kinetika beberapa sifat fisikokimia tapioka selama … · selama proses hmt abstract ... hmt...
TRANSCRIPT
113
KINETIKA BEBERAPA SIFAT FISIKOKIMIA TAPIOKA
SELAMA PROSES HMT
ABSTRACT
Kinetic modeling and Arrhenius equation have been used to determine the
rate of change of selected physicochemical characteristics of tapioca as a
function of temperature and time of the heat moisture treatment at the two
different water content (18 and 20%). Changes in peak viscosity, breakdown
viscosity and setback viscosity of tapioca pastes were best modelled and explained
using first-order kinetics. Changes in pasting temperature and gel hardness were
modelled using zero-order kinetics. The rate of change of hardness was found to
be the most temperature-dependent. Temperature-dependent of the rate of gel
hardness changes was increased with increasing water content.
Key words : tapioca, heat-moisture treatment, kinetic modeling
PENDAHULUAN
Heat Moisture Treatment merupakan proses modifikasi fisik untuk
mengubah karakteristik pati sehingga sesuai untuk suatu kegunaan tertentu.
Variasi dari karakteristik fisikokimia pati modifikasi HMT dapat terjadi karena
perbedaan kondisi proses seperti kadar air (Vermeylen et al., 2006; Adebowale et
al., 2005), suhu (Adebowale dan Lawal, 2003; Vermeylen et al., 2006; Pukka-
huta dan Varavinit, 2007) dan waktu proses (Collado and Corke, 1999).
Pengaruh kondisi proses (suhu, waktu dan kadar air) terhadap karakteristik
pati modifikasi telah banyak dilaporkan. Hasilnya sangat bervariasi dan tergan-
tung pada karakteristik jenis pati (Jyothi et al., 2010; Lim et al., 2001; Khunae et
al., 2007; Collado dan Corke, 1999; Anderson dan Guraya, 2006) maupun jenis
peralatan yang digunakan (Abraham, 1993). Perbedaan komposisi kimia pati
maupun perbedaan kecepatan pindah panas diduga menyebabkan perbedaan
proses interaksi yang terjadi di dalam granula pati selama proses HMT. Hal ini
menyebabkan hasil penelitian HMT sulit dibandingkan satu dengan yang lain.
Jyothi et al. (2010) mengembangkan model untuk memprediksi perubahan
sifat-sifat fisikokimia pada penggunaan kondisi proses (kadar air, suhu dan waktu)
yang diamati dengan pendekatan persamaan respon permukaan untuk tapioka, pati
114
ubi jalar dan pati garut. Penelitian dilakukan menggunakan oven, pada kadar air
15 – 25% dengan kisaran suhu 80 - 120°C dan waktu proses 6 – 14 jam. Akan
tetapi, tidak dijumpai penelitian yang membahas perubahan suatu sifat fisikokimia
sebagai fungsi dari waktu proses pada suatu suhu dan kadar air tertentu, dan
bagaimana sensitifitas perubahan parameter tersebut terhadap waktu.
Model kinetika dapat dipakai untuk menjelaskan laju perubahan suatu
atribut mutu sebagai fungsi waktu pada suatu suhu tertentu (Van Boekel, 2008;
Van Boekel dan Tijskens, 2001). Persamaan Arrhenius digunakan untuk melihat
sensitifitas perubahan sifat tersebut terhadap suhu proses. Nilai Ea yang diperoleh
merupakan rintangan energi yang harus dilewati oleh molekul (bahan) untuk me-
mulai suatu reaksi perubahan variabel respon (Van Boekel, 2008). Pendekatan
menggunakan model kinetika disini merupakan pendekatan rekayasa karena lebih
kearah pemodelan matematis guna memahami jalannya perubahan untuk tujuan
rekayasa dan bukan untuk memahami mekanisme reaksi kinetikanya (Van Boekel
dan Tijskens, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinetika termal beberapa sifat
fisikokimia tapioka (dari varietas faroka) selama proses HMT pada dua tingkat
kadar air sebagai fungsi dari suhu dan waktu. Proses dilakukan dengan menggu-
nakan retort yang disainnya memungkinkan sampel mencapai suhu target dalam
waktu singkat untuk meminimalkan pengaruh waktu tunda terhadap perubahan
karakteristik granula. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui laju perubahan
suatu sifat fisikokimia pati sebagai fungsi dari waktu pada suatu kondisi suhu dan
kadar air proses HMT dan sensitifitas perubahannya terhadap suhu proses.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama penelitian ini adalah tapioka dari ubi kayu varietas Faroka
dengan umur panen 15 bulan. Bahan-bahan lainnya adalah akuades dan bahan-
bahan kimia untuk keperluan analisis.
115
Pembuatan Tapioka HMT
Proses HMT dilakukan menggunakan pati dengan kadar air 18 dan 20%.
Proses dilakukan pada 4 suhu (100, 110, 115 dan 120oC) selama 0, 60, 120, 180,
240 dan 300 menit untuk suhu 100°C dan 0, 30, 60, 120, 180 dan 240 menit untuk
tiga suhu lainnya. Prosedur pembuatan tapioka HMT dapat dilihat dalam bab
Pengaruh Heat Moisture Treatment Terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Tapioka
pada Sub-Bab Bahan Dan Metode.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tapioka HMT
Analisis dilakukan terhadap kapasitas pembengkakan dan solubilitas, karak-
teristik pasting dan karakteristik gel. Metode analisis dapat dilihat pada bab-bab
sebelumnya.
Analisis Kinetika Termal
Data analisis yang diperoleh digunakan untuk memilih parameter fisik yang
dapat dijelaskan sebagai fungsi waktu pada suatu kombinasi suhu dan kadar air
proses HMT. Selanjutnya ditentukan persamaan kinetika yang tepat untuk men-
jelaskan perubahan parameter tersebut sebagai fungsi dari waktu, pada suatu kom-
binasi suhu dan kadar air (Gambar 3).
Gambar 7.1 Contoh kurva hubungan waktu proses dan respon pada suatu
kombinasi suhu dan kadar air
Res
po
n
Waktu proses (menit)
T1
T2
T3
T4
Model:
ordo = ?
k = ?
116
Model persamaan yang menjelaskan hubungan perubahan parameter respon
dengan perubahan waktu pada suatu kombinasi suhu dan kadar air dibuat dalam
orde 0, 1 dan 2 menggunakan persamaan berikut:
- - - untuk n ≠ 1 ............................................................. 1
- untuk n = 1 ............................................................. 2
dimana co = nilai parameter awal, c = nilai parameter pada waktu t, k = konstanta
laju reaksi dan n = orde reaksi. Untuk suatu tingkat kadar air, pemilihan model
yang tepat untuk suatu variabel respon dilihat dari orde yang menghasilkan
persamaan linier dengan r2 terbesar untuk semua suhu yang diamati. Model
dengan r2 yang besar pada semua suhu pengamatan menunjukkan bahwa model
itu bisa menjelaskan kinetika perubahan variabel respon oleh perubahan suhu dan
waktu.
Model ketergantungan kecepatan reaksi terhadap suhu dibuat dengan persa-
maan Arrhenius yang menghubungkan konstanta kecepatan reaksi (k) dengan
suhu mutlaknya (T) menggunakan persamaan berikut:
..................................................................................... 3
dimana T = suhu absolut (K), k = konstanta kecepatan reaksi, Ea = energi aktivasi
(Jmol-1
) dan R = konstanta gas (8.314 Jmol-1
K-1
).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tapioka mengalami perubahan karakteristik fisikokimia karena proses
HMT. Intensitas perubahan sifat fisikokimia tersebut dipengaruhi oleh kadar air,
suhu dan waktu proses.
Perubahan nilai dari beberapa sifat fisikokimia pati selama HMT
menghasilkan pola tertentu dan laju perubahannya dapat ditentukan menggunakan
persamaan kinetika termal. Pada penelitian ini, untuk masing-masing tingkat
kadar air, dibuat hubungan (persamaan) antara perubahan suatu parameter fisiko-
kimia sebagai fungsi dari waktu, pada suatu kondisi suhu proses. Persamaan
dibuat dalam bentuk ordo 0, 1 dan 2. Pemilihan suatu ordo dilakukan jika
persamaan dengan ordo tersebut memberikan nilai r² yang besar pada semua suhu
pengamatan.
117
Perubahan Kapasitas Pembengkakan dan Solubilitas
HMT menyebabkan penurunan kapasitas pembengkakan (swelling power,
SP) tapioka. Penurunan berlangsung cepat pada periode awal pemanasan dan
melambat pada pemanasan lebih lanjut. Fase penurunan melambat tercapai lebih
cepat pada suhu proses yang lebih tinggi. Proses berlangsung lebih cepat pada
kadar air yang lebih tinggi (Gambar 7.2).
Gambar 7.2 Grafik perubahan kapasitas pembengkakan tapioka selama HMT
(atas: pada kadar air 18%; bawah: pada kadar air 20%)
118
Penurunan solubilitas teramati pada tapioka HMT (Gambar 7.3). Pada
kadar air 18%, tidak terlihat pola yang jelas dari hubungan antara lama waktu
proses dengan perubahan solubilitas pada 4 suhu proses yang diamati. Pola yang
lebih baik terlihat jika HMT dilakukan pada kadar air 20%. Terlihat bahwa HMT
akan menurunkan solubilitas pati, tetapi intensitas penurunan akan semakin
menurun dengan meningkatnya waktu proses. Waktu proses yang lebih lama
akan menyebabkan solubilitas menjadi lebih tinggi dari solubilitas pati native.
Gambar 7.3 Grafik perubahan solubilitas tapioka selama proses HMT
119
Perubahan SP berkorelasi negatif dengan kadar air dan waktu proses,
sementara solubilitas berkorelasi negatif dengan kadar air proses. Sementara itu,
perubahan SP berkorelasi positif dengan perubahan solubilitas. Tidak ditemukan
korelasi antara perubahan SP dan/atau solubilitas dengan suhu proses (Tabel 7.1).
Tabel 7.1 Korelasi kondisi proses dengan perubahan SP dan solubilitas tapioka
Kadar air Suhu (C) Waktu (mnt)
Kapasitas
Pembengkakan
Pearson Corr. -0,323* -0,122 -0,558
**
Sig. (2-tailed) 0,025 0,410 0,000
Solubilitas Pearson Corr. -0,302* 0,062 -0,060
Sig. (2-tailed) 0,037 0,674 0,687
Perubahan SP dan solubilitas akibat HMT sebagai fungsi dari waktu proses
tidak bisa dijelaskan dengan persamaan ordo 0, 1 ataupun 2. Analisis nilai r²
untuk persamaan ordo 0, 1 dan 2 menunjukkan bahwa perubahan SP dan/atau
solubilitas sebagai fungsi dari waktu pada semua suhu pengamatan rendah (r² <
0,5) sehingga parameter kapasitas pembengkakan dan solubilitas tidak bisa
dijadikan sebagai indikator untuk menilai perubahan selama proses HMT.
Perubahan Karakteristik Pasting
Perubahan karakteristik pasting karena proses HMT ditampilkan pada
Gambar 7.4 – 7.5. Suhu dan waktu tampak lebih berperan dalam perubahan pola
karakteristik pasting tapioka selama HMT, dibandingkan dengan kadar air.
Perubahan parameter pasting juga menunjukkan bahwa pengaruh suhu proses
lebih dominan dalam mengubah nilai parameter pasting dibandingkan kadar air
proses.
Secara umum terlihat bahwa perubahan parameter pasting berlangsung lebih
lambat jika proses HMT dilakukan pada suhu 100°C (Gambar 7.6). Dari pene-
litian ini dapat disimpulkan bahwa HMT pada kadar air 18 dan 20% tidak efektif
mengubah karakteristik pasting jika dilakukan pada suhu 100°C. Perubahan akan
berlangsung cepat jika proses dilakukan pada suhu diatas 100°C. Proses yang di-
lakukan selama tiga jam akan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik
pasting secara drastis, tetapi peningkatan waktu proses selanjutnya hanya
menyebabkan sedikit perubahan dibandingkan dengan waktu proses tiga jam.
120
Gambar 7.4 Viskogram tapioka setelah HMT pada suhu 100°C pada kadar air proses 18% (gambar atas) dan 20% (gambar bawah)
121
Gambar 7.5 Viskogram tapioka setelah HMT pada suhu 120°C pada kadar air proses 18% (gambar atas) dan 20% (gambar bawah)
122
a. Perubahan viskositas puncak tapioka HMT
b. Perubahan viskositas breakdown tapioka HMT
c. Perubahan viskositas breakdown relatif tapioka HMT
d. Perubahan viskositas balik tapioka HMT
Gambar 7.6 Kurva perubahan parameter pasting pada kombinasi suhu dan waktu
pada dua tingkat kadar air proses (kiri: kadar air 18%, kanan: kadar
air 20%)
123
e. Perubahan viskositas balik relatif tapioka HMT
f. Perubahan suhu pasting tapioka HMT
g. Perubahan suhu puncak tapioka HMT
Gambar 7.6 Kurva perubahan parameter pasting pada kombinasi suhu dan waktu
pada dua tingkat kadar air proses (kiri: kadar air 18%, kanan: kadar
air 20%) (lanjutan)
Peningkatan waktu proses juga beresiko menyebabkan terjadinya gelatinisasi
parsial yang dapat menyebabkan perubahan karakteristik tidak saja disebabkan
oleh HMT tetapi juga oleh gelatinisasi.
Analisis korelasi antara parameter proses (suhu, waktu dan kadar air) de-
ngan parameter pasting menunjukkan adanya korelasi antara suhu dan lamanya
waktu proses dengan parameter pasting. Tidak dijumpai korelasi antara kadar air
proses dengan parameter pasting tapioka HMT yang dihasilkan (Tabel 7.2).
124
Tabel 7.2 Korelasi antara parameter proses HMT (kadar air, suhu dan waktu)
dengan parameter pasting tapioka
Kadar air Suhu Waktu (menit)
VP Pearson Corr. -0,024 -0,420**
-0,726**
Sig. (2-tailed) 0,871 0,003 0,000
VBD Pearson Corr. -0,020 -0,382**
-0,730**
Sig. (2-tailed) 0,894 0,007 0,000
VBD relatif Pearson Corr. -0,011 -0,340* -0,661
**
Sig. (2-tailed) 0,940 0,018 0,000
VB Pearson Corr. 0,062 -0,385**
-0,694**
Sig. (2-tailed) 0,674 0,007 0,000
VB relatif Pearson Corr. 0,250 0,593**
0,409**
Sig. (2-tailed) 0,087 0,000 0,004
T pasting Pearson Corr. 0,126 0,362* 0,712
**
Sig. (2-tailed) 0,393 0,011 0,000
T puncak Pearson Corr. 0,156 0,398**
0,594**
Sig. (2-tailed) 0,289 0,005 0,000
Nilai r² persamaan kinetika ordo 0, 1 dan 2 dari parameter pasting sebagai
fungsi dari waktu pada suatu tingkat suhu dan kadar air menunjukkan bahwa
perubahan nilai parameter VP, VBD dan VB terhadap waktu proses dapat
dijelaskan menggunakan persamaan kinetika ordo-1 dan perubahan suhu pasting
terhadap waktu proses dapat dijelaskan menggunakan persamaan kinetika ordo-0
(Tabel 7.3). Sementara itu, perubahan parameter VBD-R, VB-R dan suhu puncak
sebagai fungsi dari waktu tidak bisa dijelaskan menggunakan persamaan kinetika
ordo 0 – 2 karena sebagian besar nilai r² dari persamaannya lebih kecil dari 0,5.
Viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas balik dan suhu pasting
memiliki pola kinetika yang jelas untuk kisaran suhu yang diamati (Gambar 7.7.a
– 7.7.d). Pengaruh waktu terhadap perubahan parameter pasting pada suhu proses
dapat diketahui dari nilai slope persamaan (Tabel 7.4). Nilai slope merupakan
konstanta laju perubahan (k) parameter yang diamati terhadap waktu proses. Nilai
k yang lebih besar mengindikasikan bahwa perubahan parameter tersebut
berlangsung lebih besar dengan meningkatnya waktu proses.
125
Tabel 7.3 Nilai r² dari persamaan ordo 0, 1 dan 2 dari perubahan parameter
pasting sebagai fungsi dari waktu
Parameter Suhu
(°C)
Kadar air 18% Kadar air 20%
Ordo-0 Ordo-1 Ordo-2 Ordo-0 Ordo-1 Ordo-2
VP 100 0,988 0,996 0,981 0,968 0,985 0,986
110 0,885 0,984 0,992 0,871 0,983 0,991
115 0,863 0,996 0,953 0,836 0,975 0,975
120 0,662 0,990 0,784 0,599 0,975 0,931
VBD 100 0,909 0,972 0,994 0,874 0,947 0,986
110 0,748 0,948 0,997 0,755 0,958 0,994
115 0,743 0,985 0,943 0,732 0,957 0,968
120 0,515 0,986 0,763 0,492 0,964 0,925
VB 100 0,591 0,625 0,653 0,852 0,846 0,835
110 0,972 0,946 0,904 0,925 0,908 0,883
115 0,956 0,944 0,903 0,927 0,924 0,903
120 0,962 0,950 0,777 0,951 0,970 0,899
T pasting 100 0,762 0,753 0,743 0,450 0,441 0,433
110 0,551 0,533 0,514 0,596 0,574 0,551
115 0,750 0,733 0,715 0,725 0,704 0,682
120 0,787 0,762 0,737 0,666 0,636 0,605
Ket: dibuat dengan titik potong pada X = 0
Dari nilai k terlihat bahwa perubahan parameter pasting berjalan lambat
pada suhu 100°C. Laju perubahan akan meningkat secara tajam dengan
meningkatnya suhu proses HMT.
Kadar air proses mempengaruhi perubahan viskositas puncak, viskositas
breakdown dan suhu pasting. Pada suhu dibawah 120°C, peningkatan kadar air
akan meningkatkan kecepatan perubahan viskositas puncak, viskositas breakdown
dan suhu pasting. Akan tetapi, peningkatan kadar air pada suhu 120°C akan me-
nurunkan laju perubahan tiga parameter ini. Sementara itu, laju perubahan visko-
sitas balik relatif akan berlangsung lambat pada kadar air yang lebih tinggi.
Perubahan Karakteristik Tekstur
Perlakuan suhu, waktu dan kadar air proses menyebabkan terjadinya peru-
bahan kurva analisis profil tekstur gel (Gambar 7.8). Pada suhu proses 100°C,
kekerasan dan kelengketan gel tapioka relatif tetap pada kisaran waktu proses
126
yang digunakan. Pada suhu proses diatas 100°C, kekerasan dan kelengketan gel
meningkat dengan meningkatnya suhu, waktu dan kadar air proses (Gambar 7.9).
Sifat kepaduan dan elastisitas gel tapioka tidak dipengaruhi oleh waktu,
pada suhu proses 100 – 115°C. tampaknya tidak mempengaruhi sifat kepaduan
dan elastisitas gel tapioka. Perubahan sifat kepaduan dan elastisitas gel dengan
meningkatnya waktu dan kadar air proses terjadi jika proses HMT tapioka
dilakukan pada suhu 120°C (Gambar7.8).
Tabel 7.4 Nilai k dari model kinetika termal untuk beberapa parameter pasting
Ordo reaksi
Suhu
(°C)
Kadar air
18% 20%
k r² k r²
Viskositas puncak HMT (% relatif terhadap native)
Ordo 1
100 -0,0020 0,996 -0,0022 0,985
110 -0,0054 0,984 -0,0057 0,983
115 -0,0074 0,996 -0,0076 0,975
120 -0,0122 0,990 -0,0118 0,975
Viskositas breakdown HMT (% relatif terhadap native)
Ordo 1
100 -0,0026 0,972 -0,0027 0,947
110 -0,0063 0,948 -0,0068 0,958
115 -0,0088 0,985 -0,0089 0,957
120 -0,0138 0,986 -0,0134 0,964
Viskositas balik HMT (% relatif terhadap native)
Ordo 1
100 -0,0008 0,625 -0,0007 0,846
110 -0,0027 0,946 -0,0021 0,908
115 -0,0042 0,944 -0,0037 0,924
120 -0,0076 0,950 -0,0064 0,970
Suhu pasting HMT (% relatif terhadap native)
Ordo 0
100 0,0140 0,762 0,0171 0,450
110 0,0262 0,551 0,0309 0,600
115 0,0287 0,750 0,0342 0,725
120 0,0408 0,787 0,0435 0,666
Ket: dibuat dengan titik potong pada X = 0
Analisis korelasi antara parameter kondisi proses (suhu, waktu dan kadar
air) dengan parameter teksur menunjukkan bahwa karakteristik kekerasan
dipengaruhi oleh kadar air, suhu dan waktu proses HMT (Tabel 7.5). Peningkatan
suhu dan/atau waktu proses menyebabkan peningkatan karakter kekerasan dan
127
kelengketan tetapi menurunkan karakter kepaduan. Perubahan kadar air hanya
mempengaruhi karakter kekerasan, dengan korelasi positif. Parameter elastisitas
tidak berkorelasi dengan perubahan suhu, waktu maupun kadar air proses.
Gambar 7.7.a Kurva kinetika termal ordo 1 dari viskositas puncak tapioka HMT
(atas: pada kadar air 18%, bawah: pada kadar air 20%)
128
Gambar 7.7.b Kurva kinetika termal ordo 1 dari viskositas breakdown tapioka
HMT (atas: pada kadar air 18%, bawah: pada kadar air 20%)
129
Gambar 7.7.c Kurva kinetika termal ordo 1 dari viskositas balik tapioka HMT
(atas: pada kadar air 18%, bawah: pada kadar air 20%)
130
Gambar 7.7.d Kurva kinetika termal ordo 0 dari suhu pasting tapioka HMT
(atas: pada kadar air 18%, bawah: pada kadar air 20%)
Nilai r² persamaan kinetika ordo 0, 1 dan 2 dari parameter tekstur sebagai
fungsi dari waktu pada suatu tingkat suhu dan kadar air menunjukkan bahwa
hanya karakter kekerasan yang bisa dimodel sebagai fungsi dari waktu, pada
kisaran suhu proses 110 – 120°C (Tabel 7.6). Perubahan parameter kekerasan
berlangsung mengikuti ordo 0 (Gambar 7.10). Tiga parameter yang lain memiliki
nilai r² < 0,5 untuk sebagian besar suhu proses yang diamati.
133
Gambar 7.9 Kurva perubahan parameter tekstur pada kombinasi suhu dan waktu
pada dua tingkat kadar air proses
134
Tabel 7.5 Korelasi antara parameter proses HMT (kadar air, suhu dan waktu) de-
ngan parameter tekstur gel tapioka
Kadar air Suhu Waktu
Kekerasan Pearson Cor. 0,311* 0,483
** 0,404
**
Sig. (2-tailed) 0,033 0,001 0,005
Kepaduan Pearson Cor. 0,079 -0,388**
-0,448**
Sig. (2-tailed) 0,597 0,007 0,002
Kelengketan Pearson Cor. 0,092 0,568**
0,420**
Sig. (2-tailed) 0,536 0,000 0,003
Elastisitas Pearson Cor. -0,019 0,213 0,267
Sig. (2-tailed) 0,899 0,150 0,070
Tabel 7.6 Nilai r² dari persamaan ordo 0, 1 dan 2 dari perubahan parameter
tekstur sebagai fungsi dari waktu
Parameter Suhu
(°C)
Kadar air 18% Kadar air 20%
Ordo-0 Ordo-1 Ordo-2 Ordo-0 Ordo-1 Ordo-2
Kekerasan 100 0,000 0,004 0,017 0,010 0,013 0,018
110 0,861 0,870 0,872 0,952 0,954 0,946
115 0,910 0,842 0,748 0,873 0,820 0,737
120 0,785 0,790 0,726 0,949 0,960 0,861
Ket: dibuat dengan titik potong pada X = 0
Pengaruh waktu terhadap perubahan parameter kekerasan dilihat dari
konstanta laju perubahan (nilai k) yang merupakan slope persamaan kinetika yang
sesuai (Tabel 7.7). Laju peningkatan kekerasan sangat dipengaruhi oleh kadar air
proses. Peningkatan laju peningkatan kekerasan tekstur dengan naiknya suhu
akan berlangsung lebih cepat pada kadar air proses 20%.
Sensitifitas Parameter Pasting dan Tekstur Terhadap Perubahan Suhu
Persamaan Arrhenius digunakan untuk menjelaskan pengaruh perubahan
suhu terhadap perubahan laju kecepatan perubahan parameter pasting (VP, VBD,
VB dan suhu pasting) dan kekerasan tekstur gel. Dari termodinamika, nilai energi
aktivasi (Ea) yang diperoleh dari nilai slope (= Ea/R) menunjukkan besar energi
yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi yang dari segi kinetika menjadi
indikasi seberapa besar sensitifitas perubahan suatu parameter terhadap perubahan
suhu.
135
Gambar 7.10 Kurva kinetika termal untuk parameter kekerasan gel
Kurva dan persamaan Arrhenius untuk lima parameter yang diamati dapat
dilihat pada Gambar 7.11 dan Tabel 7.8. Untuk empat parameter pasting yang
diamati, tampak bahwa nilai Ea untuk parameter yang diamati pada kadar air 18%
sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar air 20% . Hal ini mengindikasikan bahwa
136
laju perubahan parameter pasting lebih terpengaruh oleh perubahan suhu jika
kadar air proses 18%. Sebaliknya, parameter kekerasan akan lebih sensitif
terhadap perubahan suhu proses pada kadar air yang lebih besar.
Tabel 7.7 Nilai k dari model kinetika termal untuk perubahan kekerasan gel
Tabel 7.8 Persamaan Arrhenius dan nilai Ea dari parameter pasting dan tekstur
Parameter K. air Persamaan Ea (x10³) r²
Viskositas
puncak
18 ln k = -130381/T + 28,758 108,4 0,995
20 ln k = -121521/T + 26,485 101,0 0,994
Viskositas
breakdown
18 ln k = -120881/T + 26,462 100,5 0,998
20 ln k = -116051/T + 25,228 96,5 0,993
Viskositas
balik
18 ln k = -163231/T + 36,646 135,7 0,998
20 ln k = -162061/T + 36,17 134,7 0,999
T pasting 18 ln k = -7540,31/T + 15,966 62,7 0,976
20 ln k = -6719,21/T + 13,979 55,9 0,978
Kekerasan gel 18 ln k = -139881/T + 35,788 116,3 0,763
20 ln k = -258011/T + 66,948 214,5 0,992
Dari kurva pada Gambar 7.12 dan nilai Ea pada Tabel 7.8 diketahui bahwa
laju perubahan parameter pasting akan lebih besar pada kadar air 18%
dibandingkan kadar air 20% sementara laju perubahan tekstur (kekerasan) akan
lebih besar pada kadar air 20%. Laju perubahan kekerasan paling sensitif
terhadap suhu, diikuti oleh viskositas balik. Laju perubahan suhu pasting paling
tidak sensitif terhadap perubahan suhu, seementara itu, sensitifitas dari laju
perubahan VP dan VBD terhadap perubahan suhu proses relatif mirip dan berada
di antara VB dan suhu pasting.
Ordo reaksi
Suhu
(°C)
Kadar air
18% 20%
k r² k r²
Ordo 0 110 0,4139 0,816 0,6894 0,952
115 1,0353 0,892 1,4339 0,798
120 1,0443 0,644 3,8319 0,945
138
Gambar 7.11 Kurva Arrhenius parameter pasting dan tekstur (lanjutan)
SIMPULAN
Parameter yang berkorelasi baik sebagai fungsi waktu pada suhu 100-120°C
dan kadar air 18 dan 20% adalah viskositas puncak, viskositas breakdown, visko-
sitas balik dan suhu pasting. Kekerasan gel berkorelasi baik sebagai fungsi suhu
dan waktu pada kisaran suhu 110-120°C. Model kinetika ordo-1 dapat digunakan
untuk memprediksi perubahan parameter viskositas puncak, viskositas breakdown
dan viskositas balik sebagai fungsi waktu pada suatu suhu dan kadar air proses
HMT, sementara model kinetika ordo-0 digunakan untuk memprediksi perubahan
suhu pasting dan kekerasan gel.
139
Gambar 7.12 Kurva Arrhenius 4 parameter pasting pada masing-masing kadar air
Pada kadar air 18 dan 20%, proses HMT akan berlangsung efektif jika
dilakukan pada suhu di atas 100°C. Sampai waktu proses tiga jam, peningkatan
waktu proses akan meningkatkan intensitas perubahan viskositas pasting. Pening-
katan waktu lebih lanjut hanya menyebabkan sedikit perubahan dibandingkan
waktu proses selama tiga jam.
Laju perubahan parameter pasting lebih sensitif terhadap suhu pada kadar
air 18%. Sebaliknya kekerasan tekstur lebih sensitif terhadap perubahan suhu
pada kadar air 20%. Dari lima parameter yang diamati, kekerasan adalah yang
140
paling sensitif terhadap suhu, diikuti oleh viskositas balik, sementara suhu pasting
adalah yang paling tidak sensitif terhadap suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham TE. 1993. Stabilization of paste viscosity of cassava starch by heat
moisture treatment. Starch/Stärke 45(4):131–135
Adebowale KO, Lawal OS. 2003. Microstructure, physicochemical properties
and retrogradation behaviour of mucuna bean (Mucuna pruriens) starch on
heat moisture treatments. Food Hydrocolloids 17 (3): 265-272
Adebowale KO, Olu-Owolabi BI, Olayinka OO, Lawal OS. 2005. Effect of heat
moisture treatment and annealing on physicochemical properties of red
sorghum starch. African Journal of Biotechnology 4(9):928–933
Anderson AK, Guraya HS, James C, Salvaggio L. 2002. Digestibility and
Pasting Properties of Rice Starch Heat-Moisture Treated at the Melting
Temperature (Tm). Starch/Stärke 54: 401–409
Becker A, Hill SE, Mitchell JR. 2001. Relevance of amylose-lipid complexes to
the behaviour of thermally processed starches. Starch/Stärke 53:121–130
Collado LS, Corke H. 1999. Heat-moisture treatment effects on sweetpotato
starches differing in amylose content. Food Chemistry. Vol 65 (3) p. 339-
346
Jyothi AN, Sajeev MS, Sreekumar JN. 2010. Hydrothermal modifications of
tropical tuber starches. 1. Effect of heat-moisture treatment on the
physicochemical, rheological and gelatinization characteristics.
Starch/Stärke 62:28–40
Kawabata A, Takase N, Miyoshi E, Tokyo, Sawayama S, Kimura T, Saitama,
Kudo K. 1994. Microscopic observation and X-ray diffractiometry of
heat/moisture-treated strach granules. Starch/Stärke 46 (12) 463-469
Khunae P, Tran T, Sirivongpaisal P. 2007. Effect of heat-moisture treatment on
structural and thermal properties of rice starches differing in amylose
content. Starch/Stärke 59: 593-599.
Lim S-T, Chang E-H, Chung H-J. 2001. Thermal transition characteristics of
heat–moisture treated corn and potato starches. Carbohydrate Polymers
46 (2): 107-115
Mishra S, Rai T. 2006. Morphology and functional properties of corn, potato and
tapioca starches. Food hydrocolloids 20(5): 557-566
Pukkahuta C, Varavinit S. 2007. Structural transformation of sago starch by heat-
moisture and osmotic-pressure treatment. Starch-stärke 59 (12): 624-631.
Pukkahuta C, Shobsngob S, Varavinit S. 2007. Effect of osmotic pressure on
starch: new method of physical modification of starch. Starch/Stärke
58:78-90
141
Vermeylen R, Goderis B, Delcour JA. 2006. An x-ray study of hydrothermally
treated potato starch. Carbohydrate Polymer 64: 364-375.
Wang L, Xie B, Shi J, Xue S, Deng Q, Wei Y, Tian B. 2010. Physicochemical
properties and structure of starches from Chinese rice cultivars. Food
Hydrocolloids 24 (Issues 2-3): 208-216