konservasi untuk -...
TRANSCRIPT
i
KONSERVASI UNTUK PEMBANGUNAN
Sebuah Catatan Kecil Dari Lapangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu
ii
KONSERVASI UNTUK PEMBANGUNAN: Sebuah Catatan Kecil Dari Lapangan
Ir. Abu Bakar
Editor
Dr. Suharno, S.Sos., M.Si.
M. Hilman T Sukma, S.Hut., M.ForEcosys.Sc.
Layout
Said Jauhari, S.Hut., M.Sc.
M. Hilman T Sukma, S.Hut., M.ForEcosys.Sc
Dicetak oleh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu
Sumber Dana
DIPA BA 029 TA 2018
Foto sampul oleh drh. Erni Suyanti
iii
Kata Pengantar Penulis
Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, buku ini akhirnya selesai
disusun. Buku ini merupakan kumpulan
dari catatan-catatan perjalanan, hasil kerja
lapangan penulis selama dua tahun berkeliling
ke kawasan-kawasan konservasi di Bengkulu
sebagai Kepala Balai KSDA Bengkulu. Saya
sebut “kerja Lapangan” karena esensinya BKSDA adalah
petugas lapangan dan pengelola kawasan konservasi di tingkat
tapak.
Ide membukukan catatan-catatan ini muncul ketika banyak
berbincang dengan staf di BKSDA, terutama para staf
muda. Mereka melihat bahwa kerja-kerja lapangan perlu
didokumentasikan dengan baik, baik kerja lapangan para
petugas lapangan hingga kerja lapangan seorang kepala balai.
Sebelum buku ini terbit, telah ada tiga buku yang diterbitkan
BKSDA hasil dari kerja-kerja lapangan para personil BKSDA.
Buku pertama, Burung Burung kepulauan Krakatau yang
ditulis oleh Sarifudin (PEH SKW III Lampung), Pesona Wisata
Bukit Kaba oleh Davit Hutahayan dan Hayu Pratidina (PEH SKW
I Curup), dan buku Mengenal Anggrek TWA Bukit Kaba
yang ditulis oleh Hayu Pratidina dan Neli Yulia Nengsih (PEH
SKW I Curup). Intinya, kami merasa tertantang untuk terus
bekerja di lapangan dan juga mendokumentasikan hasilnya,
baik atau buruk, dalam sebuah catatat kecil. Harapannya,
tulisan ini dapat dibaca, dipelajari, diambil pelajaran darinya,
iv
oleh para pihak yang berminat terutama para konservasionis
muda Provinsi Bengkulu.
Buku ini memang ditulis pada periode akhir masa tugas penulis
sebagai Abdi Negara di bidang kehutanan, konservasi secara
khusus. Suasananya cukup emosional karena ini akan menjadi
akhir masa pengabdian formal penulis. Dalam beberapa
minggu terakhir, muncul beberapa testimoni dari sahabat dan
teman baik. Dengan saran dari editor, beberapa testimoni itu
juga penulis masukkan ke dalam buku ini.
Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan
menjadi pengingat proses pelaksanaan program-program
konservasi di Provinsi bengkulu.
Penulis,
Ir Abu bakar
Kepala Balai BKSDA Bengkulu
v
KATA PENGANTAR Plt. GUBERNUR
Pola pembangunan ke depan harus diarahkan
pada praktek-praktek pembangunan yang
ramah lingkungan dan berkelanjutan
yang telah mempertimbangkan aspek
kelestarian lingkungan dan pertumbuhan
ekonomi. Paradigma pembangunan yang
mengandalkan pemanfaatan sumber
daya secara ekstraktif harus ditinggalkan
dan beralih pada pola-pola pembangunan yang lebih
mengedepankan aspek perlindungan alam. Tidak dapat lagi
pembangunan dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek
lingkungan. Sebaliknya, praktek-praktek konservasi sumber
daya alam juga tidak dapat lagi bergerak sendiri namun harus
disinergikan dengan dinamika pembangunan nasional dan
daerah. Kita harus mampu menyatukan langkah dan komitmen
para pihak untuk memastikan perlindungan terhadap sumber
daya alam hayati dan ekosistem serta memastikan pertumbuhan
ekonomi juga tidak terhambat.
Sinergi antara pembangunan ekonomi masyarakat dan
konservasi sumber daya alam dan ekosistem merupakan salah
satu kunci keberhasilan pembangunan bagi kedua sektor vital
tersebut. Salah satu hal yang mendasar dari keberhasilan
sinergisitas adalah pola komunikasi yang baik, jujur dan
terbuka antar stakeholders. Sinergi ini yang saya lihat berhasil
dijalankan dengan baik oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Bengkulu yang dipimpin oleh Ir. Abu Bakar ini. Dalam beberapa
vi
tahun terakhir, sekat-sekat sektoral berhasil disingkap dan
dihilangkan guna mendukung program-program pembangunan
di Provinsi Bengkulu.
Dalam buku ini anda akan membaca catatan-catatan kerja
penulis selama dua tahun bertugas sebagai Kepala Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Walaupun wilayah
kerjanya dua provinsi, yaitu Bengkulu dan Lampung, namun
dedikasi penulis terhadap pembangunan Bengkulu tidak perlu
diragukan. Beberapa program yang telah baik dilaksanakan
seperti pengembangan pariwisata alam berbasis masyarakat,
pemberdayaan masyarakat serta konservasi fl ora fauna khas Bengkulu, perlu untuk terus dijalankan karena hal tersebut
sangat relevan dengan program pembangunan Provinsi
Bengkulu. Apresiasi yang tinggi pantas kita berikan atas karya-
karya penulis di lapangan yang juga dituangkan dalam buku
ini.
Sebagai penutup, selamat memasuki masa purna tugas
kepada penulis. Saya ucapkan terima kasih atas pengabdian
tugasnya untuk Provinsi Bengkulu selama bebrapa tahun
terakhir. Semoga jasa yang telah penulis sumbangkan untuk
Pembangunan Provinsi Bengkulu mendapat balasan yang lebih
mulia dari Alloh SWT. Kepada pembaca saya mengucapkan
selamat membaca, semoga buku ini dapat bermanfaat.
Dr. Rohidin Mersyah, MMA.
Plt. Gubernur Bengkulu
vii
Kata Pengantar Dirjen
Penulis yang menjadi Kepala Balai KSDA
Bengkulu periode 2016-2018 mencoba
mendokumentasikan hasil-hasil kerja di
lapangan penulis bersama tim selama dua
tahun periode kepemimpinannya. Buku ini
menceritakan peristiwa-peristiwa penting yang
dialami penulis ketika mendorong implementasi
program-program konservasi di Provinsi Bengkulu. Banyak
permasalahan yang ditemui oleh penulis seperti kerusakan
ekosistem akibat pemanfaatan non prosedural, penataan
kawasan yang belum tuntas dan pemanfaatan kawasan yang
belum optimal.
Pengalaman keberhasilan maupun kegagalan sangat diperlukan
dalam upaya membangun kesuksesan program di masa yang
akan datang. Pemanfaatan sumber daya alam hayati itu bersifat
jangka panjang, maka akan diperlukan energi yang bertahan
lama untuk menjalankan proses. Proses pendokumentasian hasil
kerja merupakan hal penting dalam proses panjang tersebut.
Organisasi Ditjen KSDAE termaasuk BKSDA harus disiapkan
untuk itu, disiapkan untuk menjadi learning organization.
Penulisan catatan, buku dan sejenisnya menjadi penting.
Pengalaman yang penulis ceritakan dalam buku ini juga
merupakan pengalaman kolektif dari tim BKSDA Bengkulu
secara keseluruhan. Upaya penulis untuk membangkitkan
kesadaran kolektif (collective awareness) dari petugas
viii
BKSDA, dan kemudian mentransformasikannya menjadi
sebuah aksi bersama (collective action) merupakan sesuatu
yang perlu diapresiasi. Saya mengenal penulis sebagai pribadi
yang giat bekerja, dan berpegang teguh pada pendiriannya.
Hal ini penting sebagai modal menggerakkan perubahan dalam
organisasi.
Kepada pembaca saya mengucapkan selamat membaca.
Selamat memasuki masa purna tugas kepada penulis. Semoga
jasa yang telah penulis sumbangkan untuk konservasi Indonesia
mendapat balasan yang lebih mulia dari Alloh SWT. Amin.
Ir. Wiratno, M.Sc.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ix
Kata Pengantar
Hj. Drh. Dewi Coryati, M.Si
Anggota Komisi X DPR RI F-PAN 2009-2014, 2014-2019
Bukanlah menjadi satu rahasia kalau
satu di antara kekayaan yang dipunyai
Indonesia adalah kekayaan alamnya yaitu
hutan dan bentang alam nan eksotis.
Tidak hanya warga negara Indonesia
saja, namun banyak wisatawan dari
berbagai negara bahkan menyempatkan
diri ke Indonesia hanya untuk menikmati
kemegahan alam Indonesia yang tidak
ada duanya. Bertandang ke hutan akan lebih mengasyikkan.
Menikmati keindahan hutan ini semakin lebih baik lagi apabila
dipadukan dengan aktivitas cinta alam yang lain, seperti bersih
sampah, penanaman seribu pohon oleh pengunjung, dan
program adopsi pohon (mengangkatnya menjadi pohon angkat
yang akan dikunjungi lagi di kemudian hari). Merawat hutan
berarti juga ikut berpartisipasi untuk memajukan ekonomi
kreatif bidang pariwisata.
Pariwisata saat ini diharapkan dapat menjadi pemasukan PAD
(Pendapatan Aseli Daerah) dan mendongkrak penghasilan
penduduk setempat secara cepat dan murah. Bagi negara, hal
itu juga akan menjadi sumber keuangan dan fiskal pemasukan PDB (Produk Domestik Bruto) secara cepat dan murah. Dampak
gandanya luar biasa. Dengan merawat kelestarian hutan,
x
kemudian membuat rumah pohon di antara kayu-kayu besar
akan menjadi daya tarik luar biasa bagi pengunjung. Begitu
juga gardu pandang atau jembatan kanopi yang menyeberang
di antara kayu-kayu tua nan hijau seperti bermandikan
limpahan oksigen segar dari alam akan menjadi kenangan
tersendiri bagi wisatawan. Tempat wisata berbasis pariwisata
kemasyarakatan seperti ini perlu juga dilengkapi dengan jalur
treking, homestay, gardu pandang, camping ground,
pasar seni pertunjukan dan kuliner khas lokal, oleh-oleh khas
buah-buahan dan souvenir bertema hutan dan juga fasilitas
outbond atau permainan tempo dulu. Merawat hutan merawat
akal sehat manusia untuk hidup berdampingan dengan alam
yang lestari.
Dengan pola seperti itu, sebagai konsekuensinya maka hutan
kita di Sumatera, dan tempat-tempat lain di nusantara akan
menjadi lestari dan menarik untuk dikunjungi wisatawan lokal
dan mancanegara. Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat. Mengembangkan obyek wisata hutan sosial
kemasyarakatan jika dikelola dengan benar dan melibatkan
desa dan komunitas serta Negara, maka akan berdampak
kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Hutan yang sehat juga mampu menurunkan bencana. Curah
hujan yang turun ke tanah akan terserap oleh pepohonan dan
aneka ragam tanaman yang berada di dataran tinggi seperti
gunung, lereng dan bukit-bukit, sehingga resiko terjadi banjir,
erosi dan tanah longsor bisa teratasi. Hutan yang terkenal
dengan istilah paru-paru dunia ini memiliki sejuta manfaat dan
xi
menjadi sumber kehidupan bagi aneka jenis hewan (fauna) dan
berbagai jenis tumbuhan (flora). Hutan merupakan penyumbang oksigen terbesar karena di dalam hutan banyak sekali terdapat
aneka ragam pohon yang akan menyerap karbondioksida dan
gas rumah kaca lainnya sehingga pemanasan global dapat
ditekan sedemikian rupa.
Salah satu tugas pokok dan fungsi BKSDA yang dipimpin
oleh Bang Abu Bakar Cekmat adalah mengelola Kawasan
Konservasi antara lain Taman Wisata Alam (TWA). Bukunya
banyak bercerita tentang Pengembangan wisata dalam TWA
di Bengkulu yang dibagi menjadi 3 kategori sesuai potensi
kawasan, letak, karakteristik dan Sosekbud masyarakat.
Pertama, Pariwisata Alam berbasis masyarakat di TWA Bukit
Kaba Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang. Kabar baiknya
adalah BKSDA sudah membangun payung kerjasama dengan
Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kapahiyang.
Izin pengelolaan wisata pun sudah diberikan kepada masyarakat
sekitar kawasan, contohnya untuk Masyarakat Desa Sumber
Urip.
Kedua, pariwisata Alam berbasis komunitas di TWA Seblat dan
TWA Air Hitam Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Komunitas tersebut bersama BKSDA membina masyarakat
dalam pengelolaan wisata satwa liar terutama gajah dan
penyu. BKSDA telah menjalin kerjasama dengan NGO (Non
Governmental Orginiation) dan perusahaan peduli lingkungan
yaitu Yayasan Komunitas untuk Hutan Sumatera, Yayasan ASTI,
Vesswic, Yayasan Berdiri Nusantara Sejahtera, Yayasan Sipef
xii
Indonesia, PT. Alno Agro Utama dan PT. Agricinal.
Ketiga, pariwisata berbasis korporasi di TWA Pantai Panjang
Kota Bengkulu. Dalam hal ini BKSDA mengajak investor untuk
menanam modal di Bengkulu dalam bidang pariwisata alam.
Salah satu nya PT. Noor Alief Bencoolen saat ini sedang
mengurus ijin di BKPM. Namun terkendala oleh OPD Pemda
yang seakan tidak mau menerima investasi di Bengkulu bisa
jadi karena kemanfaatan untuk masyarakat dan lingkungan
seputar lokasi belum dibicarakan dengan baik atau win-win
solution.
Begitu pula untuk memajukan pulau terluar di Bengkulu
yaitu Pulau Enggano dengan melakukan Evaluasi Kesesuaian
Fungsi dari CA atau cagar alam menjadi TWA. Pengelolaan
Kawasan Konservasi di Pulau Enggano perlu bersama sama
dan melibatkan masyarakat hukum adat Enggano. BKSDA
telah kerjasama dengan para ketua dan pengurus adat 6 suku
Enggano. Untuk itu perda hukum adat Enggano yang berperan
melestarikan hutan dan pantai serta laut samudra perlu
didukung semua pihak. Apalagi jika Enggano akan dijadikan
tujuan wisata dunia. Apalagi apabila dipadukan dengan wisata
sejarah, misalnya dipadukan dengan sejarah mengenai Sir
Stamford Raffles yang berasal dari Eropa dan pernah tinggal di Singapura dan bengkulu. Tentunya Wisata Enggano dan
Bengkulu ini akan menarik bagi wisatawan dari Eropa atau
pun dari Negara tetangga Singapura. Apabila hal ini terwujud,
maka lengkaplah sudah upaya memajukan kelestarian alam
dan peluang wisata guna memajukan Bengkulu, dan Indonesia
xiii
pada umumnya.
Sang penulis buku ini, Abu Bakar Cekmat adalah kakak
kelas saya di IPB dengan fakultas yg berbeda (Saya fakultas
kedokteran hewan, Abang ABC fakultas Kehutanan). Beliau
adalah seorang alumni Fakultas Kehutanan (FAHUTAN) yang
berprestasi dan kerjanya nyata bermanfaat buat memajukan
pariwisata dan sumber daya alam negeri. Ia pernah menjabat
sebagai Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Aceh, Lampung dan Bengkulu. Buku yang ditulis oleh abang Abu
Bakar Cekmat soal hutan dan pariwisata ini sangat berkaitan
dengan tugas pokok dan fungsi saya di Komisi X - Pendidikan,
Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga,
dan Perpustakaan.
Selamat dan bangga untuk terbitnya buku ini, gerakan di
lapangan sudah dikerjakan penulis, selanjutnya gerakan
pemikiran melalui buku sudah pula ditunaikan. Lengkap sudah
upaya yang dilakukan Abang Abu Bakar Chekmat dan akan
menjadi amal jariah bagi penulis untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan, berkhidmat dunia akhirat!
Hj. Drh. Dewi Coryati, M.Si
Anggota Komisi X DPR RI F-PAN 2009-2014 dan 2014-2019
xiv
iii - KATA PENGANTAR PENULIS - iv
v - KATA PENGANTAR Plt. Gubernur - vi
vii - KATA PENGANTAR DIRJEN - viii
ix - KATA PENGANTAR - xiii
xiv - DAFTAR ISI - xv
Bab I 17 - Pendahuluan - 23
Bab II 25 - Berkeliling, Menemukan Masalah dan Solusi di Lapangan
- 33
Bab III 35 - Membangunkan The Sleeping Tiger, Mempersiapkan
BKSDA - 42
Bab IV 45 - Mengubah Citra Penghambat Menjadi Pengungkit
Pembangunan - 50
Daftar
Isi
xv
Bab V 53 - Tiga Strategi Pengembangan Wisata Alam - 58
BAB VI 63 - Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan - 66
Bab VII 69 - Konservasi Enggano - 76
Bab VIII 79 - Konservasi Puspa Langka Bengkulu - 84
Bab IX 87 - Konservasi Berbasis Lansekap: Kasus Lansekap Kerinci
Seblat - 94
Bab X 97 - Membangun Jaringan Kerja Sama Multi Pihak - 105
Bab XI 107 - Penutup - 109
xvi
17
Bab I
Pendahuluan
18
Latar belakang
Sumber daya alam hayati memiliki fungsi dan peran
vital dalam mendukung keberlangsungan kehidupan
manusia. Tak berlebihan juga apabila sumber daya alam
hayati menjadi penyokong utama pembangunan. Sumber
daya hutan kayu pernah menjadi primadona pembangunan
dengan penghasil devisa negara terbesar pada era-era awal
pembangunan Negara ini, yakni dekade 60-70’an. Saat ini,
pariwisata yang modal utamanya alam dan budaya menjadi
andalan pemerintah dalam mendulang pendapatan negara
non migas. Oleh karena itu, sumber daya alam hayati harus
dikelola secara lestari dan berkelanjutan guna memastikan
keberlanjutan manfaatnya dalam mendukung pembangunan.
Pengelolaan sumber daya alam hayati (SDAH) dilakukan oleh
pemerintah dengan penuh kehati-hatian. Upaya konservasi
SDAH dilakukan dengan menetapkan area-area tertentu
sebagai kawasan hutan, kawasan konservasi dan tumbuhan
satwa liar dilindungi. Kawasan hutan dibagi-bagi menjadi
kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi.
Hutan konservasi dibagi menjadi kawasan pelestarian alam
(KPA), kawasan suaka alam (KSA) dan taman buru. KPA dan
KSA kemudian dikenal juga sebagai kawasan konservasi. Secara
total, luas kawasan hutan Indonesia mencapai 120 juta hektar,
dan hutan konservasi mencapai 24 juta ha. Kawasan hutan ini
terdistribusi di seluruh wilayah NKRI.
Dalam mengelola kawasan hutan dan kawasan konservasi,
19
pemerintah menetapkan serangkaian aturan dan panduan
pengelolaan. Pada intinya, pengelolaan dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian dan kelestarian. Dalam prakteknya,
pengelolaan kawasan hutan dan kawasan konservasi dinilai
sangat kaku dan konservatif oleh sebagian pihak, terutama
yang berada di luar “lingkaran” kehutanan. Pada spektrum
sentimen yang paling negatif, bahkan kawasan hutan dianggap
sebagai penghambat pembangunan.
Dari berbagai jenis tipe kawasan hutan, kawasan konservasi
dinilai yang paling “sakral”. Banyak pihak beranggapan bahwa
kawasan konservasi hanya boleh dilihat tak boleh disentuh.
Meskipun kawasan konservasi tersebut memiliki beragam
potensi. Kawasan konservasi dapat berbentuk taman nasional,
taman wisata alam, suaka marga satwa, dan cagar alam,
ditambah dengan taman buru. Cagar alam menjadi yang paling
strict.
Tugas pengelolaan cagar alam, bersama taman wisata alam,
suaka marga satwa dan taman buru diamanatkan pada
BKSDA. Pada masa lalu, lebih dikenal sebagai PPA. Ketatnya
aturan pengelolaan kawasan konservasi menjadikan pengelola
kawasan memiliki ruang yang terbatas dalam mengespresikan
ragam kreasi dan inovasi, apalagi yang menunjang dinamika
pengembangan wilayah. Tak heran, pada akhirnya BKSDA yang
dianggap hanya berfungsi sebagai penjaga kawasan dianggap
sebagai penghambat pembangunan daerah.
20
Di Bengkulu, citra sebagai penghambat pembangunan juga
tetap melekat pada BKSDA. Kawasan konservasi kelolaan
BKSDA menjadi area terlarang yang tidak dapat diakses oleh
pihak lain, termasuk pemerintah daerah. BKSDA Bengkulu
sebagai pengelola dianggap eksklusif dan berada pada
“alam” yang berbeda dengan komunitas di sekitarnya. Hal ini
setidaknya benar berdasarkan penuturan berbagai pihak yang
berkomunikasi secara blak-blakan dengan penulis.
Buku ini merupakan kristalisasi ide, gagasan dan dokumentasi
hasil kerja lapangan penulis terutama saat bertugas sebagai
Kepala Balai KSDA Bengkulu selama 2 tahun. Harapannya,
melalui buku ini pembaca dapat memperoleh informasi dan
bahan pembelajaran proses tentang bagaimana mengelola
program konservasi, organisasi konservasi, serta mengarahkan
tujuan program konservasi agar bermanfaat bagi pembangunan
wilayah. Lebih khusus lagi, penulis berharap buku ini
dapat menjadi cerminan proses untuk dipelajari oleh para
konservasionis muda di Provinsi Bengkulu.
Karena sifat sumber daya hayati yang harus bermanfaat dalam
jangka panjang, kesuksesan program-program konservasi
seringkali tidak dapat diukur dalam waktu singkat. Dua tahun
yang penulis lakukan dalam menggawangi program konservasi
di Provinsi Bengkulu dan lampung tentunya sangat kecil sekali
maknanya dibanding dengan tujuan jangka panjang sumber
daya alam itu sendiri. Namun, setidaknya, apabila program-
program konservasi yang penulis jalankan selama dua tahun
ini dapat terus dilanjutkan, penulis menganggap bahwa telah
21
membantu meletakkan satu batu bata merah dalam bangunan
besar konservasi di Provinsi Bengkulu dan Lampung.
Tugas pokok dan fungsi BKSDA
Sebelum membahas lebih lanjut beberapa isu, ada baiknya
kita memahami tugas pokok dan fungsi Balai KSDA Bengkulu
sebagai sebuah institusi pemerintah di bidang konservasi
sumber daya alam dan ekosistem. Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8/
Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam, Balai KSDA Bengkulu mempunyai tugas
penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi
teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem
esensial berdasarkan ketentuan peraturan perundangan.
Meskipun di Provinsi Bengkulu terdapat dua taman nasional,
yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit
Barisan Selata, namun keduanya dikelola secara mandiri oleh
unit organisasi yang berbeda.
22
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Balai KSDA
Bengkulu menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan
rencana pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman
wisata alam dan taman buru;
2. Pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam,
suaka margasatwa, taman wisata alam, taman buru;
3. Pengendalian dampak kerusakan sumber daya alam hayati;
4. Pengendalian kebakaran hutan di cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam dan taman buru;
5. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta
habitatnya serta sumberdaya genetik dan pengetahuan
tradisional;
6. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan;
7. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan
penutupan kawasan;
8. Penyiapan pembentukan dan operasionalisasi Kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK);
9. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran
konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya;
10. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya;
11. Pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan
satwa liar;
23
12. Koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar;
13. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
kawasan ekosistem esensial;
14. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya;
15. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
konservasi;
16. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta
kehumasan.
24
Konservasionis, konsisten, disiplin, religius. Saya menganggap pak Abu Bakar sebagai bapak pembangunan Balai KSDA Bengkulu.
Said Jauhari, S.Hut., M.Si -Koordinator PEH Balai KSDA Bengkulu-
25
Bab II
Berkeliling, Menemukan Masalah dan
Solusi di Lapangan
26
Kawasan konservasi non taman nasional
Wilayah kerja Balai KSDA Bengkulu berada pada
2 provinsi, yaitu Provinsi Bengkulu dan Provinsi
Lampung. Luas wilayah kerja yang mencapai
55.375,70 Km2 terbentang sejauh lebih dari 600 km dari
Kabupaten Mukomuko di utara, hingga Kabupaten Lampung
Selatan di selatan. Dari luas daratan 55.375,70 Km2
tersebut, terdapat 36 kawasan konservasi yang dikelola Balai
KSDA Bengkulu, baik berupa kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam dan taman buru yang terdiri dari 27 cagar
alam dan cagar alam laut, 6 taman wisata alam, 2 taman buru
dan 1 kawasan pelestarian alam, dengan luas keseluruhan
84.203,11 hektar.
Bekerja di bidang konservasi itu cukup menyenangkan karena
bisa bekerja sambil menikmati travelling. Hampir seluruh
kawasan konservasi kelolaan BKSDA telah penulis kunjungi.
Mulai dari Cagar Alam Muko-muko yang beradat di Muko-
muko berbatasan dengan Sumatera barat, hingga Cagar
Alam Kepulauan Krakatau di ujung selatan wilayah kerja. Dari
Cagar Alam Danau Menghijau di Kabupaten Lebong, hingga
Pulau Enggano di Samudera Hindia. Lebih dari itu, pengelola
kawasan konservasi itu sudah seharusnya berada di lapangan,
di kawasan itu sendiri. Tentunya, hal ini harus dimaknai
secara objektif dan proporsional. Oleh karena itu, penguasaan
terhadap lapangan menjadi mutlak untuk dimiliki pengelola
mulai dari unit organisasi terkecil hingga pemimpin.
27
Penguasaan terhadap lapangan hanya dapat dilakukan apabila
kita sering ke kawasan hutan, tempat kita bekerja. Dengan
seringnya kita ke lapangan, kita akan semakin sering melihat
fakta-fakta lapangan, baik permasalahan yang terjadi, potensi
yang ada, dan pola keterkaitan kawasan hutan dengan
masyarakat sekitar. Pertama kali ke lapangan mungkin kita
hanya mendapat gambaran umum, kedua kalinya akan
mendapat informasi yang lebih mendalam. Ketiga kalinya,
mungkin pemahaman kita terhadap pola relasi, dinamika
permasalahan, dan aktor-aktor yang berperan dapat tergali
dengan lebih gamblang. Informasi-informasi inilah yang sangat
diperlukan dalam proses penyusunan keputusan yang objektif.
Kunjungan kerja ke CA Mukomuko di Mukomuko dan CA Kepulauan Krakatau di Lampung
28
Terlepas dari hobi penulis untuk turun ke lapangan, sebagai top
manager, penulis berupaya juga memberikan contoh kepada
seluruh personil di lapangan. Logikanya, apabila kepala balai
mengunjungi satu kawasan 3-4 kali dalam setahun, kepala
seksi harusnya 6-8 kali, kepala resort akan lebih sering lagi.
Artinya, kepala resort akan menghabiskan 16 hari di satu
kawasan. Sebagai informasi, satu resort di BKSDA bengkulu
memiliki kawasan bervariasi antara 1 – 8 unit kawasan.
Suka tidak suka harus diakui bahwa pengelolaan kawasan
konservasi yang selama ini kita lakukan belum mencapai tujuan
pengelolaan kawasan yang dimandatkan. Belum lagi, terdapat
permasalahan juga dalam penunjukkan kawasan yang tidak
jelas tujuan/mandatnya. Hanya ada dua atau tiga kawasan yang
memiliki mandat yang jelas dalam SK penunjukkannya, yaitu
patroli udara kawasan konservasi bersama para mitra
29
TWA Bukit Kaba sebagai kawasan wisata vulkanis, CA Danau
Dusun Besar untuk perlindungan anggrek pensil, dan TWA
Lubuk Tapi sebagai habitat rafflesia. Lain dari kawasan-kawasan tersebut, BKSDA mencoba untuk mengidntifikasi nilai penting kawasan dan menetapkannya sebagai tujuan pengelolaan.
Misalnya, kawasan konservasi di Enggano difokuskan untuk
perlindungan ekosistem mangrove dan satwa-satwa endemik
enggano.
Tidak ada solusi tunggal
Berdasarkan hasil observasi lapangan, penulis mengidentifikasi beberapa isu strategis pengelolaan kawasan konservasi di
Provinsi Bengkulu. Permasalahan berkaitan dengan aspek
Bekunjung ke Enggano
30
penataan kawasan, perencanaan kawasan, kerusakan kawasan,
sampai dengan pemanfaatan potensi kawasan yang belum
optimal.
Permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi dan
pengelolaan tumbuhan dan satwa liar bersifat kompleks, dan
berkaitan dengan banyak pihak. Tidak ada solusi tunggal untuk
mengatasi permasalahan-permasalahannya. Setiap proses
penentuan solusi harus diambil secara hati-hati dan bijaksana.
Proses pengambilan keputusan harus memperhatikan faktor
biofisik hutan juga faktor sosial ekonomi kemasyarakatan, politik dan faktor eksternal lainnya.
Permasalahan Penataan kawasan
Ibarat mengelola properti rumah, BKSDA itu hanya berperan
sebagai “penunggu” rumah. Batas rumah sudah ditentukan
oleh pemilik dan BKSDA tidak berwenang untuk merubah
garis batas dengan tetangga kiri-kanan. Pun demikian dengan
kawasan hutan. BKSDA “hanya” diamanatkan mengurus hutan,
yang batasnya sudah ditentukan oleh instansi Balai Pemantapan
Kawasan Hutan. Celakanya, konflik lapangan didominasi oleh kasus yang berkaitan dengan batas kawasan dan proses
pemantapan kawasan. Penetapan TWA Seblat mendapat
protes dari 4 desa di sekitarnya dan 2 tetangga perusahaan.
Area TWA Way Hawang berhimpitan dengan area transmigrasi.
Proses enclave sebagian area kawasan CA Air Ketebat Danau
Tes tidak terdokumentasi dengan baik sehingga luput dari
proses pengukuhan kawasan.
31
Ada peluang penyelesaian masalah tata ruang kehutanan
melalui mekanisme revisi tata ruang yang kewenangan
pengusulannya ada di tangan Gubernur. Pemerintah daerah
diharapkan dapat cukup sensitif menangkap permasalahan
dan hambatan pembangunan yang berkaitan dengan kawasan
konservasi, sehingga penyelesainnya dapat ditempuh melalui
mekanisme revisi tata ruang.
Pemulihan ekosistem kawasan
Berdasarkan pengamatan langsung penulis di lapangan, banyak
kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu telah mengalami
penurunan kualitas baik dalam tingkat ringan, sedang bahkan
berat. Namun, beberapa kawasan masih memiliki ekosistem
yang baik. Ekosistem dapat dikatakan baik apabila proses-proses
ekologi dengan segala interaksi rumitnya masih berlangsung
tanpa ada gangguan faktor eksternal, terutama manusia.
Kerusakan muncul ketika adanya intervensi terhadap proses
alam, dan lebih lanjut mengakibatkan penurunan kualitas jasa
lingkungan yang diberikan.
Dibutuhkan serangkaian upaya untuk memulihkan kondisi
ekosistem kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu. Kegiatan
pemulihan ekosistem seringkali diterjemahkan sederhana
menjadi sebuah proyek penanaman atau reboisasi hutan.
Namun, dinamika saat ini menunjukkan bahwa permasalahan
telah meluas tidak hanya melulu tentang aspek kelola
ekosistem, namun juga bagaimana mengelola kondisi sosial
32
dan politik di wilayah tersebut. Hal ini terjadi karena di banyak
tempat kerusakan hutan terjadi disebabkan penguasaan lahan
oleh sebagian masyarakat dengan pengorganisasian solid dan
berjaringan luas.
Akhirnya, pemulihan ekosistem kawasan konservasi
membutuhkan kerja bersama para pihak yang dimulai dengan
dialog-dialog efektif dengan masyarakat, pengawalan dan
pendampingan program serta pemberdayaan masyarakat pasca
kegiatan pemulihan. Kerja bersama ini melibatkan berbagai
pihak mulai dari anggota dan tokoh masyarakat, pemerintah
daerah dari mulai desa, kecamatan, kabupaten/kota hingga
provinsi, TNI dan Polri, akademisi serta lembaga swadaya
masyarakat.
Diskusi dengan masyarakat delapan desa di Kepahiang
33
Pemanfaatan kawasan yang belum optimal
Tingginya potensi kepariwisataan alam di beberapa taman
wisata alam belum dapat dikapitalisasi untuk mewujudkan
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Butuh dukungan sarana prasarana yang lebih memadai guna
mengoptimalkan potensi kawasan. Selain itu, dibutuhkan
peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
dalam pengelolaan ekowisata.
Selain potensi wisata, jasa lingkungan lain pun belum dikelola
secara serius, misalnya air dan hasil hutan bukan kayu. TWA
Bukit Kaba memiliki potensi jasa lingkungan air dan hasil hutan
bukan kayu. Potensi sumber daya air TWA Bukit Kaba melimpah,
terutama dalam aspek massa air. Air merupakan salah satu
produk jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan hutan
yang dapat menjadi nilai penting kawasan. Saat ini, sebagian
masyarakat di sekitar kawasan sudah memanfaatkan langsung
massa air yang bersumber dari dalam kawasan. Namun,
pengelolaan pemanfaatan air dinilai belum mengendepankan
asas kemanfaatan bagi kawasan hutan dan masyarakat.
Dibutuhkan penataan pemanfaatan sumber daya air TWA Bukit
Kaba yang lebih berkeadilan. Selain itu, pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu terutama yang bersifat tradisional masih
belum terkelola dengan baik.
34
Hari itu saya sedang membahas tentang kondisi hutan dan keberadaan industri di lahan hutan,dan beliau merespon langsung. Alhasil, saya bersama dengan kodim, polhut dan balai karantina berangkat melalui udara pake helikopter bksda, dan hasilnya memang ada...namun beliau selaku kepala bksda merasa itu harus kerjasama seluruh stakeholder demi meyelamatkan hutan dan habitatnya. Satu lagi, berkat WA-nya tentang tahajud, kini saya rutin melakukan tahahud. Terimakasih Pak Abu, semoga kenangan dan pengalamannya selalu saya ingat.
Ingat hutan dan habitatnya, ingat pak abu. Ingat helikopter, inget pak abu. Ingat tahajut, ingat pak abu. Semoga banyak orang-orang seperti pak abu yang Peduli alam selalu. Amin.
Iwan, Rakyat Bengkulu TV
35
Bab III
Membangunkan The Sleeping Tiger, Mempersiapkan BKSDA
36
Seperti telah dijelaskan pada Bab I, ketika berkeliling ke
kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu dan Lampung,
penulis menemukan banyak potensi dan permasalahan
berkaitan dengan program konservasi SDAE. Potensi hanya
akan tetap menjadi “potensi” (sesuatu yang belum optimal
pemanfaatannya) apabila tidak dikelola dengan baik.
Permasalahan muncul bisa diakibatkan oleh faktor internal dan
eksternal. Potensi tidak optimal dikelola dan permasalahan
tidak serius dan tuntas ditangani.
Sejak memimpin BKSDA Bengkulu pada Maret 2016,
penulis berupaya membalik persepsi negatif terhadap
BKSDA Bengkulu. Dari penghambat pembangunan menjadi
pengungkit dan pendorong percepatan pembangunan
wilayah Bengkulu. Dalam pelaksanaannya, penulis banyak
menemukan hambatan. Hambatan pertama justru datang
dari internal BKSDA. Pertama, perubahan struktur organisasi.
Kedua, membangkitkan semangat kerja pegawai. Dibutuhkan
upaya keras untuk menggugah aparatur BKSDA Bengkulu dari
sekedar melaksanakan tugas rutin business as usual menjadi
bekerja dengan targeted output yang jelas dan bermanfaat.
Hal tersebut tentunya tidak sepadan dengan potensi sumber
daya yang dimiliki oleh Balai KSDA Bengkulu. Oleh sebab itu,
tak berlebihan rasanya apabila penulis menganggap organisasi
BKSDA Bengkulu seperti harimau yang sedang tertidur.
37
Menakhodai Dua Wilayah BKSDA:
Lampung dan Bengkulu
Ketika memulai tugas sebagai Kepala Balai, sesungguhnya baru
saja terjadi perubahan struktur organisasi yang sangat signifikan di tubuh BKSDA Bengkulu. Wilayah kerja Balai KSDA Bengkulu
yang semula hanya meliputi Provinsi bengkulu, bertambah luas
dengan masuknya Provinsi Lampung sebagai wilayah kerja
baru. Hal ini terjadi sebagai dampak dari plikuidasi Balai KSDA
Lampung sebagai unit pelaksana teknis Ditjen KSDAE setingkat
Eselon III, menjadi salah satu unit kerja setingkat eselon IV di
bawah Balai KSDA Bengkulu. Terdapat tantangan besar dalam
memadukan dua kelompok yang mulanya terpisah menjadi satu
kesatuan organisasi yang saling mendukung dan bersinergi. Hal
ini diibaratkan dengan upaya merajut dua rakit bambu yang
semula terpisah, menjadi satu kesatuan yang kompak guna
menerjang arus sungai yang deras di depan tujuan.
Cerita tentang BKSDA Lampung dapat ditarik kembali ke
dekade 80-an ketika saat itu menjadi Unit Konservasi Wilayah
II dengan wilayah kerja meliputi Sumatera bagian selatan.
Provinsi bengkulu menjadi salah satu wilayah kerja Unit
Konservasi Wilayah II Tanjung Karang. Para petugas senior
masih dapat menceritakan bagaimana mereka harus bersusah
payah pergi ke kantor unit di Bandar Lampung untuk mengurus
administrasi perkantoran. Zaman berganti, saat ini Bengkulu
menjadi “pusat” dari unit kerja konservasi bernama BKSDA
yang meliputi wilayah Bengkulu dan Lampung. Tak begitu jelas
juga mengapa penulis ditunjuk untuk menjadi kepala pada unit
38
kerja yang baru saja “dikawinkan” paksa oleh Kementerian LHK
ini. Namun, hal ini penulis nilai sebagai berkah karena dapat
berkarya dengan cakupan wilayah lebih luas.
Menyikapi hal ini, terdapat beberapa hal yang dilakukan,
yang menurut hemat penulis perlu dilakukan. Pertama,
mendekatkan dua kelompok yang semula terpisah menjadi
satu kesatuan “keluarga” BKSDA bengkulu. Upaya ini dilakukan
dalam kesempatan-kesempatan formal maupun informal.
Kedua, membangun visi yang mudah dipahami bersama. Saat
itu, dalam berbagai kesempatan penulis selalu mengingatkan
bahwa visi BKSDA sebagai unit pelaksana teknis Ditjen KSDAE
adalah memastikan kawasan konservasi terjaga dengan baik,
dan peredaran tumbuhan dan satwa liar terkendali. Penulis
ingin memastikan bahwa segala upaya yang dilakukan oleh
unsur pemimpin diorientasikan pada pencapaian visi ini.
Ketiga, mengidentifikasi persoalan-persoalan secara partisipatif serta mencari solusi pemecahannya secara bersama. Dalam
melakukan ketiga langkah ini, penulis berterima kasih pada
para pejabat unit eselon IV, terutama bapak Mahfud sebagai
Kasubbag TU, dan Bapak Teguh sebagai Kepala Seksi Konservasi
Wilayah III Lampung. Sebagai orang yang sama-sama “asli”
Bengkulu dan Lampung, memudahkan mereka untuk menjadi
jembatan penyatuan dua balai menjadi satu kesatuan utuh.
Membangkitkan semangat kerja di lapangan
Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi
adalah hadirnya pengelolan di kawasan. Setiap kawasan harus
39
dijaga se-intensif mungkin dan se-maksimal mungkin. Hal ini
dimulai dengan operasionalisasi unit organisasi UPT terkecil,
yaitu resort. Dalam menunjang beroperasinya resort, terdapat
beberapa hal yang dilakukan. Pertama, Rasionalisasi wilayah
kerja dan struktur resort. Hingga awal tahun 2016, jumlah
resort KSDA hanya berjumlah 11 resort. Sejak tahun 2017,
resort wilayah KSDA dikembangkan menjadi 20 resort KSDA
dan 4 Pos. pada tahun 2018, jumlah pos dikurangi menjadi tiga
pos, yaitu pos Bandara Fatmawati, Pos Bandara Radin Inten,
dan Pos pelabuhan Bakauheuni, Lampung.
Kedua, Mendistribusikan pegawai secara proporsional. Saat ini,
78% pegawai dialokasikan untuk melakukan tugas teknis yang
menjadi tupoksi BKSDA Bengkulu. Proporsi pegawai tersebut
tersebar di tiga seksi wilayah. Dari keseluruhan pegawai seksi
wilayah, 60 – 86 % pegawai ada di KPHK, Resort, dan pos
KSDA. Apabila dipersentasekan dari seluruh petugas BKSDA,
56% petugas ada di lapangan. Hanya ada sebagian kecil
(22%) pegawai yang ditugaskan sebagai pendukung dengan
penempatan pada Subbagian TU, termasuk para pejabat
fungsional teertentu yang diperbantukan pada tugas lainnya.
Apabila dianalisis lebih mendalam, hanya ada 12% pegawai
yang mengelola urusan pendukung seperti perencanaan,
keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan kerumahtanggaan.
Ketiga, menyediakan sarana prasarana pendukung. Untuk
mendukung operasionalisasi resort, berbagai sarana prasarana
pendukung telah disediakan. Hampir seluruh resort memiliki
kantor atau pos. Seluruh resort dan pos telah dilengkapi alat
40
transportasi, alat navigasi, alat komunikasi yang layak, dan
sarpras pendukung lainnya.
Pembinaan dan penghargaan
Salah satu faktor penting pendorong perubahan adalah
pembinaan dan pengawasan yang berkelanjutan dan
penghargaan terhadap para pihak yang telah mampu berkinerja
baik. Pembinaan dilakukan secara formal maupun informal.
Pembinaan formal berbentuk forum-forum peningkatan
kapasitas pegawai dan diskusi-diskusi dalam ruangan.
Pembinaan informal yang paling penting adalah dengan
memberikan contoh. Parameter waktu merupakan salah satu
indikator penting untuk mengukur kedisiplinan. Mematuhi jam
kerja baik bagi petugas di kantor maupun di lapangan adalah
merupakan suatu keharusan. Walaupun fleksibilitas tetap berlaku terutama untuk petugas lapangan.
Sejak tahun 2017, diterapkan sistem penghargaan bulanan
kepada unit atau kelompok kerja yang berkinerja baik. Terdapat
beberapa kategori yaitu kategori KPHK, resort, kelompok
pejabat fungsional, dan urusan. Pada tahun 2017, KPHK Bukit
Kaba, Unit Polhut SKW II, Kelompok PEH SKW I, dan Urusan
Program dan Kerja Sama menjadi unit/kelompok kerja terbaik
pada masing-masing kategori.
41
Manfaatkan teknologi informasi
Saat ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah menjadi
keniscayaan sebagai penunjang aktivitas sehari-hari manusia.
Teknologi informasi telah memungkinkan kita melakukan
banyak hal hanya melalui ujung jari. Mulai dari memesan
makanan, memesan ojek, bahkan berbelanja kebutuhan sehari-
hari. Demikian juga dalam pengelolaan kawasan konservasi
dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL),
Balai KSDA Bengkulu memanfaatkan teknologi dan informasi
untuk menghasilkan informasi yang akurat dan terkini sebagai
penunjang proses pengambilan kebijakan pengelolaan Kawasan
konservasi dan peredaran TSL. Data yang yang dibutuhkan
harus bersifat terkini, mudah diperbaharui, dan menunjukkan
kondisi aktual lapangan. Resort KSDA adalah organ BKSDA
yang paling memungkinkan untuk menyediakan data yang
dibutuhkan oleh para pebuat keputusan Balai KSDA Bengkulu.
Sejak 14 Maret 2018, seluruh kepala resort KSDA lingkup Balai
KSDA Bengkulu dibekali ponsel pintar untuk memudahkan proses
pengelolaan data informasi. Dalam ponsel tersebut disematkan
aplikasi berbasis android yang dapat memudahkan petugas
resort dan pos untuk mengumpulkan dan menyampaikan
informasi dengan cepat dan akurat dalam pelaksanaan tugas.
Pada tahap awal ini, aplikasi android yang disematkan berupa
aplikasi Patroli dan Konfli Satli (baca: satwa liar). Aplikasi patroli berfungsi sebagai wadah informasi hasil patroli kawasan, seperti
kondisi pal batas, perjumpaan tumbuhan satwa liar, temuan
42
tindakan illegal. Selain itu, aplikasi ini juga mewadahi hasil
patroli eksitu. Sementara itu, aplikasi konflik satli difokuskan untuk melaporkan kejadian konflik satwa liar dengan manusia secara lengkap, akurat dan cepat.
Petugas Pos KSDA yang berjaga dan memantau peredaran TSL
di Bandara dan Pelabuhan dibekali dengan aplikasi Monitoring
Peredaran Flora dan Fauna, yang fokusnya untuk memantau dan
mengetahui jenis dan jumlah peredaran TSL melalui bandara
dan pelabuhan di wilayah kerja BKSDA Bengkulu, yaitu Provinsi
Bengkulu dan lampung. Target hasilnya adalah diketahuinya
jenis TSL yang trending dan potensi pelanggaran hukum.
Muara dari data dan informasi yang dikumpulkan oleh seluruh
resort KSDA Bengkulu adalah adalah Situation Room yang
telah terbangun sejak Tahun 2017 lalu. Harapannya, data
informasi ini dapat menjadi acuan dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan pimpinan demi organisasi yang lebih
baik.
43
Abu Bakar Chekmat, seorang pemimpin yang menginspirasi. Beliau memegang teguh prinsip dengan mentalitas yang kuat tapi bersahaja.
Hampir seluruh kawasan konservasi BKSDA Bengkulu telah beliau kunjungi. Pak Abu Bakar mampu merubah kondisi kerja bawahannya yang semula statis menjadi dinamis sehingga mampu mendorong semangat kerja yang patut dibanggakan, mulai di kantor balai, seksi sampai ke resort-resort. Semua telah bekerja dengan baik dan telah menunjukan prestasi kerjanya masing-masing.
Jaja Mulyana – Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA
44
Datang dengan cambuk api, Datang dengan pedang tajamBahkan mencambuk dengan pecutan api.
Kami hanya mampu terkejut, kami hanya mampu terbangun..dan berlari tanpa arah.
2 tahun berlalu, 2 tahun terlewat.Tak ada lagi marah, tak ada tertidur, tak ada lagi tertegun, tak ada kesal, tak ada rasa lelah.
Hadir sekarang jiwa bertarung, jiwa bertahan, dan jiwa siap hadapi tantangan.
Agung TJ, staf BKSDA Bengkulu
45
Bab IV
Mengubah Citra Penghambat Menjadi Pengungkit Pembangunan
46
Seiring waktu, regulasi berubah dan aturan pengelolaan
kawasan konservasi menjadi lebih akomodatif. Dinamika
pembangunan menuntut kawasan konservaasi untuk
dikelola dengan lebih luwes. Berbagai peraturan baru membuka
peluang pihak lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
kawasan. Beragam skema kemitraan dibangun baik melalui
mekanisme perizinan, kerja sama, maupun pemberdayaan
mayarakat. Namun, berbagai kebijakan baru sektor konservasi
SDAE perlu dieksekusi dengan baik. Peristiwa di berbagai daerah
telah banyak menunjukkan dampak negatif dari kebijakan baik
bila tidak dieksekusi dengan baik. Dalam menerjemahkan dan
mengimplementasikan berbagai kebijakan baru, dibutuhkan
kepemimpinan yang lebih berpikiran terbuka sekaligus mampu
berkomunikasi secara baik dan efektif.
Kawasan konservasi
untuk kegiatan pembangunan non-kehutanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 85 Tahun
2014, pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan
adalah kegiatan yang mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
keamanan negara dan sarana komunikasi, transportasi
terbatas dan jaringan listrik untuk kepentingan nasional. Dalam
peraturan Menteri tersebut, diatur bahwa permohonan kerja
sama pembangunan strategis dapat diajukan kepada Menteri
Kehutanan (saat ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
dengan beberapa dokumen persyaratan, seperti proposal, citra
satelit terbaru dengan resolusi detail 15 meter, peta lokasi,
47
rencana pembangunan sarpras, risalah umum kondisi kawasan,
dokumen lingkungan, dan pertimbangan teknis dari kepala unit
pengelola.
Dokumen yang persyaratkan sangat rigid dan membutuhkan
waktu panjang untuk memenuhinya. Hal ini memang diperlukan
karena bentuk-bentuk penggunaan kawasan konservasi selain
untuk kegiatan konservasi tentunya harus dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian dan tetap mengedepankan aspek
kelestarian kawasan. Hal ini kemudian akan menjadi alat
verifikasi pengukuran nilai-nilai strategis dari program yang diusulkan.
Terdapat beberapa usulan kerja sama pembangunan strategis
yang tidak dapat dielakkan pada kawasan konservasi di Provinsi
Bengkulu, seperti jalan melintasi CA Danau Dusun Besar di Kota
Bengkulu, Jaringan listrik melewati CA Air Ketebat Danau Tes
di Lebong, jalan kepahiang-rejang lebong melintasi TWA Bukit
Kaba. Seluruhnya, harus dilakukan dengan prinsip kehati-
hatian dan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian kawasan.
Salah satu rencana lama dari Pemerintah Bengkulu adalah
membangun Bengkulu Outer Ring Road yang melintasi
Cagar Alam Danau Dusun Besar. Kebutuhan pemprov ini bukan
tidak mungkin diwujudkan, asalkan diwujudkan melalui proses
sesuai aturan. Lebih dari itu, proses pembangunan harus atas
persetujuan masyarakat sekitar kawasan. Artinya, mayarakat,
yang notabene menjadi tanggung jawab langsung pemerintah
daerah, harus diajak bicara. Poin berikutnya adalah perlunya
jaminan bahwa pembukaan jalan tidak membawa dampak
48
lanjuta berupa pembukaan lahan di kanan-kiri jalan. Perlu
dibangun batas fisik berupa pagar pembatas dengan area lainnya. Hal ini diperlukan untuk memastikan tertutupnya akses
terhadap lahan di area-kanan kiri jalan melalui pemasangan
pagar.
Penulis memahami pentingnya upaya penanganan abrasi pantai
dalam konteks mitigasi bencana. Abrasi pantai mengancam
sejumlah jaringan jalan yang sangat penting dalam konteks
evakuasi bencana dan sebagai pengungkit roda perekonomian
wilayah. Upaya mitigasi bencana tidak dapat dikecualikan pada
kawasan konservasi apabila ada potensi dampak bencana
yang tidak dapat dihindarkan. Pada 500-an KM garis pantai
Provinsi Bengkulu, terdapat 11 kawasan konservasi kelolaan
Balai KSDA Bengkulu yang tersebar dari Muko-muko hingga
Kaur. Kawasan konservasi pesisir ini didominasi oleh cagar
alam, yaitu CA Muko-Muko I&II, CA Air Rami I&II, CA Air
Seblat, CA Pasar Ngalam, CA Pasar Talo, CA Pasar Seluma, dan
CA Air Alas. Berdasarkan Permenlhk Nomor 44 tahun 2017,
pembangunan dam penahan abrasi dalam konteks penanganan
mitigasi bencana dimungkinakan dilakukan melalui mekanisme
kerjasama strategis yang tidak dapat dielakkan.
Pentingnya valuasi nilai ekonomi kawasan
Selain mendukung pembangunan secara langsung, seperti
dimaksud dalam konteks pembangunan strategis yang
tidak dapat dielakkan, kawasan konservasi juga sebetulnya
mendukung pembangunan secara tidak langsung. Satu
49
hal yang penting untuk dilakukan untuk mengukur peran
kawasan konservasi terhadap pembangunan di Bengkulu
adalah valuasi ekonomi kawasan-kawasan tersebut. Dengan
melakukan hal ini, kita akan mengetahui nilai kuantitatif
dari kawasan konservasi baik nilai langsung maupun tidak
langsung. Beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk
mengukur nilai ekonomi kawasan konservasi adalah dengan
mengukur nilai pasar sumber daya yang ada di kawasan, dan
mengidentifikasi angka kerelaan untuk membayar manfaat yang diberikan kawasan (willingness to pay). Kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango di Sukabumi dan Bogor
sering dijadikan contoh tentang bagaiman kawasan konservasi
mampu menjadi penopang pembangunan wilayah. Kawasan
ini menjadi hulu dari 3 daerah aliran sungai, yaitu Ciliwung,
Citarum, dan Cimandiri. Kawasan ini juga menjadi pendorong
utama wisata di daerah Puncak Bogor, sumber air bersih bagi
sejumlah kabupaten/kota di sekelilingnya, serta penyangga
areal budidaya strategis seperti perkebunan dan pertanian di
areal di bawahnya.
Taman Wisata Alam Bukit Kaba di Kabupaten Rejang Lebong dan
Kepahiang memiliki peran penting tidak hanya sebagai lokasi
wisata, namun juga sebagai “tandon” air bagi area sekitarnya.
Berdasarkan mandat penunjukkan kawasan sebagaimana
tercantum dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 166/
Kpts-II/1986 tanggal 29 Mei 1986, nilai penting kawasan TWA
Bukit Kaba berupa potensi objek wisata yang sangat menarik
berupa kawah belerang, laut pasir dan sumber air panas,
disamping memiliki potensi flora dan fauna yang beraneka
50
ragam. Terdapat beberapa air terjun yang tidak hanya memiliki
wisata, namun juga memiliki potensi potensi massa air yang
tinggi.
Dalam bab-bab berikutnya akan diuraikan bagaimana BKSDA
terus berupaya mentransformasi diri menjadi lebih terbuka
dan ikut berperan serta dalam memajukan pembangunan
wilayah. Beberapa hal yang menjadi fokus pembahasan
adalah pengembangan pariwisata alam, pemberdayaan
masyarakat, pembangunan pulau Enggano, konservasi bunga
iconik bengkulu dan bagaiman mengimplmentasikan strategi
konservasi berbasis lansekap.
51
52
Saya mengucapkan terima kasih atas pengabdian, kerjasamanya selama ini. Semoga semua karya dan bantuannya untuk pembangunan Kab. Kepahiang menjadi ibadah dan juga kenangan bagi masyarakat Kab. Kepahiang. “ Saya mengenal lebih dekat Sdr. Ir Abubakar Chekmat, ketika saya menjabat Kepala Bidang Pengusahaan Hutan, Kanwil. Dept. Kehutanan Prov. D.I Aceh tahun 1997-2000. Beliau seorang rimbawan yang “ low profile” dan tekun menekuni tugasnya di BKSDA Aceh. Lama tidak berkomunikasi, bertemu kembali saat beliau menjabat Kepala BKSDA Bengkulu. Orang pertama yang dia temui adalah saya di Kepahiang. Kami langsung berbicara substansi tentang pemanfaatan kawasan TWA Bukit Kaba untuk mendukung wisata alam dan pemeliharaan jalan di kawasan. Melalui serangkaian diskusi, konsultasi dan pertemuan dengan petinggi ke Kemen LHK. Alhamdulillah perjuangan dan fasilitasi pak Abu membuahkan hasil persis “last minute” menjelang dia pensiun. Sekarang sudah terbit Surat Dirjen KSDAE No. S.172/KSDAE/PIKA/KSA.O/3/2018 tanggal 23 Maret 2018 tentang Persetujuan Kerjasama Pembangunan Strategis di TWA Bukit Kaba, Kab. Kepahiang, Bengkulu. Persetujuan ini sangat bermakna bagi bagi masyarakat Kab. Kepahiang untuk membuka konektivitas dari dan ke sentra produksi kopi, lada dan destinasi wisata alam. Semoga karya ini menjadi kenangan bagi pak Abu di masa purna bhaktinya. Doa kami semoga pak Abu dan keluarga senantiasa sehat dan berkarya pada ladang pengabdian yang lain. Aamiin YRA.
Hidayattullah Sjahid, Bupati Kepahiang (2016-2021), Seorang rimbawan
53
Bab V
Tiga Strategi Pengembangan Wisata Alam
54
Terdapat empat taman wisata alam (TWA) yang
memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu TWA
Bukit Kaba (Rejang Lebong dan Kepahiang), TWA
Pantai Panjang (Kota Bengkulu), dan TWA Seblat (Bengkulu
Utara dan Mukomuko), TWA Air Hitam (Mukomuko). Konsep
pengembangan pariwisata alam disesuaikan dengan
karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Ekowisata berbasis masyarakat
Sebagian kawasan TWA Bukit Kaba merupakan hutan hujan
tropis khas pegunungan yang masih dalam kondisi baik.
Kawasan ini masih menjadi habitat bagi beragam spesies dan
komunitas flora fauna yang mungkin tidak dapat ditemui di tempat lain di Bengkulu termasuk jenis-jenis dilindungi dan
Orientasi Bersama pemda, Ditjen KSDAE, Masyarakat rencana pengembangan wisata
55
terancam punah. Kawasan ini memiliki nilai kultural tinggi
berkaitan dengan tradisi spiritual nazar bagi masyarakat sekitar
kawasan. Masyarakat sekitar percaya bahwa jika bernazar di
sekitar Puncak Bukit Kaba maka permintaan mereka terkabul
dan jika permintaannya terkabul mereka bayar nazar seperti
berupa pelepasan sepasang burung dara dan pemotongan
kambing. Selain itu, kawasan ini juga menyediakan sumber
daya hasil hutan bukan kayu untuk dimanfaatkan secara lestari
oleh masyarakat sekitar kawasan. Secara umun, masyarakat
sekitar masih bercorak agraris.
Berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor tersebut, konsep
wisata yang dikembangkan di TWA Bukit Kaba adalah ekowisata
berbasis masyarakat. Menurut Fandeli (2000), ekowisata
merupakan bentuk kegiatan wisata yang dilakukan secara
bertanggung jawan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
kelestarian lingkungan, memberikan manfaat ekonomi kepada
masyarakat sekitar, serta tidak membawa dampak negatif
terhadap budaya masyarakat lokal.
Masyarakat diberikan peran untuk ikut berperan sebagai
pengelola dan mendapat manfaat finansial secara langsung. Dengan melakukan ini, menurut Wibowo (2013), setidaknya
ada tiga manfaat yang didapat. Pertama, kawasan tersebut
mampu menghasilkan uang yang dapat dipergunakan untuk
mengelola dan melindungi habitat dan jenis dalam kawasan.
Kedua, kegiatan wisata yang berkembang memberikan peluang
masyarakat sekitar kawasan untuk memperoleh keuntungan
secara ekonomi; dan Ketiga, keuntungan secara ekonomi
56
tersebut akan menjadikan insentif untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi kawasan.
Untuk menunjang pengembangan konsep ekowista berbasis
masyarakat ini, BKSDA telah menandatangani kerja sama
pengembangan wisata alam dengan Pemerintah Rejang Lebong
dan Kepahiang. Pemerintah kedua kabupaten ini secara arif
dan bijaksana telah menyatakan dukungan pengembangan
konsep ini. Bahkan secara bersama-sama telah menetapkan
serangkaian rencana aksi untuk mewujudkan mimpi bersama ini.
Pemda Rejang Lebong telah berkomitmen untuk memperbaiki
jalan wisata, mempersiapkan homestay, dan mendorong
kelembagaan masyarakat yang berrientasi wisata. Seakan tak
mau kalah, Pemerintah Kepahiang pun berkomitmen akan
membangun fasilitas wisata yang memadai di TWA Bukit Kaba
blok Air Sempiang. Berlomba-lomba dalam kebaikan itu adalah
suatu keharusan.
Ekowisata Urban (Urban ecotourism)
TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai mempunyai 3 forasi tipe
ekosistem vegetasi penyusun, yaitu formasi cemara laut,
formasi mangrove dan formasi hutan mangrove. Kawasan
ini juga menjadi rumah bagi beberapa jenis satwa liar, yang
keberadaannya semakin langka ditemui di perkotaan. Sebagai
kawasan hutan, TWA Pantai Panjang menyediakan ruang
terbuka hijau dan ruang publik yang cukup lapang. Letaknya
yang strategis di tengah kota Bengkulu menjadikan kawasan
ini sebagai tempat ideal bagi masyarakat Kota Bengkulu untuk
57
berekreasi.
Konsep pengembangan wisata di TWA Pantai Panjang
disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar
dan target pengunjung. Keberadaannya di tengah masharakat
kota bengkulu mengharuskan wisata diarahkan pada
sentuhan-sentuhan modernitas dengan fasilitas-fasilitas wisata
yang representatif. Kawasan ini diharapkan mampu menjadi
pilihan bagi masyarakat untuk berwisata bersama keluarga,
berkemah, outbond, dan pendidikan lingkungan. Diharapkan
juga TWA Pantai Panjang mampu mendukung pengembangan
industri MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, and
Exhibitions) di kota bengkulu dengan menyediakan venue-
venue berarsitektur unik dan ramah lingkungan.
Ekspose rencana pengembangan wisata di TWA Pantai Panjang di hadapan Dirjen KSDAE
58
Untuk mewujudkan konsep wisata tersebut, BKSDA bengkulu
tidak dapat mengandalkan 100% dana APBN yang terbatas
untuk pembangunan. Pengelolaan wisata ke depannya pun
harus dikelola secara profesional. Dibutuhkan kemitraan dengan
sektor swasta untuk mengatasi permasalahan permodalan dan
kendala sumber daya manusia pengelola.
Sebagai langkah awal, BKSDA Bengkulu sudah mulai berbenah.
Tahun 2018 ini dibangun beberapa fasilitas wisata yang
berorientasi pada pendidikan, yaitu camping ground dan
mangrove track. Harapannya fasilitas ini dapat menunjang
kegiatan-kegiatan kepemudaan di Kota bengkulu dan menjadi
media bagi pemuda-pemudi Kota bengkulu belajar mengenai
ekosistem Mangrove yang ada di sekitarnya. Lebih dari itu,
kami berharap kawasan ini akan menjadi magnet baru untuk
menarik wisatawan berwisata di kota Bengkulu.
Wisata minat khusus satwa liar
berbasis kelompok relawan
TWA Seblat dan TWA Air Hitam berada di Kabupaten Bengkulu
Utara dan Mukomuko. Kedua kawasan ini memiliki daya
tarik wisata yang sangat unik yang kawasan lain tidak dapat
menyaingi. TWA Seblat merupakan rumah bagi sekelompok
gajah jinak dan habitat potensial bagi flora fauna asli Bengkulu. Nuansa alam liar akan menjadi daya tarik utama pengembangan
wisata di kawasan ini. Untuk yang gemar menjelajah hutan
rimba, kawasan ini akan menjadi tempat yang ideal untuk
menghabiskan waktu. Tipe ekosistemnya cukup beragam, dari
59
hutan dengan pepohonan tinggi menjuntai, ekosistem padang
rumput, hingga ekosistem sungai dapat dijumpai di kawasan
ini. Plus, dapat merasakan sensasi berkeliling hutan sambil
menunggang gajah.
TWA Air Hitam merupakan habitat alami dari berbagai jenis
penyu. Terdapat 4 jenis penyu yang biasa mendarat di kawasan
ini, empat jenis penyu, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas),
sisik (Eretmochelys imbricata), lekang (Lepidochelys
olivacea) dan belimbing (Darmochelys coriacea).
Kedua kawasan tersebut memiliki satu kesamaan, yaitu
memiliki ekosistem yang sensitif terhadap kerusakan. Oleh
karena itu, konsep wisata yang dikembangkan adalah wisata
terbatas, dan berbasis kelompok sukarelawan. Wisatawan akan
dipilih secara selektif dengan berbagai syarat dan ketentuan.
Mengapa berbasis sukarelawan, karena kita membutuhkan
tenaga-tenaga pendamping para wisatawan yang terlatih
dengan penguasaan kawasan yang baik. Kita telah bekerja
sama dengan para sukarelawan dengan cukup lama, contohnya
adalah Kelompok Pemuda Pemudi Peduli Alam dan Lingkungan
Hidup (KP3ALH) Air Hitam.
Di TWA Seblat dan TWA Air Hitam, kelompok sukarelawan
dan pemuda menjadi aktor utama pengembangan wisata
berbasis satwa liar (gajah dan penyu). Tahap demi tahap telah
dilakukan dalam memastikan seluruh konsep ini bisa benar-
benar operasional di lapangan. Yayasan Sipef Indonesia telah
berkomitmen mendukung pengembangan wisata berbasis
60
konservasi penyu di TWA Air Hitam. BKSDA Bengkulu telah
komitmen bekerja sama dengan Yayasan Komunitas Hutan
untuk Sumatera dan Yayasan Berdiri Nusantara dalam
mengembangan ekowisata di TWA Seblat. Keberhasilan
program ekowisata gajah di Tangkahan Aceh menjadi referensi
pengembangan.
61
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya buat Bapak karena telah memperjuangkan apa yang selama ini kami harapkan yaitu pengelolaan TWA Bukit Kaba berbasis masyarakat.
Yadi, Kepala Desa Sumber Urip, Kab. Rejang Lebong
62
Saya atas nama Masyarakat Adat Bengkulu menghatur salam hormat dan terima kasih atas pengabdian yg tulus, lurus dan bijak. Dalam menjaga keberlanjutan dan kelestarian alam Bengkulu. Saya sampaikan secara khusus kesuksesan dan visi bapak membantu Bengkulu mencapai Wonderful 2020 menjadikan taman wisata alam untuk pantai panjang dan Danau Dusun Besar, dan bapak mengakomodir kearipan lokal dalam mengambil kebijakan pengalihan hak ulayat danau, pantai dan Hutan.
Kalau ada keciput mudikTandanya hari musim penghujanKarena niat dan tujuan tuan yang baik. Insyaallah di sampaikan Tuhan.
Hormat dan salam masyarakat Adat Bengkulu. Drs. H. S. Effendi, MS (Ketua BMA Kota Bengkulu)
63
BAB VI
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan
64
Sumber daya yang dimiliki Balai KSDA bengkulu dalam
mengelola kawasan konservasi sangat terbatas. Baik
sumber daya manusia, anggaran, waktu dan sarana
prasarana. Dalam setiap resort KSDA, petugas hanya
berjumlah 2 – 5 orang. Terlebih, petugas-petugas lapangan ini
juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan peredaran
tumbuhan dan satwa liar terutama yang dilindungi meskipun
di luar kawasan konservasi. Oleh karena itu, bekerja bersama
masyarakat menjadi keharusan demi tercapainya keberhasilan
pengelolaan kawasan konservasi
Konsep dasarnya adalah bagaimana masyarakat terutama
yang berada di sekitar kawasan juga turut serta untuk
menjaga kelestarian kawasan hutan. Hal ini sebenarnya bukan
konsep baru, karena konsep penyangga kawasan telah lama
Diskusi pengembangan wisata di desa Sumber Urip, Rejang Lebong.
65
digaungkan. Namun, pada banyak tempat hal ini hanya terbatas
pada jargon semata, dan sulit diwujudkan. Hal mendasar dari
konsep ini adalah masyarakat harus mendapatkan manfaat baik
langsung maupun tidak langsung dari keberadaan hutan. Selain
itu, masyarakat juga harus diyakinkan bahwa kemanfaatan itu
disebabkan oleh keberadaan hutan. Salah satu contoh manfaat
dari keberadaan hutan adalah jasa wisata, air bersih, dan hasil
hutan seperti aren atau komoditas lainnya.
Entri poinnya bisa melalui ekowisata, atau hasil hutan non kayu
lainnya. Salah satu contoh program pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan adalah pemberian akses izin pengusahaan jasa
wisata alam dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di Taman
Wisata Alam Bukit Kaba kepada masyarakat desa Sumber Urip
Diskusi rencana pemberdayaan masyarakat di desa Sindang Jaya, Rejang Lebong.
66
dan desa Sindang Jaya Kabupaten Rejang Lebong. Penjajakan
kesepahaman antara para pihak telah dibangun sejak tahun
2017 dan dideklarasikan dalam pertemuan di Kantor Bupati
Rejang Lebong pada bulan Maret 2018 lalu.
Dengan Pemerintah Desa Sumber Urip Kecamatan
Selupu Rejang, Balai KSDA Bengkulu bersepakat untuk
mengembangkan konsep pengelolaan ekowisata berbasis
masyarakat. Masyarakat akan diberikan akses untuk terlibat
dalam pengelolaan wisata Puncak Bukit Kaba yang melalui
pintu masuk desa Sumber Urip. Harapannya, kerja sama ini
akan turut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Balai menegaskan keberpihakan BKSDA kepada
masyarakat sekitar TWA Bukit Kaba.
Balai KSDA Bengkulu juga membuka akses bagi masyarakat
desa Sindang Jaya, Kecamatan Sindang Kelingi untuk mengelola
tegakan aren yang ada dalam Blok Tradisional TWA Bukit Kaba.
Berdasarkan hasil inventarisasi potensi, terdapat sekitar dua
puluh ribu batang aren yang dapat dimanfaatkan sebagai
penunjang perekonomian masyarakat sekitar.
67
… Allhamdulilah di dalam tugas bapak, bapak sudah berani mengambil kebijakan,walapun kami tau itu semua belum disahkan tapi Allah mengirimkan bapak untuk menyelesaikan konflik di 8 desa, untuk mensejahterakan kami, untuk membina kami, untuk merangkul kami dengan hati tulus …
… Insyahallah kami 8 kades akan mengarahkan mereka [masyarakat] untuk melestarikan hutan dengan menanam kayu buah-buahan yang bisa dimanfaatkan di kemudian hari. kita akan sadar pentinya lingkungan atau hutan kita ingin belajar untuk hidup beiringan dengan alam. hutan bagus kita bisa hidup di sana.
Terimakasih Pak, semoga bapak sekeluarga selalu dilindung Allah SWT, Amin. Kami 8 desa selalu mengingat perjuangan bapak…
Kades Bandung Jaya, kab. Kepahiang.
68
Dulu, hubungan BKSDA dengan masyarakat kurang cair, seolah-olah ada jarak dengan masyarakat. Di bawah kepemimpinan Pak Abu Bakar, BKSDA menjadi bersahabat. Kelebihan Pak Abu adalah kuat di bidang kemitraan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Terbukti dengan banyaknya MoU yang disepakati antara BKSDA dan kelompok-kelompok masyarakat.
Beliau berani menerobos pakem lama yang berfokus pada fisik hutan. Semenjak beliau memimpin, paradigma itu sepertinya berubah, yang menjadi subjek upaya-upaya konservasi bukan lagi hutannya tetapi masyarakatnya. Itulah revolusi terobosan terbesar beliau dalam mengubah paradigma rimbawan-rimbawan konservasionis yang beliau pimpin. Ini senada seirama dengan nawacita Presiden Jokowi.
Hefri oktoyoki, S.Hut, M.Si Pemerhati kehutanan sosial-komunitas pecinta air terjun kab. lebong
69
Bab VII
Konservasi Enggano
70
Merawat Enggano,
Merawat Harmonisasi Empat Pilar
Pulau Enggano dengan luas 39.586,74 ha, merupakan
salah satu pulau terluar dari Gususan Kepulauan NKRI.
Garis pantai pulau ini mencapai 126,71 km, memanjang
sejauh 35.60 km dari arah barat laut menuju tenggara dan
melebar sejauh 12.95 km dari timur laut menuju barat. Pulau
ini terpisah sejauh sekitar 120 km dari Pulau Sumatera.
Kawasan hutan negara memiliki porsi yang signifikan, mencapai 36% dari total luas pulau. Luas kawasan konservasi sendiri
mencapai 22,06% dari total keseluruhan luas Pulau Enggano.
Terdapat enam unit kawasan konservasi di Pulau Enggano,
Peta Kawasan Konservasi di Pulau Enggano
71
yaitu CA Tanjung Laksaha, CA Sungai Bahewo, CA Teluk Klowe,
CA Kioyo I & II, dan TB Gunung Nanu’ua.
Pulau Enggano merupakan daerah yang oleh BirdLife
International dikategorikan sebagai Endemic Bird Area (EBA).
Terdapat tujuh jenis burung endemik Pulau Enggano yaitu
betet ekor panjang enggano, burung hantu enggano, burung
kacamata enggano, anis kembang enggano, uncal buau
enggano, dan pergam hijau enggano, burung Beo Enggano.
Pulau Enggano juga merupakan area persinggahan bagi
burung-burung migran. Tercatat terdapat 5 (lima) jenis burung
migran yang singgah di Pulau Enggano. Kelima jenis burung
tersebut adalah burung gajahan besar (Numenius arquata),
burung kecuit hutan (Dendronanthus indicus), trinil-lumpur
asia (Limnodromus semipalmatus), cangak abu (Ardea
cinerea) dan cangak merah (Ardea purpurea).
Terdapat setidaknya empat pilar utama dalam pembangunan
Pulau Enggano. Keempat pilar tersebut adalah masyarakat
adat, aparatur sipil pemerintah daerah, unsur TNI/Polri,
dan pengelola kawasan lindung. Masyarakat yang mendiami
Pulau Enggano adalah Masyarakat Adat Enggano yang masih
memegang teguh adat istiadatnya. Terdapat lima suku asli di
Pulau Enggano yaitu Suku Kauno, Suku Kaahoa, Suku Kaharuba,
Suku Kaitaro, Suku Kaharubi. Terdapat hukum adat yang unik
di Pulau Enggano di mana seluruh pendatang di pulau itu
diwadahi dalam satu suku tersendiri, yaitu Suku Kaamay. Hal
ini menjadikan para pendatang menjadi bagian penting dari
72
sistem hukum adat Enggano.
Secara administrasi pemerintahan, Pulau Enggano merupakan
satu unit pemerintahan kecamatan di Kabupaten Bengkulu
Utara. Terdapat 6 desa dalam struktur pemerintahan Kecamatan
Pulau Enggano, yaitu Desa Banjar Sari, Meok, Kaana, Malakoni,
Apoho, dan Kahyapu.
Dalam Konteks pertahanan dan keamanan, Pulau Enggano
merupakan area strategis mengingat letak geografisnya sebagai pulau terluar. Tak mengherankan apabila TNI/Polri
menempatkan banyak personilnya di Pulau ini. TNI AD memiliki
Kodim, TNI AL menempatkan Pos Lanal, Polri memiliki Polsek
dan Pos Polairud di Pulau ini. Peran Personil TNI dan Polri sangat
strategis dalam mendukung pembangunan Pulau Enggano.
Sebagai elemen terakhir, Balai KSDA Bengkulu memiliki peran
sebagai pendukung dalam pembangunan Pulau Enggano. Balai
KSDA Bengkulu berperan dalam mengelola kawasan konservasi
sebagai sistem pendukung dan penyangga kehidupan
masyarakat Pulau Enggano. Selain itu, Balai KSDA Bengkulu
menempatkan diri sebagai perekat dalam harmonisasi hubungan
para pihak kunci dalam pembangunan Pulau Enggano.
Salah satu bentuk nyata adalah fasilitasi kegiatan Musyawarah
besar Adat Enggano yang dilakukan oleh Balai KSDA Bengkulu
melalui KPHK Enggano. Musyawarah Besar Adat enggano
ini merupakan kegiatan penting dalam adat istiadat Suku
Enggano dimana Pa’Buki sebagai ketua lembaga hukum adat
73
mengumpulkan seluruh tokoh adat untuk membicarakan
peraturan adat dalam tatanan adat istiadat suku.
Deklarasi Bersama Pelestarian Pulau Enggano:
Mengelola Kawasan Konservasi Beyond
Boundaries
Bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28
Oktober 2017, Masyarakat Adat Pulau Enggano mendeklarasikan
komitmen bersama untuk penyelamatan dan pelestarian
Ekosistem Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu. Deklarasi
dilakukan oleh Kepala Lembaga Adat dan enam Kepala Suku
Enggano serta disaksikan oleh penulis sebagai Kepala Balai
KSDA Bengkulu, Camat Pulau Enggano, dan unsur TNI/Polri.
Deklarasi Pelestarian Pulau Enggano tidak hanya komitmen
melestarikan Kawasan konservasi Pulau Enggano, tapi seluruh
area pulau. Terdapat lima (5) butir deklarasi yang dibacakan oleh
Pa’buki (Ketua Lembaga Adat) Enggano. Pertama, Masyarakat
Adat Enggano bersepakat melakukan penyelamatan sumber
daya alam dan ekosistem Pulau Enggano sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, sepakat
untuk menjaga dan melestarikan kawasan hutan konservasi
dari kerusakan. Ketiga, areal peruntukan lain (APL) atau areal
masyarakat yang masih berhutan akan dikelola berdasarkan
hukum adat dengan mengedepankan asas kelestarian serta
menolak penanaman kelapa sawit. Keempat, sepakat menjaga
dan melestarikan jenis tumbuhan dan satwa liar asli Pulau
Enggano dari perburuan dan peredaran illegal. Kelima, sepakat
74
untuk menjadikan aspek kelestarian kawasan hutan sebagai
bagian dari peraturan adat Masyarakat Adat Enggano.
Deklarasi penyelematan pulau Enggano menegaskan komitmen
masyarakat adat untuk kelestarian ekosistem pulau enggano.
Menarik untuk melihat lebih lanjut bagaimana Pemerintah
Daerah mengelaborasi modal sosial yang kuat yang dimiliki
masyarakat Enggano ke dalam program-program pembangunan
wilayah.
Peresmian kantor KPHK Enggano di Malakoni
75
Kelola kawasan konservasi Enggano sebagai
satu kesatuan
Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan
konservasi di tingkat lapangan, maka pada tahun 2016
dibentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
Enggano. Operasionalisasi KPHK Enggano merupakan salah
satu program prioritas Balai KSDA Bengkulu tahun 2017. Hal
ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
personil, sarana prasarana, dan memperluas jaringan kerja.
Sejak awal tahun 2017, telah ditempatkan 7 orang personil
lapangan (Rasio personil terhadap kawasan 1:1.325 Ha). KPHK
Enggano juga dilengkapi oleh 2 unit kendaraan roda empat, 1
unit kapal motor, 2 unit kendaraan roda dua. Sebelum kantor
KPHK Enggano diresmikan, KPHK Enggano hanya difasilitasi
oleh bangunan pos seluas 36 m2. Dengan dibangunnya kantor
KPHK Enggano, diharapkan pengelolaan kawasan konservasi di
Pulau Enggano dapat meningkat.
76
77
Pak Abu Bakar merupakan sosok pemimpin yg luar biasa semangat untuk membangun konservasi melalu pemberdayaan masyarakat, sosok yg disiplin dan pekerja keras. Semangat membangun yang luar biasa dan tak mengenal usia dan batas akhir pengabdian. Balai KSDA Bengkulu khususnya wilayah kerja Rejang Lebong sangat bersyukur dapat dipimpin oleh Bapak. Kami dapat solusi yang cepat dan tepat untuk membangun konservasi di Bukit Kaba yang saling menguntungkan baik masyarakat, Pemda dan Kementerian LHK. Yang telah puluhan tahun sejak otonomi daerah kerjasama pembangunan Gunung Bukit Kaba tidak pernah terwujud.
Zulkarnain, Kepala Bappeda kabupaten Rejang Lebong
78
Terima kasih Pak Abu Bakar yang telah memberikan perhatian penuh dan mengedukasi masyarakat pulau Enggano untuk tetap menjaga kelestarian Pulau Enggano.Terima kasih Pak, Semoga sukses di tempat tugas yang baru. Yauwaika.
Marlansiun, Camat Enggano, Kab. Bengkulu Utara
79
Bab VIII
Konservasi Puspa Langka Bengkulu
80
Membangun komitmen bersama
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, semua jenis dari genus
Rafflesia termasuk dalam jenis tumbuhan yang dilindungi. Di Provinsi Bengkulu, teridentifikasi 4 jenis Rafllesia yaitu Rafflesia arnoldii, Rafflesia gadutensis, Rafflesia bengkuluensis dan Rafflesia hasselti. Dari keempat jenis
tersebut, Rafflesia bengkuluensis lebih banyak tersebar di luar kawasan konservasi. Salah satu contohnya adalah penemuan
tahun 2017 lalu di lahan milik warga pada wilayah administratif
Desa Manau Sembilan II Kecamatan Padang Guci Hulu
Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Apresiasi terhadap Bupati Kaur yang berkomitmen untuk
melakukan upaya penyelamatan dan pelestarian flora langka endemik Bengkulu yang juga merupakan ikon/
maskot dari Provinsi Bengkulu. Namun demikian, Bupati Kaur
mengharapkan dukungan Balai KSDA Bengkulu untuk berperan
aktif dalam upaya konservasi bunga yang juga menjadi ikon
Provinsi Bengkulu. Balai KSDA telah melakukan komunikasi
dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk menggali opsi-opsi
langkah penyelamatan habitat bunga tersebut yang tesebar di
luar kawasan konservasi.
81
Berdialog dengan Masyarakat Pecinta Puspa
Langka untuk Penyelamatan Rafflesia arnoldii
Telah banyak kelompok-kelompok masyarakat yang
mendeklarasikan sebagai kelompok pecinta puspa langka. Dengan
semangat dan niat baik, kelompok-kelompok ini merupakan salah
satu modal sosial yang berharga dalam implementasi program
konservasi puspa langka di Provinsi Bengkulu. Yang perlu dilakukan
elemen pemerintah adalah mengarahkan energi positif ini menjadi
sebuah kekuatan gerakan masyarakat untuk keberhasilan program
konservasi. Salah satu kelompok tersebut adalah Kelompok Pecinta
Puspa Langka (KPPL) Bengkulu.
Rafflesia arnoldii di Taba Penanjung, Bengkulu Tengah
82
Salah satu habitat penting bunga Rafflesia adalah hutan lindung Bukit Daun dengan luas 96.125 Ha, dan CA Taba Penanjung I dan
II seluas 3,7 Ha. Jenis Rafflesia yang tumbuh di habitat ini adalah jenis Rafflesia arnoldii yang merupakan jenis dengan ukuran terbesar dari semua genus Rafflesia. Dalam sebuah dialog pada akhir tahun 2017 lalu dengan tema “Dialog Pelestarian Habitat
Bunga Rafflesia Bersama Masyarakat di Kawasan Habitat Rafflesia Taba Penanjung Kab. Bengkulu Tengah”, dilakukan perbincangan
untuk meningkatkan kesepahaman para pihak terutama kelompok-
kelompok pecinta dan pelestari bunga Rafflesia di Kec. Taba Penanjung, Bengkulu Tengah.
Pose Bersama selepas diskusi dengan kelompok pecinta puspa langka
83
Hasil dari dialog ini disepakati komitmen bersama untuk menyatukan
kelompok-kelompok pecinta dan pelestari bunga Rafflesia di Kec. Taba Penanjung, Bengkulu Tengah, dalam satu forum pengelolaan
yang dilengkapi dengan perangkat peraturan yang disepakati
Bersama. Peraturan yang akan dibuat harus dapat mengakomodasi
hak dan kewajiban seluruh anggota forum. Harapannya, dengan
terbentuknya forum para pencinta bunga langka, kegiatan
kelompok-kelompok ini akan lebih terkoordinasikan dengan baik
dan lebih efektif dalam mendukung pelestarian bunga Padma.
Konservasi berbasis riset
Minimnya kajian dan pengetahuan mengenai ekologi reproduksi
tumbuhan ini membuat upaya konservasi bunga rafflesia ini masih menemui banyak hambatan. Upaya konservasi bunga rafflesia yang dilakukan Balai KSDA Bengkulu saat ini masih berfokus pada
kawasan konservasi kelolaannya. Terlebih, upaya konservasi oleh
Balai KSDA lebih banyak ditekankan pada aspek perlindungan
dan pengamanan. Dibutuhkan lebih banyak kajian akademis
mendukung upaya konservasi jenis bunga kebanggaan masyarakat
Bengkulu ini.
Balai KSDA Bengkulu terus berupaya untuk menggandeng mitra
guna meningkatkan efektivitas program konservasi bunga rafflesia dan habitatnya. Salah satu mitra yang digandeng Balai KSDA
Bengkulu adalah Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB).
Pada Tahun 2016, UMB ditunjuk oleh Kementerian LIngkungan
Hidup dan Kehutanan untuk mengelola kawasan hutan lindung
seluas 2.000 ha sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus
84
(KHDTK). KHDTK yang berfungsi sebagai hutan pendidikan dan
pelatihan terletak di Kabupaten Bengkulu Tengah dan merupakan
habitat esensial bagi bunga rafflesia.
Kesepakatan program konservasi bunga rafflesia dan habitatnya di hutan pendidikan UMB telah dijalin sejak tahun 2017 lalu. Terdapat
beberapa arahan program yang disepakati. Diantaranya adalah
kesepakatan untuk menetapkan spesies rafflesia sebagai spesies prioritas untuk diteliti yang kemudian akan dilanjutkan dengan
penyusunan rencana konservasi rafflesia di hutan pendidikan UMB. Digagas juga mengenai perlunya pengembangan ekowisata
berbasis konservasi bunga rafflesia. Selain itu, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai konservasi puspa langka ini
akan dilakukan kegiatan pendidikan dan pembinaan terhadap
komunitas pecinta puspa langka di sekitar kawasan serta
melakukan pertemuan, diseminasi, atau expose hasil penelitian
dan upaya konservasi bunga langka ini.
85
“Pak ABC, berdedikasi total dalam menjalankan tugas jg sangat relugius, konsisten namun tetap bisa fun bersama” Selamat menikmati masa purna tugas ya Kang. Berkunjung ke Bengkulu lagi dan lagi yaa. Salam
Endang Sigit. – Dosen Universitas Bengkulu
86
Tanpa terasa, sudah 2 tahun Bapak bertugas di Provinsi kami tercinta, Provinsi Bengkulu. Dalam 2 tahun ini begitu banyak hal positif yang Bapak lakukan untuk pelestarian, terutama untuk bunga Rafflesia dan PLG Seblat. Terima kasih Pak, Bapak sudah membawa kami ke level lebih tinggi dalam hal pelestarian Rafflesia dan Gajah Sumatera di Provinsi Bengkulu.
Di luar kedinasan, Bapak juga sangat aktif untuk bersosialisasi dan berteman ke setiap orang yang Bapak temui. Terima kasih Pak atas karya dan dedikasi yang Bapak berikan untuk Bengkulu Tercinta, You will be Missed.
Krishna (Alesha Wisata, Bengkulu Heritage Society, KPPL Bengkulu)
87
Bab IX
Konservasi Berbasis Lansekap: Kasus Lansekap Kerinci Seblat
88
Fragmentasi habitat merupakan salah satu ancaman serius
bagi keberlangsungan hidup satwa liar. Fragmentasi
habitat berpotensi mengurangi luasan efektif yang tersedia
untuk menunjang kehidupan kesatuan ekosistem pada daerah
tertentu. Gajah yang memiliki area jelajah yang luas dengan
kebutuhan pakan yang beragam merupakan salah satu spesies
yang terdampak kuat oleh fragmentasi habitat (Sukumar,
2006). Hal ini memicu konflik antara manusia dan gajah yang mengakibatkan kerugian di kedua belah pihak.
Berdasarkan hasil pemantauan berbagai pihak, populasi gajah
bentang alam Seblat telah terfragmentasi menjadi setidaknya
4 kelompok kecil. Kelompok pertama adalah kelompok Air
Teramang-Air Dikit. Kelompok kedua adalah kelompok Air
Teramang-Air Berau. Kelompok ketiga adalah kelompok Air
Ipuh-Air Teramang, dan yang terakhir adalah kelompok Seblat.
Area jelajah kelompok yang terakhir adalah TWA/PLG Seblat
dan HPT Lebong Kandis.
Penting untuk dilakukan upaya konservasi berbasis lansekap
dengan menghubungkan TWA Seblat dengan blok hutan Taman
Nasional Kerinci Seblat. Tujuan utama rekoneksi habitat adalah
menyediakan habitat yang cocok untuk keberlangsungan
hidup populasi gajah. TWA Seblat yang memiliki luas 7.700
Ha tergolong kawasan yang cocok untuk mendukung
keberlangsungan hidup populasi gajah sumatera. Kawasan
TWA Seblat merupakan salah satu habitat yang menjadi tujuan
migrasi kelompok-kelompok gajah di bentang alam Seblat.
Namun, saat ini TWA Seblat terisolasi sehingga berada di luar
89
jangkauan kelompok-kelompok gajah di landskap Seblat.
Secara historis, TWA Seblat merupakan habitat gajah. Secara
reguler, kawana gajah di TWA Seblat bermigrasi ke utara karena
area-area ini masih menjadi satu daerah jelajah kelompok gajah
seblat. Namun sejah tahun 2016, gajah liar ditak ditemukan
lagi di kawasan ini. Hal ini diyakini disebabkan oleh kawasan
gajah yang telah keluar tidak dapat kembali ke TWA Seblat. Hal
ini diyakini disebabkan oleh banyaknya halangan yang dihadapi
gajah liar untuk kembali ke TWA Seblat.
Konsep koridor
Pembentukan koridor merupakan salah satu solusi untuk
mengatasi permasalahn fragmentasi habitat. Koridor akan
memudahkan satwa-satwa liar untuk bergerak dari satu area
ke area lainnya dalam home range mereka. Koridor satwa liar
dapat berfungsi untuk menghubungkan kembali habitat-habitat
yang secara historis pernah terhubung untuk memfasilitasi
pergerakan satwa liar (Rameshan, dkk 2014). Hal ini diyakini
dapat meminimalisasi resiko perkawinan antar kerabat dekat
(in breeding), mendorong peningkatan keanekaragaman
genetik, dan meningkatkan ketahanan hidup metapopulasi
secara keseluruhan (Fahrig dan Merriam, 1994). Oleh karena
itu, koridor satwa sangat penting untuk menghubungkan
kembali kelompok-kelompok gajah yang telah terpisah secara
spasial, serta untuk mendorong rekolonisasi kantong-kantong
habitat yang telah ditinggalkan gajah.
90
Koridor yang dibentuk harus secara struktur dan fungsional
terhubung. Agar koridor berfungsi, pendekatan yang digunakan
adalah berdasarkan preferensi dan hambatan (impedance)
untuk satwa gajah. Kesesuaian habitat gajah ditentukan
oleh beberapa faktor utama diantaranya ketersediaan pakan,
sumber air dan topografi. Hambatan dapat berupa topografi dan keberadaan pemukiman. Koridor yang berfungsi adalah
koridor yang menyediakan banyak kebutuhan gajah (pakan,
air, dan topografi landai) serta memiliki sedikit hambatan.
Salah satu solusi yang mungkin ditempuh adalah integrasi
pengelolaan landskap Kerinci Seblat sebagai kesatuan habitat
gajah. Untuk merealisasikan rencana penyelesaian masalah ini,
telah ada inisiasi dan pertemuan antara Balai KSDA Bengkulu
dengan beberapa lembaga seperti Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Pusat Studi Lingkungan
Universitas Bengkulu serta Jaringan LSM Akar Network, guna
meningkatkan efektivitas pelestarian gajah sumatera pada
bentang alam Kerinci Seblat.
Skema pengelolaan ekosistem esensial dinilai sebagai salah satu
opsi dalam memfasilitasi terbentuknya koridor gajah sumatera
di landskap seblat. Kawasan ekosistem esensial adalah kawasan
atau hamparan ekosistem penting yang memiliki nilai kehati
tinggi di luar kawasan konservasi yang secara ekologis dan
sosial ekonomi budaya penting bagi tujuan konservasi kehati.
Salah satu bentuk ekosistem esensial adalah koridor satwa liar.
Fungsi utama koridor adalah memberikan ruang gerak untuk
91
satwa liar secara luas dalam melakukan perjalanan dan migrasi.
Pemberian akses dan ruang gerak ini untuk menciptakan
peluang pertukaran genetik antar populasi serta memberikan
opsi pada suatu populasi tertentu agar dapat bereaksi terhadap
ancaman dan perubahan lingkungan. Lebih dari itu, koridor
juga dapat berfungsi untuk memberikan peluang rekolonisasi
habitat yang populasi lokalnya telah punah.
Para Pihak Yang Terlibat
Pertemuan formal terakhir terselenggara pada tanggal 29 Maret
2018. Kegiatan ini difasilitasi oleh Direktorat Bina Pengelolaan
Ekosistem Esensial Ditjen KSDAE dan Balai KSDA Bengkulu.
Turut hadir dalam diskusi ini adalah Dinas LHK, Organisasi
Non-Pemerintah (Akar Network, Genesis, Lingkar Institute),
sektor swasta (PT. Alno dan), media (Antara) dan Universitas
Bengkulu. Selain para pihak tersebut, turut terlibat juga dalam
diskusi inisiasi pembentukan koridor ini pihak lain seperti WCS-
IP, Flora Fauna Indonesia, Balai Besar Taman Nasional Kerinci
Seblat, Badan Perencanaan, Penelitian dan dan Pengembangan
Daerah Provinsi Bengkulu, Forum Konservasi Gajah Indonesia
dan Masyarakat desa di area ekosistem esensial.
Progress Inisiasi Hingga Saat Ini
1. Telah teridentifikasinya kawasan ekosistem esensial habitat gajah pada landskap kerinci seblat dan para pihak kunci
terkait
2. Pada landskap Seblat, telah teridentifikasi landskap yang
92
memang penting bagi pelestarian gajah sumatera. Kawasan
yang teridentifikasi penting bagi pelestarian gajah di landskap bengkulu adalah HP Air Teramang, HP Air Ipuh,
HP Air Rami, HPT Lebong Kandis, Area perkebunan PT.
Alno Agro Utama, dan area sekitarnya. Identifikasi kawasan dilakukan berdasarkan data perjumpaan gajah selama
periode 2009 – 2017. Telah teridentifikasi beberapa pihak yang dapat berperan penting dalam pelestarian gajah di
landskap seblat diantaranya adalah Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, pemegang konsesi HP dan HPT
(PT. API dan PT. BAT), pemegang HGU perkebunan (PT.
Alno Agro Utama), masyarakat desa sekitar, kelompok
lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Proses
identifikasi ini dilaksanakan pada pertemuan tanggal 18 Agustus 2017.
3. Telah terbangun satu kesepahaman para pihak akan
pentingnya pengelolaan habitat gajah di landskap seblat.
4. Kesepakatan untuk membentuk forum pengelolaan
ekosistem esensial koridor gajah landskap seblat. Forum
kolaborasi pengelolaan disahkan oleh Keputusan Gubernur
Bengkulu Nomor S.497.DLHK Tahun 2017 tentang
Pembentukan Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan
Ekosistem Esensial Koridor Gajah Sumatera.
5. Penyusunan draft rencana aksi forum kolaborasi pengelolaan
ekosistem esensial koridor gajah pada landskap seblat.
Lokakarya penyusunan draft rencana aksi dilaksanakan
pada tanggal 21 Desember 2017 lalu dan finalisasi dokumen dilakukan pada tanggal 29 Maret 2018 lalu.
93
Kesepakatan Rencana Aksi
Rencana aksi pengelolaan ekosistem esensial koridor gajah
sumatera pada landskap kerinci seblat akan difokuskan pada
penyelesaian tiga isu strategis:
1. Bagaimana pengelolaan ekosistem esensial berdampak
posistif bagi masyarakat (kelola sosial)
2. Bagaimana pengelolaan ekosistem esensial berdampak
posistif pada eksistensi gajah dan kesejahteraan gajah
serta flora fauna lainnya (kelola ekologi)3. Bagaimana forum kolaborasi secara efektif menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai lembaga koordinasi (kelola
kelembagaan)
Rencana Inovasi Pengelolaan : “Kampung
Ramah Gajah”
Dalam mengelaborasikan semua gagasan ke dalam bentuk
konkrit kegiatan, diskusi penyusunan rencana aksi juga
menyepakati untuk mengujicobakan konsep “kampung ramah
gajah”/ Elephant-friendly village di desa-desa di lansekap
seblat.
94
95
Akang Abu Bakar adalah sosok yang disiplin dan patuh pada aturan sehingga menjadi panutan bagi bawahannya.
Dr. Ridwan Nurazi, S.E.- Rektor Universitas Bengkulu
96
Pak Abu adalah kepala BKSDA yang berhasil menerapkan prinsip Kehutanan yaitu Hutan lestari masyarakat sekitar hutan bisa hidup dari hasil hutan non kayu. Selama ini beberapa pimpinan BKSDA sebelumnya lebih mengedepankan tindakan pengamanan hutan cenderung represif melalui operasi Polhut. Sedangkan pak Abu lebih mengedepankan pencegahan dengan memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan kerjasama. Sehingga masyarakat sekitar hutan ikut menjaga hutan karena masyarakat merasa hutan itu penting untuk mereka.
Koordinasi dan kerjasama dengan Pemda lebih intensif ehingga hutan konservasi tidak lagi dianggap begitu angker untuk ikut dikelola oleh masyarakat dan pemda. Sukses pak Abu. Semoga pekerjaan pak Abu dan kita semua berguna nantinya untuk masyarakat dan Pemda kab Kepahian ,dan menjadi amal kebaikan(amal jairiah) buat pak Abu,dan kita Semua. Aamiin ya Rab.
Ir. Ris Irianto, M.M. Kepala Bappeda Kabupaten Kepahiang
97
Bab X
Membangun Jaringan Kerja Sama Multi Pihak
98
Penyelenggaraan program konservasi sumber daya alam
dan ekosistemnya tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah. Untuk menjalankan program konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dibutuhkan
biaya besar. Belum lagi, penggunaan anggaran pun belum
sepenuhnya efektif. Dibutuhkan jejaring kerja yang tidak hanya
melibatkan pemerintah, namun juga untur masyarakat lainnya,
akademisi, dan pihak swasta. Ekslusivisme hanya akan berujung
pada kegagalan pencapaian tujuan program konservasi.
Konservasionis tidak boleh lagi berfikir bisa melakukan sendiri dan seakan-akan terpisah dari realitas pembangunan yang
terus bergerak dinamis. Sehingga dibutuhkan juga para pihak
lainnya dengan latar belakang profesi yang beragam.
Untuk mengembangkan jejaring kerja yang solid, terdapat
beberapa hal yang diperlukan. Pertama, membangun
keterbukaan. Kedua, membangkitkan kepercayaan. Hal ini
hanya bisa dilakukan dengan konsistensi. Ketiga, formalisasi
jejaring.
Kerja sama pengembangan wisata TWA Bukit
Kaba
Balai KSDA Bengkulu telah menyepakati kerja sama lima tahun
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Rejang Lebong dan
Kepahiang dalam mengembangkan pariwisata alam di Taman
Wisata Alam Bukit Kaba. Kesepakatan kerja sama dituangkan
dalam dokumen perjanjian kerja sama yang ditandatangani
penulis dengan kedua Bupati Kabupaten tersebut.
99
Kerja sama dengan para pihak tersebut diarahkan dalam upaya
optimalisasi fungsi Kawasan Bukit Kaba sebagai Taman Wisata
Alam, terutama pada blok pemanfaatan. Kerja sama akan
diwujudkan dalam bentuk pembangunan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana wisata alam; promosi dan pemasaran
wisata alam; dan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
di sekitar kawasan. Pada tahun 2018, Pemda Rejang Lebong
telah berkomitmen untuk membangun gazebo wisata dan
memperbaiki jembatan menuju Puncak Bukit Kaba.
Penandatangan naskah perjanjian kerja sama pengembangan wisata TWA Bukit Kaba
100
Penulis menegaskan pentingnya sinergi antara Balai KSDA
Bengkulu dengan Pemerintah Daerah karena BKSDA tidak
mungkin mengelola kawasan TWA Bukit Kaba seorang diri,
butuh kerja sama dengan multi pihak, terutama Pemerintah
Daerah sebagai pemangku wilayah. Gayung bersambut,
Bupati Rejang Lebong menyambut baik kerja sama ini sebagai
bagian dari upaya daerah memajukan dan mengembangkan
wilayah. Beliau menyampaikan bahwa Pengembangan wilayah
Kabupaten Rejang Lebong sangat berkaitan erat dengan sektor
kehutanan, baik BKSDA, Balai TNKS maupun hutan lindung
lainnya. Oleh karena itu, proses membangun harus disertai
koordinasi intensif dengan pihak kehutanan.
101
Kerja sama tiga pihak untuk konservasi penyu
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu menyepakati
kerja sama lima tahun dengan Yayasan Sipef Indonesia
dalam mendorong pengembangan model konservasi penyu
berbasis komunitas pemuda di Taman Wisata Alam Air Hitam,
Bengkulu. Kerja sama antara sektor swasta, pemerintah dan
masyarakat ini menjadi segitiga pengaman dalam memastikan
keberlanjutan program konservasi penyu. Wujud nyatanya,
akan dikembangkan Pusat Konservasi Penyu di Taman Wisata
Alam Air Hitam, Kabupaten Mukomuko. Harapannya tidak
sekedar mengkonservasi penyu, namun dapat menjadi daya
tarik edu-wisata berbasis konservasi penyu. Kelompok Pemuda
Pemudi Peduli Alam dan Lingkungan Hidup (PK3AHL) Air Hitam
Tukik hasil penangkaran semi alami TWA Air Hitam
102
akan menjadi motor penggerak program ini. Kesepakatan
ini merupakan kelanjutan komitmen tiga pihak yang telah
dibangun sejak lebih dari satu dekade lalu. Pada awalnya,
komitmen terbangun antara Balai KSDA Bengkulu dan kelompok
pemuda Desa Air Hitam. Pada tahun 2012, Yayasan Sipef mulai
mendukung operasionalisasi program. Dalam satu dekade
terakhir ini, hampir setiap malam kelompok pemuda Air Hitam
melakukan patroli penyelamatan telur penyu di sepanjang lebih
dari 10 km garis pantai Air Hitam.
Taman Wisata Alam Air Hitam sejak lama telah dikenal sebagai
lokasi favorit pendaratan empat jenis penyu, yaitu penyu hijau
(Chelonia mydas), sisik (Eretmochelys imbricata), lekang
(Lepidochelys olivacea) dan belimbing (Darmochelys
coriacea). Sejak tahun 2007, kerja sama multi pihak ini telah
berhasil mengamankan tak kurang dari 17.000 butir telur di
pesisir pantai Kabupaten Muko-muko. Sedikitnya sepuluh ribu
tukik telah dilepasliarkan di TWA Air Hitam.
103
Conservation Response Unit (CRU) Seblat
CRU merupakan unit kerja yang beranggotakan personil BKSDA
(polhut, pawang gajah, peh, TPHL), masyarakat dan gajah jinak.
Gajah jinak merupakan elemen penting dari tim CRU. Program
CRU merupakan kolaborasi BKSDA Bengkulu dengan mitra
sejak tahun 2004. Berbagai pihak pun silih berganti menjadi
mitra pendukung. Sejak tahun 2017, mitra pendukung program
CRU adalah Yayasan Komunitas untuk Hutan Sumatera.
Saat ini, gajah binaan Balai KSDA Bengkulu berjumlah 12 ekor,
yang terdiri dari delapan ekor betina dan empat ekor jantan.
PLG Seblat didukung oleh 15 orang personil; 12 orang mahout
dan 3 orang tenaga fungsional PEH dan Polhut. Seperti tak kenal
lelah, para mahout selalu menjaga dan merawat gajah binaan
di PLG Seblat. Aktivitas yang sudah menjadi rutinitas harian
adalah: menggembalakan gajah, memberi pakan tambahan,
dan memandikan gajah di Sungai Seblat. Dokter hewan juga
tersedia untuk memantau kesehatan gajah binaan.
Seperti diketahui, pada mulanya program PLG hadir sebagai
upaya penanganan konflik gajah dan manusia. Gajah yang “bermasalah” dibawa ke PLG untuk “disekolahkan”. Gajah
yang telah jinak kemudian digunakan untuk menangani konflik manusia dengan gajah liar, yang seringkali terjadi di areal
perkebunan. Saat ini, gajah liar telah menurun populasinya,
pemanfaatan gajah jinak menjadi tidak optimal. Pun demikian
dengan pawangnya. Gajah yang terlanjur jinak sangat
bergantung terhadap pawangnya, dan pawang menjadi sangat
104
“terikat” terhadap gajahnya. Pola relasi seperti ini sangat lemah
dan sangat mudah kehilangan ikatan.
Filosopi dasar dari program CRU adalah bagaimana
memberdayakan gajah jinak dan pawangnya. Pawang tidak
hanya merawat gajah, tapi dilibatkan dalam patroli kawasan,
pemberdayaan masyarakat sekitar, dan menjadi bagian penting
dalam pengembangan ekowisata. Pawang dikenalkan alat-alat
survey terkini (GPS, misalnya) atau sistem pelaporan (kompoter
dan aplikasinya). Gajah pun tidak hanya menjadi cost center,
namun dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai moda
patroli dan ekowisata. Gajah binaan memiliki peran yang
sangat penting. Gajah binaan merupakan salah satu moda
transportasi unggulan dan mitra penting dalam melakukan
patroli pengamanan kawasan. Memastikan keamananan
kawasan merupakan hal mendasar mengingat kawasan ini
merupakan habitat penting gajah liar dan harimau sumatera,
dua spesies prioritas.
105
Mahout dan Gajah Jinak CRU Seblat (Foto oleh Bruce Levick)
106
Kang ABC, nama yang tidak akan pernah hilang sepanjang hayat. Beliau selalu hadir di setiap pukul 02.00 dini hari menemani kami. Berat untuk membalas salam beliau setiap malam karena rasa takut pada Alloh SWT. Pada kesempatan ini saya sampaikan Terima kasih yang sangat dalam atas spirit dalam iman yang telah Kang ABC berikan.
Rustikawati – akademisi Bengkulu
107
Bab XI Penutup
Catatan Akhir: Akhir Adalah Awal Dari Sesuatu
Yang Baru
108
Sungguh tak terasa, tahun 2018 ini menjadi akhir dari masa
pengabdian panjang penulis salama 32 tahun sebagai
petugas kehutanan. Sebagian besar waktu tersebut,
penulis habiskan untuk bekerja di bidang konservasi. Mulai
dari Subbalai KSDA Aceh, Balai KSDA Aceh, Taman Nasional
Gunung Leuser, dan Balai KSDA Bengkulu. Setiap kali berpindah
tugas, penulis dapat memaknai bahwa setiap akhir adalah awal
dari sesuatu yang baru. Tidak ada yang perlu dirisaukan atas
berakhir suatu proses. Justru, ia akan menjadi peluang untuk
bermula sesuatu yang lebih baik.
Memulai masa tugas di Bengkulu pada tahun 2016 merupakan
awal baru dari berakhirnya masa tugas penulis di Ditjen
RLPS selama 5 tahun. Penugasan baru selalu penulis anggap
sebagai suatu berkah karena itu akan menjadi peluang baru
perubahan. Tidak selalu tentang perubahan organisasi, namun
juga perubahan dan perbaikan diri.
Bertugas di Bengkulu sungguh penulis syukuri dan nikmati.
Di Bengkulu, banyak sekali permasalahan-permasalahan
berkaitan dengan BKSDA yang menuntut penyelesaian cepat.
Lebih bersyukur lagi, karena penulis melihat solusi terhadap
permasalahan tersebut sudah ada, hanya perlu fokus dan
penajaman langkah. Tidak hanya melulu mengenai substansi
pekerjaan, penulis bersyukur karena memiliki banyak teman
dan sahabat yang mau mendukung proses perbaikan. Beberapa
teman sudah penulis kenal sebelumnya, namun banyak yang
penulis kenal sejak di Bengkulu.
109
Penulis ucapkan terima kasih kepada para teman, sahabat,
seluruh pegawai BKSDA bengkulu, serta pihak lainnya atas
dukungan, saran, kritik, dan kerja sama yang sangat baik
selama penulis bertugas. Permohonan maaf yang mendalam
penulis ucapkan apabila selama berinteraksi terdapat khilaf
dan kesalahan. Akhirnya, buku ini akan ditutup dengan sebuah
puisi.
Ketika Ku Mati
Ketika ku mati
Jangan kau tangisi
Jangan pula kau tertawakan
Ketika ku mati
Jangan kau sebut-sebut kebaikanku
Jangan pula kau beberkan aib-aibku
Ketika ku mati
Jangan kau katakan Bajingan sudah mampus
Jangan pula kau ucapkan Penyayang itu telah tiada
Ketika ku mati
Biarkan berlalu dan tinggal kenangan
Biarkan ku pergi dengan amal dan dosaku
Biarkan ku menghadap kekasihku
Dengan caraku, dengan apa yang telah kuperbuat
Ketika ku mati
Ku hanya berharap
Kekasihku mau menerimaku kembali apa adanya
Ku berharap
kekasihku mau memaafkan atas salah dan dosaku
Dan aku masih dijinkan duduk disampingya
110
111
112
Pak Abu adalah sosok pimpinan BKSDA Bengkulu yg Sukses, kinerja pelaksanaan anggaran dari dana DIPA mengalami kemajuan yg luar biasa dibandingkan kepemimpinan periode sebelumnya. Bapak selaku pimpinan bisa menjadi contoh bagi KPA Satker yg lain, khususnya dalam sinergi dan koordinasi dengan mitra kerja sehingga komunikasi bisa berjalan dengan baik.
Sukses buat Bapak, semoga Bapak bisa mewariskan sistem yg baik di BKSDA Bengkulu sehingga ke depan, siapa pun Pimpinan BKSDA Bengkulu tetap bisa menjadi yang terbaik dan contoh yg baik buat satker yg lain karena sistem yang bekerja efektif di samping leadership yg mumpuni dari pimpinan. Bravo BKSDA.
Bengkulu.Haris Budi Susila - Kepala KPPN Bengkulu