cara
control asma terendah
Terkontrol parsial Tingkatkan Stepping up sampai
terkontrol
Tidak terkontrol Stepping up sampai
terkontrol
Eksaserbasi Tatalaksana sabagai
eksaserbasi
18
Tabel II.6.Tahapan Tatalaksana Asma7
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5
Edukasi Asma dan Kontrol pencetus
Rapid – Acting beta 2 agonist untuk serangan
Tanpa
controller
Pilih salah satu Pilih salah satu Tahap 3 + satu
atau lebih
Tahap 4
ditambah salah
satu
Kortikosteroid
inhalasi dosis
rendah
Kortikosteroid
inhalasi dosis
rendah + LABA
Kortikosteroid
inhalasi dosis
sedang atau
tingg + LABA
Kortikosteroid
oral dosis rendah
Leukotriene
modifier
Kortikosteroid
inhalasi dosis
sedang atau
tinggi
Leukotriene
modifier
Theophyline
Anti – IgE
Kortikosteroid
inhalasi dosis
rendah +
leukoriene
modifier
Kortikosteroid
inhalasi dosis
rendah +
theophyline
Tabel II.7.Dosis Steroid Inhalasi pada Anak7
Obat Dosis rendah
(μg)
Dosis sedang (μg) Dosis tinggi (μg)
Beclomethasone dipropionate
–CFC
100-200 >200-400 >400
Budesonide 100-200 >200-400 >400
Budesonide – nebu 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320
Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250
19
Fluticasone propionate 100-200 >200-500 >500
Mometasone furoate 100 >= 200 >=400
Triamcinolone acetonide 400-800 >800-1200 >1200
II.11. Efek-efek dari Pengunaan Kortikosteroid Inhalasi
Pemberian kortikosteroid yang lama pada anak merupakan perdebatan yang cukup lama.
Khususnya pada anak dengan usia< 5 tahun. (GINA), terdapat beberapa efek samping
kortikosteroid inhalasi yang sering dibicarakan :
a. Pertumbuhan
Pada beberapa penelitian dikatakan terdapat penurunan dari laju pertumbuhan pada
decade pertama dalam kehidupan, berpengaruh pada usia remaja dan keterlambatan
dalam pubertas yang diasosiasikan dengan keterlambatan dalam pematangan tulang
b. Supresi dari aksis hipotalamus-pituitary-adrenal
Penggunaan kortikosteroid inhalasi yang setara dengan budesonide >200 μg dapat
menyebabkan pengaruh pada aksis tersebut, dapat terjadi gangguan fungsi , namun
mekanismenya masih belum jelas
c. Katarak
Penggunaan kortikosteroid secara inhalasi tidak terbukti dapat mempengaruhi resiko
katarak pada anak
d. Gangguan pada sistem saraf pusat
Pada beberapa kasus dikatakan bahwa penggunaan kortikosteroid inhalasi dapat
menyebabkan sifat hiperaktif, agresif, insomnia, serta konsentrasi yang terganggu,
namun belum dapat dibuktikan pada penelitian
e. Oral kandidiasis, suara serak, serta memar
Kandidiasi oral merupakan efek samping yang dapat muncul namun jarang,
berhubungan dengan pengunaan antibiotic kontominan dengan dosis tinggi dan
frekuensi tinggi serta penggunaan inhaler. Penggunaan spacer dan sering berkumur
dapat mengurangi resiko munculnya kandidiasis. Suara serak dan memar belum
terbukti berhubungan dengan penggunaan obat kortikosteroid
f. Karies juga tidak berhubungan dengan pengobatan kortikosteroid namun erosi pada
gigi dan gusi meningkat pada anak dengan asma yang mungkin berhubunngan dengan
turunnya pH dalam mulut akibat penggunaan beta2 agonis
g. Efek lain yang muncul bila dosis dan cara pemberian salah : moon face, hipertensi7
20
II.12. Efek Kortikosteroid Terhadap Pertumbuhan
Biovailabilitas dari kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid inhalasi hanya dapat menghambat pertumbuhan setelah tersedia secara
sistemik. Efek sistemik dari kortikosteroid inhalasi ditentukan oleh absorpsi dari paru
dan usus. Jumlah obat yang terdeposit pada paru dan di dalam orofaring sangat
tergantung pada jenis alat inhalan yang digunakan dan teknik inhalasi dari pasien. Jika
pada alat yang digunakan terdapat spacer, kebanyakan obat yang keluar akan
terdeposit pada spacer; sedangkan jika digunakan metered dose inhaler (MDI),
kebanyakan obat akan terdeposit pada orofaring, lalu tertelan dan memiliki efek
sistemik. Bioavailabilitas sistemik tergantung pada derajat first-pass inactivation pada
hepar. Terlepas dari jenis alat inhalasi dan jenis obat yang diinhalasi, bioavailabilitas
kortikosteroid inhalasi terutama ditentukan oleh jumlah obat yang terdeposit ke dalam
paru. Peningkatan deposit obat di paru akan meningkatkan availabilitas sistemik dari
kortikosteroid inhalasi.
II.13.Efek Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi pada Pertumbuhan Anak dengan Asma
Pemberian kortikosteroid secara inhalasi tidak mempunyai efek samping terhadap
tumbuh kembang anak selama dosis yang diberikan < 200 μg dan dengan cara yang benar.
21
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka panjang hampir selalu menyebabkan
terjadinya retardasi pertumbuhan. Usia yang rentan dengan efek samping ini adalah anak usia
2-10 tahun. Laju pertumbuhan yang melambat pada tahun pertama penggunaan steroid
diakatakan memiliki sifat yang sementara. Pengguna kortikosteroid tersebut akan mencapai
tinggi normalnya namun baru akan dicapai di usia lebih lanjut.Pada anak dianjurkan tidak
melebihi 800 μg, karena dengan penambahan dosis kortikosteroid tersebut tidak akan
menambah manfaatnya, tetapi justru meningkatkan efek sampingnya. Pemberian
kortikosteroid dosis tinggi (setara dengan flutikason propionat 1000 ug) selama minimal 6
bulan tidak memberikan gangguan terhadap reduksi metabolisme tulang dan bone-age pada
penderita asma anak, namun hal itu masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Telah umum diketahui sebelumnya bahwa penggunaan kortikosteroid oral jangka
panjang dapat menghambat pertumbuhan. Patogenesis dari proses ini tidak sepenuhnya dapat
dimengerti. Kortikosteroid sistemik dapat menghambat sekresi hormon pertumbuhan,
aktivitas insulin like growth factor-1 (IGF-1), sintesis kolagen, dan produksi androgen
adrenal. Selain itu, kortikosteroid sistemik dapat menurunkan ekspresi reseptor hormon
pertumbuhan dan melepas ikatan reseptor dari mekanisme transduksi sinyalnya. Akhirnya,
kortikosteroid dapat juga menghambat pertumbuhan dengan efek growth-suppressing
langsung terhadap lempeng pertumbuhan konsentrasi yang cukup rendah.9
Efek jangka pendek dan jangka panjang dari penggunaan kortikosteroid inhalasi
terhadap pertumbuhan didapatkan bahwa dengan dosis per hari 400 μg, terjadi penurunan laju
pertambahan tinggi badan sebanyak 0,5-1,5 cm per tahun. Observasi jangka panjang
mengenai penggunaan budenoside menunjukkan bahwa laju pertumbuhan menjadi normal
kembali setelah tahun pertama, serta tidak mempengaruhi tinggi badan ketika dewasa.
Pada laporan kasus yang dilakukan oleh Kumah-Crystal dan Lomenick didapatkan
bahwa hanya terdapat satu laporan kasus mengenai anak yang laju pertambahan tingginya
terhambat; tingginya hanya bertambah sebanyak 3 cm dalam waktu dua tahun ketika
mengkonsumsi fluticasone dengan dosis 600 μg per hari. Setelah penggunaan fluticasone
dihentikan, terjadi pertambahan laju pertumbuhan menjadi 9 cm dalam waktu 1 tahun.
Peneliti sendiri tidak dapat menjelaskan dengan pasti mengapa kortikosteroid dengan dosis
sedang dan tinggi dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan. Peneliti mengungkapkan
bahwa kemungkinan hal ini terjadi akibat pembersihan (clearance) obat yang tidak adekuat
karena defek enzim sitokrom p450 3A4 di hati, sehingga kadar fluticasone berlebih.
22
Walaupun demikian, peneliti tidak mengukur kadarfluticasone, sehingga hipotesis tersebut
bersifat spekulatif.10
Pada dua penelitian yang dilakukan terhadap anak sekolah penderita asma berusia 6-
16 tahun dan 7-9 tahun, terdapat penurunan pertumbuhan sebanyak 1 cm pada kelompok
anak yang diberikan chlorofluorocarbon-beclomethasone dipropionate (CFC-BDP) sebanyak
200 μg dibanding anak yang diberikan plasebo. Penurunan ringan laju pertumbuhan juga
didapatkan dari penelitian pada 1.041 anak berusia 5-12 tahun yang diberikan 200 μg
budenoside. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa kortikosteroid dengan dosis rendah
hingga sedang bersifat aman terhadap pertumbuhan.11
Penelitian yang dilakukan oleh Skoner-Maspero-Banerji terhadap 661 anak penderita
asma berusia 5-8,5 tahun yang secara acak diberikan ciclenoside dengan dosis 40 g atau 160
g selama 1 tahun, menyimpulkan bahwa penggunaan ciclenoside tidak berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan anak, bahkan dengan dosis maksimal, jika dibandingkan dengan
anak yang menggunakan plasebo. Peneliti menjelaskan bahwa hal ini mungkin terjadi akibat
teknik inhalasi yang kurang, sehingga hanya sedikit obat yang terdeposisi di dalam paru. 12
Sebuah penelitian retrospektifdarikelompok anak-anakdengan derajat asma yang
berbedamenyatakan bahwaasma persisten merugikan karena mempengaruhipertumbuhan
tinggi anakdan sebuah studiberbasispopulasi besarlebih dari3.000 anak-anakdengan asmajuga
menyatakan bahwaasma persistenmempengaruhipertumbuhan. Mekanisme pastidimanaasma
beratataukurang terkontrolmerugikan mempengaruhipertumbuhantidak jelas, tapi mungkin
adakesamaandengan faktor-faktoryang beroperasidalam kondisisosial ekonomiyang buruk,
yangtelah terbuktimemiliki efek burukpada pertumbuhansetaradengankortikosteroid
inhalasidosis tinggi.14
Anak-anak danremajayang diberikan kortikosteroid jangka panjang baik
denganoral,inhalasi, maupunintravenamungkin mengalamiefek samping psikologis yang
merugikan(adverse psychological side effects), termasukgejala psikotik. Ini dapat terjadipada
setiap saat selamapengobatan,termasukmunculnya reaksi withdrawal.13
Penelitian lain melalui studi panjang14tahun di manaanak-anak asmadiobati
denganbudesonideinhalasiselama beberapa tahundalam dosisdisesuaikan dengantingkat
keparahan penyakit . Ada142anakyang mencapaitinggi dewasasetelahrata-
23
rata9,2tahunpengobatanbudesonidepadadosis harianrata-rata412mg. Berartidosis
kumulatifadalah1,35g(kisaran, 0,41-3,99g) dan 18anak-anak kontroldengan asma,
yangpernah menerimakortikosteroid inhalasi, dan 51saudara sehatjugadiikutisampai
ketinggiandewasatercapai. Anak-anakbudesonideyang diobatimencapaitinggi
dewasadiharapkan merekapada tingkat yang samasebagai saudara kandungmereka yang
sehatdan anak-anakkontrol.Tinggi dewasatidak dipengaruhiolehdurasi
pengobatanbudesonideataudosis kumulatifbudesonide.Tingginilai standar deviasi(SDS)
sebelum pengobatan denganbudesonideberkorelasi positif denganpersen diprediksiFEV1,
menunjukkan bahwakeparahanasmamempengaruhipertumbuhan.Selanjutnya, tinggi
dewasatergantungsecara signifikan padaketinggianSDSsebelum
pengobatanbudesonide.Tingkat pertumbuhansecara signifikan berkurangselama
pertama2tahunpengobatanbudesonide, tetapipenurunantingkat pertumbuhan tahunantidak
bertahan, dan perubahantingkat pertumbuhanselama periode inimenunjukkantidak ada
hubungannya denganperbedaan antaratinggi dewasaterukur dan sasaran.14
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Erceg et al pada 844 anak berusia 4-9,5
tahun yang menderita asma juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan laju pertumbuhan.15
Penelitian lain tentang penggunaan steroid inhalasi, grup pengguna beclomethasone
dengan 4 studidan 450 sample, menunjukkan penurunan pertumbuhan linier kecepatan 1,51
cm / tahun (95% confidence interval: 1.15,1.87). grup pengguna Fluticasone, dengan 1 studi
dan 183 subyek, menunjukkan penurunan kecepatan pertumbuhan linear .43 Cm / tahun (95%
confidence interval: .01, .85). kepekaan analisis grup beclomethasone, mengevaluasi modus
pengiriman obat, kontrol obat-obatan, dan model statistik, menunjukkan hasil yang sama.
Kesimpulan meta-analisis menunjukkan bahwa dosis moderate beclomethasone dan
flutikason pada anak-anak asma ringan sampai sedang menyebabkan penurunan linear
kecepatan pertumbuhan 1,51 cm / tahun dan 0,43 cm / tahun, masing- masing. Efek steroid
inhalasi bila diberikan untuk >54 minggu, atau tinggi dewasa akhir, masih belum diketahui.16
Tidak demikian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Madani et al mengenai
penggunaan terapi kortikosteroid terhadap pertumbuhan anak dengan sindroma nefrotik.
Penelitiannya mengungkapkan bahwa tidak terdapat keterlambatan pertumbuhan yang
bermakna pada subjeknya yang diberikan terapi prednisolon.17
24
Sebuah metaanalisis yang melibatkan 27 studi melaporkan tentang terjadinya supresi
kelenjar adrenal dan gangguan pertumbuhan pada dosis fluticasone propionate>1000ug per
hari.18
Studi retrospektif yang melibatkan 11 studi dengan 1240 sample dengan biokimia
penanda tulang ( bone markers ) dan 14 studi (373 pasien) untuk mengukur densitas tulang
memperlihatkan tidak adanya efek yang bermakna penggunaan kortikosteroid pada dewasa
maupun anak – anak. Dosis kortikosteroid inhalasi sampai 1000ug / hari pada dewasa dan
400ug / hari pada anak – anak tidak memberi efek negatif pada tulang dan pertumbuhan pada
mayoritas besar penderita asma.19
25
BAB III
KESIMPULAN
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka waktu yang panjang pada anak
penderita asma hampir selalu menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan.Pemberian
kortikosteroid tidak mempunyai efek samping terhadap tumbuh kembang anak selama dosis
yang diberikan sesuai dan dengan cara yang benar.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegeman, RM, Behrman RE., Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pedriatics 18th Edition.2007. Elsevier: Philadelphia.
2. Supriyatno, HB. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma Pada Anak. Maj
Kedokt Indon; 2005: 55(3) 237-43
3. Bateman ED, Boulet LP, Cruz A, Fitzgerald M, Haahtela T, Levy M, et al. Global
Initiative for Asthma. A Pocket Guide for Physicians and Nurses. 2011.
4. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Leung DYM. Childhood Asthma. Di dalam: Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editor. Nelson Textbook of Pediatric. Ed-
18. Philadelphia: Elsevier. 2007.
5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Pedoman Nasional Asma Anak.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
6. Morris MJ. Asthma . Medscape Reference. 2013 [terhubung berkala].
emedicine.medscape.com/article/296301-overview. [Juli 2013]
7. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak.UKK Pulmonologi
2004.
8. Global Strategy for Asthma Management and Prevention (update). Global Initiative
for Asthma 2012
9. Brand PLP. Inhaled corticosteroids reduce growth. Or do they? Eur Respir J 2001;
17: 287–294
10. Kumah-Crystal Y, Lomenick JP. Growth Failure Due to Inhaled Corticosteroid
Therapy. Clinical Pediatrics 2011; 50(2):159–161.
11. Aalderen WMC, Sprikkelman AB. Inhaled corticosteroids in childhood asthma: the
story continues. Eur J Pediatr 2011; 170:709-718.
12. Skoner DP, Maspeo J, Banerji D. Assessment of the long-term safety of inhaled
ciclenoside on growth in children with asthma. Pediatrics 2008; 121:e1-14.
13. Stuart FA, Segal TY, Keady S. Adverse Psylogical Effects of Corticosteroids in
Children and Adolescents.Arch Dis Child 2005;90:500-506
14. "Do Inhaled Corticosteroids Inhibit Growth in Children?" American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine, Vol. 164, No. 4 (2001), pp. 521-535.
27
15. Erceg D et al. Inhaled corticosteroids used for the control of asthma in a “real-life”
setting do not affect linear growth velocity in prepubertal children. Med Sci Monit
2012; 18(9):CR564-568.
16. Sharek ,PJ, Bergman DA. The Effect of Inhaled Steroids on The Linear Growth of
The Children With Asthma : A Meta Analysis
17. The Effect of Long-term Steroid Therapy on Linear Growth of Nephrotic Children.
Iran J Pediatr 2011; 21(1)21-27
18. Carlsen KH, Gerritsen J. Inhaled Steroid in Children : Adrenal Supression and
Growth Impairment.
19. Eftimiou J, Barnes PJ. Effect of Inhaled Corticosteroids on Bones and Growth.
28