konstruksi studi islam

10

Click here to load reader

Upload: zulkarnaini-abdullah

Post on 15-Jun-2015

158 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konstruksi studi islam

PENGANTAR SEMINAR:

TANTANGAN KONSTRUKSI STUDI ISLAM(Menatap Masa Depan PTAI di Indonesia)____________________________________________

Zulkarnaini Abdullah

“Studi Islam”, adalah istilah yang masih menimbulkan makna ganda. Bagi kalangan

non-Muslim, Studi Islam berarti kajian historis terhadap agama dan budaya masyarakat

Muslim. Perhatian mereka terfokus pada realitas kehidupan umat Islam dan pandangan

(termasuk ideologi, filsafat dan hukum) serta budaya yang dibangun umat Islam.

Sebagian besar dari karya hasil pemikiran mereka hari ini telah menjadi konsumsi

kebanyakan akademisi Muslim sendiri. Karangan-karangan mereka umumnya bersifat

akademik dan kritis; ini tentu saja sangat mudah dilakukan karena mereka adalah “orang

luar”. Karya-karya mereka yang muncul pada masa awal lahirnya Studi Islam di dunia

Barat memang sangat bernuansa kolonialisme dan permusuhan, karena tujuan awal dari

pendirian pusat-pusat Studi Islam dan Oriental adalah untuk kepentingan penjajahan.

Sama dengan dampak Perang Salib dan mungkin juga kristenisasi di Aceh, upaya-upaya

permusuhan tersebut lambat laun membawa dampak tersendiri terhadap perubahan

pemikiran dan pandangan dunia Barat terhadap dunia Islam. Sangat banyak juga kajian

akademik yang mereka lakukan telah memberikan manfaat bagi peradaban Islam

sendiri, terutama sekali dalam membongkar berbagai dokumen dan data-data sejarah

yang langka. Perubahan-perubahan itu terjadi akibat dari interaksi dan komunikasi

langsung yang terjalin dengan baik antara kedua belah pihak, terutama sekali setelah

banyak munculnya para pakar Studi Islam, sosiolog dan antropolog dari kalangan

Muslim sendiri yang bersikap akademik dan kritis serta dewasa dalam merespons dunia

Barat yang sebelumnya mutlak dianggap sebagai musuh.

Dalam konteks umat Islam sendiri, Studi Islam adalah semacam payung yang menaungi

seluruh ilmu, baik asli hasil penelitian, teori-teori, pemikiran, filsafat sampai pada

bentuk-bentuk pemikiran keagamaan tradisional, seperti kalam, fikih, tafsir dan hadis.

Studi Islam dalam pengertian seperti ini di dunia Islam umumnya dikaji tidak secara

kritis dan kadang kala karya-karya yang dihasilkan pun cenderung berulang-ulang.

1

Page 2: Konstruksi studi islam

Pendidikan di dunia Islam kurang kreatif dan inovatif. Hal ini tentu saja disebabkan

banyak faktor terutama sekali terkait dengan masalah kemiskinan, baik mental maupun

struktural, ketertutupan, tradisi dan juga karena masih kurangnya sumber daya manusia.

Di samping itu, pemerintah-pemerintah di dunia Islam juga banyak yang korup,

menggunakan kekuasaan untuk hidup bermewah-mewah, kurang peka atau kurang

memiliki perasaan terhadap kaum lemah; hal ini sangat berdampak terhadap pendidikan

dan akhirnya terhadap pembangunan masyarakat dan budaya.

Studi-studi Islam yang dilakukan di dunia Barat memang luar biasa karena mereka

memiliki fasilitas, sumber daya manusia, semangat akademik, dana dan juga rujukan

yang sangat memadai. Penelitian-penelitian yang mereka lakukan dapat dikatakan

secara keilmuan sangat berkualitas, karena secara tradisi dan kelembagaan mereka tidak

dapat “main-main” dalam melakukan tugas tersebut. Keseriusan dalam bekerja,

profesionalisme, kejujuran akademik dan kedisiplinan hampir saja merupakan

karakteristik kehidupan keilmuan mereka, di mana hal serupa sangat sulit di temukan

dalam kehidupan keilmuan umat Islam hari ini.

Ada beberapa hal yang dapat didiskusikan menyangkut persoalan-persoalan Studi Islam

seperti yang disebutkan di atas, yakni terkait dengan karakteristik budaya orang-orang

yang melakukan kajian itu sendiri. Para peneliti di Barat (baik orang Barat sendiri atau

pun orang Timur yang telah terdidik secara Barat) melakukan kajian keilmuan dengan

berangkat dari sikap: liberal (kebebasan), kesadaran plural (kemajemukan) dan sekuler

(duniawi). Mereka merasa bebas mengekspresikan pandangannya karena tidak merasa

takut ada yang marah atau mengancam. Walaupun dalam kenyataannya hal itu terjadi

(dan itu datang dari dunia Islam). Kebebasan seperti ini telah menjadikan mereka

dinamis, lebih aktif dan kreatif. Di dunia Islam, karena umat Islam memandang

kebenaran-kebenaran itu absolut, maka sikap seperti ini sulit ditumbuhkan. Ketakutan

ada di mana-mana. Bahkan sampai hari ini, murid yang takut dimarahi guru juga masih

ada. Jadi kebebasan itu masih sangat mahal di sini.

Pluralisme atau kesadaran akan kemajemukan di Barat telah menjadi landasan hidup

yang penting, baik secara politik maupun keagamaan. Hal ini sangat berpengaruh

2

Page 3: Konstruksi studi islam

terhadap sikap keilmuan mereka. Ketika orang-orang menyadari bahwa mereka banyak

dan beragam serta sadar bahwa keragaman itu sendiri adalah fakta kehidupan yang tidak

mungkin dilawan, maka mereka tidak merasa perlu memaksakan orang lain mengikuti

kehendaknya; yang perlu dilakukan mencari solusi-solusi terhadap berbagai persoalan

yang dihadapi bersama melalui negosiasi-negosiasi dan dialog yang sehat. Dengan

demikian dalam kajian keilmuan tidak ada klaim-klaim kemutlakan dan siapa saja harus

merasa siap untuk dikritisi semua hasil karyanya tanpa merasa terhina. Sikap takzim,

respek dan rasa hormat yang di bangun dalam tradisi masyarakat Timur dan dunia Islam

kadang-kadang dijadikan alasan oleh sebagian orang untuk bersikap arogan.

Penghormatan itu sering kali dipaksakan, bukan tumbuh dari kesadaran yang ikhlas.

Tradisi dan bahkan ajaran-ajaran agama sering dikelabui untuk kepentingan pribadi dan

golongan. Itu disebabkan pandangan yang monolitik, dan perasaan ingin menyalahkan

semua pendapat dan pemikiran orang lain. Dalam dunia seperti itu, perbedaan amat

menakutkan, karena perbedaan dan sikap kritis suatu waktu dapat menjadi ancaman

kekuasaan.

Terakhir adalah sekularisme, sebuah istilah yang amat menakutkan, karena seolah-olah

ia akan langsung mengirim “kita” ke neraka. Sekularisme adalah pandangan keduniaan,

di mana segala sesuatu dikaitkan dengan kehidupan dunia dan kepentingan hidup di

dunia. Sikap seperti ini akan menumbuhkan optimisme karena orang berbuat untuk

mendapatkan hasilnya di dunia secara nyata. Dunia di sini tidak berarti dunia yang

rendah dan tidak bermoral, tetapi kehidupan di dunia atau di atas muka bumi ini.

Kenyataan-kenyataan hidup tidak dapat diabaikan, sebab menyangkut dengan hajat

kehidupan manusia secara beragam. Ada orang kaya dan ada orang miskin, ada orang

bernasib baik dan ada juga orang bernasib malang. Kenyataan-kenyataan seperti ini

tidak dapat ditanggapi secara pasif dan pasrah. Akibatnya, orang kaya akan selalu

berkata “sabarlah wahai saudara ku” kepada orang miskin, dan orang miskin akan

berkata “bersyukurlah karena Tuhan telah memberkatimu” kepada orang kaya.

Sementara itu orang kaya tidak pernah merasa lagi harus bersabar dan orang miskin

juga lupa bagaimana bersyukur kepada Tuhan. Sikap itu kemudian mengkristal dan

membuat setiap orang pasrah tetapi tetap kecewa. Sekularisme menghendaki sikap yang

jujur pada kenyataan hidup di dunia. Hal ini tentu saja akan terserah bagaimana kita

3

Page 4: Konstruksi studi islam

membangun sikap dan menanggapinya. Artinya, jika kenyataan hidup ini dilihat sebagai

proses materi semata maka kita akan menjadi atheis, sementara jika kita memandangnya

dengan mata hati dan spiritualitas maka ia akan menjadi tantangan untuk kesempurnaan

iman kita.

***

Beberapa bidang Studi Islam dapat dijadikan contoh di sini, yaitu: fikih, tafsir, filsafat

dan perbandingan agama. Fikih adalah nalar terhadap sumber ajaran Islam yaitu Qur’an

dan hadis. Hasil nalar ini telah tertuang dalam jutaan volume literatur di dunia Islam

sepanjang sejarah Islam. Ini adalah sebuah kekayaan khazanah pemikiran Islam. Namun

tidak semua umat Islam menyadari kekayaan ini, buktinya umat Islam umumnya masih

sangat tidak respek terhadap berbagai perbedaan pendapat yang merupakan refleksi dari

kekayaan khazanah tersebut. Di samping itu, kajian-kajian dalam bidang fikih masih

berulang-ulang pada persoalan-persoalan yang sama, tidak melampau nalar kritis dan

masih terkesan bahwa penelitinya takut untuk “menyeleweng” dari paradigma yang

telah mapan. Fikih (klasik) juga kurang mempertimbangkan realitas sosial, artinya teks

lebih dipaksakan untuk mengalahkan realitas.

Tafsir sering kali dilihat sebagai upaya memahami firman Tuhan yang teramat suci bagi

manusia yang berlumuran dosa. Akibatnya perasaan takut untuk memberi makna yang

lebih realistis dan mendunia atau sekuler sangat menghantui para mufassir.

Kajian filsafat Islam pada awalnya adalah hasil dari pengembaraan ke dunia yang lain.

Umat Islam pada waktu itu demikian bersemangat untuk mengkaji ilmu pengetahuan

sehingga muncullah pernyataan “ambillah hikmah, dari mana saja sumbernya.” Akan

tetapi kemudian filsafat Islam menjadi semacam rasionalisasi terhadap dogma-dogma

keyakinan Islam semata. Filsafat bergerak mengikuti frame ideologi yang telah

dibangun sebelumnya, bukan lagi kajian kritis untuk mencari “kebenaran.”

Perbandingan agama memiliki fenomena yang unik dalam kajian Islam. Sebab bagi

umat Islam yang mengkaji perbandingan agama, Islam telah terlebih dahulu diposisikan

4

Page 5: Konstruksi studi islam

sebagai kebenaran mutlak, dan kajian perbandingan tersebut tidak lebih dari upaya

mencari kekeliruan agama lain semata untuk memunculkan keunggulan agama Islam.

Kajian agama kontemporer tidak dilakukan dengan semangan seperti itu. Perbandingan

agama bukan untuk mencari mana agama yang benar dan mana agama yang salah, tetapi

untuk memperkaya pemahaman manusia terhadap agama-agama yang ada atau yang

dikaji itu. Setiap agama memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri sebagai bagian dari

intuisi, hasil nalar, imajinasi dan pemikiran manusia dalam merespons dunia dan

kehidupan ini. Suatu agama bisa saja menjadi inspirasi, memberikan kritikan dan

semangat tertentu bagi agama (pemeluk agama) yang lain. Semangat seperti inilah yang

dicari dan dikembangkan dalam studi perbandingan agama kontemporer. Melakukan

perbandingan agama dengan semangat ortodoksi, fanatisme dan permusuhan tidak akan

memberikan keuntungan bagi pemeluk agama mana pun.

***

Telah berpuluh tahun Perguruan Tinggi Islam berkiprah di Indonesia dalam rangka

mencerdaskan umat Islam, dan meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan kaum

Muslim terutama sekali dalam bidang agama, apa hasil yang telah dicapai dan

dirasakan? Tentu saja telah banyak. Banyak sekali alumni IAIN dan STAIN yang telah

jadi pejabat dan kaya, berpengaruh secara politik dan ekonomi, serta berpartisipasi

dalam percaturan dunia internasional. Itu patut disyukuri. Akan tetapi itu bukanlah

tujuan didirikannya Perguruan Tinggi Islam oleh para tokoh bangsa ini pada zaman

dahulu. IAIN didirikan bukan supaya alumni IAIN jadi pejabat dan orang kaya, tetapi

agar mereka menjadi ulama, da’i, atau orang-orang yang mampu mengubah para pejabat

dan orang-orang kaya negeri ini menjadi lebih baik, jujur, amanah dan peka terhadap

kehidupan umat; menjadi ulama yang berani dan menjadi pemberani yang cerdas dan

religius.

Perguruan Tinggi Islam adalah harapan satu-satunya di negeri ini untuk menjadi sumber

perubahan ke arah kemuliaan moral dan peradaban yang lebih maju dan berkualitas.

Oleh karena itu di dalam tubuh Perguruan Tinggi Islam itu sendiri harus dilakukan

perubahan. PTAI harus berkomitmen meningkatkan kualitas dan kedisiplinan terlebih

dahulu. Pemerintah juga harus bersumpah untuk memberikan yang terbaik kepada PTAI

5

Page 6: Konstruksi studi islam

agar ia kuat dan mampu untuk bangkit sehingga sejajar dengan Perguruan Tinggi

lainnya.

Di kalangan umat Islam Indonesia ada kesan bahwa pendidikan agama hanya sekedar

untuk bisa baca doa dan mengurus jenazah; paling hebat, dapat menjadi khatib atau

berdakwah. Sebenarnya hal itu tanpa sekolah pun akan didapatkan. Pendidikan agama

adalah untuk mengkaji ilmu-ilmu agama seperti tersebut di atas. Pada level Perguruan

Tinggi, tentu saja tuntutan keilmuannya semakin tinggi. Kajian yang dilakukan di

Perguruan Tinggi adalah dalam bentuk penelitian yang lebih mendalam, bukan

mengulang-ulang lagi apa yang telah diajarkan di Madrasah Aliyah atau SMA. Karena

itu harus ada sebuah perubahan yang revolusioner di kalangan pengelola pendidikan

Islam tingkat sarana di Indonesia. Pendidikan tingkat tinggi harus dilihat dalam konteks

jaringan sosial budaya dengan perannya tersendiri namun tidak dapat terlepas dari yang

lain. Di samping itu ia harus melakukan terobosan-terobosan untuk menyesuaikan diri

dan memberikan warna sesuai dengan perannya. Semua ini tentu saja tidak akan terjadi

tanpa pembenahan yang serius secara internal dan dukungan pemerintah yang tidak

main-main.

Pada akhirnya, perlu ditegaskan bahwa Studi Islam yang berkembang di dunia Islam

dewasa ini, khususnya di Indonesia, masih membutuhkan semangat dan keberanian

kaum Muslim untuk melangkah lebih maju, lebih profesional dan terarah untuk

mencapai dan membangun sebuah tradisi keilmuan yang lebih sehat, berkualitas dan

memiliki harapan yang lebih cerah ke depan. Kita tidak perlu takut untuk mengambil

hikmah dari mana pun sumbernya, walau dari orang-orang yang kita anggap telah

memusuhi kita. Strategi untuk maju dapat dipelajari di mana-mana. “Musuh kita adalah

yang paling mungkin memiliki strategi lebih baik di bandingkan sahabat kita.”

Wallahu a‘lam

6