koko

30
STROKE AND STROKE NURSING: EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE A. RINGKASAN JURNAL 1. Pendahuluan Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang menua dan peningkatan harapan hidup. Banyak pedoman yang digunakan pada keperawatan gawat darurat dalam menangani stroke akut berfokus pada identifikasi segera apakah pasien memenuhi syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian pada pasien yang memenuhi criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien dengan acute ischemic stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi dan banyak penelitian terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan dalam batas waktu 4,5 jam setelah gejala serangan. Bagian terpenting dalam manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang menyebabkan kematian adalah mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam pertama. 2. Bahan dan Cara Penelitian Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university autralia dengan sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan adalah 1

Upload: isal-tulloh

Post on 17-Apr-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mantap

TRANSCRIPT

Page 1: koko

STROKE AND STROKE NURSING:

EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE

A. RINGKASAN JURNAL

1. Pendahuluan

Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat

pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan

kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan

hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang

menua dan peningkatan harapan hidup. Banyak pedoman yang digunakan pada

keperawatan gawat darurat dalam menangani stroke akut berfokus pada identifikasi

segera apakah pasien memenuhi syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian

pada pasien yang memenuhi criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien

dengan acute ischemic stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi

dan banyak penelitian terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan

dalam batas waktu 4,5 jam setelah gejala serangan. Bagian terpenting dalam

manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang menyebabkan kematian adalah

mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam pertama.

2. Bahan dan Cara Penelitian

Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university autralia

dengan  sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan adalah

pedoman yang evidence based guidelines yang kurang dari 10 tahun terakhir. Adapun

pedoman yang direview adalah :

1. Victorian department of human service (2007). Stroke care strategy for Victoria,

2. National stroke foundation (2007). National guidelines for acute stroke

management. Melbourne, National Stroke Foundation.

3. American heart association / American stroke association (2007). Guidelines or

early management of adult with ischemic stroke.

4. Institute for clinical system improvement . (2008). Health are guideline : diagnosis

and initial treatment of ischemic stroke.

5. European stroke organization (2008). Guidelines for management of ischemic

stroke and transient ischaemic attack 2008

6. Royal college of physician (2004). National clinical guidelines for stroke.

Hal-hal yang direview adalah triage, evaluasi segera, pengkajian inisial/pertama,

pengkajian dan perujukan pada spesialis / unit stroke, pencegahan komplikasi.

1

Page 2: koko

Tujuan dari jurnal ini adalah :

1. Menyelidiki evidence yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada stroke

akut

2. Identifikasi elemen evidence based perawatan stroke akut yang paling mudah

diaplikasikan pada keperawatan gawat darurat.

3. Menggunakan rekomendasi evidence based stroke care untuk mengembangkan

pedoman untuk manajemen kegawatdaruratan stroke akut untuk hasil yang

optimal.

3.   Hasil Penelitian

Keperawata gawat darurat pada stroke akut harus berfokus pada pengambila

keputusan triase yang optimal, pengamatan/ surveillance fisiologis,manajemen cairan,

manejemen resiko, dan merujuk dengan segera pada spesialis.

 

B. KAJIAN TEORI

1. Konsep Dasar Penyakit

a. Pengertian

Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Menurut Sylvia A.

Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan neurologik fokal yang

dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral,

misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular

dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisma dan kelainan

perkembangan. Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah

awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah

serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena

embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.

Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa

pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh

sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau

perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang

timbulnya secara mendadak.

Stroke dibagi menjadi dua :

2

Page 3: koko

a. Stroke Non Haemoragik

Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang

ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau

hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia.

Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan

stroke trombotik.

b. Stroke Haemoragik

Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi

adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa

hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

b. Etiologi

Penyebab terjadinya stroke adalah :

a. Stroke Non Haemoragik

Trombosis

Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan

pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli

patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh

darah akibat aterosklerosis.

Embolus

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari

berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community

based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak,

apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi

trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri

ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit

pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli dari jantung

(Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding

dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu

thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya

merupakan perwujudan penyakit jantung.

b. Stroke Haemoragik

3

Page 4: koko

Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus

gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus

penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria

serebri.

Pecahnya aneurisma

Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka

penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu

aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan

mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)

Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

- Trombosis sinus dura

- Diseksi arteri karotis atau vertebralis

- Vaskulitis sistem saraf pusat

- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

- Migran

- Kondisi hyperkoagulasi

- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

- Miksoma atrium.

Faktor Resiko :

- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat

TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau

homozigot untuk homosistinuria.

- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan

obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,

hyperurisemia dan dislidemia.

c. Patofisiologi

Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak

menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen

tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang

terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan

kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).

4

Page 5: koko

Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis

Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada

otak melalui empat mekanisme, yaitu :

Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau

penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak

adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.

Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan

otak.

Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada

aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis

terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan

menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang

masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui

jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat

oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan

aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi

edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah

tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan

tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2

terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan

memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara

permanen.

d. Tanda dan Gejala

Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :

Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh

Peningkatan refleks tendon

Ataksia

5

Page 6: koko

Tanda babinski

Tanda-tanda serebral

Disfagia

Disartria

Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.

Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).

Muka terasa baal.

 PEMBAHASAN

1. Triage :

Pasien dengan suspect  stroke akut  harus ditriage dengan pioritas yang sama dengan pasien

dengan acute myocardial infarction atau trauma serius berhubungan dengan beratnya defist

yang bisa terjadi. Waktu triage kurang dari 10 menit.

2. Evaluasi segera

Yang meliputi stroke scale scoring, brain imaging, mobilisasi ke tim stroke atau spesialis

stroke.

AHA /ASA 2007 merekomendasikan bahwa pemeriksaan lengkap  dan pengambilan

keputusan untuk pengobatan harus dilaksanakan dalam waktu 60 menit sejak pasien tiba di

IGD.

National institute of neurological disorder merekomendasikan bahwa  pemeriksaan CT kepala

harus dilakukan dalam 25 menit dan diinterpretasikan dalam waktu 45 menit sejak

kedatangan di IGD.

Royal college of physician menyatakan bahwa pemeriksaan kepala harus dilaksanakan dalam

waktu 24 jam setelah serangan. Tetapi pemeriksaan brain imaging cyto harus dilaksanakan

bila pasien :

1. Menggunakan antikoagulan atau ada kecenderungan untuk mengalami perdarahan

2. Mengalami penurunan kesadaran

3. Mengalami gejala progresif atau gejala khusus seperrti kaku kuduk, demam, sakit

kepala hebat

4. Bila trombolisis atau antikoagulan adalah pilihan penanganan.

National stroke foundation dan the European stroke organization merekomendasikan

pemeriksaan CT kepala sesegera mungkin kurang dari 24 jam.

3. Pengkajian inisial :

Initial assessment mengguakan primary survey yang meliputi:

1)       Airway

6

Page 7: koko

Pengkajian jalan nafas meliputi mengkaji tingkat kesadaran, kemampuan berbicara, dan nil

orally status. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, lakukan airway support dengan

endotracheal intubation. Gangguan menelan meningkatkan kematian akibat stroke sehingga

pasien dengan gangguan menelan harus dipertahankan nil orally sampai aman saat menelan.

2)       Breathing

Pengkajian breathing meliputi respiratory rate, usaha bernapas, saturasi oksigen,dan

auskultasi dada. Mengkaji saturasi oksigen penting pada pasien stroke akut. Saturasi oksigen

yang menurun dapat meningkatkan injury cerebral akibat stroke. Suplementasi oksigen hanya

direkomendasikan bila saturasi oksigen perifer tubuh lebih rendah dari 92%-95%. Pengunaan

oksigen tambahan pada pasien stroke  tidak direkomendasikan  karena tidak ada evidence

manfaat dari oksigen pada pasien stroke non hypoxia dan beberapa evidence hyperoksia

meningkatkan injury serebral.

3)       Circulation

Pengkajian sirkulasi meliputi mengkaji heart rate, tekanan darah, dan cardiac rhythm dengan

cardiac monitoring dan 12 lead EKG. Pada pasien dengan hipotensi akan menurunkan perfusi

cerebral dan potensial meningkatkan luasnya infark sehingga perlu cairan intravena yang

agresif dan atau pengobatan. Hipertensi umumnya diikuti dengan kejadian akut stroke

sebagai respon fisiologis peningkatan perfusi jaringan serebral karena keadaan iskemia

serebral dan peningkatan tekanan intra kranial.  Penurunan tekanan darah yang agresif tidak

direkomendasikan karena untuk kompromi dalam mempertahan perfusi jaringan serebral.

Hipertensi bisa disebabkan karena nyeri, muntah, retensi urin dan hal ini harus ditangani

terlebih dahulu.

Beberapa pedoman merekomendasikan penanganan pada hipertensi berat (TD sistolik >220

mmhg atau TD diastolic > 120 mmhg) menggunakan pengobatan intravena yang dititrasi.

Penggunaan obat oral dan sublingual tidak direkomendasikan karena penggunaannya dapat

menyebabkan penurunan tekanan darah yang cepat dan tidak terkontrol.

Pasien dengan hipertensi yang boleh mendapat pengobatan trombolisis adalah dengan

tekanan darah  sistolik ≤185 mmhg dan Td diastolic ≤ 110 mmhg sebelum trombolisis.

ECG diindikasikan pada pasien stroke untuk mengidentifikasi sumber emboli kardiogenik

seperti atrial fibrillation atau AMI dan gejala penyakit jantung sebelumnya. Ketidaknormalan

gambaran Eck terjadi pada 60% pasien dengan cerebral infarction dan 50% pada pasien

dengan intracerebral haemorragic. ECG dengan gelombang T inversion  dapat terjadi pada

75% pasien dengan stroke akut dan cardiac arrytmia sebagai hasil dari peningkatan tonus

simpatik, penurunan tonus parasimpatik dan pengeluaran katekolamin.

7

Page 8: koko

Beberapa pedoman merekomendasikan ECG untuk memonitor terjadinya atrial fibrillation.

Bila terjadi hipertermi pada awal akut stroke akan meningkatkan kematian dan luasnya

infark, sehingga sangat penting perawat emergency melakukan monitor suhu dan

memanajemen hipertermia.

Pengkajian gula darah juga penting dilakukan untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi

sebagai gejala mimic stroke. Kedua diabetes adalah faktor yang signifikan terjadinya stroke.

Dan banyak sekali pasien dengan DM tipe 2 tidak terdiagnosa. Ketiga Hiperglikemia

diasosiasikan dengan peningkatan luasnya ifark serebral dan outcome pasien yang buruk.

Beberpa komplikasi akibat stroke yaitu DVT (deep vein thrombosis) 25%-50%, PE

(pulmonary embolism), dan VTE (venous tromboembolism). Pencegahan VTE dilakukan

dengan mobilisasi awal, hidrasi secara adekuat, pemberian antitrombolitik, antiplatelet pada

pasien ischemic stroke).

Meskipun elemen pedoman stroke biasanya merupakan refleksi dari keperawatan gawat

darurat, penting juga untuk mengenali tingginya level perpindahan atau pertukaran staff (staff

keperawatan, lulusan keperawatan dan mahasiswa keperawatan) yang memberikan pelayanan

keperawatan pada pasien sroke akut.

Rekomendasi pada perawatan di rawat inap adalah berfokus pada monitor tanda-tanda vital,

observasi status neurologi dan control gula darah; manajemen cairan, manajemen resiko

(VTE, decubitus, kemampuan menelan yang aman, perawatan ekstremitas)

Dalam mengembangkan menejemen keperawatan gawat darurat pada pasien stroke, jurnal ini

merekomendasikan instrument yang dikembangkan pada bulan Juni 2007 dan direvisi Januari

2009 yaitu “Emergency Nursing Management of Acute Stroke’. Instrument ini menjelaskan

bahwa triage adalah kunci utama dalam memulai pelayanan gawat darurat. Pasien dengan

stroke akut didahulukan seperti pada pasien dengan myocardial infraction. Evaluasi komplit

dan ketegasan penanganan seharusnya dilakukan 60 menit dimulai saat pasien masuk UGD.

Perawat gawat darurat memiliki peranan dalam menurunkan kematian akibat stroke yaitu

dengan pencegahan komplikasi pada 24-48 jam pertama setelah stroke. Pasien dengan suspek

atau stroke akut seharusnya ditriase sebagai kategori ke 2 TIA menggunakan criteria ‘FAST’

untuk mengidentivikasi stroke:

Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?

Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?

Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?

Tàtime to act: should be seen <10 menit

8

Page 9: koko

4. Pengkajian dan  Merujuk ke Stroke unit / spesialis

Merujuk ke tenaga kesehatan lain untuk pengkajian menelan, hidrasi dan nutrisi dan

mobilitas penting dilakukan dalam 24-48 jam setelah stroke terjadi.disfasgia terjadi pada 50%

pasien stroke akut dan menyebabkan komplikasi seperti aspirasi, pneumonia, dehidrasi dan

malutrisi.

Dehidrasi pada stroke akut terjadi karena status pasien yang dipuasakan sampai pengkajian

kemampuan menelan selesai, gangguan menelan dan imobilitas dan status nutrisi pasien yang

buruk akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Mobilisasi awal (<48 jam) mencegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas (deep

vein thrombosis /DVT, joint disorder, kontraktur dan decubitus). Mobilisasi awal

meningkatkan outcome kesehatan yang positif pada pasien. Mobilisasi awal juga menurunkan

komplikasi karena imobilitas seperti pneumonia, DVT, emboli paru dan decubitus.juga ada

evidence bahwa mobilisasi awal setelah stroke menurunkan morbiditas dan mortalitas dan

memperbaiki proses penyembuhan fisiologis dengane menurunkan depresi dan ansiety.

Inkontinesia feses dan urin dapat terjadi karena kerusakan yang disebabkan stroke misalnya

kelemahan, kerusakan kognitif dan penurunan mobilitas.

Inkontinensia dapat dihubungkan dengna komplikasi stroke lainnya yaitu depresi yang dapat

mencetuskan terjadinya jatuh atau penyembuhan yang lama.pengkajian penyebab

inkontinensia sangat vital untuk  target dan intervensi yang sesuai. Penggunaan kateter

indwelling sebagai manajemen inisial harus dihindari. 63% pemasangan kateter di IGD tidak

memadai dan penggunaan kateter menempatkan pasien pada resiko untuk terjadinya infeksi

nasokomial sepsis

5. Pencegahan komplikasi:

Beberapa minggu pertama setelah stroke pasien beresiko mengalami DVT dan PE. PE adalah

penyebab ketiga penyebab kematian setelah stroke.faktor resiko DVT adalah  penurunan

mobilitas, stroke severity, usia, dehidrasi, dan prophylaksis VTE  yang terlambat. strategi

untuk mencegah VTE setelah stroke adalah mobilisasi awal, hidrasi yang adekuat,

antitrombotic stocking dan pemberian anti platelet therapy pada pasien dengan ischemic

stroke.

KESIMPULAN

Peran perawat gawat darurat pada perawatan stroke akan meningkat dan penting bagi perawat

yang berada dalam situasi gawat darurat untuk menggunakan perawatan stroke yang evidence

based untuk mendapatkan hasil yang optimal.peran perawat juga sangat penting dalam

mengidentifikasi apakah pasien memenuhi criteria untuk mendapatkan terapi trombolisis atau

9

Page 10: koko

tidak. Pedoman dan instrument pengambilan keputusan  harus diterapkan dan mempunyai

level yang tinggi  untuk dapat diaplikasikan dalam lingkungan kerja dengan kesibukan

tinggi.penanganan stroke pada 24 jam pertama potensial dapat memperbaiki keperawatan

gawat darurat pada pasien dengan stroke akut.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

“Format manajemen keperawatan gawat darurat pada pasien dengan stroke akut:”

Nama pasien :

Definisi :

Serangan gejala neurologis mendadak yang dapat berlangsung lebih dari 24 jam behubungan

dengan blockade pada pembuluh arteri otak atau perdarahan di dalam atau di sekitar otak

Triage :

Stroke adalah medical emergency (memerlukan penanganan dan pengobatan dengan

segera)

Pasien dengan  suspected atau actual stroke harus ditriage dengan ATS (Australia

triage scale ) kategori 2

Menggunakan  criteria FAST untuk mengidentifikasi stroke

Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?

Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?

Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?

Tàtime to act: should be seen <10 menit

Pasien dengan gejala TIA memanjang (>60 menit) harus ditriase sebagai stroke

menggunakan  stratifikasi resiko ABCD2  untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA

dengan resiko tinggi stroke.

A : age à≥ 60 tahun

B : blood pressure à tekanan darah sistolik >140 mmhg atau tekanan darah diastolic ≥

90 mmhg

C : clinical Hx à kelemahan unilateral, gangguan berbicara

D : duration à > 10 menit

D : diabetes

Initial assessment (pengkajian inisial/awal)

AIRWAY

Kesadaran umum, dipuasakan.

BREATHING

10

Page 11: koko

Frekuensi pernapasan, usaha bernapas, SpO2 (berikan oksigen tambahan bila SpO2 <92%),

auskultasi dada

CIRCULATION

Heart rate (pols), tekanan darah, EKG 12 lead

Pertimbangkan untuk monitor jantung bila ada aritmia/ ketidaknormalan EKG

Pemasangan IV line (pertimbangkan pemberian infuse bila ada tanda klinis dehidrasi/

mempertahankan cairan bila tidak ada masukan cairan per oral (dipuasakan) diskusikan

dengan dokter.

DISABILITY

Observasi neurologis (GCS dan pupil)

Kadar gula darah 

OTHER

Suhu

Parameter yang dilaporkan dengan segera pada dokter:

Airway/ breathing:

Stridor/ ancaman pada jalan napas

RR <8 atau <30 kali per menit

SpO2 <90% pada pemberian O2 10 L/menit

Circulation :

 HR <40 atau >150 kali per menit

TD sistolik >210 mmhg

TD diastolic >120 mmhg

TD sistolik <90 mmhh

Disability :

GCS <13 atau penurunan GCS >2  point

Aktivitas kejang’

Kadar gula darah >8 mmol/L

Temperature >37,8° C

Impilkasi keperawatan yang dapat diterapkan dari jurnal ini adalah :

1. Bahwa penanganan stroke akut harus ditangani dengan segera dan dipandang sebagai

suatu kegawatdaruratan. Prosedur dan pedoman yang bisa diterapkan sudah terlampir

diatas.

2. Perawat bertanggung jawab dalam melacak hasil pemeriksaan CT kepala dan

menemani dan mengantar pasien menjalani pemeriksaan T kepala

11

Page 12: koko

3. Perawat yang menangani kasus gawat darurat pada stroke  mempunyai peran penting

dalam  menurunkan mortalitas yang disebabkan stroke dengan mencegah komplikasi

pada 24-48 jam setelah stroke.

4. Pemberian oksigen sering dikelola oleh perawat dalam situasi gawat darurat.

Penggunaan oksigen rutin pada stroke akut tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen

kemungkinan berbahaya. Penting sekali untuk memasukkan protap penggunaan

oksigen pada stroke akut.

5. Monitor tanda-tanda vital merupakan tanggung jawab perawat

6. Identifikasi dan manajemen masalah lain yang bisa menyebabkan hipertensi seperti

nyeri, muntah dan  retensi urin adalah tanggung jawab perawat.

7. Sangat penting bagi perawat untuk memonitor suhu dan menangani hipertemia pada

stroke akut karena dampak hipertemia yang dapat meningkatkan kematian dan

luasnya infark pada stroke akut. Perawat harus mempertimbangkan  dan menangani

penyebab hipertermia misalnya infeksi, tromboembolism dan kemungkinan

pemberian atipiretik pada pasien stroke akut yang demam.

8. Monitor gula darah dan kolaborasi dalam penanganan hiperglikemia adalah tanggung

jawab perawat karena hiperglikemia dapat sangat mempengaruhi outcome pasien

yang buruk.

9. Perawat harus bisa menentukan criteria kapan pemasangan kateter urinaria diperlukan

dan mengetahui resiko intervensi. Selain itu perawat juga harus mempertahankan

teknik steril dalam pemasangan kateter di ruangan rawat inap.

10. Peran perawat juga sangat penting dalam mencegah DVT dengan mobilisasi awal dan

mempertahankan balance cairan yang adekuat.

12

Page 13: koko

STROKE AND STROKE NURSING:

EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE

Brain Attack: It's No Accident

The old term for stroke, "cerebrovascular accident (CVA)," has been largely abandoned by

modern stroke professionals. Stroke is more appropriately referred to as a brain

attackbecause of its many similarities to a heart attack. [3] Like a heart attack, most strokes are

caused by acute arterial occlusions which, if unrelieved, result in tissue death. Prompt

intervention saves lives and reduces morbidity. Unfortunately, like people who suffer a heart

attack, people who suffer a stroke often ignore the early symptoms and do not seek medical

attention quickly enough.

The consequences of delaying treatment for stroke can be catastrophic. "Time is brain" is an

adage used by stroke professionals to reinforce the critical need for early and rapid

intervention. Every minute that the brain is deprived of oxygen, 1.9 million neurons, 14

billion synapses, and 7.5 miles of myelinated fibers are lost. After 12 minutes without

treatment, a pea-sized piece of brain tissue dies. [4]

In ischemic stroke, a thrombus that develops or breaks off of an existing clot and embolizes

to the brain is the usual source of infarction. Cerebral vessels can also be occluded by air

bubbles, atherosclerotic plaque, fat globules, amniotic fluid, or tumor cells. [3] At the cellular

level, the interruption of circulation not only deprives neurons of oxygen and glucose, but

also prevents the removal of neurotoxic metabolic waste products. As cerebral blood flow

falls below 6-10 mL/100 mg/min (normal is 50-55 mL/100 mg/min), irreversible infarction

occurs. However, adjacent brain tissue subjected to only intermediate levels of hypoperfusion

(11-20 mL/100 mg/min) might be salvaged with rapid intervention. [3] This area of marginally

perfused tissue, known as the ischemic penumbra, contains cells that are dysfunctional but

have the potential for recovery if blood flow is swiftly restored.

A transient ischemic attack (TIA) is a temporary interruption of cerebral circulation that

produces stroke-like symptoms lasting from a few minutes to 24 hours, but with no evidence

of acute infarction. A TIA must be considered a warning sign of impending stroke and treated

with equal speed and gravity. [3]Appropriate treatment of TIA may avert a much more serious

thrombotic event.

Stroke Systems of Care

The grim statistics about stroke in our country leave much room for improvement. We now

realize that significant reductions in stroke occurrence and stroke-related disability and death

13

Page 14: koko

are possible by adopting a systems approach to stroke care. [5]Analogous to Level 1 trauma

systems for emergency care, such an approach enhances patient access and coordinates stroke

care along the entire continuum, from primary prevention through rehabilitation of stroke

survivors ( Table 1 ).

Stroke Treatment Centers

A vital component of the stroke system of care is the hospital-based stroke center. Hospitals

that provide focused stroke treatment services can be designated as either primary stroke

centers or comprehensive stroke centers. Primary stroke centers are those that care for

patients with uncomplicated strokes, administer acute therapies (such as intravenous

recombinant tissue plasminogen activator, or tPA), and admit patients into a stroke unit

staffed by multidisciplinary personnel with expertise in stroke care. [6] Ideally, primary stroke

centers will be even more numerous than Level 1 trauma centers.

A comprehensive stroke center provides care for patients with complicated strokes,

intracerebral or subarachnoid hemorrhage; or patients requiring surgery, endovascular

procedures, or intensive nursing care. [7] Since 2004, the Joint Commission has certified

primary stroke centers on the basis of the implementation of stroke management guidelines

released by the Brain Attack Coalition. [7] Certified primary stroke centers also conduct

continuous performance measurement and quality improvement activities, such as those

outlined in the American Stroke Association's Get with the Guidelines -- Strokeprogram. [8]

Plans are under way for future certification of comprehensive stroke centers. To enable more

patients to benefit from acute stroke therapy, patients often receive initial evaluation and

treatment with intravenous tPA in the community setting, and are then transferred to a

comprehensive stroke center for adjunctive therapies, an approach known as "drip and ship."

Emergency Management of Stroke

Ischemic stroke is considered treatable, but within limits. Successful treatment for stroke is

directly correlated with the interval from the onset of stroke symptoms to the administration

of stroke treatment. Unfortunately, most patients with acute ischemic stroke are ineligible for

reperfusion therapy because of delays in seeking care following the onset of

symptoms. [12]Recent studies reveal that median delays in seeking treatment following onset

of symptoms range from 4.5 to 16 hours. [13,14]

The patient presenting to the emergency department with possible stroke must be evaluated

with the same urgency as a patient suspected of having a myocardial infarction. Both the

physical examination and history yield information that will influence subsequent

treatment. [3] A standardized instrument such as the NIH Stroke Scale is a critical component

14

Page 15: koko

of acute stroke assessment. The NIH Stroke Scale identifies and assesses neurologic deficits

in patients thought to be having a stroke, quantifies these deficits, and evaluates changes in

neurologic deficits over time. The higher the score, the more severe the stroke symptoms.

Nurses and others who wish to administer the NIH Stroke Scale must become certified in its

use; a free online certification program is available at the NIH Stroke Scale Campus.

Tremendous advances in stroke care have widened the window of opportunity for acute

treatment of stroke. The goal of pharmacologic therapy of stroke is revascularization of the

ischemic area of the brain. Recombinant tPA is converted to plasmin, a fibrinolytic enzyme

that dissolves the blood clot, allowing recirculation to previously ischemic tissue. To be

effective, tPA must be administered within 3 hours of symptom onset if given intravenously,

or within 6 hours if delivered intra-arterially directly to the site of occlusion. Studies have

consistently demonstrated that the earlier the treatment, the better the outcome. [15] The

greatest danger associated with tPA use is hemorrhage.

Owing to the time-sensitive nature of tPA, other options for treating stroke are the subjects of

intense study. Neuroprotective agents (such as magnesium) may limit acute injury to neurons

in the ischemic penumbra following stroke. Surgical interventions for stroke include carotid

endarterectomy, bypass operations, angioplasty and stenting, and the use of endovascular

devices to promote thrombolysis. [3]Embolectomy with the MERCI clot retrieval device is

utilized for patients with late treatment start or tPA failure.

Recovery From Stroke

The main goal of stroke rehabilitation is to achieve optimal functional recovery; how long

this takes is strongly linked to initial stroke severity. Most mildly impaired individuals

achieve their best functional recovery in 3 weeks, while it can take up to 12 weeks for the

most severe. [16] In the acute post-stroke period, functional improvements may occur as a

result of improved brain activity in the areas affected by ischemia, edema, and metabolic

injury. In the later, chronic phase, cortical reorganization, an activity or use-dependent

process, is responsible for functional recovery. The capability to compensate for a stroke-

induced lesion is known as neural plasticity.

Rehabilitation strategies can influence post-stroke recovery. Rather than training patients in

new techniques to compensate for impairment, rehabilitation should seek to reduce the

impairment itself. This principle opens the door to promising stroke rehabilitation alternatives

such as constraint-induced movement therapy, rehabilitation pharmacology, transcranial

magnetic stimulation, and robotics.

Roles in Stroke Nursing

15

Page 16: koko

Nurses have responded to the challenge of making stroke systems of care a reality in recent

years. Stepping into new roles, such as stroke research nurse, stroke response nurse, stroke

coordinator, and stroke nurse practitioner, stroke nurses are using evidence-based practice to

organize and deliver stroke services and facilitate optimal outcomes for stroke patients.

Stroke Response Nurse

Time is what drives Maurie Whitson, a stroke response nurse for nearly 10 years at Inova

Fairfax Hospital in Falls Church, Virginia. When paged that a patient with stroke-like

symptoms is en route to the hospital, or that a current inpatient is suspected of having a

stroke, Whitson must first determine when the stroke sufferer was last seen as "normal." This

is critical, because when it comes to stroke intervention, the clock starts ticking with the onset

of symptoms. Establishing this time frame, however, can require the tenacity of a police

detective digging for information from family members, nursing home staff, neighbors,

friends, or even other patients.

Her role, explains Whitson, is to be a catalyst, speeding up necessary assessments and

diagnostic testing when a time-dependent treatment hangs in the balance. She works

collaboratively with ED nurses and physicians when a possible stroke patient arrives.

Whitson meets the patient in the ED and administers the NIH Stroke Scale, a necessary

component of treatment decisions.

A key aspect of most stroke protocols is imaging with CT and CTA (angiography) to

determine whether tPA is indicated or contraindicated. This imaging must be obtained as

rapidly as possible -- so quickly, in fact, that most stroke centers routinely collect data on

their "door to CT times" to monitor for possible delays in their admission procedures for

stroke victims. As a stroke response nurse, Whitson accompanies the patient to radiology for

imaging and expedites reading of test results. If the patient is a candidate for intravenous tPA,

Whitson obtains the drug from the pharmacy and closely observes the patient during tPA

administration for evidence of hemorrhage or extension of the stroke. If imaging suggests a

large-vessel occlusion, and clot retrieval procedures are likely, or if the patient appears to be

a candidate for intra-arterial thrombolysis, Whitson promptly notifies the interventional

radiologist.

Stroke response nurses are on-call within the hospital 24 hours a day, 7 days a week. A stroke

response nurse focused solely on the potential stroke patient keeps everything moving along

at the proper pace and ensures that precious minutes are not wasted. Shortening the time until

the patient receives treatment (door-to-needle time) is still considered the number-one

priority in acute stroke care.

16

Page 17: koko

Stroke Nurse Practitioner

One in 4 strokes is a recurrent stroke, and the risk for a second stroke is highest during the

first 30 days after the first ischemic symptoms. [18] Consequently, secondary prevention of

stroke is a high priority for patient care in the early days of hospitalization. Karen Peper, a

stroke nurse practitioner at Providence Hospital in Southfield, Michigan, makes certain that

each and every vulnerable patient is thoroughly evaluated for the cause of stroke, with an eye

toward instituting preventive therapies wherever possible.

In her unique role, Peper collaborates with the neurologist to plan the appropriate ongoing

care for each patient admitted with stroke or stroke-like symptoms. Every day, Peper rounds

on all stroke patients to ensure that essential diagnostic tests and evaluations are ordered,

including brain and carotid imaging, lipid profiles, and dysphagia screening. She determines

whether patients will be placed on appropriate pharmacologic agents, such as antiplatelet or

anticoagulant drugs, cholesterol-lowering agents, and antihypertensive medications. Peper

also orders dietary counseling for every patient, as well as physical, occupational, and speech

therapy as indicated. While examining patients, Peper takes the opportunity to begin

important teaching about the risk factors for stroke, signs and symptoms of stroke, and the

diagnostic tests that patients might undergo.

Stroke Nurse Coordinator

Laura Owens, Stroke Nurse Coordinator at Mercy Hospital and Medical Center in Chicago,

Illinois, has a passion for her work. Owens coordinates care for stroke patients from

admission to discharge, including their in-house rehabilitation. She meets with every new

stroke patient and family, providing comprehensive education and resources about stroke and

what the future holds for the stroke survivor. Owens might, for example, tell patients with

post-stroke dysphagia about VitalStim, a new technology that employs electrical stimulation

to improve movement and control of the laryngeal muscles, or explain how transcranial

Doppler ultrasound is used to evaluate the brain's collateral circulation in patients with

internal artery occlusion. She also takes patients and families to tour the rehabilitation unit,

counsels them about emotional changes and depression, and begins to educate them about

risk-factor control and secondary prevention.

Owens instructs new nursing staff about the hospital's stroke protocol and mentors those

learning to use the NIH Stroke Scale. She extends her teaching into the community by

speaking about stroke prevention at retirement luncheons and church functions, participating

17

Page 18: koko

in free cholesterol and blood sugar screenings for the public, and conducting Hip Hop

Stroke, [19] educational programs with children.

Her role as a stroke nurse coordinator also involves quality improvement activities and

research. Mercy Hospital is participating in the worldwide randomized controlled trial of

ancrod ( Viprinex) for emergency stroke. Ancrod, a proteolytic enzyme with anticoagulant

properties, is derived from the venom of the Malayan pit viper.

Stroke Nurse Researcher

After years of working with stroke patients and trying to convince adults to change their risky

behaviors to prevent stroke, a light bulb came on in Elaine Miller's brain. She was talking to

people way too late in the game; in fact, she was talking to the wrong people altogether.

Health habits that influence a person's stroke risk, such as dietary preferences and exercise

habits, and even the pessimistic view that embracing healthful habits is too difficult or

impossible, are behaviors that often are established by the time an individual is an early

adolescent. So Miller, Professor of Nursing at the University of Cincinnati, changed course

dramatically and brought her stroke prevention efforts to the place she thought they would do

the most good: middle-school.

Dr. Miller further targeted black and underprivileged teens and preteens, for 2 reasons: (1) the

parents, grandparents, aunts, and uncles of these children are among those currently at

greatest risk for stroke, primarily because of hypertension; and (2) because these middle-

schoolers of today, without intervention, are likely to become the stroke sufferers of

tomorrow.

Dr. Miller's research involves a nurse-led educational program for 10- to 14-year-olds.

Working closely with school nurses, she teaches children the risk factors for stroke, signs and

symptoms of stroke, healthy eating and exercise, and how to communicate the message to

others. To appeal to her younger audience, Miller uses Stroke Heroes Act FAST, an engaging,

3-minute animated musical video that presents different scenarios for recognizing and

responding to the signs of a stroke using the FAST model. Instructional lyrics describe each

vignette and encourage the response of calling 911. The acronym FAST is a shortened

version of the Cincinnati Prehospital Stroke Scale used by emergency medical service

personnel and the National Institutes of Health Stroke Scale to view or purchase Stroke

Heroes Act FAST.

18

Page 19: koko

19