kerajaan kerajaan tertua di indonesia (kutai, · pdf filetersebut panjangnya 6122 busur....
TRANSCRIPT
MODUL 2 KELAS XI (semua Program)
KERAJAAN – KERAJAAN TERTUA DI INDONESIA (KUTAI, TARUMANEGARA, KALINGGA DAN KANJURUHAN)
DISUSUN OLEH :
Drs. OCTAVIANUS DWIANTO WISNU AJI
STANDAR KOMPETENSI
Menganalisa perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional
KOMPETENSI DASAR 1.1 Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di
Indonesia
Nilai Spiritualitas Santa Angela :
Kecerdasan, Disiplin, Kejujuran
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai pembelajaran siswa di harapkan dapat :
- Mendeskripsikan kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia
PETA KONSEP
Kedatangan bangsa India/ Hindu
A. KERAJAAN KERAJAAN HINDU – BUDHA DI INDONESIA
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Terletak di Tepi Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur. Di Kutai ditemukan prasasti berupa "yupa" yaitu tugu batu yang digunakan dalam upacara kurban. Yupa ini
bertuliskan huruf Pallawa dan Bahasa Sankserta, diperkirakan berasal dari
Kedatangan bangsa India/ Hindu
KUTAI TARUMA KALINGGA KANJURUHAN
tahun 400 M. Dalam Yupa diterangkan mengenai silsilah raja-raja Kutai.
Raja Kutai yang pertama adalah Kudungga(nama ini diperkirakan asli orang Indonesia). Kudungga mempunyai putra yang bernama
Aswawarman, nama ini diperkirakan berasal dari India sehingga Aswawarman dianggap sebagai "wangsakarta" atau pembentuk
keluarga/dinasti. Selain itu ia juga dijuluki "Ansuman" atau dewa matahari. Aswawarman mempunyai putra bernama Mulawarman.
Mulawarman adalah raja yang terbesar/terkenal di Kutai. Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, yang diperkirakan muncul pada
abad 5 M atau± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang
berbentuk Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah. Prasasti Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat
disimpulkantentang keberadaan kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan yaitu antara lain politik,sosial, ekonomi, dan budaya.
YUPA PRASASTI
* Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam prasasti Yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, ia putra
Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.Dalam prasasti
Yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai dewa Ansuman/dewaMatahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri
keluarga raja.Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluargaatau dinasti dalam Agama Hindu.
Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesiaasli dan masih sebagai kepala suku, ia yang menurunkan raja-raja Kutai.Dari
penjelasan uraian materi tersebut di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda sudah paham, simak uraian berikutnya :Dalam kehidupan
sosial terjalin hubungan yang harmonis/ erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana,seperti yang dijelaskan dalam prasasti Yupa,
bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernamaWaprakeswara. Dengan
adanya istilah Waprakeswara, tentu timbul pertanyaan dalam diri Anda,apa yang dimaksud dengan Waprakeswara?Waprakeswara adalah tempat suci
untuk memuja dewa Syiwa. Di pulau Jawa disebut Baprakewara.
BAGAIMANA PENDAPAT ANDA MELIHAT GAMBAR DIATAS ?
* Kehidupan Ekonomi
Dalam kehidupan ekonomi, tidak diketahui secara pasti, kecuali
disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak
20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh, apabila emas dan sapi tersebut di
datangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatandagang.
* Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. H a l ini dibuktikan melaluiupacara penghinduan (pemberkatan
memeluk agama Hindu) atau disebut upacara Vratyastoma.UpacaraVratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan
Aswawarman karena Kudungga masihmempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya sedangkan yang memimpin upacara tersebut,
menurut para ahli dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarmankemungkinan sekali upacara penghinduan
tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dariorang Indonesia asli. Dengan adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan
bahwakemampuan intelektualnya tinggi, terutama dalam hal penguasaan terhadap bahasa Sansekerta padadasarnya bukanlah bahasa rakyat India
sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaumBrahmana untuk masalah keagamaan
2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Hindu ini terletak di dekat sungai Citarum, Jawa Barat.
Kerajaan ini di perkirakan berdiri tahun 450 M. Raja yang paling terkenal adalah Purnawarman. Ia adalah raja yang sangat baik terhadap rakyat, hal
ini dibuktikan dengan pembuatan irigasi atau sungai untuk mengairi sawah
dan mencegah banjir, sungai ini diberi nama sungai "Gomati". Prasasti-
prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara antara lain Prasasti Tugu, Munjul, Kebon Kopi, Pasir Awi, Jambu,Ciaruteun, dan Muara Cianten.
A. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu
terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai
2 arti yaitu: Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah
tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi
seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan
Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Prasasti Ciaruteun
B. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor,
prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta
terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Purnawarman.
C. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah
adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
Prasasti Kebon Kopi
D. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak
kaki.
E. Prasasti Pasir Awi (tidak terbaca)
Prasasti Pasir Awi berada di daerah tepat berada di puncak
perbukitan Pasir Awi (600 m dpl), Bojong Honje-Sukamakmur Bogor.
F.. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten
Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
G. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing
Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti
Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
Prasasti Tugu
Isinya tentang :
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh
maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni
Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran
sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22
dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan
karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala
raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali
(saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah
kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah
kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman).
Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra,
jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian
tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para
Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
3. Kerajaan Kaling
Kalingga (Ho-Ling) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa
Tengah. Kerajaan Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh.
Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu
tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang.
Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui
dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu
Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan
dipotong tangannya. Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan
putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang
kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah
dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan
Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi
raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya
menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang
kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan
Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari
Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban.
Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja
Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai
Panangkaran.
Keterangan tentang Kerajaan Kalingga (Ho-ling) didapat dari prasasti
dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi
wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian
jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanegara yang
sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi
pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga
Prasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas.
Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di
lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf
Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata
air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut
disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-
gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai
yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-
dewa Hindu.
Prasasti Tukmas
Sementara di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang,
Jawa Tengah, ditemukan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini beraksara Kawi
dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari
tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu,
ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof.
Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra
adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa
di Kerajaan Mataram Hindu.
Prasasti Sojomerto
Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm,
dan tinggi 78 cm.
Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak terkikis
usia.
Teks prasasti Alih aksara prasasti:
1. ... – ryayon çrî sata ...
2. ... _ â kotî
3. ... namah ççîvaya
4. bhatâra parameçva
5. ra sarvva daiva ku samvah hiya
6. – mih inan –is-ânda dapû
7. nta selendra namah santanû
8. namânda bâpanda bhadravati
9. namanda ayanda sampûla
10. namanda vininda selendra namah
11. mamâgappâsar lempewângih
Penafsiran prasasti Terjemahan inskripsi yang terbaca:
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa...
dari yang mulia Dapunta SelendraSantanu adalah nama bapaknya,
Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari
yang mulia Selendra.
Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara
Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais.
Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan
Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di
Jawa Tengah Selatan.
Shima adalah ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai
utara Jawa Tengah sekitar tahun 674 Masehi. Ia menerapkan hukum yang
keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk
mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang
raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah
persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini
melakukan hal itu karena ia mendengar kabar tentang kejujuran rakyat
Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak seorangpun
berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari
tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara
tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Mulanya Sang
Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para
pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan
niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran
yang menyentuh barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu
menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran
4. Kerajaan Kanjuruhan
kerajaan yang pertama kali muncul di Jawa Timur adalah Kerajaan
Kanjuruhan. Banyak dari para ahli menduga bahwa Kanjuruhan
merupakan kelanjutan Kerajaan Ho-ling yang pusat kekuasaannya
dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Munculnya Kanjuruhan
diketahui dari prasasti Dinoyo di daerah Malang yang berangka 760,
menggunakan huruf Kawi dan berbahasa Sansekerta.
Didalam prasasti Dinoyo diceritakan bahwa Kerajaan Kanjuruhan
diperintah oleh Raja Dewasimha, setelah meninggal, Ia digantikan oleh
putranya Liswa yang kemudian beralih nama menjadi Gajayana.
Gajayana beragama Hindu yang memuja dewa Agastya. Ia membangun
sebuah candi yang indah untuk sang Agastya. Ia pun membuat membuat
arca yang melukiskan agastya dari batu hitam yang sebelumnya dibuat
dari kayu cendana. Bersamaan dengan pentasbihan bangunan suci
tersebut. Gajayana menganugerahkan sebidang tanah, sapi dan kerbau,
serta budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga kepada para
pendeta. Selain itu, Raja mengutuk bagi mereka yang tidak mau
memelihara bangunan suci beserta kelengkapannya.
Pusat kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan berada di Desa Kejuron sekarang
ini. Disebelah utara desa tersebut, terdapat bangunan Purbakala
peninggalan kerajaan Kanjuruhan , yaitu Candi Badut. Letak candi Badut
tepatnya di desa Badut sekitar 9 km dari Malang. Candi Badut
merupakan candi tertua di Jawa Timur. Seni bangunan candi masih
berlanggam Jawa Tengah, karena memiliki serambi pada tubuh candi.
Bangunan kuno keagamaan tersebut bersifat Siwaisme (Hindu yang
memuja Siwa). Buktinya di ruang tengah terdapat Lingga Yoni, di relung
utara ada arca Durga dan di bagian halaman bangunan terdapat arca
Nandi.
Kerajaan Kanjuruhan tidak lama berkembang. Kanjuruhan mungkin
ditaklukkan oleh Mataram dan para penguasanya menjadi Raja Bawahan
dengan gelar Rakyan Kanuruhan. Para ahli berpendapat, Rakai Wakutuka
menaklukkan Kerajaan Kanjuruhan disekitar awal abad ke-10
Kegiatan siswa :
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jelas !
1. Kesimpulan apa yang didapatkan dari isi prasasti Kutai ?
2. Buktikan bahwa Kutai menganut Hindu aliran Syiwa?
3. Mengapa dibuat kanal/irigasi Sungai Gomati seperti yang ditulis
dalam prasasti Tugu?
4. Jelaskan tentang Ratu Sima dari kerajaan Kalingga?
5. Prasasti Dinoyo (760)n tidak lagi menggunakan tulisan Palawa,
namun sudah menggunakan huruf kawi (Jawa kuno), hal ini
menunjukkan apa? Jelaskan !
6. Jelaskan kesimpulan dari isi prasasti Sojomerto ?
Sumber acuan :
Darmawan, Wawan. 2004. Cakrawala Sejarah: Sejarah untuk SMA Kelas2
IPS. Bandung: PT. Sinerji Pustaka Indonesia.
Djoened, Mawarti, 1976. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Jakarta :
Balai Pustaka
Gonggong, Anhar, 1993. Sejarah Indonesia III. Jakarta: Depdikbud
Soekmono, R. 1991. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, 2, dan 3
Yogyakarta : Kanisius.
Internet :
- Wikipedia.com
- Finnme6.blogdetik.com
- Suwandi-sejarah.blogspot.com
- Jagoips.wordpress.com