kesetimbangan fasa umi & denta
DESCRIPTION
praktikum otkTRANSCRIPT
LAPORAN
PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA
KESETIMBANGAN FASA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
NAMA NIM
1. UMMI KALSUM 1209065038
2. ARIF ALWANATHA DENTA 1209065041
LABORATORIUM REKAYASA LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed column dan try column. Percobaan langsung yang betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda pengukuran, selain itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum ditempuh adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini menggunakan prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip distilasi yang digunakan sangat penting dipelajari oleh mahasiswa. Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai dari densitas dan fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain.
1.2 Tujuan1. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair2. Mengetahui diagram temperatur versus komposisi pada suatu larutan biner.3. Membuat kurva kesetimbangan dari komponen dalam fase uap dan komponen dalam fase
cair
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi kimia adalah perubahan spontan pereaksi menjadi hasil reaksi menuju kesetimbangan. Suatu kesetimbangan kimia mempunyai konstanta kesetimbangan ynag nilainya bergantung pada suhu dan jenis kesetimbangan. Kesetimbangan kimia adalah kesetimbangan dinamis, karena dalam sistem terjadi perubahan zat pereaksi menjadi hasil reaksi, dan sebaliknya. Sebagai contoh:
AB + CD ==> AC + BD
Dalam kesetimbangan ini terjadi reaksi AB dan CD menjadi AC dan BD, dan pada saat yang sama, AC dan BD bereaksi menjadi AB dan CD. Akibatnya, keempat zat dalam sistem tu jumlahnya mendekati konstan (Reza,2013).
Perubahan kimia reversibel membentuk peroduk-produk yang dapat bertindak untuk menghasilkan (kembali) pereaksi aslinya. Suatu keadaan kesetimbangan kimia terjadi dalam suatu sistem reversibel bila reaksi maju dan balik berlangsung pada laju yang sama. Jika kecenderungan salah satu reaksi yang berlawanan untuk terjadi sangat dominan pada suatu temperatur, maka reaksi keseluruhan dikatakan sempurna dalam arah itu (Reza,2013).
Kesetimbangan kimia terbagi menjadi dua yaitu, kesetimbangan Heterogen dan kesetimbangan Homogen. Kesetimbangan Homogen adalah Kesetimbangan yang Semua spesi kimianya berada dalam fasa yang sama. Salah satu contoh kesetimbangan homogen fasa gas adalah sistem kesetimbangan N2O4/NO2. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
N2O4(g) <——> 2 NO2(g)
Kc = [NO2]2 / [N2O4]
Konsentrasi reaktan dan produk dalam reaksi gas dapat dinyatakan dalam bentuk tekanan parsial masing-masing gas (ingat persamaan gas ideal, PV=nRT). Dengan demikian, satuan konsentrasi yang diganti dengan tekanan parsial gas akan mengubah persamaan Kc menjadi Kp
sebagai berikut :
Kp = (PNO2)2 / (PN2O4)
PNO2 dan PN2O4 adalah tekanan parsial masing-masing gas pada saat kesetimbangan tercapai. Nilai Kp menunjukkan konstanta kesetimbangan yang dinyatakan dalam satuan tekanan (atm). Kp hanya dimiliki oleh sistem kesetimbangan yang melibatkan fasa gas saja.
Secara umum, nilai Kc tidak sama dengan nilai Kp, sebab besarnya konsentrasi reaktan dan produk tidak sama dengan tekanan parsial masing-masing gas saat kesetimbangan. Dengan
demikian, terdapat hubungan sederhana antara Kc dan Kp yang dapat dinyatakan dalam persamaan matematis berikut :
Kp = Kc (RT)∆n
Kp = konstanta kesetimbangan tekanan parsial gas
Kc = konstanta kesetimbangan konsentrasi gas
R = konstanta universal gas ideal (0,0821 L.atm/mol.K)
T = temperatur reaksi (K)
∆n = Σ koefisien gas produk - Σ koefisien gas reaktan
Selain kesetimbangan homogen fasa gas, terdapat pula sejumlah kesetimbangan homogen fasa larutan. Salah satu contoh kesetimbangan homogen fasa larutan adalah kesetimbangan ionisasi asam asetat (asam cuka) dalam air. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH(aq) <——> CH3COO-(aq) + H+
(aq)
Kc = [CH3COO-] [H+] / [CH3COOH]
Kesetimbangan Homogen, Kesetimbangan ini melibatkan reaktan dan produk dalam fasa yang berbeda. Sebagai contoh, saat padatan kalsium karbonat dipanaskan dalam wadah tertutup, akan terjadi reaksi berikut :
CaCO3(s) <——> CaO(s) + CO2(g)
Dalam reaksi penguraian padatan kalsium karbonat, terdapat tiga fasa yang berbeda, yaitu padatan kalsium karbonat, padatan kalsium oksida, dan gas karbon dioksida. Dalam kesetimbangan kimia, konsentrasi padatan dan cairan relatif konstan, sehingga tidak disertakan dalam persamaan konstanta kesetimbangan kimia. Dengan demikian, persamaan konstanta kesetimbangan reaksi penguraian padatan kalsium karbonat menjadi sebagai berikut :
Kc = [CO2] Kp = PCO2
Baik nilai Kc maupun Kp tidak dipengaruhi oleh jumlah CaCO3 dan CaO (jumlah padatan). Kesetimbangan kimia dapat diganggu oleh beberapa faktor eksternal. Sebagai contoh, pada pembahasan proses Haber sebelumnya, telah diketahui bahwa nilai Kc pada proses Haber adalah 3,5.108 pada suhu kamar. Nilai yang besar ini menunjukkan bahwa pada kesetimbangan, terdapat banyak gas amonia yang dihasilkan dari gas nitrogen dan gas hidrogen. Akan tetapi, masih ada gas nitrogen dan gas hidrogen yang tersisa pada kesetimbangan. Dengan menerapkan prinsip ekonomi dalam dunia industri, diharapkan sebanyak mungkin reaktan diubah menjadi produk dan reaksi tersebut berlangsung sempurna.
Untuk mendapatkan produk dalam jumlah yang lebih banyak, kesetimbangan dapat dimanipulasi dengan menggunakan prinsip Le Chatelier (Syukron,2011).
Seorang kimiawan berkebangsaan Perancis, Henri Le Chatelier, menemukan bahwa jika reaksi kimia yang setimbang menerima perubahaan keadaan (menerima aksi dari luar), reaksi tersebut akan menuju pada kesetimbangan baru dengan suatu pergeseran tertentu untuk mengatasi perubahan yang diterima (melakukan reaksi sebagai respon terhadap perubahan yang diterima). Hal ini disebut Prinsip Le Chatelier.
Hukum Fasa Gibbs, Josiah Willard Gibbs menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas disebut derajat kebebasan (F) yang sama dengan jumlah komponen (C) ditambah 2 dikurangi jumlah fasa (P), yakni:
F = C + 2 – P
Destilasi adalah cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih
atau berdasarkan kemapuan zat untuk menguap. Dimana zat cair dipanaskan hingga titik
didihnya, serta mengalirkan uap ke dalam alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan
hasil pengembunan sebagai zat cair. Pada kondensor digunakan air yang mengalir sebagai
pendingin. Air pada kondensor dialirkan dari bawah ke atas, hal ini bertujuan supaya air
tersebut dapat mengisi seluruh bagian pada kondensor sehingga akan dihasilkan proses
pendinginan yang sempurna. Saat suhu dipanaskan, cairan yang titik didihnya lebih rendah
akan menguap terlebih dahulu. Uap ini akan dialirkan dan kemudian didinginkan sehingga
kembali menjadi cairan yang ditampung pada wadah terpisah. Zat yang titik didihnya lebih
tinggi masih tertinggal pada wadah semula, Zat yang menguap pada proses destilasi disebut
destilat, sedangkan zat yang tertinggal dibawah dan tidak menguap disebut residu
(Syukron,2011).
Prinsip dari destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan dan
suhu tertentu. Tujuan dari destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya dan
memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap
bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak menguap sebagai
residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian bagian campurannya yang tidak teruapkan dan
bukan destilatnya maka proses tersebut dinamakan pengentalan dengan evaporasi
(Reza,2013).
Destilasi adalah sebuah aplikasi yang mengikuti prinsip-prinsip ”Jika suatu zat dalam larutan
tidak sama-sama menguap, maka uap larutan akan mempunyai komponen yang berbeda
dengan larutanaslinya”. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak, pemisahan dapat
terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama, maka pemisahnya hanya
akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan menjadi kaya pada suatu
komponen dari pada larutan aslinya. Destilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu:
1. Destilasi biasa, umumnya dengan menaikkan suhu. Tekanan uapnya diatas cairan atau
tekanan atmosfer (titik didih normal)
2. Destilasi vakum, cairan diuapkan pada tekanan rendah, jauh dibawah titik didih dan mudah
terurai.
3. Destilasi bertingkat atau destilasi terfraksi yaitu proses yang komponen-komponennya
secara bertingkat diuapkan dan diembunkan.
Azeotrop merupakan campuran dari dua atau lebih larutan (kimia) dengan perbandingan tertentu , dimana komposisi ini tetap / tidak bisa diubah lagi dengan cara destilasi sederhana. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya (Supriyono,2010).
Dalam kimia, hukum perbandingan berganda adalah salah satu hukum dasar stoikiometri. Hukum ini juga kadang-kadang disebut hukum Dalton (diambil dari nama kimiawan Inggris John Dalton), tapi biasanya hukum Dalton merujuk kepada hukum tekanan parsial. Hukum ini menyatakan bahwa apabila dua unsur bereaksi membentuk dua atau lebih senyawa, maka perbandingan berat salah satu unsur yang bereaksi dengan berat tertentu dari unsur yang lain pada kedua senyawa selalu merupakan perbandingan bilangan bulat sederhana (Syukron,2010).
Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M. van Raoult (1830-1901) untuk mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang bersifat nonvolatil, serta membahas mengenai aktivitas air. Bunyi dari hukum Raoult adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut” (Diana,2015).
Hukum Henry adalah hukum yang menyatakan, pada temperatur konstan, jumlah gas yang terlarut dalam suatu larutan akan berbanding lurus dengan tekanan parsial gas yang berada dalam kesetimbangan larutan. Atau dapat juga dinyatakan kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus terhadap tekanan parsial gas diluar cairan. Prinsip ini dapat digunakan dalam menjelaskan proses dekompresi dan penyakit dekompresi pada penyelam (Diana,2015).
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Memiliki rumus molekul CH3OH, massa molar 32.04 g/mol, tidak berwarna, densitasnya 0.7918 g/cm3, liquid, titik leburnya -970 c, dan titik didihnya 64,70 C, keasaman 15,5, viskositasnya 0.59 mPa.s pada suhu 20o c (Auliani,2011).
Aquades adalah air hasil destilasi / penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut yang universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral. Wujudnya cairan, tidak berwarna dan berbau, titik didihnya 100oC dan titik bekunya 0oC, rumus kimianya H2O, Massa molarnya 18,0153 g/mol, Kalor Jenis : 4184 J/(kg.K) (cairan pada 20oC) (Auliani,2011).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
1. Labu leher 32. Termometer3. Pemanas lidrik4. Refraktometer5. Pendingin6. Picnometer7. Beaker glass8. Corong kaca9. Pipet tetes10. Statif dan klem11. Neraca analitik12. Gelas ukur 250 ml13. Gelas ukur 50 ml14. Pompa
3.2 Bahan1. Etanol2. Aquades
3.3 Cara kerja1. Dipasang rangkaian alat percobaan2. Dimasukkan alkohol 200 ml kedalam labu leher tiga pada rangkaian alat destilasi3. Dinyalakan pemanas listrik4. Ditunggu hingga suhu termometer bertambah dan terlihat umpan mendidih dan
termometer menunjukkan suhu konstan5. Setelah kesetimbangan tercapai, diambil destilat yang tertampung dan diukur indeks
biasnya6. Diambil sample residu dan diukur indeks biasnya7. Ditimbang sample residu yang berada didalam picnometer8. Ditambahkan aquades dalam larutan umpan sebanyak 30 ml 9. Diulangi langkah 4 sampai 7 dengan variasi penambahan aquades 30 ml, 60 ml, 120
ml, 150 ml, dan 180 ml
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Data Percobaan:
Massa piknometer kosong : 17,78 gram
Massa piknometer + akuades : 26,96 gram
Massa piknometer + etanol : 25,17 gram
Massa akuades : 9,18 gram
Suhu akuades : 30 °C
Suhu penimbangan : 30 °C
Tabel 4.1 Data Kesetimbangan pada Berbagai Variasi Campuran Etanol-Akuades
Volume Akuades
(mL)
Volume Etanol
(mL)
Suhu Kesetimbangan
(oC)
Massa
(gram)
Distilat Residu
0 200 78,5 25,17 25,17
30 200 81 25,3612 25,6836
60 200 82 25,4411 26,0953
90 200 83 25,512 26,3274
120 200 84 25,517 26,3813
150 200 85 25,5447 26,4405
180 200 86 25,5452 26,5931
4.2 Perhitungan
4.2.1 Menghitung densitas (ρ) etanol
maquadest = mpicnometer+aquadest – mpicnometer kosong
= ( 26,96 – 17,78 ) gram
= 9,18 gram
ρ aquadest (30 oC) = 0,995647 g/cm3 (Tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008)
Vaquadest =
maquadest
ρaquadest
=
9,18 gram
0,995647 gram/cm3
= 9,22 cm3
Vpicnometer = Vaquadest = 9,22 cm3
4.2.2 Menghitung persentase larutan etanol
a. Distilat
Massa distilat = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
= ( 25,17 – 17,78 ) gram
= 7,39 gram
Vpicnometer = 9,22 cm3
ρdistilat =
mdistilat
V picnometer
=
7,39 gram
9,22 cm3
= 0,80152 gram/cm3
Dari tabel 2-112 (densitas etanol dalam air) hal 2-117 (Perry, 2008)
%wt Etanol 30 oC
92 0,80384
K 0,80152
93 0,80111
Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah
0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =
k - 92 93 - 92
k = 92,85 %
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel - 2 Data Perhitungan Persentase Distilat
Volume (ml) Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)Aquadest Etanol
0 200 78,5 0,80152 0,9285
30 200 81 0,82226 0,8498
60 200 82 0,83092 0,8153
90 200 83 0,83861 0,7843
120 200 84 0,83915 0,7821
150 200 85 0,84216 0,7698
180 200 86 0,84221 0,7696
b. Residu
Massa residu = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
= ( 25,17 – 17,78 ) gram
= 7,39 gram
Vpicnometer = 9,22 cm3
ρresidu =
mresidu
V picnometer
=
7,39 gram
9,22 cm3
= 0,80152 gram/cm3
Dari table 2-112 (densitas etanol dalam air) hal 2-117 (Perry, 2008)
%wt Etanol 30 oC
92 0,80384
K 0,80152
93 0,80111
Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah
0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =
k - 92 93 - 92
k = 92,85 %
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel - 3 Data Perhitungan Persentase Residu
Volume (ml) Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)Aquadest Etanol
0 200 78,5 0,80152 0,9285
30 200 81 0,85722 0,7077
60 200 82 0,90188 0,5172
90 200 83 0,92705 0,4031
120 200 84 0,93290 0,3749
150 200 85 0,93932 0,3427
180 200 86 0,95641 0,2479
4.2.3 Menghitung fraksi mol larutan etanol
BM aquadest = 18 gram/mol
BM etanol = 46 gram/mol
a. Distilat
ya =
mol etanolmol etanol + mol aquadest
ya =
(% distilatBM etanol )
(% distilatBM etanol )+(1 - % distilat
BM aquadest )
ya =
(0,9285
46 gram/cm3 )(0,9285
46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285
18 gram/cm3 )
ya =
0 ,020
0,020 + 3,972 x 10-3
= 0,836
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel - 4 Data Fraksi Mol Distilat
Volume (ml) Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(ya)Aquadest Etanol
0 200 0,80152 0,9285 0,836
30 200 0,82226 0,8498 0,689
60 200 0,83092 0,8153 0,633
90 200 0,83861 0,7843 0,587
120 200 0,83915 0,7821 0,584
150 200 0,84216 0,7698 0,567
180 200 0,84221 0,7696 0,566
b. Residu
xa =
mol etanolmol etanol + mol aquadest
xa =
(% residuBM etanol )
(% residuBM etanol )+(1 - % residu
BM aquadest )
xa =
(0,9285
46 gram/cm3 )(0,9285
46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285
18 gram/cm3 )
xa =
0 ,020
0,020 + 3,972 x 10-3
= 0,836
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel - 5 Data Fraksi Mol Residu
Volume (ml) Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(xa)Aquadest Etanol
0 200 0,80152 0,9285 0,836
30 200 0,85722 0,7077 0,486
60 200 0,90188 0,5172 0,295
90 200 0,92705 0,4031 0,209
120 200 0,93290 0,3749 0,190
150 200 0,93932 0,3427 0,169
180 200 0,95641 0,2479 0,114
4.2.4 Menghitung koefisien α ab
α ab =
ya (1−xa)xa (1− ya)
Pada suhu kesetimbangan 78,5 °C
α ab =
0,836 (1− 0,836 ) 0,836 ( 1− 0,836 )
= 1
Analog dengan perhitungan di atas maka untuk suhu kesetimbangan yang lain didapat :
Tabel - 6 Data α ab dari F raksi M ol D istilat (y a) dan F raksi M ol R esidu (x a)
T ( oC ) ya xaα ab
78,5 0,836 0,836 1
81 0,689 0,486 2,343
82 0,633 0,295 4,122
83 0,587 0,209 5,739
84 0,584 0,190 5,985
85 0,567 0,169 6,439
86 0,566 0,114 10,136
4.3 Grafik
4.3.1 Grafik mol etanol fase cair (xa) dan mol etanol fase uap (ya)
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)
Frak
si M
ol E
tano
l Fas
e Ua
p (y
a)
4.3.2 Grafik Suhu terhadap Fraksi mol Etano Fase cair (xa) dan Fraksi mol Etano
Fase Uap (ya)
4.3.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 175
80
85
90
95
100
xa, ya
Suhu
(oC)
1 2 3 4 5 6 776
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
αab
Suhu
(oC)
4.4 Pembahasan
Kesetimbangan uap cair dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan tersebut.
Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan etanol 96%, dimana
titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Sehingga apabila komposisi
etanol dalam suatu larutan semakin besar, maka titik didih larutan akan menjadi semakin
rendah.
Akuades merupakan pelarut murni dengan rumus kimia H2O. Akuades bersifat tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Titik didih air berada pada
1000C atau 373 K. Akuades berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan
padat dibawah tekanan dan temperatur standar. Etanol merupakan cairan yang mudah
menguap, mudah terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol memiliki titik didih 78,40C atau 351,4 K.
Campuran etanol dengan akuades akan membentuk azeotrop. Azeotrop merupakan
campuran zat cair yang fase uap dan fase cairnya mempunyai komposisi yang persis
sama. Perbandingannya kiri-kira 89 mol % etanol dan11 mol % akuades. Perbandingan
ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol dan 4% volume akuades pada
tekanan normal dan T = 351,4 K. Campuran etanol dan akuades memiliki sifat berbeda
sesuai dengan konsentrasi kedua bahan tersebut.
Untuk mengetahui kesetimbangan uap cair antara akuades dan etanol, dilakukan proses
distilasi. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini adalah perbedaan tekanan uap dan titik
didih serta berat jenis suatu pelarut/zat yang dimana saat titik didih terjadi, akan dapat
kembali menjadi cair setelah menguap serta ketetapan saat larutan itu menguap sama
dengan kecepatan pada saat zat/larutan itu kembali ke fase cairan. Campuran yang telah
dipanaskan, diuapkan kembali dialirkan ke dalam kondensor untuk diembunkan menjadi
cairan dan ditimbang dalam labu distilat setelah melewati kolom vigreaux. Uap kembali
menjadi cairan karena melewati proses pendinginan pada kondensor (fase uap akan
berubah menjadi fase cair) karena perbedaan titik didih larutan campuran. Proses distilasi
dihentikan bila campuran tersebut sudah mencapai suhu kesetimbangan saat cairan yang
berada di dalam labu leher tiga mendidih untuk pertama kali. Ketika tetesan pertama
jatuh, diberi waktu 5 menit sampai tetesan berhenti yang artinya larutan campuran
berubah dari uap menjadi cair. Hal ini terjadi bila campuran tersebut telah mencapai titik
didih pada saat gelembung pertama muncul. Cairan yang jatuh dalam labu distilat pada
saat proses distilasi disebut distilat yang berupa larutan etanol karena memiliki titik didih
yang lebih rendah dibandingkan akuades. Sedangkan cairan yang masih tertinggal di
dalam labu leher tiga dinamakan residu yang berupa akuades.
Ditinjau dari sifatnya, campuran yang hampir ideal sebab saat dicampur, akuades dan
etanol akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan yang terbentuk ini akan saling
mempengaruhi sehingga terbentuklah larutan yang homogen. Apabila fungsi keadaan
tekanan dianggap nol (isobarik) dan yang menjadi variabel bebasnya adalah temperatur
(A) dan V(x),maka secara teoritis saat T naik hingga menyebabkan campuran mendidih
maka molekul larutan A dan larutan n (untuk larutan biner) akan melepaskan molekul
yang sama besar.
Besarnya nilai densitas juga dipengaruhi oleh titik didih campuran. Namun densitas juga
sangat dipengaruhi oleh komposisi komponen tertentu. Pada campuran antara akuades
dan etanol misalnya, jika komposisi etanol semakin kecil maka titik didihnya semakin
besar dan densitasnya akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya.
Pada kenyataanya komponen yang lebih atsiri akan lebih mudah menguap dan pada titk
didih tersebut komponen-komponenya akan membentuk suatu kesetimbangan uap cair.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan membuat larutan etanol dan akuades
masing-masing dengan perbandingan 15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 6:9 ; 3:12 ; 0:15. Hasil
pengamatan menunjukkan semakin besar kadar akuades dalam campuran tersebut maka
semakin besar pula titik didih larutannya. Ini disebabkan etanol merupakan senyawa
alkohol dengan titik didih yang lebih rendah dibandingkan denagn akuades.
Nilai densitas yang diperoleh juga akan mempengaruhi fraksi mol setiap komponen.
Selain itu, fraksi mol tiap komponen juga dipengaruhi oleh komposisi tiap larutan
tersebut, maka didapatkan nilai fraksi mol etanol adalah 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ;
0,01318 ; dan 0. Nilai densitas etanol pada titik didih 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C
masing-masing sebesar 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ; 0,74849 ; 0,747626 ; dan 0 gr/mL.
Jika komposisi suatu komponen semakin besar maka fraksi molnya juga akan semakin
besar. Dengan memasukkan nilai diatas dapat dibuat grafik hubungan antara fraksi mol
dan densitas dari etanol. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut :
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Etanol
Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding lurus dengan densitas
etanol. Artinya, kenaikan nilai fraksi mol akan meningkatkan nilai densitas etanol.
Densitas etanol meningkat seiring dengan menurunnya titik didih, dengan kata lain fraksi
mol etanol yang lebih besar akan menurunkan titik didih. Hal ini terjadi karena komposisi
etanol yang lebih besar dapat menurunkan titik didih akibat titik didih etanol yang lebih
rendah dibandingkan dengan akuades. Hal yang sama juga terjadi pada densitas dari
akuades seperti yang terlihat dari grafik berikut ini :
Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Akuades
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa meningkatnya nilai fraksi mol juga meningkatkan nilai
densitas dari akuades itu sendiri. Hal ini dikarenakan penambahan volume akuades ke
dalam campuran yang semakin besar sehingga nilai dari densitas akuades itu akan
meningkat seiring pertambahan volume akuades ke dalam campuran. Dari hasil
perhitungan didapatkan nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ;
0,99200 ; 0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dan nilai fraksi mol akuades masing-
masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ; dan 1.
Titik didih juga sangat berpengaruh terhadap fraksi mol tiap komponen dalam suatu
larutan. Dengan adanya titik didih, maka dapat juga menunjukkan besarnya komposisi
tiap komponen dalam larutan. Semakin besar atau tinggi titik didihnya, maka komposisi
akuades dalam larutan itu akan menjadi semakin besar sehingga fraksi molnya juga akan
bertambah besar. Sebaliknya, jika titik didih larutan tersebut tinggi maka komposisi
etanol dalam larutan itu akan menjadi semakin kecil dibandingkan dengan akuades.
Karena titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades sehingga fraksi
molnya juga akan bertambah kecil. Hal ini dapat terlihat dalam grafik berikut ini :
Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dan Titik Didih antara Etanol dan
Akuades
Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding terbalik dengan titik didih
dan fraksi mol akuades berbanding lurus dengan titik didih. Pada akuades, ikatan molekul
dalam pencampuran menjadi lebih kuat dengan penambahan fraksi mol komposisi
akuades dalam larutan. Hal ini akan menyebabkan molekul lebih sukar untuk berpindah
dari fase cair menjadi fase uap, sehingga tekanan uap murninya menurun. Dengan
demikian campuran memerlukan suhu yang lebih tinggi dan kalor yang dibutuhkan lebih
banyak untuk mencapai titik didih larutan. Sedangkan pada etanol, penambahan
komposisi etanol ke dalam campuran akan menyebabkan gaya tarik menarik antar
molekul dalam campuran menjadi berkurang, sehingga larutan lebih mudah untuk
mencapai titik didih karena molekul-molekul dalam campuran lebih mudah untuk
berpindah dari fase cair menjadi fase uap.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair adalah suhu (titik
didih), densitas, dan komposisi zat dalam larutan.
5.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa harus teliti dalam mengukur massa piknometer
DAFTAR PUSTAKA
Auliani. 2011. Penuntun Praktikum DDPA. Gorontalo. Winda.
Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran. Bandung.
Christy, Diana. “Efek Nitrogen pada penyelam”. 27 April 2015. https://dinachristy.wordpress.com/tag/hukum-henry/.
Reza, Gusti. “Pengertian Destilasi dan macam-macam destilasi”. 27 April 2015. http://gustireza2906.blogspot.com/2013/10/pengertian-destilasi-dan-macam-macam.html
Soebagio. 2003. Kimia Analitik II. Jakarta : IMSTEP.
Supriyono. “Mengenal sekilas Azeotrop”. 27 April 2015. http://saintis-muslim.blogspot.com/2011/09/mengenal-sekilas-azeotrop.html
Syukron, Ahmad. “Fase, komponen, dan hukum gibbs”. 27 April 2015. http://conkembon.blogspot.com/2011/03/fase-komponen-dan-hukum-fase-gibbs.html.
Zulfi, Winda. “Analisa campuran 3 komponen”. 27 April 2015. http://winchemistry.blogspot.com/2012/04/refraktometri.html.