koko
DESCRIPTION
mantapTRANSCRIPT
STROKE AND STROKE NURSING:
EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE
A. RINGKASAN JURNAL
1. Pendahuluan
Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat
pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan
kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan
hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang
menua dan peningkatan harapan hidup. Banyak pedoman yang digunakan pada
keperawatan gawat darurat dalam menangani stroke akut berfokus pada identifikasi
segera apakah pasien memenuhi syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian
pada pasien yang memenuhi criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien
dengan acute ischemic stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi
dan banyak penelitian terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan
dalam batas waktu 4,5 jam setelah gejala serangan. Bagian terpenting dalam
manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang menyebabkan kematian adalah
mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam pertama.
2. Bahan dan Cara Penelitian
Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university autralia
dengan sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan adalah
pedoman yang evidence based guidelines yang kurang dari 10 tahun terakhir. Adapun
pedoman yang direview adalah :
1. Victorian department of human service (2007). Stroke care strategy for Victoria,
2. National stroke foundation (2007). National guidelines for acute stroke
management. Melbourne, National Stroke Foundation.
3. American heart association / American stroke association (2007). Guidelines or
early management of adult with ischemic stroke.
4. Institute for clinical system improvement . (2008). Health are guideline : diagnosis
and initial treatment of ischemic stroke.
5. European stroke organization (2008). Guidelines for management of ischemic
stroke and transient ischaemic attack 2008
6. Royal college of physician (2004). National clinical guidelines for stroke.
Hal-hal yang direview adalah triage, evaluasi segera, pengkajian inisial/pertama,
pengkajian dan perujukan pada spesialis / unit stroke, pencegahan komplikasi.
1
Tujuan dari jurnal ini adalah :
1. Menyelidiki evidence yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada stroke
akut
2. Identifikasi elemen evidence based perawatan stroke akut yang paling mudah
diaplikasikan pada keperawatan gawat darurat.
3. Menggunakan rekomendasi evidence based stroke care untuk mengembangkan
pedoman untuk manajemen kegawatdaruratan stroke akut untuk hasil yang
optimal.
3. Hasil Penelitian
Keperawata gawat darurat pada stroke akut harus berfokus pada pengambila
keputusan triase yang optimal, pengamatan/ surveillance fisiologis,manajemen cairan,
manejemen resiko, dan merujuk dengan segera pada spesialis.
B. KAJIAN TEORI
1. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Menurut Sylvia A.
Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan neurologik fokal yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral,
misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular
dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisma dan kelainan
perkembangan. Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah
awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah
serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena
embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.
Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa
pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang
timbulnya secara mendadak.
Stroke dibagi menjadi dua :
2
a. Stroke Non Haemoragik
Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia.
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan
stroke trombotik.
b. Stroke Haemoragik
Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya stroke adalah :
a. Stroke Non Haemoragik
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan
pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli
patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh
darah akibat aterosklerosis.
Embolus
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari
berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community
based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak,
apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi
trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri
ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit
pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli dari jantung
(Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding
dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung.
b. Stroke Haemoragik
3
Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus
gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus
penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria
serebri.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu
aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan
mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.
Faktor Resiko :
- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat
TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau
homozigot untuk homosistinuria.
- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hyperurisemia dan dislidemia.
c. Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak
menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen
tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
4
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada
otak melalui empat mekanisme, yaitu :
Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak
adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi
edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah
tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2
terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan
memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
d. Tanda dan Gejala
Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
Peningkatan refleks tendon
Ataksia
5
Tanda babinski
Tanda-tanda serebral
Disfagia
Disartria
Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).
Muka terasa baal.
PEMBAHASAN
1. Triage :
Pasien dengan suspect stroke akut harus ditriage dengan pioritas yang sama dengan pasien
dengan acute myocardial infarction atau trauma serius berhubungan dengan beratnya defist
yang bisa terjadi. Waktu triage kurang dari 10 menit.
2. Evaluasi segera
Yang meliputi stroke scale scoring, brain imaging, mobilisasi ke tim stroke atau spesialis
stroke.
AHA /ASA 2007 merekomendasikan bahwa pemeriksaan lengkap dan pengambilan
keputusan untuk pengobatan harus dilaksanakan dalam waktu 60 menit sejak pasien tiba di
IGD.
National institute of neurological disorder merekomendasikan bahwa pemeriksaan CT kepala
harus dilakukan dalam 25 menit dan diinterpretasikan dalam waktu 45 menit sejak
kedatangan di IGD.
Royal college of physician menyatakan bahwa pemeriksaan kepala harus dilaksanakan dalam
waktu 24 jam setelah serangan. Tetapi pemeriksaan brain imaging cyto harus dilaksanakan
bila pasien :
1. Menggunakan antikoagulan atau ada kecenderungan untuk mengalami perdarahan
2. Mengalami penurunan kesadaran
3. Mengalami gejala progresif atau gejala khusus seperrti kaku kuduk, demam, sakit
kepala hebat
4. Bila trombolisis atau antikoagulan adalah pilihan penanganan.
National stroke foundation dan the European stroke organization merekomendasikan
pemeriksaan CT kepala sesegera mungkin kurang dari 24 jam.
3. Pengkajian inisial :
Initial assessment mengguakan primary survey yang meliputi:
1) Airway
6
Pengkajian jalan nafas meliputi mengkaji tingkat kesadaran, kemampuan berbicara, dan nil
orally status. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, lakukan airway support dengan
endotracheal intubation. Gangguan menelan meningkatkan kematian akibat stroke sehingga
pasien dengan gangguan menelan harus dipertahankan nil orally sampai aman saat menelan.
2) Breathing
Pengkajian breathing meliputi respiratory rate, usaha bernapas, saturasi oksigen,dan
auskultasi dada. Mengkaji saturasi oksigen penting pada pasien stroke akut. Saturasi oksigen
yang menurun dapat meningkatkan injury cerebral akibat stroke. Suplementasi oksigen hanya
direkomendasikan bila saturasi oksigen perifer tubuh lebih rendah dari 92%-95%. Pengunaan
oksigen tambahan pada pasien stroke tidak direkomendasikan karena tidak ada evidence
manfaat dari oksigen pada pasien stroke non hypoxia dan beberapa evidence hyperoksia
meningkatkan injury serebral.
3) Circulation
Pengkajian sirkulasi meliputi mengkaji heart rate, tekanan darah, dan cardiac rhythm dengan
cardiac monitoring dan 12 lead EKG. Pada pasien dengan hipotensi akan menurunkan perfusi
cerebral dan potensial meningkatkan luasnya infark sehingga perlu cairan intravena yang
agresif dan atau pengobatan. Hipertensi umumnya diikuti dengan kejadian akut stroke
sebagai respon fisiologis peningkatan perfusi jaringan serebral karena keadaan iskemia
serebral dan peningkatan tekanan intra kranial. Penurunan tekanan darah yang agresif tidak
direkomendasikan karena untuk kompromi dalam mempertahan perfusi jaringan serebral.
Hipertensi bisa disebabkan karena nyeri, muntah, retensi urin dan hal ini harus ditangani
terlebih dahulu.
Beberapa pedoman merekomendasikan penanganan pada hipertensi berat (TD sistolik >220
mmhg atau TD diastolic > 120 mmhg) menggunakan pengobatan intravena yang dititrasi.
Penggunaan obat oral dan sublingual tidak direkomendasikan karena penggunaannya dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah yang cepat dan tidak terkontrol.
Pasien dengan hipertensi yang boleh mendapat pengobatan trombolisis adalah dengan
tekanan darah sistolik ≤185 mmhg dan Td diastolic ≤ 110 mmhg sebelum trombolisis.
ECG diindikasikan pada pasien stroke untuk mengidentifikasi sumber emboli kardiogenik
seperti atrial fibrillation atau AMI dan gejala penyakit jantung sebelumnya. Ketidaknormalan
gambaran Eck terjadi pada 60% pasien dengan cerebral infarction dan 50% pada pasien
dengan intracerebral haemorragic. ECG dengan gelombang T inversion dapat terjadi pada
75% pasien dengan stroke akut dan cardiac arrytmia sebagai hasil dari peningkatan tonus
simpatik, penurunan tonus parasimpatik dan pengeluaran katekolamin.
7
Beberapa pedoman merekomendasikan ECG untuk memonitor terjadinya atrial fibrillation.
Bila terjadi hipertermi pada awal akut stroke akan meningkatkan kematian dan luasnya
infark, sehingga sangat penting perawat emergency melakukan monitor suhu dan
memanajemen hipertermia.
Pengkajian gula darah juga penting dilakukan untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi
sebagai gejala mimic stroke. Kedua diabetes adalah faktor yang signifikan terjadinya stroke.
Dan banyak sekali pasien dengan DM tipe 2 tidak terdiagnosa. Ketiga Hiperglikemia
diasosiasikan dengan peningkatan luasnya ifark serebral dan outcome pasien yang buruk.
Beberpa komplikasi akibat stroke yaitu DVT (deep vein thrombosis) 25%-50%, PE
(pulmonary embolism), dan VTE (venous tromboembolism). Pencegahan VTE dilakukan
dengan mobilisasi awal, hidrasi secara adekuat, pemberian antitrombolitik, antiplatelet pada
pasien ischemic stroke).
Meskipun elemen pedoman stroke biasanya merupakan refleksi dari keperawatan gawat
darurat, penting juga untuk mengenali tingginya level perpindahan atau pertukaran staff (staff
keperawatan, lulusan keperawatan dan mahasiswa keperawatan) yang memberikan pelayanan
keperawatan pada pasien sroke akut.
Rekomendasi pada perawatan di rawat inap adalah berfokus pada monitor tanda-tanda vital,
observasi status neurologi dan control gula darah; manajemen cairan, manajemen resiko
(VTE, decubitus, kemampuan menelan yang aman, perawatan ekstremitas)
Dalam mengembangkan menejemen keperawatan gawat darurat pada pasien stroke, jurnal ini
merekomendasikan instrument yang dikembangkan pada bulan Juni 2007 dan direvisi Januari
2009 yaitu “Emergency Nursing Management of Acute Stroke’. Instrument ini menjelaskan
bahwa triage adalah kunci utama dalam memulai pelayanan gawat darurat. Pasien dengan
stroke akut didahulukan seperti pada pasien dengan myocardial infraction. Evaluasi komplit
dan ketegasan penanganan seharusnya dilakukan 60 menit dimulai saat pasien masuk UGD.
Perawat gawat darurat memiliki peranan dalam menurunkan kematian akibat stroke yaitu
dengan pencegahan komplikasi pada 24-48 jam pertama setelah stroke. Pasien dengan suspek
atau stroke akut seharusnya ditriase sebagai kategori ke 2 TIA menggunakan criteria ‘FAST’
untuk mengidentivikasi stroke:
Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?
Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?
Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?
Tàtime to act: should be seen <10 menit
8
4. Pengkajian dan Merujuk ke Stroke unit / spesialis
Merujuk ke tenaga kesehatan lain untuk pengkajian menelan, hidrasi dan nutrisi dan
mobilitas penting dilakukan dalam 24-48 jam setelah stroke terjadi.disfasgia terjadi pada 50%
pasien stroke akut dan menyebabkan komplikasi seperti aspirasi, pneumonia, dehidrasi dan
malutrisi.
Dehidrasi pada stroke akut terjadi karena status pasien yang dipuasakan sampai pengkajian
kemampuan menelan selesai, gangguan menelan dan imobilitas dan status nutrisi pasien yang
buruk akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Mobilisasi awal (<48 jam) mencegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas (deep
vein thrombosis /DVT, joint disorder, kontraktur dan decubitus). Mobilisasi awal
meningkatkan outcome kesehatan yang positif pada pasien. Mobilisasi awal juga menurunkan
komplikasi karena imobilitas seperti pneumonia, DVT, emboli paru dan decubitus.juga ada
evidence bahwa mobilisasi awal setelah stroke menurunkan morbiditas dan mortalitas dan
memperbaiki proses penyembuhan fisiologis dengane menurunkan depresi dan ansiety.
Inkontinesia feses dan urin dapat terjadi karena kerusakan yang disebabkan stroke misalnya
kelemahan, kerusakan kognitif dan penurunan mobilitas.
Inkontinensia dapat dihubungkan dengna komplikasi stroke lainnya yaitu depresi yang dapat
mencetuskan terjadinya jatuh atau penyembuhan yang lama.pengkajian penyebab
inkontinensia sangat vital untuk target dan intervensi yang sesuai. Penggunaan kateter
indwelling sebagai manajemen inisial harus dihindari. 63% pemasangan kateter di IGD tidak
memadai dan penggunaan kateter menempatkan pasien pada resiko untuk terjadinya infeksi
nasokomial sepsis
5. Pencegahan komplikasi:
Beberapa minggu pertama setelah stroke pasien beresiko mengalami DVT dan PE. PE adalah
penyebab ketiga penyebab kematian setelah stroke.faktor resiko DVT adalah penurunan
mobilitas, stroke severity, usia, dehidrasi, dan prophylaksis VTE yang terlambat. strategi
untuk mencegah VTE setelah stroke adalah mobilisasi awal, hidrasi yang adekuat,
antitrombotic stocking dan pemberian anti platelet therapy pada pasien dengan ischemic
stroke.
KESIMPULAN
Peran perawat gawat darurat pada perawatan stroke akan meningkat dan penting bagi perawat
yang berada dalam situasi gawat darurat untuk menggunakan perawatan stroke yang evidence
based untuk mendapatkan hasil yang optimal.peran perawat juga sangat penting dalam
mengidentifikasi apakah pasien memenuhi criteria untuk mendapatkan terapi trombolisis atau
9
tidak. Pedoman dan instrument pengambilan keputusan harus diterapkan dan mempunyai
level yang tinggi untuk dapat diaplikasikan dalam lingkungan kerja dengan kesibukan
tinggi.penanganan stroke pada 24 jam pertama potensial dapat memperbaiki keperawatan
gawat darurat pada pasien dengan stroke akut.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
“Format manajemen keperawatan gawat darurat pada pasien dengan stroke akut:”
Nama pasien :
Definisi :
Serangan gejala neurologis mendadak yang dapat berlangsung lebih dari 24 jam behubungan
dengan blockade pada pembuluh arteri otak atau perdarahan di dalam atau di sekitar otak
Triage :
Stroke adalah medical emergency (memerlukan penanganan dan pengobatan dengan
segera)
Pasien dengan suspected atau actual stroke harus ditriage dengan ATS (Australia
triage scale ) kategori 2
Menggunakan criteria FAST untuk mengidentifikasi stroke
Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?
Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?
Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?
Tàtime to act: should be seen <10 menit
Pasien dengan gejala TIA memanjang (>60 menit) harus ditriase sebagai stroke
menggunakan stratifikasi resiko ABCD2 untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA
dengan resiko tinggi stroke.
A : age à≥ 60 tahun
B : blood pressure à tekanan darah sistolik >140 mmhg atau tekanan darah diastolic ≥
90 mmhg
C : clinical Hx à kelemahan unilateral, gangguan berbicara
D : duration à > 10 menit
D : diabetes
Initial assessment (pengkajian inisial/awal)
AIRWAY
Kesadaran umum, dipuasakan.
BREATHING
10
Frekuensi pernapasan, usaha bernapas, SpO2 (berikan oksigen tambahan bila SpO2 <92%),
auskultasi dada
CIRCULATION
Heart rate (pols), tekanan darah, EKG 12 lead
Pertimbangkan untuk monitor jantung bila ada aritmia/ ketidaknormalan EKG
Pemasangan IV line (pertimbangkan pemberian infuse bila ada tanda klinis dehidrasi/
mempertahankan cairan bila tidak ada masukan cairan per oral (dipuasakan) diskusikan
dengan dokter.
DISABILITY
Observasi neurologis (GCS dan pupil)
Kadar gula darah
OTHER
Suhu
Parameter yang dilaporkan dengan segera pada dokter:
Airway/ breathing:
Stridor/ ancaman pada jalan napas
RR <8 atau <30 kali per menit
SpO2 <90% pada pemberian O2 10 L/menit
Circulation :
HR <40 atau >150 kali per menit
TD sistolik >210 mmhg
TD diastolic >120 mmhg
TD sistolik <90 mmhh
Disability :
GCS <13 atau penurunan GCS >2 point
Aktivitas kejang’
Kadar gula darah >8 mmol/L
Temperature >37,8° C
Impilkasi keperawatan yang dapat diterapkan dari jurnal ini adalah :
1. Bahwa penanganan stroke akut harus ditangani dengan segera dan dipandang sebagai
suatu kegawatdaruratan. Prosedur dan pedoman yang bisa diterapkan sudah terlampir
diatas.
2. Perawat bertanggung jawab dalam melacak hasil pemeriksaan CT kepala dan
menemani dan mengantar pasien menjalani pemeriksaan T kepala
11
3. Perawat yang menangani kasus gawat darurat pada stroke mempunyai peran penting
dalam menurunkan mortalitas yang disebabkan stroke dengan mencegah komplikasi
pada 24-48 jam setelah stroke.
4. Pemberian oksigen sering dikelola oleh perawat dalam situasi gawat darurat.
Penggunaan oksigen rutin pada stroke akut tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen
kemungkinan berbahaya. Penting sekali untuk memasukkan protap penggunaan
oksigen pada stroke akut.
5. Monitor tanda-tanda vital merupakan tanggung jawab perawat
6. Identifikasi dan manajemen masalah lain yang bisa menyebabkan hipertensi seperti
nyeri, muntah dan retensi urin adalah tanggung jawab perawat.
7. Sangat penting bagi perawat untuk memonitor suhu dan menangani hipertemia pada
stroke akut karena dampak hipertemia yang dapat meningkatkan kematian dan
luasnya infark pada stroke akut. Perawat harus mempertimbangkan dan menangani
penyebab hipertermia misalnya infeksi, tromboembolism dan kemungkinan
pemberian atipiretik pada pasien stroke akut yang demam.
8. Monitor gula darah dan kolaborasi dalam penanganan hiperglikemia adalah tanggung
jawab perawat karena hiperglikemia dapat sangat mempengaruhi outcome pasien
yang buruk.
9. Perawat harus bisa menentukan criteria kapan pemasangan kateter urinaria diperlukan
dan mengetahui resiko intervensi. Selain itu perawat juga harus mempertahankan
teknik steril dalam pemasangan kateter di ruangan rawat inap.
10. Peran perawat juga sangat penting dalam mencegah DVT dengan mobilisasi awal dan
mempertahankan balance cairan yang adekuat.
12
STROKE AND STROKE NURSING:
EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE
Brain Attack: It's No Accident
The old term for stroke, "cerebrovascular accident (CVA)," has been largely abandoned by
modern stroke professionals. Stroke is more appropriately referred to as a brain
attackbecause of its many similarities to a heart attack. [3] Like a heart attack, most strokes are
caused by acute arterial occlusions which, if unrelieved, result in tissue death. Prompt
intervention saves lives and reduces morbidity. Unfortunately, like people who suffer a heart
attack, people who suffer a stroke often ignore the early symptoms and do not seek medical
attention quickly enough.
The consequences of delaying treatment for stroke can be catastrophic. "Time is brain" is an
adage used by stroke professionals to reinforce the critical need for early and rapid
intervention. Every minute that the brain is deprived of oxygen, 1.9 million neurons, 14
billion synapses, and 7.5 miles of myelinated fibers are lost. After 12 minutes without
treatment, a pea-sized piece of brain tissue dies. [4]
In ischemic stroke, a thrombus that develops or breaks off of an existing clot and embolizes
to the brain is the usual source of infarction. Cerebral vessels can also be occluded by air
bubbles, atherosclerotic plaque, fat globules, amniotic fluid, or tumor cells. [3] At the cellular
level, the interruption of circulation not only deprives neurons of oxygen and glucose, but
also prevents the removal of neurotoxic metabolic waste products. As cerebral blood flow
falls below 6-10 mL/100 mg/min (normal is 50-55 mL/100 mg/min), irreversible infarction
occurs. However, adjacent brain tissue subjected to only intermediate levels of hypoperfusion
(11-20 mL/100 mg/min) might be salvaged with rapid intervention. [3] This area of marginally
perfused tissue, known as the ischemic penumbra, contains cells that are dysfunctional but
have the potential for recovery if blood flow is swiftly restored.
A transient ischemic attack (TIA) is a temporary interruption of cerebral circulation that
produces stroke-like symptoms lasting from a few minutes to 24 hours, but with no evidence
of acute infarction. A TIA must be considered a warning sign of impending stroke and treated
with equal speed and gravity. [3]Appropriate treatment of TIA may avert a much more serious
thrombotic event.
Stroke Systems of Care
The grim statistics about stroke in our country leave much room for improvement. We now
realize that significant reductions in stroke occurrence and stroke-related disability and death
13
are possible by adopting a systems approach to stroke care. [5]Analogous to Level 1 trauma
systems for emergency care, such an approach enhances patient access and coordinates stroke
care along the entire continuum, from primary prevention through rehabilitation of stroke
survivors ( Table 1 ).
Stroke Treatment Centers
A vital component of the stroke system of care is the hospital-based stroke center. Hospitals
that provide focused stroke treatment services can be designated as either primary stroke
centers or comprehensive stroke centers. Primary stroke centers are those that care for
patients with uncomplicated strokes, administer acute therapies (such as intravenous
recombinant tissue plasminogen activator, or tPA), and admit patients into a stroke unit
staffed by multidisciplinary personnel with expertise in stroke care. [6] Ideally, primary stroke
centers will be even more numerous than Level 1 trauma centers.
A comprehensive stroke center provides care for patients with complicated strokes,
intracerebral or subarachnoid hemorrhage; or patients requiring surgery, endovascular
procedures, or intensive nursing care. [7] Since 2004, the Joint Commission has certified
primary stroke centers on the basis of the implementation of stroke management guidelines
released by the Brain Attack Coalition. [7] Certified primary stroke centers also conduct
continuous performance measurement and quality improvement activities, such as those
outlined in the American Stroke Association's Get with the Guidelines -- Strokeprogram. [8]
Plans are under way for future certification of comprehensive stroke centers. To enable more
patients to benefit from acute stroke therapy, patients often receive initial evaluation and
treatment with intravenous tPA in the community setting, and are then transferred to a
comprehensive stroke center for adjunctive therapies, an approach known as "drip and ship."
Emergency Management of Stroke
Ischemic stroke is considered treatable, but within limits. Successful treatment for stroke is
directly correlated with the interval from the onset of stroke symptoms to the administration
of stroke treatment. Unfortunately, most patients with acute ischemic stroke are ineligible for
reperfusion therapy because of delays in seeking care following the onset of
symptoms. [12]Recent studies reveal that median delays in seeking treatment following onset
of symptoms range from 4.5 to 16 hours. [13,14]
The patient presenting to the emergency department with possible stroke must be evaluated
with the same urgency as a patient suspected of having a myocardial infarction. Both the
physical examination and history yield information that will influence subsequent
treatment. [3] A standardized instrument such as the NIH Stroke Scale is a critical component
14
of acute stroke assessment. The NIH Stroke Scale identifies and assesses neurologic deficits
in patients thought to be having a stroke, quantifies these deficits, and evaluates changes in
neurologic deficits over time. The higher the score, the more severe the stroke symptoms.
Nurses and others who wish to administer the NIH Stroke Scale must become certified in its
use; a free online certification program is available at the NIH Stroke Scale Campus.
Tremendous advances in stroke care have widened the window of opportunity for acute
treatment of stroke. The goal of pharmacologic therapy of stroke is revascularization of the
ischemic area of the brain. Recombinant tPA is converted to plasmin, a fibrinolytic enzyme
that dissolves the blood clot, allowing recirculation to previously ischemic tissue. To be
effective, tPA must be administered within 3 hours of symptom onset if given intravenously,
or within 6 hours if delivered intra-arterially directly to the site of occlusion. Studies have
consistently demonstrated that the earlier the treatment, the better the outcome. [15] The
greatest danger associated with tPA use is hemorrhage.
Owing to the time-sensitive nature of tPA, other options for treating stroke are the subjects of
intense study. Neuroprotective agents (such as magnesium) may limit acute injury to neurons
in the ischemic penumbra following stroke. Surgical interventions for stroke include carotid
endarterectomy, bypass operations, angioplasty and stenting, and the use of endovascular
devices to promote thrombolysis. [3]Embolectomy with the MERCI clot retrieval device is
utilized for patients with late treatment start or tPA failure.
Recovery From Stroke
The main goal of stroke rehabilitation is to achieve optimal functional recovery; how long
this takes is strongly linked to initial stroke severity. Most mildly impaired individuals
achieve their best functional recovery in 3 weeks, while it can take up to 12 weeks for the
most severe. [16] In the acute post-stroke period, functional improvements may occur as a
result of improved brain activity in the areas affected by ischemia, edema, and metabolic
injury. In the later, chronic phase, cortical reorganization, an activity or use-dependent
process, is responsible for functional recovery. The capability to compensate for a stroke-
induced lesion is known as neural plasticity.
Rehabilitation strategies can influence post-stroke recovery. Rather than training patients in
new techniques to compensate for impairment, rehabilitation should seek to reduce the
impairment itself. This principle opens the door to promising stroke rehabilitation alternatives
such as constraint-induced movement therapy, rehabilitation pharmacology, transcranial
magnetic stimulation, and robotics.
Roles in Stroke Nursing
15
Nurses have responded to the challenge of making stroke systems of care a reality in recent
years. Stepping into new roles, such as stroke research nurse, stroke response nurse, stroke
coordinator, and stroke nurse practitioner, stroke nurses are using evidence-based practice to
organize and deliver stroke services and facilitate optimal outcomes for stroke patients.
Stroke Response Nurse
Time is what drives Maurie Whitson, a stroke response nurse for nearly 10 years at Inova
Fairfax Hospital in Falls Church, Virginia. When paged that a patient with stroke-like
symptoms is en route to the hospital, or that a current inpatient is suspected of having a
stroke, Whitson must first determine when the stroke sufferer was last seen as "normal." This
is critical, because when it comes to stroke intervention, the clock starts ticking with the onset
of symptoms. Establishing this time frame, however, can require the tenacity of a police
detective digging for information from family members, nursing home staff, neighbors,
friends, or even other patients.
Her role, explains Whitson, is to be a catalyst, speeding up necessary assessments and
diagnostic testing when a time-dependent treatment hangs in the balance. She works
collaboratively with ED nurses and physicians when a possible stroke patient arrives.
Whitson meets the patient in the ED and administers the NIH Stroke Scale, a necessary
component of treatment decisions.
A key aspect of most stroke protocols is imaging with CT and CTA (angiography) to
determine whether tPA is indicated or contraindicated. This imaging must be obtained as
rapidly as possible -- so quickly, in fact, that most stroke centers routinely collect data on
their "door to CT times" to monitor for possible delays in their admission procedures for
stroke victims. As a stroke response nurse, Whitson accompanies the patient to radiology for
imaging and expedites reading of test results. If the patient is a candidate for intravenous tPA,
Whitson obtains the drug from the pharmacy and closely observes the patient during tPA
administration for evidence of hemorrhage or extension of the stroke. If imaging suggests a
large-vessel occlusion, and clot retrieval procedures are likely, or if the patient appears to be
a candidate for intra-arterial thrombolysis, Whitson promptly notifies the interventional
radiologist.
Stroke response nurses are on-call within the hospital 24 hours a day, 7 days a week. A stroke
response nurse focused solely on the potential stroke patient keeps everything moving along
at the proper pace and ensures that precious minutes are not wasted. Shortening the time until
the patient receives treatment (door-to-needle time) is still considered the number-one
priority in acute stroke care.
16
Stroke Nurse Practitioner
One in 4 strokes is a recurrent stroke, and the risk for a second stroke is highest during the
first 30 days after the first ischemic symptoms. [18] Consequently, secondary prevention of
stroke is a high priority for patient care in the early days of hospitalization. Karen Peper, a
stroke nurse practitioner at Providence Hospital in Southfield, Michigan, makes certain that
each and every vulnerable patient is thoroughly evaluated for the cause of stroke, with an eye
toward instituting preventive therapies wherever possible.
In her unique role, Peper collaborates with the neurologist to plan the appropriate ongoing
care for each patient admitted with stroke or stroke-like symptoms. Every day, Peper rounds
on all stroke patients to ensure that essential diagnostic tests and evaluations are ordered,
including brain and carotid imaging, lipid profiles, and dysphagia screening. She determines
whether patients will be placed on appropriate pharmacologic agents, such as antiplatelet or
anticoagulant drugs, cholesterol-lowering agents, and antihypertensive medications. Peper
also orders dietary counseling for every patient, as well as physical, occupational, and speech
therapy as indicated. While examining patients, Peper takes the opportunity to begin
important teaching about the risk factors for stroke, signs and symptoms of stroke, and the
diagnostic tests that patients might undergo.
Stroke Nurse Coordinator
Laura Owens, Stroke Nurse Coordinator at Mercy Hospital and Medical Center in Chicago,
Illinois, has a passion for her work. Owens coordinates care for stroke patients from
admission to discharge, including their in-house rehabilitation. She meets with every new
stroke patient and family, providing comprehensive education and resources about stroke and
what the future holds for the stroke survivor. Owens might, for example, tell patients with
post-stroke dysphagia about VitalStim, a new technology that employs electrical stimulation
to improve movement and control of the laryngeal muscles, or explain how transcranial
Doppler ultrasound is used to evaluate the brain's collateral circulation in patients with
internal artery occlusion. She also takes patients and families to tour the rehabilitation unit,
counsels them about emotional changes and depression, and begins to educate them about
risk-factor control and secondary prevention.
Owens instructs new nursing staff about the hospital's stroke protocol and mentors those
learning to use the NIH Stroke Scale. She extends her teaching into the community by
speaking about stroke prevention at retirement luncheons and church functions, participating
17
in free cholesterol and blood sugar screenings for the public, and conducting Hip Hop
Stroke, [19] educational programs with children.
Her role as a stroke nurse coordinator also involves quality improvement activities and
research. Mercy Hospital is participating in the worldwide randomized controlled trial of
ancrod ( Viprinex) for emergency stroke. Ancrod, a proteolytic enzyme with anticoagulant
properties, is derived from the venom of the Malayan pit viper.
Stroke Nurse Researcher
After years of working with stroke patients and trying to convince adults to change their risky
behaviors to prevent stroke, a light bulb came on in Elaine Miller's brain. She was talking to
people way too late in the game; in fact, she was talking to the wrong people altogether.
Health habits that influence a person's stroke risk, such as dietary preferences and exercise
habits, and even the pessimistic view that embracing healthful habits is too difficult or
impossible, are behaviors that often are established by the time an individual is an early
adolescent. So Miller, Professor of Nursing at the University of Cincinnati, changed course
dramatically and brought her stroke prevention efforts to the place she thought they would do
the most good: middle-school.
Dr. Miller further targeted black and underprivileged teens and preteens, for 2 reasons: (1) the
parents, grandparents, aunts, and uncles of these children are among those currently at
greatest risk for stroke, primarily because of hypertension; and (2) because these middle-
schoolers of today, without intervention, are likely to become the stroke sufferers of
tomorrow.
Dr. Miller's research involves a nurse-led educational program for 10- to 14-year-olds.
Working closely with school nurses, she teaches children the risk factors for stroke, signs and
symptoms of stroke, healthy eating and exercise, and how to communicate the message to
others. To appeal to her younger audience, Miller uses Stroke Heroes Act FAST, an engaging,
3-minute animated musical video that presents different scenarios for recognizing and
responding to the signs of a stroke using the FAST model. Instructional lyrics describe each
vignette and encourage the response of calling 911. The acronym FAST is a shortened
version of the Cincinnati Prehospital Stroke Scale used by emergency medical service
personnel and the National Institutes of Health Stroke Scale to view or purchase Stroke
Heroes Act FAST.
18
19