klk

42
BAB I ILUSTRASI KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. B. S Jenis kelamin : Laki - laki Tanggal lahir : 15-10-1964 Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Kristen Protestan Alamat : Latuhalat Tanggal masuk : 9 Juli 2015 Tanggal pulang : 16 Juli 2015 Nomor rekam medik: 08 19 43 Ruang rawat : ICCU B. SUBJEKTIF ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 12/07/2015) Keluhan utama : Nyeri dada kiri 1 Gambar 1. Foto pasien

Upload: heldy-solissa

Post on 06-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dokument ini berisi tentang laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Klk

BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B. S

Jenis kelamin : Laki - laki

Tanggal lahir : 15-10-1964

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Latuhalat

Tanggal masuk : 9 Juli 2015

Tanggal pulang : 16 Juli 2015

Nomor rekam medik : 08 19 43

Ruang rawat : ICCU

B. SUBJEKTIF

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 12/07/2015)

Keluhan utama : Nyeri dada kiri

Keluhan tambahan : sesak, nyeri ulu hati, batuk lendir, sering BAK malam hari

Anamnesis terpimpin : Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang dialami

± 3 hari SMRS. Nyeri seperti tertimpa beban berat yang

dirasakan tiba-tiba saat pasien tidur malam. Nyeri menjalar

sampai ke punggung atas kiri dan perut tengah atas. Nyeri

1

Gambar 1. Foto pasien

Page 2: Klk

bertambah berat saat pasien berjalan mendaki atau menaiki

tangga dan berkurang saat istirahat. Sesak (+), jantung

berdebar (-), demam (-), nyeri kepala (-), penglihatan kabur

(-), batuk (+) 2 hari, lendir warna putih, keringat malam (-),

Nyeri ulu hati (+), seperti tertusuk-tusuk, sendawa asam (-),

mual (-), muntah (-),perut bagian lain (-). Kram pada kaki

dan tangan (-), penurunan BB (-) BAK biasa normal warna

kuning jenih, namun sering bisa sampai 5x saat malam

hari, darah (-), batu (-).BAB lancar warna coklat, lendir (-),

darah (-).

Riwayat penyakit dahulu: keluhan yang sama belum pernah

dirasakan pasien. Hipetensi (+) sejak 5 tahun lalu namun

tidak teratur minum obat dengan TD tertinggi 150 mmHg.

DM (+) sejak 1 tahun yang lalu, pasien minum obat diabet

3x2 tablet yang dibeli seniri d apotik. cholesterol (-) asam

urat (-) rheumatik (-) Penyakit jantung (-) paru (-) tumor

dan keganasan (-) penyakitginjal (-)

Riwayat Keluarga: ibu pasien menderita penyakit jantung

dan DM.

Riwayat pengobatan : pasien minum captopril 25 mg untuk

hipertensinya

Riwayat kebiasaan : Merokok (+) 1/2-1 bungkus dalam satu

hari, alkohol jarang, makan makanan berlemak (+).

2

Page 3: Klk

C. OBJEKTIF (tanggal 12 Juli 2015)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Gizi : 70 kg, TB = 170 cm, IMT = 24.2

Kesadaran : Compos mentis

TANDA VITAL

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 88x/menit, reguler, kuat angkat

Pernapasan : 24 x/menit, reguler, vesikuler, SpO2: 98%

Suhu : 36.9ºC

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Ekspresi : tampak sakit sedang

Simetris wajah : simetris kiri-kanan

Deformitas : tidak ada

Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada

Tekanan bola mata : kesan normal

Kelopak mata : normal, ptosis -/-, xantelasma -/-

Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Gerakan bola mata normal, nistagmus (-), strabismus -/-

Kornea : Jernih, refleks kornea +/+

Pupil : isokor, refleks cahaya langsung & tidak langsung +/+

Telinga : Tophi -/-, nyeri tekan processus mastoideus -/-

3

Page 4: Klk

Pendengaran : normal kiri-kanan

Sekret -/-, deformitas -/-

Hidung : Perdarahan -/-, deformitas (-), sekret -/-, deviasi septum nasi (-),

pernapasan cuping hidung (-)

Mulut : Lidah bersih, hiperemis (-), ulcer (-),jamur (-), selaput (-),

stomatitis (-), perdarahan gusi (-), gigi intak

Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

Faring : mukosa licin, hiperemis (-)

Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB leher (-), pembesaran

kelenjar tiroid (-), JVP 5 +2 cmH2O, tumor (-), kaku kuduk (-)

Dada : Benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas (-)

Pembuluh darah : venektasi (-)

Paru :

Inspeksi : bentuk normochest, pengembangan dada simetris, pelebaran sela

iga (-), retraksi iga (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal

Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor

Batas paru hepar : setinggi ICS V midclavicula dextra

Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra torakal X

Batas paru belakang kanan : lebih tinggi 1 jari dari batas kiri

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan

Bunyi tambahan : Ronki + / + (basal paru), Wheezing - / -

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS V linea axilaris anterior

4

Page 5: Klk

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea axilaris anterior

Perkusi : Redup, batas jantung kanan di antara linea midclavicula dextra

dan linea parasternalis dextra, batas jantung kiri setinggi ICS VI

di linea axilaris anterior

Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar, jaringan parut (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi : Peristlatik usus (+) normal

Palpasi : Cembung, NTE (+) hepar tidak teraba, spleen tidak teraba,

ascites (-)

Perkusi : Timpani

Punggung :

Inspeksi : Lordosis (-), Skoliosis (-), Kifosis (-), Massa (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : NKCVA -/-

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan

Bunyi tambahan : Ronki +/+ (basal paru) , Wheezing - / -

Gerakan : Simetris kiri-kanan

Alat genital : TDP

Anus : TDP

Ekstremitas : Akral dingin, pitting oedem+/+ (ekstremitas inferior), sianosis

(-), atrofi otot (-)

5

Page 6: Klk

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG tanggal 13/07/2015

6

Page 7: Klk

Irama : sinus

Frekuensi : 80x/menit

Regularitas : irreguler

Gel P : durasi 0.08 s

PR interval : durasi 0.12 s

Kompleks QRS :

Aksis : Normal 30o

Amplitudo : gel. R di V5 10 mm

Durasi : 0,08 detik

Morfologi : isoelektrik

Gel. Q patologis : -

Segmen ST : elevasi di V1, V2, V3, V4, V5, V6

Gel T : normal

Kesan : infark miokard anterior

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah kimia tanggal 11-7-2015

Parameter Hasil Nilai normal Glukosa puasa 196 mg/dL 80-100 mg/dLUreum 23 mg/dL 10-50 mg/DlCreatinin 0.8 mg/dL 0,7-1,2 mg/dLUric acid 4.5 mg/dL < 7,0 mg/dLCholesterol total 248 mg/dL < 200 mg/dLTryglicerida 274 mg/dL < 150 mg/dLHDL 43 mg/dL ≥ 40 mg/dLLDL 158 mg/dL < 100 mg/dLSGOT 313 U/L < 33 U/LSGPT 94 U/L <50 U/L

Pemeriksaan darah rutin tanggal 11-7/2015

7

Page 8: Klk

Parameter Hasil Nilai normal RBC 5.69 106/mm3 3,80-6,50HGB 16.4 g/dL 11,5-17,0HCT 48.5 % 37,0-54MCV 85 µm3 80-100MCHC 33.8 µm3 32-36RDW 14.1 % 11,0-16,0PLT 331x103/mm3 150-500WBC 15.7x 103/mm3 4,0-10

E. RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang dialami ± 3 hari SMRS. Nyeri

seperti tertimpa beban berat yang dirasakan tiba-tiba saat pasien tidur malam. Nyeri

menjalar sampai ke punggung atas kiri dan perut tengah atas. Nyeri bertambah berat

saat pasien berjalan mendaki atau menaiki tangga dan berkurang saat istirahat. Batuk

(+) 2 hari, lendir warna putih, BAK biasa normal warna kuning jenih, namun sering bisa

sampai 5x saat malam hari, darah (-), batu (-). Riwayat penyakit dahulu: keluhan yang

sama belum pernah dirasakan pasien. Hipetensi (+) sejak 5 tahun lalu namun tidak

teratur minum obat dengan TD tertinggi 150 mmHg. DM (+) sejak 1 tahun yang lalu,

pasien minum obat diabet 3x2 tablet yang dibeli seniri d apotik. Riwayat Keluarga: ibu

pasien me nderita penyakit jantung dan DM. Riwayat pengobatan : pasien minum

captopril 25 mg untuk hipertensinya. Riwayat kebiasaan : Merokok (+) 1/2-1 bungkus

dalam satu hari, alkohol jarang, makan makanan berlemak (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD:120/70 mmHg, nadi : 80x/menit, reguler,

pernapasan: 24 x/menit, suhu : 36,8ºC, status gizi baik. bunyi napas tambahan rhonki

+/+ di basal paru. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, nyeri tekan epigastrium (+).

8

Page 9: Klk

Pada pemeriksaan penunjang, EKG kesan miokard infark anterior. Pemeriksaan

laboratorium didapatkan GDP 196 mg/dL, kolesterol total 248 mg/dL, trigliserida 274

mg/dL, LDL 158 mg/dL, SGOT 313 U/L , SGPT.94 U/L

F. ASSESMENT

Diagnosis : Miokard infark Anterior + DM tipe II + dyspepsia +

hiperkolesterolemia

Diagnosis banding : Sindrom Koroner akut, Angina pectoris

G. TATALAKSANA

Tirah baring

Diet rendah lemak

O2 2 lpm

IVFD Nacl 0.9%

Drip streptase dalam 500 cc Nacl 0.9% 30 tpm

Inj. Fluxum 1x0.4 mg SC

ISDN 2x1 tablet

Aspilet 1x1 tablet

Truvas 1x40mg tablet

CPG 1x1 tablet

H. PROGNOSIS

Ad Functionama : Dubia

Ad Sanationem : Dubia

9

Page 10: Klk

Ad Vitam : Dubia

I. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

10-7-2015 S

O

A

P

Nyeri dada kiri, Sesak napas, nyeri ulu hati, batuk

KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TTV : TD = 130/80 mmHg RR = 25x/m

N = 114 x/m, ireguler S = 36,8 ºC SpO2 = 97%

Mata : konjungtiva anemis -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Jatung : S1, S2 murni reguler

Paru : vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal paru

Abdomen : datar, BU (+) normal, NTE (+)

Extremitas : piting oedem -/-

Miokard infark anterior + dyspepsia + ISPA

Tirah baring

Diet rendah lemak

O2 sungkup 2 LPM

IVFD futrolit + pethidine 2 amp drip 20 tpm

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

Truvos 1 x 40 mg tablet

10

Page 11: Klk

11-7-2015 S

O

A

P

Nyeri dada sedikit berkurang, nyeri ulu hati sedikit berkurang,

Sesak napas, batuk

KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TTV : TD = 120/70 RR = 21 x/m

N = 127x/m, reguler S = 36,5 ºC

SpO2: 98%

Mata : konjungtiva anemis -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Jantung : S1, S2 murni reguler

Paru : vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal

Abdomen : datar, BU (+), NTE (+)

Extremitas : oedema -/-

Miokard infark anterior + dyspepsia + ISPA

Tirah baring

Diet rendah lemak

O2 sungkup 2 LPM

IVFD futrolit + pethidine 2 amp drip 20 tpm

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

Truvos 1 x 40 mg tablet

11

Page 12: Klk

12-7-2015 S

O

A

P

Nyeri dada kiri, Sesak napas, nyeri ulu hati, batuk

KU : tampak sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS : 15

TTV : TD = 110/70 RR = 23 x/m

N = 149x/m, ireguler S = 36,5 ºC

Jantung : BJ I/IImurni, reguler.

Paru : vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal

Abdomen : datar, BU (+), NTE (+)

Extremitas : oedema -/-

Miokard infark anterior + ISPA

Tirah baring

Diet rendah lemak

O2 sungkup 2 LPM

IVFD futrolit + streptase 1 vial

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

Truvos 1 x 40 mg tablet

13-7-2015 S

O

Nyeri dada, nyeri ulu hati, batuk

KU : tampak sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS : 15

TTV : TD = 110/80 mmHg RR = 20 x/m

N = 70x/m, ireguler S = 36,5 ºC

SpO2: 98%

12

Page 13: Klk

A

P

Mata : konjungtiva anemis -/-

Jantung : BJ I/IImurni, reguler.

Paru : vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal

Abdomen : datar, BU (+)

Extremitas : oedem -/-

Miokar infark anterior + ISPA

Tirah baring

Diet rendah lemak

IVFD futrolit + streptase 1 vial

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

Truvos 1 x 40 mg tablet

Imepenem 2x1 gr drip

Asabium 0 – 0 – 1

14-7-2015 S

O

Nyeri dada berkurang, nyeri ulu hati berkurang, sesak napas

(-), batuk berkurang

KU : tampak ringan

Kesadaran : compos mentis, GCS : 15

TTV : TD = 110/60 RR = 22 x/m

N = 97x/m, ireguler S = 36,5 ºC SpO2 = 98%

Jantung : BJ I/IImurni, reguler.

Paru : vesikuler +/+, Rhonki -/-

Abdomen : datar, BU (+)

13

Page 14: Klk

A

P

Extremitas : oedema -/-

Miokard infark anterior

Tirah baring

Diet rendah lemak

IVFD futrolit + streptase 1 vial

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

Truvos 1 x 40 mg tablet

Imepenem 2x1 gr drip

Asabium 0 – 0 – 1

15-7-2015 S

O

A

P

Nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), sesak (-), batuk (+)

KU : baik

Kesadaran : compos mentis, GCS : 15

TTV : TD = 150/100 RR = 20x/m

N = 100x/m, ireguler S = 36,5 ºC

SpO2: 98%

Jantung : BJ I/IImurni, reguler.

Paru : vesikuler +/+, Rhonki -/-

Abdomen : datar, BU (+)

Extremitas : oedema -/-

Old Miokard Infark

ISDN 2 x 5 mg tablet

Aspilet 1 x 80 mg tablet

14

Page 15: Klk

Truvos 1 x 40 mg tablet

Asabium 0 – 0 – 1

Boleh pulang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infark Miokard Akut (IMA)

2.1.1 Definisi, etiologi, faktor risiko, dan patofisiologi

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang

menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah

terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh

darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran

15

Page 16: Klk

darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot

jantung, dikatakan mengalami infark.1-2

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)

merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina

pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.2

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah

ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,

dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan

akumulasi lipid.2-3

Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis

kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah,

sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum

lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak

jenuh, kolesterol, serta kalori.2-3

Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian

angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri

koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura)

merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.2-3

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi,

sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri

koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur

jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik

16

Page 17: Klk

pada STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga

STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.4

Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit

pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit

memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai

afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin)

seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul

multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan

ikatan platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.4-5

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang

rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi

trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang

terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan

fibrin.4-5

Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri

koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis

trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.5

2.1.2 Klasifikasi IMA

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi

Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang

menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,

yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.

17

Page 18: Klk

Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner

tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen

ST pada EKG. 2-5

2.1.3 Gejala dan Tanda IMA

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang

terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,

epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering

didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada

IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan

aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin,

nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian

kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini

terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien

berusia lanjut.5-7

2.1.4 Diagnosis IMA

Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri

dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2

sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.

Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat

diagnosis.7-8

2.1.5. Pemeriksaan Fisik

18

Page 19: Klk

Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat

(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada

substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.2-7

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien

STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan

petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan

cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn

digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot

skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.7-11

Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala

IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas

dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.8-10

a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih

dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.8-11

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),

Lactic dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah

leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri

dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.8-10

19

Page 20: Klk

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri

dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di

IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan

EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat

kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG

12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan

elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior,

untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.8-12

2.1.7 Tatalaksana IMA

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence based

berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun

konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).10-12

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan

nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin

dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat

beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari

ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi

sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada.10-13

2.1.7.1 Tatalaksana awal

2.1.7.1.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya

fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih

20

Page 21: Klk

dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra

hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:10-12

a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

b. Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

c. Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta

staf medis dokter dan perawat yang terlatih

d. Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu

mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini

dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan

mengenai pentingnya tatalaksana dini.12-15

Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di

ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI

serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian

terapi.12-16

2.1.7.1.2 Tatalaksana di ruang emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase

pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan

cepat pasien dengan STEMI.12-16

2.1.7.1.3 Tatalaksana umum

21

Page 22: Klk

a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik

pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg

dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan

efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase

trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan

absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.

Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.

e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian

penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah

metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi

jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <

0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit

setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg

tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.12-18

2.1.7.1.4 Tatalaksana di rumah sakit

ICCU

a. Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama

22

Page 23: Klk

b. Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam

karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.

c. Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan

periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau

lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari

d. Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan

narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi,

sehingga dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet

tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium

sulfosuksinat (200 mg/hari).14-18

2.1.8 Komplikasi IMA

a. Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada

segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling

ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan

yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca

infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang

nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.17=18

b. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.18-19

c. Syok kardiogenik

23

Page 24: Klk

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama

perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik

mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.18-19

d. Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat

(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa

hipotensi.18-19

e. Aritmia paska STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf

autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi

miokard.18-19

f. Ekstrasistol ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI

dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas

ektopik ventrikel pada pasien STEMI.18-20

g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel

Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya

dalam 24 jam pertama. 17-19

h. Fibrilasi atrium

i. Aritmia supraventrikular

j. Asistol ventrikel

k. Bradiaritmia dan Blok

l. Komplikasi Mekanik

24

Page 25: Klk

Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. 16-20

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang dialami ± 3 hari SMRS. Nyeri

seperti tertimpa beban berat yang dirasakan tiba-tiba saat pasien tidur malam. Nyeri

menjalar sampai ke punggung atas kiri dan perut tengah atas. Nyeri bertambah berat

saat pasien berjalan mendaki atau menaiki tangga dan berkurang saat istirahat. Batuk

(+) 2 hari, lendir warna putih, BAK biasa normal warna kuning jenih, namun sering bisa

sampai 5x saat malam hari, darah (-), batu (-). Riwayat penyakit dahulu: keluhan yang

sama belum pernah dirasakan pasien. Hipetensi (+) sejak 5 tahun lalu namun tidak

teratur minum obat dengan TD tertinggi 150 mmHg. DM (+) sejak 1 tahun yang lalu,

pasien minum obat diabet 3x2 tablet yang dibeli seniri d apotik. Riwayat Keluarga: ibu

pasien me nderita penyakit jantung dan DM. Riwayat pengobatan : pasien minum

25

Page 26: Klk

captopril 25 mg untuk hipertensinya. Riwayat kebiasaan : Merokok (+) 1/2-1 bungkus

dalam satu hari, alkohol jarang, makan makanan berlemak (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD:120/70 mmHg, nadi : 80x/menit, reguler,

pernapasan: 24 x/menit, suhu : 36,8ºC, status gizi baik. bunyi napas tambahan rhonki

+/+ di basal paru. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, nyeri tekan epigastrium (+).

Pada pemeriksaan penunjang, EKG kesan miokard infark anterior. Pemeriksaan

laboratorium didapatkan GDP 196 mg/dL, kolesterol total 248 mg/dL, trigliserida 274

mg/dL, LDL 158 mg/dL, SGOT 313 U/L , SGPT.94 U/L

Berdasarkan resume di atas maka pasien ini didiagnosis dengan Infark Miokard

Anterior dan diberi pengobatan berupa :

Tirah baring

O2 2 lpm, digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien karena sesak napas

IVFD Futrolit 20 tpm, sebagai penggani cairan yang keluar dan sebagai jalur

pemberuan terapi. Futrolit mengandung elektrolit

Streptase 1 vial dalam cairan futrolit, sebagai trombolitik

Fluxum injeksi 0.4 ml/12 jam SC, sebagai low weight heparin

ISDN 2 x 5 mg tablet, mengatasi nyeri dada dengan menyeimbangkan suplai dan

kebutuhan oksigen miokard.

26

Page 27: Klk

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC;

2007.

2. Christofferson RD. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ, eds.

Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams &

Wilkins. 2009. p.1-28.

3. Erhardt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest pain.

Eur Heart J. 2002; 23 (15) : 1153-76.

4. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS, et al.

Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of

patients with ST-elevation myocardial infarction: a report of the American

College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice

Guidelines: developed in collaboration with the Canadian Cardiovascular

Society, endorsed by the American Academy of Family Physicians: 2007

Writing Group to Review New Evidence and Update the ACC/AHA 2004

Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial

27

Page 28: Klk

Infarction, writing on behalf of the 2004 Writing Committee. J Am Coll Cardiol.

2008;51:210–247.

5. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute

myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment

elevation: the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute

Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J

2008;29:2909–2945.

6. Fesmire FM, Brady WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for

reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute

myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical

Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in

Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction.

Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.

7. Velagaleti RS, Pencina MJ, Murabito JM, Wang TJ, Parikh NI, D'Agostino RB,

Levy D, Kannel WB, Vasan RS. Long-term trends in the incidence of heart failure

after myocardial infarction. Circulation. 2008; 118: 2057–2062.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

10. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia

Kedokteran.2005;147:6-9.

11. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Disease : A

textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier; 2008.

12. Reznik, AG. Morphology of acute myocardial infarction at prenecrotic stage.

Kardiologiia. 2010; 50(1):4–8.

13. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17th Edition

Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw Hill;

2010.

14. Antono, Eko. Streptokinase pada Infark Miokard Akut di RSJHK [Thesis].

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

28

Page 29: Klk

15. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence

of Earlier Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. Am J

Cardiol.2000; 85 : 147-153

16. Hellermann JP, et al. Heart failure after myocardial infarction: clinical presentation

and survival. Eur J Heart Fail. 2005;7:119 –125.

17. Manning, JE "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A

Comprehensive Study Guide. JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York. 2004.

p.227.

18. Bunch TJ, Hohnloser SH, Gersh BJ, Phil D. Mechanisms of Sudden Cardiac Death

in Myocardial Infarction Survivors; Insights From the Randomized Trials of

Implantable Cardioverter Defibrillators, Circulation. 2007;115:2451-57.

19. Montalescot G, Barragan P, Wittenberg O, et al, for the ADMIRAL (Abciximab

before Direct Angioplasty and Stenting in Myocardial Infarction Regarding

Acute and Long-Term Follow Up) Investigators. Platelet Glycoprotein IIb/IIIa

inhibition with coronary stenting for acute myocardial infarction. N Engl J Med.

2001;344:1895-903.

20. Santoro GM, Carabba N, Migliorini APG, Valenti R. Acute heart failure in patients

with acute myocardial infarction treated with primary percutaneous coronary

intervention, Eur J Heart Fail.2008;10:780–785.

29