kjt

12
PENDAHULUAN Tebu merupakan salah satu tanaman yang membiak secara vegetative dengan umur relatif panjang dibandingkan dengan tanaman semusim dengan variabilitas genetik yang sempit dibandingkan dengan tanaman membiak secara generatif. Peningkatan variabilitas genetic dapat dilakukan melalui induksi mutasi secara in vitro dengan menggunakan mutagen. Mutasi seperti ini bisa menyebabkan varisi sifat secara somaklonal (Crowder, 1993), yaitu variasi genetic yang diperoleh melalui kultur sel somatic anatra lain sel daun, akar, dan tunas (Soeryowinoto, 1994). Variasi somaklonal secara in vitro merupakan salah satu metode pemuliaan yang paling menjanjikan untuk menghasilkan varietas baruyang tahan terhadap cekaman lingkungan sambil menunggu metode pemuliaan in vitro lain seperti fusi protoplasma dan rekombinasi DNA yang masih dalam tahap awal.penerapan teknik ini diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan terutama pada tanaman yang diperbanyak secara vegetative. Hal ini disebabkan Karen teknik ini dapat menghasilkan sejumlah besar tanaman dari sejumlah kecil jaringan awal serta dapat menyeleksi klon yang bebas virus dan penyakit lainnya. Variasi somaklonal terjadi sebagai akibat adanya perubahan karyotipe, perubahan susunan kromosom, perubahan gen dan perubahan sitoplasma (Larkin dan Scowcroft, 1981) yang diinduksi oleh mutagen kimia yang diberikan ke media kultur (Crowder, 1993). Variasi dapat terjadidalam hal sifat morfologi, sifat

Upload: tiffany-harrison

Post on 24-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KJT

PENDAHULUAN

Tebu merupakan salah satu tanaman yang membiak secara vegetative dengan umur relatif

panjang dibandingkan dengan tanaman semusim dengan variabilitas genetik yang sempit

dibandingkan dengan tanaman membiak secara generatif. Peningkatan variabilitas genetic dapat

dilakukan melalui induksi mutasi secara in vitro dengan menggunakan mutagen. Mutasi seperti

ini bisa menyebabkan varisi sifat secara somaklonal (Crowder, 1993), yaitu variasi genetic yang

diperoleh melalui kultur sel somatic anatra lain sel daun, akar, dan tunas (Soeryowinoto, 1994).

Variasi somaklonal secara in vitro merupakan salah satu metode pemuliaan yang paling

menjanjikan untuk menghasilkan varietas baruyang tahan terhadap cekaman lingkungan sambil

menunggu metode pemuliaan in vitro lain seperti fusi protoplasma dan rekombinasi DNA yang

masih dalam tahap awal.penerapan teknik ini diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan

pemuliaan terutama pada tanaman yang diperbanyak secara vegetative. Hal ini disebabkan Karen

teknik ini dapat menghasilkan sejumlah besar tanaman dari sejumlah kecil jaringan awal serta

dapat menyeleksi klon yang bebas virus dan penyakit lainnya.

Variasi somaklonal terjadi sebagai akibat adanya perubahan karyotipe, perubahan susunan

kromosom, perubahan gen dan perubahan sitoplasma (Larkin dan Scowcroft, 1981) yang

diinduksi oleh mutagen kimia yang diberikan ke media kultur (Crowder, 1993). Variasi dapat

terjadidalam hal sifat morfologi, sifat komponen produksi, sifat pola pertumbuhan atau sifat

resistensi terhadap cekangan lingkungan seperti hama dan penyakit, kekeringan dan salinitas.

Variasi yang dihasilkan berguna dan menguntungkan dalam manipulasi genetic tanaman. Variasi

somaklonal secara in vitro dapat menimbulkan perubahan genetic yang mempengaruhi sifat

morfologis, biokimia dan sifat agronomic sebagai bahan dalam seleksi penyaringan keturuna

somaklon.

Keragaman genetic dapat dicapai pada fase sebelum berdifferensiasi dalam waktu yang relative

panjang, dan menyebabkan terbentuknya jumlah muatan pada fase kalus atau sel bebas

(Makmur, 1988). Hal ini disebabkan karena sel-sel pada lingkungan media kultur cenderung

berubah sifat genotipnya dan mengalami tingkat ploidi oleh adanya mutasi. Pentingnya kalus

dalam metode ini vitro karea dapat disub kultur dan dipelihara dalam waktu yang tidak terbatas

dengan perlakuan khusus dapat dikembangkan menjadi kultur suspense dan dapat diinduksi

menjadi planlet. Seleksi terhadap variasi somaklonal tersebut dilakukan dengan pemberian

Page 2: KJT

tekanan seleksi pada sel-sel tertua untuk menjaring sel-sel yang tahan dan tetap mampu

bergenerasi. Tanaman yang dihasilkan akan secara langsung tahan terhadap tekanan seleksi yang

diberikan ( Sugiyarto, 1992). Untuk dapat membedakan sel-sel yang mengadakan adaptasi

dengan sel-sel yang benar-benar “tru genetic resistance” menurut Soemartono (1993) adalah

medium harus cukup mencekam sehingga sel yang akan mengadakan adaptasi fisiologis tak

dapat bertahan dalam waktu yang lama, medium harus dapat membunuh 95 % sel atau mencegah

pertumbuhan dan pembelahannya, masa seleksi cukup lama agar varian genetic yang tinggal

sedikit, tetapi tahan melakukan repopulasi dan populasinya dan sebaiknya digunakan kultur

suspensi. Untuk membantu proses seleksi dengan tujuan akhir pengembangan tanaman resisten,

makan media tumbuh ditambahkan dengan factor stress dan konsentrasi tinggi seperti NaCl, Al,

PEG, toksin fungi dan bakteri.dengan metode ini dapat menghemat lahan percobaan,

memberikan tekan seleksi yang seragam sehingga mengurangi escape, dapat dilakukan pada

populasi sel yang berjumlah jutaan, waktu relative singkat dan mengurangi biaya (Gunawan,

1995). Peningkatan keragaman genetic dengan menggunakan mutagen secara ini vitro sebagai

bahan seleksi untuk mendapatkan tebu tahan salin dengan agen seleksi NaCl. Tanaan yang

mengalami cekaman garam umunya mempunyai daun yag lebih sempit, lebih gelap, nisbah tajuk

untuk menurun, berkurangnya anakan, menunda dan menurunkan pembungaan serta jumlah dan

ukuran buah lebih kecil (Haryadi dan Yahya,1998). Shalhevet et al. (1995) menyatakan pengaruh

cekaman salinitas pada pertumbuhan akar umumnya meningkat. Salinitas juga mengganggu

keseimbangan hara dalam tanaman. Perlakuan NaCl dapat menyebabkan defisiensi K dan

meningkatkan kandungan Na, Ca, Mg dan Cl pada tanaman padi ( Kaddah et al.,1975).

Sedangkan Lunin et al.(1963) melaporkan bahwa dengan meningkatnya salinitas yang diberikan

terjadi penurunan hasil yang nyata pada tanaman broccoli, tomat, bawang putih, bit gula dan

cabe. Pessarakli (1991) melaporkan bahwa cekaman salinitas menyebabkan penyerapan hara dan

pengambilan air terhalang sehingga menyebabkan pertumbuhan abnormal dan terjadi penurunan

hasil.

Kendala penyaringan langsung ditingkat lapangan karena adanya variasi salinitas tanah

baik horizontal maupun vertical. Variasi horizontal bisa dilihat cepat dengan mengamati

pertumbuhan tanaman di lapangan, sedangkan variasi vertical dalam tanah merupakan masalah

yang kompleks. Akar tanaman menghindar dari bagian yang salin dengan mengambil air dan

hara dari bagian yang kurang salin ( Meiri dalam Blum,1998). Penampilan dan pertumbuhan

Page 3: KJT

tanaman dibawah kondisi bervariasi ini mungkin sebagai fungsi dari escape, bukan tahan yang

ditunjang oleh penyebaran akar ke bagian-bagian yang tidak salin pada profil tanah tersebut.

Variasi tersebut secara total menghambat penggunaan lingkungan salin alami dalam penyaringan

dan pengujian untuk ketahanan terhadap salinitas(Blum, 1998).

Penelitian bertujuan untuk: (1) mendapatkan klon tebu unggul yang tahan terhadap

salinitas melalui induksi mutasi dan seleksi in vitro dengan agen seleksi NaCl, (2) menentukan

batas ketahanan tebu terhadap salinitas untuk seleksi klon secara in-vitro, dan (3) menentukan

tolak ukur ketahanan untuk seleksi dini secara in vitro.

BAHAN DAN METODE

Penelitian di laboratorium kultur Jaringan Tanaman,Jurusan Budidaya Pertanian,

Fapertahut dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian Pusat Kegiatan Unhas. Penelitian

dilaksanakan Februari sampai November 2005.

Bahan-bahan yang digunakan adalah maristem pucuk ttanaman tebu (TK 26,R579,SM

86, PS 81362, Bukit Loe, dan Q 81,Media MS), 2,4 D, NAA, Kinetin,alkohol 95% ddan

70%,NaOH 0,1 N, HCL 0,1 N ,air kelapa muda,gula pasir,agar,Aquades,spritus,aluminium

foil,korek api,tissue roll,kapas steril,mutagen NaN3,buffer fosfat pH 3,casein hidrolisa dan NaCl.

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik,hand sprayer,Erlenmeyer, gelas piala,

gelas ukur,corong, spoit, spatula, stirrer, oven, gunting, pinset, scalpel, auto clave, Bunsen,

mistar, cawan petri, jarum OC, pH meter,botol kultur, dan laminair air flow ccabinet.

Penelitian laboratorium dilaksanakan dalam bentuk rancangan faktorial dua faktor yang

disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah varietas (V) yang terdiri atas

6 klon tebu yaitu TK 26 (V1), R579 (V2),SM 86 (V3) PS 8136 (V4), Bukit Loe (V5), dan Q 81

(V6). Faktor kedua adalah konsentrasi NaCl (N) yang terdiri atas 5 konsentrasi yaitu 0 g -1 (n0), 4

g-1 (n1), 8 g-1 (n2), 12 g-1 (n3), dan 16 g-1 (n4). Berdasarkan jumlah yang divobakan maka

diperoleh 30 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 90

unit percobaan.

Page 4: KJT

PELAKSANAAN

Induksi Somaklon dan Pengujian Sel Kalus

Kalus tebu yang telah dihasilkan dari medai MP disub-kultur dan dipindahkan pada

media NaN3 1x10-3 M (Media MM) selama 30 menit. Setelah itu, masing- masing kalus ditanam

pada media MU. Konsentrasi NaCl yang digunakan sebagai perlakuan pada media MU adalah

0%, 0,4%, 0,8%, 0,12%, dan 0,16%. Setiap 4-5 minggu, 50% dari kalus yang hidup hasil sub-

kultur pada masing- masing media pengujian disubkultur lagi pada konsentrasi NaCl berikutnya.

Sedangkan 50% kaluys lainnya tetap dipelihara dan disubkultur pada media NaCl yang sama

untuk di induksi menjaadi planlet pada media MR sesuai dengan konsentrasi NaCl pada media

kalus. Pangamatan yang dilakukan adalah persentase beregnerasi (%), tinggi plantlet (cm)

jumlah tunas (buah), panjang akar (cm) jumlah akar (buah), volume akar (ml), berat segar planlet

(g), dan protein total.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala stress ion dan kekeringan akibat peningkatan konsentrasi NaCl mulai nampak

pada konsentrasi NaCl 8 g-1 , dimana persentase beregenarasi mencapai 60% pada Bukit Loe,

sedangkan varietas yang relatif tahan masih mampu beregenarasi 8i0% (Tabel 1). Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi NaCl 8 g-1 telah nmengalami stress NaCl. Apabila

konsentrasi NaCl ditingkatkan menjadi 12 g-1 , somaklon dari varietas rentan seperti TK 26 dan

Bukit Loe persntase regenerasi 0% dan 20%. Pada konsentrasi NaCl 16 g-1 , kedua varietas

rentan tidak ada yang dapat beregenarasi. Tabel menunjukkan bahwa pada konsentrasi NaCl 12

g-1 (n3) dan NaCl 16 g-1 (n4), varietas Q 81 (V6) menghasilkan persentase beregenerasi yang

tertinggi (33,33% dan 73,33%) dan berbeda nyata dibandingkan dengan varietas yang lain.

Sedangkan pada konsentrasi NaCl 8 g-1 (n2), varietas PS 81362 (V4) mengasilkan persntase

planlet mati yang terendah. Pada konsentrasi NaCl 12 g-1 dan 16 g-1 varietas TK 26 dan varietas

Bukit Loe telah mengalami kematian planlet 80% samapi 100 % dan berbeda nyata dengan

konsentrasi NaCl lainnya. Lunin et al. (1963) menyartakan bahwa tanah yang diairi dengan

beragam, penurunan hasil disebabkan oleh konsentrasi garam, jumlah garam yang terakumulasi

di dalam tanah, ketahanan relatif tanaman dan stadia pertumbuhan tanaman pada saat diberi

Page 5: KJT

garam. Pessarakli (1991) melaporkan bahwa cekaman salinitas menyebabkan penyerapan hara

dan pengambilan air terhalang sehingga menyebabkan pertumbuhan abnormal dan terjadi

penurunan hasil.

Tabel 1. Rata-rata Persentase Kalus Beregenerasi (%) pada berbagai Varietas dan Konsentrasi

NaCl.

Varietas (V)Konsentrasi NaCl (N)

NP JBD0,05n0 (0 gl-1) n1 (4 gl-1) n2 (8 gl-1) n3 (12gl-1) n4 (16gl-1)

V1 (TK 26) 100,00 93,33 73,33 0,00 0,00 11,590

V2 (R 579) 100,00 100,00 80,00 53,33 13,33 11,992

V3 (SM 86) 100,00 100,00 80,00 53,33 6,67 12,395

V4 (PS

81362)100,00 100,00 93,33 60,00 6,67 12,636

V5 (Bukit

Loe)100,00 93,33 60,00 20,00 0,00 12,877

V6 (Q 81) 100,00 100,00 80,00 73,33 33,33

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c,d) dan kolom (w,x,y,z)

berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji JBDα=0,05

Terhambatnya pembentukan tunas menyebabkan tinggi planlet menurun (tabel 2), dan jumlah

tunas yang dihasilkan lebih sedikit (tabel 3). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan

konsentrasi NaCl menyebabkan tinggi planlet dan jumlah jumlah tunas menurun dengan

koefisien korelasi masing-masing -0982** dan 0,985**. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan

bahwa pada konsentrasi NaCl tinggi (16gl-1) semua genotipe sudah mengalami stress berat

sehingga proses diferensiasi sel kearah pejmbentukan organ terhambat disebabkan karena adanya

molekul NaCl yang mengalami ionisasi menjadi Na+ dan Cl- sehingga menjadi peningkatan

salinitas media yang menginduksi terjadinya cekaman ion dan mengakibatkan kematina sel-sel

kalus. Selain itu, peningkatan konsentrasi NaCl juga menyebabkan terjadinya penurunan

potensial air larutan pada media dan menginduksi terjadinya cekaman kekeringan. Menurut

Bluum (1988) NaCl sebgai bahan osmotikum dapat menginduksi tiga macam cekaman yaitu

cekaman keracunan mineral yang disebabakan oleh garam, cekaman air karena tekanan osmosis

(osmotikum) dan cekaman nutrisi mineral dalam tanaman.

Page 6: KJT

Tabel 2. Rata-rata Persentase Tinggi Planlet (cm) Tebu pada Berbagai Varietas Tebu dan

Konsentrasi NaCl.

Varietas (V)Konsentrasi NaCl (N)

NP JBD0,05n0 (0 gl-1) n1 (4 gl-1) n2 (8 gl-1) n3 (12gl-1) n4 (16gl-1)

V1 (TK 26) 13,27 11,19 4,10 0,00 0,00 1,453

V2 (R 579) 14,80 9,03 4,79 3,53 0,40 1,504

V3 (SM 86) 11,50 6,85 3,47 1,71 0,09 1,554

V4 (PS

81362)10,92 8,03 4,26 0,74 0,08 1,584

V5 (Bukit

Loe)8,28 4,86 1,17 0,76 0,00 1,615

V6 (Q 81) 12,63 9,75 6,95 1,13 0,62

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c,d) dan kolom (w,x,y,z)

berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji JBDα=0,05

Pertumbuhan tunas yang berbeda pada berbagai konsentrasi NaCl dari setiap genotipe yang sama

atau genotipe berbeda menunjukkan bahwa btelah menjadi variasi somaklon dari sel-sel kalus

akibat mutagen yang diberikan pada medium dan menginduksi terjadinya mutasi. Hal ini berati

gen yang mengatur karakter ketahanan terhadap salinitas dan kekeringa telah menghasilkan

variasi sehingga genotipe yang diekpresikan juga berbeda. Variasi somaklonal terjadi sebagai

akibat adanya perubahan kariotipe, perubahan susunan kromosom, perubahan sen dan perubahan

sitoplasma (Larkin dan Scowcroft, 1981) yang diinduksi oleh mutagen kimia yang diberuikan ke

media kultur (Craowder,1993). Variasi dapat terjadi dalam hal sifat morfologi, sifat komponen

produksi, sifat pola pertumbuhan atau sifat resistensi terhadap cekaman lingkungan seperti hama

dan penyakit, kekeringan dan salinitas.

Page 7: KJT

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Tunas (buah) pada Berbagai Varietas Tebu dan Konsentrasi NaCl.

Varietas (V)Konsentrasi NaCl (N)

NP JBD0,05n0 (0 gl-1) n1 (4 gl-1) n2 (8 gl-1) n3 (12gl-1) n4 (16gl-1)

V1 (TK 26) 19,27 11,07 9,47 0,00 0,00 1,993

V2 (R 579) 16,60 8,50 6,87 4,53 1,80 2,062

V3 (SM 86) 19,67 14,60 4,87 2,87 0,40 2,132

V4 (PS

81362)19,33 11,73 5,93 2,87 0,40 2,173

V5 (Bukit

Loe)12,37 9,13 4,60 2,60 0,00 2,215

V6 (Q 81) 20,60 13,27 10,13 6,07 1,33

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c,d) dan kolom (w,x,y,z)

berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji JBDα=0,05

Menurut Welsh (1991), jika terdapat perbedaan terhadap dua inedividu pada lingkungan yang

sama dan dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotipe kedua tanaman tersebut.

Dengan demikian, toleransi pada garam nampaknya beerhubungan dengan ketidakmampuan

tanman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion Na+ dan Cl- ke Pucuk dan sebaliknya

tanaman tahan menjga konsentrasi rendah dari Na+ dan Cl- dalam pucuk sementara konsentrasi

ion Na+ meningkat pada akar (Abel dan McKenzie, 1964; Shannon, 1978 J honson, 1991;

McKimmie dan Dobrenz,1991).

Berdasarkan parameter perakaran menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Na+ dan Cl-

menyebabkan panjang akar, jumlah akar, dan volume akar meurun (tabel 4,5, dan 6) dengan

koefisien korelasi (r) masing-masing -0,994**, -0,998**, dan -0,998**.