kesenian dongkrek : internalisasi nilai dan ketahanan budaya fileiv kesenian dongkrek :...
TRANSCRIPT
Kesenian Dongkrek Internasilisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif
Yudi Hartanto
Anjar Mukti Wibowo
2019
ii Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KATALOG DALAM TERBITAN ( KDT )
Kesenian Dongkrek Internasilisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Penulis
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Desain Cover
Muhammad Hanif
Layout
Lutfiah, S.H.I.
Setyaningrum
Copyright © 2019 Jakad Publishing Surabaya
Diterbitkan & Dicetak Oleh
CV. Jakad Publishing Surabaya 2019
Anggota IKAPI No. 222/JTI/2019
Jl. Gayung Kebon Sari I No. 1 Surabaya
Telp. : 081234408577
E-mail : [email protected]
Cetakan Pertama, September 2018
Cetakan Kedua, April 2019
ISBN : 978-602-52855-2-3
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta.
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur alhamdulillah atas perkenan dan ridlo Allah
SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis dapat mewujudkan karya
tulis Bahan Ajar Kesenian Dongkek sebagai acuan yang tersusun
secara sistematis guna memberikan panduan belajar kepada
mahasiswa/i sehingga mempermudah dalam proses pembelajaran.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia di era globalisasi
dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa ini tidak bisa
menghindarkan diri dari hubungan dengan budaya dari luar. Jika
masyarakat tidak selektif dan kurangnya kesadaran terhadap
kebudayaan yang telah dimilikinya, maka jati diri kebudayaan
yang dimiliki baik lokal maupun nasional lambat laun akan pudar.
Sebaliknya jika masyarakat memiliki kesadaran budaya, ketahanan
budaya, kemampuan melestarikan dan menjaganya maka budaya
luar dapat dijadikan sebagai unsur pendorong kebudayaan ke arah
yang lebih maju dan modern.
Bangsa Indonesia memiliki kesenian lokal dan nasional
yang beraneka ragam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,
salah satunya yaitu kesenian Dongkrek. Kesenian ini merupakan
kesenian tradisional khas Kabupaten Madiun yang hingga kini
masih didukung oleh masyarakat Madiun tentunya dengan nilai-
nilai budaya yang mendorongnya.
Namun tidak sedikit masyarakat belum memahami dan
menjadikannya sebagai sumber inspirasi menyikapi masalah hidup
dan kehidupan terutama yang berkaitan dengan interaksi sosial di
era globalisasi dewasa ini. Untuk itu buku ini hadir sebagai ikhtiar
untuk mengenkulturasi dan mensosialisasikan nilai-nilai
keutamaan (adiluhung) kesenian Dongkrek yang potensial untuk
iv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
dijadikan sumber internalisasi nilai dalam memperkokoh
ketahanan budaya.
Buku ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Direktur Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi.
2. Rektor Universitas PGRI Madiun atas motivasinya untuk selalu
menulis buku.
3. Ketua LPPM Universitas PGRI Madiun atas fasilitasnya.
4. Para seniman dan pemerhati kesenian Dongkrek atas
informasinya.
5. Semua pihak yang tidak disebut satu persatu atas inspirasi dan
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan dari semua pihak
untuk memberi sumbangan pemikiran baik kritik maupun saran
untuk perbaikan buku ajar ini sehingga pada penyusunan
berikutnya akan lebih baik.
Surabaya, 15 April 2019
Penulis
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................ v
Daftar Gambar ........................................................................... vii
Daftar Tabel ............................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................ 1
BAB II : INTERNALISASI NILAI KESENIAN TRA-
DISIONAL DAN KETAHANAN BUDAYA
DALAM IKHTISAR TEORITIS ......................... 5
A. Kesenian Tradisional ...................................... 5
B. Ketahanan Budaya .......................................... 6
C. Kesadaran Budaya ........................................... 8
D. Internalisasi Nilai ............................................. 10
E. Model Pembelajaran-Internalisasi Nilai ..... 14
BAB III : KESENIAN DONGKREK ..................................... 23
A. Sejarah Kesenian Dongkrek .......................... 23
B. Peralatan Kesenian Dongkrek ...................... 29
C. Pertunjukan Kesenian Dongkrek ................ 35
D. Sifat Kesenian Dongkrek ................................ 37
E. Fungsi Kesenian Dongkrek ........................... 38
F. Nilai Budaya Kesenian Dongkrek ............... 42
vi Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
BAB IV : POTENSI NILAI KESENIAN DONGKREK
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
BANGSA ................................................................ 47
BAB V : UPAYA INTERNALISASI NILAI KESENIAN
DONGKREK GUNA MEMPERKOKOH KE-
TAHANAN BUDAYA .......................................... 55
BAB VI : PENUTUP ................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 65
GLOSARIUM .............................................................................. 71
INDEKS ........................................................................................ 75
BIODATA PENULIS ................................................................. 77
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Festival Seni Dongkrek Tingkat SD, SLTP
dan SLTA ................................................................. 38
Gambar 3.2 Pertunjukan Dongkrek dalam Upacara
Bersih Desa .............................................................. 39
Gambar 3.3 Pertunjukan Dongkrek dalam Karnaval ........... 40
Gambar 3.4 Pementasan Kesenian Dongkrek dalam
Peresmian ................................................................ 41
Gambar 5.1 Siswa SMPN 1 Dolopo Latihan Seni
Dongkrek ................................................................. 56
Gambar 5.2 Grup Dongkrek SMA Negeri Saradan
dalam Lomba (Festival) Seni Tradisi-
Dongkrek ................................................................. 67
Gambar 5.3 Contoh Buku Bacaan Tentang Dongkrek
(Karya Fitriandhita dan Tim Direktorat
Kepercayaan terhadap TYE dan Tradisi
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemen-
dikbud ...................................................................... 58
Gambar 5.4 Kaos Bermotif Kesenian Dongkrek .................... 59
Gambar 5.5 Seorang sekaligus seniman Topeng Dong-
krek Andri Suwito (44) warga Desa Sumber-
bening,Kecamatan Balerejo, Kabupaten
Madiun, Jawa Timur, membuat replika penari
Dongkrek ................................................................. 60
Gambar 5.6 Modifikasi Grup Seni Dongkrek Desa Kare ..... 61
viii Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Topeng Kesenian Dongkrek dan Maknanya ........ 30
Tabel 3.2 Alat Musik Utama Kesenian Dongkrek dan
Maknanya ..................................................................... 32
Tabel 4.1 Realisasi Nilai dalam Pendidikan Karakter ........... 50
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 1
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat Indonesia di era globalisasi dan
Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa ini tidak bisa
menghindarkan diri dari hubungan dengan budaya dari luar. Jika
masyarakat tidak selektif dalam berinteraksi dengan budaya luar
dan kurangnya kesadaran terhadap kebudayaan yang telah
dimilikinya, maka jati diri kebudayaan yang dimilikinya baik lokal
atau nasional lambat laun akan pudar. Sebaliknya, jika masyarakat
memiliki kesadaran budaya, ketahanan budaya, kemampuan
melestarikan dan menjaganya maka budaya luar dapat dijadikan
sebagai unsur pendorong kebudayaan ke arah yang lebih maju dan
modern.
Salah satu unsur kebudayaan yang banyak menarik
perhatian masyarakat yaitu kesenian. Hatta (2010) menyampaikan
bahwa kesenian merupakan salah satu bagian penting dari
kebudayaan. Kesenian sebagai ekspresi dan artikulasi dari hasil
cipta, karsa dan karya dapat ditransformasikan sebagai milik dan
kebanggaan bersama yang dipangku oleh suatu masyarakat (lokal
atau nasional), sehingga kesenian dapat berperan untuk
meningkatkan ketahanan budaya berupa kekuatan dan keteguhan
sikap dalam mempertahankan budaya asli, termasuk budaya
daerah, dari pengaruh budaya asing yang dapat merusak atau
membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Bangsa Indonesia memiliki kesenian lokal dan nasional yang
luar biasa banyaknya dengan beragai keanekaragamannya yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satunya yaitu kesenian
Dongkrek. Kesenian ini merupakan kesenian tradisional khas
2 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kabupaten Madiun yang hingga kini masih didukung oleh
masyarakat. Masyarakat Madiun mendukung dan/atau me-
lestarikan kesenian Dongkrek tentunya ada nilai-nilai budaya yang
mendorongnya. Namun tidak sedikit warga masyarakat yang
belum mengetahui, memahami, dan menjadikannya sebagai
sumber inspirasi menyikapi masalah hidup dan kehidupan
terutama berkaitan dengan interaksi sosial di era global dewasa ini.
Untuk itu maka buku ini hadir sebagai ikhtiar untuk
mengenkulturasi dan mensosialisasikan nilai-nilai keutamaan
(adiluhung) kesenian Dongkrek yang potensial untuk dijadikan
sumber internalisasi nilai dalam memperkokoh ketahanan budaya.
Enkulturasi dan sosialisasi nilai kesenian Dongkrek dalam
internalisasinya gayut dengan pembelajaran tentang nilai.
Pembelajaran nilai sebagai upaya sadar untuk memberdayakan
kemampuan peserta didik agar mampu membangun dirinya dan
bersama-sama mampu membangun masyarakat dan bangsa.
Pembelajaran nilai ini membutuhkan sumber pembelajaran sebagai
kemampuan yang dipercayai yang ada pada sesuatu untuk
memuaskan manusia sehingga mendorong individu atau
kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin
dicapai atau sebagai sesuatu yang dibutuhkan melalui keputusan.
Perwujudannya yaitu norma-norma, baik norma agama, susila,
sosial, dan hukum. Hal ini juga sejalan dengan implementasi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan Pasal 1 yang menyatakan bahwa pemajuan
kebudayaan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk
meningkatkan ketahanan budaya dan konstribusi budaya
Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan,
pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 3
Kepatuhan untuk bersikap dan berperilaku sebagaimana
yang diharapkan oleh norma dapat disemai melalui proses
penghayatan terhadap nilai-nilai adiluhung (nilai kesenian
Dongkrek) ke dalam pribadi seseorang melalui pembelajaran
secara utuh. Tujuannya; (1) agar subyek yang diinternalisasi
mengetahui (knowing), (2) subyek yang diinternalisasi mampu
melaksanakan dan/atau mengerjakan yang ia ketahui (doing), dan
(3) Agar subyek yang diinternalisasi menjadi orang seperti yang ia
ketahui itu (being). Sehingga warga masyarakat terutama generasi
penerus yang mengenyam pendidikan persekolahan akan memiliki
kekuatan dan keteguhan sikap individu, kelompok sosial, atau
suatu bangsa dalam mempertahankan nilai budayanya dari
pengaruh budaya asing yang kemungkinan dapat merusak atau
membahayakan kelangsungan hidup bangsa, serta mampu
menyeleksi untuk memodernisasi budaya yang dimilikinya tanpa
menghilangkan nilai aslinya.
4 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 5
BAB II
INTERNALISASI NILAI KESENIAN TRADISIONAL DAN
KETAHANAN BUDAYA DALAM IKHTISAR TEORITIS
A. Kesenian Tradisional
Kesenian diartikulasikan sesuai dengan tuntutan
perkembangan sosial, sehingga mudah beradaptasi dan
mendorong kepekaan umum terhadap nilai-nilai keagungan
seni (Hatta, 2010). Koentjaraningrat (2009:166) menyampaikan
bahwa kesenian merupakan kompleksitas dari berbagai ide-ide,
norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta peraturan dimana
kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari manusia
itu sendiri dan pada umumnya berwujud dalam berbagai
benda-benda hasil ciptaan manusia. Sedangkan kesenian
tradisional menurut Prestia dan Susetyo (2013) berkaitan adat
kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan dalam
masyarakat. Tradisional juga dimaknai sebagai sikap dan cara
berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada
norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Hal
ini sejalan dengan pendapat Sutiyono (2012:123) bahwa seni
tradisi merupakan seni yang hidup sejak lama yang diwariskan
secara turun temurun.
Dalam karya seni tradisional tersirat dan tersurat pesan
dari masyarakatnya berupa pengetahuan, gagasan, keper-
cayaan, nilai, norma sebagai nilai budaya. Nilai budaya tersebut
menurut Uhi (2016:76-77) merupakan konsepsi umum yang
terorganisir dan dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan alam dan sosial, serta dengan
sang maha pencipta. Kluckhohn (dalam Koetjaraningrat, 2009)
6 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
juga menegaskan bahwa nilai budaya tersebut dibangun ke
dalam suatu sistem nilai budaya yang berupa pandangan hidup
(word view) bagi manusia penganutnya dan berfungsi sebagai
pedoman bagi sikap mental, cara berpikir, dan bertingkah laku.
Hatta (2010) menegaskan bahwa kesenian termasuk kesenian
tradisional dengan kandungan nilai budaya sebagaimana
disampaikan di atas bila dapat diinternalisasikan pada diri
sebagai milik bersama dan kebanggaan bersama yang dipangku
oleh suatu masyarakat (lokal atau nasional), maka kesenian
akan dapat berperan untuk meningkatkan ketahanan budaya
B. Ketahanan Budaya
Ketahanan budaya merupakan kekuatan dan keteguhan
sikap suatu bangsa dalam mempertahankan budaya asli,
termasuk budaya daerah, dari pengaruh budaya asing yang
kemungkinan dapat merusak atau membahayakan
kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan budaya berkaitan erat
dengan internalisasi atau proses transformasi nilai-nilai yang
telah teruji pada jamannya dan prospektus diwariskan kepada
berikutnya sebagai bekal membangun dirinya dan bersama-
sama dengan sesamanya membangun masyarakat dan bangsa
(Hoebel,1958). Munawaroh (2013) juga mengutarakan bahwa
konsepsi ketahanan budaya merujuk pada kemampuan budaya
lokal dalam merespon hegemoni kebudayaan asing.
Kebudayaan asing akan menyebabkan terjadinya ketegangan,
kegoncangan, atau menimbulkan kerentanan bagi kebudayaan
lokal. Oleh karena itu nilai-nilai lokal atau nasional yang
adiluhung perlu diinternalisasi kepada generasi penerus agar
punya kesadaran dan kemampuan untuk menyeleksinya.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 7
Hasil dari proses internalisasi adalah identitas. Identitas
sebagai penanda pribadi dalam sebuah kelompok masyarakat
digunakan untuk membuat seseorang memiliki rasa
bertanggung jawab. Proses internalisasi bertujuan untuk
membuat mereka menjadi bertanggung jawab. Proses
internalisasi memiliki dua aspek utama, yaitu pendidikan
formal dan informal. Pendidikan formal dilakukan melalui
sebuah lembaga pendidikan, sedangkan pendidikan informal
yang disebut sebagai child training dilakukan oleh keluarga dan
teman (Soekanto dan Sulistyowati,2014)
Upaya pewarisan kebudayaan menurut Kaplan dan
Manners (2012) memiliki syarat-syarat yakni sistem budaya
tersebut memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat
hidup terus sebab pelestarian kebudayaan dan fungsi
kebudayaan dapat dipertahankan apabila dapat menyelaraskan
dengan dinamika jaman akan tetapi kalau tidak bisa
menyelaraskannya maka akan terjadi perubahan fungsi yang
tidak seharusnya. Adapun cara membudayakan menurut
Hastrup dan Hervik (1994) dapat dilakukan dengan dengan 2
(dua) cara yaitu; (1) Culture Experience, dan (2) Culture Knowledge.
Ketahanan budaya menurut Breda, Handerson, dan
Hatta (dalam Milyartini dan Alwasilah.2012: 46) harus selalu
diartikan secara dinamis, di mana unsur-unsur kebudayaan
dari luar ikut memperkokoh unsur-unsur kebudayaan lokal
dan tidak sebaliknya. Jadi bicara mengenai ketahanan budaya
pada dasarnya adalah upaya pelestariannya dan pengem-
bangannya secara dinamis dengan upaya-upaya yang lebih
khusus.
8 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
C. Kesadaran Budaya
Ketahanan budaya suatu bangsa secara subtantif
berhubungan dengan kesadaran budaya (cultural awareness).
Kesadaran budaya adalah kemampuan seseorang atau bangsa
untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan
nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya,
seseorang atau bangsa dapat menilai apakah hal tersebut
normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin
tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh
karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari
dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya
dan mampu untuk menghormatinya.
Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman
kebutuhan untuk mempertimbangkan budaya, faktor-faktor
penting dalam menghadapi situasi tertentu. Pada tingkat yang
dasar, kesadaran budaya merupakan informasi, memberikan
makna tentang kemanusiaan untuk mengetahui tentang
budaya.
Terbentuknya kesadaran budaya pada individu melalui
berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya
adalah persepsi dan emosi. Adapun tingkatan kesadaran
budaya sebagai berikut:
1. Data dan information
Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi
secara kognitif. Data terdiri dari signal-signal atau tanda-
tanda yang tidak melalui proses komukasi antara setiap
kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau rasa yang
berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang manusia.
Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 9
informasi tentang beragam perbedaan yang ada. Dengan
adanya data dan informasi maka hal tersebut dapat
membantu kelancaran proses komunikasi.
2. Culture consideration
Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentang
suatu budaya maka dapat memperoleh pemahaman ter-
hadap budaya dan faktor apa saja yang menjadi nilai-nilai
dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan per-
timbangann tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh
suatu budaya secara umum dan dapat memaknainya.
Pertimbangan budaya ini dapat memperkuat proses
komunikasi dan interaksi yang akan terjadi.
3. Cultural knowledge
Pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi
seseorang untuk menghadapi situasi yang akan
dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya
pengetahuan tentang budaya orang lain namun juga
penting untuk mengetahui budayanya sendiri. Oleh karena
itu, pengetahuan terhadap budaya dapat dilakukan melalui
pelatihan-pelatihan khusus. Tujuannya adalah untuk
membuka pemahaman terhadap sejarah suatu budaya. Ini
termasuk pada isu-isu utama budaya seperti kelompok,
pemimpin, dinamika, keutaman budaya dan keterampilan
bahasa agar dapat memahami budaya tertertu.
4. Cultural Understanding
Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan
juga budaya orang lain melalui berbagai aktivitas dan
pelatihan penting agar dapat memahami dinamika yang
terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu,
10 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
penting untuk terus menggali pemahaman budaya melalui
pelatihan lanjutan. Adapun tujuannya adalah untuk lebih
mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan
budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses
berfikir, faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang
secara langsung mendukung proses pengambilan suatu
keputusan.
5. Cultural Competence
Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi
budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat
menentukan dan mengambil suatu keputusan dan
kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan
pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive).
Hal ini penting karena dengan kecerdasan budaya yang
memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan
pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu.
Implikasidari kompetensi budaya adalah pemahaman
secara intensif terhadap kelompok tertentu.
D. Internalisasi Nilai
Internalisasi secara harfiah mengandung makna
penghayatan atau proses terhadap ajaran, doktrin, atau nilai
sehingga seseorang menyadari keyakinan akan kebenaran
doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Internalisasi merupakan tahap pembatinan kembali hasil-hasil
objektivasitas dengan mengubah struktur lingkungan lahiriah
itu menjadi struktur lingkungan batiniah, yaitu kesadaran
subyektif (Berger dalam Hardiman, 2003). Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) internalisasi memiliki arti
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 11
penghayatan, penugasan, penguasaan secara mendalam atas
nilai yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan,
penyuluhan, penataran, dan sebagainya.
Abercrombie dkk. (2010:386) juga mendefinisikan
internalisasi sebagai suatu konsepsi yang merujuk pada proses
individu atau kelompok belajar dan menerima nilai-nilai sosial
dan norma-norma perilaku yang relevan bagi kelompok
sosialnya dan masyarakat luas. Hal serupa disampaikan oleh
Johnson (1986) bahwa internalisasi adalah “proses dengan mana
orientasi nilai budaya dan harapan peran benar-benar disatukan
dengan sistem kepribadian”. Scott (2012) juga menegaskan
bahwa internalisasi melibatkan ide, konsep dan tindakan yang
bergerak dari luar ke suatu tempat di dalam pikiran dari suatu
kepribadian.
Dari berbagai definisi dan pendapat di atas maka yang
dimaksud internalisasi dalam konteks ini yakni proses
penghayatan terhadap nilai-nilai adiluhung (nilai kesenian
Dongkrek) ke dalam pribadi seseorang melalui pembelajaran
secara utuh sehingga pribadi, sikap dan perilakunya
mencerminkan kesadaran akan nilai-nilai adiluhung yang
dimilikinya dan kemampuan merespon hegemoni kebudayaan
asing.
Menurut Widyaningsih, Zamroni, dan Zuchdi (2014) ada
empat indikator yang terkandung dalam internalisasi, yaitu: (1)
Internalisasi merupakan sebuah proses karena di dalamnya ada
unsur perubahan dan waktu. Proses penanaman nilai
memerlukan waktu yang terus menerus dan berkelanjutan
sehingga seseorang akan menerima nilai-nilai yang telah
ditanamkan pada dirinya dan akan memunculkan perilaku
12 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
sesuai dengan nilai yang diperolehnya. Hal ini berarti ada
perubahan dalam diri seseorang itu dari belum memiliki nilai
tersebut menjadi memiliki, atau dari sudah memiliki nilai
tersebut tetapi masih lemah dalam mempengaruhi perilakunya
menjadi memiliki nilai tersebut lebih kuat mempengaruhi
perilakunya.
Berdasarkan proses tersebut di atas maka ada dua hal
yang menjadi inti internalisasi, yaitu: proses penanaman atau
pemasukan sesuatu yang baru dari luar ke dalam diri seseorang,
dan proses penguatan sesuatu yang telah ada dalam diri
seseorang sehingga membangun kesadaran dalam dirinya
bahwa sesuatu tersebut sangat berharga, (2) Mendarah daging
mempunyai makna bahwa sesuatu telah meresap dalam
sanubarinya sehingga menjadi kebiasaan yang tidak bisa
dilepaskan dari dirinya, (3) Menjiwai pola pikir, sikap, dan
perilaku. Makna menjiwai dalam internalisasi yakni nilai-nilai
menjadi dasar dalam pola pikir, sikap, dan perilaku. Nilai-nilai
yang telah tertanam dalam diri seseorang akan membangun
pola pikir (mindset) dalam diri seseorang selanjutnya nilai
tersebut akan menjadi dasar dalam bersikap dan berperilaku, (4)
Membangun kesadaran diri untuk mengaplikasikan Kesadaran
diri merupakan komponen kecerdasan emosional yang
mengandung arti mempunyai pemahaman terhadap sesuatu
dalam hal ini nilai yang menjadi sumber kekuatan dan
pendorong diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.
Kesadaran diri merupakan pemahaman seseorang akan nilai-
nilai dan tujuan diri. Seseorang yang sadar diri tahu kemana
arah yang akan ia tuju dan mengapa ia melakukannya.
Keputusan yang diambil oleh orang dengan kesadaran diri
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 13
tinggi akan cenderung selaras dengan nilai-nilai yang mereka
anut sehingga membuat mereka berperilaku sesuai nilai-nilai
yang dianutnya. Dengan internalisasi nilai akan terbangun
kesadaran diri sehingga seseorang mengaplikasikan nilai-nilai
yang telah diinternalisasikannya selaras dengan hatinya, ada
ketulusan dalam mengaplikasikan nilai, tanpa ada kepura-
puraan karena tujuan tertentu.
Proses internalisasi nilai menurut Muhaimin (1996)
dilakukan melalui berbagai tahapan yaitu (1) menyimak, subyek
dikondisikan untuk bersedia diberi stimulus berupa nilai-nilai
yang ditransformasikan, (2) menanggapi, subyek bersedia
memberi respon terhadap nilai-nilai yang ditransformasikan
sampai pada tahap memiliki kekuatan untuk merespon nilai
tersebut, (3) memberi nilai, subyek menindaklanjuti responnya
terhadap nilai-nilai dengan pemberian makna nilai-nilai yang
diyakini memiliki kebenaran dan sebaliknya, (4) mengorganisir
nilai, subyek mengatur berlakunya sistem nilai yang diyakini
kebenarannya (5) karakteristik nilai, subyek dibiasakan
mengiplementasikan nilai yang telah diorganisir ke dalam sikap
dan perilakunya.
Koentjaraningrat (2009:85) menyampaikan nilai budaya
terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran
sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang
mereka anggap sangat mulia. Nilai budaya ini dianggap
bernilai, berharga, dan penting oleh sebagian besar manusia.
Marzali (2009:105) menegaskan bahwa nilai budaya tersebut
dimanivestasikan dalam ucapan, tindakan, dan materi atau hasil
kelakuan masyarakat. Soekanto dan Sulistyowati (2014:153) dan
Uhi (2016:770) juga menyampaikan bahwa nilai budaya
14 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
memiliki fungsi sebagai bekal menyikapi berbagai macam
kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-
anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan
lainnya untuk mengatur agar manusia dapat mengerti satu
sama lainnya, bagaimana manusia bertindak dan bagaimana
manusia itu berbuat untuk kebaikan bersama agar harmonis.
Dari makna internalisasi dan nilai budaya di atas maka
tujuan internalisasi nilai budaya mengarah pada tiga hal, yaitu;
(1) agar subyek yang diinternalisasi mengetahui (knowing), (2)
subyek yang diinternalisasi mampu melaksanakan dan/atau
mengerjakan yang ia ketahui (doing), dan (3) Agar subyek yang
diinternalisasi menjadi orang seperti yang ia ketahui itu (being).
E. Model Pembelajaran-Internalisasi Nilai
Ada berbagai model pembelajaran sebagai kerangka
konsep yang melukiskan prosedur yang menjadi pedoman guru
dalam melaksanakan internalisai untuk mencapai tujuan
penanaman nilai. Zuchdi (2009:5) mengungkapkan bahwa ada
model pembelajaran nilai secara langsung dan model tak
langsung. Model tak langsung (pendekatan kontemporer),
dimulai dengan tidak menentukan perilaku yang diinginkan,
dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang
dikendaki diparktikan. Model ini menghasilkan kemungkinan
nilai-nilai yang dikehendaki sulit didapat dan salah
penafsirannya. Sedangkan model pendidikan nilai secara
langsung (pendekatan tradisional) cenderung indoktrinasi dan
menghasilkan nilai-nilai yang dapat diserap, dihafal, tetapi tidak
terinternalisasi apalagi diamalkan. Andaikata diterapkan itupun
ketika ada pengawasan, tidak atas dasar kesadaran diri.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 15
Sehingga diperlukan model internalisasi yang memiliki prinsip-
prinsip; (1) memfokuskan pada peran pembelajaran dalam
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa (direct
instruction), dan (2) memfokuskan pada pembelajaran
meningkatkan kreativitas dan potensi manusia atau hasil afektif.
Model ini dimungkinkan dapat mengeliminir kelemahan
pendekatan langsung dan tidak langsung.
Alternatif model yang dikembangkan dapat merujuk pada
kontruktivisme dan teknis pelaksanaannya dengan klarifikasi
nilai. Konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran
yang menekankan bahwa individu sebagai peserta didik dapat
belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan dan pemahaman (Santrock:2007). Sehingga
pendidikan nilai sebagai proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek
semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai
subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya.
Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal
dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang, tidak
bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, dan tergantung
individu yang melihat dan mengkontruksinya (Sanjaya, 2005).
Sanjaya (2005) juga menyampaikan bahwa pembelajaran
menurut teori konstruktivisme Pieget dan Vigotsky bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Teori konstruktivisme juga lebih menekankan bahwa
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruk-
16 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
tivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman
sehingga seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis.
Berangkat dari esensi konstruktivisme di atas maka dalam
proses belajar pembelajaran pusatnya pada peserta didik. Hal
tersebut sebagaimana yang disampaikan Kurniawan (2013)
bahwa pemikiran konstruktivisme memandang proses pem-
belajaran seharusnya dilaksanakan dengan memberikan ruang
yang cukup bagi peserta didik untuk aktif dan menjadi pusat
kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi
dengan menggunakan teknik-teknik yang membuat informasi
menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Salah satu teknik
pembelajaran yang gayut dan dapat dimanfaatkan yakni teknik
klarifikasi nilai.
Shaver dan Strong (1982) menyatakan The values clarification
approach centers on the valuing process. It si cocerned with technique
for stimulating students to think about and clarify their own values
(pendekatan klarifikasi nilai memfokuskan pada aspek penilaian
didukung dengan berbagai teknik untuk menstimulasi siswa
dan berfikir tentang nilai dan menemukan nilai-nilai yang ada
dalam diri mereka). Karifikasi nilai ini pada prinsipnya untuk
membantu siswa menggunakan kemampuan berfikir rasional
dan emosional dalam menilai perasan,nilai dan tingkah laku
mereka sendiri. Model ini juga menekankan bagaimana
sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut
anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut
akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 17
masyarakat. Harmin (Zuchdi,2009) menyampaikan bahwa teori
klarifikasi nilai mengajarkan suatu bentuk inkuiri nilai yang
melibatkan proses menghargai kepercayaan dan perilaku
pribadi, memilih kepercayaan dan perilaku pribadi, dan
bertindak sesuai dengan kepercayaan pribadi. Pendekatan ini
menyebabkan seseorang lebih menyadari kepercayaan sendiri
dan kepercayaan orang lain. Pendekatan akan membuat peserta
didik menyadari nilai-nilai mereka yakini dan nilai-nilai yang
diyakini orang lain.
Implementasi klarifikasi nilai di atas dalam teknisnya
menggunakan Value Clarification Technique (VCT). VCT
merupakan cara menanamkan dan menggali/mengungkapkan
nilai-nilai tertentu. Taniredja (2011:88) juga menyampaikan
bahwa VCT adalah teknik pembelajaran untuk membantu siswa
dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap
baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses
menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri
siswa. Hal serupa disampaikan Suryani (2013) bahwa VCT
merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik
dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik
dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses meng-
analisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam dirinya.
VCT berfungsi: (a) untuk mengukur atau mengetahui
tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, (b) untuk membina
kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang
positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah
peningkatan atau pembetulannya; (c) untuk menanamkan suatu
nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima
siswa sebagai milik pribadinya (Siswandi,2009:77). Sedangkan
18 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
tahapan pelaksanaannya menurut Oliha dan Audu (2015) yakni
the discovery, the claiming, and accetance. Sedangkan sintaks
(prosedur pelaksanaan) VCT menurut Rai (2014) dan
Wiradimadja (2016) yaitu (a) melibatkan siswa dalam
mengembangkan pemahaman dan pengenalannya terhadap
nilai-nilai, mengambil keputusan, dan bertindak sesuai dengan
keputusan pribadi, (b) mendorong siswa dengan pertanyaan
dan mengembangkan psikomotor dalam mengevaluasi nilai,
dan (3) menelaah dan menegaskan nilai-nilai yang seharusnya
dipedomani dalam bersikap dan berperilaku.
John Jarolimek (dalam Sanjaya, 2008) menjelaskan langkah
pembelajaran dengan VCT dalam 7 tahap yang terbagi ke
dalam 3 tingkat. Tingkat pertama kebebasan memilih yang
mencakup 3 tahap yaitu; (1) memilih secara bebas artinya
kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik;
(2) memilih dari beberapa alternatif, artinya untuk menentukan
pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3)
memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi
yang akan timbul sebagai akibat pilihannya. Tingkat kedua
menghargai yang mencakup 2 tahap yaitu; (1) adanya perasaan
senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya
sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari dirinya sendiri; (2)
menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam
dirinya di depan umum. Artinya bila menganggap nilai itu
suatu pilihan makan akan berani dengan penuh kesadaran
untuk menunjukkan di depan oran lain. Tingkat ketiga berbuat
mencakup 2 tahap yaitu; (1) kemauan dan kemampuan untuk
mencoba melaksanakannya, (2) mengulangi perilaku sesuai
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 19
dengan nilai pilihannya yang dicerminkan dalam sikap dan
perilakunya sehari-hari.
Dengan merujuk pada teori internalisasi nilai dengan VCT
di atas dapat dikembangan berbagai model internalisasi, satu
dianataranya yaitu “Model Nampe” (Hanif, Hartono, Wibowo:
2018). Nama model ini diambil dari langkah-langkah
pelaksanaan internalisasinya yang terdiri dari 6 (eNAM)
langkah dan masing-masing diawali dengan huruf P (dibaca
PE) yaitu; (1) Pengenalan konsep nilai kesenian dan ketahanan
budaya, (2) Penyajian stimulus, (3) Pemberian kesempatan
mengambil keputusan nilai, (4) Pengklarifikasian hasil
keputusan nilai, (5) Pembahasan hasil keputusan nilai, dan (6)
Penyimpulan nilai dan ketahanan budaya.
Model Nampe memuat enam prinsip yaitu
a. Pengenalan Konsep Nilai Kesenian dan Ketahanan Budaya
Penyampaian konsep/abstraksi/pengertian yang mencerita-
kan sesuatu yang berharga yang terkandung dalam
kesenian sehingga perlu dilestarikan dan dijadikan acuan
membangun kesadaran budaya (cultural awareness) yaitu
kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri
dan menyadari akan nilai-nilai budaya yang dimilikinya
dan nilai budaya yang masuk
Dalam konteks ini nilai kesenian yang dikenalkan yakni
nilai kesenian Dongkrek. Pengenalan nilai kesenian
Dongkrek tidak dilaksanakan secara reseptif tetapi dengan
inkulkasi. Inkulkasi merupakan proses penanaman nilai
tanpa indoktrinasi tetapi dilakukan dengan cara meng-
komunikasikan nilai-nilai kesenian Dongkrek disertai
argumentasi yang rasional. Nilai-nilai yang diinkulkasi
20 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
dalam konteks ini yakni nilai-nilai kesenian Dongkrek
dalam kaitannya dengan ketahanan budaya masyarakat
atau bangsa.
b. Penyajian Stimulus
Penyajian stimulus yang berupa kasus berkaitan dengan
nilai kesenian Dongkrek dan ketahanan budaya. Kasus
dapat diambil dari peristiwa yang terjadi di lingkungan
sekitar siswa maupun peristiwa yang berskala nasional.
c. Pemberian Kesempatan Mengambil Keputusan Nilai
Pemberian kesempatan siswa memberi respon dan
mengambil dan/atau memutuskan nilai (fasilitasi)
merupakan sarana pengembangan keterampilan berpikir
kritis, berpikir kreatif, dan menemukan resolusi konflik
(proses analisis dan penyelesaian masalah dengan
mempertimbangkan kepentingan individu dan kelompok)
Siswa dapat melalui tulisan artikel/makalah/paper me-
nuangkan tanggapan dan keputusan nilai dengan mencari
sandaran dan rujukan yang berharga guna menuntun
perilakunya. Fasilitasi ini memiliki dampak positif pada
perkembangan kepribadian karena dapat meningkatkan
hubungan guru dengan subyek didik, membantu subyek
didik memperjelas pemahaman, dan memotivasi subyek
didik persoalan nilai dengan kehidupan dan keyakinannya.
d. Pengklarifikasian Hasil Keputusan Nilai
Pengklarifikasian keputusan nilai dilaksanakan dengan cara
diskusi kelompok atau diskusi kelas, subyek didik memberi
klarifikasi atau penjelasan tentang nilai-nilai yang diyakini
benar sebagai penuntun bersikap dan berperilaku dalam
berinterakasi dengan budaya mancanegara.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 21
Pengklarifikasian keputusan nilai ini sebagai sarana
pengembangan keterampilan asertif (kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan
menghagai hak-hak serta perasaan pihak lain) dan
bertanggungjawab terhadap setiap sikap dan tindakan yang
diambilnya.
e. Pembahasan Hasil Keputusan Nilai
Pembahasan hasil keputusan nilai dilaksanakan secara
dialog terpimpin oleh pembelajar/guru. Kegiatan ini untuk
membuktikan kebenaran nilai kesenian yang diambilnya.
Kebenaran nilai bisa menggunakan teori kebenaran
korespondensi (kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek
yang dituju/dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut), teori kebenaran koherensi (suatu pernyataan itu
benar apabila sama dengan pernyataan lain yang kebenaran
sudah diterima), teori kebenaran pragmatisme (sesuatu itu
benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam
keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan
kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya
manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini
manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan), atau teori kebenaran religius
(kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan bersifat
superrasional dan superindividual yang berlaku bagi
seluruh umat manusia).
22 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
f. Penyimpulan Nilai Kesenian Dongkrek dan Ketahanan
Budaya
Pembelajar dengan subyek didik merumuskan kesimpulan.
Perumusan nilai ini merupakan proses mendeskripsikan
temuan yang diperoleh tentang nilai kesenian Dongkrek.
Melalui kegiatan ini subyek didik akan dapat mengambil
inti sari nilai yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan
dan keteguhan sikap dan tindakan dalam mempertahankan
nilai budaya yang dimilikinya dari pengaruh budaya asing
yang kemungkinan dapat merusak atau membahayakan
kelangsungan hidupnya khususnya dan masyarakat bangsa
pada umumnya.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 23
BAB III
KESENIAN DONGKREK
A. Sejarah Kesenian Dongkrek
Kesenian Dongkrek merupakan salah satu kesenian
tradisional khas Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur
Indonesia. Proses lahirnya kesenian Dongkrek tidak dapat
dilepaskan dari sang tokoh yang bernama Raden Sosro
Widjoyo yang bergelar Raden Ngabehi Lho Prawiro Dipoero
III. Dia menjabat sebagai Palang Caruban (sekarang Kecamatan
Mejayan) pada masa Kadipaten Madiun diperintah R.M.T
Sosrodiningrat (1879-1885). Palang merupakan jabatan “Lurah
Kepala” (Hoofd Lurah) yang bertanggung jawab langsung
kepada wedana sebagai atasannya. Raden Ngabei Lho Prawiro
Dipoero III merupakan putera daerah asli Mejayan yakni
putera nomor empat dari Raden Ngabehi Prawirodipoerno II
(Wedana Caruban).
Pada tahun 1866-an daerah Caruban mengalami krisis
pangan (pageblug) dan terjangkit wabah penyakit mematikan.
Dalam situasi dan kondisi yang memprihatikan ini. Raden
Ngabei Lho Prawiro Dipoero III prihatin terhadap situasi dan
kondisi tersebut dan berusaha mencari solusinya. Dia
membantu tugas ayahnya sebagai palang dengan melakukan
ikhtiar dengan cara semedi atau bertapa di gunung kidul
Caruban. Ketika melakukan semedi, dia diganggu oleh
sekawanan buto atau genderuwo namun dihadang oleh abdinya
yang bernama Roro Tumpi dan Wewe Putih. Dia juga
berjumpa dengan orang tua yang membawa cemeti dan
memberikanya untuk menyingkirkan para genderuwo yang
24 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
mengganggu dan menghilangkan wabah di kawasan Caruban.
Cemeti tersebut oleh Lo Prawirodipuro digunakan untuk
menyambuk para genderuwo yang mengganggu dan akhirnya
para genderuwo kalah dan menyerah. Sebagai bentuk
konsekuensi dari kekalahannya maka para genderuwo tersebut
oleh Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III diwajibkan untuk
ikut serta mengatasi krisis dan wabah yang melanda daerah
tersebut. Selanjutnya Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III
bersama Rara Ayu, Rara Tumpi, dan para gendruwo berjalan
keliling kawasan Mejayan.
Setelah krisis pangan dan wabah penyakit berlalu,
Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III membuat topeng
menyerupai sosok yang mengganggunya ketika dia melakukan
semedi dan memperlihatkannya kepada ayahnya Raden
Ngabehi Prawirodipoerno II. Raden Ngabehi Prawirodipoerno
II memberi respon positif dan bertitah supaya topeng-topeng
diceremonialkan dan diarak keliling kampung setahun sekali
pada tengah malam untuk tolak bala atau menghindari dan
mencegah musibah seperti yang terjada pada masa
sebelumnya. Dia menyetujui dan melengkapi topeng-topeng
beserta perangkat musik sebagai pengiringnya yang berupa
bedug dan korek. Bedug tersebut bila ditabuh mengeluarkan
bunyi dong, sedangkan korek korek (kayu berbentuk bujur
sangkar dengan satu ujungnya terdapat tangkai kayu bergerigi
yang saat digesek berbunyi krek) bila digesek mengeluarkan
bunyi krek. Setelah perangkat dipandang cukup, Lo
Prawirodipuro melakukan ritual gerakan menolak bala yang
diragakan oleh warga masyarakat diiringi bedug dan korek.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 25
Suara bedug dan korek yang dominan dalam ritual inilah maka
tradisi seni menjadi populer dengan nama Seni Dongkrek.
Pendapat tentang lahirnya seni Dongkrek disampaikan
di atas juga sejalan dengan pendapat Jaecken (2011) bahwa
kemunculan kesenian dongkrek dimulai pada saat daerah
Menjayan terkena wabah penyakit. Ketika siang sakit, sore hari
meninggal, atau pagi sakit malam harinya meninggal dunia.
Sebagai seorang pemimpin, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro
merenung untuk mencari metode yang tepat untuk
penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya.
Setelah melakukan renungan, meditasi, dan bertapa di gunung
kidul Caruban, dia mendapatkan wangsit untuk membuat
semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala
tersebut.
Asal-usul Seni Dongrek juga dirunut melalui tembang
gambuh. Tembang gambuh merupakan salah satu tembang yang
berisi tentang berbagai ajaran kepada generasi muda,
khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan manusia
dengan Tuhan dan antara manusia satu dengan yang lainnya.
Beberapa kalangan ada yang memaknai kata gambuh sebagai
sebuah kecocokan, sepaham dan sikap bijaksana. Sikap
bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya,
sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil. Menurut
Wahyuningsih dkk (2012) tembang gambuh yang dapat dirujuk
untuk mengungkap Kesenian Dongkrek yaitu
Keparengo amatur//
Sekar gambuh amurwani atur//
Seni dongkrek angirto dongkrek kang asli//
Ngleluri budoyo luhung//
26 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Ciptane leluhur kito Semangke kang cinatur//
Riwayat dongkrek engkang asli//
Asal saking Dusun Menjayan kang asli//
Palang kaleng-gahanipun//
Priyo luhur kang yoso Jamane kang kapungkur//
Duk semono Menjayan kang usun// Katrajang eng pagablug
akeh pepati//
Tambah-tambah polah ipun//
Kawulo ngudi usodo Berkah kang Moho Agung//
Eyang Palang hang sakti kalangkung//
Metu broto angento dongkrek mauwarni//
Kinaryo mbrasto pageblug//
Serno tapis tanpo siso Suko sukur yang Agung//
Poro kawulo bingah kalangkung//
Eyang Palang aparing dawuh sayekti//
Istinen budoyo luhung//
Nirkolo suko raharjo
(SK Desa Mejayan No 2/DK/4/414.107.07/0/2003)
Ijinkanlah saya bicara.
Tembang gambuh mengawali pembicaraan
Mengertilah seni Dongkrek yang asli.
Melestarikan budaya yang mulia
Cerita pendahulu kita yang sekarang mejadi tema
pembicaraan.
Sejarah dongkrek yang asli
Asal seni Dongkrek yang asli dari Desa Mejayan.
Wedana jabatannya.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 27
Lelaki yang luhur yang menciptakan dongkrek di masa
yang telah lalu.
Ketika itu Dusun Mejayan dilanda wabah
Tertimpa wabah banyak yang meninggal
Bermacam-macam usahanya.
Rakyat berupaya mencari penolaknya
Mohon pertolongan Yang Maha Agung.
Eyang Palang yang sangat sakti.
Bersemedi menciptakan dongkrek yang seperti itu
(ujudnya)
Untuk memberantas wabah.
Hilang tanpa sisa, puji syukur kepada Yang Maha Agung
Rakyat merasa senang tidak terhingga
Eyang Palang memberi petuah/wejangan tentang
kebenaran
Sejatinya budaya yang mulia
Terhindar dari musibah dan mendatangkan kesejahteraan
Kesenian Dongkrek berkembang dengan pesat dan
mengalami masa keemasan pada tahun 1867-1902. Setelah
tahun tersebut kesenian Dongkrek mengalami pasang surut
seiring dengan dinamika politik di tanah air. Pada masa
kolonialisme Belanda, pemerintah penjajah melarang kesenian
Dongkrek dipertontonkan dan dijadikan pertunjukan rakyat.
Larangan pemerintahan penjajah Belanda tersebut karena
adanya kekawatiran apabila kesenian dongkrek terus
berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang
kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda.
28 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) eksis dan
memiliki pengaruh yang kuat di Madiun, kesenian Dongkrek
dieksploitasi sedemikian rupa sebagai sarana propaganda
politik PKI. Musik dan lagu yang terkenal “genjer-genjer”
menjadi suguhan yang wajib ada dalam pementasan kesenian
Dongkrek. Pasca peristiwa Madiun Affair (Pemberontakan PKI
di Madiun 1948) walaupun tidak seagresif sebelumnya, tampak
PKI masih memanfaatkan kesenian Dongkrek sebagai media
menyebarluaskan dan menanamkan faham komunis di tengan-
tengah masyarakat. Upaya-upaya PKI tersebut terus
berlangsung sampai dengan peristiwa G30S PKI tahun 1965.
Setelah peristiwa G30S PKI ada upaya dari pemerhati,
seniman, dan juga pemerintah melalui dinas terkait melakukan
upaya mengeliminir stigma negatif akibat ulah PKI. Hal
tersebut sebagaimana yang dilakukan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupeten Madiun bersama Propinsi Jawa Timur
pada tahun 1973 yang berusaha melakukan revitalisasi dan
upaya lain untuk melestarikan kesenian Dongkrek.
Pada tahun 1980 kembali dikembangkan oleh Suwondo,
Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun. Pada tahun 1996 Pemerintah Kabupaten
Madiun melaksanakan Festival Dongkrek di tingkat kabupaten.
Pada tahun 2002 Dongkrek diikutsertakankan pada festival-
festival di luar kota Madiun, termasuk Festival Cak Durasim
Surabaya, dan pernah tampil di Istana Merdeka Jakarta.
Kesenian dongkrek dalam perkembangan selanjutnya
mengalami berbagai modifikasi seperti menambah sejumlah alat
musik lainnya diantaranya kempul, gong kempul, kenong, gong besi,
kentongan dan kendang. Perpaduan alat musik ini dipengaruhi
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 29
budaya Islam, China dan kebudayaan jawa umumnya (Andri
Suwito-Kelompok Seni Dongkrek Condro Budoyo Madiun).
Setiap pementasan dongkrek, menggunakan tiga jenis topeng
yakni topeng raksasa atau Banaspasti melambangkan kejahatan,
topeng perempuan sedang mengunyah sirih melambangkan
cibiran serta topeng orang tua melambangkan kebaikan. Dalam
pemetasannya, terjadi pertarungan antara Banaspati dan orang
tua yang menggambarkan pertarungan antara kejahatan dengan
kebaikan. Alhasil pertempuran itu selalu dimenangkan tokoh
yang baik.
Perkembangan dengan sejumlah modifikasi di atas
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat saat
ini. Modifikasi itu meliputi, penari perempuan yang semula tiga
dikembangkan menjadi delapan, satu penari Banaspati
ditambah menjadi empat. Kadang ditambah penari anak-anak
dan pemusik berkembang menjadi sekitar 25 pemain dalam
setiap pementasannya.
Kutanegara dkk (2012) menyampaikan bahwa
perkembangan Dongkrek seperti itu mengakibatkan
bergesernya fungsi, menjadi dualistik yaitu sebagai seni tradisi
yang sakral dan seni tontonan yang menuntun. Fungsi pertama
sebagai penolak bala (gangguan supranatural), sedangkan
fungsi kedua sebagai media hiburan yang memiliki nilai
tontonan dan sekaligus tuntunan.
B. Peralatan Kesenian Dongkrek
Peralatan kesenian Dongkrek dari waktu ke waktu
mengalami perkembangan namun tidak merubah piranti dasar
yaitu topeng dan alat musik utama yang berupa korek, bedug,
30 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
beri, gong, kentongan, dan kenong. Topeng dan alat-alat musik
tersebut memiliki makna sebagai berikut
1. Topeng dan Maknanya
Topeng-topeng yang digunakan dalam kesenian
Dongkrek masing-masing topeng memiliki makna dan watak
dari karakter pemeran yang menggambarkan watak masing-
masing orang dalam kehidupan bermasyarakat bahwa
“kejahatan akan kalah oleh kebajikan”. Hal tersebut tampak
pada tabel di bawah ini
Tabel 3.1 Topeng Kesenian Dongkrek dan Maknanya
Topeng Raden Prawirodipura
Menggambarkan watak kesatria, bijak,
dan kuat lahir-batin
Topeng Roro Ayu
Menggambarkan wanita yang cantik
(putri pejabat) yang anggun, sopan
dalam berbicara, perilaku, dan selalu
berbuat kebaikan
Topeng Roro Perot / Wewe Putih.
Menggambarkan wajah dari abdi
kinasih (pengikut setia) Raden
Prawirodipoero yang berwatak ajeg
atau berpendirian teguh tidak mudah
terpengaruh oleh orang lain, kemam-
puan yang dimilikinya, pantang
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 31
menyerah dapat diandalkan, juga
sangat setia.
Topeng Genderuwo Abang.
Menggambarkan watak yang mudah
marah, emosional, kasar, kaku dan
suka membuat masalah dengan yang
lainnya.
Topeng Genderuwo Ireng
Menggambarkan watak yang buruk.
Memiliki watak sifat pemalas, suka
makan banyak namun malas untuk
bekerja.
Topeng Genderuwo Putih
Menggambarkan watak yang baik,
memiliki tatakrama dan manusiawi.
Warna putih diwariskan dari sumber
kehidupan yaitu air, yang mengalir
bening, bersih, ternih dan menyuci-
kan.
Topeng Genderuwo Ijo
Menggambarkan watak yang hampir
sama dengan genderuwo putih,
ksatria, berani bertanggung jawab,
santun, namun hanya sebagai penutup
atas kemegahan dan kemewahan atas
keberadaan harta dan benda.
32 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Topeng Genderuwo Kuning
Menggambar watak sebagaimana
genderuwo hijau, watak/nafsu supiah
yang berjiwa ksatria, berani menang-
gung dosa, memiliki tata krama dan
manusiawi namun bersifat duniawi
dan memuja keindahan dan ke-
mewahan harta.
Sedangkan alat musik utama kesenian Dongkrek yang
digunakan dan maknanya sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini
Tabel 3.2 Alat Musik Utama Kesenian Dongkrek dan
Maknanya
Kentongan
Kentongan dalam pementasan
kesenian Dongkrek biasanya
menggunakan 3 buah dan
karakter bunyi yang ditimbul-
kan dari kentongan adalah
thok, thok, thok. Maknanya
sebagai suatu tanda untuk
mengumpulkan atau meng-
gerakkan masyarakat guna
bersatu padu (Sayek sa eko
proyo). Dengan suara thok thok
diilustrasikan seperti titir (pe-
nanda bunyi sebagai media
penyampai pesan)
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 33
Kenong
Kenong dalam pementasan
Kesenian Dongkrek biasanya
menggunakan satu buah yang
dimaksudkan dapat mem-
berikan ketenangan, kedamai-
an apabila mendengarkan alat
musik.
Maknanya yakni pengantar
suasana hening, cipta, karsa,
karya kepada Sang Pencipta.
Bedug
Bedug dalam pementasan
kesenian Dongkrek biasanya
menggunakan satu buah ter-
buat dari kayu dan kulit sapi
dan karakter dari bunyi alat
musik ini adalah dug, dug, dug.
Maknanya yakni kesaktian
Raden Prawirodipuro Palang
Caruban sebagai pendekar pilih
tanding, ora tedas tapa paluning
pande (dug deng).
Beri
Beri dalam pementasan ke-
senian Dongkrek biasa meng-
gunakan satu buah. Alat musik
beri terbuat dari logam kuning
tipis, bulat sebesar tempayan
dan bagian tengahnya sengaja
diretakkan untuk membentuk
suasana jeer dan letak posisi-
34 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
nya tergantung dengan tali.
Maknanya yakni seorang yang
berbudi bowo laksono, rawe-
rawe rantas malang-malang
putung bersama-sama mem-
berantas penyakit pagebluk.
Korek
Korek pementasan kesenian
Dongkrek biasanya meng-
gunakan tiga buah yang ter-
buat dari kayu dan mem-
punyai karakter bunyi krek,
krek,
Maknanya yakni alat pem-
bersih/penyapu segala macam
mara bahaya baik yang terlihat
maupun yang tidak terlihat.
Gong Pamungkas
Gong pamungkas dalam pe-
mentasan kesenian dongkrek
biasanya menggunakan satu
buah yang dimaksudkan se-
bagai akhir usaha yang ber-
hasil.
Maknanya Raden Prawiro-
dipura sebagai seorang yang
berbudi wibowo laksono, rawe-
rawe rantas malang-malang
putung bersama-sama mem-
berantas penyakit pageblug.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 35
C. Pertunjukan Kesenian Dongkrek
Kesenian Dongkrek merupakan perpaduan dari seni tari,
seni musik, seni topeng yang tersaji dalam cerita. Inti cerita
dalam kesenian Dongkrek yakni pertarungan antara seorang
kakek sakti dengan kawanan genderuwo yang menggangu
masyarakat yang akhir ceritanya dimenangkan oleh kakek
sakti. Setelah melakukan pertunjukan, para seniman kesenian
Dongkrek melanjutkan dengan melakukan arak-arakan atau
pawai tersebut. Arak-arakan ini berfungsi sebagai media yang
menyapu bersih lokasi atau wilayah yang dikitari dari sesuatu
yang bersifat jahat dan buruk (tolak bala)
Kesenian Dongkrek menampilkan pertunjukan dengan
tiga kelompok tokoh pemeran yang semuanya memakai
topeng, yaitu
1. Tarian buto atau genderuwo (dari bahasa Jawa yang berarti
raksasa) pengganggu warga masyarakat dengan menebar
wabah penyakit (pageblug),
2. Warga masyarakat yang diperankan oleh dua orang
perempuan (Roro Ayu dan Roro Perot). Dua perempuan
paroh baya dalam kondisi kusut, kurus, wajah ketakutan
yang melambangkan kondisi tertekan secara pisik dan
psikis.
3. Peran pemimpin (palang) atau tokoh masyarakat yang
diperankan oleh seorang kakek sakti. Sebelum pasukan buto
berhasil mematikan para perempuan, muncul sesosok lelaki
tua sakti yang dengan tongkatnya berhasil mengusir para
barisan roh halus untuk pergi menjauh. Selanjutya terjadi
peperangan cukup sengit antara rombongan buto dengan
orang tua sakti, yang dimenangkan oleh si lelaki sakti.
36 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Rombongan buto yang kalah akhirnya menurut dan patuh.
Si orang tua sakti yang didampingi dua perempuan
menggiring pasukan buto kala keluar dari Desa Mejayan dan
sirnalah pageblug.
Model pementasan kesenian Dongkrek bervariasi, salah
satunya model yang ditampilkan oleh Kelompok Condro
Budoyo Dusun Karang Malang Desa Sumber Bening
Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun. Pertunjukkan
kesenian Dongkrek diawali dengan tampilan gendruwo
(raksasa) berwajah lima warna sesuai dengan karakter yang
menari dengan gerakan liar tak terkendali, gerakannya
semakin menjadi saat irama bunyi musik, dong... dong...
krek… krek… semakin cepat. Kemudian, mereka duduk bersila
berbentuk lingkaran sambil tangannya terus bergerak-gerak
tak teratur. Kemudian mengepul asap putih, seolah-olah
makhluk seram itu tak terlihat mata telanjang.
Di sisi yang lain ada tiga gadis berparas cantik berjalan
beriringan mereka tertawa dan bercanda seolah tak
mengetahui ada makhluk berwajah angker di sekitarnya.
Mereka menjerit dan berteriak setelah makhluk berwajah
seram yaitu lima raksasa ini menampakkan wajahnya yang
menyeramkan dan mendekatinya. Ketiga gadis tersebut
berlarian menghindar dari serangan raksasa yang terus
mengejar dengan tangannya yang terus bergerak liar. Hingga
akhirnya ketiga gadis itu masuk di dalam lingkaran para
raksasa. Ketiga gadis ini mulai kehabisan tenaga, semakin cepat
ia meronta semakin kuat pula Banaspati mendesaknya. Tiba-
tiba muncul lelaki tua berjenggot yaitu Ki Palang sambil
membawa tongkat.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 37
Ki Palang mengangkat tongkat sambil menantang para
raksasa. Ketiga gadis cantik itu kemudian menempel di
belakang Ki Palang. Para raksasa langsung maju menyerang
lelaki Ki Palang, mereka kemudian bertarung. Lelaki tua Ki
Palang itu melawan lima raksasa. Dengan acungan tingkat itu,
para raksasa menjadi kehabisan tenaga, kelelahan dan seolah
kehilangan seluruh kedigdayaannya. Ki Palang hanya me-
mandang tajam para raksasa yang tergolek tak berdaya.
Kemudian para raksasa duduk bersila sambil menelangkupkan
kedua telapak tangannya di atas kepala sambil tertunduk
meminta ampun. Kemudian Ki Palang mengajak ketiga gadis
pergi yang diiringi para raksasa keliling menolak balak
D. Sifat Kesenian Dongkrek
Pertunjukan kesenian Dongkrek memiliki sifat sebagai
berikut:
1. Sakral yaitu digunakan sebagai upacara ritual tolak bala.
Dongkrek ini hanya dipentaskan setahun satu kali, dengan
acara arak-arakah yang melibatkan seluruh masyarakat desa
Mejayan. Saggar kesenian Dongkrek yang masih mem-
pertahankan pakem atau keaslian seni Dongkrek tanpa
adanya perubahan adalah sanggar Dongkrek “Krido Sakti”
pimpinan Walgito
2. Kreasi seni (kreatif) sebagai kesenian rakyat yang tidak
sakral, tidak ada kemenyan, tidak ada persyaratan dari
keturunan palang Ngabehi Lho Prawirodipoero “Palang
Mejayan” dan penambahan instrumen musik, lagu-lagu,
dan tarian namun tidak menghilangkan nilai-nilai yang
dikandungnya. Kesenian Dongkrek dalam konteks seni
38 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
kreasi ada yang masih ada arak-arakannya dan melibatkan
masyarakat untuk bergabung dan menari, serta bisa
diundang untuk melakukan pertunjukan dan mendapatkan
upah (unsur bisnis).
Gambar 3.1 Festival Seni Dongkrek Tingkat SD, SLTA, dan
SLTA (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun)
Kreasi kesenian Dongkrek juga ada yang dipertunjukan
tidak melibatkan masyarakat untuk menari, tidak ada arak-
arakan, tidak keliling kampung, dan tidak ada persyaratan
dari keturunan “Palang Mejayan”, dengan iringan musik
yang lebih banyak dan dipertunjukan di studio atau
panggung.
E. Fungsi Kesenian Dongkrek
Kesenian Dongkrek memiliki fungsi sebagai berikut:
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 39
1. Tolak balak.
Kesenian Dongkrek berfungsi untuk tolak bala. Dalam
seremonialnya sesuai dengan pakem (aslinya) dan
dilaksanakan satu tahun sekali bersamaan dan/atau menjadi
satu rangkaian dalam upacara bersih desa.
Gambar 3.2 Pertunjukan Dongkrek Dalam Upacara Bersih
Desa (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun)
2. Hiburan
Kesenian Dongkrek dipentaskan secara arak-arakan
(karnaval atau pawai) dengan tujuan menghibur
masyarakat. Dalam konteks ini kesenian Dongkrek tidak
mengacu pada pakem baik peralatan musik maupun
framennya. Ada penambahan alat musik modern dan lagu-
lagu yang sedang populer.
40 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Gambar 3.3 Pertunjukan Dongkrek Dalam Karnaval (Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Madiun)
3. Pertunjukan
Kesenian Dongkrek dipertunjukkan dalam acara-acara
resmi, peringatan hari-hari nasional, penerimaan tamu, dan
lain sebagainya.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 41
Gambar 3.4 Pementasan Kesenian Dongkrek Dalam
Peresmian Mejayan Sebagai Ibu Kota
Kabupaten Madiun
Kesenian ini terdapat empat aktor simbolik sebagai
pembawa lakon dengan memakai topeng. Yaitu
gandarwa/buta (makhluk halus), Roro Perot (Wewe Putih),
Roro Ayu dan orang tua (Eyang Palang). Topeng gandarwa
adalah simbol makhluk jahat dari alam gaib, topeng Roro
Perot dan Roro Ayu adalah simbol abdi kesayangan Eyang
Palang. Walaupun pertunjukan kesenian Dongkrek
memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda sebagaimana
yang disampaikan di atas namun masih memiliki nilai
budaya yang sama yaitu kejahatan akan kalah oleh
kebajikan, sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti (semua
perbuatan jahat akan kalah oleh perbuatan yang baik dan
bijaksana).
42 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
F. Nilai Budaya Kesenian Dongkrek
Kesenian Dongkrek sebagai sebuah cipta, karsa, dan
karya masyarakat Madiun memiliki berbagai kandungan
berbagai nilai budaya. Kesenian dongkrek ini secara filosofis,
memiliki makna dan fungsi tolak bala. Sehingga, penampilan
seni ini sangat diperlukan agar arena perhelatan seni dan tanah
sekelilingnya diselamatkan dari bencana dan mara bahaya.
Atraksi kesenian dongkrek yang dipertunjukkan Grup Seni
Dongkrek Condro Budoyo dari Dusun Karang Malang Desa
Sumber Bening Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun,
memang menimbulkan kesan berbeda dari seni pertunjukan
yang lain; angker dan magis. Irama musik tradisional yang
semula sayup-sayup lalu kian menghentak bertalu-talu, makin
memberi kesan garang. Rasanya tak hanya niat jelek manusia,
bahkan arwah jahat pun akan lari ketakutan mendengar irama
bertalu-talu itu sebelum mengusik harmoni kehidupan di
bumi. Nilai budaya kesenian Dongkrek tidak hanya tidak
hanya tersirat dan tersurat pada cerita dramanya saja tetapi
juga pada makna topeng yang dikenakan dan alat-alat musik
pengiringnya. Nilai-nilai budaya kesenian Dongkrek yaitu
1. Nilai religius
Kesenian Dongkrek mengandung nilai religius bahwa
apa yang terjadi di dunia tidak lepas dari titah Tuhan Yang
Maha Esa sehingga masyarakat melaksanakan ikhtiar untuk
mengharmonikan antara mikrokosmis dengan
makrokosmis. Hal tersebut ditunjukan pada fungsi sebagai
kesenian sakral untuk pengusiran pageblug (tolak bala)
yang dilakukan dengan cara; (a) para parogo pilihan, yang
dipandang mampu untuk melakukan upacara ritual
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 43
tersebut didatangkan lebih dahulu di pendopo palangan,
untuk mendapatkan petunjuk dari eyang palang; (b) para
parogo mulai lelampah menurut petunjuk yang telah
ditentukan; (c) pada malam yang telah ditentukan, yaitu
malam jumat legi, semua parogo berkumpul di pendopo
mengadakan selamatan untuk memohon berkah kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas telah terjadinya perbuatan
gendruwo; dan (d) saat tepat tengah malam dengan iringan
mantra dan puji-pujian, diberangkatkanlah serombongan
prosesi ritual pengusiran pagebluk itu di pendopo dalem
palangan, berjalan pelan-pelan menyusuri jalan-jalan di
seluruh pelosok desa Mejayan, sampai waktu menjelang
pagi.
Kesenian Dongkrek juga memiliki nilai magis. Nilai
magisnya ditunjukkan pada prosesi ritual keliling desa ini
para parogo Dongkrek khususnya parogo gendruwon wajib
untuk tidak mengenakan busana (semua parogo terdiri dari
kaum laki-laki). Adapun aturan prosesi ritual ialah: (a) obor
terbuat dari bambu; (b) dupa yang selalu mengepulkan asap
bau kemenyan yang dibawa oleh pembaca mantra; (c)
pusaka palangan yang dibawa oleh waris terpilih di bawah
payung aAgung (pusaka palangan); (d) beberapa syarat
tolak bala yang lain, bermacam-macam tumbal dan takhir
plontang yang berisi bermacam bubur beras dan ditanam di
tempat-tempat yang telah ditentukan, seperti di perempatan
jalan, pertigaan dan di sudut-sudut desa; (e) gendruwon
dan peralatan lainnya; dan (f) para sesepuh yang gamben-
gamben (berilmu tinggi).
44 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
2. Nilai moral.
Kesenian Dongkrek mengandung nilai moral
sebagaimana yang dituntut oleh nilai-nilai budaya Jawa
yang adiluhung bahwa kejahatan akan kalah dari kebaikan.
Kesenian Dongkrek menjadi tontonan dan tuntunan bagi
masyarakat dengan pesan sura dira jaya ningrat, ngasta tekad
darmastuti (setiap kejahatan pada akhirnya akan kalah juga
dengan kebaikan dan kebenaran).
3. Nilai sosial
Kesenian Dongkrek mengandung semangat keber-
samaan, kerukunan, dan kegotongroyongan. Hal tersebut
cermin dalam mengadakan pertunjukkan melibatkan para
piha dan ada upaya membangun jiwa kebersamaan dan
persatuan demi mewujudkan tujuan bersama yang
bermanfaat bagi masyarakat.
4. Nilai kepahlawanan.
Kesenian Dongkrek mengandung nilai kepahlawanan
sebagaimana yang digambarkan pada sosok eyang palang
sebagai pemeran tokoh Raden Tumenggung Prawiro-
dipoero yang berani berjuang, pantang menyerah, berjiwa
kesatria, dan rela berkurban melawan buto/gendruwo
untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya dan bencana
(pageblug).
5. Nilai kepemimpinan.
Kesenian Dongkrek mengandung nilai kepemimpinan
sebagaimana terlihat pada eyang palang sebagai pemeran
Raden Tumenggung Prawirodipoero yang memimpin
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 45
rakyat Desa Mejayan dengan arif, penuh tanggung jawab,
dan bijaksana.
6. Nilai estetika
Nilai estetika kesenian Dongkrek ditunjukan oleh
gerak tari para pemain, tata busana, tata rias, dan aransemen
musik pengiringnya yang berkolaborasi dalam kehar-
monian nan indah.
7. Nilai keadilan dalam kesenian Dongkrek terdapat pada
hakikat yang menjadi tujuan kesenian ini yakni menerapkan
keadilan dalam bermasyarakat dengan pemenuhan hak dan
kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban menurut hakikat
dan kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial,
dan makhluk Tuhan.
46 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 47
BAB IV
POTENSI NILAI KESENIAN DONGKREK DALAM
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha mengem-
bangkan daya-daya manusia supaya dapat membangun dirinya
dan bersama dengan sesamanya membudayakan alamnya dan
membangun masyarakat dan bangsanya. Bila dikaji lebih dalam,
maka pendidikan mengandung dua unsur pokok dari proses dasar
kehidupan sosial manusia yaitu sosialisasi dan enkulturasi. Proses
ini berupa transfer ilmu dan nilai-nilai sosial kultural pada
individu-individu sebagai anggota suatu kelompok, bukan saja
untuk pengintegrasian individu ke dalam kelompok, tapi lebih
daripada itu, sebagai bekal kekuatan untuk menghadapi masa kini
dan masa yang akan datang. Hal tersebut sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003).
Pernyataan di atas mengisyaratkan pada kita, bahwa
pendidikan seharusnya bukan hanya memfokuskan pada ranah
kognitif saja, tetapi juga ranah hati, ranah emosional, ranah religi,
serta ranah raga. Namun dalam implementasinya belajar dimaknai
secara sempit dan dangkal yaitu belajar untuk ujian, bukan ujian
untuk belajar. Ujian merupakan target dan derajat tertinggi yang
harus dikuasai dan ditempuh dengan segala cara (Al-Fandi, 2011).
Akibatnya, apresiasi outcomes (efek jangka panjang dari proses
48 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
pendidikan) pendidikan terhadap keagungan nilai, keluhuran
budi, dan hati nurani menjadi tumpul.
Keberhasil-keberhasilan siswa dan mahasiswa mengukir
prestasi yang luar biasa dan membanggakan di event regional
maupun internasional terasa luntur dengan maraknya penyim-
pangan perilaku dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini, baik di
dalam maupun di luar sekolah/kampus, seperti maraknya kasus
kekerasan, pelecehan seksual, praktik korupsi dan masalah aktual
lainnya yang dilakukan oleh oknum terdidik. Sehingga tidak
berlebihan apabila banyak kalangan yang menilai jika pendidikan
yang berlangsung selama ini belum dapat membangun karakter
bangsa.
Karakter berasal dari kata charassein (bahasa Yunani) yang
artinya mengukir. Kata tersebut menunjukkan, bahwa sifat utama
karakter yaitu melekat kuat/sulit dihilangkan. Banyak pendapat
tentang pengertian karakter namun pada umumnya mengarah
pada suatu makna bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq,
yaitu spontanitas manusia dalam berikap atau melakukan
perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika
muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Widodo (2011) yang menyampaikan bahwa karakter
menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila
seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus tentulah
memanifestasikan karakter buruk dan sebaliknya. Karakter juga
berkaitan dengan kepribadian, seseorang disebut berkarakter mulia
apabila sesuai dengan kaidah moral (aklak mulia). Kartadinata
(2010) juga menyampaikan, bahwa karakter mencakup nilai-nilai
kerja keras, kejujuran, disiplin mutu, estetika, komitmen, dan rasa
kebangsaan yang kuat. Sedangkan Munir (2010) mendefinisikan
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 49
karakter sebagai sebuah pola pikir, sikap, dan tindakan yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit
dihilangkan. Jadi karakter pada intinya adalah watak atau tabiat.
Watak merupakan seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi
sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral.
Karakter tumbuh dan perkembang seiring dengan
pertumbuhan manusia. Faktor-faktor yang dominan mem-
pengaruhi pertumbuhan karakter yaitu: gen, lingkungan,
pendidikan, teman, orang tua, dan tujuan hidup. Setiap karakter
memiliki dua sisi yang berbeda. Untuk itu karakter diilustrasikan
seperti pisau bermata dua. Mata pertama dapat mengiris sayuran
dan memotong daging, sedangkan mata yang kedua dapat melukai
wajah kita. Anak yang punya keyakinan yang tinggi akan memiliki
dua kemungkinan yang berbeda dan berlawanan. Pertama,
tumbuhnya keberanian sebagai sebuah keyakinan diri, sedangkan
yang kedua dapat menimbulkan sembrono dan kurang per-
hitungan karena terlalu yakin. Rasa takut melahirkan sikap hati-
hati dan sebaliknya sifat pengecut (Munir, 2010).
Esensi-esensi nilai yang terkandung dalam makna karakter
bangsa berakar dari agama, filosofi, dan kultur. Hal tersebut juga
ditegaskan oleh Tim Pengembang KBK Direktorat Pembelajaran
dan Kemahasiswaan Dikti Kemendiknas (2011), bahwa nilai-nilai
dasar pembentukan karakter yaitu: (1) Iman dan taqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (2) Kebenaran, (3) Kejujuran, (4) Kebajikan,
(5) Kasih sayang, (6) Kedamaian, (7) Tanpa kekerasan, (8)
Tanggung jawab, (9) Disiplin. Peraturan Presisden Republik
Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Pasal 3 ditegaskan bahwa karakter
bangsa perlu diperkuat dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius,
50 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungiawab.
Nilai tersebut di atas berguna untuk mendorong dan
mengarahkan (motivasi) sikap dan perilaku dan kemampuan
manusia sesuai dengan yang diminta oleh norma dan nilai (moral).
Nilai-nilai tersebut diharapkan manusia memiliki kepatuhan pada
moral. Zuchdi (2009) menjelaskan kosepsi moralitas pada hukum
moral mengandung tiga hal penting, Pertama, bidang moralitas
berkisar pada manusia secara sukarela, Kedua, tindakan tersebut
selaras dengan keyakinan seseorang tentang kewajiban yang harus
diemban, Ketiga, kewajiban seseorang, atau apa yang benar dan
baik adalah tidak melanggar hukum secara universal.
Realisasi nilai dalam pendidikan karakter menurut
Kirschenbaum (1995) sebagai berikut
Tabel 4.1 Realisasi Nilai Dalam Pendidikan Karakter
Realisasi Nilai Pendidikan Karakter
Pengendalian diri (perasaan
dan kepercayaan)
Rasa hormat (terhadap orang
lain dan diri sendiri, menjaga
hak milik dan lingkungan
Kesadaran akan harga diri
Rasa tanggung jawab
(terpercaya, jujur, dapat
diandalkan
Kecakapan merumuskan
tujuan
Rasa kasihan (suka menolong,
bersahabat, empatik, manusiawi,
toleran)
Keterampilan berpikir kritis
dan kreatif Disiplin, tekun, rajin)
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 51
Keterampilan membuat
keputusan nilai Loyalitas
Keterampilan
berkomunikasi Keberanian
Keterampilan sosial Etos kerja
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk
menumbuhkan karakter yang baik atau positif. Ciri-ciri karakter
yang baik dan menjadi tujuan pendidikan adalah rasa hormat,
tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian,
toleransi, keterbukaan, etos kerja, dan kepercayaan serta kecintaan
terhadap Tuhan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87
Tahun 2017 Pasal 2 menegaskan bahwa tujuan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) yaitu “membangun dan membekali
Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan
jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna
menghadapi dinamika perubahan di masa depan”.
Karakater bangsa perlu diedukasi secara terus menerus guna
mewujudkan bangsa yang memiliki akhlak mulia, nilai-nilai luhur,
kearifan, dan budi pekerti. Edukasi dapat dilaksanakan melalui
penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
bertanggung jawab. Dalam karakter bangsa ini posisi kualitas
keimanan sangat menentukan kualitas karakter seseorang.
Dengan pendidikan karakter diharapkan setiap dua sisi yang
melekat pada setiap karakter hanya akan tergali dan terampil
sisi positifnya saja. Sedangkan sisi negatifnya akan tumpul dan
tidak berkembang.
52 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Pendidikan karakater bangsa dalam konteks ini mengarah
pada sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter yang
mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad,
serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga terwujud insan
kamil (Aunillah, 2011). Dengan kata lain pendidikan karakter
bangsa merupakan sebuah proses transformasi nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian
sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan agar
senantiasa berpola pikir, berpola sikap dan berpola tindakan
atau watak yang senantiasa positif.
Terbentuknya karakter seseorang selalu terkait erat
dengan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi per-
tumbuhannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya: gen,
lingkungan, pendidikan, teman, orang tua, dan tujuan hidup.
Pernyataan ini menjelaskan, bahwa karakter dapat dibentuk.
Bila karakter dapat dibentuk tentu dapat dirubah, namun tidak
mudah/sulit. Untuk merubah karakter diperlukan terapi yang
panjang, konsistensi, biaya, waktu, pikiran, serta energi yang
sangat banyak.
Dalam pendidikan karakter bangsa diperlukan sumber
pembelajaran. Salah satu sumber pembelajarannya yaitu nilai
universal yang dapat digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa
(termasuk di dalamnya religi, kesenian, ilmu pengetahuan, dan
sebagainya) yang disepakati oleh para pakar. Nilai-nilai tersebut
diantaranya; jujur, disiplin, percaya diri, peduli, mandiri, gigih,
tegas, bertanggung jawab, kreatif, dan bersikap kritis. Nilai-nilai
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 53
tersimpan dalam berbagai memori masyarakat dengan aneka
ragam wujudnya satu diantaranya kesenian Dongkrek.
Kesenian Dongkrek memiliki nilai-nilai adilihung yang
berpotensi untuk dijadikan sumber pendidikan karakter bangsa.
Nilai-nilai kesenian Dongkrek sebagaimana disampaikan pada
bab sebelumnya dapat dikaitkan dengan pembentuk karakter.
Nilai kepemimpinan dan nilai kepahlawanan dapat direfleksikan
ke arah pembangunan karakter bangsa. Fungsi ekspresi dan
instrumental dalam kesenian Dongkrek mempunyai peran yang
sangat penting dalam menumbuhkan karakter, khususnya bagi
para pemainnya. Pada pertunjukan kesenian Dongkrek, para
pemain dituntut untuk tekun berlatih, bergotong royong, saling
menghargai dan selalu menjunjung tinggi budaya. Fungsi ekspresi
menunjukkan bahwa kesenian Dongrek mempunyai peran peran
sebagai pelestari budaya, sedangkan fungsi instrumentalnya
kesenian Dongkrek sebagai penyampai pesan yang terkait dengan
kebajikan dan pesan moral yang baik lainnya.
54 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 55
BAB V
UPAYA INTERNALISASI NILAI KESENIAN DONGKREK
GUNA MEMPERKOKOH KETAHANAN BUDAYA
Nilai-nilai adiluhung (bermutu/keutamaan) kesenian
Dongkrek perlu diinternalisasi, dienkulturasi, dan disosialisasikan
agar warga masyarakat memahami dan menjadikannya sebagai
sumber edukasi, inspirasi, dan sumber kesadaran dan jatidirinya
tetap terjaga dalam interaksinya dengan budaya dari luar maka
dilakukan berbagai upaya internalisasinya, yaitu:
1. Menjadikan kesenian Dongkrek sebagai sumber pembelajaran
dalam kegiatan intrakurikuler mata pelajaran seni budaya dan
IPS di sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas.
Contohnya para guru mata pelajaran Seni Budaya kelas X SMA
di Kabupaten Madiun menggunakan kesenian Dongkrek
sebagai materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti
2.1 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, gotong royong, kerjasama, toleran,
damai, santun, responsif dan proaktif, dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dalam
pergaulan dunia
2. Menjadikan kesenian Dongkrek sebagai kegiatan ekstra-
kurikuler wajib bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama di Kabupaten Madiun. Untuk sekolah menengah atas
walaupun tidak diwajibkan tidak sedikit yang menjadikan
kesenian Dongkrek sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
Pemerintah melalui Sub Dinas Kebudayaan yang sekarang
berubah menjadi Bidang Kebudayaan menjadikan kesenian
56 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Dongkrek sebagai program unggulan setiap Cabang Dinas/UPT
TK SD, SMP harus mempunyai 1 (satu) group dongkrek.
Program ini ditunjang pemberian bantuan peralatan dongkrek
di sekolah-sekolah mulai SD sampai SMP serta peningkatan
kualitas dongkrek melalui festival dongkrek pelajar dan
pengiriman group dongkrek pada misi kesenian daerah
Kabupaten Madiun di tingkat regional maupun nasional. Selain
itu, untuk peningkatan kualitas pembina seni dongkrek telah
dilaksanakan pelatihan guru kesenian.
Gambar 5.1 Siswa SMPN 1 Dolopo Latihan Seni Dongkrek
3. Mengadakan festival kesenian Dongkrek. Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Madiun menyelenggarakan festival
kesenian Dongkrek tahunan secara rutin untuk pelajar SD, SMP,
SMA dan SMK. Waktu pelaksanakaan biasanya diintegrasikan
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 57
dalam kegiatan memperingati hari jadi Kabupaten Madiun yang
jatuh pada bulan Juli (18 Juli 1568).
Gambar 5.2 Grup Dongkrek SMA Negeri Saradan dalam Lomba
(Festival) Seni Tradisi-Dongkrek
4. Memberi perlindungan hukum. Untuk memperkuat eksistansi
atau posisi hukumnya, kesenian Dongkrek diusulkan sebagai
kesenian khas Kabupaten Madiun. Hal ini ditetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor:
188.45/677/KPTS/402.031/2009 Tentang Penetapan Kesenian
Dongkrek sebagai Kesenian Khas dan aset Wisata Budaya
Kabupaten Madiun.
5. Mengenalkan dan menumbuhkan minat baca untuk segala usia
dengan menerbitkan buku kesenian Dongkrek dalam bentuk
teks, cerita bergambar, pop-up dan sejenisnya. Contohnya buku
Dongkrek, Upacara Mengusir Pageblug karya Setia dan Pawon Art
(2015).
58 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Gambar 5.3 Contoh Buku Bacaan Tentang Dongkrek (Karya
Fitriandhita dan Tim Direktorat Kepercayaan
terhadap TYE dan Tradisi Direktorat Jenderal
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 59
Kebudayaan Kemendikbud
6. Mempromosikan melalui souvenir (merchandise) seperti kaos
dan replika personil kesenian Dongkrek. Hal ini seperti yang
dilakukan Andri Suwito (45 tahun) perajin dan seniman
Dongrek dari Sumberning Balerejo Madiun. Contohnya seperti
di bawah ini
Gambar 5.4 Kaos Bermotif Kesenian Dongkrek
60 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Gambar 5.5 Seorang sekaligus seniman Topeng Dongkrek,
Andri Suwito (44) warga Desa Sumberbening,
Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa
Timur, membuat replika penari Dongkrek
7. Memodifikasi baik kostum, musik pengiring dan lagu-lagu yang
didendangkan. Contohnya modifikasi yang dilakukan oleh
Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo. Pada unsur penari yang
semula terdiri dari tiga atau empat orang dikembangkan
menjadi delapan orang. Satu penari buto sekarang menjadi
empat penari, dan kadang ditambah dengan penari anak- anak.
Penari dewasa dan dua wanita tetap seperti aslinya. Penari dan
pemusik kesenian ini pun berkembang dan membutuhkan
sekitar 20-25 pemain pada setiap penampilan. Selain itu,
kesenian ini juga kadang dimodifikasi dengan seni Barongsai
asal negara Tiongkok serta dicampur dengan kesenian Reog
Ponorogo. Alunan musiknya juga sesekali dicampur dengan
keroncong dangdut dan campursari. Andri Suwito, pimpinan
menjelaskan tambahan penari dan alunan musik yang
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 61
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
diperlukan untuk mengembangkan seni Dongkrek. Modifikasi
ini dilakukan semata-mata untuk menyesuaikan diri dengan
kebutuhan masyarakat kekinian.
Modifikasi juga dilakukan oleh grup-grup seni Dongkrek
lainnya seperti grup kesenian Dongkrek Desa Kare Kecamatan
Kare yang tampak pada gambar di bawah ini
Gambar 5.6 Modifikasi Grup Seni Dongkrek Desa Kare
Upaya ini menimbulkan kontroversi. Satu pihak setuju dengan
pembaharuan walaupun harus jebol pakem dengan
mengutamakan hiburannya semata guna menarik minat
terlebih dahulu. Mereka beranggapan Dongkrek harus mampu
bersaing dengan kesenian populer dan kesenian asing lainnya.
Ternyata berhasil, banyak pihak yang mengundang group
kesenian Dongkrek untuk acara hajatan rumah tangga, instansi
dan pemerintah tapi disisi yang lain tidak sedikit penonton
hanya senang pada unsur hiburannya dan tidak begitu paham
62 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
tentang subtansinya, walaupun begitu upaya itu sudah
mengorbankan seni keindahan Dongkrek. Di pihak lain,
terutama mereka yang mempertahankan pakem beranggapan,
bahwa upaya-upaya di atas merusak seni keindahan Dongkrek
yang penuh dengan hal-hal yang bersifat magis religius yang
patut dijadikan tuntunan hidup. Jadi Dongkrek bukan sekadar
tontonan atau hiburan belaka.
Upaya internalisasi nilai kesenian Dongkrek juga dilakukan
oleh berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, seniman, dan
pemerhati serta penggiat kesenian Dongkrek. Namun demikian
masih perlu upaya internalisasi yang lebih kreatif dan adaptif
dengan dinamika jaman, misalnya dengan melakukan upaya-
upaya sebagai berikut:
1. Membuat film kartun berseri tentang kesenian Dongkrek yang
dapat diputar di televisi, komputer, dan media sosial lainnya.
2. Meningkatkan stasiun radio, televisi, dan media komunikasi
lainnya guna menyiarkan dan frekuensi siarannya, serta
mengadakan dialog tentang perdongkrekan.
3. Meningkatkan cakrawala para seniman Dongkrek terhadap
masalah-masalah kenegaraan, sosial, ekonomi dan sebagainya
sehingga dalam memodifikasinya tetap menjaga nilai-nilainya
dan menjadi lebih hidup.
4. Pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya
meningkatkan perhatiannya terutama soal pendanaan dan
publikasinya.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 63
BAB VI
PENUTUP
Kesenian Dongkrek memiliki nilai-nilai adiluhung yaitu
kerohanian, spirituan, sosial, kepahlawanan, kepemimpinan, dan
estetika. Nilai-nilai adiluhung kesenian Dongkrek memiliki
potensi sebagai sumber memperkokoh ketahanan budaya. Oleh
karena perlu diinternalisasi kepada generasi penerus agar
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai budaya bangsa, serta
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
64 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 65
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie, N. dkk. (2010). Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Al-Fandi, H. (2011). Desain Pembelajaran yang Demokratis dan
Humanis. Sleman Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Aunillah, N.I. (2011). Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di
Sekolah. Jakarta: Transmedia.
Hanif, M. (2016). Kesenian Dongkrek (Studi Nilai Budaya dan
Potensinya Sebagai Sumber Pendidikan Karakter), Gulawentah
Jurnal Studi Sosial, 1(2),132-141.
Hanif, M., Hartono, Y. Anjar, A.W. (2018). Panduan Pelaksanaan
Model Nampe, Menginternalisasi Nilai Kesenian Dongkrek Guna
Meningkatkan Ketahanan Budaya Siswa SMA. Yogyakarta:
Deepublish.
Hardiman, F. B. (2003). Melampaui Positivisme dan Modernitas.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hastrup, K. dan Hervik, P. (eds). (1994). Social Experience and
Anthropological Knowledge. London: Routledgeng.
Hatta, M.F. (2010) Membangun Ketahanan Bangsa. Melalui
Kesenian. www.bappenas.go.id/index.php/download_ file.
Hoebel, A. (1958). The Law Primitive Man. London: McGraw Hill
Book Company.
Jaecken M.P. (2011). Seni Dongkrek Kecamatan Mejayan Kabupaten
Madiun Tahun 1965–1981. Laporan Hasil Penelitian. Surakarta:
UNS
Johnson. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta:
Gramedia.
66 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kaplan, D., dan Manners,R.A. (2012). Teori Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kartadinata, S. (2010). Mencari Bentuk Pendidikan Karakter Bangsa
(makalah). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Kurikulum
SMA. Jakarta: Kemendikbud.
Kirschenbaum, H. (1995). 100 Ways to Enhanve Values and Morality
in Schools and Youth Setting. Boston: Allyn and Bacon.
Koetjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi
2009). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kurniawan, S. (2013). Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implemen-
tasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah,
Perguruan Tinggi, dan Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Kutanegara, P.M. dkk. (2012). Revitalisasi Kesenian Dongkrek dalam
Rangka Ketahanan Budaya Lokal: Studi Kesenian Dongkrek Desa
Mejayan Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. Yogyakarta:
Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah
Mada.
Lickona, T. (2007). Journal article by Thomas Lickona; Phi Delta
Kappan.
Manan, M.A. dan Lan, T.J. (2011). Nasionalisme dan Ketahanan
Budaya Indonesia: Sebuah Pengantar, dalam Nasionalisme dan
Ketahanan Budaya di Indonesia Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI
Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Marzali, Amri. (2009). Antropologi dan Pembangunan Indonesia.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 67
Milyartini,R dan Alwasila A.C. (2012). Saung Angkung Udjo
Sebuah Metode Tranformasi Nilai Budaya Melalui
Pembinaan Seni Untuk Membangun Ketahanan Budaya
dalam Jurnal Integritas UPI Bandung, 1(1).
Muhaimin. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Media Citra.
Munawaroh, S. (2013). Upacara Adat Nyanggring di Tlemang
Lamongan Sebagai Wahana Ketahanan Budaya. Jantra Jurnal
Sejarah dan Budaya, 8(2).
Munir, A. (2010). Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak
Sejak dari Rumah. Sleman Yogyakarta: Pedagogia.
Oliha, Josephine dan Audu, Vivian I. (2015). Effectiveness of Value
Clarification and Sel-Management Techniques in Reducing Drpout
Tendency Among Scondary Schools Students in Edo State.
European of Educational and Development Psycology. 3(1)
Peraturan Presiden Repulik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017
Tentang Penguatan Pendidikan Karakter
Pretisa, G. dan Susetyo, B. (2013). Bentuk Pertunjukan dan Nilai
Estetis Kesenian Tradisional Terbang Kencer Baitussolikhin.
Jurnal Seni Musik 2 (2) Tahun 2013. Semarang: Unnes.
Rai, R. (2014). Comparative Effectiveness of Value Clarification
and Role Playing Value Development Models for Selected
Values for Primary School Students IOSR Journal Of Humanities
And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 1, Ver. I (Jan.
2014), PP 28-34
Sanjaya, W. (2005). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup (Kencana).
Santrock, J. W. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
68 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Scott, J. (2012). Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi
(terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setia, B. (2015). Dongkrek Upacara Mengusir Pageblug. Jakarta:
Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Shaver, J.P., dan Strong, W. (1982). Facing Value Decisions Rationale-
Building For Teachers. New York: Teachers College.
Siswandi, A. N. (2009). Model VCT: Landasan Teori, Kerangka
Berpikir dan Hipotesis. Tersedia pada
http://nazwadzulfa.wordpress.com/ 2009/11/14/ model-vct-
landasan-teori-kerangka-berpikir-dan-hipotesis/. (diakses
pada 2 Maret 2017.
Soekanto, S., dan Sulistyowati, B. (2014). Sosiologi Suatu Pengantar,
edisi revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suryani, N. (2013). Pengembangan Model Internalisasi Nilai
Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Value
Clarification Technique, dalam Jurnal Paramita, 23 (2).
Sutiyono. (2012). Paradigma Pendidikan Seni di Indonesia.
Yogyakarta: UNY Press.
Taniredja,T,dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif.
Bandung: Alfabeta.
Tim Pengembangan KBK-Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Dikti Kemendiknas. 2011. Kurikulum
Pendidikan Karakter (moduli workshop Pengembangan KBK PT
di Surabaya, 8-10 Juni 2011).
Trisakti. (2015). A Study of The Form Fungtion an Symbolic Meaning
of Traditional Art Performances in East Java Indonesia International
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 69
Journal of Multidiciplinary Educational Research. ISSN : 2277-7881;
Impact Factor - 2.972; IC Value:5.16 Volume 4, Issue 2(4),
February 2015
Uhi, J.A. (2016). Filsafat Kebudayaan, Konstruksi Pemikiran Cornelis
Anthonie van Peursen dan Catatan Reflektifnya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan
Wahyuningsih, S., dkk. (2012) Revitalisasi Seni Pertunjukan
Dongkrek sebagai Upaya Penguatan Identitas Daerah dan
Pengembangan Aset Wisata Budaya di Kabupaten Madiun Jawa
Timur. Laporan Hasil Penelitian. Surakarta: UNS
Widodo. (2011). Optimalisasi Pemanfaatan Nilai-nilai Kearifan Lokal
dalam Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia. Bangsa (makalah
disampaikan pada seminar nasional dalam rangka Dies
Natalis IKIP PGRI Madiun tanggal 28 Mei 2011).
Widyananda. (2015). Perancangan Buku Ilustrasi Kesenian
Dongkrek Madiun, dalam Saraswati, Jurnal Desain Komunikasi
Sosial. ISI Yogyakarta.
http://journal.isi.ac.id/index.php/saraswati/article/view/1086
Widyaningsih, Zamroni, dan Zuchdi. (2014). Internalisasi dan
Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP dalam
Perspektif Fenomenologis (Studi Kasus Di SMP 2 Bantul).
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 2(2).
70 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Wiradimadja, A. (2016). Penerapan VCT Model Role Playing
dalam Matapelajaran IPS Untuk Menekan Perilaku Bullying
Siswa di SMP Negeri 4 Bandung, dalam Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial Universitas Pendidikan Indonesi. 25(2).
Zuchdi, D. (2009). Humanisasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 71
GLOSARIUM
Abdi dalem : pegawai, karyawan
Adilihung : tinggi mutunya, keutamaan.
Ayu : cantik
Buto : raksasa.
Dupa : material yang berbau wangi, contohnya
kemenyan
Gayut : berpaut, bergantung, berhubungan
Genderuwo : sejenis bangsa jin atau makhluk halus yang
berwujud manusia mirip kera yang bertubuh
besar dan kekar dengan warna kulit hitam
kemerahan, tubuhnya ditutupi rambut lebat
yang tumbuh di sekujur tubuh.
Genjer : daun atau sayuran yang biasa dimakan oleh
rakyat Indonesia di Banyuwangi sebagai
makanan sehari-hari. Saking miskinnya pada
masa itu, mereka tidak mampu membeli
daging, jadi hanya daun genjer yang dilahap
sebagai kudapan utama. Daun genjer ini
sebenarnya adalah makanan untuk hewan
ternak dan pada awalnya dianggap sebagai
hama. Namun, karena tak punya pilihan
akhirnya hanya daun genjer yang bisa
disantap.
Genjer-genjer : Lagu ditulis oleh Muhammad Arief, seorang
seniman Banyuwangi untuk menyampaikan
kondisi rakyat Banyuwangi yang miskin dan
menyedihkan ketika dijajah oleh Jepang.
72 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Lagu ini digunakan PKI untuk menarik
simpati warga masyarakat bergabung
bersamanya.
Harkat manusia : nilai manusia sebagai mahluk Tuhan YME,
yang dibekali daya cipta, rasa, dan karsa
serta hak - hak dan kewajiban asasi manusia.
Ijo : hijau.
Ireng : hitam.
Kidul : selatan.
Lor : utara
Luntur : berubah atau hilang.
Madiun Affair : peristiwa pemberontakan PKI di Madiun
tahun 1948
Magis religius : hubungan antara kekuatan gaib yang
dikaitkan dalam sebuah sistem kepercayaan
yang dianut.
Martabat : tingkatan harkat kemanusiaan dan
kedudukan yang terhormat.
Nilai : sesuatu yang berharga, berguna yang
memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya.
Paceklik : musim kekurangan bahan makanan.
Pageblug : musim datangnya wabah penyakit
mematikan yang melanda suatu desa atau
wilayah.
Pamungkas : yang terakhir, penutup.
Paraga : orang yang memimpin cerita; tokoh.
Pendopo : bangunan yang luas terbuka (tanpa batas
atau sekat).
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 73
Perot : mulutnya pencong/miring.
Pop-up : jendela iklan yang biasanya muncul tiba-tiba
jika mengunjungi suatu halaman web.
Biasanya iklan ini tidak diperlukan dan
harus disingkirkan agar tidak mengganggu
proses berselancar di web.
R.M.T : Raden Mas Tumenggung, gelar bangsawan
Jawa yang diperuntukkan bagi para pegawai
keraton
Roro : gelar resmi atau sebutan bagi cucu
perempuan dari bangsawan dari keturunan
para raja.
Semedi : meditasi; memusatkan pikiran dan perasaan
untuk mencapai suatu; bertafakur.
Tolak bala : enangkal bencana (bahaya, penyakit, dsb)
Wewe : hantu perempuan
74 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 75
INDEKS
A Abdi dalem, 68 Adilihung, 68 Ayu, 28, 33, 38, 43, 68
B Buto, 68
D Dupa, 68
G Gayut, 68 Genderuwo, 34, 35, 68 Genjer, 68 Genjer-genjer, 68
H Harkat manusia, 69
I Ijo, 34, 69 Ireng, 34, 69
K Kidul, 69
L Lor, 69 Luntur, 69
M Madiun Affair, 31, 69 Magis religius, 69 Martabat, 69
N Nilai, ii, iv, vii, 11, 16, 17, 19, 24, 25,
26, 43, 44, 45, 46, 51, 53, 55, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 69, 73, 75
P Paceklik, 69 Pageblug, 57, 65, 69 Pamungkas, 37, 69 Paraga, 69 Pendopo, 69 Perot, 34, 38, 43, 69
R R.M.T, 27, 70 Roro, 27, 33, 34, 38, 43, 70
S Semedi, 70
T Tolak bala, 70
W Wewe, 27, 34,
76 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 77
BIODATA PENULIS
MUHAMMAD HANIF lahir di
Ponorogo, 27 Desember 1967. Pendidikan
S.1 diselesaikan di Jurusan Pendidikan
Sejarah Universitas Udayana Bali (1992),
S.2 di Prodi Manajemen Universitas
Satyagama Jakarta (1999) dan Prodi PIPS
UPY (2010), serta S.3 di Prodi Ilmu Sosial
Universitas Merdeka Malang (2014).
Dosen Kopertis Wilayah VII Jawa Timur ini dipekerjakan di
Universitas PGRI Madiun (sejak tahun 1992). Saat ini penulis
menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Program Pascasarjana Universitas PGRI
Madiun (2017-2021). Untuk kepentingan akademis, penulis dapat
dihubungi melalui emal: [email protected].
Karya-karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai jurnal
ilmiah dan buku ber-ISBN. Karya tulis yang dipublikasikan dalam
jurna ilmiah diantaranya; Kearifan Masyarakat Lokal Dalam
Menyikapi Warga Retardasi Mental (Studi Kasus di Kampung Idiot
Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo) (Jurnal
Sodality IPB, Vol.04 No.03), Kesenian Dongkrek (Studi Nilai Budaya
dan Potensinya Sebagai Sumber Pendidikan Karakter) (Gulawentah,
Jurnal Studi Sosial, Vol.1 No.2, 2016), Makna Simbolik Tari Pentul
Melikan di Tempuran Paron Ngawi (Gulawentah, Jurnal Studi Sosial,
Vol.2 No.1, 2017), Kesenian Ledug Kabupaten Magetan (Studi Nilai
Simbolik dan Sumber Ketahanan Budaya) (Gulawentah, Jurnal Studi
Sosial, Vol.2 No.2, 2017), Social Community Behavior Toward
Residents With Mental Retardation At "Idiot Village" Sidoharjo Jambon
78 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
Ponorogo (IOSR-Journal Of Humanities And Social Science, Vol. 22,
Ver. 8, 2017). Sedangkan karyanya dalam bentuk antara lain;
Meneropong Kampung Idiot: Perilaku Sosial Terhadap Warga Retardasi
Mental Sidoharjo & Krebet (Institut Press. 2014), Panduan
Pembedayaan Warga Retardasi Mental Kampung Idiot Sidoharjo Jambon
Ponorogo (Institut Press, 2015), Asanti Emotan, Model Pembedayaan
Warga Retardasi Mental Kampung Idiot Sidoharjo Jambon Ponorogo
(Ombak Yogyakarta, 2016).
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 79
YUDI HARTONO lahir di Cilacap, 22
Desember 1972. Menyelesaikan pendidikan
S.1 di Prodi P. Sejarah UNS Surakarta (1997),
S.2. Prodi P. Sejarah UNS Surakarta (2003).
Penulis bertugas sebagai dosen dan sekaligus
sebagai sekretaris Prodi Pendidikan Sejarah
FKIP Universitas PGRI Madiun (2017-2021)
dengan jabatan fungsional Lektor.
Kini penulis menempuh studi S.3 Ilmu Pendidikan UNS
Surakarta. Untuk kepentingan akademis, penulis dapat dihubungi
melalui email [email protected].
Karya tulis ilmiah telah diterbitkan di berbagai media, baik
dalam wujud artikel ilmiah maupun buku. Karya ilmiah yang
dihasilkannya dalam bentuk buku diantaranya; Agama dan Relasi
Sosial Menggali Kearifan Dialog (2002), Pengantar Antropologi (2007),
Ilmu Sosial Budaya Dasar (2008), Pendidikan Demokrasi dan Hak Asasi
Manusia di Perguruan Tinggi (2008), Konsep Dasar dan Pengembangan
Pendidikan IPS (2009), Pendidikan Lintas Budaya (2012).
80 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo
ANJAR MUKTI WIBOWO lahir di
Magetan, 9 Januari 1977. Menyelesaikan
pendidikan S1 di Jurusan Seni Rupa Sekolah
Tinggi Seni Rupa Surakarta (2004), S1 di
Prodi P. Sejarah IKIP PGRI MADIUN (2009),
dan S2 Prodi Pendidikan Sejarah Universitas
Sebelas Maret Surakarta (2014).
Saat ini penulis bertugas sebagai Dosen Prodi Pendidikan Sejarah
FKIP Universitas PGRI Madiun.
Untuk kepentingan akademis, yang bersangkutan dapat
dihubungi melalui email: [email protected].
Beberapa karya ilmiah yang dihasilkan oleh penulis antara
lain yaitu Pemanfaatan Situs Sejarah Lokal Madiun Sebagai Sumber
Pembelajaran (2015), Penerapan Teknik Ukir Motif Pring Sedapur Pada
Sangkar Burung Untuk Meningkatkan Nilai Jual Produk Pengrajin
Sangkar Di Kabupaten Magetan (2016), Peran Perempuan Kapuk
Dalam Perekonomian Suku Samin Tapelan Sebagai Sumber
Pembelajaran Sejarah Lokal SMA Di Kabupaten Bojonegoro (2017).
Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya
Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 81