ketuban pecah dini case 2
DESCRIPTION
GTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
KETUBAN PECAH DINI
Disusun Oleh :
Deslia Chaerani 030.09.065
Lina Pratiwi 030.09.136
Pembimbing :
dr. H. Doddy Rodiat, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANANPERIODE 7 JULI 2014 – 20 SEPTEMBER 2014
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KARAWANG, AGUSTUS 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah –Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSUD Karawang, mengenai “KETUBAN PECAH DINI”.
Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun,
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada dr.H. Doddy Rodiat, Sp.OG sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat serta para pembaca pada
umumnya dalam memahami Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal.
Karawang, Agustus 2014
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan, yang dapat terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan atau kurang bulan. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30-40%
kelahiran preterm yang merupakan penyebab kematian serta kesakitan yang penting baik bagi
maternal maupun perinatal. 1,2, 3
Selaput ketuban normalnya pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu
pada akhir kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang.
Ketuban yang pecah sebelum mulainya persalinan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu
disebut ketuban pecah dini preterm.4
Insidens KPD ini didapatkan sebanyak 10% dari semua kehamilan, dimana sebagian
besar kasus terjadi pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu.1,6
Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah
dini yang bervariasi dari tidak melakukan apapun sampai pada tindakan yang berlebihan.5
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Pasien
Nama : Ny. Marni
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Cikangkung
Masuk RS : 06 Desember 2011
Suami Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Cikangkung
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 24 Agustus 2014 pukul 23.15 WIB DI
Ruang VK RSUD Karawang
II.1 Keluhan Utama
G2P1A0 dirujuk bidan dengan Ketuban Pecah Dini 12 jam SMRS.
II.2 Riwayat Penyakit Sekarang
4
Pasien G2P1A0 mengaku hamil 9 bulan, dengan HPHT: 04-11-2013, taksiran partus
11-08-2014, usia kehamilan 40-41 minggu, datang dengan keluhan keluar air-air sejak 12
jam SMRS. Air-air yang keluar dari jalan lahir berwarna bening, berbau amis dan banyak
namun tidak disertai lendir bercampur darah. Air keluar tiba-tiba saat pasien sedang ingin
bangun dari tempat tidurnya. Pasien mengeluh mules-mules sejak 6 jam SMRS. Mules-
mules hilang timbul, tidak bertambah kuat dan tidak makin sering. Gerakan janin masih
aktif. Pasien menyangkal keluar air-air dari jalan lahir. Segera setelah keluar air-air yang
banyak dan rembes, pasien segera datang ke bidan dan dikatakan ketuban sudah pecah,
kemudian langsung dirujuk ke RSUD Karawang. Riwayat keputihan ada, sejak sebelum
hamil, keputihan tidak banyak, berwarna putih, berbau amis dan terasa gatal. Selama
kehamilan ini, pasien kontrol di bidan tidak teratur, imunisasi TT (-), riwayat USG
kehamilan 1x di Puskesmas saat usia kehamilan 6 bulan, dikatakan kondisi janin normal.
Saat kontrol di bidan dikatakan selalu baik, tekanan darah tidak pernah tinggi dan tidak
ada keluhan yang berarti.
II.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, dan jantung disangkal pasien
II.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi, kencing manis, jantung, asma, dan alergi juga disangkal ada dalam
keluarga pasien.
II.5 Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 14 tahun. Menstruasi teratur sebulan sekali, lamanya 5-7 hari, ganti
pembalut rata-rata 2x/hari, nyeri haid (-).
II.6 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, saat usia 20 tahun dan dengan bujang.
II.7 Riwayat Obstetri
5
Hamil I : Laki-laki, 5 tahun, lahir di dokter, normal, berat badan lahir bayi 3.500 gr,
panjang badan lupa
Hamil II : Hamil ini.
II.8 Riwayat KB : KB Suntik per 3 bulan dan berhenti 2 bulan sebelum hamil.
III. PEMERIKSAAN FISIK
3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
BB/TB : 68 kg / 158 cm
Tanda Vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36,8oC
Pernafasan : 18x/ menit
Kepala : Normocephali, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorax :
Paru : Suara nafas vesikuler ( + / + ), ronkhi ( - / - ), wheezing ( - / - )
Jantung : S1-S2 reguler, mumur ( - ), gallop ( - )
Abdomen : Membuncit sesuai dengan usia kehamilan, arah memanjang, striae
gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral Hangat ( + / + ), Oedem ( - / - )
Genitalia : Vulva edema ( - )
3.2 Status Obstetri
Leopold
6
Leopold I : Bulat, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Teraba rata disebelah kiri ibu (punggung kiri)
Teraba bagian-bagian kecil disebelah kanan
Leopold III : Bulat, melenting (kepala)
Leopold IV : Kepala belum masuk PAP
TFU : 34 cm, punggung kiri, presentasi kepala
TBJ klinis : 3255 gram
DJJ : 140 bpm
His : -
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, perdarahan aktif (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Portio kenyal, posterior, tebal 3 cm, diameter 1 cm, selaput ketuban (-),
kepala belum masuk PAP
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
IV.1 Laboratorium Hematologi 24-08-2014 pukul 23:37
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 14,740 10^3 / ul 3,6-11
Haemoglobin 11,4 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 32,8 % 35-47
Trombosit 219 10^3/ul 150-400
Masa perdarahan/BT 2 Menit 1-3
Masa pembekuan/CT 10 Menit 5-11
Golongan darah ABO A
Golongan darah Rhesus Positif
Imunologi
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Kimia Darah
7
GDS 52 mg/ dL < 140
Ureum 10,9 mg/ dL 15,0-50,0
Creatinin 0,56 mg/ dL 0,50-0,90
SGOT 13,2 u/L s/d 31
SGPT 7,1 u/L s/d 31
IV.2 Pemeriksaan USG 24-08-2014 pukul 23.20
Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup
Placenta letak fundus
BPD : 92,7 mm
AC : 329 mm
FL : 75,6 mm
EFW : 3340 gram
ICA : 7
US : 38-39 w
V. RESUME
Pasien Ny. M, 27 tahun, G2P1A0 datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak
12 jam SMRS. Air berwarna jernih, tidak berbau serta mengalir tidak dapat ditahan. Gerak janin
(+), mulas-mulas (-), lendir darah (-), demam (-). ANC di bidan teratur. Di USG 1x dan
dikatakan air ketubannya masih ada. HPHT : 04/01/2013, TP : 11/08/2014, UK : 40-41 minggu.
Pemeriksaan fisik, KU/ kesadaran: Tampak sakit sedang/ compos mentis, TD : 140/90
mmHg, N: 80x/m, RR : 20x/m, S : 36,4°C, status generalis dalam batas normal. Status
Obstetrik : Abdomen membuncit, membesar arah memanjang, striae gravidarum (+), TFU 34
cm, punggung kiri, presentasi kepala, belum masuk PAP, his (-), auskultasi : DJJ 140 dpm,
teratur. Pemeriksaan genitalia, pada inspekspeksi, vulva, uretra tenang, edema (-), varises (-),
inspekulo tidak dilakukan dan VT portio kenyal, posterior, tebal 3 cm, diameter 1 cm, selaput
ketuban (-), kepala belum masuk PAP. Pemeriksaan laboratorium (25/08/2014), Hb: 11,4 g/dl,
leukosit : 14. 740/ ul.
VI. DIAGNOSIS
8
G2P1A0 hamil 40-41 minggu Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, Ketuban Pecah
Dini 12 jam, Serviks belum matang, belum inpartu
VII. PENATALAKSANAAN
1. Observasi Tanda Vital, DJJ dan His
2. Antibiotik Ceftriakson 2 x 1 gram IV
3. Terminasi kehamilan
1. CTG Reassuring : Misoprostol 4 x 15 mcg
2. CTG Non Reassuring : SC Cito
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
IX. HASIL PERSALINAN
Janin lahir 25/08/2014 pukul 06.15 WIB
Lahir bayi laki-laki spontan, presentasi kepala, berat lahir 3100 gram, panjang badan 42
cm, A/S : 7/8, anus (+), meconium (-), kelainan bawaan (-). Bayi dikeringkan dan
diselimuti. Ibu disuntik oksitosin 10IU IM. 20 menit kemudian, lahir plasenta lengkap.
Masase fundus, kontraksi baik. Pasca eksplorasi belum yakin bersih, perineum robek
grade I jahit jelujur. TD post partum 100/80 mmHg.
X. FOLLOW UP
S : Pasien merasa mules yang semakin sering dan kuat (+), rasa ingin mengedan (+), lendir
darah (+)
O : TSS/CM
9
Tanggal 25 Agustus 2014 pukul 05.00
TD : 130/90 RR : 20 x /m
N : 80 x /m S : 36,3° C
Status Obstetri
His 5x/10’ - 30”
DJJ : 150x/ menit
VT : pembukaan lengkap, kepala H III-IV
A : G2P1A0 hamil 40-41 minggu, Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, ketuban pecah
dini 18 jam, dengan PK II
P : Induksi oksitosin 5 IU / 500 cc RL 8 tpm
Ibu dipimpin meneran
S : Pasien tampak lemas, nyeri perut (+), keluar darah dari vagina, tidak aktif dan jumlah
biasa, mual (-), muntah (-), nafsu makan baik, BAK tak ada keluhan, urin berwarna
kuning jernih dengan junlah seperti biasa, belum BAB, mobilisasi (-), demam (-), ASI
belum keluar karena belum dirangsang dan belum memegang bayinya.
O : CM/TSS
TD : 140/90 S : 36,7oC
N : 84x/menit RR : 20x/menit
Status Generalis
Mata : CA -/- ; SI -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 Reguler, murmur -, gallop -
Abdomen : Supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas : Akral hangat ( + / + ), Oedem ( - / - )
Status Obstetri
TFU : setinggi umbilikus, kontraksi baik
Inspeksi V/P : Jahitan perineoraphy terjahit baik, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
A : P2A0 post partus maturus spontan dengan perineoraphy NH-0
P : Cek DPL post partum
10
Tanggal 25 Agustus 2014 pukul 08.00, oleh koass Obsgyn
Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan
Ceftriakson 1 x 2 gram IV
Asam Mefenamat 3x 500 mg
Hemobion 1 x 1 caps
Mobilisasi bertahap
S : Pasien merasa nyeri perut (+) berkurang, keluar darah dari vagina, tidak aktif dan
jumlah biasa, mual (-), muntah (-), nafsu makan baik, BAK tak ada keluhan, urin
berwarna kuning jernih dengan junlah seperti biasa, BAB (+) 1 kali sehari, mobilisasi (+)
sudah ke kamar mandi sendiri, demam (-), ASI (+) keluar, pasien sudah meneteki
bayinya.
O : CM/TSS
TD : 130/90 S : 36,7oC
N : 84x/menit RR : 20x/menit
Status Generalis
Mata : CA -/- ; SI -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 Reguler, murmur -, gallop -
Abdomen : Supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas : Akral hangat ( + / + ), Oedem ( - / - )
Status Obstetri
TFU : 1 Jari Bawah Pusat, kontraksi baik
Inspeksi V/P : Jahitan perineoraphy terjahit baik, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
Laboratorium 25 Agustus 2014 pukul 16.00 WIB (post partum)
Hb : 11,2 g/dL
Leukosit : 15.450 / UL.
A : P2A0 post partus maturus spontan dengan perineoraphy NH-1
P : Cek DPL post partum
Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan
11
Tanggal 26 Agustus 2014 pukul 06.00, oleh koass Obsgyn
Cefadroxil 2 x 500 mg PO
Asam Mefenamat 3x 500 mg PO
Hemobion 1 x 1 caps PO
Pasien boleh pulang.
Motivasi ASI
Edukasi hygieni perinioraphy
12
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus didapati Ny.W usia 25 tahun dengan diagnosis G1P0A0, hamil aterm, janin tunggal
hidup, presentasi kepala, dengan KPD.
Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik, dan pemeriksan penunjang.
Anamnesis
Keluar cairan dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS, cairan jernih, tidak berbau, tidak disertai
darah, mengalir seperti air kencing yang tidak dapat ditahan.
Tidak keluar lendir dan darah
Tidak merasa kencang – kencang
Berdasarkan teori KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
pada primipara kurang dari 2 cm dan multipara kurang dari 5 cm. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Pada pasien ini ada keluhan keluar cairan dari jalan lahir yang tidak bisa ditahan. Belum ada
kencang –kencang dan tidak keluar lencir darah pada pasien ini berarti pasien belum in partu.
Dikatakan in partu bila terdapat his yang adekuat, kelaur lendir darah dan adanya pembukaan 2
cm/ penipisan dari seviks.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan KPD, diantaranya :
Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya KPD.
13
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
Selaput ketuban terlalu tipis
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda infeksi , seperti demam atau jumlah leukosit
meninggi.Selama hamil, pasien menyatakan tidak ada keluhan.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 32 cm, DJJ 144 dpm dan teratur, his (-).Pemeriksaan
Leopold didapatkan kesan Janin I, hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kiri, bagian
terbawah janin sudah masuk PAP.Pada pemeriksaan anogenital didapatkan VT Ø (-), lendir
darah (-), portio tebal dan agak lunak.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil laboratorium didapatkan leukosit 6400 / ul menandakan tidak terdapat infeksi
Hb 7,7 g/dl Anemia
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoetin.Akibatnya, volume plasma bertambah dan eritrosit meningkat.Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat
hemodilusi.
Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan.Volume
plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi Hb dan hitung eritrosit tetapi
tidak menurunkan jumlah absolute Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.Mekanisme yang
mendasari perubahan ini belum jelas.Ada teori yang mengatakan bahwa anemia fisiologik
dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan
perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.
14
Tabel 1.1
Nilai batas untuk anemia pada perempuan
Status Kehamilan Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)
Tidak hamil 12,0 36
Hamil trimester 1 11,0 33
Hamil trimester 2 10,5 32
Hamil trimester 3 11,0 33
Pada pasien ini tidak didapatkan adanya perdarahan yang dapat menjadi penyebab
penurunan kadar Hb yang mencapai 7,7 g/dl. Untuk mengetahui penyebab anemia
diperlukan pemeriksan lebih lanjut seperti kadar Ferritin, serum iron dan TIBC.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah defisiensi zat-zat nutrisi, meliputi asupan yang
tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya
utilisasi nutrisi hemopoietik.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini, karena umur kehamilan 38 minggu yaitu sudah aterm dan
datang belum dengan tanda-tanda inpartu maka penilaian bishop skor dilakukan untuk
perencanaan penatalaksanaan selanjutnya. Pada pasien ini didapat Pelvic Skor <5
(pendataran servik 30%, konsistensi mulai lunak, pembukaan belum ada,posisi anterior dan
HII)maka diputuskan untuk dilakukan induksi dan mengakhiri persalinan. Karena pada
pasien ini KPD sudah >24 jam, diberikan antibiotik profilaksis, berupa Injeksi Amoxicilin
1 guntuk mengurangi resiko infeksi, dilakukan skin tes terlebih dahulu. Induksi dengan
oksitosin berhasil maka direncanakan partus pervaginam.
15
Bishop’s Score
Cerviks 0 1 2 3
Position Posterior Midposition Anterior -
Consistency Firm Medium Soft -
Effacement 0-30% 40-50% 60-70% >80%
Dilation closed 1-2cm 3-4cm >5cm
Baby’s station -3 -2 -1 +1, +2
Transfusi PRC 250 cc untuk mengatasi anemia Hb 7 g/dl indikasi untuk
dilakukantransfusi.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI
I. DEFINISI
Ketuban pecah dini ( KPD) atau spontaneus/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum proses persalinan yang dapat terjadi pada kehamilan preterm dan
pada kehamilan aterm. Ketuban pecah dini preterm adalah ketuban yang pecah sebelum
kehamilan 37 minggu dan tidak sedang dalam masa persalinan.1 Ada teori yang menghitung
berapa jam sebelum in partu, dan ada juga yang menyatakan dalam ukuran pecahnya ketuban
sebelum inpartu , yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari 2 cm pada primipara dan
pada multipara kurang dari 5 cm.Namun pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum
waktunya.3
16
II. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian KPD di RSOB pada tahun 2006, seluruh partus spontan dengan
komplikasi 147 pasien, terdapat 31% (47 pasien) yang mempunyai riwayat KPD. Dan dari
seluruh partus secara Seksio sesarea sejumlah 386 pasien yang atas indikasi KPD sekitar 12%
(50 pasien).(2,3)
Sedangkan pada Januari – Juni 2007 seluruh partus spontan dengan komplikasi 300
pasien, terdapat 39% (117 pasien) yang mempunyai riwayat KPD. Dan dari seluruh partus secara
Seksio sesarea sejumlah 552 pasien yang atas indikasi KPD sekitar 20% (111 pasien).
III. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak teori
mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli,
hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput ketuban
baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65 %). 3,5
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang terjadi
pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas
selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat
pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan retikuler
dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin.Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator
inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/ amnion menyebabkan selaput
ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator tersebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.3,7
17
Taylor,dkk telah menyelidiki bahwa ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal
sebagai berikut 6
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-
penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan motilitas rahim.
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi, disproporsi,
cervix incompten, dll.
Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.
Amnion
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk didalam rongga amnion akan meningkat
jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai aterm, saat terjadi penurunan
volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat
1000ml cairan amnion, walaupun jumlah inibervariasi dari beberapa mililiter sampai pada
beberapa liter pada keadaaan abormal (oligohidramnion, polihidramnion atau hidramnion)
Normalnya ketuban pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu pada akhir
kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang.1,4 Pada banyak
kasus obstetrik, pecahnya ketuban secara dini pada kehamilan dini merupakan penyebab
tersering pelahiran preterm.Secara umum air ketuban mempunyai fungsi 1) melindungi janin
terhadap trauma dari luar, 2 )memungkinkan janin bergerak dengan bebas, 3) melindungi suhu
tubuh janin, 4) meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan
5)membersihkan jalan lahir- jika ketuban pecah dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi
keadaan dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi. Volume air ketuban pada hamil
cukup bulan 1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas agak amis
dan manis. Mempunyai berat jenis 1.008, terdiri dari 80% air, dan sisanya terdiri dari garam
anorganik serta bahan organic, protein 2,6% sebagian besar albumin.3
Patofisiologi
18
1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara
ruang intraamnion dengan dunia luar
2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran
infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion
3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui
plasenta (sirkulasi fetomaternal)
4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang
terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli
(gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
Riwayat persalinan preterm sebelumnya : resiko 2-4x
Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
Tindakan senggama : tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene buruk,
predisposisi terhadap infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral, merokok
Perdarahan pervaginam : trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)
pH vagina di atas 4.5 : resiko 32%
Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%
Flora vagina abnormal : resiko 2-3x
Fibronectin > 50 ng/ml : resiko 83%
Kadar CRH (corticotrophin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya pada stress
psikolologis dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.
IV. DIAGNOSIS
19
Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien.Pemeriksaan yang berulang pada
vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan
untuk mengurangi terjadinya infeksi.
A. Gejala subjektif
Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.Kebocoran
cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas.Dapat disertai demam jika sudah ada
infeksi.Pasien tidak sedang dalam masa persalinan.Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
B. Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,
terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Pemeriksaan umum
Suhu nomal kecuali bila disertai infeksi suhu ibu dapat mencapai >38 PC, dan dapat juga
disertai takikardi.
Pemeriksaan abdomen :
Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingakan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan
ukuran janin dan presentasi.
Pemeriksaan pelvis
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum. Verniks kaseosa, rambut, lanugo, atau
bila telah terinfeksi dan berbau.
Inspekulo: Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus: bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah
urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrazin
20
dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan
alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo, atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering (ferning) dapat membantu.Bila kehamilan belum cukup bulan,
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis
servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap streptokokus beta grup B, klamidia,
dan gonorea (pada populasi tertentu).
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina
juga mengidentifikasi bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps
tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten = LP = lag
period. Makin muda umur kehamilan, makin panjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan
lebih pendek, yaitu primi 10 jam dan multi 6 jam.5,8,9
Jika pasien mengalami infeksi intraamnion, dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu
maternal >38 0 C, takikardi fetal, nyeri pada fundus, discharge vagina yang purulen, takikardi
maternal.1
C. Pemeriksaan penunjang
1. Tes lakmus (tes nitrazine)
PH normal vagina 4,5-5,5, cairan amnion bersifat basa yaitu pH antara 7,0-7,5, maka
kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas
mendekati 90%. False dapat terjadi apabila ada : larutan antiseptic, darah, urine, atau
infeksi pada vagina.
2. Tes fern/Pakis
21
Kristalisasi dari cairan amnion yang sering membentuk gambaran daun pakis, terdapat
lanugo dan skuama anukleat.Perdarahan pervaginum dapat menyebabkan gambaran ini
sulit terlihat.
3. Tes evaporasi
Diambil sample dari endoserviks kemudian dipanaskan sampai menguap, bila cairan
putih yang tertinggal maka tes (+), bila warna cokelat maka membrane masih intak.
4. USG
Pemeriksaan ini sebenarnya tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat digunakan untuk
mengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan panjangnya femur
untuk memberikan perkiraan umur kehamilan, posisi janin, lokasi plasenta,
memperkirakan berat janin, menghitung indeks cairan amnion, gradasi plasenta serta
jumlah air ketuban.
Diameter biparitel lebih dari 9,2cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III
biasanya berhubungan dengan maturitas paru janin.Sonografi dapat mengidentifikasi
kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong cairan amniosentesis.
5. Amniosintesis
Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfotidigliserol yang
berguna untuk mengevaluasi kematangan janin.
6. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal korioamnionitis.
7. Laboratorium
Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3 dengan
peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterine.
8. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone atau CTG.
Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat.
22
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan
2. Stress inkontinensia
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Preterm KPD :
Infeksi pada fetus dan neonatal
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Melahirkan dalam waktu 1 minggu
Respiratory Distress Syndrome
Chorioamnionitis
Abruptio Plasenta
Kematian fetus antepartum
Komplikasi pada Term KPD :
Persalinan preterm
Infeksi fetus dan neonatus
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Deformasi pada fetus
Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin.Pada ketuban pecah 6
jam, risiko infeksi meningkat 1 kali.Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat.Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah
partus.Ditandai seperti demam (37º), maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan
pada uteri dan bau yang tidak enak (foul odor) dari amnion dapat digunakkan untuk menegakkan
23
diagnosa. Bila terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis dan hal ini
berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan terkena korioamnionitis
semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau berat janin kurang dari 2000 gram.
Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang berasal dari cairan amnion masih rendah,
begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis
pada pasien KPD berhubungan dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga
terjadinya persalinan. Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup
B. Pasien dengan jumlah leukosit 18.500/mm3 dan shift to the leftdapat dicurigai adanya
korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-reaktive protein (CRP) darah yang
dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9 mg/dl dan terjadinya peningkatan ini terlihat 2
– 3 hari sebelum timbulnya gejala klinis.(6,7)
Pulmonary hypoplasia
Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu dan masa
laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang menjadi multiple
pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini akan beakibat kematian,
namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik bronkopneumothorak displasia.
Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan mengukur rasio antar lingkar torak dengan
abdomen. Rasio ini akan tetap konstan selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka
prognosisnya baik.
Gawat Janin
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu mempunyai
8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem tanpa KPD. Yang
biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat kompresi pada tali pusat yang
disebabkan oleh keadaan oligohidramion.Dan sebagai konsekuensinya adalah banyaknya pasien
dengan KPD yang harus dilakukan seksio cesaria.
Fetal Deformitas
Deformitas muka dan tulang mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada pulmonary
hipoplasia, kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26 minggu dan setelah masa
laten 5 minggu atau lebih..
24
VII. PENATALAKSANAAN
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban
pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan populasi pasien.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus
dirujuk ke rumah sakit.8 Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering
ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua
jenis penatalaksanaan, yaitu penangan aktif, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan
konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi
kehamilannya jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada
ibu dan janin.Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko infeksi dapat terjadi setiap saat setelah
ketuban pecah dan infeksi janin mungkin sudah terjadi walaupun belum ada tanda-tanda infeksi
pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu
melakukan induksi segera setelah diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang
berpendapat bahwa resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu
tertentu. Penanganan aktif akan meningkatkan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus
KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut
mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum
ada tanda persalinan, dilakukan induksi persalinan. 5
Penanganan
o Rawat rumah sakit.
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:
Ampisilin 2 gr I.V./6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB I.V./24 jam
Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.
Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan
metronidazol 500 mg I.V./8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
25
Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu ampisilin
4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg/oral 3 kali per hari selama 7
hari.
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.
Berikan betametason 12 mg I.M. dalam 2 dosis/12 jam atau deksametason 6 mg
I.M. dalam 4 dosis/6 jam. (Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi).
Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.
Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
o Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan ampisilin 2 gr I.V./6 jam,
atau penisilin G 2 juta unit I.V./6 jam sampai persalinan, jika tidak ada infeksi
pasca persalinan hentikan antibiotika.
Nilai serviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau
lahirkan dengan seksio sesarea.
o Jika terdapat infeksi dan umur kehamilan < 37 minggu :
Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnionitis.Induksi
dengan oxitocyn harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun biasanya serviks
belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio. Oleh karena itu lebih baik
dilakukan penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika.
Hal tersebut dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal
dan insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan Ampicillin
sulbactam 2x1,5 gr i.v, per 6 jam.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Wilkes, P.T, “Premature Ruptur of Membrane”, 2004 available at www. emedicine. com
/ med/med/topic.3246.htm
2. Antonius BM (ed), “Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum”, Kuliah
ObstetriGinekologi FKUI, www.geocities.com/yosemite/rapids
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. “Premature Rupture of the Membranes”,
High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders Company, London, 1994,
h.163-171
4. Standard Operating procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Fatmawati No.
HK.00.07.1.358. “Ketuban Pecah Dini”, Agustus, 2002
5. Elder, M.G, et al. “Preterm Premature Rupture of Membranes”, Preterm Labor, 1 sted,
Churchill Livingstone Inc. New York, 1997, hal 153-164
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, “Ketuban Pecah Dini “,
Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta, 1991, hal. 39-40.
7. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115
8. Arif M, Kuspuji T, dkk, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I,
Edisi ke-3, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001, hal 310-313
27