konsentrasi muamalat program studi perbankan...
TRANSCRIPT
STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN
MULTIFINANCE SYARIAH DAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
Oleh:
RACHMAT
NIM: 103046128316
KONSENTRASI MUAMALAT PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M / 1431 H
STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN
MULTIFINANCE SYARIAH DAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh:
RACHMAT NIM : 103046128316
Di Bawah Bimbingan
Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA NIP.19560906 198203 1 004
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010 H / 1431 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN MULTIFINANCE SYARI’AH DAN PEMBIAYAAN KONVENSONAL PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE ( FIF) telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 2 September 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
1. Ketua : DR. Euis Amalia, M.Ag. (…………………………)
NIP. 197107011998032002
2. Sekretaris : H.Ah. Azharudin Lathif, M.Ag,MH (…………………………)
NIP. 197407252001121001
3. Pembimbing: Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA. (…………………………)
NIP. 195609061982031004
4. Penguji I : Dr. Jaenal Arifin, M.Ag (…………………………)
NIP. 197210161998031004
5. Penguji II : A.M. Hasan Ali, MA. (…………………………)
NIP. 197512012005011005
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 28 Juni 2010
Rachmat
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah melimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW., keluarga, para sahabat, para tabi’in dan pengikutnya.
Penulisan karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu
bagian syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Suatu anugrah kenikmatan dari Allah SWT. yang diberikan
kepada penulis hingga dapat mempersembahkan yang terbaik kepada orang tua,
seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya kepada
penulis.
Dengan tersusunnya karya ilmiah ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya sebagai penghargaan yang tinggi yaitu kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat serta Ah.
Azharuddin Lathif, M.Ag, sebagai Sekretaris Program Studi Muamalat yang
telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
iv
3. Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA, sebagai dosen pembimbing yang telah sempat
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan
literature dalam proses penulisan karya tulis skripsi ini.
4. Yoelhandry Barda, SE., selaku Supervisor Divisi Syariah PT. Federal
International Finance, yang telah memberikan informasi berupa data sebagai
pemenuhan kebutuhan karya tulis ilmiah ini.
5. Lilik Istiqoriyah, S.Ag, SS., selaku kaur perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, beserta staf-stafnya dan segenap pengurus dan pegawai Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanannya
dalam penyediaan data-data kepustakaan untuk proses penulisan skripsi ini.
6. Orang tuaku tercinta, dengan curahan kasih sayang dan doanya yang tak bisa
aku membalas sepenuhnya. Semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada mereka, dan untuk ayahku yang ada di alam kubur semoga Allah
memberikan rahmat-Nya, diampuni segala dosa dan diterima amal perbuatan
baiknya, Amiin.
7. Kakakku Maryono yang ku cinta, yang telah membantuku hingga dapat kuliah
di kampus tercinta ini baik berupa materi ataupun non materi, serta saudara-
saudaraku yang ku sayangi semuanya,
8. Teman-teman sekelas: Reva Arbano, Abdi, Eldri, Budi yang telah
memberikan bantuannya baik dalam proses penulisan skripsi ataupun
inspirasinya, serta semua teman-teman kelas PS-C 2003 yang tidak disebutkan
namanya, terima kasih atas pertemanan dalam belajar bersamanya.
v
vi
9. KH. M. Rojun, KH. Zuhri Ali, Ust. Abdul Karim, Ust. Akrom Khasani, S.Ag,
& Ust. Taufiqurrahman, guru-guruku yang atas ilmu serta doanya yang telah
diberikan kepadaku dengan ikhlas, semoga Allah SWT. membalas atas
semuanya,
10. Muhammad Dhiya selaku manager saya, yang telah baik hati memberikan izin
cuti kerja untuk proses penulisan skripsi ini, serta teman-teman kerja
KOPKAR PT. Enseval “WADHIKA” terima kasih atas kerjasamanya.
Hanya doa yang ku panjatkan untuk semuanya semoga Allah SWT.
membalasnya dengan karunia nikmat yang berkah kepada mereka semuanya, atas
amalnya yang telah memberikan bantuan dan dukungannya hingga dapat
terselesaikannya skripsi ini.
Jakarta, September 2010
Rachmat
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH.................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR..................................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 8
D. Objek Penelitian...................................................................................... 9
E. Kajian Pustaka ....................................................................................... 9
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep................................................... 11
G. Metodologi Penelitian............................................................................. 14
H. Sistematika Penulisan ............................................................................. 17
BAB II KONSEP MULTIFINANCE SYARIAH DAN KONVENSIONAL
A. Tinjauan Umum Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional ....... 19
1. Pengertian Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional .......... 19
2. Tujuan dan Manfaat Multifinance.................................................... 20
3. Jenis-Jenis Kegiatan Usaha Multifinance......................................... 22
4. Batasan Kegiatan Usaha Multifinace ............................................... 33
B. Landasan Hukum Islam Mengenai Multifinance.................................... 34
vii
viii
C. Konsep Pembiayaan Motor Pada Multifinance Syariah dan
Konvensional .......................................................................................... 37
BAB III PRODUK PEMBIAYAAN MOTOR DI PT. FEDERAL
INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. FIF .......................................... 45
B. Gambaran Umum Tentang Produk Pembiayaan Motor Syariah dan
Konvensional .......................................................................................... 48
C. Perkembangan Mengenai Pembiayaan Motor Pada PT FIF ................... 50
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PEMBIAYAAN
MOTOR SYARIAH DAN KONVENSIONAL
A. Perbedaan Lembaga Pembiayaan Motor syari’ah dan
konvensional ................................................................................. 54
B. Perbedaan Mekanisme Operasional Multifinance syari’ah dan
Konvensional di PT. FIF pada pembiayaan motor........................ 59
C. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor
syariah dan konvensional pada PT FIF. ....................................... 72
D. Tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 79
B. Saran.............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki
prospek yang baik dalam kegiatan ekonomi, hal ini dapat dilihat dengan semakin
banyaknya lembaga keuangan bank dan non bank yang berkembang dengan baik.
Pengembangan keuangan Indonesia juga ditandai dengan adanya diversifikasi
produk keuangan, yaitu dengan bermunculannya lembaga pembiayaan di luar
bank yang dapat dijadikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan pembiayaan yang diinginkan. Semakin berkembangnya lembaga keuangan
non bank yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan akan lebih
memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha serta kebutuhan
masyarakat Indonesia dalam sistem perekonomian Indonesia.
Perluasan lembaga pembiayaan disambut baik oleh pemerintah, yaitu
dengan adanya Kepres No 61 Tahun 1988, dimana dalam Kepres ini di dalamnya
terdapat landasan operasional yang jelas. Adapun beberapa jenis usaha dalam
lembaga pembiayaan diantaranya adalah sewa guna usaha (leasing), modal
ventura (venture capital), kartu plastik, anjak piutang, (factoring), pembiayaan
konsumen (consumers finance), dan perdagangan surat berharga.1 Melihat
1 Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT.
Indeks, 2006)., h.248
1
2
karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang
melakukan lebih dari satu kegiatan sering disebut dengan multifinance company. 2
Dalam perkembangan selanjutnya, landasan hukum perusahaan
pembiayaan semakin kuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan, yang menjelaskan bahwa :
“Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan”3
Peraturan Menteri Keuangan inilah yang membuat posisi lembaga
pembiayaan memiliki peluang yang besar dalam mengembangkan dan
menguatkan lembaga pembiayaan di Indonesia.
Secara umum perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk
yang berkualitas dan pelayanan yang profesional. Selain beroperasi menggunakan
system keuangan konvensional, lembaga pembiayaan ini juga dapat melakukan
kegiatannya dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dimana pada saat ini
prinsip syariah sedang berkembang dalam berbagai transaksi keuangan di
Indonesia sebagai alternatif pembiayaan yang adil dan berkah bagi individu yang
menjalankannya.
Peningkatan pendapatan masyarakat dan kemajuan dunia usaha secara
tidak langsung berpengaruh terhadap kebutuhan akan dana atau sumber dana yang
dapat memenuhi keinginan mereka. Masyarakat akan terus mencari sumber dana
2 Andi Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana 2009).,h.332 3 Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
3
yang paling tepat sesuai dengan kebutuhannya. Selain bank, lembaga pembiayaan
dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat akan dana. Lebih dari itu, lembaga
pembiayaan ternyata dapat memberikan berbagai kemudahan dibandingkan
dengan bank. Kemudahan tersebut menjadikan lembaga pembiayaan mengalami
perkembangan yang cukup tinggi di negara kita.4
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ’alamin (kasih sayang untuk
seluruh alam) mengajarkan bagaimana hubungan antara sesama manusia
(mu’amalat) dengan tidak saling merugikan atau tidak saling mendzalimi antar
sesamanya. Hal ini yang disebut dengan ekonomi Islam (mu’amalat) yang mana
bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan
memaksimalkan kesejahteraan manusia (falah). Falah berarti terpenuhinya
kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan keseimbangan makro
ekonomi (kepentingan sosial), keseimbangan ekologi dan tetap memperhatikan
nilai-nilai keluarga dan norma-norma.
Sistem keuangan Islam yang bebas dari prinsip bunga diharapkan mampu
menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Penghapusan prinsip bunga ini memiliki dampak makro yang cukup baik bagi
perkembangan ekonomi Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan
kegiatannya.5 Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka
4 Ade & Edia, Bank & Lembaga., h. 247 5 Ibid., h. 5
4
setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam
berinvestasi dan berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka.
Lembaga pembiayaan harus memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh
keinginan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana yang
mereka inginkan. Disamping itu, peran dan kinerja perbankan tidak akan optimal
tanpa didukung oleh sistem keuangan yang tangguh (robust financial system).
Sistem keuangan yang tangguh harus mampu menghindari dan memecahkan
masalah keuangan yang dihadapi, yaitu potensi adanya resiko sistemik
ketidakstabilan sistem keuangan (sistemik risk), potensi adanya resiko bank run,
resiko kelebihan atau kekurangan likuiditas perbankan, dan resiko terhadap
buruknya pelayanan yang diberikan oleh bank. Dengan alasan itulah, maka
diperlukan institusi-institusi pendukung dalam sistem keuangan, seperti lembaga
pembiayaan yang ada saat ini.6
Seperti yang diketahui bahwa struktur sistem keuangan di Indonesia
hingga saat ini masih didominasi oleh perbankan dan lembaga pembiayaan
konvensional lainnya, namun perlahan geliat lembaga pembiayaan dengan prinsip
syariah juga semakin tumbuh. Menurut data DSN MUI pada tahun 2008 terdapat
11 lembaga pembiayaan syariah, salah satunya adalah perusahan pembiayaan PT.
Federal International Finance (FIF). 7
PT. Federal International Finance (FIF) adalah perusahaan pembiayaan,
yaitu badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan Bank, yang khusus
6 Ibid., h. 7 - 8 7 Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah.,h.346
5
didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga
pembiayaan Dari usaha-usaha perusahaan pembiayaan PT. FIF fokus pada usaha
pembiayaan konsumen, lebih khususnya lagi pembiayaan sepeda Motor Honda
untuk End User (pengguna), baik baru maupun bekas.
Pada tanggal 1 Oktober 2005, PT. Federal International Finance (FIF) –
anak perusahaan PT. Astra International Tbk- meluncurkan produk baru
pembiayaan sepeda motor Honda berupa Pembiayaan Syari’ah. PT. FIF
merupakan perusahaan pertama yang menjalankan multifinance dengan prinsip-
prinsip dasar syari’ah. Dalam bisnis ini (syari’ah), unsur transparansi, openness,
fairness dan unversalitas merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam
menjalankan akad atau perjanjian dengan konsumen.
FIF merupakan perusahaan pembiayaan yang paling besar omset transaksi
pembiayaan konsumen dan keuangannya. Menurut data yang diperoleh perusahan
ini sudah membuka 123 cabang di seluruh Indonesia, dengan target pembiayaan
yang telah tercapai pada tahun ini meningkat hingga mencapai Rp12,5 triliun
lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar Rp12 triliun, karena
pada Oktober 2009 penyaluran kredit telah mencapai Rp10 triliun atau 85% dari
target perseroan yang sebelumnya dipatok Rp12,3 triliun.8 Pada tahun ini FIF
juga membukukan laba Rp570,9 miliar, naik hingga 20% dari Rp471,6 miliar
pada September tahun lalu seiring dengan pendapatan pembiayaan konsumen
yang juga tinggi, yaitu mencapai Rp2,7 triliun.
8 Harian Bisnis Indonesia - Senin, 23 November 2009, h.5
6
Unit usaha milik PT Federal International Finance (FIF) menunjukan
peningkatan yang baik. Sampai akhir Juni lalu, pembiayaan syariah yang
dikeluarkan FIF telah sesuai target, sehingga pada tahun ini FIF mampu mencapai
target pembiayaan unit syariah menjadi 12% dari total pembiayaan FIF. Di tahun
sebelumnya, unit syariah hanya mencapai 7% dari total pembiayaan perusahaan,
dengan target pembiayaan untuk seluruh FIF adalah 800.000 unit kendaraan.
Sebagai gambaran profit FIF secara keseluruhan bisa meningkat hingga 20% pada
tahun ini dibandingkan dengan posisi pada tahun lalu.9
Hadirnya FIF Syari’ah ini merupakan sebuah penawaran alternatif kepada
masyarakat, saat ingin memilih lembaga pembiayaan kredit sepeda motor.
Dengan adanya pilihan ini, maka masyarakat bisa menentukan mana yang cocok
dengan keuangannya, serta sesuai dengan selera hatinya. Khususnya bagi kaum
muslimin yang ingin membeli kendaraan bermotor secara tidak tunai atau dengan
cara mengangsur yang sesuai dengan syari’at Islam. FIF Syari’ah hadir untuk
memberikan ketenangan kepada kaum muslimin yang ingin membeli sepeda
motor secara angsur dengan tidak ada keraguan dalam melakukan praktek-praktek
mu’amalat yang sesuai dengan syari’at Islam.10
Dengan hadirnya FIF dalam memberikan alternatif pembiayaan baik itu
konvensional maupun syariah menunjukan bahwa perusahaan ini memiliki
komitmen tinggi dalam penguatan ekonomi bangsa ini. Dalam prosesnya tentunya
9 Harian Bisnis Indonesia - Jum'at, “FIF lonjakkan pembiayaan syariah” 9 Oct 2009, h.6 10 www.republika.co.id
7
berbeda antara sistem konvensional dan syariah dalam mekanisme pembiayaan,
serta hal-hal yang terkait di dalamnya, oleh karena itu permasalahan yang akan
penulis teliti adalah mengenai gambaran perbandingan pembiayaan syariah dan
konvensional pada perusahaan FIF.
Dengan bertitik tolak pada pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai “Studi Perbandingan Lembaga Pembiayaan
antara Pembiayaan Multifinance Syari’ah dan Pembiayaan Konvensonal pada
PT. Federal International Finance ( FIF)”.
B. Perumusan Masalah
Perumusan yang akan diteliti adalah :
1. Apa perbedaan antara multifinance syariah dengan multifinance
konvensional?
2. Bagaimana mekanisme operasional multifinance syari’ah dan konvensional di
PT. FIF pada pembiayaan motor ?
3. Bagaimana perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor
sayariah dan konvensional pada PT FIF ?
4. Apa tantangan dan peluang pembiayaan multifinance syari’ah pada
pembiayaan motor PT FIF Syariah ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencoba untuk memberikan
informasi dan pengetahuan tentang ekonomi Islam dalam praktik kelembagaan
8
keuangan syari’ah kepada masyarakat umum dan para akdemisi khususnya untuk
lebih mengenal pembiayaan multifinance syari’ah dan konvensional. Penelitian
ini berupaya mendeskripsikan secara empiris beberapa permasalahan yang
diangkat:
1. Perbedaan multifinance syari’ah dengan multifinance konvensional
2. Mekanisme operasional multifinance syari’ah dan konvensional di PT. FIF
dalam pembiayaan motor.
3. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor syariah dan
konvensional pada PT FIF.
4. Tantangan dan peluang pembiayaan multifinance syari’ah.
Adapun kegunaan dari penelitian ini baik bagi peneliti dan masyarakat
umum adalah:
1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya kalangan
akademisi mengenai pembiayaan syari’ah
b. Sebagai bahan pustaka yang nantinya diharapkan dapat menambah
pemahaman secara mendalam mengenai pembiayaan syari’ah.
2. Kegunaan Praktis
a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan menambah sumbangan
pemikiran bagi wacana ekonomi Islam tentang pembiayaan multifinance
syari’ah pada perusahaan pembiayaan.
9
b. Memberikan pemahaman kepada praktisi ekonomi Islam sebagai acuan
dalam melaksanakan prinsip-prinsip perekonomian syari’ah yang sesuai
dengan aturan serta landasan syari’at islam.
D. Objek Penelitian
Dalam pembahasan ini yang menjadi objek penelitian adalah PT. Federal
International Finance, perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen
dengan menggunakan dual system ekonomi yaitu system konvensional dan
system syari’ah.
PT. Federal International Finance (FIF) adalah perusahaan pembiayaan
yang fokusnya memberikan pembiayaan motor baik yang masih baru atau yang
sudah bekas kepada konsumen. Selain itu PT. FIF juga memberikan pembiayaan
barang – barang elektronik atau kebutuhan rumah tangga.
E. Kajian Pustaka
Sebelum pembahasan skripsi ini lebih mendalam, penulis mencoba
mengkaji karya-karya skripsi yang temanya hampir sama tetapi lain pembatasan
masalahnya atau obyeknya sama tetapi temanya beda. Ada beberapa skripsi yang
temanya mendekati dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis, diantaranya
adalah:
1. Skripsi yang berjudul “Leasing Menurut Ekonomi Islam (pada PT. Adira
Dinamika Multi Finance,Tbk) oleh Rohayati (2006), mahasiswi UIN Syarif
10
Hidayatullah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program Studi Mu’amalat,
Konsentrasi Perbankan Syari’ah. Rumusan masalahnya adalah 1). Bagaimana
konsep leasing dalam perspektif Ekonomi konvensional dan Islam?, 2).
Bagaimana leasing di PT. Adira Dinamika Multifinance?, 3). Bagaimana
praktek leasing di PT. Adira Dinamika Multifinance sesuai dengan konsep
Ijaroh dalam Ekonomi Islam. Adapun sumber data yang diperoleh adalah 1).
Data primer; data yang didapat langsung dari sumbernya melalui wawancara
dengan pihak pengelola di PT. Adira Dinamika Multifinance., 2). Data
sekunder; data yang berasal dari kepustakaan dan sumber yang telah
disediakan oleh perusahaan. Pendekatan yang digunakan adalah survei sosial.
Temuan yang diperoleh dalam karya tulis ini adalah; adanya persamaan dan
perbedaan dalam praktek leasing dengan konsep Ijaroh dari segi; 1). Objek
yang disewakan, 2). Metode pembayaran, dan 3). Pemindahan kepemilikan.
Judul skripsi diatas hanyalah tinjauan atau pandangan ekonomi Islam terhadap
praktek leasing baik dari segi hukum syari’at Islam maupun analisis dampak
positif dan negatifnya terhadap kegiatan ekonomi baik secara mikro ataupun
makro. Berbeda dengan judul yang akan dibahas, objek penelitiannya lebih
luas yaitu multi finance dengan membahas pembiayaan dalam beberapa
macam transaksi dan akan dibandingkan antara sistem syari’ah dengan
konvensional. Sehingga pembaca akan memahami lebih dalam tentang multi
finance, baik yang dengan sistem syari’ah maupun konvensional, baik konsep,
mekanisme maupun operasionalnya.
11
2. Skripsi berjudul “Mekanisme Leasing pada PT. Swadharma Surya Finance
menurut Hukum Positif & Hukum Islam, oleh Rica Anggraeni (2006),
mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program
Studi Mu’amalat, Konsentrasi Perbankan Syari’ah. Dalam penelitian ini
pembatasan masalahnya adalah bagaimana pandangan hukum Islam dan
hukum positif terhadap praktek leasing. Perbedaan skripsi diatas dengan
penelitian yang akan dibahas oleh penulis yaitu skripsi diatas hanya
membahas suatu tinjauan atau pandangan hukum Islam dan hukum positif
terhadap leasing, dengan berfokus hanya pada analisis hukum. Sedangkan
skripsi yang akan dibahas oleh penulis adalah membahas bukan hanya leasing
tetapi beberapa macam transaksi pembiayaan yang disebut dengan
multifinance dan yang akan diteliti adalah konsep, mekanisme dan
operasional multifinance dengan membandingkan antara multifinance syari’ah
dan konvensional.
F. Kerangka Teori
Ilmu tentang perbankan dan lembaga keuangan sangat dinamis karena
perubahan perekonomian dan keuangan suatu negara sangat berpengaruh terhadap
kondisi lembaga keuangan di negara tersebut. Kondisi ini terjadi pada negara kita,
dimana perubahan besar perekonomian di Indonesia, ternyata berdampak
langsung pada perbankan dan lembaga keuangan serta sektor-sektor lain yang
terkait. Dengan demikian, ilmu mengenai lembaga keuangan baik perbankan
12
maupun bukan bank haruslah dinamis, sehingga informasi yang tepat dapat
diterima oleh masyarakat dengan baik.11
Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah
satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas
membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif.
Lembaga pembiayaan di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan dunia
usaha serta pendapatan masyarakat, karena secara umum Indonesia telah
menunjukkan peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya setelah melewati
masa krisis (tahun 1997/1998).
Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan
melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20
Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan istilah
lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
secara langsung dari masyarakat. Beberapa jenis usaha dalam lembaga
pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sewa guna usaha (leasing)
2. Kartu kredit (credit card)
3. Pembiayaan konsumen (consumer finance)
11 Ade & Edia, Bank & Lembaga., h. xv
13
4. Modal ventura
5. Anjak piutang
Melihat karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan
pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut dengan
multifinance company
Dengan semakin berkembangnya lembaga pembiayaan, maka kebutuhan
masyarakat akan pembiayaan pun semakin tinggi, termasuk juga jenis dan prinsip
yang digunakan oleh lembaga pembiayaan. Untuk menjawab semua kebutuhan
masyarakat Indonesia, lembaga pembiayaan pun menggunakan prinsip syariah
sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat. Dalam melaksanakan
kegiatan usaha antara multifinance syariah dan konvensional berbeda dalam hal
prinsip, yaitu dalam pengambilan margin keuntungan, kegiatan usaha yang
menggunakan prinsip syariah dalam pengambilan margin menggunakan akad bagi
hasil dan sewa (ijarah) sedangkan yang menggunakan prinsip konvensional
hanya menggunakan bunga.
Kegiatan usaha pada lembaga pembiayaan memiliki batasan dalam
melakukan kegiatan usahanya, antara lain perusahaan pembiayaan dilarang
menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk :Giro, Deposito,
Tabungan, Surat Sanggup Bayar (Promissory Nota. Hal ini dilakukan guna
pengontrolan terhadap lembaga pembiayaan dapat dengan mudah dipantau oleh
Menteri Keuangan.
14
G. Metode Penelitian
Metodelogi penelitian adalah cara untuk menjawab dan memecahkan
masalah yang timbul dalam perumusan masalah. Penulisan ini menggunakan 2
(dua) jenis penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan pemahaman yang
komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji.12
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah data
sekunder.
b. Bahan Penelitian
1) Bahan Penelitian Primer
Yaitu bahan penelitian yang memberi petunjuk dan menjelaskan
bahan penelitian primer yang terdiri dari:
a) Buku-buku berkaitan mengenai Multifinance diantaranya adalah:
1. Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, pengarang; Ade
Arthesa & Edia Handiman (Jakarta: PT. Indeks, 2006).
2. Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, pengarang; Andri
Soemitra (Jakarta: Kencana, 2009)
b) Artikel, majalah, Perbankan Syariah, karya ilmiah, dan bahan-
bahan penelitian yang relevan terhadap penulisan skripsi ini.
12 Moh.Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 2003. cet ke I, h.193
15
2) Bahan Penelitian Sekunder
Yaitu bahan Penelitian yang menjelaskan bahan primer, yang terdiri
dari data-data elektronis (dari Internet) yang dapat diakses untuk
penulisan peenelitian ini.
c. Alat Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, dilakukan dengan cara
melakukan studi dokumen untuk memperoleh abstraksi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan permasalahan.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung ke
lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan. Dengan mengamati
bentuk transaksi yang ada dalam pembiayaan motor di PT. FIF cabang
Rawamangun Jakarta yang melibatkan Kepala Kredit setempat. Dan penulis
melakukan tanya jawab dengan mencatat dari jawaban – jawaban yang
diberikan serta mendapatkan data berupa print out.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di FIF Rawamangun Jakarta.
b. Cara Pengambilan Sampel
Untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan dengan lebih jelas
dilakukan penelitian secara langsung ke lapangan dengan cara melakukan
wawancara in-depht interview dengan tipe open ended questions
(pertanyaan tak berstruktur), yang akan dikembangkan lebih lanjut selama
16
wawancara berlangsung. Dalam hal ini yang menjadi responden adalah
Yoelhandri Barda selaku Supervisor Syari’ah di PT. FIF dilakukan pada
tanggal 11 Februari 2010. Pertanyaan pokok yang diajukan adalah
sebanyak 9 butir dan dikembangkan menjadi 28 butir pertanyaan. Teknik
yang digunakan adalah tanya jawab secara langsung yang menggunakan
alat perekam dengan orang yang terkait, dan pertanyaan yang diajukan
telah disiapkan sebelumnya. Dari hasil rekaman yang didapat penulis
mencatat semua hasil rekaman tersebut. Dengan demikian wawancara
kepada narasumber maka dapat diperoleh jawaban yang proporsional
dengan tujuan penelitian.
c. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian lapangan ini adalah data
primer kualitatif yang diperoleh langsung dari Supervisor Syariah pada
PT. FIF.
d. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara.
e. Analisis Data
1) Deskriptif
Yaitu menggambarkan suatu gejala data-data dan informasi yang
berdasarkan pada fakta yang di peroleh dari lapangan.13 Kemudian
13 Irawan Suhartono, Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 1995), Cet ke I,
h.35
17
berdasarkan data-data yang ada penulis akan menganalisa hal-hal yang
terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.
2) Kualitatif
Yaitu mengelompokkan dan memilih data yang diperoleh dari hasil
penelitian kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti
menurut kualitas dan kebenarannya sehingga dapat menjawab
permasalahan yang ada.
f. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini penulis menggunakan buku
panduan penelitian yang diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusunnya
kedalam lima bab. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu
sama lain, dimana diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup
yang berupa kesimpulan dan saran.
Adapun gambaran sekilas mengenai bab-bab tersebut adalah sebagai
berikut:
Bab satu berisi pendahuluan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek penelitian, kajian pustaka, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
18
Bab kedua berisi tinjauan teoritis tentang konsep multifinance
konvensional dan syari’ah mengenai tinjauan umum, landasan hukum Islam, dan
konsep pembiayaan motor pada multifinance syari’ah dan konvensional
Bab ketiga berisi produk pembiayaan motor di PT. FIF, mengenai sejarah
singkat, gambaran umum tentang produk pembiayaan motor syari’ah dan
konvensional, dan perkembangan mengenai pembiayaan motor pada PT. FIF.
Bab keempat berisi tentang analisis perbandingan antara pembiayaan
motor konvensional dan syari’ah mengenai perbedaan lembaga pembiayaan
motor syari’ah dan konvensional, perbedaan mekanisme operasional multifinance
syari’ah dan konvensional di PT. FIF pada pembiayaan motor, perbandingan laba
yang diperoleh, dan tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance
syari’ah.
Bab kelima berisi penutup, penulis memberikan kesimpulan dan saran
mengenai penulisan skripsi ini.
BAB II
KONSEP MULTIFINANCE SYARIAH
DAN MULTIFINANCE KONVENSIONAL
A. Tinjauan Umum Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional
1. Pengertian Multifinance Syariah dan Konvensional
Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan
salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai
aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun
konsumtif. Lembaga pembiayaan di Indonesia saat ini telah menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena semakin
meningkatnya kemajuan dunia usaha serta pendapatan masyarakat, karena
secara umum Indonesia telah menunjukkan peningkatan pendapatan per
kapita masyarakatnya setelah melewati masa krisis (tahun 1997/1998).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan1
Secara umum pengertian multifinance antara konvensional dengan
syariah adalah sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk
berkualitas dan mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik
1 Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
19
20
bersifat produktif maupun konsumtif.2 Mengenai perbedaan antara keduanya
adalah operasional serta mekanisme dalam pembiayaan produk, multifinance
syariah dalam dalam melakukan pembiayaan harus berdasarkan prinsip
syariah, yaitu pembiayaan yang harus berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil atau dengan
akad-akad syariah yang lainnya seperti mudharabah, musyarakah, ijarah,
salam, istisna dan murabahah, sedangkan lembaga pembiayaan konvensional
tidak melakukan persetujuan dengan pihak yang dibiayai mengenai penetapan
imbalan yang berupa bunga.3
Dapat dilihat dengan jelas bahwa multifinance syariah dan
konvensional dalam hal pengertian memiliki definisi yang sama, hanya saja
dalam hal konsep dan mekanisme yang membedakan antara keduanya.
2. Tujuan dan Manfaat didirikannya Multifinance
Perkembangan lembaga keuangan di Indonesia dari tahun ketahun
semakin pesat terbukti dengan menjamurnya berbagai lembaga keuangan,
baik itu lembaga perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank. Awal
munculnya kebangkitan perusahaan pembiayaan terjadi pada krisis ekonomi
2 Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT.
Indeks, 2006)., h. 247. 3 Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER-
03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Disetujui oleh DSN-MUI melalui surat Nomor B-323/DSNMUI/XI/2007
21
pada tahun 1997/1998 ketika industri perbankan mengalami ketepurukan yang
mengakibatkan bank sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit,
perusahaan pembiayaan mengambil celah tersebut dengan melakukan
ekspansi kredit konsumtif dan disambut positif oleh masyarakat, karena
kebutuhan masyarakat terus mengalami peningkatan.4
Tujuan paling utama dari lembaga pembiayaan, pertama adalah
pemenuhan kebutuhan pembiayaan terhadap permintaan masyarakat yang
semakin meningkat, baik kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun
produktif, kedua untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alterantif
bagi dunia usaha dan memperkuat sistem keuangan nasional sehingga dapat
memberikan alternatif yang lebih banyak lagi bagi pengembangan sektor
keuangan.5
Kemudian manfaat yang diperoleh dengan adanya multifiance, yaitu
mempermudah masyarakat dalam mendapatkan semua kebutuhan akan dana
dan juga multifinance dikenal dapat memberikan berbagi kemudahan di
bandingkan dengan bank termasuk pelayanan yang cepat dan prosedur yang
tidak rumit serta persyaratan yang mudah. Itulah tujuan dan manfaat
didirikannya multifinance yang hingga saat ini masih banyak diminati oleh
masyarakat luas, terutama pada pembiayaan konsumtif.6
4 Ade & Edia, Bank & Lembaga,.h.246. 5 Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media,
2009)., h.331. 6 Ade & Edia, Bank & Lembaga ....,h.247.
22
3. Jenis-jenis Kegiatan Usaha Multifinance
Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga
keuangan melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya
diatur lewat Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari
deregulasi 20 Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini
diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Beberapa
jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha (leasing) meupakan kegiatan sewa atau
menyewakan aktiva tetap, khususnya barang modal. Leasing di Indonesia
mulai diperkenalkan sejak tahun 1974 berdasarkan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan
Koperasi No. Kep-122/MK/IV/I/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No.
30/Kpb/I/1974. Keputusan tersebut menjelaskan bahwa leasing adalah
setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal untuk digunakan oleh perusahaan tertentu dalam jangka
waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala, disertai
dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Sedangkan definisi
23
leasing menurut Keputusan Menkeu No. 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21
November 1991, leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal secara leasing dengan hak opsi (finance lease)
maupun leasing tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala.7
Kegiatan sewa guna usaha yang menggunakan prinsip syariah
dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik. Akad ijarah adalah penyaluran dana untuk pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barangdalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa, antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (Mu’ajjir)
dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang
itu sendiri.8
Terdapat empat pihak yang berkepentingan dalam kegiatan sewa
guna usaha atau leasing, yaitu sebagai berikut:
1) Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa
pembiayaan atau penyewaaan kepada konsumen dalam bentuk barang
modal.
2) Lessee adalah seseorang atau perusahaan yang mendapatkan jasa
pembiayaan dari perusahaan leasing atau lessor.
7 Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 8 Soemitra, Bank dan Lembaga, h.349
24
3) Lender atau kreditur adalah pihak yang memberikan penyediaan dana
bagi berkembangnya usaha leasing tersebut.
4) Supplier, merupakan perusahaan atau pihak-pihak yang menyediakan
barang-barang modal sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
penyewa / lessee.9
Adapun prosedur atau mekanisme transaksi leasing digambarkan
sebagai berikut:
1) Pihak lessee melakukan negosiasi dengan pihak supplier dan memilih
jenis barang modal yang dibutuhkan.
2) Pihak lessee kemudian menghubungi perusahaan leasing atau pihak
lessor dan melakukan negosiasi atas pilihan barang modal dari
supplier tertentu.
3) Pihak lessor melakukan analisis terhadap permohonan pembiayaan
tersebut, terutama terhadap kemampuan keuangan lessee yang terkait
dengan kewajiban pembayaran sewa perbulannya.
4) Pihak lessor maupun supplier dapat menggunakan fasilitas
pembiayaan dari bank jika ada permohonan dari lessee, apabila
ternyata mereka kekurangan dana untuk memenuhi permohonan lessee
tersebut.
5) Pihak lessor melakukan kontrak pembelian barang modal kepada
supplier.
9 Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 - 250.
25
6) Pihak supplier segera mengirimkan barang kepada pihak lessee.
7) Setelah barang diterima, pihak lessee menandatangani tanda
penerimaan barang dan menyerahkannya kembali ke pihak supplier.
8) Pihak supplier menyerahkan tanda penerimaan barang yang telah
ditandatangani oleh pihak lessee kepada lessor. Tanda terima barang
itu merupakan salah satu bukti pemilikan dan pemindahan
kepemilikan ke pihak lessor.
9) Pihak lessor membayar pembelian barang modal tersebut sesuai
dengan harga yang telah disepakati.
10) Pihak lessee membayar biaya leasing secara periodik kepada lessor
sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah disepakati.10
Setelah dijelaskan mengenai mekanisme dan transaksi pada leasing
di bawah ini akan dijelaskan mengenai cara pembiayaan leasing. Terdapat
dua cara pembiayaan pada leasing, yaitu sebagai berikut:
1) Menggunakan Hak Opsi, Leasing dengan hak opsi atau dikenal dengan
finance lease adalah pembiayaan yang memberikan hak kepada lessee
untuk memiliki barang modal tersebut sesuai dengan harga residual
atau nilai sisa barang tersebut.
2) Tanpa Hak Opsi, Leasing tanpa hak opsi atau dikenal dengan
operating lease adalah pembiayaan yang tanpa memberikan hak
kepada lessee untuk memiliki barang modal tersebut. Pihak lessee
10 Ibid.,h.250 - 252
26
hanya membayar sewa guna barang modal tersebut selama jangka
waktu yang telah disepakati.11
b. Modal Ventura
Modal ventura adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyertaan modal perusahaan tertentu ke perusahaan lainnya. Pembiayaan
ini telah dilakukan cukup lama di negara kita, namun baru mendapat
pengesahan secara hukum pada tahun 1988, melalui Keppres No. 61/1988
tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menkeu No.
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Lembaga Pembiayaan.12
Definisi Perusahaan Modal Ventura menurut Keppres No. 61/1988
dan Keputusan Menkeu No. 1251/KMK.013/1988: Perusahaan modal
ventura adalah sebuah badan usaha yang melakukan aktivitas pembiayaan
dalam bentuk penyertaan modal ke perusahaan pasangan (investor
company). Pembiayaan ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan
umumnya perusahaan modal ventura adalah perusahaan yang memiliki
keuangan yang stabil dan kuat, yang kemudian memberikan bantuan
keuangan kepada perusahaan yang lebih kecil atau perusahaan yang baru
berkembang.
11 Ibid.,h.252 - 253 12 Ibid,.h.254
27
Di negara kita, perusahaan modal ventura lebih berwujud ke
perusahaan pembiayaan atau pemberi pinjaman. Terdapat tiga jenis pola
pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
1) Partisipasi Modal, perusahaan ventura menjadi pemegang saham dan
menyetorkan modalnya, selanjutnya perusahaan yang dibiayai harus
mengembalikannya ke ventura.
2) Obligasi Konversi, perusahaan ventura memberikan pinjaman yang
suatu saat dapat ditukarkan menjadi kepemilikan di perusahaan yang
diberikan modal.
3) Bagi Hasil, perusahaan ventura dan nasabah yang dibiayai membuat
kesepakatan bagi hasil keuntungan pada awal periode pinjaman.13
Mengenai teknis pembiayaan dengan modal ventura dapat
dilakukan dalam beberapa aktivitas usaha. Penyertaan ini tidak hanya
dilakukan ke perusahaan yang baru memulai aktivitasnya, namun dapat
juga diberikan ke perusahaan pada tahap pengembangan usaha. Tahapan
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1) Usaha yang Baru Berdiri
Usaha yang baru berdiri memberikan dua kemungkinan bagi
kelanjutan usahanya, yaitu berhasil atau gagal, sehingga menimbulkan
risiko bagi perusahaan yang berniat melakukan penyertaan melalui
modal ventura. Namun, beberapa perusahaan besar beranggapan
13 Ibid,.h.257
28
bahwa mendidik pengusaha baru dapat memberikan hasil yang lebih
optimal, selama bisnis yang dikembangkan masih berkaitan dengan
bisnis perusahaan modal ventura. Penyertaan modal ke perusahaan
kecil yang dapat menyediakan pasokan bahan baku merupakan
alternatif terbaik untuk dapat saling menjaga kebutuhan kedua belah
pihak. Usaha yang baru berdiri itu diberi pelatihan, baik teknis
maupun keuangan dan menjual hasil usahanya ke perusahaan besar.
Hal ini akan meminimalisir risiko kegagalan usaha dan memberikan
keuntungan baik pada perusahaan modal ventura maupun perusahaan
pasangan usahanya.
2) Usaha yang Memerlukan Pengembangan
Usaha jenis ini telah memiliki pengalaman dalam menjalankan
usahanya, namun mereka tidak dapat berkembang karena tidak
memiliki modal yang cukup untuk menambah modal kerja atau
investasi. Meskipun berpengalaman, perusahaan modal ventura harus
tetap melakukan analisis yang mendalam sebelum menyalurkan
dananya ke perusahaan pasangan usaha. Analisis dan evaluasi itu
dilakukan untuk meminimalkan risiko kegagalan yang mungkin
terjadi.
3) Diversifikasi Usaha
Diversifikasi usaha atau pengalihan jenis usaha umumnya
dilakukan apabila pengusaha kecil mengalami penurunan di bidang
29
usahanya akibat dari terjadinya perubahan perekonomian secara
makro. Beberapa kebijakan atau regulasi pemerintah juga
menyebabkan sebagian usaha tertentu mengalami penurunan usaha.
Selain itu, krisis ekonomi juga mengakibatkan kerugian yang besar
bahkan mengakibatkan penutupan usaha. Diversifikasi merupakan
jalan yang harus dilakukan oleh pengusaha untuk dapat tetap bertahan
dalam dunia usaha. Perusahaan modal ventura dapat menjembatani
kesulitan tersebut dan melakukan penyertaan modal ke pengusaha
kecil tesebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati oleh kedua
belah pihak.14
Bentuk-bentuk penyaluran dana atau penyertaan modal dari
perusahaan modal ventura ke perusahaan pasangan usahanya adalah
sebagai berikut:
1) Saham
2) Obligasi
3) Pinjaman dengan persyaratan lunak serta dapat dikonversikan menjadi
saham. Pinjaman ini bersifat penyertaan sehingga tidak perlu
dikembalikan selama perusahaan itu dinilai belum mampu, atau
dikembalikan dalam jangka panjang.
14 Ibid,.h.256 - 258
30
4) Lain-lain, selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai
modal ventura.15
c. Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company)
Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan
atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek
suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
Penjual Piutang (Klien) adalah perusahaan yang menjual dan atau
mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi
perdagangan kepada Perusahaan Anjak Piutang.16
Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk :
1) Pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari suatu
transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
2) Penata usahaan penjualan kredit serta penagihan pitang perusahaan
klien
Dalam aktivitas anjak piutang terdapat tiga pihak, yaitu perusahaan
anjak piuang, klien dan pelanggan (customer). Klien merupakan
perusahaan yang mempunyai piutang atau menjual barang dengan cara
kredit kepada pihak pelanggan, dan berkaitan dengan piutang tersebut
klien menggunakan jasa perusahaan anjak piutang. Pelanggan adalah
15 Ibid,.h.258 16 Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.258.
31
pihak yang membeli barang kepada klien dengan membayar secara kredit,
sehingga pihak pelanggan adalah pihak yang berhutang. 17
Dalam prinsip Islam kegiatan ini menggunakan akad Wakalah bil
Ujrah, yaitu pelimpahan kuasa oleh satu pihak kepada pihak yang lain
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan
(ujrah).18
Kartu plastik adalah benda berbentuk kartu yang berbahan dasar
plastik serta digunakan untuk kebutuhan transaksi keuangan. Transaksi
keuangan yang dilakukan dengan menggunakan kartu plastik ini berbeda-
beda sesuai dengan jenis kartu yang digunakan. Jenis kartu yang umum
digunakan adalah kartu kredit dan kartu ATM yang juga berfungsi sebagai
kartu debit.
Kartu plastik diterbitkan oleh lembaga keuangan terutama oleh
perbankan. Saat ini sebagian besar perbankan telah mengeluarkan produk
kartu plastik sebagai upaya memberikan kepuasan kepada nasabah. Kartu
plastik yang dominan adalah jenis kartu untuk pengambilan uang tunai di
automatic teller machine (ATM) atau dikenal dengan kartu ATM. Kartu
ATM ini diberikan ke setiap penabung yang ingin memiliki kartu untuk
kemudahan melakukan transaksi keuangan. Beberapa bank juga
memberikan fasilitas kartu debit pada kartu ATM yang dapat digunakan
17 Dahlan Siamat, Mnajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia), Edisi Ketiga, 2001, h.363. 18 Soemitra, Bank dan Lembaga.,h.360.
32
untuk transaksi pembelian barang. Jenis kartu plastik lainnya yaitu kartu
kredit juga banyak digunakan oleh nasabah, namun pemberian fasilitas
kartu kredit terbatas kepada nasabah dengan kriteria tertentu. Fungsi kartu
plastik bagi pemilik kartu adalah kemudahan dalam melakukan transaksi
keuangan. Pada dasarnya kartu plastik mengurangi penggunaan uang tunai
dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Hal ini dilakukan dengan
alasan kemudahan serta keamanan.
Dalam mekanisme pada kartu plastic ada beberapa pihak-pihak
terkait dalam pelaksanaannya, antara lain :
1) Issuer, yaitu dikenal dengan penerbit yang berbentuk lembaga
keuangan dimana penerbit t tersebut menerbitkan kartu kredit
2) Pengelola, atau dikenal dengan acquirer adalah pihak yang
melaksanakan pengelolaan kartu kredit, seperti mencari nasabah,
penagihan pembayaran menjembatani antara pihak bank dengan
merchant.
3) Card holder, adalah pemegang kartu kredit atau nasabah pengguna
jasa tersebut
Merchant, adalah pihak penjual barang dan jasa yang menerima
transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit..19
19 Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007, h.1361.
33
Dalam prinsip syariah mengenai penggunaaan kartu plastik
digunakan tiga akad, antara lain kafalah, qard, ijarah. Di samping itu
kartu plastic syariah memiliki batasan-batasan, yaitu tidak menimbulkan
riba, tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah,
tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan, harus memiliki
kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya, tidak memberikan
fasilitas yang bertentangan dengan syariah.
d. Pembiayaan Konsumen (consumer finance)
Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan yang
dilakukan oleh lembaga keuangan bagi konsumen dan ditujukan untuk
pembelian barang-barang yang bersifat konsumtif dan bukan untuk
keperluan produktif, dengan cara pembelian diangsur. Untuk kegiatan
usaha ini yang menggunakan prinsip syariah akad yang digunakan adalah
murabahah. 20
Melihat karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan
pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut
dengan multifinance company.
4. Pembatasan Lembaga Pembiayaan
Agar lembaga pembiayaan tidak menyerupai perbankan dalam
melakukan aktivitas usahanya maka perusahaan
20 Soemitra, Bank dan Lembaga., h. 379.
34
a. pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam
bentuk : Giro, Deposito, Tabungan, Surat Sanggup Bayar (Promissory
Nota)
b. Perusahaan Pembiayaan dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar hanya
sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi pemberi dananya.
Surat sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan pada pihak
manapun.
c. Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.
B. Landasan Hukum Islam Mengenai Multifinance
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan, dan Islam
merupakan sebuah ajaran yang selalu mengedepankan rasa keadilan terutama
dalam hal muamalat. Dalam konteks lembaga pembiayaan multifinance Islam
memiliki pandangan mengenai konsep ridha antara pembiayaan multifinance
dengan konsumen, yang menjadi perhatian khusus bagi Islam yaitu riba. Dalm
bab ini akan dipaparkan mengenai landasan hukum Islam mengenai multifinance.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam, antara lain.
Mengenai hal ini Allah Swt. mengingatkan dalam firman-Nya:
35
)29: النساء ( ☺ ⌧
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta
sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An-Nisaa: 29) dan juga dalam surat lain seperti dibawah ini:
⌧ ⌧
)39: الروم ( ☺
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S.Ar-Ruum: 39)
Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi
Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan:
“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba
dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu
transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”21
21 Ibnu Al Arabi Al Maliki, Ahkam Al Qur’an, hlm.54
36
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Swt.
mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan
riba.
⌧
⌧ ☺
)161 – 160: النساء ( Artinya :
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan
yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak
dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman:
⌧
)130: ال عمران (
37
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”(Q.S. Ali Imran: 130).
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu
transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut
secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam
transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa
yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena
penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya
pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli
membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam
proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena
di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko
kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi
pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu
penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu
yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah
si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti
untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.22
22 Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005) hlm. 2
38
C. Konsep Pembiayaan Motor Pada Multifinance Syariah dan Konvensional.
1. Konsep Pembiayaan Motor Syariah
Mekanisme pembiayaan utang pada perusahaan pembiayaan
konvensional berbeda dengan pembiayaan syariah. Ada dua jenis utang yang
berbeda sama sekali, yaitu utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang
dan utang yang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena
pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang
pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan.
Tambahan lain yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan
deplasi tidak diperbolehkan, dan mekanisme inilah yang berlaku pada
perusahaan pembiayaan konvensional. Kemudian ada utang yang terjadi
karena pembiayaan pengadaan barang, utang seperti ini harus jelas dalam satu
kesatuan yang utuh yang disebut harga jual. Harga jual itu terdiri atas harga
pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual disepakati,
selamanya tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam kategori riba
fadl. Mekanisme pembiayaan seperti ini berlaku pada perusahaan pembiayaan
syariah.23 Jadi utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan konvensional
adalah utang uang dan utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan
syariah adalah utang pengadaan barang.
23 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2001),h.60.
39
Pembiayaan syariah upaya menghidarkan diri dari riba. Secara
etimologis riba berarti perluasan, pertambahan dan pertumbuhan. Baik berupa
tambahan material maupun immaterial. Pada masa pra-Islam, kata riba
menunjukkan satu transaksi bisnis tertentu, dimana transaksi-transaksi
tersebut mengindikasikan jumlah tertentu di muka (a fixed amount) terhadap
modal yang digunakan. Secara garis besar, riba terjadi pada utang pitutang
dan jual beli.24
Umar Chapra mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab,
mengatakan bahwa pengertian riba secara harfiah berarti peningkatan,
pertambahan, perluasan, atau pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan
atau pertumbuhan terlarang dalam Islam. Keuntungan juga menyebabkan
peningkatan atas jumlah pokok, tetapi tidak dilarang.25
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Pembiayaan motor syariah merupakan salah satu produk yang
disediakan lembaga pembiayaan syariah dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang bersifat konsumtif, produk ini terdapat pada jenis usaha
24 Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program
Pascasarjana Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2, hlm. 128 25 Umer Chapra, Prohibition of Interest: does It Make Sense?, (Durban South Africa: IDM
Publication, 2001), hlm. 2.
40
multifinance yaitu pembiayaan konsumen syariah. Pembiayaan konsumen
adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dengan pembayaran
secara angsuran dengan prinsip syariah, antara lain murabahah, salam,
istisna. Pembiayaan motor syariah dapat dilakukan dengan akad yang paling
sering digunakan, yaitu murabahah. Murabahah adalah penjualan dengan
batas laba yang disetujui bersama antara pembeli dan penjuala dengan
pembayaran harga dapat dilakukan dengan tunai ataupun cicilan sesuai
dengan kesepakatan.26 Akad ini dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau
tanpa pesanan. Agar lebih jelas mengenai konsep pembiayaan motor syariah
di bawah ini akan dijelaskan hak dan kewajiban serta persyaratan antara
perusahaan pembiayaan dengan pembeli/konsumen.
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan
pembiayaan dalam hal mekanisme pembiayaan motor syariah
a. Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai penjual (ba’i), antara lain:
1) Menyediakan motor sesuai yang disepakati bersama dengan konsumen
sebagai pembeli (musytari)
2) menjamin motor/objek akad tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi
dengan baik
b. Hak perusahaan pembiayaan
26 M Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (PT.Dana Bhakti Prima Yasa Jakarta,
1997. h.224.
41
1) Memperoleh pembayaran dari konsumen sebesar harga motor secara
angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan
2) Mengambil kembali motor apabila konsumen tidak mampu membayar
angsuran
3) Menentukan penyedia motor (supplier) dalam pembeliannya. Dalam
menyediakan objek akad perusahaan pembiayaan dapat mewakilkan
pembelian barang tersebut kepada konsumen berdasarkan prinsip
wakalah, yaitu perjanjian di mana pihak yang memberi kuasa muwakil
memberikan kuasa kepada pihak yang menerima kuasa wakil untuk
melakukan tindakan tertentu.
c. Hak dan kewajiban konsumen
1) Menerima objek akad dalam keadaan baik dan siap dioperasikan
2) Membayar angsuran dan biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan
3) Mengembalikan atau menitipjualkan objek yang dibiayai.
d. Ketentuan objek akad
1) Dapat dinilai dengan uang
2) Dapat diterima oleh konsumen
3) Tidak dilarang oleh syariat islam
4) Spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas melalui identifikasi fisik,
kelaikan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
e. Persyaratan penetapan harga
42
1) Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh
berubah selama waktu perjanjian.
2) Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau angsuran
3) Diperkenkan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara
pembayaran yang berbeda
4) Harga yang disepakati adalah harga jual sedangkan harga beli harus
diberitahukan kepada konsumen.
f. Dalam kontrak akad Murabahah paling kurang memuat hal-hal sebagai
beikut:
1) Identitas perusahaan pembiayaan dan konsumen
2) Spesifikasi objek akad meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran dan tipe.
3) Harga jual, harga beli, dan cara pembayaran angsuran
4) Jangka waktu
5) Ketentuan jaminan dan asuransi
6) Ketentuan mengenai uang muka
7) Ketentuan mengenai diskon/potongan
8) Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo
9) Ketentuan mengenai wanprestasi dan sanksi bagi konsumen yang
menunda pembayaran pengangsuran.
10) Hak dan tanggung jawab masing – masing pihak27
27 Soemitra, Bank dan Lembaga., h.366-369.
43
Dalam penjelasan di atas dapat dipahami bahwa konsep pembiayaan
motor syariah berbeda dalam hal ketentuan yang berlaku dalam aplikasi
pembiayaan motor, karena dalam pembiayaan motor syariah terdapat prinsip
yang harus dijalankan, yaitu seperti:
a. Prinsip Jual Beli Syariah Menempatkan nilai-nilai religi saat
menjalankan idealisme usaha dalam bingkai semangat yang dilandasi nilai
- nilai universal untuk kemaslahatan ummat dalam mewujudkan transaksi
yang adil dan mencegah kerugian atau beban yang memberatkan di
kemudian hari.
b. Universal : Tidak membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ras dan
golongan dalam memberikan pelayanan.
c. Jelas: Prinsip ini tercermin dari penyampaian informasi dalam kontrak
mengenai tanggung jawab dari kondisi pembiayaan yang disepakati
bersama.
d. Bersih: Hanya menggunakan tata cara pembiayaan Syariah untuk
menjamin semua transaksi dilakukan dengan cara yang sesuai dengan
syariah.
e. Terbuka Penawaran harga disampaikan secara detail dan transparan
mengenai harga pokok produk dan margin keuntungan yang diinginkan
oleh FIF sebagai total biaya yang harus ditanggung oleh pembeli sesuai
dengan kesepakatan bersama.
44
f. Adil : Melalui pembiayaan Syariah, FIF menempatkan nasabah pengguna
dana dalam hak, kewajiban, keuntungan dan resiko yang berimbang.
g. Jujur : Jujur dalam menyampaikan informasi yang ada.28
2. Konsep Pembiayaan Motor Konvensional
Secara umum pembiayaan motor konvensional termasuk pada kategori
pembiayaan konsumen, konsep dari pembiayaan motor konvensional
menggunakan bunga sebagai keuntungan yang diperoleh perusahaan
pembiayaan. Aktivitas pembiayaan konsumen dilakukan karena tidak semua
konsumen mampu membeli barang konsumsi secara tunai sehingga
perusahaan pembiayaan akan menangani pembayaran dengan cara tunai ke
pihak penjual. Selanjutnya konsumen membayar barang tersebut dengan cara
mengangsur selama jangka waktu tertentu kepada perusahaan pembiayaan.
Dalam aktivitas pembiayaan motor, terdapat tiga pihak yang terkait
yaitu perusahaan pembiayaan sebagai pemberi jasa pembiayaan, supplier
sebagai penyedia barang yang dibutuhkan, dan konsumen sebagai pembeli
barang. Dalam pembiyaan motor konvensional mengenai pembayaran
dilakukan dengan cara diangsur.29 Dalam instrumen yang digunakan guna
memperoleh keuntungan, yaitu dengan cara menggunakan bunga untuk
mendapatkan keuntungan yang diperoleh.
28 “Prinsip Pembiayaan Syariah“, Diakses dari http://www.fifkredit.com/syariah.asp Pada
Tanggal 24 Januari 2010. 29 Ade & Edia, Bank & Lembaga.,h.267.
45
BAB III
PRODUK PEMBIAYAAN MOTOR
DI PT.FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT FIF
PT Federal International Finance (FIF) didirikan pertama kali pada bulan
Mei 1989 dengan nama PT Mitrapusaka Artha Finance. Berdasarkan ijin usaha
yang diperolehnya, maka Perseroan bergerak dalam bidang Sewa Guna Usaha,
Anjak Piutang dan Pembiayaan Konsumen.
Perusahaan memperoleh izin untuk menjalankan usaha sebagai perusahaan
pembiayaan berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan tertanggal 17
Oktober 1989 No. 1151/KMK.013/1989 dan surat keputusan No.
1004/KMK.013/1990 tanggal 30 Agustus 1990 dan memulai kegiatan
operasionalnya pada tahun 1989. Sebagai perusahaan pembiayaan sepeda motor
terdepan, FIF memiliki kurang lebih 2,6 juta pelanggan aktif, dengan jaringan
terbesar yang meliputi 113 kantor cabang dan 290 Point Of Sales (POS) di
seluruh Indonesia dan menjalin kerjsama dengan kurang lebih 1.400 dealer resmi
Sepeda Motor Honda.1
Sejak tahun 1996, perseroan memutuskan untuk memusatkan kegiatan
usahanya pada pembiayaan retail kendaraan bermotor untuk produk sepeda motor
Honda yang diproduksi PT Astra Honda Motor, sebuah anak perusahaan PT Astra
1 ”Sejarah FIF”, Artikel Diakses dari www.fifkredit.com
45
46
International, Tbk. Pada tahun 1991, Perseroan merubah nama menjadi PT
Federal International Finance Namun seiring dengan perkembangan waktu dan
guna memenuhi permintaan pasar, Perseroan mulai memfokuskan diri pada
bidang pembiayaan konsumen secara retail pada tahun 1996. Ketika badai krisis
moneter terjadi pada tahun 1997, saat itu pula merupakan titik balik bagi
Perseroan untuk melakukan konsolidasi internal dalam rangka persiapan menuju
ke suatu sistem komputerisasi yang tersentralisasi dan terintegrasi. Walaupun
krisis moneter tersebut di luar dugaan berkembang menjadi krisis multidimensi,
namun berkat kerja keras jajaran Direksi beserta seluruh karyawan Perseroan
tetap dapat berjalan.2
Perseroan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Astra International,
Tbk ini, tahun demi tahun lebih memantapkan dirinya sebagai perusahaan
pembiayaan terbaik dan terpercaya di industrinya sekaligus meberikan instruksi
untuk membatasi cakupan usaha yang dijalani oleh FIF pada waktu itu, yaitu
lebih memfokuskan pada pembiayaan konsumen agar lebih fokus dan
professional di bidangnya.
Dari tahun ke tahuin FIF mampu menunjukan perkembangan yang baik,
terbukti dengan munculnya FIF sayariah pada bulan Oktober tahun 2005 yang
mana pada waktu itu pendirian FIF syariah berdiri pertama kali di kota Bandung.
Hal ini dilandasi dengan adanya masukan dari Aa Gym, dan juga adanya
permuintaan dari konsumen agar pembiayaan motor syariah dapat terbit guna
2 ”Perkembangan FIF”, Artikel Diakses dari www.fifkredit.com Pada Mei 2010
47
memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan munculnya FIF syariah maka pada
tahun 2008 PT FIF membentuk office cheneling pada setiap cabang atau deler
yang ada di seluruh penjuru Indonesia.
FIF syariah dibentuk oleh Astra Group yang mana sebelumnya ditangani
oleh PT AMF (Astra Multi Finance), namun seiring berjalannya waktu FIF
syariah mengambil alih perusahaan sehingga masuk dalam PT FIF. Dari tahun
2005 hingga tahun 2009 FIF syariah mampu mencakup 165 cabang di seluruh
Indonesia, dan perusahaan ini hanya menjual produk Honda saja dalam
pembiayaan motor karena Honda masih dalam satu anak perusahaan PT Astra
Tbk.
Munculnya kebijakan Multifinance dikarenakan terbitnya peraturan
Menteri keuangan sekitar tahun 1990. kebijakan tersebut muncul juga karena
adanya dorongan dari masyarakat, selain itu yang menjadi cikal bakal munculnya
perusahaan ini karena PT Astra mendirikan pabrik AHM dimana Astra memiliki
perusahaan ASO (Astra Sales Operation) yang sekarang dikenal dengan FIF. Saat
ini FIF syariah berkembang menjadi perusahaan yang besar dan mampu bersaing
dengan perusahaan multifinace lainnya sehingga FIF mampu berkiprah di
bidangnya.3
3 Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Februari
2010.
48
B. Gambaran Umum Tentang Produk Pembiayaan Motor Syariah dan
Konvensional
1. Produk Pembiayaan Motor Konvensional
Seiring berjalannya waktu PT FIF memberikan fasilitas pembiayaan
konvensional yaitu terdapat beberapa produk yang ditawarkan kepada
konsumen, antara lain : Pembiayaan motor baru yaitu diberikan kepada
konsumen yang menginginkan pembiayaan pada motor baru, selain itu FIF
juga menawarkan kepada konsumen pembiayaan pada motor bekas sehingga
cakupan pasar menjadi lebih luas dan memberikan manfaat bagi konsumen
dalam hal pemilihan sepada motor terutama pada masalah harga.
Dalam rangka pengembangan PT FIF untuk menjadi perusahan yang
kuat, maka perusahaan ini bekerjasama dengan pihak Bank guna menunjang
kegiatan usaha pada pembiayaan motor dan mensuport dana kepada.FIF
secara proposional. Saat ini FIF telah mengembangkan jaringan di seluruh
wilayah Indonesia untuk penunjang kemudahan bagi konsumen, yaitu terdapat
76 cabang dan hampir 200 pos di berbagai wilayah Indonesia. FIF juga
termasuk sebagai salah satu anak perusahaan dari PT.Astra International Tbk,
yang mana bergerak di bidang multifinance khusus pembiayaan konsumen,
sehingga dalam penjualan motor FIF mensuport penuh pada penjualan motor
yang dikeluarkan PT Astra. Dalam perkembangannya FIF dapat meraih
49
penghargaan sebanyak tiga kali, ini menunjukan bahwa peusahaan ini mampu
membuktikan kinerjanya yang baik di bidangnya.4
Mengenai produk pembiayaan motor konvensional, PT FIF hanya
memiliki tiga produk pembiayaan, yaitu Pembiayaan motor baru, pembiayaan
motor bekas dan pembiayaan elektronik. Walaupun PT FIF pada dasarnya
secara hukum berbentuk multifinance namun produk yang dikeluarkan hanya
tiga saja, dikarenakan perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT
Astra, jadi ruang lingkup usaha pun dibatasi. Untuk ruang lingkup yang lain
seperti mobil sudah ada, yaitu ACC yang menangani pembiayaan mobil, hal
ini dilakukan agar FIF mampu bersaing dengan perusahaan pembiayaan motor
yang lain dan tetap fokus dalam menjalani kegiatan usaha pada bidang
pembiayaan motor sehingga mampu mempercepat perkembangan PT FIF
sebagai perusahaan yang mampu memimpin dalam bidang pembiayaan
motor.5
2. Produk Pembiayaan Motor Syariah
Sejauh ini produk pembiayaan motor syariah dan konvensional, pada
dasarnya adalah sama jenisnya yang membedakan hanya terletak pada nilai
moralitas dan penerapan akadnya, artinya produk pembiayaan motor syariah
sangat memperhatikan prinsip syariah dan menjunjung tinggi nilai moralitas.
4 “FIF lonjakkan pembiayaan syariah”. Diakses dari www.inilah.com/berita/ekonomi. Bisnis
Indonesia-Jum'at, 09 Oktober 2009 5 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi.
50
Akad yang digunakan dalam pembiayaan motor syariah menggunakan
murabahah yaitu jual beli dengan cara dicicil.
C. Perkembangan Mengenai Pembiayaan Motor PT FIF
PT Federal International Finance (FIF) dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang baik, dapat dilihat melalui data yang diperoleh bahwa FIF
mampu mencapai pangsa pasar pembiayaan sepeda motor hampir selalu
berada di atas 50% selama 5 tahun terakhir sejak 2004. Pada 2004, pangsa
pasar FIF mencapai 58% dari total pembiayaan kendaraan roda dua. Setelah
itu meningkat pada 2005 menjadi 67%. Pada pembiayaan tahun 2009
meningkat hingga mencapai Rp12,5 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan
realisasi tahun lalu sebesar Rp12 triliun.
Pencapaian target pada Oktober 2009, penyaluran kredit sudah
menembus Rp10 triliun atau 85% dari target perseroan yang sebelumnya
dipatok Rp12,3 triliun. Dapat dilihat bahwa secara umum kinerja keuangan
PT FIF sangat baik, terlihat dari tingkat keuntungan yang meningkat
signifkan, sehingga ekuitas perusahaan pun meningkat.6 Seiring dengan
meningkatnya kinerja perusahaan tren pinjaman multifinance secara umum
kepada bank hingga September 2009 semakin meningkat terutama berasal dari
bank lokal seiring dengan longgarnya likuiditas dan upaya lembaga keuangan
tersebut dalam memasuki pasar ritel pembiayaan. Berdasarkan data Bank
6 “FIF Optimistis Pembiayaan Naik”(Harian Bisnis Indonesia - Senin, 23 November 2009
51
Indonesia, pinjaman multifinance terus meningkat sejak Juli tahun ini hingga
September 2009. Dapat dilihat dari sebagian pelaku usaha menyatakan
ketatnya likuiditas pada awal tahun 2009 kian tidak terasa. Menurut data yang
dipeoleh pada bulan Juli tahun 2009, pinjaman multifinance kepada bank
mencapai Rp98,5 triliun kemudian meningkat menjadi Rp101,2 triliun dan
akhirnya mampu menembus Rp101,5 triliun pada September. Jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di mana hanya mencapai
Rp97 triliun, utang multifinance ini meningkat 4,6% pada tahun 2009.
Perusahaan pembiayaan yang memiliki kebutuhan pendanaan besar
seperti PT Federal International Finance (FIF), menyiapkan dua opsi
pendanaan sekaligus. FIF berniat mencari dana melalui joint financing serta
menerbitkan obligasi.
Diperkirakan sebanyak 50% kebutuhan dana akan ditutup oleh joint
financing dan separuhnya lagi akan melalui penerbitan obligasi. FIF berharap
mapu mendapat joint financing dari bank yang sudah menjadi mitra mereka,
seperti Bank Permata dan Bank Mega. FIF juga berniat melanjutkan rencana
penerbitan obligasi senilai Rp 2 triliun yang semula dijadwalkan tahun ini.
Kebutuhan pendanaan FIF cukup besar karena perusahaan itu memasang
target pembiayaan sebesar Rp 12 triliun di tahun 2010.
PT Federal International Finance (FIF) sejak tahun 2005 hinga
sekarang mengalami perkembangan yang baik, seperti data yang diperoleh
pada tahun 2010 FIF berencana menambah portofolio pembiayaan unit
52
syariah dari 10% menjadi 15% dari total seluruh pembiayaan pada tahun 2010
guna mendorong pertumbuhan kredit perusahaan. Untuk penyaluran kredit
unit syariah komposisinya adalah 10% dari total pembiayaan FIF keseluruhan
sepeda motor baru.
Dalam mengembangkan unit pembiayaan syariah FIF menitikberatkan
kepada pengembangan cabang-cabang yang sudah ada untuk efisiensi dan
efektivitas pemasaran.pembiayaan motor syariah, yaitu difokuskan kepada
sedikitnya 20 cabang dari total cabang FIF saat ini yang mencapai 123
cabang. FIF juga menggunakan salah satu strategi pemasaran digunakan yaitu
dengan menggandeng beberapa institusi pendidikan Islam seperti pesantren,
sehingga pada akhir Juni lalu, pembiayaan syariah yang dikucurkan FIF telah
sesuai target yaitu mencapai 12%. Dimana pada tahun sebelumnya, unit
syariah hanya kebagian menyumbang 7% dari total pembiayaan perusahaan.
Sampai akhir Juli tahun 2009, unit syariah FIF sudah menyalurkan
pembiayaan bagi pembelian 51.600 unit kendaraan bermotor. Jika satu unit
kendaraan diasumsikan memiliki harga Rp 12 juta, maka unit syariah FIF
sudah menyalurkan kredit Rp 619,2 miliar. Dan pada akhir tahun 2009 FIF
syariah mampu mencapai Rp 1,2 triliun atau setara dengan pembiayaan
96.000 unit kendaraan. Strategi perusahaan untuk menghadapi paruh kedua
tahun ini, ujarnya, juga dengan membuat program kredit yang menarik dan
inovatif baik bagi deler maupun customer pembeli sepeda motor Honda secara
kredit
53
Menurut data yang diperoleh booking FIF untuk sepeda motor baru
Honda hingga Agustus tahun 2009 mencapai 545.000 unit, sehingga dengan
komposisi pembiayaan syariah 10% berarti sekitar 54.500 unit. Pihaknya
menargetkan booking hingga akhir tahun 2009 menembus angka 900.000
unit. Adapun, untuk booking sepeda motor bekas FIF sudah membiayai
130.000 unit dengan target akhir tahun 2009 di atas 180.000 unit. Selain itu
FIF Syariah tidak hanya melayani pembiayaan motor baru, melainkan juga
melayani pembiayaan pada motor bekas dan juga elektronik lainya.7
7 FIF lonjakkan pembiayaan syariah, Harian Bisnis Indonesia - Jum'at, 09 Oktober 2009)
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PEMBIAYAAN MOTOR SYARIAH
DAN KONVENSIONAL
A. Perbedaan Lembaga Pembiayaan Motor syariah dan Lembaga Pembiayaan
Motor Konvensional
Perkembangan mengenai lembaga pembiayaan motor di Indonesia
berkembang dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya
lembaga pembiayaan motor yang bermunculan dan mampu mengembangkan
berbagai cabang di seluruh wilayah Indonesia. Dan juga munculnya berbagai
lembaga pembiayaan motor yang menggunakan prinsip syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya, perusahaan pembiayaan motor yang mampu menjalankan dua
prinsip sekaligus, yaitu PT FIF yang saat ini mampu merespon pasar dengan baik,
terbukti dengan berdirinya FIF Syariah sebagai wujud dari keseriusan perusahaan
ini dalam melayani keinginan masyarakat Indonesia.
Dalam proses pembiayaan motor yang dijalankan oleh PT FIF antara
konvensional dan syariah terdapat perbedaan yang mendasar, antara lain
instrumen yang digunakan dalam pengambilan keuntungan. Sudah jelas tentunya
dalam lembaga pembiayaan motor konvensional dalam memperoleh keuntungan
menggunakan bunga sebagai instrumen dalam menjalankan kegiatan usaha,
keuntungan diperoleh melalui angsuran yang dibayar yaitu pokok ditambah bunga
yang disepakati, dan perusahaan memperoleh keuntungan melalui bunga yang
54
55
dibayar oleh konsumen sesuai dengan perjanjian.dan sifatnya sama seperti
pinjaman, artinya perusahaan membiayai kebutuhan konsumen dan konsumen
berhutang kepada perusahaan, kemudian di setiap bulannya konsumen akan
membayar dengan cara mencicil ditambah dengan bunga sebagai keuntungan
perusahaan.
Dalam lembaga pembiayaan motor syariah tidak dikenal adanya bunga
sebagai instrumen untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan, karena pada
dasarnya pembiayaan motor syariah dalam melakukan transaksi usaha
menggunakan akad jual beli atau dikenal dengan murabahah, yaitu akad yang
digunakan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya
(harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran
dengan harga lebih sebagai laba.1 Bila lembaga pembiayaan motor konvensional
sifatnya membiayai hutang, maka lembaga pembiayaan motor syariah bersifat
jual beli sesuai dengan akad yang digunakan FIF syariah dalam pembiayaan
motor.
Bila dilihat antara lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional
sangat berbeda dalam hal kebijakan dan perlakuan terhadap nasabah, juga
terhadap moralitas dan nilai yang ada pada lembaga pembiayaan motor syariah.
Seperti yang dijelaskan di atas tadi bahwa pembiayaan motor syariah harus
memberikan informasi harga motor dengan jelas dan transparan, seperti biaya
1 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta :PT Kencana, 2009, h.365.
56
yang harus ditanggung oleh konsumen pada saat membeli motor, konsumen harus
mengetahuinya agar saling ridho antara perusahaan pembiayaan dan konsumen.2
Perbedaan selanjutya diantara kedua lembaga ini terletak pada struktur
organisasi yang mana FIF syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
direkomendasikan oleh MUI untuk mengawasi dan memberikan masukan kepada
perusahaan dalam hal produk yang hendak dikeluarkan agar nantinya dalam
membuat produk baru tidak menyimpang dari koridor syariah. DPS dalam
struktur organisasi sejajar dengan Direktur namun dalam hal ini DPS hanya
mengurus rekomendasi, monitoring dan operasional perusahaan, dan DPS banyak
berhubungan dengan divisi marketing. Hal yang berbeda terjadi pada FIF
konvensional karena di dalam struktur organisasi tidak ada pengawas yang
ditunjuk seperti DPS yang ada pada FIF syariah, karena dalam menentukan
produk yang hendak dikeluarkan tidak perlu adanya peertimbangan prinsip
syariah yang harus dijalankan.3
Poin yang terpenting mengenai perbedaan diantara keduanya adalah nilai-
nilai yang dimiliki oleh lembaga pembiayaan motor syariah tidaklah sama dengan
lembaga pembiayaan motor konvensional, yakni mengenai pemilihan konsumen
yang akan dibangun berdasarkan kebutuhan akan kemaslahatan, baik maslahat
yang diterima di dunia maupun di akhirat. Maslahat yang dimaksud adalah setiap
keadaan yang membawa manusia kepada derajat yang lebih tinggi sebagai
2 Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Februari
2010. 3 Soemitra, Bank & Lembaga.,h.368.
57
mahluk yang sempurna, sedangkan maslahat akhirat adalah berupa pahala yang
akan diberikan di akhirat sebagai akibat perbuatan mengikuti ajaran Islam.4 Islam
tidak mengarahkan konsumen untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
semata yang didasarkan pada rasionalitas yang sempit sesuai dengan anggaran
yang dimilikinya, akan tetapi syarat dengan nilai-nilai kerohanian yang secara
tidak langsung mengarahkan konsumen agar tidak konsumtif dan menjaga
kemaslahatan untuk lebih memprioritaskan kewajibannya terlebih dahulu, seperti
nafkah keluarga, zakat, nazar yang telah jatuh tempo. Setelah itu uang dapat
digunakan untuk kegiatan sunah seperti sedekah, infak, wakaf, wasiat baru
kemudian uang dapat digunakan untuk kegiatan yang mubah seperti,
perdagangan, kerja sama dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya.5
Agar dapat lebih jelas untuk memahami perbedaan keduanya secara
terperinci akan dipaparkan di bawah ini.
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis
syariah, yaitu (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3)
perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit
konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah
menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam
pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan
berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai
4 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3I), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), h.174-175 5 Soemitra, Bank & Lembaga,. h.365.
58
dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik
sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya sama-sama dapat memberikan
keuntungan bagi pemilik dana (bank/lembaga keuangan), namun keduanya
mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan yang jelas
secara garis besar antara lembaga pembiayaan syariah dan konvensional, dapat
penulis sajikan uraiannya dalam bentuk tabel berikut ini:6
Tabel 4.1
Perbedaan antara pembiayaan dengan sistem bunga dan bagi hasil.7
Lembaga Pembiayaan Syariah Lembaga Pembiayaan Konvensional
Sifatnya jual beli Sifatnya kredit
Menggunakan akad murabahah dalam
memperoleh keuntungan, yaitu harga
pokok+keuntungan yang disepakati
Menggunakan bunga sebagai
instrument dalam memperoleh
keuntungan
Adanya Dewan Pengawas Syariah
dalam struktur organisasi perusahaan
sebagai pengawas dan monitoring
terhadap operasional perusahaan
Tidak terdapat Dewan Pengawas
Syariah dalam struktur organisasi.
Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil.
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama.
Tabel di atas sangat jelas memberikan gambaran perbedaan secara umum
mengenai perusahaan pembiayaan syariah dan konvensional.
6 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2001),hlm.60 7 Ibid,.hlm. 61
59
B. Analisis Perbandingan Mekanisme Operasional Multifinance syari’ah dan
konvensional PT. FIF pada Pembiayaan Motor
Dalam hal mekanisme operasional pada PT FIF antara syariah dan
konvensional keduanya secara umum masih memiliki beberapa kesamaan, akan
tetapi juga terdapat perbedaan yang terlihat diantara keduanya. Untuk dapat
dengan jelas memahami perbandingan mekanisme operasional FIF syariah dan
konvensional di bawah ini akan dipaparkan persamaan dan perbedaan terkait
mekanisme operasional.
Pertama akan dipaparkan mrngrnai persamaan mekanisme operasional
kedua lembaga tersebut. Persamaan keduanya antara lain terdapat tiga pihak yang
terkait, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen, Suplier, dan konsumen.
Perusahaan pembiayaan konsumen memberikan jasa pembiayaan, suplier
menyediakan barang yang dibutuhkan dan konsumen adalah pembeli barang yang
menggunakan jasa pembiayaan tersebut.selain ketiga pihak tersebut Bank juga
memiliki keterkaitan dengan perusahaan pembiayaan, antara lain karena adanya
join fainancing yang dilakukan bank dengan perusahaan pembiayaan, dalam hal
ini bank membiayai kebutuhan perusahaan pembiayaan dalam memnuhi
kebutuhan konsumen, jadi yang digunakan perusahaan pembiayaan untuk
membiayai pembelian motor adalah bank, atau dapat juga dikatakan perusahaan
pembiayaan motor menjadi agen bank dalam penyaluran pembiayaan konsumtif
60
yang dimiliki oleh bank.8 Dalam pembiayaan syariah hubungan bank dengan FIF
syariah yang digunakan adalah akad wakalah yaitu FIF mewakili bank dalam
menyalurkan pembiayaan konsumtif yang seharusnya dilakukan oleh
bank.Mengenai mekanisme tersebut di atas yang membedakan adalah mengenai
kerja sama antara perusahaan pembiayaan dengan bank, bila FIF Syariah maka
bank yang dapat diajak kerjasama adalah bank yang berlandaskan prinsip syariah
begitu juga sebaliknya.
Mekanisme yang digunakan oleh FIF syariah dan konvensional dalam
pengajuan kredit motor adalah sama, yaitu yang pertama konsumen datang ke
deler untuk mengajukan pembiayaan motor, kemudian dealer memberikan
pengajuan tersebut kepada FIF untuk dianalisa dan selanjutnya di survey apakah
konsumen yang mengajukan pembiayaan pantas diberikan pembiayaan atau tidak,
setelah disetujui maka FIF mengadakan perjanjian dengan konsumen dan
selanjutnya dealer mengirimkan barang yang diinginkan konsumen, setelah itu
konsumen membayar dengan cara dicicil.9
Setelah mengetahui persamaan mekanisme operasional antar FIF syariah
dan konvensional, akan dijelaskan mengenai beberapa perbedaan yang dimiliki
keduanya. Melihat penjelasan di atas mengenai bentuk mekanisme operasional
adalah sama, namun akan dijelaskan cecara rinci mengenai mekanisme
operasional FIF syariah.
8 Soemitra, Bank & Lembaga, h.355 9 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
61
FIF melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang di kehendaki
oleh nasabahnya. Kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang
bersangkutan. Dalam kontrak murabahah. FIF Syariah akan membeli barang
(sepeda motor Honda) dari dealer secara tunai atas nama BSMI sebagai pemilik
dana seutuhnya, lalu menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil margin
keuntungan. FIF Syariah memberikan waktu tangguh bayar kepada nasabahnya
selama jangka waktu yang disepakati bersama antara perusahaan dengan nasabah.
Melalui akad murabahah nasabah dapat memenuhi kebutuhan untuk memperoleh
dan memiliki barang yang dibutuhkan, dalam hal ini sepeda motor Honda, tanpa
harus menyediakan uang tunai lebih dulu dngan kata lain nasabah telah
memperoleh pembiayaan dari FIF Syariah untuk dapat memiliki barang tersebu.10
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah
menetapkan syarat untuk akad murabahah yang diterapkan dalam Usaha Syariah,
diantaranya:
a. Harus ada akad antara perusahaan dan nasabah
b. Komoditas yang diperjualbelikan bukan barang barang haram.
c. Perusahaan membeli barang untuk nasabah atas nama perusahaanya sendiri
kemudian menjual kembali kepada nasabah sesuai dengan harga beli di
tambah margin.
d. Apabila perusahaan mendapat potongan dari pemasok, maka harga beli yang
diperhitungkan adalah setelah adanya potongan tersebut.
10 Adiwarman A. Karim, “Bank Islam; Analisis fiqih dan Keuangan” (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 103
62
e. Perusahaan dapat meminta uang muka kepada nasabah yang dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran cicilan utang nasabah kepada
perusahaan.11
Berdasarkan dari syarat akad murabahah yang telah ditetapkan oleh MUI
tersebut diatas maka FIF Syariah telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Di bawah
ini merupakan penjelasan mengenai mekanisme pembiayaan motor syariah pada
FIF.
Gambar 4.1
Skema pembiayaan pada FIF Syariah adalah sebagaimana berikut.12
11 Ibid.,h.105. 12 Data diperoleh dari dokumen FIF Syariah pada Mei 2010.
FIF Syariah
Dealer Customer
Angsuran Murabahah
Pencairan
Channeling (Wakalah)
Tabarru’
0% : 100%
2 3
1
Asuransi Bank S
yariah
4 6
5
Sepeda Motor HONDA
63
Keterangan skema pembiayaan Murobahah pada FIF Syariah:
1. Penawaran & permintaan dealer dan customer, customer memberikan syarat-
syarat kepada dealer.
2. Dealer memberikan data custemer (syarat-syarat) ke FIF Syariah.
3. FIF Syariah mensurvei dan menganalisis kelayakan untuk diberikan
pembiayaan kepada customer, setelah dinyatakan layak FIF Syariah
melakukan perjanjian atau akad dengan customer
4. FIF Syariah memberikan informasi bahwa customer layak untuk mendapatkan
pembiayaan dan FIF Syariah membayar cash kepada dealer.
5. Dealer mengirim barang kepada customer.
6. Customer membayar cicilan sesuai dengan perjanjian yaitu dengan akad
Murabahah.
Adapun akad yang digunakan FIF Syariah dengan Bank Syariah adalah
dengan akad Wakalah bil Ujroh yaitu Bank Syariah memberikan kuasa untuk
menggunakan produknya kepada FIF Syariah dengan imbalan pemberian Ujroh /
fee. Sedangkan FIF Syariah dengan asuransi adalah dengan akad tabarru’ yaitu
akad tolong menolong.
Pertama dealer memberikan sepeda motor kepada customer setelah adanya
kesepakatan. Sebelumnya dari pihak dealer menawarkan calon customer untuk
menggunakan pembiayaan FIF konvensional atau Syariah. Setelah disepakati
menggunakan pembiayaan syariah, FIF Syariah kemudian mencairkan dana tunai
sebagai pembiayaan sepeda motor yang di kredit oleh customer kepada dealer.
64
Dana tersebut didapat dari akad wakalah (channeling) atau FIF dengan pihak
Bank Syariah dalam hal ini bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). BSMI
sepenuhnya yang menjadi penanggung jawab dana (Funding). Lalu setiap bulanya
customer membayar angsuran motor kepada FIF Syariah sebesar jumlah yang
telah disepakati bersama yaitu harga pokok perolehan barang ditambah dengan
margin keuntungan yang telah disepakati dan disebut diawal selama dalam jangka
waktu tertentu.
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab di atas mengenai pebandingan
lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional, bahwa sifat dari
pembiayaan motor syariah adalah jual beli dengan menggunakan akad
murabahah, yaitu akad jual beli atas barang tertentu dimana penjual menyebutkan
dengan jelas barang yang diperjual-belikan kepada pembeli termasuk harga
pembelian dan keuntungan yang diambil.
Penjabaran dan implementasi akad murabahah yang berlaku pada
perusahaan pembiayaan syariah adalah sebagai berikut:
1. Akad murabahah merupakan akad kesepakatan yang didasarkan atas suka
sama suka (suka rela)
2. Akad murabahah adalah akad jual beli dan bebas dari unsur riba
3. Barang yang diperjual-belikan adalah barang yang tidak diharamkan oleh
syariat Islam.
65
4. Harga penjualan adalah gabungan antara harga modal ditambah margin
keuntungan.
5. Masa pembayaran sesuai jangka waktu tertentu.
6. Diperolehkan membayar uang muka atau uang panjar atau urbun.13
Perbedaan selanjutnya adalah mengenai penanganan terhadap kredit
macet. Apabila pada waktunya customer tidak dapat/ lalai melakukan
kewajibanya yaitu berupa pembayaran angsuran, maka akan dikenakan penalty.
Dalam konvensional jika hal ini terjadi customer akan dikenakan bunga yang
besarnya telah ditentukan.
Penalty yang dikenakan oleh FIF Syariah ada dua yaitu sebagai berikut:
1. Dana sosial (Fatwa No. 17/DSN-MUI/IX/2002):
a. Sebesar Rp 5000 dari jumlah angsuran yang terlambat
b. Tidak boleh din nego/di hapus
c. Dibukukan sebagai “Dana sosial”
2. Ganti Rugi (Fatwa No. 43/ DSN-MUI/VIII/2004):
a. Sebesar 0,5% X total angsuran X jumlah hari
b. Boleh dinego / di hapus.
c. Dibukukan sebagai pendapatan lainanya.
13 Adiwarman, Bank Islam., h.100
66
Gambar 4.2
Skema penyelesaian masalah nasabah:14
Dalam FIF Syariah, customer / nasabah yang tidak melakukan
pembayaran asuransi saat tiba waktunya dalam beberapa bulan angsuran akan
dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah yang mau membayar tetapi tidak mampu
membayar karena satu dan lain hal; dan nasabah yang mampu membayar tetapi
tidak mau membayar. Pada dasarnya apabila hal ini terjadi maka barang akan
ditarik/ diambil kembali oleh FIF Syariah untuk kemudian dijual untuk memenuhi
angsuran nasabah yang menunggak tadi. Akan tetapi untuk nasabah yang berada
dalam kreteria yang pertama tadi akan diberikan sedikit kemudahan atas dasar
itikad bank yang ditunjukkan oleh nasabah.
14 Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005)
hlm.20
CRITER
- Maintain Longterm
- W / O Policy ??
EXECUTE !!!
MAU TAPI TIDAK
MAMPU
MASALAH CUSTOMER
UNABE UNWILLING
? MAMPU TAPI TIDAK
MAU
67
Bagi nasabah atau customer yang tidak mampu melanjutkan pembayaran
angsuran akan dikenakan sebagai berikut15
1. Objek dan jaminan lainya ditarik/diambil dan dijual dengan harga pasar yang
di sepakati.
2. Nasabah melunasi sisa hutangnya dari hasil penjualan objek jaminan tersebut.
3. Apabila hasil penjualan tersebut lebih maka sisanya dikembalikan kepada
nasabah.
4. Apabila kurang, maka tetap menjadi hutang nasabah yang harus dilunasi.
5. Apabila benar-benar tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka FIF
Syariah dapat membebaskannya.
Dalam melakukan eksekusi diatas FIF Syariah tentunya mengutamakan
prinsip-prinsip kemanusiaan. Karena dalam Islam tidaklah diperbolehkan
menggunakan cara-cara yang tidak baik dan dapat melukai fisik maupun perasaan
seseorang.
Mengenai permasalahan Asuransi antara FIF syariah dan konvensional
sangat berbeda, yaitu dalam mekanisme mengenai asuransi FIF konvensional
apabila memperoleh laba dan tidak ada klaim dari nasabah maka keuntungan
tersebut akan dimasukan menjadi keuntungan perusahaan tanpa sepengetahuan
nasabah. Berbeda dengan FIF Syariah uang muka atau DP yang diserahkan oleh
customer diawal dihitung sebagai angsuran pertama ditambah dengan biaya
asuransi. Asuransi yang digunakan oleh FIF Syariah adalah asuransi Astra cabang
15 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
68
Syariah. Asuransi Syariah menggunakan akad dengan niat tabaru’ (aqad Takaful),
yaitu suatu niat tolong menolong pada sesama peserta apabila ada yang
ditakdirkan mendapat musibah. Pada akhir priode asuransi, jika perusahaan
asuransi memperoleh laba dan konsumen tidak pernah mengajukan klaim, maka
konsumen yang bersangkutan berhak atas nisbah (hadiah/bonus) dengan jumlah
tertentu sesuai tingkat investasi tahun tersebut. Apabila nisbah yang menjadi hak
konsumen tidak diambil dalam jangka waktu yang disepakati, maka dans yang
mengendap tersebut akan diserahkan sebagai dana sosial.16
Gambar 4.317
Simulasi Refund Nisbah Tabarru FIF Syariah:
Titipan Premi Tabar
Rp. 600.000 Rp.
600.000
16 Ibid. 17 Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah,.h.25.
Rp. 600.000
Rp. 75.000 AAB Rp.
50.000
Nisbah NET: Rp. 50.000
Nisbah/ Bagi Hasil Rp. 200.000
- Deposito Syariah - Obligasi Syariah - Reksa Dana Syariah
Jika Terjadi Claim
Investasi di :
Rek. AAB
AAB 50 %
Nasabah 50 %
r
69
Dari simulasi diatas, diketahui bahwa nisbah nett. Bagi hasil dari
pendapatan investasi dibagi dua antara perusahaan asuransi (AAB) dengan
nisbah.
Berikut hal-hal yang terdapat pada asuransi syariah:
1. Produk Asuransi Syariah merupakan asuransi berlandaskan syariah dengan
prinsip tolong-menolong sesama anggota (Ta’awun). Dimana peserta
menyerahkan pengelolaan keuangan ke AAB dengan jasa 45% dari premi
sedangkan 55% untuk di kelola oleh pihak asuransi dalam kumpulan dana
tabaru (Tabaru Fund)
2. Pengelolaan dana tabarru dilakukan melalui investasi secara syariah antara
lain pada deposito syariah, obligasi syariah dan reksadana syariah dan juga
usaha-usaha lainya.
3. Apabila total biaya klaim yang di keluarkan dalam suatu priode lebih kecil
dari dana tabarru, maka akhir priode akan diberikan kelebihan dana tersebut
(berupa Nisbah/Bonus / hadiah)
4. Perhitungan nisbah / bonus dilakukan di akhir priode pertanggungan jika tidak
pernah klaim selama priode pertanggungan.
5. Apabila nisbah / keuntunganlebih kecil lebih kecil dari Rp 10.00, akan
hibahkan ke dinas sosial melalui perusahaan asuransi.
Dalam mekanisme operasional pembiayaan motor konvensional sifat nya
sangat berbeda dengan pembiayaan motor syariah pada PT FIF, karena FIF
70
konvensional sifatnya adalah membiayai dengan menggunakan bunga sebagai
perolehan keuntungan bagi perusahaan.
Di bawah ini akan dipaparkan secara terperinci mengenai ketentuan yag
berlaku pada FIF syaraiah dan konvensional
Tabel 4.2 :
Perbedaan Mekanisme Operasional FIF Syariah dengan Konvensional
No Aspek FIF Syariah FIF Konvensional 1. Kerangka hukum Mengacu kepada hukum
syariah dan hukum positif Mengacu kepada hukum positif saja
2 Isi perjanjian Dijelaskan secara rinci biaya modal, margin, asuransi, administrasi dan lain-lain
Tidakdijelaskan secara rinci
3 Tingkat keuntungan Margin laba Bunga uang 4 Denda Menjadi dana social Menjadi pendapatan
perusahaan 5 Jika ada pelunasan
lebih awal Nasabah tidak dikenakan biaya administrasi (Administrasi Nol)
Nasabah tetap dikenakan biaya administrasi
6 Jika pelunasan lewat jatuh tempo
Tidak ada istilah bunga berjalan
Dikenakan bunga berjalan
7 Bentuk transaksi Murabahah dengan obyeknya barang sehingga merupakan transaksi jual beli
Pinjam meminjam obyeknya uang dengan mekanisme bunga
8 Discount Apabila ada discount unit, maka discount menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual
Apabila ada discount unit, maka discount bisa untuk dealer atau milik nasabah
9 Asuransi Memakai asuransi Asra Buana Syariah
Memakai asuransi Astra Buana Konvensional
10 Refund premi Apabila tidak ada klaim tetap ada nisbah bagi hasil
Apabila tidak ada klaim akan menjadi pendapatan perusahaan asuransi
11 Pengawasan Dewan Penasehat Syariah dan Bapepam LK
Bapepam LK
12 Sumber Dana Bank Syariah Bank Konvensional Sumber : Modul Pelatihan FIF Syariah Cabang Yogyakarta, 2007
71
Selanjutnya akan dijelaskan secara lebih jelas di bawah ini mengenai tabel
di atas mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku pada FIF syariah dan
konvensional, antara lain mengenai:
1. Denda : mengenai permasalahan denda yang timbul akibat keterlambatan,
dalam hal ini FIF syariah mengenakan Penalti atas keterlambatan pembayaran
akan dikenakan denda, dan uangnya dijadikan dana sosial sebesar Rp. 5.000,-
dari jumlah angsuran yang terlambat dan tidak boleh dinego atau dihapuskan.
Sedangkan FIF konvensional apabila terdapat keterlambatan pembayaran
angsuran maka uang tersebut akan menjadi pebdapatan perusahaan
2. Pelunasan awal : Pada FIF syariah apabila terdapat pelunasan awal artinya
konsumen melunasi sebelum jatuh tempo maka tidak dikenakan biaya
administrasi, sedangkan FIF konvensional apabila terdapat pelunasan awal
maka biaya administrasi tetap akan dikenakan kepada konsumen.
3. Pelunasan lewat jatuh tempo: FIF syariah tidak terdapat bunga berjalan,
namun pada FIF konvensional dikenakan bunga berjalan.
4. Discount : Apabila ada discount unit maka discount tersebut menjadi milik
nasabah dengan mengurangi harga jual motor, sedangkan FIF konvensional
discount tersebut bisa menjadi milik nasabah ataupun perusahaan.
5. Asuransi : FIF syariah dalam hal asuransi menggunakan rekanan asuransi
syariah dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka nasabah tetap
mendapatkan bagi hasil dari asuransi, sedangkan FIF konvensional
72
menggunalan asuransi konvensional sebagai rekanan dan apabila tidak
terdapat klaim asuransi maka akan menjadi pendapatan perusahaan.18
C. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor syariah dan
konvensional pada PT FIF.
Saat ini kuantitas yang diperoleh FIF syariah terhadap seluruh jumlah
pembiayaan motor pada PT FIF berkisar pada 15 % dari total keseluruhan
pembiayaan motor FIF konvensional, karena pada dasarnya FIF syariah hadir
sebagai alternatif pembiayaan motor bagi masyarakat Indonesia. Dalam hal ini PT
FIF syariah dan konvensional dalam menentukan laba tidak terdapat perbedaan,
karena PT FIF menghindarinya terjadinya persaingan antara cabang ataupun deler
baik itu syariah dan konvensional.
Dalam menentukan margin PT FIF selalu mengikuti terhadap pembiayaan
yang dikeluarkan bank-bank yang melakukan join financing jadi dalam penentuan
laba FIF masih bergantung pada bank yang bekerjasama dengan FIF. Seperti yang
kita lihat tidak terdapat perbedaaan harga antara pembiayaan motor syariah
dengan konvensional mengenai angsuran per bulan, agar lebih jelas maka di
bawah ini akan dijelaskan mengenai penghitungan pembiayaan motor syariah.19
Terdapat perbedaan dalam menentukan margin antara FIF syariah dan
konvensional, yaitu terletak pada penentuan keuntungan berdasarkan waktu. Kita
18 Manajemen FIF Syariah, Akad Perjanjian Murabahah, (Yogyakarta: PT Federal
International Finance Unit Syariah, 2008 19 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
73
juga mengetahui bahwa dalam sejarahnya, perputaran uang selalu didasarkan
kepada pembayaran bunga. Sistim bunga yang dimaksud di sini adalah bunga
majemuk (compound interest), bukan bunga tunggal (single interest). Apa
kaitannya dengan hal ini
Tentu saja hal ini terkait erat sekali dengan kemampuan membayar para
debitur. Sistim bunga majemuk sebagai ruh dari konsep time value of money
menjelaskan bahwa bunga berkembang menurut deret ukur, 1, 2, 4, 8,
16,…..dstnya. Sebagai sebuah contoh, jika seseorang berhutang sebesar Rp.
1.000, (seribu rupiah) sekarang kepada lembaga kredit (bank maupun non-bank)
dengan bunga pertahun 10 %, maka dalam 2 tahun saja maka hutangnya sudah
menjadi :
FV = PV (1 + i) n
FV = 1.000 (1+0,1) 2
= 1.210
Apa artinya ini ?. Artinya, hanya dalam 2 tahun, nilai hutangnya sudah
bertambah Rp. 210 dari nilai semula. Dengan kata lain, mengalami kenaikan nilai
sebesar 21 % = (1.210 – 1.000)/1.000. Nah, bagaimana dengan kemampuan
membayar si penghutang ?. Tentu untuk melunasi hutangnya, minimal dalam
jangka waktu 2 tahun dia juga harus mendapatkan tambahan penghasilan sebesar
21 % tadi.
Jadi, walaupun prasyarat pertama sudah terpenuhi, artinya hutang tadi
memang digunakan untuk berproduksi namun apakah nilai tambahnya sebanding
74
dengan nilai akhir hutang tadi ?. Nah, kalau melihat contoh di atas, kira-kira apa
jenis pekerjaan yang bisa memberi kenaikan gaji/penghasilan sebesar 21 %
dalam 2 tahun atau rata-rata 10,5 % per tahun.
Jadi secara tegas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kenaikan
penghasilan (X) debitur pertahun kecil dari bunga (Y) maka debitur akan gagal
membayar hutang-hutangnya (X < Y = GAGAL BAYAR). Untuk itu, maka
prasyarat yang dibutuhkan supaya hutang tadi bermanfaat bagi semua pelaku
yang terkait di dalam transaksinya adalah sebuah patokan suku bunga kredit yang
telah memperhitungkan secara baik kemampuan bayar debitur. Kalau bisa, malah
mengeliminasi sistem bunga dan menggantinya dengan sistem margin
keuntungan (murabahah).
Selain itu, setiap transaksi kredit dengan sistem bunga ini akan
menciptakan uang-uang (semu) yang baru. Bertambah satu transaksi kredit
bertambah uang sebesar bunga yang dikenakan sehingga jumlah uang yang
beredar lebih besar dari barang yang ada di pasar. Hal inilah yang ditakuti oleh
otoritas moneter. Bila keseimbangan umum antara pasar uang dan pasar barang
tidak tercapai maka hal ini akan memicu inflasi.20
Margin yang ditentukan oleh FIF Syariah adalah 24 % untuk 2 tahun.
Akad antara FIF Syariah dengan customer adalah akad murabahah dengan
20 Davy Hendri, “Transaksi Jual Beli Kredit dari Presepektif Sosial Ekonomi”, Artikel
Diakses dari www.geocities.com Pada Juni 2010.
75
pembayaran diangsur. Sedangkan antara dealer dengan FIF Syariah adalah akad
jual beli tunai.
Contoh perhitungan murabahah:
Harga – On The Road Rp 11.000.000
DP Gross Rp 3.500.000
Administrasi Rp 150.000
Asuransi Rp. 350.000 –
DP Nett Rp. 3.000.000 –
Harga Beli/Pokok Pembiayaan Rp. 8.000.000
Jangka Waktu :24 Bulan
Margin/ Tingkat Keuntungan Rp. 3.500.000 +
Harga Juala Rp.11.500.000
Angsuran / Bulanan = 11.500.000 : 24 Bulan = Rp 480.000
D. Tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah
Dari segi sumber daya manusia, FIF Syariah memiliki problem yang tidak
berbeda dengan bank syariah, yaitu SDM profesionalitas dirasakan sangat minim
sekali. Hal ini terbukti dari sulitnya mendapatkan informasi yang jelas dan akurat
tentang mekanisme pembiayaan syariah, dimana info yang didapat masih sangat
kabur dan berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain pada perusahaan yang
sama.
76
Kemudian dari segi penerapan nilai-nilai syariah, perusahaan pembiayaan
yang satu ini, masih dirasakan sangat kaku dan terkesan ragu-ragu. Boleh jadi hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor: Pertama, kurangnya SDM pengelolaan
sebagaimana telah disebutkan di atas. Kedua, perusahaan pembiayaan syariah ini
masih berada satu atap dengan perusahaan pembiayaan konvensional, yaitu sama-
sama di bawah PT Astra International yang notabenenya adalah “Konvensional”
sehingga visi dan misinya masih terlalu kuat berorientasi pada maksimalisasi
keuntungan. Sebagai buktinya adalah ternyata FIF Syariah tidak lebih murah dari
FIF Konvensional. Ketiga, pembukaan unit-unit syariah hanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang lagi menjadi trend kecenderungan
masyarakat seiring dengan pesatnya perkembangan produk-produk yang berbau
syariah itu sendiri. Jadi, spirit syariahnya bukan murni berasal dari dalam FIF
Syariah, melainkan merupakan dorongan dan tuntutan pasar.21
Oleh karena itu, sebagai rekomendasi yang patut dipertimbangkan untuk
menghilangkan kekakuan dan keraguan dalam mekanisme perusahaan
pembiayaan ini, juga agar FIF Syariah dapat berkembang dan mendapat dukungan
masyarakat, maka kiranya FIF Syariah perlu:
1. Menjadikan perusahaan pembiayaan syariah ini, independen atau berdiri
sendiri dan terpisah dengan induknya yang konvensional. Kalau tidak
demikian, maka sulit rasanya untuk bisa ‘benar-benar syariah” karena ia terus
dibayang-bayangi dan dipengaruhi oleh induknya yang konvensional tadi.
21 Ibid
77
2. Merekrut sejumlah SDM tenaga kerja yang betul-betul mengerti mekanisme
pembiayaan secara syariah dan mengerti perbedaannya dengan mekanisme
konvensional. Sehingga diharapkan bisa mengembangkan produk syariah
dengan baik dan benar, tidak hanya asal mengikuti perintah semata-mata.
3. Melakukan sosialisasi produk terus-menerus secara rutin dan terencana
terhadap semua pihak baik karyawan, konsumen dan pihak terlibat lainnya.
Terlepas dari itu semua tantangan yang ada, bagaimanapun juga FIF Syariah
sudah selangkah lebih maju dibanding yang lainnya, karena telah berani tampil
dengan bangganya sebagai lembaga pembiayaan syariah. Kekurangan dan
kelemahan, sedikit demi sedikit akan dapat diperbaiki.
Beberapa hal yang terpenting adalah bagaimana FIF mampu berdiri sendiri
dan memiliki kebijakan yang tidak sama dengan FIF konvensional, karena bila
dilihat saat ini FIF syariah hadir hanya sebagai alternatif pembiayaan bagi
masyarakat Indonesia dimana tidak terdapat perbedaan dalam hal penetapan
margin sehingga pengaruhnya sangat kecil bagi pertumbuhan PT FIF secara
umum, belum lagi masyarakat yang masih banyak menganggap bahwa FIF
syariah dan konvensional adalah sama karena masyarakat belum teredukasi
dengan baik mengenai pembiayaan murabahah.
Mengenai peluang pembiayaan motor FIF syariah terbuka sangat lebar dimana
mulai berjamurnya BMT da koperasi syariah dapat dijadikan sebagai mitra dalam
menyalurkan pembiayaan motor syariah sehingga pangsa pasar pembiayaan
motor syariah dapat lebih jelas dan bertambah volumenya dalam hal keuntungan,
78
sekaligus menguatkan citra syariah yang baik bagi perusahaan FIF. Ditambah
dengan banyaknya lulusan Sarjana Ekonomi Islam yang memiliki tanggung jawab
untuk terus memberikan edukasi dan pemahaman mengenai ekonomi islam
sehingga para umat Islam sadar dan mau menggunakan produk yang islami sesuai
dengan Syariah yang berlaku.
Dari segi akad yang digunakan pada FIF Syariah, pada prinsipnya adalah
sama dengan akad pembiayaan pada bank syariah, yaitu akad murabahah. Oleh
karena itu, FIF Syariah hanya dinilai sebagai produk adopsi-adopsian saja, dan
bukan merupakan pengembangan esensi produk ekonomi syariah itu sendiri.
Trend akad murabahah saat ini, ternyata tidak hanya mendominasi produk bank
syariah, melainkan juga menjadi unggulan produk pada FIF Syariah. Kendati FIF
Syariah secara akad dinilai sebagai produk adopsi dari bank syariah, tetapi dari
segi kepemilikan barang yang menjadi objek murabahah, ia memiliki keunggulan
lebih dari bank syariah. Dimana kalau pada bank syariah, barang yang menjadi
obyek akad adalah bukan murni milik bank, tetapi pada FIF Syariah barang yang
menjadi obyek akad adalah memang barang milik sendiri karena FIF Syariah
masih satu group perusahaan dengan produsen sepeda motor Honda yaitu group
Astra International, sehingga barang tersebut masih bisa dikatakan sebagai milik
sendiri. Inilah yang menjadi keunggulan perusahaan FIF Syariah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perbedaan yang mendasar diantara lembaga pembiayaan syariah dan
konvensioanal adalah pada instrumen dalam memperoleh keuntungan yaitu
pembiayaan syariah menggunakan bagi hasil sedangkan konvensional
menggunakan bunga, kemudian bentuk dari pembiayaan syariah bersifat jual
beli karena akad yang digunakan adalah murabahah sedangkan konvensional
bersifat membiayai hutang. Dalam struktur organisasi pun berbeda lembaga
pembiayaan syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah DPS sedangkan
konvensional tidak memiliki,
2. Perbandingan mengenai mekanisme operasional antara FIF syariah dan
konvensional terdapat persamaan dan perbedaan, antara lain persamaan
tersebut adalah terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu perusahaan pembiayaan
konsumen, Suplier, dan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsumen
memberikan jasa pembiayaan, suplier menyediakan barang yang dibutuhkan
dan konsumen adalah pembeli barang yang menggunakan jasa pembiayaan
tersebut.selain ketiga pihak tersebut Bank juga memiliki keterkaitan dengan
perusahaan pembiayaan. Dalam mekanisme pengajuan pembiayaan motor pun
sama antara keduanya, yaitu yang pertama konsumen datang ke deler untuk
mengajukan pembiayaan motor, kemudian dealer memberikan pengajuan
79
80
tersebut kepada FIF untuk dianalisa dan selanjutnya di survey, setelah
disetujui maka FIF mengadakan perjanjian dengan konsumen dan selanjutnya
dealer mengirimkan barang yang diinginkan konsumen, setelah itu konsumen
membayar dengan cara dicicil. Perbedaan diantara keduanya adalah mengenai
masalah denda akibat keterlambatan bayar, FIF syariah mengenakan denda
sebesar Rp.5000 yang disebut dana sosial dan tidak dijadikan keuntungan,
namun FIF konvensional apabila terdapat denda akibat keterlambatan bayar
maka itu akan menjadi keuntungan perusahaan. Pelunasan awal : Pada FIF
syariah apabila terdapat pelunasan awal artinya konsumen melunasi sebelum
jatuh tempo maka tidak dikenakan biaya administrasi, sedangkan FIF
konvensional apabila terdapat pelunasan awal maka biaya administrasi tetap
akan dikenakan kepada konsumen. Pelunasan lewat jatuh tempo: FIF syariah
tidak terdapat bunga berjalan, namun pada FIF konvensional dikenakan bunga
berjalan. Discount : Apabila ada discount unit maka discount tersebut menjadi
milik nasabah dengan mengurangi harga jual motor, sedangkan FIF
konvensional discount tersebut bisa menjadi milik nasabah ataupun
perusahaan. Asuransi : FIF syariah dalam hal asuransi menggunakan rekanan
asuransi syariah dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka nasabah tetap
mendapatkan bagi hasil dari asuransi, sedangkan FIF konvensional
menggunalan asuransi konvensional sebagai rekanan dan apabila tidak
terdapat klaim asuransi maka akan menjadi pendapatan perusahaan.
81
3. Mengenai perbandingan laba antara FIF syariah dan konvensional terdapat
perbedaan, karena kebijakan mengenai margin laba ditentukan standar yang
sama agar tidak terjadi persaingan antar FIF Syariah dan Konvensional
4. Tantangan yang dihadapi FIF syariah dalam pembiayaan motor adalah
profesionalitas SDM yang masih sangat kurang mengenai konsep pembiayaan
syariah itu sendiri, dimana FIF syariah harus mampu memahami sepenuhnya
mekanisme pembiayaan syariah, kemudian perusahaan pembiayaan syariah
ini masih berada satu atap dengan perusahaan pembiayaan konvensional, yaitu
sama-sama di bawah PT Astra International yang notabenenya adalah
“Konvensional” sehingga visi dan misinya masih terlalu kuat berorientasi
pada maksimalisasi keuntungan. Sebagai buktinya adalah ternyata FIF
Syariah tidak lebih murah dari FIF Konvensional. Ketiga, pembukaan unit-
unit syariah hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang
lagi menjadi trend kecenderungan masyarakat seiring dengan pesatnya
perkembangan produk-produk yang berbau syariah itu sendiri.
Peluang dari FIF Syariah sangat besar dimana saat ini banyaknya BMT dan
Koperasi syariah yang bias dijadikan mitra untuk lebih mengoptimalkan
pembiayaan motor syariah sekaligus mampu menguatkan citra syariah pada
PT FIF syariah. Mengenai akad yang digunakan pada PT FIF Syariah adalah
adopsi dari Bank syariah, akan tetapi FIF memiliki keunggulan dari pada bank
syariah, yaitu mengenai kepemilikan obyek akad karena FIF syariah masih
82
satu grup dengan PT Astra sebagai penyedia obyek akad sehingga FIF mampu
lebih maksimal dalam penyediaan obyek akad
B. Saran
1. Menjadikan perusahaan pembiayaan syariah ini, independen atau berdiri
sendiri dan terpisah dengan induknya yang konvensional. Kalau tidak
demikian, maka sulit rasanya untuk bisa ‘benar-benar syariah” karena ia terus
dibayang-bayangi dan dipengaruhi oleh induknya yang konvensional tadi.
2. Merekrut sejumlah SDM tenaga kerja yang betul-betul mengerti mekanisme
pembiayaan secara syariah dan mengerti perbedaannya dengan mekanisme
konvensional. Sehingga diharapkan bisa mengembangkan produk syariah
dengan baik dan benar, tidak hanya asal mengikuti perintah semata-mata.
3. Melakukan sosialisasi produk terus-menerus secara rutin dan terencana
terhadap semua pihak baik karyawan, konsumen dan pihak terlibat lainnya.
4. Membuiat kerjasama dengan BMT dan koperasi syariah sebagai mitra untuk
menyalurkan pembiayaan motor agar lebih berkembang dengan cepat
mengenai tingkat pertumbuhan perusahaan serta pencitraan yang baik
terhadap perusahaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006)
Adiwarman A. Karim, “Bank Islam; Analisis fiqih dan Keuangan” (Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), h. 103 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada
Media, 2009) Dahlan Siamat, Mnajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia), Edisi Ketiga, 2001 Data diperoleh dari dokumen FIF Syariah pada Mei 2010. Davy Hendri, “Transaksi Jual Beli Kredit dari Presepektif Sosial Ekonomi”, Artikel
Diakses dari www.geocities.com Pada Juni 2010. Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance,
2005) Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program
Pascasarjana Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2 Harian Koran Bisnis Indonesia http://www.fifkredit.com http://www.republika.co.id Ibnu Al Arabi Al Maliki, Ahkam Al Qur’an Irawan Suhartono, Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 1995, Cet ke I M Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (PT.Dana Bhakti Prima Yasa
Jakarta, 1997. Manajemen FIF Syariah, Akad Perjanjian Murabahah, (Yogyakarta: PT Federal
International Finance Unit Syariah, 2008 Moh.Nazir, Ph.D, Metode penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 2003. cet ke I
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan
Pembiayaan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3I), Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2008) Umer Chapra, Prohibition of Interest: does It Make Sense?, (Durban South Africa:
IDM Publication, 2001) Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007
Lampiran 1: Teks Interview dengan Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah
PT. FIF Pada tanggal 11 Februari 2010.
1. Bagaimana Sejarah Lahirnya FIF di Indonesia?
Pada Tahun 1989 Cikal Bakal munculnya FIF bertempat di Jakarta pusat yang
sebelumnya bernama.. Tahun 1991 perusahaan tersebut berubah Menjadi PT FIF di
sunter, kemudian pada tahun 2005 fif syariah lahir tepatnya pada tanggal 1
oktober.cikal bakal yang mengawali berdirinya FIF syariah yaitu dengan adanya
kerjasama suatu acara antara PT FIF dengan Darut Tauhid yang dipelopori oleh AA
Gym di Bnadung, berawal dari kerjasama itulah, para konsumen menyarankan agar
FIF memiliki pembiayaan motor syariah ditambah dengan adanya dorongan dan
support dari Darut Tauihid atas permintaan konsumen itulah maka PT FIF
menyediakan pembiayaan motor syariah di hampir seluruh cabang FIF seluruh
Indonesia dengan cara office chenelling seperti UUS di Bank jadi pada setiap deler
FIF memiliki pelayanan fif syariah sehingga omset lebih banyak dari bank yaitu
sebanyak 118. kantor fif syariah sampai ke cabang. Tahun 2008 perusahaan syariah di
bawah anak perusahaan Astra di take over FIF. September 2008. astra multifinance
bidangnya sama dengan fif anak perusahaan fif, mengcreate perusahaan ini mjd cikal
bakal FIF syariah di take over fif pada oktober 2009. Pada tahun 2008 FIF 165
cabang, 65 cabang AMF.kenapa FIF lebih condong pada Honda?karena masih satu
perusahaan dengan Astra satu grup.dan FIF hanya mendukung penjualan Motor Astra
adalah FIF
2. Kapan mulainya ada kebijakan multifinance?
Tahun 89 belum ada, fif ada karena kebutuhan dari masyarakat dan peraturan Menteri
Keuangan, cikal bakal adanya FIF karena berawal dari Astra AHM Pabrik, ASO
Astra seles Operation, yang merupakan awal dari FIF
3. Bagaimana proses PT FIF disetujui oleh MUI?
Menurut peraturanya lembaga pembiayaan di bawah Depkeu dan Bapepam LK, jika
FIF syariah melaksanakan perijinan ke MUI, kemudian meminta rekomendasi DSN
MUI untuk menunjuk Dewan Pengawas Syariah, perijinan FIF Syariah dilaksanakan
pada oktober 2005, kita membuat proposal segala instrumen untuk menjalankan FIF
syariah kemudian di presentasikan.rekomendasi tsbt diawasi oleh DPS, setelah semua
siap maka perusahaan boleh beroperasi. DPS mendapat rekomendasi dari MUI terkait
operasional, dan otoritas pengurusan di depkeu. Syarat Struktur organisasi:
kedudukan DPS sejajar dengan presdir dan bnyak berhubungan dengan divisi
marketing dsb.tidak berhubungan langsung hanya saja laporan kepada presdir, DPS
mengurusi rekomendasi, monitoring, operation.
4. Apakah ada jadwal waktu DPS bertemu dengan karyawan? Kita syariah tapi
semua orangnya bukan syariah, finance syariahnya bukan finance murni, untuk
pertemuan fleksibel tidak ada batasan.
Nama anggota DPS?
Yang mengawali menyarankan FIF syariah adalah MUI Bnandung
5. Kendala komunikasi Dengan MUI?
Terletak pada pemahaman antara fif dengan DPS karena basic masing2 berbeda
6. Bagaimana Perbandingan pelaksanaan dari awal sampai akhir proses
aplikasinya?dari marketingnya kalo kita main di deler volum bookingnya sama tidak
ada yg berubah, penjualan sama berarti jumlahnya sama krn sama main di dealer jadi
hanya dibagi volumnya Yang kita bidik jadi selain dealer masuk ke komunitas BMT,
Koperasi, BPRS dan juga deler, packing sama,harga sama, jadi kita tdk mau
menghantam konvensional jika kemasan berbeda, masuk pembiayaan aplikasi
berbeda akad perjanjian pembiayaan konvensional, syariah jual beli, sistemnya
berbeda sedikit, perjanjian sama hanya saja ditambah poin syariahnya,
pembukkuanya dibedakan. Jadi sistem konvensional bersifat umum syariah bersifat
khusus, hanya saja syariah dapat mengadaptasi konvensional sedangkan konvensional
tidak dapat mengadaptasi syariah. di syariah terdapat dana sosial atas keterlambatan
pembayaran cicilan. Perjanjian sama kontrak berbeda sedikit.
Dana sosial didapat dari keterlambatan, apliksi kwitansi sama, form juga sama.kalo
ada klaim motor ilang konvensional ganti unit, kl ga hilang ada bonus untuk syariah
konvensional tidak ada.
7. Apakah ada akad khiyar/memilih? Tidak ada karena akadnya jual beli,
penawaran sifatnya fix sebelum tandatangan kontrak atau akadnya terjadi,krn kontrak
nya sudah pasti krn sudah harga resmi, bisa dengan kondisi pasar yang tertentu
8. Apa yang membedakan transaksinya antara syariah dan konvensional?
Biasanya yang membeddakan konsumen menayakan apa benefitnya mana yg lebih
menguntungkan, transaksinya sama, syariah lebih transparan, konsep sistemnya pada
dasarnya sama, benefit sama, yang membedakan poainnya, objek sama struktur
kreditnya bisa sama bisa tidak krn asuransinya mau dimasukin atau tidak, syariah
dimasukin.poinya berbeda
9. Apakah akad Murabahah harus transparan mengenai harganya? apakah ada
dalam akadnya?membiayai tidak kena pajak akad perjanjian sepakat di depan, di
kontrak margin juga dicantumkan koreksi fif bukan beli barang sifatnya membiayai,
tetapi konsumen akadnya membeli krn nanti fif kena pajak,fif melink kan kl harga
motor baru ga masalah, intinya kesepakatan di awal krn intinya murabhah sepakat
didepan, bila harga sepakat dp sepakat kontrak sepajkat maka tidak jadi masalah
10. Apakah FIF banyak membiayai produk yg lain krn fif multifinance bkn
hanya membiayai yg sifatnya konsumtif saja, melainkan produktif ada ga?, atau
hanya motor saja karena termasuk dalam multifinance?sebenarnya adalah FIF
syariah adl leasing, jadi kita sifatnya hanya membiayai, bila membiayai ada line
transaksinay jadi ada barang yg harus dibiayai. Beda dengan modal ventura sifatnya
uang, kita ga boleh ngasih uang kita ga bisa ngasih uang ke masyarakat, kl fif hanya
membiayai msyarakat mau apa kita biayai brangnya apa pun boleh, mau alat berat
boleh, bukan hanya motor kkonsepnya tidak mengeluarkan uang cash keapda
masyarakat
11. Berarti di fif tidak hanya motor?apakah di bedakan pembiayaaan motor
dengan yg lainnya?aplikasinya beda, formnya beda.
Kalo motor cm satu Kl elektronik akadnya apa selain murabahah, apakah ada akad
ijarah?kita ga maen ijarah krn kita gak maen sewa ada juga yg ngomong pembiayaaan
motr itu imbt, kl jual beli kan jual beli kan kena pajak kl ijarah kan sewa, IMBT di
akhir kontrak ada opsi mau dimiliki menjadi hak milik atau tidak. krn pada umumnya
semua menggunakan murabahah maka kita pake murabahah krn bank menggunakan
murabahah kita juga menggunakan murabahah.tp sekarang murabahah oleh bapepam
tidak dikenakan dobel tax lg.jd sekarang tidak masalah.
12. Produk FIF apa saja mengenai motor?motor baru motor bekas dan eletronik,
jadi fif hanya main di motor untuk mobil kita ga main krana msh ada ACC,
13. Berarti tidak ada untuk brg produktif ?produktif juga ada apa bila ada
underlyingnya, contoh tukang ojek digunakan untuk bekerja lagi.tapi untuk minjem
uang tidak boleh pada dasarnya hrus ada barang.
14. Bisa ga apabila ada perusahaan minta mesin kemudian FIF menyediakan?kl
dulu ada sekarang sudah di pegang star finance, sekarang kita hanya fokus pada
motor dan elektronik untuk mobil ACC.secara izin boleh
15. Bagaimana fif dalam pengadakan barang tidak membeli dahallu, bagaimana
mekanismenya, bagaimana akadnya?pertama konsemen minta barang ke deler
kemudian deler ke FIF, kedua fif menyetujui kemudian deler mengiirm brg,
kemudian konsumen isi perjanjian persetujuan, setelah barang terkirim konsumen
membeli brg. Pertama konsumen dtg ke deler, deler memberikan ke fif, kedua fif
mensurvey, fif mengadakan perjanjian fif memberitaahukan ke deler, deler kirim
barang, lalu konsumen membayar. Jadi fif hanya membiayai mefasilitasi konsumen
sec kredit, jadi fif membayar cash ke deler, konsumen mebayar ke fif kredit.
16. Apa akad FIF ke deler apa?kl sama bank wakalah, jadi kita menjual produknya
bank, krn kita menjual produknya syariah jd akadnya murabahah, jadi deler hanya
penyedia barang. Kita dapet uang dari bank
17. Berarti fif dapet modal dari bank, jadi fif membeli motor dari bank?iya
Kenapa kadnya wakalah? Krn seharusnya Bank yg turun, tp ini tdk kita menjadi agen
dari bank, mewakili bank.
18. Jadi bank membeli barang ke deler?tidak membeli barang, krn nanti kita kena
pajak,kita menggambatrkannya ada org yg mau membeli barang secara kredit, jd
barang ada d deler jadi nati kita byr ful ke deler biar ga kena pajak setelah fif
memberikan surat keterangan kepada deler bahwa konsumen layak untuk dibiayaai
19. Jadi deler juga pake akad wakalah juga?kita ga ada mou wakalah karena
transaksinya awalnya uang dari bank saja, krn deler hanya menyediakan barang saja
20. Jadi ada nassabah bank ingin pembiayaan barang kemana?fif boleh deler
boleh, jadi bank hanya punya kepentingan menyalurkan dana saja fif sebagai agen
mencari konsumen, deler hanya barang.
21. Jadi barang dibayar kontan oleh fif?langsung setelah persetujuan dengan
konsumen maka fif kirim po ke deler itu persetujuan agar deler bisa kirim ke
konsumen, setelah itu deler menagih ke fif dipotong DP yg sudah diabyar konsumen.
22. Bank mana saja yang kerjasama dg fif?permata dan niaga syariah sama
bsm.kita ganti2 tergantung kontrak kerjasama tergantung volum
23. Mengenai resiko kredit macet?kl di syariah kredit macet kl konvensional
langsung ditarik tanpa ada kebijakan dikembalikan uang sisanya, kl konvensional
sama dengan syariah?kl masalah perjanjian sma kl ada keterlambatan harus bayar, kl
dia tdk bisa bayar dalam waktu tertentu motor bisa ditarik dengan persetujuan
konsumen kl ada sisa untuk membayar hutang dikembalikan kl kurang untuk
membayar angsuran maka konsumen harus membayar sisanya.jadi pada dasarnya
samadengan konvensional
24. Perbedaanya asuransi utk motor syariah dan konvensional?premi sama, kl
dikonvensional tdk pernah klaim motor hilang maka pendapatan premi dan
mendapatksn bonus kl di syariah tdk pernah klaim motor hilang, krn pola beda
konvensio nal transfer resiko.kl syariah sharing resiko jadi masuknya dana
tabarukdan itu dikelola kl bagus konsumen dapat benefit
25. Apa tujuan multifinacre syariah?awalnya ada permintaan dari masyarkat dari
drutauhid,
26. Dari segi keunggulan mana yg unggul antara syariah dan konvensional?
Hanya sebagai pemilihan pangsa pasar sebgai alternatif pembiayaan bagi masyarakat
jadi sama aja
27. Perbedaan keuntungan antara konvensional dan syariah? Sama krn tidak
mau bersaing dengan produk konvensional, kl dulu ada persaingan sekarang tidak
ada.
18. Adakah dasar2 yang mempengaruhi adanya fif syariah?krn ada nya fatwa
riba, fif merespon kemauan masyarakat sebagai alternatif pembiayan yang halal, dan
yg dikedepankan nilai2 syariahnya, dan juga potensial untuk dijalankan krn
mayoriyas indonesia muslim
19. Perbedaan mendasar konsep syariah dan konven?kita mendapat nilai plus dari
sisi konsumen ada asuransi ada bonusnya, ada dana sosial kemudian dia mau
plunasan maju administrasi tdk ada, untuk lebih meningkatkan percepatan image
syariahnya
20. Untuk survey kriterianya seperti apa?standar pada umumnya, antara gaji
dengan angsuran sudah ada pada sistem otomatis
21. Kuantitas konsumen antara konvensional dari syariah?15% dari jumlah
kkonvensional
22. Strategi marketing apa yg bis amenunjang perkembangan fif
syariah?program syariah banyak ikut kepada konvensional jadi masih berkiblat
kepada masyarakt, tp tidak semua
Jadi konsumen melihat syariah bukan karena hanya loyalitas karena konsumen pada
intinya mencari angsuran yg kevil dg hadiah yg besar. Jadi penjualan syariah tidak
lebih murah dari konvensional, krn itu hanya program saja.
23. Dana sosial apa?berarti masuk ke fif untuk sunatan masal untuk sekolah, kl
konvensional kena denda untuk pendapat, dana sosial bila terlambat per bulan nya
Rp.5000,
24. Penetapan laba untuk harga ?dihitung dari pinjaman bank berapa, operasional
kita berapa, keuntungan kita berapa, jadi banyak faktor untuk menentukan laba,
25. Penetapan margin untuk penghitungan jangka waktu ? sama saja dengan
konvensional, tergantung dari bank yang jaoin dengan fif
26. Mengenai jangka waktu syariah menggunakan konsep seperti apa?kl
konvensional waktu adalah uang syariah seperti apa?syariah hanya menggunakan
aspek moral dan prsaingan di lapangan, yg penting konsumen sepakat dengan
perjanjian kita, yg penting ada keuntungan dari murabahah dan yg penting ada
kesepakatan
27. Alasan apa yg tepat dalam hal jangka waktu untuk syariah dalam
menetapkan margin?krena bank seperti itu sistemya, yang penting poinnya tidak
ada perbedaan di antara cabang fif
Penetapan margin tergantung pada bank nya, jadi fif melihat resiko tergantung waktu
semakin lama resiko semakin tinggi
28. Berapa persen margin yang diperoleh fif syaiah?tergantung bank, operasional,
pinjaman bank, dan banyak hal yg lain
Alsan perbedaan margin karena waktu yang berbeda karena dari bank melakukan hal
yang sama, dan FIF mengikuti apa yang bank minta.