kortikosteroid dalam kedokteran gigi
DESCRIPTION
dentristryTRANSCRIPT
Kortikosteroid dalam Kedokteran Gigi
Basavaraj Kallali, Kamlesh Singh, Vhidi Thaker
ABSTRAK
Glukokortikosteroid digunakan secara luas dalam kedokteran gigi untuk efek anti-inflamasi dan
imunosupresifnya. Sebagian besar penyakit yang diterapi dengan kortikosteroid ditandai dengan
inflamasi, yang muncul sekunder sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap komponen tubuh.
Glukokortikoid tidak mengganggu mekanisme penyakit primer tetapi digunakan oleh karena efek
anti-inflamasi dan imunosupresifnya. Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan
dari steroid sebagai terapi paliatif pada fase akut penyakit dan atau sebagai supresor jangka
panjang dari pertahanan tubuh secara umum. Artikel ini membahas mengenai penggunaan
kortikosteroid sebagai penanganan kondisi yang bermacam-macam dan penyakit yang
menyangkut rongga mulut.
Kata kunci : kortikosteroid, anti-inflamasi, imunosupresif, lesi oral
PENDAHULUAN
Obat kortikosteroid telah digunakan sebagai terapi berbagai macam penyakit selama
setengah abad terakhir. Jumlah kortikosteroid sintetik yang tersedia juga semakin meningkat,
dengan adanya berbagai macam variansi potensi dan durasi kerja obat yang disesuaikan dengan
tujuan tertentu. Kortikosteroid telah mengembangkan berbagai macam kondisi dan
menyelamatkan banyak nyawa. Akan tetapi, kortikosteroid juga mempunyai efek samping dan
telah diresepkan secara tidak optimal. Di Inggris, diperkirakan lebih dari 250.000 orang yang
menggunakan kortikosteroid oral secara berkelanjutan dan lebih dari setengah pasien anak yang
menderita asma di pelayanan kesehatan primer telah menggunakan kortikosteroid dosis tinggi
secara kronik yang dikombinasikan dalam inhaler dan alat intra nasal.
Fisiologi Kortikosteroid
Terdapat tiga kelompok hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal yaitu
androgen, mineralokortikoid dan glukokortikoid. Korteks adrenal mensekresikan glukokortikoid
dan steroid yang mempunyai efek yang luas terhadap metabolism karbohidrat dan protein.
Zona fasciculata mensekresi glukokortikoid, kortisol, dan kortikosteron serta sejumlah
kecil androgen adrenal dan estrogen. Sekresi ini dikontrol oleh aksis hipotalamus-hipofisis
melalui hormon adrenokortikotropik (ACTH).
Penggunaan Kortikosteroid dalam Kedokteran Gigi
Steroid biasa digunakan untuk membatasi inflamasi post-operatif. Terdapat dua aplikasi
penggunaan kombinasi hidrokortison dengan oksitetrasiklin untuk mencegah osteitis alveolar
dan pencegahan hipersensitivitas nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis post-operasi
ekstraksi molar 3 dengan menggunakan deksametason dalam hubungannya dengan agen
analgesik dypirone.
Kortikosteroid digunakan pada beberapa kondisi berikut :
Obat profilaksi
Pada operasi rongga mulut, terdapat beberapa macam prosedur pembedahan seperti sagittal
split osteotomy, vestibuloplasti, operasi prostetik, operasi molar 3, ekskoriasi dan ulserasi bibir
karena retraksi bibir, kortikosteroid telah digunakan sebagai profilaksi dalam pencegahan edema
post-operasi, biasanya dosis tinggi; steroid jangka pendek digunakan karena tidak mempunyai
efek terhadap penyembuhan luka dan ketiadaan gejala withdrawal (putus obat). Pada prosedur
operasi mayor, fungsi utama steroid adalah mengurangi edema, trismus, nyeri, dan lama
perawatan rumah sakit.
Stomatitis Aftosa Rekuren
Stomatitis Aftosa Rekuren / SAR merupakan salah satu lesi mukosa oral yang sering
terjadi. Pengobatan prednison sistemik dapat dimulai dari 1 mg/kgBB sekali sehari pada pasien
dengan RAS berat dan harus diturunkan perlahan dalam 1 sampai 2 minggu. Tujuan dari
pengobatan ini adalah untuk menghambat perkembangan fase ulseratif lesi dengan
memanfaatkan aktivitas imunosupresif dari glukokortikoid.
Gingivitis deskuamatif
Kortikosteroid digunakan secara luas dengan kondisi penyebab gingivitis deskuamatif
yang bermacam-macam.
Liken planus
Lesi erosif, bulosa atau ulseratif dari liken planus diobati dengan steroid topikal yang
poten seperti fluocinonide 0,05% ointment (Lidex, 3x sehari).
Lidex dapat pula dicampur dengan perbandingan 1:1 dengan karboksi metil selulosa
pasta atau ointment adesif lainnya. Gingival tray juga dapat digunakan dengan clobetasol
propionate 0,05% dengan nystatin oralbase 100.000 IU/ml. Sekitar 3-5 menit penggunaan
campuran harian ini tampaknya efektif dalam mengendalikan liken planus erosive. Pada kasus
liken planus oral, agen anti-inflamasi seperti glukokortikosteroid misal hidrokortison, berperan
sebagai obat lini pertama. Injeksi triamsinolon asetonid (10-20 mg) intralesi tiap hari selama 5
hari, diikuti 10-20 mg sehari selama 2 minggu, juga telah digunakan pada kasus-kasus yang
parah.
Pemfigoid bulosa
Terapi utama pada pemfigoid bulosa dengan menggunakan prednisone sistemik dosis
sedang. Metode steroid-sparing (prednisone + obat imunomodulator lain) digunakan ketika
dibutuhkan steroid dosis tinggi atau steroid saja gagal untuk mengendalikan penyakit.
Pemfigoid membrane mukosa
Steroid topikal digunakan dalam pengobatan pemfigoid membrane mukosa, terutama
ketika terdapat lesi lokal. Fluocinomide 0,05% dan clobetasol propionate 0,05% dapat digunakan
3 kali sehari selama 6 bulan. Ketika lesi oral dari pemfigoid membran mukosa terbatas pada
ginggiva, kortikosteroid topikal efektif diberikan dalam bentuk vacuum custom trays atau
veneers.
Terapi sistemik dari pemfigoid membrane mukosa
Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-1,5 mg / kgBB / hari dengan pemantauan yang
tepat dari efek sampingnya. Terapi dengan prednison dapat berlangsung sampai beberapa bulan.
Oleh karena itu, kalsium dan suplementasi vitamin D, bersama dengan terapi bifosfonat dan
DEXA scanning harus dipertimbangkan. Umumnya obat adjuvant imunosupresif dilanjutkan
selama kurang lebih 2 tahun.
Pemfigus vulgaris
Terapi utama pemfigus vulgaris adalah kortikosteroid sistemik dengan atau tanpa
penambahan agen imunosupresif lainnya. Kortikosteroid topikal (triamcinolone acetonide 0,1%)
memberikan manfaat pada pemfigus vulgaris. Pada pasien yang tidak responsive terhadap
kortikosteroid atau yang secara bertahap dapat beradaptasi, terapi steroids sparing yang
digunakan.
Sasaran utama pulse therapy pada pemfigus vulgaris mengacu pada penghentian infus
kortikosteroid dosis tinggi intravena pada waktu yang singkat. Dosis masing-masing tidak
mengacu pada suatu standar tetapi biasanya digunakan dosis 500 – 1000 mg metilprednisolon
atau 100 – 200 mg deksametason. Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai respon cepat dan
untuk mengurangi kebutuhan kortikosteroid sistemik jangka panjang.
Eritema multiforme
Pengobatan eritema multiforme (EM) adalah prednison oral 60 mg / hari dosisnya
diturunkan perlahan sebanyak 10 mg / hari selama 6 minggu.
Obat kegawatdaruratan
Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi reaksi alergi akut, setelah penggunaan
epinefrin dan anti-histamin dalam pencegahan syok anafilaktik berulang. Kortikosteroid
digunakan sebagai obat lini kedua karena onsetnya yang lambat (setalah disuntik intravena baru
berespon 60 menit setelahnya). Karena deksametason dan metilprednisolon merupakan
kontraindikasi dari insufisiensi adrenal akut, hidrokortison sodium suksinat merupakan obat
pilihan utamanya.
Infectious mononucleosis
Kortikosteroid telah terbukti dapat memperpendek perjalanan demam dan meringankan
malaise dan kelelahan. Prednison sebaiknya digunakan dosis awal 60 – 80 mg / hari dengan
pengurangan dosis secara cepat untuk perbaikan klinis.
Central giant cell granuloma
Steroid intralesi digunakan dalam pengobatan central giant cell granuloma. Dalam salah
satu penelitian, triamcinolone acetonide (10 mg) dan lidokain 0,5% dicampur. Sekitar 3 ml
larutan disuntikkan ke dalam lesi dengan jarum suntik 0,5 mm, disuntikkan tiap minggu. Pada
minggu ke-6 jika penetrasi korteks atasnya zona osteolitik tidak terlihat lagi, maka suntikan
dihentikan. Tiga minggu setelah penghentian suntikan, dapat diamati dengan pemeriksaan
radiologi.
Bells palsy
Bentuk paling umum dari kelumpuhan wajah adalah bells palsy, patogenesisnya tidak
diketahui. Pengobatannya prednison 60 – 80 mg / hari selama 5 hari, kemudian dosisnya
diturunkan bertahap 5 hari berikutnya.
Melkersson rosenthal syndrome
Kortikosteroid sistemik efektif dalam mengurangi pembengkakan dan edema jaringan
persisten. Prednison dengan dosis 1 – 1,5 mg / kg / hari, dosisnya diturunkan 3 – 6 minggu
tergantung dari keparahan penyakit.
Muccocele
Suntikan intralesi kortikosteriod telah digunakan dan berhasil dalam mengobati mukokel.
Oral submucous fibrosis
Injeksi submukosa kombinasi dari deksametason (4 mg / ml) dan dua bagian dari
hialuronidase (200 usp unit / ml) dilarutkan dalam 1 ml xylocaine 2 %. Demikian pula injeksi
submukosa triamcinolone 10 mg / ml dilarutkan 1 ml lidokain 2 % untuk menghindari iritasi
jaringan secara langsung dan untuk memfasilitasi distribusi obat yang tepat, direkomendasikan
diberikan 2 minggu.
TMJ disorders
Kortikosteroid intraartikular telah terbukti berguna dalam mengurangi rasa sakit,
pembengkakan, dan inflamasi akibat TMJ disorders. Glukokortikosteroid ( betametason 3 mg /
ml) sering disuntikkan bersama-sama dengan anestesi lokal untuk melawan efek lokal yang
merugikan.
Penggunaan kortikosteroid pada endodontia
Kortikosteroid digunakan sebagai pereda nyeri endodontik. Steroid dengan antibiotik
spektrum luas digunakan sebagai bahan penambal pulpa karena mempunyai efek anti inflamasi
dan anti alergi. Misalnya :
- Pulpovital = prednisolone + chloramphenicol + neomycin
- Dentisolon = prednisolon + neomycin
- Septomixine = dexamethasone + polymycin sulfate + neomycin
- Cavity liners = 1 % prednisolone + 25 % chloramphenicole + 50 % gum camphor untuk
mengurangi sensitifitas termal pasca operasi.
Triamcinolone acetonide merupakan kortikosteroid kuat yang bisa digunakan secara efektif
untuk mengilangkan atau setidaknya mengurangi berat peradangan yang mungkin terjadi akibat
efek sekunder dari pengobatan endodontik.
Neuralgia post herpetik
Steroid sistemik dapat mengurangi rasa sakit dan kecacatan tetapi tidak mempunyai efek
yang signifikan terhadap insidens dan derajat keparahan dari neuralgia postherpetik.
Kesimpulan
Glukokortikosteroid telah terbukti sebagai obat yang umum digunakan, tetapi dapat juga bersifat
seperti pisau bermata dua. Hal ini terkait dengan manfaat kortikosteroid dari efek terapinya.