kewarganegaraan (golput)

Upload: diah-apriliani-amaliah

Post on 10-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    1/7

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tahun 2009, Indonesia kembali menggelar Pemilu. Pertama untuk memilih

    anggota legislatif di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten / kota serta anggota

    Dewan Perwakilan Daerah. Menyusul kemudian pemilihan presiden dan wakil

    presiden secara langsung. Seluruh proses ini jika dihitung dalam skala waktu di

    luar waktu pembahasan peraturan dan perundangan, sosialisasi-sosialisasi, hingga

    persiapan partai-partai berlangsung antara enam hingga sepuluh bulan. Betapa

    panjang, berat, mahal, dan melelahkannya proses Pemilu era reformasi ini. Karena

    itu sepertinya Pemilu tetap akan menjadi topik paling menarik dan favorit untuk

    dibicarakan sepanjang saat ini.

    Yang akan dibahas dalam makalah ini bukanlah jantung dari topik ini, tapi

    boleh dikata pinggiran dari isu besar tersebut, yaitu tentang Golput, akronim dari

    golongan putih. Melihat betapa besar kecenderungan Golput dalam pemilihan

    kepala-kepala daerah sepanjang lima tahun terakhir ini, muncul pertanyaan :

    apakah kecenderungan serupa akan berlangsung juga dalam Pemilu 2009? Inilah

    pokok utama, dengan segala aspek, yang hendak ditelusuri. Golput bukanlah

    isapan jempol. Golput adalah suatu gejala yang kompleks, yang bersumber dari

    sikap apatis, kurang pemahaman tentang perundangan, ketidakpuasan politik

    hingga sungguh-sungguh suatu resistensi terhadapsistem politik.

    Setelah menengok gejala Golput di berbagai negara dan kajian-kajian teoritis

    yang membahasnya, Munawar Ahmad, pengajar Sosiologi Agama,

    Fak.Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, memprediksikan Golput akan

    terus ada, hanya persoalannya apakah gerakan tersebut akan mengganggu arah

    dinamika politik menuju satu tujuan yang pasti, yakni kesejahteraan bersama

    ataukah justru membelokkan dinamika politikke arah yang destruktif. Tingginya

    angka Golput tidak ada korelasinya dengan cita-cita politik, sejauh system

    perpolitikan sudah tertata dengan mapan. Tetapi, keadaan tersebut akan berbalik

    apabila sistem perpolitikan belum mapan. Apalagi, kini sudah ada gejala

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    2/7

    reproduksi makna terhadap kata Golput sebagai kelompok yang bersih, paham

    politik, tidak emosional dan lebih ningrat, di tengah hiruk pikuk dinamika politik

    yang dinamis.

    Nyoman Subanda dari Universitas Pendidikan Nasional, Denpasar, menelaah

    kembali akar-akar Golput di era reformasi secara lebih luas. Bagi masyarakat,

    problem korupsi, kemiskinan hingga kriminalitas adalah agenda-agenda yang

    harus diselesaikan oleh pemerintah. Sekali janji penyelesaian masalah-masalah ini

    tidak dilaksanakan, mereka akan mengutarakan protes, kritik, dan ketidakpuasan.

    Golput di sini menjadi instrumen paling murah dan mudah untuk melakukan kritik

    dan protes. Memahami Golput dengan demikian bisa juga dilakukan dengan

    memahami apa yang menjadi aspirasi masyarakat.

    Arie Sujito, sosiolog dari UGM dan Direktur eksekutifInsttitute for Research

    and Empowerment (IRE),melihat Golput sebagai suatu tindakan politik, atau dari

    sisi, perlawanan aktif dan sadar masyarakat terhadap sistem politik yang

    ditulangpunggungi partai. Golput menjadi sebuah warning agar partai-partai

    segera membenahi diri : merumuskan ideologi secara lebih jelas, rekruitmen kader

    yang serius, tata kelola pemerintahan yang bersih dan demokratis, konsisten

    menjalankan program yang memiliki nilai manfaat besar bagi masyarakat, dan

    mempunyai kerangka program kerja yang jelas dan nyata.

    Golput dianggap tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap hasil Pemilu.

    Bahkan , jika suara Golput itu lebih besar daripada suara yang dinayatakan

    sebagai pemenang, ia tetap kalah Tapi seperti seorang yang kena slilit,

    keadaan pasti tidak akan berjalan tenang dan mudah. Itulah pentingnya kita

    memahami Golput.

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    3/7

    BAB II

    ISI

    2.1 Makna Golput

    Golput bisa diartikan sebagai protes atau penolakan terhadap mekanisme

    dan sistem yang sedang berjalan. Dan hendaknya harus disikapi dengan etika,

    moral dan civil society sebagai hal yang positif terhadap masalah-masalah yang

    sifatnya struktural, susbtansi dan procedural sebagai sebuah gerakan moral politik.

    Artinya, partai politik dalam mengusung calon harusnya memberi ruang kepada

    masyarakat pemilih dalam merumuskan kepentingan dan konfirmasi kepada

    pendukung dalam mengusulkan calon dalam kontestasi politik. Jika tidak,

    tingginya angka Golput menjadi pekerjaan rumah bagi partai-partai politik di

    Indonesia untuk secepatnya kembali memikirkan formulasi agar konstituennya

    bias kembali pulang kandang dan merapat. Golput menuai tafsir sebagai

    manifestasi sikap kritis yang menghendaki adanya perubahan system politikdalam electoral law dan electoral process. Pada Pilkada, momentumnya adalah

    keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi(MK) yang membatalkan UU

    Pemerintahan Daerah terkait item calon perorangan. Seperti yang diketahui,

    menjelang pelaksanaan Pilkada, secara bersamaan keluar keputusan MK yang

    melapangkan jalan adanya calon perorangan dalam Pilkada. Seperti diketahui,

    menjelang pelaksanaan Pilkada, kandidat-kandidat yang tidak mendapatkan

    kendaraan politik kemudian menggunakan peluang politik dengan adanya calon

    perorangan dalam Pilkada, meski keputusan MK itu belum operasional.

    Mencuatnya angka Golput bisa dibaca bahwa masyarakat tidak peduli terhadap

    politik. Masyarakat tidak hirau, tidakp eduli dengan arah kebijakan politik.

    Dengan demikian, fenomena Golput bisa diartikan bahwa tingkat apatisme politik

    masyarakat terhadap masalah politik sangat rendah. Tentu apatisme politik seperti

    itu terkait dengan perjalanan politik selama ini, dimana tingkat partisipasi

    masyarakat politik yang tinggi setelah reformasi, tetapi tidak ada korelasinya

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    4/7

    dengan membaiknya tarap kehidupan masyarakat bidang ekonomi dan politik.

    Politik dengan demikian, hanya menjadi urusan elit belaka dan tidak memiliki

    hubungan dengan masalah-masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-

    hari. Ada beberapa hal yang perlu dicermati pada fenomena Golput :pertama,

    Golput mampu menyeruak menjadi basis atas ketidakpercayaan pada kader

    Parpol. Fenomena Golput juga dapat menjadi simbol pembelajaranbagi setiap

    Parpol, karena dari beberapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei

    nasional menunjukkan bahwa kondisi Parpol saat ini mengalami krisis

    kepercayaan dari masyarakat. Kedua, Golput mencoba diakui sebagai sebuah

    peradaban semacam ideologi (hak asazi manusia) dengan alasan kapok karena

    Parpol yang ada dianggap tidak capable, dan melanggar janjinya. Ketiga,

    persoalan ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan adanya pendapatan dan

    pekerjaan. Mereka tidak mau meninggalkan pekerjaannya untuk memilih, karena

    merasa jenuh dan tidak mau terlibat politik. Yang penting bagaimana memenuhi

    kebutuhan hidup sehari-hari. Keempat, alasan teknis yaitu proses pendaftaran

    pemilih yang masih belum tertib dan banyak manipulasi data pemilih. Dengan

    kata lain, koordinasi antar departeman yang terlibat belum terlihat jelas dan masih

    tumpang tindih, terutama data jumlah pemilih dan mekanisme yang panjang dan

    menjelimet. Kearifan Golput adalah fenomena kerusakan dan sekaligus proses

    perbaikan politik. Bila gagal, demokrasi akan mereduksi dirinya sendiri sebagai

    bentuk festival yang penuh pesta pora dan kepentingan. Dalam arti, Golput

    adalah kekuatan dan sekaligus menjadi ancaman dalam pengkhianatan terhadap

    ideology bangsa. Kita karus belajar banyak dari pengalaman Majapahit dan

    penjajahan Kolonialisme, artinya kekuatan integrasi politik sangat mendesak kita

    perlukan dan kita distribusikan kenation state ini. Jangan sampai kita menunggu

    kesalahan-kesalahan yang kita pernah buat yang menjamin bagi kehidupan yang

    lebih baik di kemudian hari. Tidak layak bagi Golput untuk selalu di cap negatif,

    namun lebih kepada bagaimana mengelola perbedaan sebagai momentum

    kedaulatan rakyat tercipta atas sepengetahuan dan keterlibatan penuh dari rakyat

    itu sendiri.

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    5/7

    2.2 AKAR PERMASALAHAN MAKIN BERKEMBANGNYA GOLPUT

    Di bawah ini akan disampaikan beberapa faktor yang membuat Golput

    semakin berkembang dalam masyarakat Indonesia :

    1. KegagalanStudi yang dilakukan world economic forum dari Universitas Harvard

    sekitar tahun 2002 tentang Negara gagal, ciri-ciri dan apa akibatnya di 59

    negara dan Indonesia termasuk didalamnya. Studi ini telah menyimpulkan

    indikator dan karakteristik dari Negara yang gagal:

    a. Tingginya angka kriminalitasMunculnya aneka kasus dan tindakan fandalisme, kriminal yang terjadi di

    masyarakat akhir-akhir ini merupakan gejala awal bahwa Negara kita

    gagal dalam berdayakan masyarakatnya.

    Masyarakat semakin mudah marah oleh sebab sepele lalu berprilaku atalis.

    Gejala kekerasan dan kekejian adalah fenomena dan indikator kehidupan

    masyarakat yang anomidan krisis identitas. Kasus mutilasi menjadi contohriil masyarakat yang cenderung mengambil jalan kekerasandan kekejian

    dianggap lumrah bagi masyarakat.

    b. Korupsi merajalelaModus korupsinya bervariasi yakni eksekutif berupa penggunaan sisa dana

    tanpa prosedur, penyimpangan penggunaan sisa APBD dan manipulasi

    proses pengadaan barang dan jasa. Sedangkan pihak legislative berupa

    memperbanyak dan memperbesar mata anggaran, menyalurkan dana

    APBD bagi lembaga fiktif dan manipulasi perjalanan dinas. Data inilah

    yang menguatkan bahwa korupsi adalah proses bunuh diri yang sangat

    efektif dalam proses pembangunan sekaligus memandulkan proses

    demokrasi yang akan berkembang.

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    6/7

    c. Miskinnya opini publikMiskinnya opini publik ini terjadi karena agen opini publik itu sendiri

    bersikap oportunitis dan berselingkuh dengan penguasa yang ada.

    d. Suasana ketidakpastian yang tinggiKrisis kepercayaan ini tentu tak kekecewaannya dengan Golput lepas dari

    ulah partai-partai politik sebagai aninfrastruktur yang mengolah,

    mengkader dan memproses elit politik. Masyarakat Indonesia ditengarai

    semakin apatis dan tidak lagi mengapresiasi keberadaan partai-partai

    politik, sebab keberadaan partai politik dianggap tidak sungguh-sungguh

    dalam menjalankan fungsi dan perannya untuk mengartikulasikan aspirasi

    masyarakat.

    2. Pemilu Yang Tidak Bermanfaat Langsung kepada RakyatKonstituen atau para pemilih dan para peserta Pemilu atau yang disebut

    Parpol, menawarkan janji-janji atau programnya pada masa kampanye,

    sedangkan konstituen terjebak atau sepaham dalam ideologisnya partai yang

    bermuara terhadap radikalisme dan anarkisme. Dari program-program yang

    telah disosialisasikan pada masa kampanye, secara implementasinya pada akar

    rumput, ternyata tidak sesuai dengan program-program pada saat kampanye,

    sehingga munculnya faham golongan putih atau Golput yang merupakan

    representatif konstituen akan ketidak sinkronisasinya program-program

    dengan implementasi. Hal mendasar inilah yang menjadi Golput kian

    bertambah tiap tahun berujung pada kepercayaan publik semakin menurun

    terhadap lembaga-lembaga pemerintahan, sehingga Golput bagi masyarakat

    bukan lagi menjadi fenomena tetapi realitas dan cara untuk mengembalikan

    kepercayaan masyarakat akan masa depan demokrasi.

    3. Demokrasi Tanpa Substansi Dan EsensiEsensi dan substansi yang diperjuangkan dalam demokrasi adalah

    kesejahteraan rakyat, kebaikan bersamadan keadilan sosial (commond

  • 7/22/2019 Kewarganegaraan (golput)

    7/7

    $good,bonum publicum). Namun cita-cita ideal dari demokrasi ini sengaja

    dilupakan untuk diaplikasikan dan di implementasikan.

    Demokrasi yang ada hanya mengutamakan demokrasi politik, tanpa

    diimbangi dengan demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Korelasi antara

    demokrasi politik tidak berbanding lurus dengan perkembangan ekonomidan

    sosial. Sesuatu yang sangat paradox dan antagonisme politik ketika

    mengutamakan kepentingan politik tetapi meniadakan kepentiangan ekonomi

    masyarakat dan sosial.

    2.3 Solusi untuk Mengurangi Banyaknya Golput :

    KPUD, partai-partai, para kandidat dan kalangan lembaga swadaya

    masyarakat selayaknya menyikapinya sebagai salah satu tantangan yang perlu

    jawaban layak dan segera. Ancaman golput yang tinggi semestinya mendorong

    berbagai kalangan itu untuk melipat gandakan kerja. KPUD mesti memperbaiki

    kerjanya untuk mempersempit kemungkinan kebocoran dan pencederaan hak-hak

    pemilih. Partai dan kandidat mesti mendekatkan isu dan program yang mereka

    tawarkan pada persoalan sehari-hari masyarakat dan pada pembelaan konkret

    hajat hidup orang banyak. Kalangan LSM juga selayaknya tergerak ikut

    memfasilitasi terbangunnya pemilih maupun golput yang bertanggung jawab.

    Yang penting disadari para pemilih dan calon golput, ketika penyontrengan

    dilakukan, pekerjaan sebagai warga Negara Indonesia bukannya berakhir, tapi

    baru saja dimulai.