kenakalan anak dalam konteks keluarga naskah...
TRANSCRIPT
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam mencapai derajat Sarjana S-1
Diajukan oleh :
Erina Rahmajati
F 100 060 110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
1
PENGANTAR
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir,
Yayasan Sekretariat Anak Merdeka
Indonesia (SAMIN) menangani 69 kasus
kenakalan anak, yang dalam perkiraan
sebelumnya hanya menerima 30 kasus
(Muchtar,2008). Data populasi kenakalan
anak di Indonesia pada tahun 2009 berkisar
193.115 anak (DEPSOS, 2010).
Perkembangan perilaku anak tidak
lepas dari peranan keluarga, sebagai tempat
pertama anak memperlajari nilai dan norma
sosial, terutama dalam pembentukan
perilaku kenakalan. Banyak faktor yang
berasal dari keluarga yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku nakal pada anak ini,
antara lain yaitu, kemampuan pengasuhan
orang tua, pengawasan orang tua, pola asuh
yang di terapkan pada anak dan
maltreatment pada anak (Regoli & Hewitt,
2003).
Penelitian yang dilakukan Petterson,
DeBaryshe & Ramsey (dalam Regoli, 2003)
menunjukan bahwa dengan mengetahui cara
pengasuhan anak, dapat pula dilihat bentuk
kenakalan anak dimasa yang akan datang
Sedangkan Gottfredson & Hirschi (dalam
ABSTRAK
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
Eny Purwandari
Keluarga merupakan tempat anak pertama kali mempelajari nilai sosial and
norma. Kenakalan yang berkembang dalam diri anak tak lepas dari peran keluarga. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dimanika sebuah keluarga dapat berpengaruh
terhadap perilaku nakal yang dilakukan oleh anak. Informan utama dalam penelitian ini yaitu
terdiri dari 4 anak berusia 14 sampai 16 tahun, yaitu 2 orang anak laki-laki dan 1 orang anak
perempuan beserta keluarganya. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kenakalan anak
merupakan pelanggaran dari commitment atau aturan yang diterapkan dalam lingkungannya,
dalam hal ini adalah keluarga. Kenakalan yang pada awalnya merupakan salah satu bentuk
keingintahuan berlanjut menjadi sebuah perilaku negatif ketika attachment antara anak dan
anggota keluarga yang lain merenggang, yang salah satunya diindikasikan oleh bentuk
komunikasi yang negatif. Bentuk komunikasi yang negatif membuat involvement anak
berkurang, dimana anak mulai menarik diri dari keterlibatannya dalam keluarga. Ketika anak
sudah tidak lagi memilih untuk terlibat dalam keluarga maka ia pun memilih untuk tidak lagi
terikat (unbelief) pada commitment yang ada dalam keluarga tersebut.
Kata kunci : Kenakalan, Keluarga, Commitment , Attachment, Involvement, Belief
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
2
Regoli & Hewitt, 2003) berpendapat bahwa
untuk membangun self-control pada anak
guna mencegah perilaku nakal orang tua
hendaknya memantau perilaku, mengatasi
problematika yang ada pada anak dan
memastikan adanya konsekuensi terhadap
perilaku tersebut.
Snyder (dalam Flores 2003)
mendapatkan data prosentase mengenai
riwayat perilaku Kenakalan berdasarkan
usianya, yaitu :
Grafik 1. Usia Kemunculan Perilaku
delinquen
Data Snyder tersebut di atas dimuat
dalam buletin Child Deliquency, yaitu
buletin yang dikeluarkan oleh Departemen
Kehakiman di Amerika Serikat, namun
Snyder tidak menyebutkan macam atau
bentuk perilaku kenakalan apa yang
dilakukan oleh anak. Tampak bahwa
kemunculan pertama kenakalan anak adalah
pada usia tujuh tahun hingga masa remaja.
Pada masa ini, anak masih berada dalam
pengawasan orang tua sebagai keluarga
dalam masa perkembangannya.
Orang tua serta anggota keluarga
lainnya bukanlah makhluk yang terisoalasi,
melainkan makhluk sosial, maka nilai-nilai
lain pun masuk kedalam suatu keluarga,
seperti tipe kepribadian, nilai agama, nilai
budaya, suku, politik dan sebagainya,, yang
merupakan nilai sosial yang ada di
lingkungan sekitar keluarga (Calhoun, Light
& Keller dalam Regoli & Hewitt, 2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga
merupakan sekolah pertama bagi seorang
anak.
Pada akhirnya pengungkapan tentang
kenakalan anak berkaitan dengan dinamika
yang ada didalam keluarga ini diharapkan
dapat membukakan wawasan orang tua dan
masyarakat mengenai bagaimana
sebenarnya pola kenakalan anak itu
terbentuk sehingga nantinya pola ini dapat
dikendalikan dan dapat mengurangi
kenakalan pada anak. Alasan inilah yang
mendasari peneliti dalam menyusun skripsi
dengan judul “Kenakalan Anak dalam
Konteks Keluarga”
KENAKALAN ANAK
Kementerian Sosial pada tahun 2009
memberikan penjelasan bahwa anak nakal
adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang
berperilaku menyimpang dari norma dan
kebiasaan yang berlaku dalam
0
10
20
30
40
7 8 9 1011121314151617
Usia …
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
3
masyarakat,lingkungannya sehingga
merugikan dirinya, keluarganya dan orang
lain, serta mengganggu ketertiban umum,
akan tetapi karena usia belum dapat dituntut
secara hukum (www.database.depsos.go.id).
Kenakalan merupakan sebuah label yang
diberikan kepada seseorang yang melakukan
sesuatu di luar kewajaran, keluar dari aturan
yang berlaku di lingkungan dimana ia
berada (Tannenbaum, dalam Regoli &
Hewitt, 2003). Sedangkan Regoli dan
Hewitt (2003) berpendapat bahwa kenakalan
merupakan suatu bentuk perilaku konsisten
yang mengarah pada perilaku yang ekstrim
secara berkelanjutan.
Menurut ketetapan dalam KUHP (dalam
Anganti, dkk 2010), kenakalan anak di
bedakan menjadi tiga kategori, yaitu sedang,
berat dan ringan. Kategori kenakalan anak
ini pun selanjutnya diterjemahkan dalam
kajian psikologi menjadi 18 macam dengan
pembagian kategori yang sama yaitu ringan
ketika kenakalan tersebut tidak merugikan
orang lain; sedang, ketika kenakalan tersebut
merugikan dirinya dan orang lain; dan berat,
ketika kenakalan tersebut menimbulkan
keruggian berat pada dirinya dan juga orang
lain (Purwandari, 2011). Purwandari (2011)
pun mengelompokan perilaku kenakalan ini
dalam 3 kategori yaitu, tingkat kenakalan
yang ringan, meliputi membuang sampah
sembarangan, berbohong, pergi dari rumah
tanpa pamit. Keluyuran, bergadang dan
membolos; tingkatan sedang meliputi
memalak, berkelahi, membaca buku porno,
melihat gambar porno, menonton film
porno, mengendarai motor tanpa SIM dan
kebut kebutan ; dan tingkatan yang berat
meliputi, perkelahian antar sekolah,
mencuri, berjudi, minuman keras dan
Narkotika
Dapat disimpulkan, bahwa kenakalan
anak merupakan tindakan seorang anak yang
melanggar suatu aturan tertentu yang
berlaku dalam suatu kelompok masyarakat
ataupun bangsa tertentu.
Faktor Pembentuk Kenakalan Anak
Hircshi’s social control/bonding
theory (Booth, dkk, 2008; Ozbay & Ozcan
dalam Regoli & Hewitt, 2003) menyebutkan
empat faktor yang dapat mengontrol
delinquency, yaitu:
Attachment atau kelekatan. Kelekatan
merupakan faktor emosi. Hal ini
mendeskripsikan bahwa anak memiliki
kecenderungan untuk melekatkan diri pada
orang lain.
Commitment atau komitmen terhadap
aturan. Komitmen merupakan komponen
rasional dari suatu ikatan. Hal ini mengacu
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
4
pada sejauh mana anak-anak terlibat dalam
kegiatan konvensional suatu kelompok.
Involvement atau keterlibatan. Keterlibatan
anak berhubungan dengan seberapa banyak
waktu yang dihabiskan seorang anak untuk
berinteraksi dengan individu lain dalam
suatu kegiatan.
Belief atau keyakinan. Keyakinan yaitu
kesediaan dengan penuh kesadaran untuk
menerima segala aturan. Keyakinan dalam
nilai moral dari norma konvensional
merupakan komponen keempat dari ikatan
sosial.
fungsi kontrol sosial yang ada dapat
membentuk atau mempengaruhi pola
perilaku anak. Kelekatan anak pada keluarga
yang positif dapat mengurangi kemungkinan
anak melibatkan diri kedalam aktifitas yang
melanggar aturan atau nilai tertentu. Hal ini
dikarenakan oleh komitmen anak pada
aturan yang ada dan juga meyakininya
sebagai bentuk kontrol sosial terhadap
perilakunya.
KELUARGA
Tahapan paling awal dan merupakan
tahapan yang terpenting bagi anak adalah
proses sosialisasi anak dengan keluarganya.
Adapun keadaan keluarga yang
mempengaruhi perilaku nakal pada anak
(Regoli dan Hewitt, 2003) antara lain yaitu :
Kemampuan Pengasuhan (Parenting Skill);
Pemantauan Pengasuhan (Parental
Supervision); Model Pengasuhan (Parenting
Style); Kelekatan dalam Pengasuhan
(Parental Attacment); Kesalahan Treatmen
pada Anak (Maltreatment of Childrent).
Kemampuan orang tua dalam
mengasuh dan memantau sangat erat pula
kaitannya dengan model pengasuhan yang di
terapkan dalam keluarga tersebut dan
seberapa lekat hubungan antar keluarga.
METODE PENELITIAN
Informan utama dalam penelitian ini
yaitu terdiri dari 4 anak berusia 14 sampai
16 tahun, yaitu 2 orang anak laki-laki dan 2
orang anak perempuan yang telah memiliki
indikasi nakal, yang di tunjukan dari adanya
judgment dari lingkungan sekitar anak, serta
di dukung dengan Checklist Behavior
perilaku kenakalan anak guna mengetahui
kenakalan apa saja yang telah dilakukan
Informan (Purwandari, 2011). Sedangkan
untuk informan pendukung yaitu keluarga
dari informan yang terdiri dari kedua orang
tua dan saudara kandung dari informan
tersebut.
Tekhnik pengunpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara. Wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini bertujuan untuk
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
5
mengetahui sudut pandang masing-masing
anggota keluarga tentang kenakalan yang
dilakukan informan utama. Guide
wawancara disusun menggunakan aspek-
aspek berdasarkan Hircshi’s social
control/bonding theory yang menjadi acuan
dalam menyusun dinamika kenakalan anak
yang terjadi dalam keluarga masing-masing
informan yaitu Attachment, Comitmen,
Involvement dan belief .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini merupakan hasil dari
wawancara berdasarkan penjabaran tentang
Attachment, Comitmen, Involvement dan
belief yang kemudian disusun menjadi
sebuah dinamika dalam masing-masing
keluarga Informan berkaitan dengan
kenakalan yang dilakukan Informan.
Berikut ini adalah dinamika dari
masing-masing keluarga Informan tersebut :
pelabelan nakal merupakan hal yang
subjektif. Keluarga-keluarga pada penelitian
ini mengkhawatirkan tentang intensitas anak
mereka yang lebih sering berada di luar
rumah dibandingkan waktu yang mereka
habiskan bersama keluarga. Para anggota
keluarga menilai perilaku ini sudah
No Informan Dinamika Keluarga
1 IJ
(Laki-laki,
16 Tahun)
Penilai negatif dari keluarga dan larangan IJ untuk menentukan
pilihannya (mengikuti eks-kul, tidak mengikuti les mata pelajaran
dan bergaul dengan teman-temannya) membuat IJ lebih sering
berada diluar rumah karena merasa tidak nyaman dengan
penilaian tersebut. Kenakalan yang dilakukan merupakan wujud
pembuktian dirinya kepada keluarga tentang pilihan-pilihannya.
2 KN
(Laki-laki,
16 Tahun)
Kenakalan yang dilakukan KN pada awalnya dilakukan hanya
karena iseng bersama teman-temannya, namun karena ia merasa
tidak nyaman berada di rumah ia pun lebih memilih dekat dengan
teman-temannya. Hal yang paling di inginkan KN adalah tidak di
acuhkan oleh kedua orang tuanya dan lebih mendapatkan
pengakuan dan perhatian.
3 WD
(Perempuan ,
14 Tahun)
WD dinilai nakal karena malas belajar dan membantah ketika di
nasehati, namun demikian, Ayah dan juga kakak WD senantiasa
melakukan komunikasi yang intensif. WD pun merasa nyaman
berada di rumah, hal ini membuat WD lebih lekat kepada
keluarga di bandingkan teman-temannya di luar rumah.
Delinquency atau yang disebut sebagai
kenakalan merupakan sebuah labeling yang
diberikan kepada seseorang yang melakukan
perilaku menyimpang atau keluar dari aturan
yang berlaku di lingkungan dimana ia berada
(Tannenbaum, dalam Regoli dan Hewitt,
2003). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
6
mengarah kepada kenakalan, karena adanya
bentuk commitment dalam norma keluarga
yang dilanggar.
Kenakalan yang dilakukan oleh anak
dalam penelitian ini pada awalnya
merupakan keisengan yang membawa
kepuasan bagi mereka. Perkembangan
kenakalan atau perilaku delikuen bukan
sesuatu yang ada sebelumnya namun suatu
perolehan atau sesuatu yang dapat ditempa
sebagai bentuk dampak dari perkembangan
kehidupan seseorang (Thornberry, dkk,
dalam Borg & Dalla, 2005).
Hircshi (2002) menerangkan bahwa
kenakalan anak merupakan hasil dari lemah
atau rusaknya hubungan sosial, yang dalam
penelitian ini adalah hubungan antar anggota
keluarga. Salah satu aspek yang
mengidentifikasikan kelekatan atau
Attachment antar anggota keluarga adalah
komunikasi (Brank dkk, 2008). Komunikasi
dapat berjalan dengan baik jika dilandaskan
atas kesediaan dari masing-masing anggota
keluarga. Hasil penelitian Caprara dkk
(Carlk & shields, dalam Brank dkk 2008)
menunjukan bahwa keluarga yang mudah
berkomunikasi satu sama lain dapat
mengurangi perilaku kanakalan anak.
Keluarga Infornam yang memiliki pola
komunikasi yang positif dalam penelitian ini
cenderung dapat memantau dan
mengendalikan perilaku anak. Sebaliknya,
keluarga informan yang memiliki pola
komunikasi yang negatif membuat anak
cenderung menarik diri dari keterlibatannya
didalam keluarga.
Selain itu kenyaman merupakan hal
lain yang dapan mengidentifikasikan
attachment dalam keluarga ini.
Kenyamanan akan timbul ketika masing-
masing keluarga memiliki kepercayaan satu
sama lain.
Beberapa anak memiliki belief atau
keyakinan yang lebih kuat dalam
mengikatkan diri dalam aturan sosial,
mereka akan lebih tidak cenderung
berkomitmen terhadap kenakalan (Reggoli
dan Hewitt, 2003). Ketika orang tua
memiliki harapan positif terhadap anak, hal
tersebut akan tercermin dalam pola asuh
orang tua sehingga anak pun merasa nyaman
karena adanya penerimaan dan kepercayaan
orang tua tersebut. Infroman yang memiliki
keyakinan yang kuat terhadap komitmen dan
keluarganya , walaupun melakukan perilaku
nakal, namun informan tidak melakukan
kenakalan hingga tahapan yang serius atau
berat, karena mereka mendapatkan
pengawasan dan kontrol dari keluarga
mereka. Sedangkan Informan yang memiliki
keyakinan yang negatif terhadap komitmen
dan keluarganya ia akan cenderung menarik
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
7
diri dan melakukan kenakakan yang lebih
serius.
Kenakalan anak yang merupakan
pelanggaran terhadap komitmen sosial
berupa aturan dan norma, terbentuk ketika
adanya anggota keluarga yang mulai
memiliki ketidakpercayaan, penilaian
negatif dan penolakan terhadap apa yang
dilakukan anak . Penolakan ini pun
membuat anak tidak nyaman berada di dekat
keluarga dan memilih untuk tidak
melibatkan diri dalam keluarga. Kuranganya
keterlibatan dengan keluarga inilah yang
membuat anak lebih memiliki resiko untuk
melanggar peraturan dan norma sosial yang
ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian mengenai Kenakalan
dalam Konteks Keluarga ini menyimpulkan
bahwa, kenakalan anak dalam konteks
keluarga mengacu pada pelanggaran dari
commitment atau aturan yang diterapkan
dalam lingkungan keluarga. Pelanggaran
yang dilakukan oleh anak dapat terus
berlanjut terutama ketika attachment antara
anak dan anggota keluarga yang lain
merenggang. Komunikasi dan penilaian
yang kurang positif menjadi salah satu
penyebab kerenggangan ini. kerenggangan
ini pun menciptakan ketidak nyamanan
dalam keluarga dan membuat involvement
anak berkurang, anak pun mulai menarik
diri dari keterlibatannya dengan keluarga.
Anak yang tidak lagi memilih untuk terlibat
dalam keluarga, ia pun memilih untuk tidak
lagi terikat (unbelief) pada commitment yang
ada dalam keluarga tersebut.
Dari hasil penelitian ini
diharapkan bagi :
1. Bagi keluarga, dapat menguatkan
kelekatan keluarga, salah satunya
dengan komunikasi dan penilaian
atau pemberian kesan yang baik
antar anggota keluarga, dengan lebih
membuka diri antar satu sama lain.
Komunikasi yang baik akan
menciptakan kenyamanan bagi
seluruh anggota keluarga sehingga
anggota keluarga , terutama anak,
lebih memilih melibatkan diri dalam
kegiatan dilingkungan keluarga yang
dapat meminimalisir keterlibatan
anak dalam lingkungan yang negatif
. Keterlibatan dan juga kedekatan
antar anggota keluarga ini membuat
anak dengan penuh kesadaran
mengikuti komitmen atau aturan
yang ada dalam keluarga tersebut.
2. Bagi pendidik, mampu turut andil
dalam penanggulangan dan
pencegahan melalui pengawasan dan
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
8
penilaian yang objektif terhadap
anak di lingkungan sekolah dan
menjalin komunikasi dengan orang
tua mengenai keadaan dan
perkembangan anak guna
meminimalisir munculnya perilaku
nakal pada anak.
3. Para peneliti yang lain, hasil
penelitian ini mendapat respon kristis
terutama dari bidang kajian psikologi
keluarga, karena penelitian ini belum
dapat mengungkapkan besar
sumbangan efektif dari peran
masing-masing anggota keluarga
yang mempengaruhi kenakalan anak.
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
dapat melanjutkan penelitian dengan
tema kenakalan anak dalam keluarga
terutama dengan melihat seberapa
besar sumbangsih masing-masing
faktor kenakalan anak dalam
pandangan kontrol sosial yang
mempengaruhi kenakalan anak.
Daftar Pustaka
Admin (2009). Data Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Potensi dan Kesejahteraan Sosial
(PSKS) Tahun 2009.
http://database.depsos.go.id/modules.
php?name=Pmks2009&opsi=pmks2
009-1
Anganthi , R. N. A., Purwandari, E &
Purwanto, Y . (2010). Pola
Delinquency Remaja Penyalahguna
Napza di Surakarta. Laporan
Penelitian Fundamental Research
Dikti
Asfriyati, S.KM (2003). Pengaruh Keluarga
Terhadap Kenakalan Anak. Dalam:
www.repository.usu.ac.id/
Astuti, R. D. (2005). Pengaruh Pola Asuh
Orangtua Terhadap Kemandirian
Siswa dalam Belajar pada Siswa
Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh
Kabupaten Banyumas Tahun
Pelajaran 2005/2006: Skripsi, (tidak
diterbitkan). Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
Booth, J. A., Farrell, A & Varano, S. P
(2008). Social Control, Serious
Delinquency, and Risky Behavior :
A Gendered Analysis. Crime &
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
9
Delinquency :
http://cad.sagepub.com/content/54/3/
423
Brank, E., Lane, J., Tumer, S., Fain, T &
Sehgai, A (2008). An Experimental
Juvenile Probation Program : Effects
on Parents and Peer Relationships.
Crime & Delinquency:
http://cad.sagepub.com/content/54/2/
193
Chosiyah ,U (2009). Remaja dan Narkoba .
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.p
hp?judul=Remaja%20dan%20Narko
ba&&nomorurut_artikel=369
Church II, W. T., Wharton, T & Taylor, J. K
(2008). An Examination of
Differential Association and Social
Control Theory: Family System and
Delinquency. Youth Violence and
Juvenile Justice:
http://yvj.sagepub.com/content/7/1/3
Davis, C., Tang, C & Ko, J (2004). The
Impact of peer, family and school on
delinquency: A study of at-risk
Chinese adolescents in Hong Kong,
International Social Work:
http://isw.sagepub.com/content/47/4/
489
Flores, J.R (2003). Child Delinquency :
Early Intervention and Prevention.
Bulletin Series Child Delinquency
May 2003. USA : Office of Juvenile
Justice and Delinquency Prevention.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research.
Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Hirschi, T (2002). Causes of delinquency.
New Brunswick, N.J. : Transaction
Hoghughi , M S & Long, N. (2004).
Handbook of Parenting: Theory and
Research for Practice. India: SAGE
Publications
Kusumah, W. M. (2006). Kejahatan terjadi
tiap 28,17 menit.
http://www.kompas.com/kompasceta
k/0306/25/metro/391901.htm
Loeber, R., Farrington, D. P & Petechuk, D
(2003). Child Delinquency: Early
Intervention and Prevention. U.S.
Department of Justice : Child
Delinquency Bulletin Series
Mangusdin, H. M. S (2010). Kenakalan
Remaja sebagai Perilaku
Menyimpang ditinjau dari
Keberfungsian Sosial Keluarga.
http://syuaibmahesa.multiply.com/jo
urnal/item/2
KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
Erina Rahmajati
10
Muchtar, F. (2008). Kasus Kenakalan Anak
Meningkat. Artikel.
http://www.yayasan-samin.org/
Nn, Kebutuhan Dasar Anak,
http://www.dinkes.tulungagung.go.id
/index.php/artikel/39-kesehatan/150-
kebutuhan-dasar-anak
Purwandari, E (2011). Keluarga, Kontrol
Sosial dan “Strain” : Model
Kontinuitas Delinquency Remaja.
Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan, Jogjakarta.
Humanitas : Jurnal Psikologi
Indonesia, Vol.VIII, No.1, 28-44
Regoli, R. M & Hewitt, J. D (2003).
Delinquency in Socity : fifth edition,
New York: McGraw Hill
Companies, Inc.