kinerja ekspor kopi dan strategi ... - ipb...
TRANSCRIPT
KINERJA EKSPOR KOPI DAN STRATEGI PENINGKATAN
DAYASAING KOPI ROBUSTA INDONESIA
DI PASAR ASEAN
PIA PERDANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Ekspor Kopi
dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Pia Perdana
NIM H34144059
4
5
ABSTRAK
PIA PERDANA. Kinerja Ekspor Kopi dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi
Robusta Indonesia di Pasar ASEAN. Dibimbing oleh SUHARNO.
Dayasaing komoditas suatu negara dapat digambarkan melalui
Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif. Komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditi tersebut memiliki efisiensi
secara ekonomi. Sedangkan, Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage)
merupakan alat untuk menggambarkan dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada
kondisi perekonomian aktual. Pada penelitian ini penulis bermaskud untuk
mengetahui bagaimana dayasaing komoditas kopi robusta Indonesia di Pasar
ASEAN, kemudian menyusun strategi memperkuat dayasaing Kopi Robusta di
Pasar ASEAN. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai Revealed
Comparative Advantage (RCA) kopi Indonesia dengan kode HS 09011110
adalah 12.10 atau lebih dari satu, hal ini menunjukan kopi Indonesia mempunya
keunggulan komparatif di pasar ASEAN. Kemudian, melalui 4 faktor kopi robusta
Indonesia yang diterangkan dengan The National Diamond System. Menunjukan
bahwa kopi robusta Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif. Kemudian
penentuan strategi dengan mengunakan matriks SWOT. Kemudian didapat
berbagai implikasi strategi dan lebih mengarah kepada strategi untuk
mengoptimalkan lahan perkebunan kopi dengan memanfaatkan lembaga-lembaga
kopi termasuk pemerintah, dengan arah kebijakan yang berorientasi pasar.
Kata kunci : Kopi, Robusta, Dayasaing, strategi, ASEAN
ABSTRACT
PIA PERDANA. Coffee Export Performance and Competitiveness Improvement
Strategies of Indonesia Robusta Coffee in ASEAN Markets. Supervised by
SUHARNO.
The competitiveness of a country's commodity can be depicted through
two advantages is the comparative advantage and competitive advantage. The
Commodities have a comparative advantage can be said that commodities have a
greater efficiency in the economy. Meanwhile, the competitive advantage is a tool
to illustrate the competitiveness of an activity based on the actual condition of the
economy. This research intends to find the competitiveness of Indonesian robusta
coffee in ASEAN markets and then made the competitveness Improvement
Strategies of Indonesia Robusta Coffee in ASEAN Markets. The result of the
calculation that the value of Revealed Comparative Advantage (RCA) Indonesia
for coffee commodity code is HS 09011110 was 12.10 or more than one, this
indicates that the coffee Indonesia has a comparative advantage in the ASEAN
market. Then, 4 factors of robusta coffee Indonesia which is described with the
approach of The National Diamond System. Showed that Indonesia has a resource
factors that reflect that commodities robusta coffee has a competitive advantage.
The decision of the stretegies will make by SWOT analysis. In this analysis will
found many implication of strategies and to be preffered to optimalized of the
coffee harvest area. The exploited of institution and goverment with a policy to
follow market orientation.
Keyword : Coffee, Robusta, competitiveness, Strategy, ASEAN.
6
7
KINERJA EKSPOR KOPI DAN STRATEGI PENINGKATAN
DAYASAING KOPI ROBUSTA INDONESIA DI PASAR ASEAN
PIA PERDANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
9
Judul Skripsi : Kinerja Ekpor Kopi dan Strategi Peningkatan Dayasaing
Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN.
Nama : Pia Perdana
NIM : H34144059
Disetujui oleh
Dr.Ir. Suharno, M.Adev
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, Msi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanankan
sejak bulan Februari 2016 sampai Juli 2016 dengan Judul Penelitian Kinerja
Ekspor dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar
ASEAN.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan pada
pembuatan skripsi ini. Bapak Rahmat Yanuar, SP.MSi selaku dosen evaluator
yang telah memberikan masukan berupa saran dalam pembuatan proposal
penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Miftahul Kirom selaku sekretaris eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi dan Industri
Kopi Indonesia (AEKI), Direktorat Jenderal Perkebunan, BPS Republik
Indonesia, GAEKI, ASEAN Trade Statistik dan segala pihak yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada orang tua, keluarga, serta teman-teman atas doa dan bantuannya selama
ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Pia Perdana
ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Komoditas Kopi di Indonesia 4
Pasar Kopi Internasional 5
KERANGKA PEMIKIRAN 6
Kerangka Pemikiran Teoritis 6
Perdagangan Internasional 6
Struktur Pasar 7
Konsep keunggulan Kompetitif 8
Konsep Keunggulan Komparatif 12
Analisis SWOT 13
Kerangka Pemikiran Operasional 14
METODE PENELITIAN 16
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengumpulan Data 17
Metode Pengolahan Data 17
GAMBARAN UMUM 19
KOPI ROBUSTA NASIONAL 19
Kopi Robusta 19
Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia 22
Produksi Perkebunan Kopi Robusta Indonesia 23
Produktivitas perkebunan kopi robusta Indonesia 24
Tingkat harga kopi robusta Indonesia 25
Perkembangan Produksi, Luas Areal dan Produktivitas 25
perkebunan kopi robusta ASEAN. 25
Tingkat harga kopi robusta Dunia 27
Ekspor kopi robusta Indonesia 28
Lembaga perkopian Nasional 30
Lembaga perkopian Internasional 33
HASIL DAN PEMBAHASAN 34
Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN : Revealed Comparative
Advantage (RCA) 34
Keunggulan Kompetitif Kopi Robusta Indonesia menggunakan pendekatan The
National Diamond System. 36
Kondisi Faktor Sumberdaya 37
Kondisi Permintaan 44
Industri Terkait dan Industri Pendukung 47
Struktur, Persaingan dan Strategi Industri Kopi Robusta Nasional 49
iv
Peran Pemerintah 50
Peran Kesempatan 51
Analisis SWOT 51
KESIMPULAN 56
SARAN 56
LAMPIRAN 59
RIWAYAT HIDUP 64
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi di Indonesia 2
2 Konsumsi kopi di Indonesia 3
3 Jenis dan Sumber Data Penelitian 16
4 Negara dengan luas tanaman menghasilkan kopi terbesar di dunia 22
5 Perkembangan produksi kopi robusta Indonesia dari tahun 2011-2016* 23
6 Perkembangan tanaman menghasilkan, produksi, dan produktivitas 24
7 Perkembangan harga rata-rata kopi robusta di Indonesia tahun 2007 – 2014. 25
8 Perkembangan produksi 5 Negara terbesar di dunia penghasil kopi robusta 26
9 Hasil perhitungan nilai RCA Kopi negara-negara ASEAN 36
10 Syarat tumbuh kopi robusta 37
11 Perkembangan luas lahan perkebunan kopi robusta, tahun 2005-2015* 38
12 Rata – rata konsumsi kopi per kapita per tahun Indonesia, tahun 2010-2014. 46
13 Total konsumsi domestik di Negara Anggota ASEAN, tahun 2011 – 2015. 46
14 Identifikasi SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia 52
15 Matriks Analisis SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia 53
DAFTAR GAMBAR
1 The National Diamond System 9
2 Kerangka pemikiran operasional 15
3 Perkembangan harga rata rata per tahun Robusta di pasar internasional 27
4 Pohon Industri pengolahan kopi 48
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pertumbuhan Luas Areal, produksi dan produktivitas perkebunan kopi robusta 60
2 Perkembangan harga bulanan Kopi di Pasar Dunia tahun 1985-2014 61
3 Konsumsi kopi di negara ASEAN tahun 2011 – 2012 (1000 bags/60kg). 62
4 Produksi robusta negara ASEAN tahun 2011 – 2016* (1000 bags / 60kg) 62
5 Negara penghasil kopi robusta terbesar dunia, tahun 2011 - 2015 62
6 Negara-negara dunia dengan luas areal tanaman menghasilkan terbesar dunia 63
7 Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun 1980-2015 63
v
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan di
kawasan tropik, seperti benua Afrika, Amerika Selatan, serta Asia Pasifik. Di
Indonesia, kopi merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan
penting bagi perkonomian negara. Ditinjau dari aktivitas ekonominya, kopi
dipandang sebagai komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi dan strategis untuk pemerataan pendapatan sehingga berkontribusi cukup
besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani di daerah terpencil, menyediakan
kesempatan kerja, dan memberikan pemasukan devisa negara.
Pada tahun 2013 saja nilai ekspor Kopi Indonesia adalah US $1.17 miliar
atau setara dengan Rp14 088 triliun (asumsi 1 US$ = Rp12 000). Selain itu,
perkebunan kopi mampu melibatkan lebih dari 1,87 juta keluarga petani, yang
sebagian besar mendiami kawasasan pedesaan di wilayah-wilayah terpencil
Indonesia. Total lahan pekebunan kopi Indonesia adalah sebesar 1,24 juta hektar
dengan hasil produksi 675 881 ton. Namun, jika dilihat dari komposisi
kepemilikan, ternyata perkebunan kopi di Indonesia didominasi oleh Perkebunan
Rakyat (PR) dengan porsi 96 persen dari total keseluruhan lahan kopi Indonesia
kemudian dua persen perkebunan negara, dan sisa dua persen lainya merupakan
perkebunan milik swasta. Keadaan ini menunjukan, bahwa petani kopi
mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perekonomian nasional, terkhusus
subsektor perkebunan (kopi). Kemudian, hal ini berarti keberhasilan perkopian
Indonesia, secara langsung juga akan memperbaiki kesejahteraan petani kopi.
Saat ini Indonesia mengusahakan dua jenis kopi, Robusta dan arabika.
Robusta menjadi jenis kopi dengan luasan terbesar yang diusahakan setelah
Arabika, dengan lahan masing-masing Robusta sebesar 916 053 ha (73 persen)
dan 325 659 ha (27 persen). Berdasarkan data direkorat Jenderal Perkebunan
2014, daerah penghasil kopi robusta utama berada di kawasan segitiga kopi
Indonesia yang meliputi provinsi Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
Ketiga provinsi tersbut mampu memproduksi kopi robusta hampir 50 persen
produksi Indonesia. Selain dari ketiga provinsi utama ini, robusta turut diusahakan
di hampir seluruh daerah Indonesia.
Menurut data International Coffee Organization (ICO) 2015, Indonesia
pada tahun 2014 merupakan negara penghasil kopi terbesar keempat setelah
Brazil, Vietnam, dan kemudian berselisih tipis dengan Columbia. Untuk jenis
Robusta, Indonesia merupakan negara penghasil kopi robusta terbesar dunia
setelah Vietnam.
Jika dilihat dalam lingkup yang lebih kecil (Pasar ASEAN). Indonesia
menduduki Negara terbesar kedua di ASEAN yang mensuplai pasar ini, setelah
Vietnam. Dalam pasar tujuan ekspor kopi indonesia, ASEAN bukanlah negara
tujuan ekspor utama kopi Indonesia. Pada tahun 2012, nilai ekspor kopi ke
Amerika Serikat tercatat sebesar 331 juta US$, selanjutnya Jepang sebesar 145
juta US$ dan Jerman 117 juta US$, sedangkan di pasar ASEAN sendiri nilai
ekspor terbesar hanya sebesar 70 juta US$ dan 32 juta US$, yaitu ekspor ke
Malaysia dan Singapura. (Izzany, 2014).
2
Pengusahaan perkebunan kopi di Indonesia dilakukan oleh tiga kelompok
pengusaha perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara,
perkebunan besar swasta. Dari jenis pengusahaan perkebunan kopi di Indonsia
lebih dari 90 persen di dominasi oleh perkebunan rakyat. Dalam lingkup mikro,
usahatani kopi khususnya Robusta akan memberikan pendapatan sekitar Rp9 juta
per ha per tahun sedangkan usahatani kopi Arabika dapat menghasilkan
pendapatan mencapai Rp19 juta per ha per tahun (Saragih, 2010). Pada tahun
tersebut, harga kopi Robusta Internasional mencapai USD1.91 per kg atau setara
Rp17 950 per kg, sedangkan harga kopi Arabika sekitar USD2.72 per kg atau
setara Rp25 600 per kg dengan nilai tukar sebesar Rp9 400 per USD (ICO, 2014).
Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pengusahaan kopi dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi perolehan pendapatan rumah tangga petani.
Akan tetapi hal ini masih dibenturkan akan kualitas sumberdaya petani yang
masih sederhana, dan pengetahuan yang terbatas terhadap bagamaina cara
membentuk sistem pengendalian mutu baik dari mulai proses produksi hingga
penanganan pasca panen.
Perkembangan luas areal dan produksi kopi Indonesia menunjukan adanya
fluktuasi yang diestimasi akan mempunyai trend yang menaik dari tahun 2003
hingga tahun 2014. Pada tahun 2014 Indonesia mempunyai luas lahan sebesar 1
198 962 000 hektar, meningkat dari tahun 2013 sebesar 1 194 081. Jika
membandingkan dengan negara – negara pesaingnya dketahui bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki luas areal perkebunan terbesar
diantara negara pesaing utamanya, seperti Brazil, dan Vietnam. Data secara
lengkap ada pada lampiran.
Tabel 1 Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi luas (hektar)
produksi (ton) di Indonesia menurut pengusahaan tahun 1996 – 2014*
Tahun Total Luas Areal
(Ha) Jumlah Produksi (ton)
2003 1 291 910 671 255
2004 1 303 943 647 386
2005 1 255 272 640 365
2006 1 308 731 682 158
2007 1 295 911 676 476
2008 1 295 110 698 016
2009 1 266 235 682 690
2010 1 210 364 686 921
2011 1 184 967 638 646
2012 1 187 669 691 163
2013 1 194 081 675 881
2014* 1 198 962 685 000
Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, 2015
* Angka sementara
3
Sistem pengendalian mutu yang rendah dan kuantitas produksi yang
berfluktuatif, diduga menyebabkan perkembangan industri kopi Indonesia masih
rendah atau lamban. Masalah ini dapat saja mempengaruhi perkembangan ekspor
kopi pada masa mendatang. Perlu ada perhatian khusus dari setiap pihak yang
terlibat, dari proses produksi oleh petani hingga bagaimana dukungan pemerintah
untuk komoditas kopi. Pembenahan produksi mutlak diperlukan guna
menindaklanjuti peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang maksimal.
Berdasarkan data konsumsi komoditas kopi di indonesia, menunjukan
adanya peningkatan konsumsi kopi. Seperti pada 2.
Tabel 2 Konsumsi kopi di Indonesia
No Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kebutuhan Kopi
(Kilogram)
Konsumsi Kopi
(Kg/kapita/tahun)
1 2010 237 000 000 190 000 000 0.80
2 2011 241 000 000 210 000 000 0.87
3 2012 245 000 000 230 000 000 0.94
4 2013 249 000 000 250 000 000 1.00
5 2014 253 000 000 260 000 000 1.03
6 2015* 257 000 000 280 000 000 1.09
7 2016** 260 000 000 300 000 000 1.15
Keterangan :
*Angka sementara, **Estimasi
Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, 2016
Potensi akan peningkatan permintaan kopi, sangatlah prosepektif.
Diperlukan strategi yang efektif untuk menjawab semua peluang yang ada pada
industri kopi Indonesia, baik dimata masyarakat lokal maupun masyarakat global
sekalipun.
Rumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar kopi dunia.
Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO), Indonesia pada tahun
2014 menempati urutan keempat sebagai produsen kopi dunia setelah Brazil,
Vietnam, dan Colombia, dengan nilai total produksi Indonesia tahun 2014 sebesar
700 020 ton, dengan komposisi produksi sekitar 80 persen jenis robusta dan 20
persen jenis arabika, (ICO, 2014). Namun keadaan yang berbeda dialami
Indonesia pada 2 tahun berikutnya, pada tahun 2013 sampai tahun 2014
produksinya menurun, hingga di akhir tahun 2014 Indonesia berada pada urutan
keempat setelah disusul oleh Kolumbia.
Kopi bagi Indonesia sendiri memiliki peranan penting dalam penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan petani,dan sumber devisa negara. Menurut
(Ditjenbun, 2012), sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi mampu
4
menyediakan lapangan kerja bagi dua juta petani kopi Indonesia atau sekitar 1.7
persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011.
Dalam perdagangan kopi Indonesia, kebanyakan negara-negara ASEAN
bukanlah negara tujuan ekspor utama kopi Indonesia. Pada tahun 2012, nilai
ekspor kopi ke Amerika Serikat tercatat sebesar 331 juta US$, selanjutnya Jepang
sebesar 145 juta US$ dan Jerman 117 juta US$, sedangkan di pasar ASEAN
sendiri nilai ekspor terbesar hanya sebesar 70 juta US$ dan 32 juta US$, yaitu
ekspor ke Malaysia dan Singapura.
Pasokan impor kopi di pasar ASEAN sendiri lebih banyak didominasi oleh
kopi yang berasal dari negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Vietnam. Berdasarkan
data (FAO, 2015), tercatat pada tahun 2008 hingga tahun 2011 di pasar ASEAN,
58 persen pasokan kopi berasal dari Vietnam, 31 persen berasal dari Indonesia,
dan sebesar 11 persen berasal dari negara lainnya. Melihat dari market share dan
jumlah pesaing kemudian dengan segala sumber daya yang dimiliki, Indonesia
berpotensi untuk dapat menjadi penguasa pasar kopi di ASEAN. Hal ini dapat saja
terjadi jika adanya pembenahan usaha produksi kopi yang serius, sehingga
kualitas dan kuantitas produksi kopi dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu,
perlu dilakukan upaya untuk menganalisis dayasaing komoditas kopi robusta
indonesia di pasar ASEAN. Hasil dari analisis ini, diharapkan Indonesia dapat
melihat dan menentukan strategi yang diambil, agar Kopi Robusta Indonesia
dapat memenangkan pasar kopi ASEAN.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah terurai diatas, penulis menyusun
pertanyaan yang relevan akan dijawab pada penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana kinerja ekspor kopi Indonesia di Pasar ASEAN ?
2. Mengapa Kopi Robusta Indonesia belum mampu menjadi eksportir kopi
nomer 1 di Pasar ASEAN ?
3. Bagaimana Strategi untuk memperkuat dayasaing Kopi Robusta di Pasar
ASEAN?
Tujuan
1. Menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia di Pasar ASEAN ?
2. Menganalisis dayasaing komoditas kopi robusta Indonesia di Pasar ASEAN
3. Menyusun strategi untuk memperkuat dayasaing Kopi Robusta di Pasar
ASEAN.
TINJAUAN PUSTAKA
Komoditas Kopi di Indonesia
Dijajahnya indonesia oleh Belanda selama 3 setengah abad silam, secara
tidak langsung, ikut memberikan pengaruh terhadap peningkatan keanekaragaman
komoditas sektor pertanian Indonesia. Pada masa penjajahan, tahun 1696
komoditas kopi dibawa oleh belanda dari Afrika. Arabika merupakan jenis Kopi
5
yang saat itu diperkenalkan, kemudian ditanam dan dikembangkan di Batavia
Meryana (2007) dan Izzany (2015).
Dalam sejarah pembudidayaan Kopi, jenis Kopi Arabika menjadi satu-
satunya jenis kopi komersil yang dibudidayakan dan diekspor. Namun, pada tahun
1876 terjadi penurunan produksi Kopi Arabika secara besar-besaran, akibat
adanya Jamur karat daun (Hemileia Vastratix B). Dari kondisi tersebut, kemudian
Kopi Robusta mulai diperkenalkan untuk dibudidayakan, Kopi robusta dikenal
memiliki daya tahan atas serangan hama dan penyakit, lebih kuat dibandingkan
jenis Arabika.
Pasar Kopi Internasional
Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan yang diekspor dan
terserap dalam jumlah besar dipasar Internasional, menurut data International
Coffee Organization (ICO), (2015), Pada tahun 2014 Indonesia menduduki
peringkat 4 terbesar dunia penghasil kopi, setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam.
Jika melihat data pada tahun 1980 hingga 1998, ternyata Indonesia sempat
menjadi negara penghasil Kopi Robusta terbesar didunia, pada masa itu Indonesia
mempunya kondisi produksi yang relatif stabil.
Saat ini Indonesia masih menjadi negara ke empat pemasok kopi dunia,
belum mampunya indonesia menjadi pemasok nomor satu, diduga karena
kemampuan Kopi Robusta Indonesia untuk bersaing di pasar Internasional masih
kecil dibandingkan ketiga Negara Pesaing utamanya.
Untuk melihat kinerja ekspor kopi Indonesia, Izany (2015) telah
melakukan penelitian untuk mengukur kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar
ASEAN, menggunakan Metode Constant Market Share Analysis (CMSA) dengan
hasil bahwa kinerja kopi Indonesia ke Pasar ASEAN terbaik pada tahun 2002 -
2007. Selain mengukur kinerja ekspor, perlu juga dilakukan analisis dayasaing
kopi itu sendiri, Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Arlan (2012), Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis adalah faktor permintaan,
industri terkait dan industri pendukung, persaingan industri, serta pemerintah.
Namun hal yang berbeda dijelaskan pada penelitian Meryana (2007),
menerangkan bahwa, untuk dapat bersaing, suatu produk harus memiliki
keunggulan komparatif, hal ini dapat diketahui setelah melakukan perhitungan
nilai Revealed Comparative Advantagei (RCA). Hal senada juga dijelaskan oleh
Wulandari (2013), Keunggulan Komparatif menjadi salah satu indikator untuk
mengetahui Dayasaing ekspor suatu produk.
Selain itu, dalam meningkatkan dayasaing Kopi Robusta, Indonesia juga
perlu memiliki Keunggulan Kompetitif, dilihat dari seluruh aspek sumber daya
yang mampu untuk mendukung perkembangan industri Kopi Robusta di
Indonesia. Meryana (2007). Ningsih (2013) ikut menambahkan dalam
penelitianya, dalam mengetahui dayasaing suatu komoditas, metode yang dapat
digunakan yaitu EPD (export product dynamic) dan X-Model Produk eksport
potensial, dengan periode waktu lima tahun (2007-2011).
6
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang, jasa, dan faktor
produksi yang melintasi batas negara. Sejak diperkenalkan oleh David Ricardo
pada abad ke-19, teori ekonomi internasional semakin menjadi perhatian para
ekonom maupun para pelaku usaha. Menurut Gonarsyah (1987) dalam Siregar
(2008), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong timbulnya
perdagangan (ekspor-impor) antar bangsa, yaitu : (1) keinginan untuk memperluas
komoditi ekspor, (2) memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan
pembangunan, (3) adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, (4)
ketidakmampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan masyarakatnya dan
(5) adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.
Perdagangan antar negara terjadi karena adanya perbedaan harga barang
komoditi di berbagai negara. Perbedaan harga barang inilah yang menentukan
keputusan negara untuk menjual barang ke negara lain ketika harga di negara
tersebut lebih rendah, atau membeli ketika harga di negara tersebut lebih tinggi.
Dengan demikian, salah satu atau kedua negara yang saling terlibat akan
memperoleh manfaat dari perdagangan tersebut (gains from trade).
Perdagangan Internasional terbagi menjadi dua bagian yaitu impor dan
ekspor, yang biasanya disebut sebagai perdagangan ekspor impor.Perdagangan
internasional berada dalam lingkup komoditi dalam pertukaran barang, dengan
adanya perbedaan alam di tiap Negara.Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan dalam
memproduksi barang, Negara tidak dapat memproduksi barang sesuai dengan
permintaan masyarakat, dan persediaan barang dan permintaan pasar disetiap
negara yang tidak seimbang. Dalam keseimbangan antara permintaan dan
penawaran terdapat beberapa perbedaan yang terjadi jika keseimbangan tersebut
dilakukan tanpa adanya perdagangan maupun keseimbangan dalam perdagangan
internasional dalam Negara-negara eksportir
Perdagangan dapat terjadi di tiap-tiap daerah. Dengan terjadinya hal
tersebut, maka suatu daerah akan mempunyai kelebihan produksi yang perlu
disalurkan ke daerah lain. Perbedaan harga disatu daerah dengan daerah lai juga
menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perdagangan ke daerah lain. Hai
inilah yanng menimbulkan apa yang dinamakan dengan perdagangan. Limbong
dan Sitorus (1985).
Keuntungan yang didapat diperoleh suatunegara dalam melakukan
perdagangan ialah mendapat keuntungan dari komuditas yang diperdagangkan
(gains from excange) dan keuntungan dari spesialisasi (gains from
spescialization). Hal yang terjadi setelah perdagangan berlangsung, yaitu masing-
masing negara akan melakukan spesialisasi daklam memproduksi komoditas yang
keunggulan komparatifnya negera tersebut kuasai. Spesialisasi akan terus
berlangsung hingga harga-harga relatif komoditas di kedua negara tersebut sama.
Dengan keadaan tersebut berarti perdagangan dalam posisi seimbang atau
ekuilibrium, Salvatore (1997). Dalam melakukan perdagangan antar negara,
7
komoditas yang diperdagangkan perlu untuk memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif. Kedua keunggula tersebut bersifat saling melengkapi.
Struktur Pasar
Deskripsi struktur pasar didasarkan pada jumlah dan ukuran perusahaan
yang terdapat pada suatu industri dalam menyediakan dan menjual suatu produk
kepada pasar atau sekumpulan pembeli. Pengamatan terhadap struktur pasar
dilakukan dengan mengetahui karakteristik pasar terutama tentang perilaku
penjual dan pembeli ketika melakukan transaksi perdagangan.Menurut UU
Nomor 5 Tahun 1999, struktur pasar didefinisikan sebagai suatu keadaan pasar
yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting
terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar. Aspek-aspek tersebut antara lain
jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman
produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
1. Pasar Persaingan Sempurna
Struktur pasar yang ditandai oleh jumlahpembeli dan penjual yang sangat
banyak. Transaksi setiap individu tersebut (pembelidan penjual) sangat kecil
dibandingkan output industri total sehingga mereka tidak bisamempengaruhi
harga produk tersebut. Para pembeli dan penjual secara individualhanya
bertindak sebagai penerima harga (price takers). Tidak ada perusahaan
yangmenerima laba di atas normal dalam jangka panjang dalam pasar
persaingansempurna ini.
2. Pasar Monopoli
Suatu pasar yang dicirikan dengan penjual tunggaldan sebuah produk yang
sangat terdiferensiasi. Produsen setiap produk harusbersaing memperebutkan
pangsa pasar dari pembelian konsumen, tetapi produsenmonopoli tidak
menghadapi persaingan yang efektif untuk penjualan produknyabaik dari
pesaing yang ada maupun yang potensial. Hambatan yang besarseringkali
merintangi para pendatang potensial. Monopoli bisa terjadi karena tigahal,
yaitu monopoli alami, monopoli karena efisiensi yang superior, dan
monopolikarena paten (Pappas dan Hirschey, 1995).
3. Pasar Monopolistik
Salah satu bentuk pasar di mana terdapat banyak produsen yang menghasilkan
barang serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapa aspek.Meskipun
produk yang dihasilkan sejenis, namun setiap produk yang dihasilkan tiap
produsen pasti memiliki karakter tersendiri yang membedakannya dengan
produk lainnya (diferensiasi produk).Produsen dapat dengan leluasa keluar
masuk pasar.Hal ini dipengaruhi oleh laba ekonomis, saat produsen hanya
sedikit di pasar maka laba ekonomisnya cukup tinggi.Ketika produsen semakin
banyak dan laba ekonomis semakin kecil, maka pasar menjadi tidak menarik
dan produsen dapat meninggalkan pasar.Pada pasar monopolistis, tidak seperti
pada pasar persaingan sempurna, produsen memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi harga walaupun pengaruhnya tidak sebesar produsen dari pasar
monopoli atau oligopoli. Misalnya, pasar sepeda motor di Indonesia. Produk
sepeda motor memang cenderung bersifat homogen, tetapi masing-masing
8
memiliki ciri khusus sendiri. Akibatnya tiap-tiap merek mempunyai pelanggan
masing-masing (Pappas dan Hirschey, 1995).
4. Pasar Oligopoli
Suatu bentuk pasar yang terdapat beberapa penjual dimana salah satu atau
beberapa penjual bertindak sebagai pemilik pasar terbesar (price
leader).Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari
sepuluh.Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya
sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang
mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka.Sehingga
semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan
sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing
mereka (Pappas dan Hirschey, 1995).
Konsep keunggulan Kompetitif
Menurut David (2009), keunggulan kompetitif dapat diartikan sebagai
“segala sesuatu yang dapat dilakukan dengan jauh lebih baik oleh sebuah
perusahaan jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan saingan”.
Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk mengukur
dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Menurut
Porter(1998), keunggulan kompetitif suatu negara sangat tergantung pada
tingkatsumberdaya yang dimilikinya.
Berdasarkan sumberdaya lokal yang dimiliki suatu negara dapat dilihat
apakah suatu negara mempunyai keunggulan kompetitif atautidak. Keunggulan
kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu prosesinternal yang tinggi.
Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai,kebudayaan, kelembagaan, dan
sejarah menentukan keberhasilan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu negara
ditentukan oleh empat faktor yangharus dimiliki suatu negara untuk bersaing
secara global. Keempat faktor tersebutadalah kondisi faktor sumberdaya (factor
condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri
pendukung (related and supportingindustry), persaingan, struktur, dan strategi
perusahaan (firm strategy, structure,and rivarly). Keempat faktor penentu tersebut
didukung oleh faktor eksternalyang terdiri atas peran pemerintah (goverment) dan
terdapatnya kesempatan(chance events). Secara bersama-sama faktor tersebut
membentuk suatu sistemyang berguna dalam peningkatan keunggulan dayasaing,
sistem tersebut dikenal dengan “The National Diamond”.
9
Ket : Garis ( ), hubungan antara atribut utama.
Garis (--------), hubungan antara atribut tambahan terhadap
atribut utama.
Gambar 1 The National Diamond System
Sumber : Porter, 1998
Pada gambar mengenai konsep yang dibuat oleh Porter (1998), setiap
poin-poin tersebut memiliki arti penting yang menjelaskan secara detail mengenai
atrubut yang ada, berikut adalah penjelasanya :
1. Kondisi Faktor Sumberdaya
Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor
produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor
produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu :
a. Sumberdaya manusia
Sumberdaya manusisa yang mempengaruhi dayasaing industri nasional
terdiri dari jumah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan
keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah)
an etika kerja (termasuk moral)
b. Sumberdaya Fisik/Alam
Sumberdaya fisik atau alam yang mempengaruhi dayasaing industroi
nasional mencakup biaya, kualitas, aksesibilitas, ukuran lahan (lokasi),
ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut
lainya), dan sumberdaya peternakan. Serta sumberdaya alam lainya, baik
yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga
kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-
lain.
Peluang Strategi perusahaan,
struktur, dan persaingan
Kondisi Faktor
Sumberdaya
Kondisi
Permintaan
Industri Terkait dan
Pendukung Pemerintah
10
c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar,
pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi
barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan
teknologi, seperti oerguruan tinggi lembaga penelitia dan pengembangan,
lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian,
asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan
teknologi lainya.
d. Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari
jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber
modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan
dan perbankan, tigkat tabungan masyarakat, peraturan keuagan, kondisi
moneter dan fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal
e. Sumberdaya Infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional dapat
dilihat dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur
yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi,
pos dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik dan
lain-lain.
2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri
nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik
merupakan sarana pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk
bersaing dipasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam
negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan
dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik.
Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri
nasional :
a. Komposisi Permintaan Domestik
Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri
nasional. Karakteristik tersebut meliputi :
(1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing
industri nasional. Pada sebagian besar industri, permintaaan yang ada
telah tersegmentasi atau dipersempit menjadi beberapa bagia yang lebih
spesifik. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah
memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih
luas dibanding dengan struktur pasar yang sempit.
(2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan
kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan
memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk,
fitur-fitur oada produk dan pelayanan.
(3) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari prusahaan dalam negeri
merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan dayasaing.
b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan.
Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat
persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas.
11
Tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan
kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik
melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat
diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri.
Hal ini dapat dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis
melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar,
pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas.
c. Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong
dayasaing industri nasional karena dapat membawa produk tersebut ke luar
negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering
mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong dan meningkatkan
dayasaing produk yang dikunjungi tersebut.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung
Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki dayasaing
global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu
yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama
dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat,
pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama,
sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi.
Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai
bahan baku. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri
hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing
global.
4. Struktur, persaingan dan Strategi Perusahaan
Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi
perusahaan-perusahan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi.
Keberdaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan
sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan antar perusahaan untuk
berkompetisi dan terus melakukn inovasi. Perusahaan yang telah terbukti
bersaing ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan
persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
belum memiliki dayasaing nasional atau berada dalam industri yang tingkat
persainganya rendah.
Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan dayasaing yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut.
Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk
melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan
dengan struktur industri yang bersaing. Dilain pihak, struktur perusahaan yang
berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan
yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan
persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga
berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan
domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan
meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.
12
5. Peranan Pemerintah
Peranan pemerintah merupakan variabel terakhir dari teori Berlian Porter.
Pemerintah dapat memperngaruhi maupun dipengaruhi oleh keempat variabel
utama. Variabel kondisi faktor sumberdaya dipengaruhi melalui subsidi,
kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan dan lainya. Peranan pemerintah
dalam membentuk kondisi permintaan domestik seringkali sulit untuk
dijelaskan. Pemerintah juga bertugas menetapkan standar produk lokal melalui
departemen-departemen yang ada. Pemerintah juga seringkali menjadi pembeli
utama, misalnya pembelian alat telekomunikasi atau penerbangan untuk
keperluan negara. Bahkan pemerintah dapat juga menjadi penjual utama atau
memegang kekuasaan atas produk-produk vital yang menyangkut kepentingan
rakyat banyak. Pada bagian industri pendukung dan terkait, pemerintah dapat
membentuk polanya, seperti dengan mengkontrol media periklanan dan
membuat regulasi dari pelayanan pendukung. Disamping itu, pemerintah juga
dapat mempengaruhi persaingan, struktur dan strategi perusahaan melalui
regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan perundang-undangan.
6. Peranan Kesempatan
Kesempatan mempunyai dampak yang asimetris atau hanya berlaku satu arah
terhadap keempat faktor utama dari Teori Berlian Porter. Faktor kesempatan
seringkali merupakan suatu hal yang besar diluar kekuatan dari industri dan
juga pemerintah dalam memberikan pengaruh. Contoh yang khsususnya sangat
penting dalam mempengaruhi keungguan kompetitif, yaitu hak paten, perang,
keputusan politik dari pemerintah luar negeri dan lainya.
Konsep Keunggulan Komparatif
Konsep dayasaing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang
diperkenalkan oleh Ricardo sekitar abad ke-18 (1823) yang selanjutnya dikenal
dengan model Ricardian Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law
of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara
kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain
dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama
harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas
yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan
mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki
kerugian komparatif (Salvatore, 1997)
Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki
efisiensi secara ekonomi. Keunggulan komparatif bersifat dinamis. Suatu negara
yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus
mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan
komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya.
Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa suatu Negara
mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang
tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada Negara lain.
Suatu Negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan
komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan
13
komparatif rendah. Jadi, jelas bahwa adanya keunggulan komparatif bisa
menimbulkan manfaat perdagangan bagi kedua belah pihak, dan selanjutnya akan
mendorong timbulnya perdagangan antarnegara.
Analisis SWOT
Rangkuti, (2009) menjelaskan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan 5
peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan
dengan cara ini selalu dikaitkan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan
kebijakan usaha. Jadi pada prinsipnya analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) guna menetapkan formulasi strategi (perencanaan strategi) dalam
upaya penyusunan strategi jangka panjang.
Dalam analisis SWOT ini menganalisis adanya dua faktor lingkungan
usaha, dimana lingkungan itu berupa :
a. Lingkungan internal merupakan suatu kekuatan, suatu kondisi, suatu keadaan,
suatu peristiwa yang saling berhubungan dimana organisasi/perusahaan
mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya.
b. Lingkungan eksternal merupakan suatu kekuatan, suatu kondisi, suatu keadaan,
suatu peristiwa yang saling berhubungan dimana organisasi/perusahaan tidak
mempunyai kemampuan atau sedikit kemampuan untuk mengendalikan atau
mempengaruhinya. Menurut Rangkuti, (2009) proses penyusunan perencanaan
strategi dalam analisis SWOT melalui 3 tahap analisis yaitu :
1. Tahap Pengumpulan Data Tahap ini adalah kegiatan mengumpulkan data
dan informasi yang terkait dengan faktor internal dan faktor eksternal
perusahaan. Faktor internal perusahaan berupa pemasaran, produksi,
keuangan, dan sumber daya manusia. Dan faktor eksternal perusahaan
adalah ekonomi, politik, sosial budaya. Dalam tahap ini model yang dipakai
adalah menggunakan Matrik Faktor Strategi Internal dan Matrik Faktor
Strategi Eksternal.
2. Tahap Analisis Nilai-nilai dari faktor internal dan faktor eksternal yang
telah didapat dari hasil Matrik Faktor Strategi Internal dan Matrik Faktor
Strategi Eksternal dijabarkan dalam bentuk diagram SWOT dengan
mengurangkan nilai kekuatan (Strength) dengan nilai kelemahan
(Weakness), dan nilai peluang (Opportunity) dengan nilai ancaman (Threat).
Semua informasi disusun dalam bentuk matrik, kemudian dianalisis untuk
memperoleh strategi yang cocok dalam mengoptimalkan upaya untuk
mencapai kinerja yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Dalam tahap ini
digunakan matrik SWOT, agar da pat dianalisis dari 4 alternatif strategi
yang ada mana yang dimungkinkan bagi organisasi untuk bergerak maju.
Apakah strategi Stengths-Oportunities (SO), strategi Weaknesses-
Oprtunities (WO), strategi Strengths-Threats (ST) atau strategi Weaknesses-
Threats (WT).
3. Tahap Pengambilan Keputusan Pada tahap ini, mengkaji ulang dari empat
strategi yang telah dirumuskan dalam tahap analisis. Setelah itu diambilah
keputusan dalam menentukan strategi yang paling menguntungkan, efektif
14
dan efisien bagi organisasi berdasarkan Matriks SWOT dan pada akhirnya
dapat disusun suatu rencana strategis yang akan dijadikan pegangan dalam
melakukan kegiatan selanjutnya.
Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia termasuk dalam salah satu produsen kopi Robusta terbesar di
dunia, di pasar ASEAN saja indonesia merupakan produsen terbesar kedua setelah
Vietnam. Pasokan impor kopi di pasar ASEAN sendiri lebih banyak didominasi
oleh kopi yang berasal dari negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Vietnam.
Berdasarkan data FAO (2014), tercatat pada tahun 2008-2011 di pasar ASEAN,
58 persen pasokan kopi berasal dari Vietnam, 31 persen berasal dari Indonesia,
dan sebesar 11 persen berasal dari negara lainnya. Melihat dari market share
jumlah pesaing, kemudian dengan segala sumber daya yang dimiliki, Indonesia
sesungguhnya cukup berpotensi untuk dapat menjadi penguasa pasar kopi di
ASEAN. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, dalam proses produksi Kopi
Robusta Indonesia tidak diiringi dengan manajemen mutu kopi yang baik,
minimnya pengolahan kopi pada industri hilir merupakan salah satu masalah
hingga saat ini, hingg bentuk kopi yang diekspor sebagian besar masih dalam
bentuk biji.
Berkenaan dengan uraian diatas, Indonesia cukup berpotensi jika disebut-
sebut sebagai negara yang mampu menguasai pasar Kopi Robusta di ASEAN.
Namun, hal ini dapat saja terjadi jika adanya pembenahan usaha produksi kopi
yang serius, sehingga kualitas dan kuantitas produksi kopi dapat tercapai dengan
maksimal. Sehingga penulis beranggapanperlu dilakukan upaya untuk
menganalisis bagaimana kinerja ekspor kopi dan dayasaing komoditas kopi
robusta indonesia di pasar ASEAN. Hasil dari analisis ini, diharapkan Indonesia
dapat melihat dan menentukan strategi yang diambil, agar Kopi Robusta
Indonesia dapat memenangkan pasar kopi ASEAN.
Pada penelitian sebelumnya, menjelaskan bahwa masih menggambarkan
adanya kesenjangan yang terjadi antara industri kopi robusta nasional dengan
kondisi pasar internasional. Indonesia perlu memberikan perhatian lebih terhadap
manajemen kopi secara keseluruhan aspek, jika hendak menginginkan kopi
robusta indonesia tetap eksis di mata dunia khususnya sebagai Kopi yang mampu
menguasai di Pasar ASEAN.
Berdasarkan uraian tersebut, hal ini menjadi landasan untuk dilakukan
penelitian. Secara konsep berikut akan dijelaskan dalam Kerangka Operasional
Penelitian.
15
Keterangan : ( ) berhubungan secara langsung
( ) berhubungan tidak langsung
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
Kondisi Industri Kopi Indonesia
Analisis Dayasaing Kopi Robusta
Indonesia di Pasar ASEAN
Analisis Keunggulan
Kompetitif Kopi Robusta
Indonesia
Analisis Kinerja Ekspor
Kopi Indonesia
Revealed Comparative
Advantage (RCA) Teori Berlian Porter
Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di
Pasar ASEAN
Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi
Robusta Indonesia di Pasar ASEAN
Penyusunan Strategi Dayasaing Kopi Robusta
Indonesia di Pasar ASEAN.
Dengan analisis SWOT
16
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan meliputi pengolahan data terkait Kopi Robusta
Indonesia secara Nasional. Waktu untuk pengumpulan data dimulai sejak Februari
2016 sampai dengan Juli 2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada
AEKI, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Informan lainya yang
berkompeten dalam industri Kopi Indonesia, sedangkan data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika, AEKI (Asosisasi eksportir Kopi
Indonesia), ICO (International Coffe Organization), literatur terkait serta sumber-
sumberlainya yang relevan dengan penelitian ini. Berikut secara rinci akan di
jelaskan sumber data dan data yang diperoleh.
Tabel 3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis Data Sumber Data Data yang diperlukan
Primer Pihak AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia)
Data perdagangan nasional dan
Internasiona, khususnya wilayah
ASEAN. Kondisi Industri Kopi
Indonesia. Peran AEKI dan hal lainya
Pihak Dirjen Perkebunan,
Kementerian Pertanian Indonesia
Keadaan Industri Kopi Indonesia,
Permasalahan apa yang terjadi pada
Industri Kopi Indonesia, Kebijakan
apa yang mendukung Industri Kopi
Indonesia.
Informan Informasi penting lainya yang
mendukung terhadap penelitian ini.
Sekunder
Badan Pusat Statistika Luas Lahan, Produksi, Produktivitas,
Harga Domestik, Harga Internasional.
AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia)
Kuantitas Ekspor Kopi Robusta
Nasional ke Pasar ASEAN, harga
kopi nasional.
ICO (International Coffe
Organization)
Kuantitas Ekspor Negara Penghasil
Kopi Robusta ke Pasar ASEAN,
perkembangan produksi Kopi
Robusta di setiap negara produsen
Kopi Robusta
Jurnal, Buku, Artikel dan Internet Keadaan Industri Kopi Robusta
Nasional dan Internasional, khususya
di Pasar ASEAN.
17
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, pengumpulan data primer
dilakukan dengan wawancara secara langsung sedangkan data sekunder diperoleh
dari Instansi penyedia data terkait, studi literatur dan webside. Data yang
dianalisis pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kualitatif dilakukan dengan menggunakan Teori Berlian porter dan Analisis
SWOT, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan Revealed Comparative
Advantage (RCA). Aplikasi yang digunakan dalam mengolah data dengan
Software Microsoft Excel 2010.
Metode Pengolahan Data
Data yang dianalisis pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif. Dengan metode pengolahan data akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Analisis Berlian Porter
Pada alat analisis Berlian Porter digunakan untuk mengetahui situasi dan
kondisi dari setiap atribut yang ada, seperti kondisi poermintaan domestik,
kondisi faktor sumberdaya, industri pendukung dan terkait, persaingan, struktur
dan strategi Kopi Robusta Nasional. Selain itu, terdapat juga dua atribut
tambahan yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan yang mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan Industri Kopi Robusta Nasional, yaitu :
a. Menentukan siapa saja yang ada di dalam Industri. Hal ini dilakukan dengan
membuat draft list yang memuat para peserta Industri secara Langsung.
b. Mengamati dan menilai Industri Kopi Robusta Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan dari hasil pencarian informasi dari sumber yang terlibat dan
berkompeten dalam Industri Kopi Indonesia, kemudian juga didapat dari
informasi lainya seperti artikel-artikel mengenai perkembangan Industri
Kopi.
c. Data-data Industri Kopi, berupa data produksi, luas lahan, produktivitas
serta perdagangan baik Nasional maupun Internasional dengan rentang
waktu tertentu.
2. Revealed Comparatv Advantage (RCA)
Penggunaan RCA bertujuan untuk mengetahui posisis keunggulan bersaing
dari komoditas dan kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN
dibandingkan dengan negara produsen lainya. Namun, indeks ini memiliki
kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor dan
mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik
dan perkembanganya.
18
Rumus yang dijelaskan oleh smyth (2005) dalam Meryana (2007) untuk
mengukur keunggulan komparatif sebuah negara dengan menggunakan
Revealed Comparative Advantage, yaitu :
𝑅𝐶𝐴𝑖 = (𝑋𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎/ ∑ 𝑋𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎) / (𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑/ ∑ 𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑)
Keterengan :
𝑅𝐶𝐴𝑖 : Revealed Comparative Advantage untuk komoditi i
𝑋𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 : Ekspor komoditi Kopi oleh Indonesia ke ASEAN
∑ 𝑋𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 : Total Ekspor Indonesia ke ASEAN
𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 : Ekspor Dunia dari komoditi kopi ke ASEAN
∑ 𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 : Total Ekspor Dunia ke ASEAN
Apabila hasil yang didapat yaitu nilai RCA lebih besar dari satu, maka dapat
dikatakan indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas yang
terkait dan mempunyai dayasaing yang kuat. Apabila nilai RCA kurang dari
satu, maka Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditi
tersebut atau komoditi tersebut dayasaingnya lemah. Maka, semakin tinggi
nilai RCA nya senakin kuat dayasaingnya.
3. Analisis SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi perusahaan adalah
matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan strategi yang dilakukan
berdasarkan pengembangan empat jenis strategi. Berikut ini adalah langkah-
langkah dalam menyusun Matriks SWOT :
a. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal kunci.
b. Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal kunci.
c. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
strategis.
d. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan SO Strategy.
e. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan ST Strategy.
f. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan WO Strategy.
g. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan WT Strategy
Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang
berpengaruh terhadap kelangsungan industri kopi robusta melalui proses
identifikasi terhadap peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. Identifikasi
kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukan dengan keadaan atribut
yang mendukunng, sedangkan kelemahan ditunjukan dengan keadaan atribut yang
19
kurang mendukung. Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi
tersebut dalam perumusan strategi dengan menggunakan model SWOT.
GAMBARAN UMUM
KOPI ROBUSTA NASIONAL
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar Dunia dalam
memproduksi kopi, sumber daya lahan yang begitu luas menjadi salah satu alasan
Indonesia mampu menghasilkan kopi yang begitu besar. Produksi total pada tahun
2015, Indonesia mampu memproduksi 664 460 ton dari luas lahan yang dimiliki 1
254 382 hektar. Angka ini membuat Indonesia menempati urutan keempat Negara
penghasil kopi terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
International Coffe Organitation (ICO) telah mencatat produksi kopi
dunia dari tahun ke tahun. Saat ini jenis kopi yang aktif diperdagangkan di pasar
global, yakni Arabika, Robusta, Liberika, dan Excelsa. Sekitar 99 persen
didominasi oleh kedua jenis kopi yaitu Arabika dan Robusta, sisanya Liberika dan
Excelsa.
Kopi Robusta
Robusta adalah salah satu jenis dari tanaman kopi dengan nama ilmiah
Coffea canephora. Nama robusta diambil bahasa inggris dari kata robust, yang
artinya kuat. Sesuai dengan gambaran dari postur (Body) atau tingkat kekentalan
/cita rasa yang kuat dan cenderung lebih pahit dibanding arabika.
Biji kopi robusta banyak digunakan sebagai bahan baku kopi siap saji
(instant) dan pencampur kopi racikan (blend) untuk menambah kekuatan cita rasa
kopi. Selain itu, biasa juga digunakan untuk membuat minuman kopi berbasis
susu seperti capucino, cafe latte dan macchiato.
Biji kopi robusta dianggap inferior dan dihargai lebih rendah dibanding
arabika. Secara global produksi robusta menempati urutan kedua setelah arabika.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi robusta terbesar di dunia.
Sebagian besar perkebunan kopi di negeri ini ditanami jenis robusta, sisanya
arabika, liberika, dan excelsa.
Robusta dapat tumbuh di dataran rendah, namun lokasi paling baik untuk
membudidayakan tanaman ini pada ketinggian 400 meter sampai 800 meter diatas
permukaan laut. Suhu optimal pertumbuhan kopi robusta berkisar 24-30oC
dengan curah hujan 2000 sampai 3000 milimeter per tahun.
Kopi robusta sangat cocok ditanam di daerah tropis yang basah. Dengan
budidaya intensif akan mulai berbuah pada umur 2.5 tahun. Agar berbuah dengan
baik, tanaman ini membutuhkan waktu kering 3 sampai 4 bulan dalam setahun
dengan beberapa kali turun hujan. Tanaman ini menghendaki tanah yang gembur
dan kaya bahan organik. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman
ini 5.5 sampai 6.5. Kopi robusta dianjurkan dibudidayakan dibawah naungan
pohon lain.
20
1. Karakteristik Tanaman
Cabang reproduksi atau wiwilan pada kopi robusta tumbuh tegak lurus. Buah
kopi dihasilkan dari cabang primer yang tumbuh mendatar. Cabang primer ini
cukup lentur sehingga membentuk tajuk seperti payung. Bentuk daun
membulat seperti telur dengan ujung daun runcing hingga tumpul. Daun-
daunnya tumbuh pada batang, cabang dan ranting. Pada batang dan cabang
tumbuhnya tegak lurus dengan susunan daun berselang-seling. Sedangkan pada
ranting dan cabang-cabang mendatar pasangan daun tumbuh pada bidang yang
sama. Robusta lebih relatif tahan terhadap penyakit karat daun.
Tanaman kopi robusta sudah mulai berbunga pada umur 2 tahun. Bunga
tumbuh pada ketiak cabang primer. Setiap ketiak terdapat 3-4 kelompok bunga.
Bunga biasanya mekar diawal musim kemarau. Berbeda dengan arabika, bunga
robusta melakukan penyerbukan secara silang. Buah yang masih muda
berwarna hijau, setelah masak berubah menjadi merah. Meski telah matang
penuh, buah robusta menempel dengan kuat pada tangkainya. Jangka waktu
dari mulai berbunga hingga buah siap panen berkisar 10-11 bulan. Tanaman
kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal. Oleh karena itu membutuhkan
tanah yang subur dan kaya kandungan organik. Tanaman ini juga cukup
sensitif terhadap kekeringan.
2. Jenis klon Kopi Robusta
Kopi Robusta diturunkan dari beberapa spesies terutama Canephora. Karena
alasan ini, jenis Robusta bukanlah sebuah varietas melainkan klon, sama
dengan jenis kopi lainya (arabika).
Klon unggul robusta telah di teliti dan dikembangkan oleh Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI). Melalui lembaga ini, Indonesia telah
melahirkan beberapa klon unggul antara lain :
a. Klon BP 308 Tahan Nematoda
Klon ini merupakan tanaman unggul yang tahan terhadap serangan
nematoda. Keistimewaan lain klon robusta ini adalah toleran terhadap tanah
yang kurang subur. BP308 dianjurkan untuk dijadikan batang bawah,
sedangkan batang atasnya disambung dengan klon-klon lain yang
disesuaikan dengan agroklimat setempat.
b. Klon BP 42
Klon jenis ini memiliki produktivitas 800-1200 kg/ha/tahun. Perawakannya
sedang dengan banyak cabang dan ruasnya pendek. Buah yang dihasilkan
besar dan dompolannya rapat.
c. Klon BP 358
Perawakan sedang, memeliki percabangan agak lentur dengan ruas agak
panjang. Memeiliki bentuk dan warna daun bulat telur, memanjang, hijau
mengkilap, tepi daun bergelombang lebar, pupus hijau kecoklatan. Biji
berukuran medium hingga besar, produktivitasnya 800 sampai 1700
kilogram per hektare per tahun.
d. Klon BP 409
Perwakan besar kokoh dengan cabang kuat dan ruas agak panjang. Warna
daun membulat, besar, dan hijau gelap. Memiliki buah agak besar, diskus
kevil runcing, buah muda beralur, masak merah hati. Produktivitas 1000
sampai 2300 kilogram per hektare per tahun.
21
e. Klon BP 939
Perawakan sedang, lebar, dan kokoh. Memiliki percabangan panjang agak
lentur kebawah. Antar cabang terbuka teratur, sehingga buah tampak
menonjol dari luar. Mempunyai bentuk daun oval bersirip tegas dan rapat,
helaian daun kaku, tepi daun mengerupuk. Permukaan buah terdapat garis
putih. Produktivitas 1600 sampai 2800 kilogram per hektare per tahun.
f. Klon SA 436
Perwakan kecil hingga sedang, percabangan aktif, lentur ke bawah. Bentuk
daun bulat telur ujung meruncing melengkung. Kedudukan daun terhadap
pangkal tegak, berwarna hijau pucat kekuningan. Dompolan sangat rapat,
jika tumbuh > 400 mdpl masak serempak dengan warna merah anggur. Jika
<400 masak tidak serempak. Memiliki biji kecil – sedang, dengan
produktivitas 1600 sampai 2800 kilogram per hektar per tahun.
g. Klon BP 234
Perawakan ramping, daun bulat memanjang, permukaan bergelombang
nyata, pupus berbentuk membulat hijau pucat kecoklatan. Memiliki buah
agak kecil, tidak seragam. Produktivitas 800 sampai 1600 kilogram per
hektare per tahun.
h. Klon BP 288
Perawakan sedang, ruas panjang. Bentuk dan warna daun agak membulat,
permukaan sedikit berge-lombang, pupus hijau kecoklatan. Memiliki buah
agak kecil, diskus seperti cincin, masak merah tua. Besar biji kecil-medium,
> 400 mdpl., berbunga akhir, < 400 m dpl., berbunga awal. Produktivitas
(kg kopi biji/ha/th): 800 – 1.500
i. Klon BP 534
Perawakan sedang; Percabangan lentur ke bawah, cabang sekunder kurang
aktif & mudah patah. Bentuk daun dan warna daun bulat memanjang, lebar
daun sempit, helai daun seperti belulan, sirip daun tegas, daun tua berwarna
hijau, sering mosai, buah muda kuning pucat beralur putih, dompolan buah
rapat dan lebat. Biji sedang – besar. Produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 1.000
-2.800
j. Klon BP 936
Perawakan sedang – besar. Percabangankaku mendatar teratur, percabangan
rapat, rimbun.Bentuk daun dan warna daun bulat telur, lebar memanjang,
ujung membulat tumpul agak lebar, pupus berwarna hijau coklat muda,
daun tua hijau sedang, menelungkup ke bawah. Bentuk buah membulat
besar, permukaan halus, buah muda hijau bersih, masak seragam, letak buah
tersembunyi di balik cabang daun. Biji : sedang – besar. Produktivitas (kg
kopi biji/ha/th): 1.800 -2.800
k. Klon SA 203
Perawakan besar, kokoh, melebar. Percabangan teratur mendatar, cabang
primer sangat panjang, ruas panjang, cabang sekunder cenderung lentur ke
bawah. Bentuk daun dan warna daun oval berwarna hijau sedang tetapi
mengkilat, pupus berwarna coklat kemerahan. Buah dalam dompolan lebat
dan rapat, antar dompolan lebar, masak merah muda belang, masak tidak
serempak. Biji: kecil –sedang dengan produktivitas (kg kopi biji/ha/th):
1.600 -3.700.
22
Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia
Lahan yang dimiliki Indonesia untuk jenis Kopi Robusta pada tahun 2015
(Data Sementara) adalah sekitar 931 405 hektar, dengan jumlah luas lahan
Tanaman Menghasikan (TM) seluas 719 974 hektar. Lahan perkebunan Kopi
Robusta merupakan jenis Kopi yang memiliki lahan terluas dibanding jenis lain,
Luas lahan perkebunan kopi robusta adalah 74 persen dari total luas lahan kopi
Indonesia. Dilihat dari proporsi luas lahan hal ini menunjukan bahwa kopi
robusta, merupakan jenis kopi yang paling dominan diusahakan dalam industri
kopi nasional. Indonesia juga merupakan negara dengan luasan areal kopi terbesar
kedua setelah Brazil, menurut data dari FAO 2014 luas perkebunan kopi indonesia
mempunyai porsi 12 persen dari total areal kopi dunia ( 4).
Lahan perkebunan kopi robusta hampir tersebar secara merata di seluruh
provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta, namun dengan porsi yang beragam.
Indonesia memiliki tiga provinsi utama penghasil kopi Robusta. Provinsi ini
disebut-sebut sebagai kawasan “Segitiga Emas Kopi (Robusta)” di Indonesia,
diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, dan Bengkulu. Ketiga daerah ini
menghasilkan hampir 50 persen produksi Indonesia.
Perkebunan kopi robusta Indonesia, sebagian besar status kepemilikanya
berupa perkebunan rakyat (Smallholder). Pada tahun 2015 dengan total luas lahan
913 405 hektar, perkebunan kopi robusta mampu menyedot tenaga kerja (petani)
sebesar 1 367 330 orang. Perkembangan luas lahan dari tahun ke tahun tidak
cukup signifikan, hal diduga karena status kepemilikan kebun yang masih milik
perorangan menyebabkan terbatasnya modal untuk memperluas lahan. Selain itu,
adanya konversi lahan ke berbagai sektor, baik petani yang beralih ke petani
jeruk, kelapa sawit, adanya perluasan jalan, hingga berubah menjadi pemukiman
warga.
Tabel 4 Negara dengan luas tanaman menghasilkan kopi terbesar di dunia tahun
2011 – 2014.
No Negara Luas Tanaman Menghasilkan (Ha)
Share (%) 2011 2012 2013 2014
1 Brazil 2 148 775 2 120 080 2 085 522 2 085 522 21.14
2 Indonesia 909 162 927 220 914 407 1 240 900 12.58
3 Kolombia 723 921 696 023 771 728 771 728 7.82
4 Meksiko 688 208 695 350 700 117 700 117 7.10
5 Vietnam 543 865 572 600 584 600 584 600 5.93
6 Lainya 4 774 844 4 822 166 4 809 568 4 796 970 48.62
Total 9 788 775 9 833 439 9 865 942 10 179 837
Sumber : FAO 2015 (diolah)
Luas areal kopi Indonesia sempat merosot, hingga menjadi tahun dengan
luas areal kopi terkecil yang sempat dialami Indonesia. Hal ini diduga pada saat
itu adanya krisis kopi dunia yang terjadi pada tahun 2000 dikarenakan
keberhasilan Vietnam meningkatkan produksi kopinya dan keberhasilan Brazil
23
meminimumkan gangguan Frost yang sering melanda negeri ini. Peranan
komoditas kopi dalam perekonomian nasional memudar setelah harga kopi jatuh
akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga
mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun 2002. Kondisi
tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi
Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani
sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama
di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun
2004 perolehan devisa dari komoditas kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar
US$ 251 juta atau 10.1 persen dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, atau
0.5 persen dari ekspor non-migas atau 0.4 persen dari nilai total ekspor (AEKI,
2005). Selengkapnya dapet dilihat pada lampiran.
Produksi Perkebunan Kopi Robusta Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dunia penghasil kopi
robusta. Tahun 2015, menurut data United State Departement of Agriculture
(2016), Indonesia negara ketiga terbesar setelah Vietnam, dan Brazil. Total
produksi perkebunan kopi robusta Indonesia adalah 624.000 ton, atau 15,43
persen dari total produksi kopi robusta dunia. Jika membandingkan dengan negara
pesaingnya, Vietnam merupakan negara raksasa pada jenis kopi robusta dengan
produksi dua kali lipat pesaing terdekatnya (Brazil) dan tiga kali lipat dari
Indonesia.
Tabel 5 Perkembangan produksi kopi robusta Indonesia dari tahun 2011-2016*
No Tahun Total Produksi (Ton)
1 2011 420 000
2 2012 528 000
3 2013 471 000
4 2014 552 000
5 2015 624 000
6 2016* 8 700
Sumber : United State Departement of Agriculture, diolah
Keterangan : 2016*data sementara, hingga juni 2016
Perkembangan hasil produksi kopi robusta Indonesia dari tahun ke tahun
menunjukan peningkatan, namun peningkatanya tidak begitu signifikan. Bahkan
Indonesia sempat mengalami penurunan produksi kopi robusta, dari 528 000 ton
pada tahun 2012 kemudian tahun 2013 produksinya menurun menjadi 471 000 ton
padahal terjadi kenaikan total luas lahan. Hal ini di duga karena faktor cuaca yang
kurang kondusif, hujan yang berkepanjangan menyebabkan proses pembungaan
tahun lalu, kembang kopi rontok dan tahun ini ada hawa panas berlebihan. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan buah kopi tidak maksimal sehingga produksi
menurun.
24
Produktivitas perkebunan kopi robusta Indonesia
Dari sisi produktivitas, produktivitas kopi robusta di Indonesia terlihat
berfluktuatif pada setiap tahunya. Berdasarkan data yang diperoleh dari direktorat
jenderal perkebunan, produktivitas kopi robusta tidak menunjukan peningkatan
yang signifikan, bahkan cenderung menurun.
Penurunan ini diduga, karena Indonesia merupakan negara yang cukup tua
dalam budidaya kopi robusta, berdasarkan informasi dalam artikel yang
diterbitkan Tempo.co, bahwa perkebunan-perkebunan kopi rakyat di Indonesia
sebagian besar telah berusia hingga 30 tahun. Padahal tanaman kopi dapat disebut
tua jika telah melewati usia 20 tahun.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (puslitkoka) juga menyebutkan
bahwa usia ideal untuk tanaman kopi yang produktif, yakni usia 5 sampai 20
tahun. Pohon kopi yang tua dapat terlihat dari bentuk atau morfologi tanamanya.
Bentuk batangnya lebih besar dan cenderung keropos, yang kemudian tidak
optimal lagi untuk menopang produktivitas buah (Tempo,2013).
Tabel 6 Perkembangan luas areal (tanaman menghasilkan), produksi, dan
produktivitas 2005-2015*
Tahun
Luas Areal Produksi Produktivitas
Total (Ha) Pertumbuhan
(%)
Total
(Ton)
Pertumbuhan
(%)
Total
(Kg/Ha)
Pertumbuhan
(%)
2005 872 889 -2.84 591 417 -1.16 677.54 1.64
2006 845 160 -3.28 587 386 -0.69 695.00 2.51
2007 815 881 -3.59 549 088 -6.97 673.00 -3.27
2008 758 955 -7.50 553 278 0.76 729.00 7.68
2009 728 830 -4.13 534 961 -3.42 734.00 0.68
2010 721 818 -0.97 535 589 0.12 742.00 1.08
2011 715 050 -0.95 489 809 -9.35 685.00 -8.32
2012 723 979 1.23 528 505 7.32 730.00 6.16
2013 701 953 -3.14 509 557 -3.72 725.91 -0.56
2014 694 015 -1.14 473 672 -7.58 682.51 -6.36
2015* 699 701 0.81 491 777 3.68 702.84 2.89
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah 2015* angka sementara
Data luas areal tanaman menghasilkan cenderung mengalami penurunan,
hingga tahun 2011. Tercatat Indonesia setidaknya kehilangan 100 000 hetkar
sejak tahun 205, dan mulai merangkak naik secara perlahan di tahun 2012.
Curah hujan yang tinggi, menyebabkan tanaman kopi tidak bisa berproduksi
secara normal. Menurut pihak Dirjenbun, khususnya Direktorat tanaman rempah
dan penyegar, pemerintah akan melakukan upaya agar bisa menekan penurunan
produksi kopi. Salah satunya dengan melakukan intensifikasi dan rehabilitasi
tanaman kopi. Namun, berdasarkan keterangan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi
berupa peremajaan tanaman setidaknya butuh waktu 3 tahun untuk bisa
mendapatkan hasil panen. (Kontan, 2011).
25
Tingkat harga kopi robusta Indonesia
Perkembangan harga kopi robusta pada beberapa pasar dalam negeri
berdasarkan data direktorat Jenderal Perkebunan dalam Buku Statistika
Perkebunan Indonesia : Kopi 2013-2015 dan 2014-2015 dijelaskan harga kopi
dari tahun 2007 hingga 2014 bahwa, secara umum menunjukan kenaikan.
Tabel 7 Perkembangan harga rata-rata kopi robusta di Indonesia tahun 2007 –
2014.
Tahun Robusta (Rp/kg) Pertumbuhan (%)
2007 10 013 -
2008 14 775 47.56
2009 15 351 3.90
2010 16 264 5.95
2011 15 133 -6.95
2012 16 952 12.02
2013 16 341 -3.60
2014 22 789 39.46
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah
Jika dilihat pada , harga rata-rata kopi robusta di pasar dalam negeri
berkencederungan mengalami peningkatan pada periode tahun 2007-2014. Pada
tahun 2008, harga kopi robusta mengalami lonjakan yang cukup tinggi hingga
mencapai 47 persen dibandingkan harga pada tahun sebelumnya, pada tahun ini
harga satu kilogram kopi robusta di Indonesia adalah Rp 12 104 per kilogram.
Namun, pertumbuhan kenaikan harga pada tahun berikutnya menurun,
bahkan pada tahun 2011 dan 2013 mengalami penurunan, masing turun 6.95
persen dam 3.60 persen di tahun 2013. Akan tetapi, pada tahun 2014 harga kopi
robusta dalam negeri kembali mengalami kenaikan harga yang cukup besar, yaitu
meningkat sebesar 39 persen dari tahun sebelumnya sehingga harga per kilogram
robusta yaitu Rp 22.789. Tidak diketahui secara pasti penyebab terjadinya
lonjakan harga ini, namun diperkiran akibat dari adanya peningkatan permintaan
konsumsi dalam negeri dan menurunya ketersedian kopi robusta di pasar.
Perkembangan Produksi, Luas Areal dan Produktivitas
perkebunan kopi robusta ASEAN.
Perkembangan industri kopi di negara-negara ASEAN, cukup dinamis, baik
dari perningkatan konsumsi, dan produksinya. Berdasarkan data dari United Stade
Departement of Agriculture (USDA), Vietnam merupakan negara di ASEAN
yang memiliki produksi tertinggi bahkan nomer satu di level dunia. Data tahun
2015 menyebutkan, Vietnam memproduksi 42.10 persen dari total produksi dunia,
kemudian disusul Brazil 19.86, dan Indonesia diurutan ketiga produksi sebesar
624 000 ton.
26
Tabel 8 Perkembangan produksi 5 Negara terbesar di dunia penghasil kopi
robusta tahun 2011 – 2015. (dalam bags)
Negara 2011 2012 2013 2014 2015 Share (2015)
Vietnam 25 200 25 600 28 658 26 350 28 200 42.10
Brazil 14 500 15 500 15 400 17 000 13 300 19.86
Indonesia 7 000 8 800 7 850 9 200 10 400 15.53
India 3 540 3 660 3 372 3 810 3 810 5.69
Uganda 2 200 2 800 3 000 2 800 3 600 5.37
Cote d'Ivoire 1 600 1 750 1 675 1 400 1 650 2.46
Lainya 6 585 5 936 5 483 6 032 6 024 8.99
Total 60 625 64 046 65 438 66 592 66 984 100.00
Sumber : United Stade Departement of Agriculture, diolah
Dalam 000 bags, 1 bags = 60 kilogram.
Berdasarkan data pada, Vietnam menjadi negara terbesar penghasil robusta
di dunia, tidak ada negara di dunia yang mampu melebihi produksi robusta setiap
tahunya, atau setidaknya dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2011). Brazil
sendiri yang merupakan negara terbesar penghasil kopi nelum mampu menandingi
produksi robusta vietnam. Sama halnya dengan Indonesia, perkebunan kopi
robusta Indonesia bahkan hanya mampu memproduksi 10.400 (624.000 ton) atau
sepertiga dari total produksi Vietnam
Menurut informasi yang didapat saat wawancara dengan AEKI, Indonesia
telah mulai menanam kopi sejak tahun 1800an, setidaknya telah 200 tahun jika
dihitung mundur dari sekarang. Usia yang terbilang tua. Penanaman yang sudah
sangat lama, dilakukanya penanaman kembali (re-planting) tanpa perlakuan tanah
yang serius, dan segala aktivitas perkopian lainya telah mempengaruhi kandungan
nutrisi yang terdapat dalam tanah. Sedangkan Vietnam, mulai melakukan
eksploitasi tanaman kopi semenjak merdeka (tahun 1976). Melihat dari umsss ur
yang masih muda, Vietnam cenderung memiliki tanah yang masih fertile, segar,
atau masih kaya akan nutrisi.
Selain itu jika dilihat dari type pengusahaanya, Indonesia sebagian besar
lahan kopi dimiliki oleh petani atau perkebunan rakyat, yang hanya memiliki luas
lahan sangat kecil, kurang 1.5 hektar. Kondisi ini jika diperhitungkan secara skala
ekonomis menjadi tidak efisien, berbeda dengan jika diusahakan dalam skala
besar, baik dari penggunaan input,modal, teknologi, maupun tenaga kerja.
Kemudian jika dibandingkan dengan Vietnam, Vietnam merupakan negara
komunis. Sehingga perkembangan industri kopi saat itu (1980an), diberikan
kepada rakyat yang secara total difasilitasi oleh pemerintah. Seperti pemberian
lahan kepada rakyat 5 hektar per orang, modal, penyedian input, teknologi, dan
seluruh aspek pada industri kopi pemerintahan pun ikut campur. Sehingga
pertumbuhan ekonomi, khususnya dari hasil-hasil perkebunan menjadi sangat
tinggi, bahkan bukan hanya dari komoditas kopi, tetapi juga pada komoditas
lainya seperti lada dan kakao.
27
Tingkat harga kopi robusta Dunia
Harga kopi robusta di pasar dunia seringkali tidak stabil, perubahan harga
kopi selalu berubah setiap bulanya di tingkat internasional. Hal ini dipengaruhi
oleh jumlah produksi kopi robusta yang beredar di pasar internasional. Pada saat
jumlah kopi mengalami kelebihan pasokan (Over Supply) maka harga akan turun,
dan akan naik kembali ketika jumlah produksi sudah stabil. Berdasarkan pada
grafik, terlihat bahwa harga kopi robusta dunia menunjukan adanya fluktuasi,
meski memeliki kecenderungan naik walau tak begitu signifikan.
Dalam kondisi ini, Indonesia tidak dapat melakukan kontrol atas harga
kopi dunia secara mutlak, karena perkembangan harga sangat dipengaruhi atas
jumlah produksi atau kelebihan pasokan dari negara-negara eksportir kopi robusta
utama, seperti Vietnam, dan Brazil. Tanaman kopi juga merupakan tanaman yang
sangat peka terhadap bencana embun upas dan kekeringan, karena dapat
meningkatkan serangan penyakit pada tanaman dan pada akhirnya dapat
menggagalkan sebagian besar tanaman kopi. (AEKI, 2016)
Selain itu walaupun Indonesia merupakan salah satu produsen sekaligus
eksportir kopi terbesar di dunia, tapi terkait harga kopi di pasaran internasional
justru dikendalikan oleh negara-negara yang bukan penghasil kopi. Kopi robusta
dikendalikan harganya oleh bursa berjangka di London, Inggris. Sedangkan kopi
jenis arabika dikendalikan oleh bursa New York di Amerika. Agar Indonesia bisa
ikut mengendalikan harga kopi di pasar ekspor, Kemenrterian Perdagangan
(Kemendag) berencana mewajibkan penjualan kopi melalui bursa berjangka di
Indonesia. Bila Indonesia bisa meningkatkan harga kopi di pasar dunia, tentu para
petani kopi di dalam negeri bisa lebih sejahtera. Maka rencana pengendalian harga
kopi melalui bursa berjangka di dalam negeri perlu segera direalisasikan.
Selain karena kelebihan pasokan, penurunan harga yang drastis diduga
juga bisa disebabkan atas adanya permainan pembeli-pembeli kelas dunia
(roasters dan pengimpor) atau perusahaan multinasional yang melakukan
pembelian melalui perwakilan yang tersebar di sentra-sentra produksi kopi negara
produsen, seperti Nestlé di Lampung.
Sumber : Ditjenbun dan ICO, diolah
Keterangan : 2016*, angka rata-rata sementara hingga juni 2016
Gambar 3 Perkembangan harga rata rata per tahun Robusta di pasar internasional,
tahun 2005 – 2016*
-
1,00
2,00
3,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Kopi Robusta / Coffee Robusta ($/kg)
28
Melihat pada grafik, pada tahun 2009 harga kopi robusta dunia anjlok
cukup drastis dari tahun sebelumnya, semula US$ 2.26 per kilogram turun
menjadi US$ 1.70 per kilogramnya. Namun pada tahun berikutnya, terlihat
adanya kenaikan walau dengan pola yang tipis, dan kembali melonjak di tahun
2011. Harga kopi robusta pada saat itu US$ 2.21 pe kilogram, kenaikan yang
cukup drastis ini diduga akibat adanya supply kopi dunia yang merosot.
Santoso dan Syafa’at dalam kustiari (2005) menyatakan bahwa untuk
membangun dan meningkatkan keragaan kopi Indonesia perlu diperhatikan
berbagai faktor antara lain harga yang mempunyai peran sangat dominan. Harga
kopi ini sangat berpengaruh di dalam mendorong perluasan areal kopi (new
planting maupun produktif), suplai kopi, ekspor kopi, harga dan konsumsi kopi
domestik. Sementara itu, harga kopi di Indonesia lebih ditentukan oleh harga kopi
dunia yang merupakan variabel eksogenus. Oleh karena itu kebijakan kopi
Indonesia diarahkan untuk dapat mengantisipasi gejolak harga kopi dunia untuk
dimanfaatkan semaksimal mungkin guna meningkatkan keragaan kopi Indonesia.
Faktor lainnya yang cukup berpengaruh adalah tingkat nilai tukar yang
ternyata dapat mendorong peningkatan harga kopi petani dan volume ekspor kopi
Indonesia. Namun demikian, peubah nilai tukar ini tidak disarankan untuk
dijadikan sebagai instrumen kebijakan dalam meningkatkan ekspor maupun harga
di tingkat petani, karena elastisitas permintaan ekspornya bersifat inelastik.
Cara lainnya untuk meningkatkan volume ekspor kopi adalah melalui
peningkatan kuota ekspor kopi Indonesia di pasar internasional, sedangkan untuk
meningkatkan penerimaan petani, selain melalui peningkatan harga dapat juga
dilakukan dengan meningkatkan produktivitas melalui perbaikan teknologi
budidaya kopi. Posisi negara pengekspor kopi yang cukup sulit karena harga kopi
yang cenderung rendah diperparah oleh adanya tuntutan pasar khususnya
Masyarakat Eropa berkenaan dengan aspek healthy protect (perlindungan
kesehatan) dan eco-friendly cultivation (cara bercocok tanam yang ramah
lingkungan). Isu kandungan Ochratoxin khususnya Ochratoxin A (OTA) pada
kopi telah lama berhembus di Eropa dan bahkan European Union menetapkan
batas kandungan OTA pada kopi.
Ekspor kopi robusta Indonesia
Di Pasar Internasional, hampir seluruh produk kopi robusta tujuan ekspor
dihasilkan dalam bentuk biji (green coffee) yang dituntut tidak mengandung asam
dari terjadinya fermentasi, agar kopi yang diekspor masih memiliki rasa lugas
(neutral taste). Kopi robusta memiliki kelebihan, seperti kekentalan, warna, dan
rasa yang lebih kuat. Oleh karena itu, kopi robusta banyak diperlukan untuk bahan
campuran (blends) kopi merek-merek tertentu. Kopi ini banyak digunakan oleh
industri sebagai bahan baku kopi serbuk, sehinggga hasilnya didapatkan kopi
yang memiliki kekentalan dan warna yang kuat.
Berdasarkan keterangan AEKI, negera tujuan ekspor kopi robusta lebih
banyak dibandingkan dengan kopi arabika. Tujuan ekspor utama kopi Indonesia
adalah ke negara-negara anggota MEE (Easyarakat Ekonomi Eropa), negara
kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat, serta negara dikawasan
Asia seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia. Pada tahun 2014, Indonesia mampu
29
mengekspor dengan wujud produksi Kopi biji (Arabika/Robusta) sebesar 381 002
600 kilogram. Ternyata, angka ini menunjukan adanya penurunan dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2013 ekpor dalam bentuk biji (Arabika/Robusta) adalah
sebesar 528 621 371 kilogram atau menurun 27 persen. Penurunan ini
disesbabkan atas produksi nasional yang menurun 25-30 persen akibat anomali
cuaca disentra-sentra produksi kopi dikawasan segitiga emas. Akan tetapi pada
tahun 2015 produksi kopi mulai kembali normal. Harapanya, ekpor bisa
mendekati performa yang sama seperti tahun 2013. (Gaeki, 2015).
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang diatur tata niaga
ekspornya, yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia HS Nomor
09.01 dan 21.01. Ketentuan tentang ekpor kopi diatur beberapa kali dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu peraturan Nomor
26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-DAG/PER/7/2008 dan
terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor Kopi yang
terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011.
Adapun syarat ekspor kopi yang telah diatur oleh pemerintah, sebagai
berikut :
1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui
sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara
(EKS) oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian
Perdagangan.
2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan
Ekspor Kopi (SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan ekspor
kopi ke seluruh negara tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang
bertanggungjawab di bidang perdagangan di Propinsi/Kabupaten/Kota.
SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari pelabuhan ekspor di
seluruh Indonesia.
3. Disamping itu, kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat
Keterangan Asal (certificate of origin) SKA Form ICO, yaitu surat
keterangan yang digunakan sebagai dokumen penyerta barang (kopi) yang
diekspor dari seluruh Indonesia, yang membuktikan bahwa barang (kopi)
tersebut berasal, dihasilkan dan/atau diolah di Indonesia
Kemudian dalam melakukan transaksi perdagangan internasional, ekspor
kopi juga dilakukan penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan
tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan
statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saati ini
pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System
(HS) dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia (BTBMI).
30
Berikut adalah Daftar Komoditas Kopi Yang Diatur Tata Niaga Ekspor dan
Nomor Pos Tarif Uraian :
09.01 Kopi, digongseng atau dihilangkan kafeinnya maupun tidak; sekam dan
kulit kopi; pengganti kopi mengandung kopi dengan perbandingan berapapun.
Kopi, tidak digongseng :
0901.11.xx.xx Tidak dihilangkan kafeinnya
0901.11.10.00 Arabika WIB atau Robusta OIB
0901.11.90.00 Lain-lain
0901.12.xx.xx Dihilangkan kafeinnya
0901.12.10.00 Arabika WIB atau Robusta OIB
0901.12.90.00 Lain-lain
Kopi, digongseng :
0901.21.xx.xx Tidak dihilangkan kafeinnya
0901.21.10.00 Tidak ditumbuk
0901.21.20.00 Ditumbuk
0901.22.xx.xx Dihilangkan kafeinnya
0901.22.10.00 Tidak ditumbuk
0901.22.20.00 Ditumbuk
0901.90.xx.xx Lain-lain
0901.90.10.00 Sekam dan selaput kopi
0901.90.20.00 Pengganti kopi mengandung kopi
2101.xx.xx.xx Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate dan
olahan dengan dasar produk ini atau dengan dasar kopi,teh
atau mate; chicory digongseng dan pengganti kopi yang
digongseng lainnya, dan ekstrak, esens dan konsentratnya.
Ekstrak, esens dan konsentrat kopi, serta olahan dengan
dasar ekstrak, esens atau konsentrat kopi atau olahan
dengan dasar kopi :
2101.11.xx.xx Ekstrak, esens dan konsentrat
2101.11.10.00 Kopi instan
2101.11.90.00 Lain-lain
2101.12.00.00 Olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat atau
olahan dengan dasar kopi
Lembaga perkopian Nasional
Dalam industri kopi nasional terdapat beberapa lembaga atau organisasi
yang turut berperan serta dalam membangun industri kopi Indonesia. Berdasarkan
informasi sejarah yang dikutip dari artikel abdoellah, 2003 pada Meryana, 2007.
31
Menjelaskan beberapa perkumpulan pada industri kopi nasional diantaranya :
1. Pada tahun 1896-1911, para administratur perkebunan kopi yang mendirikan
Veregening tot Verbatering van de Koffiecultur, yang bertujuan memberikan
bantuan yang berupa perbaikan teknis budidaya kopi
2. Pada tahun 1899-1905, Algemen Koffie-Syndicaat in Nederlandsch-Indie I
yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda.
3. Pada tahun 1925, para pemilik perkebunan kopi, karet, kakao, teh, dan kina
mendirikan Algemeen Landbouw Syndicaat (ALS) woor Java en Zuid-en West
Sumatera.
4. Pada tahun 1926, Koffie en Kakao Producentern Gewastign te Amsterdam
yang didirikan oleh para administratur perkebunan kopi dan kakao di Jawa.
5. Pada tahun 1937, para produsen kopi mendirikan koffie Propaganda
Nederlandsch Indie.
6. Pada tahun 1969, didirikan Sindikat Eksportir Kopi Indonesia (SEKI),
kemudian tahun 1979 berubah menjadi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia
(AEKI)
7. Pada tahun 1970, didirikam komisi teknis perkebunan Kopi-Kakao
8. Pada tanggal 14 September 2002, didirikan Asosiasi Petani Kopi (APEKI).
9. Pada tanggal 14 Oktober 2011, didirikan Gabungan Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia (GAEKI) Namun, saat ini di Indonesia hanya ada tiga lembaga nasional terkait industri
kopi yang masih berdiri, yaitu APEKI, AEKI, dan Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao (PPKKI).
Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) merupakan wadah persatuan para
petani kopi di seluruh Indonesia. Wadah ini tidak dipisahkan berdasarkan jenis
yang ada atau bersifat menyeluruh. Sebelum berdirinya APEKI, para petani
ternyata sudah mempunyai kelompok-kelompok tani kemudian dibentuk menjadi
APEKI dengan memfasilitasi oleh pemerintah. Adapun maksud dari didirikanya
organisasi ini yaitu :
1. Wadah/organisasi seluruh petani kopi Indonesia
2. Wahana perjuangan penyalur aspirasi dan komunikasi timbal balik antara
sesama petani kopi,
3. Wahana komunikasi timbal balik antara petani kopi dengan organisasi
seprofesi lain,
4. Wahana penggerak dan pengarah peran serta petani kopi dalam semangat
gotong royong, dan
5. Wahan pembinaan dan pengembangan kegiatan-kegiatan petani kopi.
Sedangkan tujuan didirikanya APEKI yaitu :
1. Memberdayakan petani kopi Indonesia melalui suatu wadah organisasi petani
yang kuat,
2. Meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan petani kopi Indonesia,
3. Menggalang kebersamaan petani kopi dalam menghadapi pasar global, dan
4. Menggalang pola kemitraan bisnis yang saling menguntungkan dengan pihak
lain.
Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) atau Indonesia Coffee
Exporters Association (ICEA), lembaga yang didirikan disurabaya 14 september
32
2011. Merupakan wadah pemersatu bagi pelaku usaha dibidang perkopian yang
dapat menampung seluruh perusahaan perkopian nasional baik dari hulu sampai
hilir hingga ke sektor pemasaran dan ekspor maupun pasar domestik.
Maksud dan tujuan Perkumpulan adalah dibidang sosial budaya dan
kemanusiaan untuk mewujudkan dunia usaha perkopian yang tangguh,
profesional dan berdayasaing tinggi sehingga mampu memberikan kontribusi
terhadap perkopian nasional pada khususnya dan pembangunan perekonomian
Nasional serta kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Adapun Visi dan Misi
yang GAEKI usung :
Visi :
Melestarikan dan mewujudkan komoditas kopi sebagai salah satu icon
agribisnis andalan ekspor nasional, agar mampu berdayasaing dan bermutu baik
didunia serta berkelanjutan, untuk menuju masyarakat yang sejahtera khususnya
bagi semua pelaku usaha dalam bidang perkopian baik dari hulu sampai hilir,
serta mendorong pertumbuhan perkopian nasional agar memberikan kontribusi
terhadap perekonomian dan perolehan devisa Negara.
Misi :
1. Meningkatkan kuantitas & kualitas produksi kopi Indonesia, mulai dari
tingkat petani, pedagang pengumpul, pedagang eksportir, sampai industri
pengolahan.
2. Meningkatkan kemampuan anggota agar menjadi pelaku usaha perkopian
yang terampil dan profesional.
3. Menjalin hubungan dengan lembaga dan instansi serta pihak-pihak yang
terkait baik di bidang perkopioan di tingkat nasional dan internasional.
4. Mewujudkan organisasi berdasarkan rasa kekeluargaan dan gotong royong
yang mandiri, profesional dan berwawasan luas sebagai wadah pemersatu
bagi pelaku usaha dibidang perkopian, dalam mencapai usaha perkopian
yang kokoh dan handal dalam menghadapi kancah perkopian baik nasional
maupun internasional.
Asosiasi Ekportir Kopi Indonesia (AEKI), merupakan suatu wadah yang
mennghimpun para eksportir nasional. AEKI memiliki tugas internal, membantu
anggota atau para eksportir dalam menyelesaikan masalah mereka, seperti
bantuan promosi didalam maupun luar negeri. Tugas eksternal dari AEKI,
meliputi pemberian masukan terhadap pemerintah mengenai hal-hal yang
menyangkut perkopian, memberi tahu masalah yang sedang terjadi (seperti,
pungutan liar dan pembebasan pajak), mengikuti promosi ke luar negeri yang
diadakan oleh pemerintah dan membantu pemerintah konsumsi kopi.
Semakin berkembangnya kondisi industri kopi nasional dan Internasional
juga turut menggeser peran AEKI. Saat awal berdirinya, AEKI mempunyai peran
untuk mengatur kuota kopi, mempromosikan untuk memperkenalkan kopi, mutu
kopi, dan membantu petani dalam peningkatan pengetahuan budidaya. Namun,
setelah tahun 200-an peran AEKI lebih untuk mendorong peningkatan citra kopi
Indonesia, khususnya pada specialty kopi, mendorong konsumsi dalam negeri,
dan membuka pasar di negera-negara penikmat kopi.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) didirikan pada 1
Januari 1911 dengan nama waktu itu Besoekisch Proefstation. Setelah mengalami
33
beberapa kali perubahan baik nama maupun pengelola, saat ini secara fungsional
Puslitkoka berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian Republik Indonesia, sedangkan secara struktural dikelola
oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia – Asosiasi Penelitian Perkebunan
Indonesia (LRPI – APPI).
Puslitkoka adalah lembaga non profit yang memperoleh mandat untuk
melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara
nasional, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
786/Kpts/Org/9/1981 tanggal 20 Oktober 1981. Juga sebagai penyedia data dan
informasi yang berhubngan dengan kopi dan kakao.
Sejak berdiri pada tahun 1911, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
berkantor di Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember. Namun mulai 1987 seluruh
kegiatan/operasional dipindahkan ke kantor baru berlokasi di Desa Nogosari,
Kecamatan Rambipuji, Jember berjarak + 20 km arah Barat Daya dari Kota
Jember. Pada tahun 2008 terakreditasi oleh Lembaga Sertfikasi KNAPPP dengan
Nomor Sertifikat: 006/Kp/KA-KNAPPP/I/2008.
Sumberdaya manusia Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia saat ini
berjumlah 301 orang, yang terbagi dalam 3 bidang tugas, yaitu bidang penelitian
dan pelayanan, bidang usaha, dan bidang administrasi/penunjang. Peneliti
berjumlah 34 orang, terdiri atas 11 orang berijasah S3, 8 orang berijasah S2, dan
15 orang berijasah S1. Berdasarkan jabatan fungsionalnya dapat dikelompokkan
11 orang Peneliti Utama, 12 orang Peneliti Madya, 1 orang Peneliti Muda, 1
orang Peneliti Pertama, dan 4 orang peneliti non kelas.
Lembaga perkopian Internasional
Saat ini lembaga Internasional kopi yang masih berdiri adalah
International Coffee Organization (ICO). ICO didirikan pada tahun 1963 ketika
Kesepakatan Kopi Internasional Pertama berlaku untuk jangka waktu 5 tahun
(1962 – 1967), Sejak itu perundingan Kesepakatan Kopi Internasional berturut-
turut dilakukan dan menghasilkan Kesepakatan tahun 1968 (dengan perpanjangan
selama dua kali), Kesepakatan 1976, Kersepakatan 1983 (dan empat kali
perpanjangannya), Kesepakatan tahun 1994 (dengan satu kali perpanjangan) yang
disetujui Dewan untuk jangka waktu 5 tahun mulai 1 Oktober 1994 dan terakhir,
Kesepakatan tahun 2001. Organisasi ini di bawah naungan PBB.
Kesepakatan tahun 1962 dirundingkan di New York pada konperensi yang
diadakan dengan bantuan PBB. Berturut-turut Kesepakatan tahun 1968, 1976,
1983 dan 1994 dirundingkan pada Kontor Pusat Organisasi Kopi Internasional di
London, Inggris seperti juga Kesepakatan baru tahun 2001.
Melalui kerjasama dengan Common Fund for Commodities (CFC) dan
Bank Dunia, ICO membantu negara-negara anggotanya dengan mengadakan
proyek-proyek penelitian dan pengembangan perkopian yang dapat menunjang
perekonomian negara yang bersangkutan.Sampai saat ini Indonesia belum
menunjukan adanya minat untuk turut serta dalam proyek-proyek tersebut, namun
demikian nantinya kita juga dapat memanfaatkan hasil proyek tersebut untuk
diterapkan di Indonesia. Dengan demikian maka kerjasama dengan ICO perlu
34
terus ditingkatkan guna memajukan perkopian nasional yang pada gilirannya nanti
akan meningkatkan taraf hidup petani.
Negara-negara pengeskpor kopi yang menjadi anggota ICO memproduksi
lebih dari 90 persen kopi dunia, sedangkan negara-negara konsumen anggota ICO
mengkonsumsi lebih dari 60% kopi dunia. Bagi negara konsumen, kopi adalah
minuman populer yang universal. Sampai dengan pertengahan tahun 1989,
perdagangan kopi internasional masih melibatkan organisasi kopi internasional
yang melakukan intervensi pasar dengan mekanisme kuota ekspor. Sejalan dengan
perkembangan ke arah liberalisasi perdagangan dunia, sistem kuota ekspor kopi
dihapuskan pada bulan Juli 1989.
Meskipun ketentuan yang dimungkinkan diadakannya intervensi pasar
(kuota ekspor) telah dihapus, Indonesia masih bisa memperoleh manfaat dari ICO
terutama sebagai forum konsultasi antara negara-negara produsen dan konsumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN : Revealed Comparative
Advantage (RCA)
Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN diukur dengan
menggunakan Indeks Reveald Comparative Advantage (RCA), hasil dari RCA
juga menunjukan Keunggulan komparatif kopi Indonesia di pasar ASEAN. Indeks
ini digunakan untuk membandingkan posisi dayasaing Indonesia dengan negara
produsen kopi lainya. Keunggulan komparatif suatu negara terhadap suatu produk
dan posisi dayasaing di pasar tujuan eskpornya dapat diukur dengan menggunakan
alat analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA mengukur share
ekspor komoditi suatu negara dibandingkan dengan share ekspor komoditi dunia
di pasar tujuan ekspor yang sama. Hasil pengukuran tersebut akan menampilkan
nilai yang berkisar antara nol hingga tidak terhingga dimana suatu negara
dianggap memiliki dayasaing apabila memperoleh nilai di atas satu. Semakin
tinggi nilai RCA maka mencerminkan bahwa dayasaing yang dimiliki semakin
baik. Sebaliknya, jika nilai yang diperoleh adalah di bawah satu, maka dapat
dikatakan bahwa komoditas yang diukur tersebut tidak memiliki dayasaing.
Pada Belassa dalam Bustami (2010), dijelaskan mengenai landasan dasar
pemikiran Indeks RCA bahwa Kinerja Ekspor suatu negara sangat ditentukan oleh
tingkat dayasaing relatifnya terhadap produk serupa dari negara lain, tentu dengan
asumsi (ceteris paribus) bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan ekspor tetap tidak berubah.
Pada penelitian ini penulis akan menghitung nilai RCA berdasarkan data
statistik perdagangan ASEAN Harmonized Tarrif Nomenclature (AHTN) dengan
Harmonized Code (HS Code) 09011110. Perhitungan nilai RCA menggunakan
data ini dikarenakan penulis mengalami kendalam dalam keterbasan akses untuk
memperoleh data secara detail, dikarenakan telah ada perubahan ketentuan
tentang ekpor kopi oleh Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia,
yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-
DAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang
35
Ketentuan Ekspor Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011.
Ekspor kopi merupakan, komoditi yang diatur tata niaga ekspornya.
Dengan kode HS dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia adalah HS Nomor
09.01 dan 21.01. Kemudian, akibat dari ini data yang dipublikasi kepublik untuk
produk kopi merupakan data yang tergolong dalam HS saja. Sehingga untuk dapat
mengakses penuh data secara rinci, perlu ada akses khusus.
Telah dilakukan perhitungan nilai RCA kopi Indonesia dengan kode HS
09011110 (Kopi biji arabika dan robusta tanpa dihilangkan kafein) di pasar
ASEAN. Pada tahun 2015, kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif,
dimana ini dibuktikan dengan nilai rca pada tahun tersebut mempunya nilai
sebesar 12.10 atau lebih besar dari 1. Kopi Indonesia berdasarkan intepretasi nilai
RCA yang telah dihitung pada periode 2012 – 2015, memiliki keunggulan
komparatif setiap tahunya. Namun, nilai ini berfluktuatif dengan trend yang
meningkat walau pada tahun 2014 mengalami penurunan, pada tahun 2014 nilai
rca kopi indonesia kode hs 09011110 adalah sebesar 8,12. Penurunan ini
diakibatkan dari total nilai ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan.
Jika dibandingan dengan negara pesaing di tingkat ASEAN, nilai RCA
Vietnam lebih besar dari Indonesia dan tertinggi di tingkat ASEAN. Namun nilai
RCA Vietnam pada tahun ke tahun mengalami penurunan, akan tetapi ini tidak
langsung mengidikasikan bahwa ekpor kopi Vietnam menurun. Hasil nilai RCA
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Nilai Total Ekspor kopi Vietnam yang mengalami peningkatan, sehingga
perbandingan antara nilai ekspor kopi Vietnam dengan nilai Total
ekspornya akan menurun.
2. Perbandingan antara nilai Impor kopi ASEAN dengan Nilai total Impor
ASEAN meningkat.
Faktor ini menyebabkan nilai RCA Vietnam menurun setiap tahunya.
Sedangkan jika kita lihat perkembangan nilai RCA di negara – negara ASEAN,
ternyata LAOS pada tahun 2012 – 2014 memiliki nilai RCA yang sangat tinggi
bahkan tertinggi diantara negara – negara ASEAN. Nilai ini juga tidak bisa
membuktikan bahwa nilai ekspor Laos lebih besar dibanding negara lain di
ASEAN, akan tetapi RCA ditentunkan dari perbandingan nilai ekspor kopi
terhadap nilai total ekspor suatu negara yang dibadi dengan perbandingan nilai
ekspor kopi dunia ke pasar ASEAN terhadap nilai ekspor dunia secara total ke
pasar ASEAN. Secara lengkap data telah tersaji pada tabel 9.
36
Tabel 9 Hasil perhitungan nilai RCA Kopi (kode HS 09011110) negara-negara
ASEAN, tahun 2012 – 2015.
Negara Tahun
2012 2013 2014 2015
Brunei Darussalam 0.00 0.00 0.00 0.00
Cambodia 0.00 0.00 0.00 0.00
Indonesia 7.71 12.01 8.12 12.10
Laos 45.77 34.15 51.75 5.07
Malaysia 0.06 0.08 0.08 0.03
Myanmar 0.00 0.00 0.14 0.08
Philippines 0.00 0.00 0.00 0.00
Singapore 0.05 0.06 0.06 0.07
Thailand 0.16 0.01 0.00 0.01
Viet Nam 38.08 19.62 31.34 16.17
Sumber : ASEAN Trade statistik, diolah
Keunggulan Kompetitif Kopi Robusta Indonesia menggunakan pendekatan
The National Diamond System.
Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk
mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian
aktual. Menurut Porter (1998), keunggulan kompetitif suatu negara sangat
tergantung pada tingkat sumberdaya yang dimilikinya.
Berdasarkan sumberdaya lokal yang dimiliki suatunegara dapat dilihat
apakah suatu negara mempunyai keunggulan kompetitif atau tidak. Keunggulan
kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses internal yang tinggi.
Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai,kebudayaan, kelembagaan, dan
sejarah menentukan keberhasilan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu negara
ditentukan oleh empat faktor yang harus dimiliki suatu negara untuk bersaing
secara global. Keempat faktor tersebutadalah kondisi faktor sumberdaya (factor
condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri
pendukung (related and supporting industry), persaingan, struktur, dan strategi
perusahaan (firm strategy, structure,and rivarly). Keempat faktor penentu tersebut
didukung oleh faktor eksternalyang terdiri atas peran pemerintah (goverment) dan
terdapatnya kesempatan(chance events). Secara bersama-sama faktor tersebut
membentuk suatu sistemyang berguna dalam peningkatan keunggulan dayasaing,
sistem tersebut dikenal dengan “The National Diamond”.
37
Kondisi Faktor Sumberdaya
1. Sumberdaya Perkebunan Kopi Robusta
a. Syarat dan Kondisi Lahan
Kopi Robusta hingga saat ini merupakan jenis kopi yang paling
banyak ditanam di Indonesia. Dipilihnya kopi robusta sebagai jenis kopi
yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia selain karena ketahananya
terhadap penyakit karat daun yaitu mudah dalam pembudidayaanya
dibandingkan arabika.
Tabel 10 Syarat tumbuh kopi robusta Kriteria Syarat Tumbuh
Garis Lintang 0°-20° LS sampai 0°-20° LU
Suhu udara rata-rata 300-600 m dpl
Curah hujan 24°-30°
Jumlah bulan kering (curah
hujan<60mm/bulan)
1-3 bulan per tahun
PH 5,5 - 6,5
Bahan Organik min 2 %
Kedalaman Tanah Efektif > 100 cm
Kemiringan Tanah < 40 %
Sumber : Puslitkoka, 2016
Kopi robusta umumnya ditanam didataran rendah hinggga
ketinggian tempat 400 meter dengan 800 meter di atas permukaan laut.
Syarat ketinggian lahan produksi ini menuntut suhu udara yang sesuai,
kopi robusta dapat ditanam di daerah dengan suhu udara yang cukup
panas. Laan kopi robusta tidak membutuhkan banyak kadar bahan organik,
cukup dengan presentase sebesar 3,5-10 persen. Tekstur tanah diisyaratkan
untuk kopi robusta ini pun sederhana, cukup dengan tanah yang gembur.
Adapun syarat tumbuh kopi robusta secara jelas ditampilkan pada di atas.
Berbeda dengan jenis kopi lainya, kopi arabika yang idealnya
tumbuh di dataran tinggi. Setidaknya dalam membudidayakan jenis
arabika, dibutuhkan ketinggian 700 – 1700 meter diatas permukaan laut.
Dengan suhu rata-rata 16-20° celcius. Kemudian, untuk jenis arabika
diketahui memang memiliki kepekaan terhadap jenis penyakit karat daun
atau lebih dikenal dengan HV atau Hemilea Vastatrix. Ini terutama bila
ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 700 meter
diatas permukaan laut.
Kondisi lahan perkebunan kopi Indonesia khususnya robusta saat
ini, sebagian besar dimiliki oleh rakyat atau perkebunan rakyat. Data
ditjenbun tahun 2015 menyebutkan, kepemilikan perkebunan kopi robusta
di Indonesia 98 persen dimiliki oleh rakyat. Tipe kepemilikan oleh rakyat
dinilai kurang efisien jika dilihat dari sudut pandang skala ekonomi,
karena jika dilihat lebih dalam, faktanya petani rakyat rata-rata lahan per
38
keluarga berkisar antara 0,8-1,5 hektar saja ditambah dengan tingkat
pendidikan dan kemampuan budidaya kopi masih tergolong rendang
sampai sedang.
b. Luas Lahan
Luas areal kopi robusta saat ini, memiliki porsi yang terbesar
dibanding jenis kopi lainya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal
Perkebunan tahun 2015, persentase kopi robusta adalah 74,25 persen dari
total perkebunan kopi di Indonesia. Jika diperhatikan atas perkembangan
luas lahan kopi robusta, menunjukan adanya fluktuasi yang
berkecenderungan menurun setiap tahunnya.
Tabel 11 Perkembangan luas lahan perkebunan kopi robusta, tahun 2005-
2015*
Tahun Total luas lahan (Ha) Pertumbuhan (%)
2005 1 153 959
2006 1 131 622 - 1.97
2007 1 058 478 - 6.91
2008 1 063 417 0.46
2009 984 839 - 7.98
2010 958 782 - 2.72
2011 940 184 - 1.98
2012 929 203 - 1.18
2013 916 053 - 1.44
2014 899 808 - 1.81
2015* 906 963 0.79
Sumber : Ditjenbun, diolah
Keterangan : 2015* = angka sementara
Berdasarkan data pada , terlihat bahwa sumberdaya lahan
perkebunan kopi robusta Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan
adanya penurunan. Penurunan terbesar pada tahun 2007, yaitu sebesar 6,91
persen turun dari tahun sebelumnya sebesar 1 131 622 hektar. Penurunan
luas lahan terjadi terjadi akibat adanya alih fungsi lahan perkebunan
robusta yang kemudian beralih ke arabika. Peralihan ini disebabkan ole
beberapa faktor yang mendorong petani mengganti jenis kopi yang
dibudidayakan. Menurut Damanik, 2012 dalam penelitianya yang
dilakukan di kabupaten Simalungun, Faktor-faktor yang menjadi
pendorong adanya alih fungsi usaha perkebunan kopi robusta ke kopi
arabika adalah : umur panen kopi arabika yang lebih cepat, intensitas
panen yang lebih tinggi, harga jual yang lebih tinggi, produkstivitas yang
lebih tinggi, waktu pengeringan yang lebih cepat, jam kerja pasca panen
yang lebih singkat, dan biaya pupuk yang lebih rendah.
Menurut data yang dirujuk dari Direktorat Jenderal Perkebunan
dalam Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2014 – 2016, provinsi yang
memiliki luas lahan terbesar terletak pada provinsi Sumatera Selatan, pada
39
tahun 2015 tercatat bahwa pada provinsi ini luas areal perkebunan kopi
robusta sebesar 249 510 hektar dengan hasil produksi 135 279 ton.
Kemudian diikuti provinsi Lampung dan Bengkulu.
Menurut AEKI, sebenarnya masih terdapat lahan potensial yang
begitu besar di Indonesia, salah satunya Lampung. Provinsi ini masih
memiliki lahan sebesar 162 000 hektar yang sebagian besar berada di
daerah hutan lindung. Namun, hal ini menjadi permasalahan, dimana
diketahui bahwa hutan lindung menurut definisi UU. No. 41 Tahun 1999
adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. Hal ini menjadi penyebab, kegiatan
pemanfaatan lahan di daerah kawasan hutan lindung diperlukan izin yang
cukup ketat dan dirasa cukup menyulitkan bagi petani melihat sebagian
besar usaha perkebunan kopi di lakukan oleh rakyat, bukan swasta,
ataupun pemerintah.
c. Kondisi Alam Indonesia
Dampak perubahan iklim global adalah perubahan pola dan
intensitas curah hujan, makin sering terjadinya fenomena iklim ekstrim El-
Nino dan La-Nina yang dapat mengakibatkan kekeringan dan banjir,
kenaikan suhu udara dan permukaan laut, dan peningkatan frekuensi dan
intensitas bencana alam. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari
perubahan iklim adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan
keanekaragaman hayati, eksplosi hama dan penyakit tanaman dan hewan,
serta pada akhirnya adalah penurunan produksi pertanian. Di tingkat
lapangan, kemampuan para petugas lapangan dan petani dalam memahami
data dan informasi prakiraan iklim masih sangat terbatas, sehingga kurang
mampu menentukan awal musim tanam serta melakukan mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi.
Sejak tahun 1898 telah terjadi kenaikan suhu yang mencapai 1
derajat celsius, sehingga diprediksi akan terjadi lebih banyak curah hujan
dengan perubahan 2-3 persen per tahun. Dalam 5 tahun terakhir rata-rata
luas lahan sawah yang terkena banjir dan kekeringan masing-masing
sebesar 29 743 Ha terkena banjir(11.043 Ha diantaranya puso karena
banjir) dan 82 472 Ha terkena kekeringan (8 497 Ha diantaranya puso
karena kekeringan). Kondisi ini cenderung akan terus meningkat pada
tahun-tahun ke depan. (Kementan, 2015)
Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim
global adalah bagaimana meningkatkan kemampuan petani dan petugas
lapangan dalam melakukan prakiraan iklim serta melakukan upaya
adaptasi dan mitigasi yang diperlukan. Untuk membangun kemampuan
petani dalam melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan
iklim, salah satunya melalui Sekolah Lapang Iklim (SLI) serta membangun
sistem informasi iklim dan penyesuaian pola dan kalender tanam yang
sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. Disamping itu,
inovasi dan teknologi tepat guna sangat penting dan strategis untuk
dikembangkan dalam rangka untuk upaya adaptasi dan mitigasi terhadap
40
perubahan iklim. Penciptaan varietas unggul yang memiliki potensi emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) rendah, toleran terhadap suhu tinggi maupun
rendah, kekeringan, banjir/genangan dan salinitas menjadi sangat penting.
Selain itu, Indonesia termasuk wilayah dengan frekuensi bencana
alam sangat tinggi dan sering disebut sebagai wilayah “rawan bencana”.
Sejumlah bencana alam kerap terjadi yang meliputi erupsi gunung berapi,
gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan dan macam bencana alam
lainnya. Semua bencana alam tersebut berpotensi mengganggu aktivitas
perekonomian nasional mulai proses produksi, jalur distribusi, rehabilitasi
ekonomi, masa panen, dan menimbulkan trauma bagi masyarakat korban
bencana. Karena itu, kemampuan untuk antisipasi bencana alam,
penanganan korban bencana, serta kemampuan rehabilitasi ekonomi
pascabencana menjadi penting.
2. Sumberdaya Manusia
Kopi merupakan bahan minuman yang tidak saja terkenal di
Indonesia tetapi juga Dunia, hal ini disebabkan karena kopi, baik yang
dalam bentuk bubuk maupun sudah dalam bentuk minuman memilliki
aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainya. Kopi
yang dijual di dunia biasanya adalah kombinasi dari biji yang dipanggang
dari dua varietas pohon kopi: arabika dan robusta. Perbedaan di antara
kedua varietas ini terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji
arabika, lebih mahal di pasar dunia, memiliki rasa yang lebih mild dan
memiliki kandungan kafein 70% lebih rendah dibandingkan dengan biji
robusta.
Robusta, bagi Indonesia merupakan jenis kopi yang memiliki nilai
strategis dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan. Lebih
dari 98 persen pada tahun 2015, kopi robusta indonesia diproduksi oleh
perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebun-
kebun kecil dengan luasan hanya sekitar 0,8-2 hektar saja dan menyerap
tenaga kerja yang cukup banyak. Sumatera selatan merupakan provinsi
dengan penyerapan tenaga kerja kopi robusta terbanyak di Indonesia.
Tercatat ada 201 899 kepala keluarga yang menjadi petani kopi didaerah
ini, sedangkan jika dijumlah dalam skala nasional. Penyerapan tenaga
kerja kopi robusta mencapai 1 230 034 kepala keluarga.
Banyaknya porsi perkebunan yang dimiliki rakyat menjadi sebuah
tantangan tersendiri bagi perkembangan industri kopi robusta nasional.
Petani yang menjadi penghasil kopi rakyat, umumnya tidak memiliki
modal, teknologi, dan pengetahuan yang cukup untuk dapat mengelola
tanaman yang mereka miliki secara optimal. Pengetahuan yang kurang,
atas keinginan pasar terhadap mutu yang diharapkan, akan memperlambat
program peningkatan ekspor.
Hasil produksi kopi yang tidak sesuai atas keinginan dan
persyaratan ekspor, disebabkan oleh beberapa faktor, minimnya sarana
pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses
pengolahan dan sistem tata niaga kopi rakyat yang tidak berorientasi pada
mutu, padahal kriteria kopi yang diinginkan pasar meliputi fisik, citarasa,
41
dankebersihan serta aspek keragaman dan konsistensi sangat ditentukan
oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya.
Kelembagaan petani kopi dinilai masih lemah, sehingga daya tawar
dalam menentukan harga masih lemah. Perlu didorong terbentuk asosiasi
atau lembaga yang menyatukan para petani kopi yang tidak hanya
menaikan daya tawar dalam menentukan harga, tetapi juga menjadi sarana
meningkatkan keahlian petani. Kelembagaan ini akan membantu
meningkatkan kualitas dalam menanam, mengolah dan mendistribusikan
kopi. Melalui asosiasi atau kelembagaan petani, akses terhadap informasi
terkini lebih mudah. Karena saat ini akses petani terhadap informasi masih
kurang. Sehingga petani dapat memaksimalkan peluang yang ada (baik
informasi harga atau lainnya). (Kemendag, 2014)
Petani kopi masih banyak yang belum mengerti bagaimana cara
mengolah kopi pasca panen. Ini salah satu faktor yang menurunkan
kualitas kopi dan berdampak pada harga kopi. Pada tahun 2014, kopi
dengan grade 1 berharga Rp. 23.850,-, grade 2 Rp. 23.000,-, grade 3 Rp.
22.700,-, grade 4 Rp. 22.000,-, grade 5 Rp. 21.000,- dan grade asalan Rp.
19.000-20.00010. Dengan selisih harga yang signifikan, petani bisa
dapatkan penghasilan tambahan bila dilakukan screening yang memadai.
3. Mutu Kopi Robusta
Produksi kopi Indonesia memiliki kualitas yang tinggi dan sudah
ternama. Kopi Aceh, Toraja, Jawa, Papua dan tentunya Kopi Luwak sudah
dikenal masyarakat global sehingga yang lebih dibutuhkan saat adalah
pengelolaan kualitas, ketersediaan pasokan secara terus menerus dan
marketing yang lebih baik. Akan tetapi, keseragaman mutu kopi di
Indonesia masih belum merata sepenuhnya. Hanya beberapa produk
unggulan yang memang sudah diakui kualitasnya baik di pasar nasional,
ASEAN, maupun pasar Internasional.
Indonesia dalam mengusahakan kopi robusta, terbilang cukup
lama. Di masyarakat pedesaan, budidaya kopi telah dilakan secara turun-
temurun, akan tetapi aplikasi teknologi mulai dari teknis budidaya hingga
pengolahan pasca panen masih sederhan di beberapa perkebunan rakyat
Indonesia. Seperti yang diketahui, untuk dapat menghasilkan mutu kopi
yang baik, keseluruhan aspek kopi juga perlu di perhatikan.
Berdasarkan informasi pada penelitian yang dilakukan oleh
(Aklimawati et al, 2014). Aplikasi pemetikan buah kopi yang dilakukan
petani masih sangat bervariasi, yaitu dengan cara petik racutan dan petik
merah. Meskipun petani menerapkan petik merah, cara pemetikannya
dapat dikatakan belum optimal karena persentase buah merah berkisar
70% terhadap total produksi gelondong segar dalam satu kali pemanenan.
Selain itu, dalam melakukan proses penjemuran, pada penelitian diatas
disebutkan bahwa saran penjemuran yang digunakan berupa terpal atau
bahkan banyak juga dijumpai penjemuran kopi dilakukan diatas tanah. Hal
ini disebabkan adanya keterbatasan dalam kepemilikan terpal ataupun
lantai jemur yang memadai.
Walau disebagian daerah Indonesia, masih cukup banyak petani
yang melakukan budidaya dengan sistem sederhana. Potensi akan
42
peningkatan dan pemerataan kualitas kopi disetiap daerah cukuplah besar,
mengingat memang jumlah konsumsi per kapita penduduk Indonesia dan
Dunia terus meningkat setiap tahunya. Indonesia sendiri, saat ini sedang
gencar untuk mempromosikan beberap produk-produk kopi unggulanya
(Specialty Coffee). Di dalam dunia kopi, terdapat beberapa tingkatan atau
level dari kualitas kopi. Masing-masing ditentukan berdasarkan bentuk
green bean. Specialty Coffee, merupakan sebutan untuk kopi yang
memiliki lever tertinggi dari kualitas kopi.
Specialty coffee adalah kumpulan green bean kopi pilihan yang
dipilih masih dalam bentuk sempurna tanpa cacat. Bentuknya masih utuh,
tanpa lubang, tanpa jamur, berwarna bersih dan cerah, dan memiliki bau
yang harum. Pada saat panen kopi, para petani memetik semua buah kopi
yang berada di kebun, yang kemudian buah tersebut di proses hingga
menjadi green bean. Pada saat berubah menjadi green bean, kita akan
menyaksikan banyak sekali green bean yang rusak. Green bean yang rusak
tersebut dipisahkan untuk dijual kembali dengan harga yang sangat murah.
Pengguna green bean grade rendah biasanya produsen kopi instant yang
telah terkenal, karena tidak mungkin menggunakan green bean jenis
specialty coffee, karena harga tidak akan bisa dijangkau oleh semua
kalangan.
Specialty coffee memiliki harga yang jauh lebih mahal daripada
kopi grade rendah. Untuk specialty coffee dari Aceh Gayo saja, green bean
kelas specialty dihargai kurang lebih di sekitar 90rb-120rb/kg. Harga ini
jauh lebih mahal dibanding kan green bean grade rendah yang hanya
dihargai 5rb-10rb/kg. (JPW Coffee, 2013)
Selain kopi Aceh Gayo, masih banyak produk-produk specialty
coffee Indonesia yang terkenal di pasar kopi dunia. Diantaranya, Kopi
Luwak Liar dari Aceh Gayo, Kopi Aceh Gayo, Kopi Lintong, Kopi
Mandheling Lake Toba, Kopi Mandheling, Ankola Sipirok, Kopi Bali
Kintamani, Kopi Toraja Sapan, Kopi Flores Bajawa, Kopi Papua Wamena.
4. Sumberdaya Modal
Pada umumnya sumber modal kerja pada perkebunan kopi di
Indonesia berasal dari modal sendiri, karena pengetahuan dan kemampuan
petani masih kurang untuk mengakses modal ke lembaga keuangan.
Sedangkan, sumber daya modal untuk investasi pada industri pengolahan
kopi berupa investasi yang berbadan hukum (PMA, PMDN, dan non
PMA/PMDN berupa BUMN, BUMD, Koperasi) dan tidak berbadan
hukum (perorangan atau kelompok). Ketersediaan modal akan
mempengaruhi ketepatan waktu dan takaran dalam penggunaan input
produksi, serta pemberian upah tenaga kerja. Bagi petani subsisten, modal
merupakan salah satu syarat keberhasilan usahatani dalam menopang
kegiatan produksi dan keberlanjutan usaha. Modal akan digunakan petani
untuk pengadaan input produksi dan pembayaran upah tenaga kerja. Untuk
pedagang pengepul, sumber modal berasal dari modal sendiri maupun
pinjaman dari pedagang besar.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk
pemenuhan kebutuhan modal, salah satunya dengan mengembangkan
43
skema kredit dengan subsidi suku bunga sehingga suku bunga beban
petani lebih rendah seperti Kredit ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E),
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi perkebunan (KPEN-
RP) dan skema kredit dengan penjaminan seperti Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Namun demikian skema kredit tersebut belum mampu mengatasi
permodalan petani dan dukungan perbankan belum memberikan kontribusi
yang optimal bagi petani. Hal ini disebabkan antara lain sumber dana
sepenuhnya dari bank dan risiko ditanggung bank, oleh karena itu
perbankan menerapkan prudential perbankan. Dampak dari penerapan
prudential perbankan dirasakan petani seperti sulinya akses permodalan,
persyaratan yang dianggap rumit dan waktu yang lama, masih diperlukan
jaminan tambahan yang memberatkan petani berupa sertifikat lahan,
terbatasnya sosilaisasi dan informasi keberadaan skema kredit serta
terbatasnya pendampingan dan pengawalan petani yang membutuhkan
permodalan dari perbankan. (Kementan,2015)
Kondisi perkebunan kopi oleh petani secara umum memiliki lahan
sempit, skala usaha kecil dan letaknya yang menyebar dan lebih banyak
sebagai buruh tani sehingga lebih mudah dilayani oleh pelepas
uang/sumber modal non formal meskipun suku bunga tinggi tetapi waktu
perolehannya lebih cepat. Dengan terbatasnya pembinaan, pengawalan dan
pendampingan bagi petani yang mengajukan kredit kepada perbankan
untuk modal usaha tani serta tingkat kemauan membayar kembali kredit
rendah merupakan salah satu faktor penghambat perbankan dalam
menyalurkan kredit kepada petani.
Selain itu, iklim usaha yang kondusif baik yang dipengaruhi oleh
alam, fasilitas informasi, layanan teknologi dan jasa pelayanan dipercaya
juga dapat menarik investor Luar Negri dan Dalam Negeri untuk usaha
perkopian Indonesia. Sekarang ini, dirasa masih kurangnya minat investor
asing ke Indonesia disebabkan oleh berbagai kendala, seperti masalah
perburuhan, perpajakan dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
(Kemenprin, 2009)
Untuk meningkatkan daya tarik investor pada usaha perkopian
diperlukan kebijakan iklim usaha kondusif, serta peningkatan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat.
5. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ditujukan
untuk mengubah penggunaan IPTEK dari yang berciri tradisional ke arah
yang lebih maju. Dengan sumber daya yang terbatas dan tatanan pasar
yang sangat kompetitif, penerapan inovasi teknologi merupakan fakta
kunci dalam pengembangan pertanian internasional unggul berkelanjutan.
(Haryono,et.al.2010). Inovasi teknologi harus bermanfaat dalam
meningkatkan kapasitas produksi dan produktifitas sehingga dapat
memacu pertumbuhan produksi dan peningkatan dayasaing. Disamping
itu, inovasi teknologi juga diperlukan dalam pengembangan produk dalam
rangka peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk dan transformasi
produk seuai dengan preferensi konsumen.
44
Perkebunan kopi robusta di Indonesia masih menghadapi masalah
produktivitas per luas areal tanam, terutama untuk bentuk usaha
perkebunan rakyat. Produktivitas nasional saat ini sebesar 792 kg biji
kering/ha/tahun, masih sangat jauh dibandingkan dengan produktivitas
kopi di Kolombia (1 220 kg/ha/tahun), Brasil (1000 kg/ha/tahun), dan
Vietnam (1550 kg/ha/tahun).(Rubiyo,et.al.2011). Produktivitas dari kebun
kopi robusta Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di mulai
bibit, pemberian nutrisi, hingga faktor cuaca yang tidak stabil.
Indonesia diketahui telah lebih lama membudidayakan kopi
dibandingkan Vietnam, secara nutrisi tanah, Vietnam memang lebih
unggul. Selain karena umur pemanfaatan lahan yang terbilang muda (40
tahun sejak 1976) Lahan perkebunan negara tersebut terbilang masih
cukup fresh, berbeda dengan Indonesia yang sudah hampir 200 tahun
membudidayakan kopi. Sebenarnya, Indonesia telah memiliki lembaga-
lembaga atau badan milik pemerintah yang secara aktif dan rutin
melakukan perkembangan melalui inovasi teknologi industri kopi.
Diantaranya klon (bibit) unggul jenis robusta yang dihasilkan oleh Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) yang berkedudukan di
jember antara lain BP 42, BP 234, BP 288 dengan potensi hasil masing-
masing 0.8-1.2 ton/hektar, 0.8-1.6 ton/hektar, 0.8-1.5 ton/hektar.
Pemertintah melalui Kementerian Pertanian, selalu melakukan
berbagai upaya untuk memberikan dukungan dalam upaya peningkatan
inovasi dan teknologi. Melalui Rencana Strategis 2015-2019, yang disusun
oleh Kementerian Pertanian (2015). Adapun arah kebijakan pemerintah
lima tahun mendatang, dengan melakukan upaya-upaya diantaranya
sebagai berikut.
1. Meningkatkan kapasitas dan fasilitas peneliti di bidang pertanian
2. Meningkatkan penelitian yang memanfaatkan teknologi terkini dalam
rangka mencari terobosan peningkatan produktivitas benih/bibit
tanaman
3. Memperluas cakupan penelitian mulai dari input produksi, efektivitas
lahan, teknik budidaya, teknik pasca panen, teknik pengolahan hingga
teknik pengemasan dan pemasaran.
4. Meningkatkan diseminasi teknologi kepada petani secara luas
5. Membina petani maju sebagai patron dalam pengembangan dan
penerapan teknologi baru di tingkat lapangan.
Kondisi Permintaan
1. Komposisi Permintaan Domestik
Permintaan domestik akan produk kopi diberikan dalam bentuk
minuman. Minuman kopi tersedia dalam beberapa macam rasa, seperti
capucino, vanilla latte, moccachino, dan lainya. Minuman kopi didalam
negeri sebagian besar dijual dalam bentuk bubuk dalam kemasan sachet,
baik itu instan maupun kopi bubuk. Harga dari minuman kopi pun cukup
terjangkau. Umumnya, kopi yang diproduksi dalam kemasan sachet
merupakan kopi yang berkualitas rendah. Karena bahan baku yang dipakai
45
untuk membuat produk kopi sachet merupakan kopi dengan golongan
grade IV sampai VI. Sedangkan, diketahui bahwa kopi grade terbaik
specialty coffee dihargai dengan yang terbilang mahal. Specialty coffee
memang dinikmati oleh penikmat kopi dengan latar belakang ekonomi
kelas menengah dan atas.
Sampai saat ini pemanfaatan kopi pun tidak sebatas sebagai
minuman, tetapi kopi juga dapat dimanfaatkan dalam industri lainya,
seperti industri jasa SPA, kosmetik, dan kuliner. Selera masyarakat
Indonesia semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan
bertambahnya jenis kopi olahan baik dalam berupa sachet maupun
menjamurnya cafe di kota-kota besar yang secara khusus menjual produk-
produk kopi.
Dalam dunia kopi, pandangan masyarakat terhadap produk ini
teruslah berkembang. Seperti bir dan wine yang sudah familiar bagi
Bangsawan Eropa, saat ini kopi juga diproses dan dicintai dengan hormat
oleh mereka yang berkecimpung di dunia kopi. Perkembangan kopi yang
begitu dinamis dari masa ke masa, hingga pada saat ini muncul istilah baru
yang dikenal dengan Third Wave Coffee, merupakan sebuah istilah untuk
mendefinisikan masa sekarang adalah masa ketika orang-orang tak lagi
hanya menikmati kopi untuk pelepas dahaga atau pemompa semangat di
saat kafein mendadak menjadi kebutuhan. Pada dunia kopi saat ini telah
menyadarkan dan memberikan pemahaman pada kita bahwa kopi adalah
sesuatu yang sahih, kompleks, dicintai, dielu-elukan dan merasuk menjadi
sebuah ritual yang tak sembarangan.
Istilah Thrid Wave Coffee masih terbilang baru, istilah ini pertama
kali dikemukakan oleh Thrish Rothgeb pada sebuah artikel di Wrecking
Ball Coffee Roasters pada 2002. Pada artikel yang dipublikasikan oleh
Roaster Guild, The Flamekeeper, Rothgeb mendefinisikan ada tiga
pergerakan di dalam dunia kopi dan menyebutnya dengan istilah
“gelombang” atau “waves”. Melalui pengertian tersebut, “third wave”
menjadi istilah yang popular hingga sekarang.
Third Wave Coffee ditandai dengan mulai tertariknya para pencinta
kopi terhadap kopi itu sendiri. Baik itu asal muasal bijinya, prosesnya
sampai kepada penyajian sebelum kopi tersebut sampai ke tegukan. Pada
era ini memberikan dorongan penikmat kopi untuk menilai terhadap kopi
yang rasanya buruk dan cara penyajian kopi yang dianggap tidak benar.
Meskipun tidak mengenyampingkan masalah pemasaran dan
promosi, Third Wave Coffee peduli lebih dalam dari sekedari menikmati
kopi saja. (ottencoffee.co.id, 2015)
2. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan.
Permintaan akan kopi robusta cenderung berfluktuasi dengan
menunjukan adanya trend peningkatan. Sedangkan, untuk tingkat
konsumsi kopi per kapita per tahun di Indonesia, menunjukan adanya
peningkatan walau dengan pola yang sangatn tipis. Berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS (2010-214). Pada tahun
2014, tingkat konsumsi kopi per kapita domestik sebesar 1,34 kilogram
per kapita per tahun. Jika melihat dari data tahun sebelumnya, tingkat
46
konsumsi per kapita mengalami penurunan. Namun dalam lima tahun
terakhir pertumbuhan konsumsi kopi mengalami kenaikan, dari tahun
2010 konsumsi kopi domestik naik sebesar 0,05 kilogram.
Tabel 12 Rata – rata konsumsi kopi per kapita per tahun Indonesia, tahun
2010-2014. Kopi
bubuk/biji
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kuantitas
(kilogram) 1.29 1.37 1.06 1.37 1.34
Nilai (Rp) 29 043.57 30 295.00 29 304.29 42 444.29 43 539.29
Sumber : Susenas, BPS (2010-2014), diolah
Data konsumsi per kapita tidak secara langsung menunjukan
jumlah total konsumsi kopi secara nasional. Karena rata-rata konsumsi
merupakan data mengenai jumlah baik kuantiti maupun nilai kopi yang
dikonsu msi masyarakat per kapita per tahun. Sedangkan, untuk Total
konsumsi Nasional merupakan jumlah secara total konsumsi kopi di suatu
negara.
Di ASEAN, negara dengan total konsumsi terbesar terhadap kopi
adalah Filipina kemudian diikuti Indonesia dan Vietnam. Indonesia masih
berpotensi untuk menjadi negara terbesar dalam mengkonsumsi kopi,
karena jika dilihat dari total penduduknya, Indonesia jauh lebih besar
dibanding Filipina. Bahkan dalam sekup ASEAN Indonesia merupakan
negara yang memiliki penduduk terbesar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari United Stade Department of
Agriculture. Pada tahun 2015 total konsumsi Indonesia adalah 165.000 ton
angka ini turun dari tahun sebelumnya sebesar 182.400 ton. Sedangkan
untuk Vietnam negara pesaing utama Indonesia memiliki total konsumsi di
tahun 2015 sebesar 156.000 ton. Dan Filipina di tahun 2015 sebesar
328.500 ton. ()
Tabel 13 Total konsumsi domestik di Negara Anggota ASEAN, tahun
2011 – 2015.
Negara Tahun (Ton)
2011 2012 2013 2014 2015
Indonesia 141 300 158 100 165 000 182 400 165 000
Vietnam 99 900 109 500 120 480 133 020 156 000
Philippines 219 600 264 300 217 800 259 200 328 500
Malaysia 37 500 37 500 39 600 36 000 36 000
Singapore 9 000 6 900 7 200 9 000 7 800
Laos 6 000 6 000 6 600 6 000 6 000
Thailand 28 200 30 600 30 900 32 700 34 200
Sumber : United Stade Department of Agriculture, diolah.
47
3. Internasionalisasi Permintaan Domestik
Indonesia merupakan salah negara di Dunia yang cukup terkenal
untuk dijadikan destinasi wisata. Hal yang mendasari kenapa wisatawan
(tourist) adalah karena terdapat sejumlah keunikan yang tidak dimiliki
oleh negara lain. Mulai dari keanekaragaman budayanya, kekayaan
alamnya, hingga banyak macam kuliner yang dari setiap daerah berbeda-
beda dan ciri khasnya masing-masing.
Kedatangan sejumlah tourist mancanegara ke Indonesia, secara
tidak langsung akan memberi dampak yang beragam. Peningkatan
ekonomi, hingga dikenalnya produk-produk lokal yang sebelum tidak
pernah dilihat di negara asal tourist tersebut. Dikenalnya produk lokal oleh
Tourist atau dalam hal ini kopi robusta yang kemudian dikonsumsi bahkan
dijadikan buah tangan, akan membuat produk-produk kopi Indonesia
semakin terpromosikan yang juga akan membantu membangun Brand
Image dimata dunia.
Produk kopi Indonesia yang dikenal oleh wisatawan mancanegara
umumnya ialah produk-produk specialty yang didominasi dari jenis kopi
arabika. Namun, untuk biji kopi robusta pun banyak digunakan untuk
menghasilkan kopi bubuk oleh perusahaan pengolahan kopi lokal atau
sebagai bahan campuran dalam produk blend coffee yang biasanya
dinikmati digerai-gerai kopi.
Industri Terkait dan Industri Pendukung
Menurut Sunani dalam Meryana (2007), Industri terkait merupakan
industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri ini mulai
dari pengadaan bahan baku, bahan tabahan, bahan kemasan sampai pemasaran.
Selain industri terkait terdapat juga industri pendukung yang merupakan industri
yang memberikan koontribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara
vertikal.
Perkembangan industri kopi tidak terlepas dari adanya industri hulu yang
senantiasa siap dan berkompeten untuk menyediakan benih atau bibit unggul,
seinggga dapat menghasilkan biji kopi dengan kuantitas dan kualitas prima. Saat
ini Indonesia memiliki lembaga dibawah naungan pemerintah untuk terus
melakukan penelitian dan inovasi dalam menyediakan benih kopi yang optimal.
Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia(Pustlitkoka).
Pada Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku
biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi
Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa, sedangkan kopi Robusta digunakan
sebagai campuran untuk memperkuat body. Kopi Arabika memiliki citra rasa
yang lebih baik, tetapi memiliki body yang lebih lemah dibandingkan kopi
Robusta. Selain biji kopi, industri pengolahan kopi juga membutuhkan bahan
tambahan seperti gula, jagung, dan lain-lain, serta bahan penolong seperti bahan
kemasan (packing), pallet, krat dan lain-lain.
48
Sumber : Kementerian Perindustrian
Gambar 4 Pohon Industri pengolahan kopi
Jenis diversifikasi produk kopi meliputi kopi bubuk, kopi instan, kopi biji
matang (roasted coffee), kopi tiruan, kopi rendah kafein (decaffeinated coffee),
kopi mix, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam botol dan produk turunan
lainnya. Seperti yang terdapat pada gambar diatas.
Kopi merupakan komoditas yang juga memiliki industri jasa pemasaran,
yang merupakan lembaga perantara seperti pedagang, pengumpul, distributr,
pedagang besar, pedagang eceran, dan eksportir. Lembaga perantara di dalam
industri kopi robusta nasional saat ini dapat dikatakan berada dalam rangkaian
yang cukup panjang. Kondisi ini secara tidak langsung akan menyebabkan harga
Buah Kopi
(100%)
Kulit Tanduk dan
Kulit Ari (5-10%)
Kopi Biji (Coffee
Beans)
- Arabika (16-18%)
- Robusta (20-30%)
-
-
Kopi Bubuk
Kopi Instan
Kopi Sangrai
Kopi Tiruan
Kopi Mix
Decaffeinated coffee
Kopi Ekstrak
Kaffein dan lain lain
Ulin
Arang
Asam Asetat
Enxim Pektat
Protein Sel Tunggal
Pektin
Etanol
Anggur
Silase
Cuka Makanan
Kulit Tanduk dan
Kulit Ari (66-77%)
49
kopi ditingkat petani seringkali tidak wajar. Harga ditingkat petani yang rendah
juga mengidikasikan bahwa posisi tawar petani saat ini cukup lemah. Hal ini
membuat petani memiliki keuntungan yang kecil dibandingkan salah sala bagian
dari rantai pemasaran kopi robusta.
Struktur, Persaingan dan Strategi Industri Kopi Robusta Nasional
Struktur industri pengolahan kopi nasional belum seimbang; hanya 20%
kopi diolah menjadi kopi olahan (kopi bubuk, kopi instan, kopi mix), dan 80%
dalam bentuk kopi biji kering (coffee beans). Industri pengolahan kopi masih
kurang berkembang disebabkan oleh faktor teknis, sosial dan ekonomi. Penerapan
teknologi pengolahan hasil kopi baru diterapkan oleh sebagain kecil perusahaan
industri pengolah kopi, hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi, modal,
teknologi, dan manajemen usaha. Produk industri olahan tersebut sangat
berpotensi dalam memberikan nilai tambah yang tinggi.
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan
produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix,
decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai
arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai
dayasaing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping
berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas,
juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties
dengan rasa khas seperti: Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee,
Kintamani Coffee, Toradja Coffee.
Walaupun Indonesia mempunyai peluang besar untuk pengembangan
industri pengolahan kopi dan mempunyai prospek besar dipasar domestik dan
internasional, namun permasalahan juga sangat kompleks, karena begitu banyak
faktor-faktor yang mempengaruhinya baik internal maupun eksternal dan juga
faktor perilaku konsumen, fluktuasi harga dan perdagangan kopi dunia.
Permasalahan yang Dihadapi Industri Pengolahan Kopi
a. Bahan Baku
1. Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia tidak seimbang, produksi kopi
Robusta (76 persen) jauh lebih besar dari kopi Arabica (24 persen),
sedangkan permintaan pasar dunia menyukai kopi Arabica.
2. Kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen (cara tradisional),
sehingga mutu biji kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi
rendah.
b. Produksi
1. Terbatasnya fasilitas produksi biji kopi (mesin/peralatan: pengering,
pengupas dan sortasi), utamanya ditingkat usaha industri skala kecil dan
menegah.
2. Terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.
3. Penerapan GMP, HACCP dan ISO rendah, sehingga mutu produk rendah
dan tidak konsisten.
50
4. Kurang adanya kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk
sesuai dengan permintaan pasar domistik maupun internasional.
c. Pemasaran
1. Rendahnya R & D inovasi dan diversifikasi produk kopi olahan sesuai
permintaan pasar domistik dan internasional.
2. Terbatasnya akses pasar internasional, selama ini ekspor produk kopi
olahan sebagian besar hanya ditujukan ke pasar tradisional seperti Uni
Eropa, Jepang dan USA.
d. Infrastruktur
1. Kurangnya dukungan infrastruktur ditingkat usaha budi daya tanaman
kopi (jalan, alat angkut) dan industri pengolahan kopi (listrik, energi).
2. Belum optimalnya kegiatan forum komunikasi dan koordinasi antar
stakeholders, utamanya yang mengarah ke pembentukan kerjasama
kemitraan.
Peran Pemerintah
Sejalan dengan perkembangan industri kopi di dunia yang semakin
kompetitif, Indonesia dalam hal ini Pemerintah tentu mempunyai peran yang
cukup besar bagi perkembangan industri kopi dalam negeri. Pemerintah perlu
memberi arahan atau implikasi strategi baik jangka pendek, menengah, atau
panjang terhadap perkembangan kopi nasional.
Peningkatan dayasaing kopi robusta Indonesia di pasar internasional
memerlukan langkah-langkah perbaikan kinerja dan dukungan kebijakan ekspor
yang kondusif bagi ekspor kopi. Selain perbaikan mutu kopi, langkah lain yang
diperlukan adalah mengefisienkan biaya ekspor dengan cara mengurangi bahkan
menghilangkan beban biaya operasional di pelabuhan, seperti biaya cadangan,
maupun sebelum di pelabuhan. Insentif fiskal dan moneter, seperti penghapusan
atau keringanan pajak dan penyediaan kredit ekspor dengan bunga rendah,
merupakan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan.(Dradjat, et.al,2007)
Dalam ekspor kopi, Indonesia harus mulai diarahkan untuk berorientasi
pasar. Untuk itu, pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pasar melalui
berbagai kebijakan ekspor kopi, seperti pemberian informasi pasar (harga, mutu,
pasar uang sedang tumbuh, pasar potensial, dan lainya) dan penyediaan
kemudahan-kemudahan ekspor, seperti pengembangan infrastruktur di pelabuhan
dan kredit ekspor.
Dalam rangka peningkatan mutu biji kopi, pemerintah perlu
mengembangkan standar mutu nasional dengan mengacu pada hasil penelitian
dan berorientasi internasional. Untuk memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang berorientasi internasional tersebut, teknologi pengolahan kopi oleh
petani perlu diperbaiki dengan penggunaan peralatan yang diperlukan untuk
pengolahan kopi, baik dengan proses basah maupun proses kering.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian pada tahun 2015 telah
menyusun rencana stategis (2015-2019) untuk mendukung perkembangan
pertanian Indonesia secara nasional. Pembangunan pertanian dalam lima tahun ke
depan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) ke-tiga (2015- 2019), dimana RPJMN tersebut sebagai penjabaran dari
51
Visi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Visi pembangunan dalam RPJM 2015-2019 adalah “Terwujudnya
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong”. Visi tersebut dijabarkan menjadi Tujuh Misi serta Sembilan Agenda
Prioritas (NAWA CITA). Dalam aspek ideologi, PANCASILA 1 JUNI 1945 dan
TRISAKTI menjadi ideologi bangsa sebagai penggerak, pemersatu perjuangan,
dan sebagai bintang pengarah.
Dalam rencana strategis terdapat agenda prioritas pertanian yang terdiri
dari dua hal, yaitu : 1. Peningkatan Agroindustri, dan 2. Peningkatan Kedaulatan
Pangan.
1. Peningkatan Agroindustri dalam hal ini meliputi meningkatkan produktivitas
rakyat dan dayasaing di pasar internasional. Sasaran dari peningkatan
agroindustri adalah
a. Meningkatnya PDB dari industri pengolaan makanan dan minuman, serta
produksi dari komoditas andalah ekspor dan komoditas prospektif.
b. Meningkatnya jumlah sertifikasi untuk produk pertanian yang diekspor,
dan
c. Berkembangnya agroindustri terutama di pedesaaan. Komoditi yang
menjadi fokus dalam peningkatan agroindustri diantaranya kelapa sawit,
karet, kakao, kopi, teh, kelapa, manggis, manggga, nanas, manggis, salak,
dan kentang.
Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang ada di luar kendali lembaga-
lembag Indonesia terkait kopi. Seperti peningkatan dayasaing karena depresiasi
nilai rupiah terhadap dollar Amerika (US$), terdepresiasinya nilai rupiah terhadap
dollar US menyebabkan eksportir kopi akan memperoleh keuntungan yang
berlipat ganda. Namun disisi lain lemahnya nilai rupiah ini tidak begitu saja bisa
diterima baik bagi perekonomian nasional.
Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Indonesia sejak
awal 2016 telah juga memberikan dampak bagi industri kopi dalam negeri.
Dimana dengan MEA, negara-negara anggota ASEAN mendapatkan bebas pajak
masuk terhadap produk-produk ekspor, namun pemerintah tetap memberikan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dari nilai ekspor kopi.
Analisis SWOT
Dalam upaya peningkatan dayasaing kopi robusta Indonesia di pasar
ASEAN, digunakan alat analisis SWOT. Dengan menggunakan SWOT, akan
diidentifikasi empat faktor seperti kekuatan (strange), kelemahan (weakness),
peluang (oportunity), dan ancaman (threat) dari industri kopi robusta indonesia.
Poin-poin dalam faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil analisis
keunggulan kompetitif menggunakan pendekatan Diamond Porter, keunggulan
komparatif yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah menganalisis keempat
faktor maka dibentuk sebuah matriks SWOT. Analisis SWOT merupakan
identifikasi sistematis dari faktor dan strategi yang merefleksikan keduanya.
52
Dalam merumuskan strategi peningkatan dayasaing kopi robusta nasional, basis
analisa telah dibuat, dengan menetapkan unit-unit yang termasuk dalan
lingkungan internal dan eksternal. Dalam hal ini, yang termasuk dalam
Lingkungan internal Industri Kopi Robusta adalah segala sumberdaya di subsitem
hulu, budidaya (onfarm), dan hilir termasuk subsistem pendukung. Sementara
lingkungan eksternal terdiri dari aktivitas pemerintah, ekonomi politik,
lingkungan global, dan kesempatan.
Berdasarkan Analisis SWOT dapat dipilih strategi SO (kekuatan-
kesempatan), WO (Kelemahan-peluang), ST (Kekuatan-ancaman), WT
(kelemahan-ancaman). Strategi S-O dirumuskan dengan menggunakan kekuatan
dari industri kopi robusta nasional untuk memanfaatkan peluang yang ada,
sedangkan strategi W-O dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dari
industri kopi robusta nasional untuk memanfaatkan peluang. Strategi S-T
dirumuskan dengan menggunakan kekuatan industri kopi robusta nasional untuk
mengatasi ancaman W-T dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.
Perumusan strategi yang ada dilakukan melalui pembentukan matriks
SWOT, dimana matriks ini meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
yang telah diidentifikasi sebelumnya. Melalui matriks SWOT dapat dirumuskan
bahwa alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan
meningkatkan dayasaing Industri kopi Robusta nasional di pasar ASEAN dan
Internasional.
Tabel 14 Identifikasi SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan
(Strengths)
- Luas lahan yang
besar, Potensi
peningkatan
luas lahan
- Sumberdaya
tenaga kerja
yang begitu
besar
- Sumberdaya
IPTEK telah
berkembang
cukup baik
- Peran Industri
terkait dan
pendukung
- Kopi robusta
memiliki
karakteristik
yang kuat
Kelemahan (Weaknesses)
- Produktivitas lahan
rendah
- Kepemilikan
umumnya perkebunan
rakyat yang masih
skala kecil
- Pengolahan pasca
panen masih rendah
atau tidak merata
- Pendidikan petani
rendah
- Akses permodalan
belum bisa dijangkau
secara penuh
- Industri pengolahan
kopi sebagian besar
masih berorientasi
lokal
- Kemampuan ekspor
masih lemah
- Kemampuan
menentukan harga
ditingkat dunia belum
kuat
Peluang
(Opportunities)
- Peningkatan
konsumsi
dibeberapa
negara
- Peran pemerintah
telah baik dan
mendukung penuh
- Peran pemerintah
telah baik dan
mendukung penuh
- Potensi pasar
baru di negara-
negara dunia
- Berubahnya
pandangan
masyarakat
untuk mencintai
kopi dengan
lebih
- Peningkatan
konsumsi
domestik.
- Potensi
peningkatan
harga kopi
Ancaman (Threats)
- Meningkatnya
kemampuan ekspor
negara pesaing
- Penentuan harga
yang dilakukan
oleh negara-negara
konsumen
(Amerika dan
Inggris)
53
Robusta
Tabel 15 Matriks Analisis SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia
Kekuatan
(Strengts –S)
1. Luas lahan yang
besar, Potensi
peningkatan luas
lahan
2. Sumberdaya tenaga
kerja yang begitu
besar
3. Sumberdaya IPTEK
telah berkembang
cukup baik
4. Peran Industri terkait
dan pendukung
5. Kopi robusta
memiliki
karakteristik yang
kuat
Kelemahan (Weaknesses – W)
1. Produktivitas lahan rendah
2. Pengetahuan dalam
pengolahan pasca panen
masih rendah atau tidak
merata
3. Kepemilikan umumnya
perkebunan rakyat yang
masih skala kecil
4. Pendidikan petani rendah
5. Akses permodalan belum
bisa dijangkau secara
penuh
6. Industri pengolahan kopi
sebagian besar masih
berorientasi lokal
7. Kemampuan ekspor masih
lemah
8. Kemampuan menentukan
harga ditingkat dunia
belum kuat
Peluang (Opportunities
– O)
1. Peningkatan
konsumsi
dibeberapa
negara
2. Potensi pasar
baru di negara-
negara dunia
3. Berubahnya
pandangan
masyarakat untuk
mencintai kopi
dengan lebih
4. Peran pemerintah
telah baik dan
mendukung
penuh
5. Peningkatan
konsumsi
domestik.
6. Potensi
peningkatan
harga Robusta
Strategi S-O
1. Optimalisasi lahan
kopi
(S1,S2,S3,S4,S5,O1,
O2)
2. Meningkatkan
kuantitas, kualitas,
dan jumlah produk
kopi Specialty
Robusta (S1, S3, S5,
S6, O3)
Strategi W-O
1. Membangun sentra
perkebunan kopi dengan
meningkat peran serta
fungsi kelembagaan kopi
yang ada. (W2, W3, W4,
W5,O1,O2,O3,O4,O5)
2. Membangun orientasi
terhadap pasar ekspor.
(W6,W7, O1,O2,O3,O5)
3. Meningkatkan peran dalam
organisasi Internasional,
dan kerjasama dengan
negara-negara konsumen
utama
(W6,W7,W8,O1,O2,O3,O4
,O5)
54
Ancaman (Threats-T)
1. Meningkatnya
kemampuan ekspor
negara pesaing
2. Penentuan harga
yang dilakukan oleh
negara-negara
konsumen (Amerika
dan Inggris)
Strategi S-T
1. Melakukan
pemerataan
pengembangan
Industri kopi
diseluruh daerah
penghasil Indonesia.
(S1,S2,S3,S4,S5,S6,T
1)
2. Ikut berpartisipasi
dalam organisasi kopi
internasional, dan
promosi.
Strategi W-T
1. Meningkatkan konsumsi
kopi domestik.
(W6,W7,T1)
Implikasi Strategi
a. Strategi S-O
1. Optimalisasi lahan kopi robusta Indonesia, sehingga mampu
meningkatkan kuantitas dan kualitas yang maksimal agar produksi kopi
yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dunia yang
terus meningkat dan memenuhi potensi konsumsi di pasar baru di
negara-negara di ASEAN dan dunia. Adapun hal yang dilakukan
dengan memanfaatkan kekuatan yang ada, sebagai berikut :
a. Pemanfaatan IPTEK yang dapat mendukung dan meningkatkan
produksi kopi robusta nasional
b. Merealisasikan potensi perluasan lahan kopi robusta indonesia.
c. Pemanfaatan Industri terkait dan pendukung yang dimiliki
2. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan jumlah produk kopi Specialty
Robusta. Seperti yang diketahui bersama, bahwa kopi specialty
merupakan hasil produk kopi dengan kualitas terbaik, kopi ini sangat
diminati oleh masyarakat pecinta kopi baik dalam maupun luar negeri.
Dengan mengoptimalkan kinerja lembaga IPTEK dan
mendistribusikanya secara merata diseluruh daerah penghasil kopi.
Upaya untuk percepatan pengembangan produk specialty coffee akan
lebih memungkinkan.
b. Strategi W – O
1. Membangun sentra perkebunan kopi dengan meningkatkan peran serta
fungsi kelembagaan kopi yang ada. Dengan adanya peran fungsi
kelembagaan terkait kopi seperti Asosiasi Eksportir, kelompok petani,
pemerintah, industri hulu hingga hilir, jika semua melakukan peran
fungsinya masing-masing denga efektif tentu akan mempengaruhi
percepatan perkembangan industri kopi robusta dalam negeri.
2. Membangun orientasi terhadap pasar ekspo. Melalui pemerintah dengan
arah kebijakan yang berorientasi pasar, akan mempengaruhi pola
pandangan masyarakat petani untuk lebih peduli teradap keinginan
pasar. Sehingga produk yang dihasilkan nantinya akan terserap dengan
baik, bahkan menjadi produk yang dinanti oleh konsumen dunia.
55
3. Meningkatkan peran dalam organisasi Internasional, dan kerjasama
dengan negara-negara konsumen utama. Indonesia sebagai salah satu
negara terbesar produsen kopi robusta dunia, seharusnya memiliki
posisi tawar yang bagus dalam menentukan harga. Maka dari itu,
Indonesia harus memperkuat koordinasi internal industri dalam negeri,
kemudian juga berperan aktif dalam organisasi kopi internasional.
Selain itu perlu dilakukanya kerjasama-kerjasama ke sejumlah negara
konsumen maupun calon konsumen kopi. Hal ini memungkinkan
adanya peningkatan posisi tawar kopi robusta Indonesia.
c. Strategi S-T
1. Melakukan pemerataan pengembangan Industri kopi di seluruh daerah
penghasil Indonesia.
Dalam mengatasi adanya ancaman terhadap industri kopi robusta
di negara-negara pesaing yang terus berkembang. Indonesia dapat
memperkuat dayasaing industri kopi robusta, dengan melakukan
pemerataan pengembangan industri diseluruh daerah penghasil kopi
nasional. Indonesia sebenernya memiliki potensi yang sangat besar
untuk meningkatkan dayasaing kopi robusta, di sebagian daerah
memang sudah melakukan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan
kopi dengan baik, sehingga hasil dari produk mempunyai kuantitas dan
kualitas optimal. Namun, ini hanya terjadi di beberapa daerah saja,
masih banyak daerah-daerah penghasil kopi yang melakukan aktivitas
perkopian dengan cara konvensional dan minim pengetahuan untuk
dapat menghasilkan kopi yang baik. Jika Indonesia mampu melakukan
pemerataan kualitas terhadap akitivitas kopi ini diseluruh daerah
penghasil kopi robusta, tidak menutup kemungkinan Indonesia sangat
potensial untuk meningkatkan dayasaing kopi robustanya.
Upaya pemerataan ini bisa tercapai dengan memanfaatkan peran
beberapa pihak, diantaranya :
1. Pemerintah, dengan kebijakan untuk mendukung terbentuknya
sentra-sentra produk demi peningkatan kualitas SDM
masyarakat petani.
2. Peran lembaga terkait dalam hal ini penyuluhh pertanian,
asosiasi ekpor, asosiasi petani kopi, dan lainya. Akan
melakukan fungsinya masing-masing dengan efektif.
d. Strategi W – T
Meningkatkan konsumsi kopi domestik dengan mengadakan
festival atau pameran produk-produk kopi sebagai sarana promosi kepada
masyarakat Indonesia. Festival atau pameran produk-produk kopi dapat
berupa acara-acara sebagai berikut :
a. Lomba meracik kopi oleh barista
b. Seni menilai copi (cupping)
c. Pameran produk specialty.
56
SIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukam mengenai Dayasaing Kopi
Robusta Indonesia di Pasar ASEAN, dapat ditarik beberapa poin kesimpulan
penelitian ini diantaranya :
1. Industri kopi Indonesia dengan kode HS 09011110 (Kopi biji Robusta dan
Arabika tanpa dihilakanya kafein) memiliki keunggulam komparatif. Hal ini
ditunjukan melalui perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA)
sebesar 12.10 atau lebih dari satu.. Dari angka ini juga menunjukan bahwa
kopi Indonesia belum mampu menguasai pasar ASEAN, karena memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan negara pesaingnya atau dalam hal ini
adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 16,17. Dari perhitungan RCA juga
menunjukan bahwa kinerja ekspor kopi Indonesia jika dibandingan dengan
negara di ASEAN masih belum terbaik, bila dibandingkan dengan Vietnam
Indonesia masih lebi rendah, namun Indonesia mengalami kenaikan setiap
tahunya.
2. Industri kopi robusta nasional mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat
dilihat dari beberapa faktor – faktor yang telah dianalisis melalui pendekatan
The National Diamond System. Pada faktor sumber daya, Indonesia sangat
didukung dari luas lahan yang begitu besar pada industri kopi robusta
nasional, kemudian masih terdapat juga potensi peningkatan lahan. Namun
masih terdapat kekurangan yang beragam mulai dari type kepemilikan yang
sebagian besar dimiliki oleh rakyat, efisiensi lahan, dan masih rendahnya
produktivitas kopi nasional. Sumber daya IPTEK yang dimiliki saat ini cukup
mendukung, lembaga penelitian kopi Indonesia telah menghasilkan beragam
macam benih unggul, dan panduan teknik budidaya. Akan tetapi penyebaran
pengetahuan ini masih belum bisa tersebar secara merata hingga ke seluruh
pelosok daerah penghasil kopi robusta. Faktor-faktor lain yang terkait dengan
industri kopi robusta juga. Pemerintah melalui rencana strategis 2015-2019
juga mendukung melalui upaya-upaya pengembangan industri kopi robusta
Indonesia baik ditingkat lokal maupun Internasial agar Indonesia memiliki
asil kopi robusta yang berdayasaing.
3. Dari analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan kedua metode
yang digunakan, kemudian dilakukan analisis lanjutan dengan SWOT. Dari
analisis ini, di dapat berrbagai implikasi strategi dan lebih mengarah kepada
strategi untuk mengoptimalkan lahan perkebunan kopi Indonesia dengan
memanfaatkan lembaga-lembaga termasuk pemerintah, arah kebijakan untuk
lebih berorientasi pasar.
SARAN
Untuk meningkatkan dayasaing kopi robusta Indonesia, perlu mendapat
dukungan dari seluruh pihak yang terkait. Mulai dari petani yang harus
meningkatkan kemampuanya. Lembaga perkopian seperti Lembaga Penelitian,
Lembaga Keunganan, Asosiasi Ekspor, Penyuluh, dan sebagainya yang
57
menjalankan fungsinya dengan efektif sesuai dengan kebutuhan dan target-target
yang sudah direncanakan, kemudian pemerintah perlu melakukan program
prioritas dengan menjadikan program pengembangan industri komoditas kopi
khususnya Robusta sebagai program prioritas terdepan dibandingkan lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Aklamati, et.al. 2014. Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng
Gunung Tambora, Sumbawa . Pusat Penelitian Kopi dan Kakao : Jember
Arlan, Y. 2012. Strategi Peningkatan Daya Saing Pt Saung Mirwan Dengan
Pendekatan Analytic Network Process (Anp).[Skripsi]. Bogor : Instititut
Pertanian Bogor (IPB)
[aeki] Asosisai Ekspor Kopi Indonesia.2013. Perkembangan Luas Areal Dan
Produksi Perkebunan Kopi. Asosisai Ekspor Kopi Indonesia : Jakarta.
[bps] Badan Pusat Statistika. 2012. Sektor Perkebunan terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia. Badan Pusat Statistika : Jakarta
Bustami.2010. Analisis Dayasaing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No. 2. Universitas Sumatera Utara.
Damanik, Arianty Lediana.2012. Faktor- Faktor Pendorong Dan Penarik Alih
Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta (Coffea Robusta L) Ke Kopi
Arabika (Coffea Arabica). [Skripsi]. Sumatera Utara : Universitas Sumatera
utara
David, F. 2009. Manajemen Strategi. Salemba Empat : Jakarta
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap Industri
Pengolahan Kopi. Departemen Perindustrian : Jakarta
[ditjendun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia
: Kopi 2013-2015. Direktorat Jenderal Perkebunan : Jakarta
----------------------------------------------------. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia
: Kopi 2014-2016. Direktorat Jenderal Perkebunan : Jakarta
Dradjat, et.al. 2007. Ekspor dan Daya Saing Kopi Biji Indonesia di Pasar
Internasional: Implikasi Strategis Bagi Pengembangan Kopi Biji Organik.
Pelita Perkebunan 2007, 23(2),
[fao] Food And Agricultural Organization, United Nations. 2015. FAO Statistical
Pocketbook Coffee 2015. Food And Agricultural Organization, United
Nations : Roma
Haryono,et.al.2010. Inovasi Dan Percepatan Adopsi Teknologi Perkebunan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian : Jakarta
[ico] International Coffee Organization. 2014. Export Statistics. International
Coffee Organization (ICO) : London
Izzany, S. 2015. Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia Ke Pasar Asean Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Skema Cept-Afta. [Skripsi].
Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB)
[kemendag] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Analisis
Komoditas Kopi Dan Karet Indonesia: Evaluasi Kinerja Produksi, Ekspor
Dan Manfaat Keikutsertaan Dalam Asosiasi Komoditas Internasional.
Kementerian Perdagangan : Jakarta
[kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian
Pertanian Tahun 2015 – 2019. Kementerian Pertanian : Jakarta
58
Kontan.co.id. 2011. Tekan penurunan produksi, Kementan upayakan peremajaan
tanaman kopi. http://industri.kontan.co.id/news/tekan-penurunan-produksi-
kementan-upayakan-peremajaan-tanaman-kopi-1). Diakses pada juni 2016
Limbong, W dan Pangabean Sitorus. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian.
Program Studi Manajemen Agribisnis : Bogor
Meryana, E. 2007. Analisis Daya Saing Kopi Robusta Indonesia di Pasar
Internasional. [Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB)
Ottencoffee.co.id. 2015. Sejarah “First, Second And Third Wave Coffee”.
https://majalah.ottencoffee.co.id/sejarah-first-second-and-third-wave-
coffee/. (Diakses pada juli 2016)
Pappas dan Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial. Jakarta : Binarupa Aksara
Porter, M. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan press ltd.
London
Raharjo, BT. 2013. Analisis Penentu Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Ilmiah.
Malang : Universitas Brawijaya.
Rangkuti, Freddy. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Edisi
Keenam Belas. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rubiyo,et.al.2011. Perakitan Teknologi Untuk Peningkatan Produksi Dan Mutu
Hasil Perkebunan Kopi Rakyat. Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar : Jakarta
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi 1. Erlangga : Jakarta
Saragih, J.R. 2010. Kinerja produksi kopi Arabika dan prakiraan sumbangannya
dalam pendapatan wilayah Kabupaten Simalungun. Jurnal VISI (2010) 18
(1): 98 – 112.
Tempo.co. 2013. Ini Adalah Usia Ideal Tanaman Kopi Produktif.
https://m.tempo.co/read/news/2013/06/09/173486899/ini-adalah-usia-ideal-
tanaman-kopi-produktif) diakses pada 31 07 2016.
[usda] United Stade Department of Agriculture. 2016. Coffee Reports.
http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdHome.aspx . (Diakses pada juli 2016)
Ningsih, A. 2013. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Permintaan Minyak Atsiri Indonesia Di Negara Tujuan Ekspor.[Skripsi].
Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB)
Wulandari dan Riana Ayu. 2013. Analisis Daya Saing Ubi Jalar Indonesia
Dipasar Internasional. [Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB)
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Pertumbuhan Luas Areal (TM), produksi dan produktivitas
perkebunan kopi robusta seluruh Indonesia.
Tahun
Luas Areal Produksi Produktivitas
Total
(Ha)
Pertumbuhan
(%)
Total
(Ton)
Pertumbuhan
(%)
Total
(Ton/Ha)
Pertumbuhan
(%)
1994 756 740
421 387
556.85
1995 790 600 4.28 417 972 -
0.82 528.68
-
5.33
1996 782 900 -
0.98 421 751 0.90 538.70 1.86
1997 779 274 -
0.47 384 042
-
9.82 492.82
-
9.31
1998 761 127 -
2.38 448 485 14.37 589.24 16.36
1999 756 556 -
0.60 458 923 2.27 606.59 2.86
2000 815 806 7.26 511 586 10.29 627.09 3.27
2001 889 549 8.29 546 163 6.33 613.98 -
2.14
2002 929 720 4.32 656 963 16.87 706.62 13.11
2003 823 104 -
12.95 628 273
-
4.57 763.30 7.42
2004 897 691 8.31 598 263 -
5.02 666.45
-
14.53
2005 872 889 -
2.84 591 417
-
1.16 677.54 1.64
2006 845 160 -
3.28 587 386
-
0.69 695.00 2.51
2007 815 881 -
3.59 549 088
-
6.97 673.00
-
3.27
2008 758 955 -
7.50 553 278 0.76 729.00 7.68
2009 728 830 -
4.13 534 961
-
3.42 734.00 0.68
2010 721 818 -
0.97 535 589 0.12 742.00 1.08
2011 715 050 -
0.95 489 809
-
9.35 685.00
-
8.32
2012 723 979 1.23 528 505 7.32 730.00 6.16
2013 701 953 -
3.14 509 557
-
3.72 725.91
-
0.56
2014 694 015 -
1.14 473 672
-
7.58 682.51
-
6.36
2015 699 701 0.81 491 777 3.68 702.84 2.89
2016 701 365 0.24 492 333 0.11 701.96 -
0.12
Sumber : Dijenbun, Kementerian Pertanian.
61
Lampiran 2 Perkembangan harga bulanan Kopi di Pasar Dunia tahun 1985-2014,
Direktorat Jenderal Perkebunan.
Tahun
(Year)
Kopi Arabika /
Coffee
Arabica ($/kg)
Kopi Robusta /
Coffee Robusta
($/kg)
1985 5.413 4.44
1986 6.253 4.73
1987 3.330 2.99
1988 3.787 2.60
1989 2.998 2.08
1990 2.386 1.43
1991 2.287 1.31
1992 1.692 1.13
1993 1.807 1.34
1994 3.950 3.13
1995 3.625 3.01
1996 2.988 2.00
1997 4.851 2.02
1998 3.628 2.22
1999 2.842 1.85
2000 2.413 1.15
2001 1.793 0.79
2002 1.792 0.87
2003 1.778 1.02
2004 2.086 0.93
2005 2.887 1.27
2006 2.805 1.66
2007 2.854 2.00
2008 2.997 2.26
2009 3.287 1.70
2010 4.320 1.74
2011 5.486 2.21
2012 3.821 2.11
2013 2.900 1.96
2014 4.178 2.09
Sumber : Dijenbun, 2015
62
Lampiran 3 Konsumsi kopi di negara ASEAN tahun 2011 – 2012 (1000
bags/60kg).
Negara Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Indonesia 2 355 2 635 2 750 3 040 2 750
Vietnam 1 665 1 825 2 008 2 217 2 600
Philippines 3 660 4 405 3 630 4 320 5 475
Malaysia 625 625 660 600 600
Singapore 150 115 120 150 130
Laos 100 100 110 100 100
Thailand 470 510 515 545 570
Sumber : United States Department of Agriculture, diolah
Lampiran 4 Produksi robusta negara ASEAN tahun 2011 – 2016* (1000 bags /
60kg)
Country 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Indonesia 7 000 8 800 7 850 9 200 10 400 8 700
Laos 450 460 475 485 525 550
Malaysia 1 450 1 400 1 500 1 500 1 500 1 500
Philippines 425 425 425 450 450 450
Thailand 1 000 1 000 1 000 1 000 1 000 1 000
Vietnam 25 200 25 600 28 658 26 350 28 200 26 225
Sumber : United States Department of Agriculture, diolah
Keterangan : 2016*, angka sampai bulan juni.
Lampiran 5 Negara penghasil kopi robusta terbesar dunia, tahun 2011 - 2015
Country 2011 2012 2013 2014 2015 share
(2015)
Vietnam 25.200 25.600 28.658 26.350 28.200 42.10
Brazil 14.500 15.500 15.400 17.000 13.300 19.86
Indonesia 7.000 8.800 7.850 9.200 10.400 15.53
India 3.540 3.660 3.372 3.810 3.810 5.69
Uganda 2.200 2.800 3.000 2.800 3.600 5.37
Cote
d'Ivoire 1.600 1.750 1.675 1.400 1.650 2.46
lainya 6.585 5.936 5.483 6.032 6.024 8.99
total 60.625 64.046 65.438 66.592 66.984 100,00
Sumber : United States Department of Agriculture, diolah
63
Lampiran 6 Negara-negara dunia dengan luas areal tanaman menghasilkan
terbesar dunia tahun 2011-2014.
NO NEGARA
LUAS TANAMAN MENGHASILKAN (HA) SHARE
(%) 2011 2012 2013 2014
1 Brazil 2 148 775 2 120 080 2 085 522 2.085.522 21,14
2 Indonesia 909 162 927 220 914 407 1.240.900 12,58
3 Kolombia 723 921 696 023 771 728 771.728 7,82
4 Meksiko 688 208 695 350 700 117 700.117 7,10
5 Vietnam 543 865 572 600 584 600 584.600 5,93
6 Lainya 4 774 844 4 822 166 4 809 568 4.796.970 48,62
Total Luas lahan 9.788.775 9 833 439 9 865 942 10 179 837
Sumber : FAO, diolah
Lampiran 7 Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun
1980-2015
Tahun
Luas Areal (Ha)
Jumlah
Produksi (Ton)
Jumlah PR
(Smallholder)
PBN
(Goverment)
PBS
(Private)
PR
(Smallholder)
PBN
(Goverment)
PBS
(Private)
1993 1 090 050 26 325 31 192 1 147 567 410 048 17 266 11 554 438 868
1994 1 080 532 26 593 33 260 1 140 385 421 682 17 468 11 041 450 191
1995 1 109 499 25 616 32 396 1 167 511 429 569 16 824 11 408 457 801
1996 1 103 615 24 169 31 295 1 159 079 435 757 13 184 10 265 459 206
1997 1 105 114 32 232 32 682 1 170 028 396 155 21 050 11 213 428 418
1998 1 068 064 39 139 46 166 1 153 369 469 671 25 759 19 021 514 451
1999 1 059 245 39 316 28 716 1 127 277 493 940 26 208 11 539 531 687
2000 1 192 322 40 645 27 720 1 260 687 514 896 29 754 9 924 554 574
2001 1 258 628 26 954 27 801 1 313 383 541 476 18 111 9 647 569 234
2002 1 318 020 26 954 27 210 1 372 184 654 281 18 128 9 610 682 019
2003 1 240 222 26 597 25 091 1 291 910 644 657 17 007 9 591 671 255
2004 1 251 326 26 597 26 020 1 303 943 618 227 17 025 12 134 647 386
2005 1 202 392 26 641 26 239 1 255 272 615 556 17 034 7 775 640 365
2006 1 255 104 26 644 26 983 1 308 732 653 261 17 017 11 880 682 158
2007 1 243 429 23 721 28 761 1 295 912 652 336 13 642 10 498 676 476
2008 1 236 842 22 442 35 826 1 295 110 669 942 17 332 10 742 698 016
2009 1 217 506 22 794 25 935 1 266 235 653 918 14 387 14 385 682 690
2010 1 162 810 22 681 24 873 1 210 365 657 909 14 065 14 947 686 921
2011 1 184 967 22 572 26 159 1 233 698 616 429 9 099 13 118 638 646
2012 1 187 669 22 565 25 056 1 235 289 661 827 13 577 15 759 691 163
2013 1 194 081 22 556 25 076 1 241 712 645 346 13 945 16 591 675 881
2014*) 1 198 962 22 581 25 266 1 246 810 654 034 14 106 16 949 685 089
2015**) 1 206 243 22 599 25 540 1 254 382 706 770 14 690 17 545 739 005
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah.
64
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Pia Perdana, dilahirkan di Jakarta, 20 Agustus 1993.
Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara, dari pasangan Mujiana
dan Mimi. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di SDN 04 Bambu Apus pada
tahun 2001 sampai 2007, SMPN 259 jakarta pada Tahun 2007-2009, SMAN 113
Jakarta pada Tahun 2009-2011. Kemudian pada tahun 2011 penulis diterima di
Universitas Jenderal Soedirman, di Fakultas Pertanian, jurusan D3 Agrobisnis dan
Penulis dipercayai untuk menjadi Ketua Angkatan D3 Agrobisnis angkatan 2011.
Selama kuliah di Universitas Jenderal Soedirman, penulis aktif dalam
berbagai Organisasi, antara lain Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) AGRICA
sebagai reporter dan fotografer, Himpunan Mahasiswa D3 Agrobisnis Pertanian
sebagai Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi, serta berbagai aliansi external
Unsoed. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam kegiatan kepanitiaan, seperti
Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) sebagai Tatib, Pameran dan Lomba
Fotografi Agrica 2013 sebagai Ketua, Dies Natalis HIMAGRITA ke 14 sebagai
Ketua, dan lainya.
Setelah lulus pada program Diploma Tiga, Pada tahun 2014 penulis
kemudian melanjutkan jenjang pendidikanya ke Institut Pertanian Bogor pada
program Alih Jenis Agribisnis. Selama mengikuti pendidikan di Alih Jenis di IPB
penulis masih aktif dalam bidang keorganisasian non akademis, seperti aktif
dalam program magang Gugus Kewirausahaan (G-Bike), Forum of Agribussines
Transfer Program Student (FASTER), dan juga beberapa komunitas. Selama di
Faster, penulis memiliki Jabatan terakhir sebagai Kepala Departemen Hubungan
Masyarakat (Humas), penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Ketua
Panitia Malam Keakraban, Kepala Design Seminar dan Pameran Praktik
Kewirausahaan, dan sebagainya.
Penulis memiliki hobi menggambar, fotografi, dan menulis. Karya-karya
yang telah dibuat oleh penulis, diarsipkan dalam blog pribadinya dengan alamat
piaupia.blogspot.com serta deviantart.com/popapay.