[kimia dasar] konsep materi dan atom
TRANSCRIPT
1. Penemuan Partikel Fundamental
A. Penemuan Elektron
Setelah John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 mengemukakan teori atom
yang pertama kali, maka tidak lama setelah itu dua orang ilmuwan yaitu Sir Humphry
Davy (1778-1829) dan muridnya Michael Faraday (1791-1867), menemukan metode
elektrolisis, yaitu cara menguraikan senyawa menjadi unsur-unsurnya dengan bantuan
arus listrik. Dengan metode baru itulah akhirnya mereka menemukan bahwa atom
mengandung muatan listrik.
Sejak pertengahan abad ke-19, para ilmuwan banyak meneliti daya hantar listrik
dari gas-gas pada tekanan rendah. Tabung lampu gas pertama kali dirancang oleh
Heinrich Geissler (1829-1879) dari Jerman pada tahun 1854. Rekannya, Julius Plucker
(1801-1868),membuat eksperimen sebagai berikut. Dua pelat logam ditempatkan pada
masing-masing tabung Geissler yang divakumkan, lalu tabung gelas itu diisi dengan
gas pada tekanan rendah. Salah satu pelat logam (disebut anode) membawa muatan
positif, dan pelat yang satu lagi (disebut katode) membawa muatan negatif. Ketika
muatan listrik bertegangan tinggi dialirkan melalui gas dalam tabung, muncullah nyala
berupa sinar dari katode ke anode. Sinar yang dihasilkan ini disebut sinar katode.
Plucker ternyata kurang teliti dalam pengamatannya dan menganggap sinar tersebut
hanyalah cahaya listrik biasa.
Pada tahun 1875, William Crookes (1832-1919) dari Inggris, mengulangi
eksperimen Plucker tersebut dengan lebih teliti dan mengungkapkan bahwa sinar
katode merupakan kumpulan partikel-partikel yang saat itu belum dikenal.
Hasil-hasil eksperimen Crookes dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Partikel sinar katode bermuatan negatif sebab tertarik oleh pelat yang bermuatan
positif.
2. Partikel sinar katode mempunyai massa sebab mampu memutar baling-baling dalam
tabung.
3. Partikel sinar katode dimiliki oleh semua materi sebab semua bahan yang digunakan
(padat, cair, dan gas) menghasilkan sinar katode yang sama.
Partikel sinar katode itu dinamai “elektron” oleh George Johnstone Stoney
(1817 – 1895) pada tahun 1891. Pada masa itu para ilmuwan masih diliputi
kebingungan dan ketidaktahuan serta ketidakpercayaan bahwa setiap materi memiliki
elektron karena mereka masih percaya bahwa atom adalah partikel terkecil penyusun
suatu materi. Kalau atom merupakan partikel terkecil, maka di manakah keberadaan
elektron dalam materi tersebut?
Pada tahun 1897, Joseph John Thompson (1856 – 1940) dari Inggris melalui
serangkaian eksperimennya berhasil mendeteksi atau menemukan elektron yang
dimaksud Stoney. Thompson membuktikan bahwa elektron merupakan partikel
penyusun atom, bahkan Thompson mampu menghitung perbandingan muatan terhadap
massa elektron , yaitu 1,759 × 108 coulomb/gram.
Selanjutnya, fisikawan Amerika Robert Andrew Millikan (1868-1953) berhasil
membuktikan dengan percobaan yang cerdas adanya partikel kelistrikan ini. Percobaan
yang disebut dengan percobaan tetes minyak Millikan. Tetesan minyak dalam tabung
jatuh akibat pengaruh gravitasi. Bila tetesan minyak memiliki muatan listrik,
gerakannya dapat diatur dengan melawan gravitasi dengan berikan medan listrik.
Gerakan gabungan ini dapat dianalisis dengan fisikan klasik. Millikan menunjukkan
dengan percobaan ini bahwa muatan tetesan minyak selalu merupaka kelipatan 1,6×10-
19 C. Fakta ini berujung pada nilai muatan elektron sebesar 1,6 x 10-19 C.
Rasio muatan/massa partikel bermuatan yang telah diketahui selama ini sekitar
1/1000 (C/g). Ratio yang didapatkan Thomson jauh lebih tinggnilai tersebut (nilai
akurat yang diterima adalah 1,76 x108 C/g), dan penemuan ini tidak masuk dalam
struktur pengetahuan yang ada saat itu. Partikel ini bukan sejenis ion atau molekul,
tetapi harus diangap sebagai bagian atau fragmen atom.
B. Penemuan Proton
Dengan ditemukannya elektron oleh Thomson, para ahli semakin yakin bahwa
atom tersusun oleh partikel-partikel yang lebih kecil. Pada tahun 1886, Eugen Goldstein
melakukan percobaan dengan memodifikasi tabung sinar katode. Percobaan Goldstein
tersusun atas:
1. Elektroda negatif (katoda) yang menutup rapat tabung sinar katoda sehingga ruang
dibelakang katoda gelap
2. Lempeng katoda dilubangi dan diisi dengan gas hidrogen bertekanan rendah
3. Radiasi yang keluar dari lubang tabung katoda akibat aliran listrik bertegangan
tinggi menyebabkan gas yang berada dibelakang katoda berpijar
4. Radiasi tersebut disebut radiasi/sinar kanal atau sinar positif
Sinar kanal secara mendetail dihasilkan dari tahapan berikut yakni ketika sinar
katoda menjala dari katoda ke anoda maka sinar katoda ini menumbuk gas hidrogen
yang berada didalam tabung sehingga elektron gas hidrogen terlepas dan membentuk
ion positif. Ion hidrogen yang bermuatan positif selanjutnya bergerak menuju kutub
negatif (katoda) dengan sebagian ion hidrogen lolos dari lubang katoda. Berkas sinar
yang bermuatan positif disebut sinar kanal atau sinar positif.
Penelitian selanjutnya mendapatkan hasil bahwa gas hidrogen menghasilkan
sinar kanal dengan muatan dan massa terkecil. Ion hidogen ini selanjutnya disebut
sebagai proton. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa sinar kanal
merupakan partikel dasar yang bermuatan positif dan berada dalam inti atom dan massa
proton sama dengan massa ion hidrogen dan berharga 1 sma.
Rutherford berikutnya menembak gas nitrogen dengan sinar alfa untuk
membuktikan bahwa proton berada didalam atom dan ternyata proton juga dihasilkan
dari proses tersebut. Reaksi yang terjadi adalah :
Beberapa sifat sinar kanal/sinar positif adalah:
a. Sinar kanal merupakan radiasi partikel- sinar kanal dibelokkan ke arah kutub negatif
apabila dimasukkan kedalam medan listrik atau medan magnet-sinar kanal
bermuatan positif.
b. Sinar kanal mempunyai perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) lebih
kecil dari perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) elektron.
c. Sinar kanal mempunyai perbandingan harga muatan elektron dan massa (e/m) yang
tergantung pada jenis gas dalam tabung.
Massa 1 proton = 1 sma = 1,66 × 10-24 gram
Muatan 1 proton = +1 = 1,6 × 10-19 C
Pada tahun 1910, Ernest Rutherford bersama dua orang asistennya, yaitu Hans
Geiger dan Ernest Marsden, melakukan serangkaian percobaan untuk mengetahui
kedudukan partikel-partikel di dalam atom. Percobaan mereka dikenal dengan
hamburan sinar alfa terhadap lempeng tipis emas.
Dari pengamatan mereka, didapatkan fakta bahwa partikel yang ditembakkan
pada lempeng logam emas yang tipis, sebagian besar diteruskan, dan ada sebagian kecil
yang dibelokan bahkan ada juga beberapa di antaranya yang dipantulkan. Hal tersebut
sangat mengejutkan bagi Rutherford. Penemuan ini menyebabkan gugurnya teori atom
Thomson. Partikel yang terpantul tersebut diperkirakan telah menabrak sesuatu yang
padat di dalam atom. Dengan demikian atom tersebut tidak bersifat homogen seperti
digambarkan oleh Thomson. Bahkan menurut pengamatan Marsden, diperoleh fakta
bahwa satu di antara 20.000 partikel akan membelok dengan sudut 90o bahkan lebih.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:
1. Atom bukan merupakan bola pejal, karena hampir semua partikel diteruskan.
Berarti, sebagian besar volume atom merupakan ruang kosong.
2. Partikel yang mengalami pembelokan ialah partikel yang mendekati inti atom. Hal
tersebut disebabkan keduanya bermuatan positif.
3. Partikel yang dipantulkan ialah partikel yang tepat menabrak inti atom.
Berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari percobaan tersebut, Rutherford
mengusulkan model atomnya yang menyatakan bahwa atom terdiri atas inti atom yang
sangat kecil dan bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan
negatif. Jumlah proton dalam inti sama dengan jumlah elektron ynag mengelilingi inti,
sehingga atom bersifat netral. Rutherford juga menduga bahwa di dalam inti atom
terdapat partikel netral yang berfungsi untuk mengikat partikel-partikel positif agar
tidak saling menolak. Dari percobaan tersebut, Rutherford dapat memperkirakan jari-
jari atom kira-kira 10–8 cm dan jari-jari inti kira-kira 10-13cm.
C. Penemuan Neutron
Eksperimen Rurherford mengawali penemuan neutron. Dalam eksperimennya,
Rutherford berusaha untuk menghitung jumlah muatan positif dalam inti atom dan
massa inti atom. Ia berharap massa muatan positif sama dengan massa atom mengingat
massa elektron sangat kecil. Akan tetapi, ia mendapati bahwa massa inti atom hanya
setengah dari massa atom.
Di tahun 1920, ahli fisika Amerika William Draper Harkins menduga adanya
partikel lain dalam inti atom selain proton. Partikel tersebut mempunyai massa yang
hampir sama dengan proton, tetapi tidak bermuatan. Ia menamakan partikel tersebut
neutron.Oleh karena partikel tersebut tidak bermuatan, maka keberadaannya sulit
dibuktikan. Baru pada tahun 1932, James Chadwick dari Inggris berhasil membuktikan
keberadaan partikel neutron.
Chadwick melakukan percobaan dengan melakukan Penembakan partikel α ke
pelat berilium yang menghasilkan suatu radiasi yang tidak bermuatan. Apabila materi
padat yang mengandung banyak atom hidrogen seperti lilin parafin ditempatkan
sebagai penghalang, maka radiasi tidak bermuatan tersebut akan mengakibatkan proton
dalam atom hidrogen terlempar keluar. Chadwick menunjukkan bahwa radiasi tidak
bermuatan mengandung partikel-partikel tidak bermuatan yang memiliki massa 1.675 ×
10-27 kg, yang hampir sama dengan massa proton (1.675 × 10-27 kg).
Dengan penemuan neutron ini, struktur atom menjadi semakin jelas. atom
tersusun dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Inti atom
sendiri terdiri dari proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan.
Kedua partikel penyusun atom ini disebut nukleon. Oleh karena atom bersifat netral,
maka jumlah proton yang bermuatan positif harus sama dengan jumlah elektron yang
bermuatan negatif.
2. Penemuan Atom
Sejarah penemuan atom bermula sejak zaman dahulu kala. Namun, baru pada
sekitar tahun 450 SM seorang filsuf Yunani bernama Democritus, menciptakan istilah
átomos yang berasal dari bahasa Yunani: ἄτομος, yang berarti "tidak dapat dipotong"
ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi" .
Kemajuan lebih jauh pada pemahaman mengenai atom dimulai dengan
berkembangnya ilmu kimia. Pada tahun 1661, Robert Boyle mempublikasikan buku The
Sceptical Chymist yang berargumen bahwa materi-materi di dunia ini terdiri dari berbagai
kombinasi "corpuscules", yaitu atom-atom yang berbeda. Hal ini berbeda dengan
pandangan klasik yang berpendapat bahwa materi terdiri dari unsur-unsur udara, tanah,
api, dan air. Pada tahun 1789, istilah element (unsur) didefinisikan oleh seorang
bangsawan dan peneliti Perancis, Antoine Lavoisier, sebagai bahan dasar yang tidak dapat
dibagi-bagi lebih jauh lagi dengan menggunakan metode-metode kimia.
Pada tahun 1803, John Dalton mengembangkan konsep atom modern pertama.
Dalam buku karangannya yang berjudul New System of Chemical Philosophy, Ia
menyatakan bahwa materi terdiri atas atom yang tidak dapat dibagi lagi. Tiap-tiap unsur
terdiri atas atom-atom dengan sifat dan massa identik, dan senyawa terbentuk jika atom
dari berbagai unsur bergabung dalam komposisi yang tetap.
Pada tahun 1808, Dalton mengemukakan teori atom sebagai berikut :
a. Setiap unsur tersusun dari partikel kecil yang disebut atom.Semua atom dalam suatu
unsur adalah sejenis,mempunyai ukuran,massa,dan sifat kimia yang sama.Sementara
itu,atom dari suatu unsur berbeda dengan atom dari unsur yang lain.
b. Senyawa adalah materi yang tersusun oleh paling sedikit dua jenis atom dari unsur yang
berbeda dengan perbandingan yang tetap dan tertentu.
c. Atom tidak dapat dimusnahkan.Reaksi kimia hanyalah penataan ulang atom – atom
yang bereaksi.
Walaupun teori Dalton cukup untuk menjelaskan keberadaan atom, namun struktur
atom masih belum dijelaskan dan alasan mengapa elemen yang berbeda memiliki sifat dan
ciri yang berbeda masih belum terjawab.
Lalu pada tahun 1897 berdasarkan hasil penelitian J. J. Thomson terhadap sinar
katode, menemukan elektron dan sifat-sifat subatomiknya. Hal ini meruntuhkan konsep
atom sebagai satuan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Thomson percaya bahwa elektron-
elektron terdistribusi secara merata di seluruh atom, dan muatan-muatannya
diseimbangkan oleh keberadaan muatan positif dalam atom yang berupa bola pejal. Teori
ini digambarkan sebagai roti kismis, dimana elektron yang terdistribusi merata di seluruh
atom tersebut adalah kismis yang merata di dalam roti sebagai bola pejal atom.
Namun pada tahun 1909, para peneliti di bawah arahan Ernest Rutherford
menembakkan ion helium ke lembaran tipis emas, dan menemukan bahwa sebagian kecil
ion tersebut dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam dari yang apa yang
diprediksikan oleh teori Thomson. Sehingga Rutherford kemudian mengajukan pendapat
bahwa muatan positif suatu atom dan kebanyakan massanya terkonsentrasi pada inti atom,
dengan elektron yang mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari, dan sebagian
besar bagian atom, antara inti atom dan elektron adalah ruang kosong. Muatan positif ion
helium yang melewati inti padat ini haruslah dipantulkan dengan sudut pantulan yang
lebih tajam.
Namun terdapat kelemahan dalam teori atom Rutherford tersebut. Dalam ilmu
fisika klasik terdapat asas bahwa “Setiap benda yang bergerak akan mengeluarkan energi
dan membentuk lintasan spiral hingga akhirnya jika energi yang dimiliki benda tersebut
habis, maka benda tersebut akan jatuh ke dalam inti benda tersebut.”. lalu bagaimana
elektron bisa tetap berada pada lintasannya bila elektron tersebut terus bergerak?
Lalu, pada tahun 1913 fisikawan Niels Bohr mengkaji ulang model atom
Rutherford dan mengajukan pendapat bahwa elektron-elektron terletak pada orbit-orbit
yang terkuantisasi, dan selama elektron tersebut berada pada orbitnya maka elektron
tersebut tidak kehilangan energinya. Sehingga elektron tidak bebas bergerak atau
berpindah dari satu lintasan ke lintasan lain, dan jika elektron berpindah ia akan menyerap
atau melepaskan energi tertentu. Sesuai dengan postulat Bohr yang berbunyi:
Jika elektron mengeluarkan radiasi atau energi, maka elektron akan berpindah lintasan
mendekati inti (emisi).
Jika elektron menyerap energi, maka elektron akan berpindah lintasan menjauhi inti
(eksitasi).
Ikatan kimia antar atom kemudian pada tahun 1916 dijelaskan oleh Gilbert Newton
Lewis sebagai interaksi antara elektron-elektron atom tersebut. Atas adanya keteraturan
sifat-sifat kimiawi dalam tabel periode kimia,kimiawan Amerika Irving Langmuir tahun
1919 berpendapat bahwa hal ini dapat dijelaskan apabila elektron-elektron pada sebuah
atom saling berhubungan atau berkumpul dalam bentuk-bentuk tertentu. Sekelompok
elektron diperkirakan menduduki satu set kelopak elektron di sekitar inti atom.
Percobaan Stern-Gerlach pada tahun 1922 memberikan bukti lebih jauh mengenai
sifat-sifat kuantum atom. Ketika seberkas atom perak ditembakkan melalui medan magnet,
berkas tersebut terpisah-pisah sesuai dengan arah momentum sudut atom (spin). Oleh
karena arah spin adalah acak, berkas ini diharapkan menyebar menjadi satu garis. Namun
pada kenyataannya berkas ini terbagi menjadi dua bagian, tergantung dari apakah spin
atom tersebut berorientasi ke atas ataupun ke bawah.
Pada tahun 1926, dengan menggunakan pemikiran Louis de Broglie bahwa
partikel berperilaku seperti gelombang, Erwin Schrödinger mengembangkan suatu model
atom matematis yang menggambarkan elektron sebagai gelombang tiga dimensi daripada
sebagai titik-titik partikel. Konsekuensi penggunaan bentuk gelombang untuk menjelaskan
elektron ini adalah bahwa adalah tidak mungkin untuk secara matematis menghitung
posisi dan momentum partikel secara bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai prinsip
ketidakpastian, yang dirumuskan oleh Werner Heisenberg pada 1926. Menurut konsep ini,
untuk setiap pengukuran suatu posisi, seseorang hanya bisa mendapatkan kisaran nilai-
nilai probabilitas momentum, demikian pula sebaliknya. Walaupun model ini sulit untuk
divisualisasikan, ia dapat dengan baik menjelaskan sifat-sifat atom yang terpantau yang
sebelumnya tidak dapat dijelaskan oleh teori mana pun. Oleh sebab itu, model atom yang
menggambarkan elektron mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari digugurkan
dan digantikan oleh model orbital atom di sekitar inti di mana elektron paling
berkemungkinan berada.
3. Mekanika Kuantum
Dalam fisika klasik, partikel memiliki posisi dan momentum yang jelas dan
mengikuti lintasan yang pasti. Akan tetapi, pada skala atomik, posisi dan momentum atom
tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini dikemukakan olehWerner Heisenberg pada
tahun 1927 dengan Prinsip Ketidakpastian (uncertainty principle) (Oxtoby, Gillis,
Nachtrieb).
Menurut Heisenberg, metode eksperimen apa saja yang digunakan untuk
menentukan posisi atau momentum suatu partikel kecil dapat menyebabkan perubahan,
baik pada posisi, momentum, atau keduanya. Jika suatu percobaan dirancang untuk
memastikan posisi elektron, maka momentumnya menjadi tidak pasti, sebaliknya jika
percobaan dirancang untuk memastikan momentum atau kecepatan elektron, maka
posisinya menjadi tidak pasti.
Untuk mengetahui posisi dan momentum suatu elektron yang memiliki sifat
gelombang, maka pada tahun 1927, Erwin Schrodinger, mendeskripsikan pada sisi
elektron tersebut dengan fungsi gelombang (wave function) yang memiliki satu nilai pada
setiap posisi di dalam ruang. Fungsi gelombang ini dikembangkan dengan notasi ϕ (psi),
yang menunjukkan bentuk dan energi gelombang elektron). Model atom mekanika
kuantum menerangkan bahwa elektron-elektron dalam atom menempati suatu ruang atau
“awan” yang disebut orbital, yaitu ruang tempat elektron paling mungkin ditemukan.
Beberapa orbital bergabung membentuk kelompok yang disebut subkulit. Jika orbital kita
analogikan sebagai “kamar elektron”, maka subkulit dapat dipandang sebagai “rumah
elektron”. Beberapa subkulit yang bergabung akan membentuk kulit atau “desa elektron”.
o Satu kulit tersusun dari subkulit-subkulit
o Satu subkulit tersusun dari orbital-orbital
o Satu orbital menampung maksimal dua elektron
o Hubungan Subkulit, Orbital, dan Jumlah Elektron Maksimum
Jenis Subkulit Jumlah Orbital Elektron Maksimum
Subkulit s 1 orbital 2 elektron
Subkulit p 3 orbital 6 elektron
Subkulit d 5 orbital 10 elektron
Subkulit f 7 orbital 14 elektron
Subkulit g 9 orbital 18 elektron
Subkulit h 11 orbital 22 elektron
Subkulit i 13 orbital 26 elektron
o Orbital-orbital dalam satu subkulit mempunyai tingkat energi yang sama, sedangkan
orbital-orbital dari subkulit berbeda, tetapi dari kulit yang sama mempunyai tingkat
energi yang bermiripan.
o Susunan kulit, subkulit, dan orbital dalam suatu atom berelektron banyak
disederhanakan seperti pada gambar
4. Lahirnya Mekanika Kuantum
a. Dualisme Partikel
Di paruh pertama abad 20, mulai diketahui bahwa gelombang elektromagnetik,
yang sebelumnya dianggap gelombang murni, berperilaku seperti partikel (foton).
Fisikawan Perancis Louis Victor De Broglie (1892-1987) mengasumsikan bahwa
sebaliknya mungkin juga benar, yakni materi juga berperilaku seperti gelombang.
Berawal dari persamaan Einstein, E = cp dengan p adalah momentum foton, c
kecepatan cahaya dan E adalah energi, ia mendapatkan hubungan:
E = hν =ν = c/λ atau hc/ λ = E, maka h/ λ= p … (2.12)
De Broglie menganggap setiap partikel dengan momentum p = mv disertai
dengan gelombang (gelombang materi) dengan panjang gelombang λ didefinisikan
dalam persamaan (2.12) (1924). Tabel 2.2 memberikan beberapa contoh panjag
gelombang materi yang dihitung dengan persamaan (2.12). Dengan meningkatnya
ukuran partikel, panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Jadi untuk partikel
makroskopik, particles, tidak dimungkinkan mengamati difraksi dan fenomena lain
yang berkaitan dengan gelombang. Untuk partikel mikroskopik, seperti elektron,
panjang gelombang materi dapat diamati. Faktanya, pola difraksi elektron diamati
(1927) dan membuktikan teori De Broglie.
Tabel 2.2 Panjang-gelombang gelombang materi.
partikel massa (g) kecepatan (cm s-1)Panjang gelombang
(nm)
elektron (300K) 9,1×10-28 1,2×107 6,1
elektron at 1 V 9,1×10-28 5,9×107 0,12
elektron at 100
V9,1×10-28 5,9×108 0,12
He atom 300K 6,6×10-24 1,4×105 0,071
Xe atom 300K 2,2×10-22 2,4×104 0,012
b. Dualisme Cahaya
Gejala-gejala interferensi dan difraksi memperlihatkan sifat gelombang yang
dimiliki cahaya, dilain pihak cahaya memperlihatkan sifat sebagai paket-paket energi
(foton). Timbul suatu gagasan apakah foton itu dapat diartikan sebagai partikel-partikel.
Untuk menjawab pertanyaan ini A.H. Compton mempelajari tumbukan-tumbukan
antara foton dengan elektron. Kesimpulan yang diperolehnya menunjukkan bahwa
foton dapat berlaku sebagai partikel dengan momentum. Tidak ada keraguan lagi
bahwa cahaya memiliki sifat kembar, sebagai gelombang dan sebagai partikel.
Hipotesa De Broglie : Jika cahaya yang memiliki sifat gelombang, memiliki
sifat partikel, maka wajarlah bila partikel-partikel seperti elektron memiliki sifat
gelombang, demikian hipotesa yang dikerjakan oleh de Broglie (tahun 1892). Panjang
gelombang cahaya dengan frekwensi dan kecepatannya mempunyai hubungan sebagai
berikut :
Menurutcompton ;
Hubungan ini berlaku pula bagi partikel,
demikian usul de Broglie. Menurut de Broglie, jika
ada partikel yang momentumnya p, maka partikel itu dapat bersifat sebagai gelombang
dengan panjang gelombang :
λ = Panjang gelombang partikel.
p = Momentum partikel.
c. Prinsip ketidakpastian
Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati
bahwa kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan di
dunia mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976)
menyatakan tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum secara
simultan partikel yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati partikel,
seseorang harus meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara partikel dengan
foton akan mengubah posisi dan momentum partikel.
Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x dan
ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck:
x p = h (2.13)
Hubungan ini disebut dengan prinsip ketidakpastian Heisenberg.
d. Persamaan Schrödinger
Fisikawan Austria Erwin Schrödinger (1887-1961) mengusulkan ide bahwa
persamaan De Broglie dapat diterapkan tidak hanya untuk gerakan bebas partikel, tetapi
juga pada gerakan yang terikat seperti elektron dalam atom. Dengan memperuas ide ini,
ia merumuskan sistem mekanika gelombang. Pada saat yang sama Heisenberg
mengembangkan sistem mekanika matriks. Kemudian hari kedua sistem ini disatukan
dalam mekanika kuantum.
Dalam mekanika kuantum, keadaan sistem dideskripsikan dengan fungsi
gelombang. Schrödinger mendasarkan teorinya pada ide bahwa energi total sistem, E
dapat diperkirakan dengan menyelesaikan persamaan. Karena persamaan ini memiliki
kemiripan dengan persamaan yang mengungkapkan gelombang di fisika klasik, maka
persamaan ini disebut dengan persamaan gelombang Schrödinger.
Persamaan gelombang partikel (misalnya elektron) yang bergerak dalam satu
arah (misalnya arah x) diberikan oleh:
(-h2/8π2m)(d2Ψ/dx2) + VΨ = EΨ … (2.14)
m adalah massa elektron, V adalah energi potensial sistem sebagai fungsi koordinat,
dan Ψ adalah fungsi gelombang.
POTENSIAL KOTAK SATU DIMENSI
Contoh paling sederhana persamaan Schrödinger adalah sistem satu elektron
dalam potensial kotak satu dimensi. Misalkan enegi potensial V elektron yang terjebak
dalam kotak (panjangnya a adalah 0 dalam kotak (0 < x < a) dan ∞ di luar kotak.
Persamaan Schrödinger di dalam kotak menjadi:
d2Ψ/dx2 = (-8π2mE/h2)Ψ … (2.15)
Ψ= 0 di x = 0 dan x = a … (2.16)
Persamaan berikut akan didapatkan sebagai penyelesaian persamaan-persamaan di
atas:
Ψ(x) = (√2/a)sin(nπx/a) … (2.17)
Catat bahwa n muncul secara otomatis. Persamaan gelombang Ψ sendiri tidak
memiliki makna fisik. Kuadrat nilai absolut Ψ, Ψ2, merupakan indikasi matematis
kebolehjadian menemukan elektron dalam posisi tertentu, dan dengan demikian sangat
penting sebab nilai ini berhubungan dengan kerapatan elektron. Bila kebolhejadian
menemukan elektron pada posisi tertentu diintegrasikan di seluruh ruang aktif, hasilnya
harus bernilai satu, atau secara matematis:
∫Ψ2dx = 1
Energinya (nilai eigennya) adalah
E = n2h2/8ma2; n = 1, 2, 3… (2.18)
Jelas bahwa nilai energi partikel diskontinyu.
ATOM MIRIP HIDROGEN
Dimungkinkan uintuk memperluas metoda yang digunakan dalam potensial
kotak satu dimensi ini untuk menangani atom hidrogen dan atom mirip hidrogen
secara umum. Untuk keperluan ini persamaan satu dimensi (2.14) harus diperluas
menjadi persamaan tiga dimensi sebagai berikut:
(-h2/8π2m)Ψï¼»(∂2/∂x2) + (∂2/∂y2) +(∂2/∂z2)ï¼½+V(x, y, z)Ψ = EΨ … (2.19)
Bila didefinisikan ∇2 sebagai:
(∂2/∂x2) + (∂2/∂y2) +(∂2/∂z2) = ∇2 … (2.20)
Maka persamaan Schrödinger tiga dimensi akan menjadi:
(-h2/8π2m)∇2Ψ +VΨ = EΨ … (2.21)
atau ∇2Ψ +(8π 2m/h2)(E -V)Ψ = 0 … (2.22)
Energi potensial atom mirip hidrogen diberikan oleh persamaan berikut dengan
Z adalah muatan listrik.
V = -Ze2/4πε0r … (2.23)
Bila anda substitusikan persamaan (2.23) ke persamaan (2.22), anda akan
mendapatkan persamaan berikut.
∇2Ψ+(8π2m/h2)ï¼»E + (Ze2/4πε0r)ï¼½Ψ = 0 … (2.24)
Ringkasnya, penyelesaian persamaan ini untuk energi atom mirip hidrogen cocok
dengan yang didapatkan dari teori Bohr.
BILANGAN KUANTUM
Karena elektron bergerak dalam tiga dimensi, tiga jenis bilangan kuantum (Bab 2.3(b)),
bilangan kuantum utama, azimut, dan magnetik diperlukan untuk mengungkapkan fungsi
gelombang. Dalam Tabel 2.3, notasi dan nilai-nilai yang diizinkan untuk masing-masing
bilangan kuantum dirangkumkan. Bilangan kuantum ke-empat, bilangan kuantum magnetik
spin berkaitan dengan momentum sudut elektron yang disebabkan oleh gerak spinnya yang
terkuantisasi. Komponen aksial momentum sudut yang diizinkan hanya dua nilai, +1/2(h/2π)
dan -1/2(h/2π). Bilangan kuantum magnetik spin berkaitan dengan nilai ini (m s = +1/2 atau -
1/2). Hanya bilangan kuantum spin sajalah yang nilainya tidak bulat.
Tabel 2.3 Bilangan kuantum
Nama (bilangan kuantum) simbol Nilai yang diizinkan
Utama n 1, 2, 3,…
Azimut l 0, 1, 2, 3, …n – 1
Magnetik m(ml) 0, ±1, ±2,…±l
Magnetik spin ms +1/2, -1/2
Simbol lain seperti yang diberikan di Tabel 2.4 justru yang umumnya digunakan. Energi
atom hidroegn atau atom mirip hidrogen ditentukan hanya oleh bilangan kuantum utama dan
persamaan yang mengungkapkan energinya identik dengan yang telah diturunkan dari teori
Bohr.
Tabel 2.4 Simbol bilangan kuantum azimut
nilai 0 1 2 3 4
simbol s p d f g
d. Orbital
Fungsi gelombang elektron disebut dengan orbital. Bila bilangan koantum utama n = 1, hanya
ada satu nilai l, yakni 0. Dalam kasus ini hanya ada satu orbital, dan kumpulan bilangan
kuantum untuk orbital ini adalah (n = 1, l = 0). Bila n = 2, ada dua nilai l, 0 dan 1, yang
diizinkan. Dalam kasus ada empat orbital yang didefinisikan oelh kumpulan bilangan
kuantum: (n = 2, l = 0), (n = 2, l = 1, m = -1), (n = 2, l = 1, m = 0), (n = 2, l = 1, m = +1).
Singkatan untuk mendeskripsikan orbita dengan menggunakan bilangan kuantum utama dan
simbol yang ada dalam Tabel 2.4 digunakan secara luas. Misalnya orbital dengan kumpulan
bilangan kuantum (n = 1, l = 0) ditandai dengan 1s, dan orbital dengan kumpulan bilangan
kuantum (n = 2, l = 1) ditandai dengan 2p tidak peduli nilai m-nya.
Sukar untuk mengungkapkan Ψ secara visual karena besaran ini adalah rumus matematis.
Namun, Ψ2 menyatakan kebolehjadian menemukan elektron dalam jarak tertentu dari inti.
Bila kebolhejadian yang didapatkan diplotkan, anda akan mendapatkan Gambar 2.5. Gambar
sferis ini disebut dengan awan elektron.
Bila kita batasi kebolehjadian sehingga katakan kebolehjadian menemukan elektron di dalam
batas katakan 95% tingkat kepercayaan, kita dapat kira-kira memvisualisasikan sebagai yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
KONFIGURASI ELEKTRON ATOM
Bila atom mengnadung lebih dari dua elektron, interaksi antar elektron harus
dipertimbangkan, dan sukar untuk menyelesaikan persamaan gelombang dari sistem yang
sangat rumit ini. Bila diasumsikan setiap elektron dalam atom poli-elektron akan bergerak
dalam medan listrik simetrik yang kira-kira simetrik orbital untuk masing-masing elektron
dapat didefinisikan dengan tiga bilangan kuantum n, l dan m serta bilangan kunatum spin m s,
seperti dalam kasus atom mirip hidrogen.
Energi atom mirip hidrogen ditentukan hanya oleh bilangan kuantum utama n, tetapi untuk
atom poli-elektron terutama ditentukan oleh n dan l. Bila atom memiliki bilangan kuantum n
yang sama, semakin besar l, semakin tinggi energinya.
PRINSIP EKSKLUSI PAULI
Menurut prinsip eksklusi Pauli, hanya satu elektron dalam atom yang diizinkan menempati
keadaan yang didefinisikan oleh kumpulan tertentu 4 bilangan kuantum, atau, paling banyak
dua elektron dapat menempati satu orbital yang didefinisikan oelh tiga bilangan kuantum n, l
dan m. Kedua elektron itu harus memiliki nilai ms yang berbeda, dengan kata lain spinnya
antiparalel, dan pasangan elektron seperti ini disebut dengan pasangan elektron.
Kelompok elektron dengan nilai n yang sama disebut dengan kulit atau kulit elektron. Notasi
yang digunakan untuk kulit elektron diberikan di Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Simbol kulit elektron.
n 1 2 3 4 5 6 7
simbol K L M N O P Q
Tabel 2.6 merangkumkan jumlah maksimum elektron dalam tiap kulit, mulai kulit K sampai
N. Bila atom dalam keadaan paling stabilnya, keadaan dasar, elektron-elektronnya akan
menempati orbital dengan energi terendah, mengikuti prinsip Pauli.
Tabel 2.6 Jumlah maksimum elektron yang menempati tiap kulit.
n kulit l simbol Jumlah
maks elektron
total di kulit
1 K 0 1s 2 (2 = 2×12)
2 L 0 2s 2 (8 = 2×22)
1 2p 6
3 M 0 3s 2 (18 = 2×32)
1 3p 6
2 3d 10
4 N 0 4s 2 (32 = 2×42)
1 4p 6
2 4d 10
3 4f 14
Di Gambar 2.7, tingkat energi setiap orbital ditunjukkan. Dengan semakin tingginya energi
orbital perbedaan energi antar orbital menjadi lebih kecil, dan kadang urutannya menjadi
terbalik. Konfigurasi elektron setiap atom dalam keadaan dasar ditunjukkan dalam Tabel 5.4.
Konfigurasi elektron kulit terluar dengan jelas berubah ketika nomor atomnya berubah. Inilah
teori dasar hukum periodik, yang akan didiskusikan di Bab 5.
Harus ditambahkan di sini, dengan menggunakan simbol yang diberikan di Tabel 2.6,
konfigurasi elektron atom dapat dungkapkan. Misalnya, atom hidrogen dalam keadaan dasar
memiliki satu elektron diu kulit K dan konfigurasi elektronnya (1s1). Atom karbon memiliki 2
elektron di kulit K dan 4 elektron di kulit L. Konfigurasi elektronnya adalah (1s22s22p2).
NAMA : DIAN RAHMAWATI
NIM :3315126585
PENDIDIKAN KIMIA NON REGULER
KIMIA – FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
DAFTAR PUSTAKA
http://kimiasman7pwr.wordpress.com/2009/04/05/12/
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_sma1/kelas-2/teori-mekanika-kuantum/
http://tutung50.blogspot.com/2010/11/penemuan-neutron.html
http://rihartadi.blogspot.com/2011/03/percobaan-percobaan-yang-membuktikan.html
http://cakrawalas.blogspot.com/2011/08/sejarah-penemuan-atom.html
http://pandri-16.blogspot.com/2011/09/sejarah-penemuan-konsep-model-atom.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Atom
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur_atom1/penemuan-elektron/
http://cemistry-family.blogspot.com/2011/11/penemuan-partikel-dasar-penemuan.html
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-sma-ma/tabel-periodik-unsur-dan-struktur-
atom/penemuan-partikel-dasar-penemuan-proton-dan-neutron/
http://gipeng.blogspot.com/2012/07/penemuan-proton.html
http://tuanpitri.com/x/partikel-dasar-penyusun-atom-elektron-proton-inti-atom-neutron
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur_atom1/kelahiran-mekanika-
kuantum/
http://blog.uad.ac.id/pantarmochtar/2011/12/31/dualisme-gelombang-pertikel/
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_sma1/kelas-2/teori-mekanika-kuantum/