kemitraan program penelitian dalam pengelolaan …

13
Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi di Wilayah Papua M. Irfan Malunud, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak Cooperation with other institution as for Balai Arkeologi Jayapura can be solve with strategic program. This cooperation among other things archaeological research and archaeological resource. This cooperation based on needed-each other principle. Key words : Cooperation, Balai Arkeologi Jayapura, management archaeological resource PENDAHULUAN Kernitraan ialah pola hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan mengedepankan prinsip sinergisitas atau simbiosis mutualis, sharing, kesetaraan, dan demokratis untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan masing- masing dalam rangka memperkuat struktur pengelolaan suatu sumberdaya atau program. Penerapan konsep kernitraan di lingkungan arkeologi Indonesia dimulai sej ak awal tahun 2004-an atau 24 tahun setelah industri konstruksi mempopulerkan tahun 1980-an sebagai usaha untuk mempererat dan meningkatkan hubungan antara organisasi yang berbeda. Konsep ini pertama kali diterapkan di Jepang, dan kemudian dikembangkan di Arnerika dan Australia. Konsep kernitraan berasal dari industri manufaktur yang digunakan untuk me-manage rantai suplai dan merupakan dari pengembangan salah satu konsep six basic dalam Total Quality Management (TQM) . Keinitraan merupakan konsep strategis yang perlu diupayakan oleh setiap lembaga dewasa ini jika ingin terus eksis di tengah tantangan, peluang, dan persaingan yang semakin bari.yak. Bagi Balai Arkeologi Jayapura, kernitraan juga merupakan langkah strategis yang harus diupayakan untuk meningkatkan kinerja lembaga mengatasi berbagai tantangan. Umurnnya wilayah Papua sulit dijangkau karena tantangan kondisi alam dan mahalnya biaya transportasi. Pengelolaan sumberdaya arkeologi setelah ditetapkannya UU No 22 tahun 1999 tentang Otonorni Daerah dan UU No. 32/2004 bagi Balai Arkeologi juga merupakan tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Bagaimanapun, UU No 22/1999 dan UU 32/2004 memberi hak, wewenang dan kewajiban sesuai perundang-undangan kepada daerah mengurus aspek kebudayaan (Triharyanto, 2008: 66), sementara lembaga arkeologi sebagai UPT pusat diharapkan dapat bertindak sebagai fasilitator (Malunud, 2005). Di lain pihak, peluang dan peran perguruan tinggi (PT), swasta dan LSM juga dibuka dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi. Meskipun dernikian, hasil penelitian arkeologi terawal (1930-an hingga 1940-an) memperlihatkan peluang luas penelitian sebagaimana penemuan distribusi benda-benda prasejarah tipe mesolitik, neolitik, megalitik, dan benda-benda perunggu dimana banyak diantaranya masih berpeluang disaksikan di beberapa Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009 11

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi di Wilayah Papua

M. Irfan Malunud, Balai Arkeologi Jayapura

Abstrak

Cooperation with other institution as for Balai Arkeologi Jayapura can be solve with strategic program. This cooperation among other things archaeological research and archaeological resource. This cooperation based on needed-each other principle.

Key words : Cooperation, Balai Arkeologi Jayapura, management archaeological resource

PENDAHULUAN

Kernitraan ialah pola hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan mengedepankan prinsip sinergisitas atau simbiosis mutualis, sharing, kesetaraan, dan demokratis untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan masing­masing dalam rangka memperkuat struktur pengelolaan suatu sumberdaya atau program. Penerapan konsep kernitraan di lingkungan arkeologi Indonesia dimulai sej ak awal tahun 2004-an a tau 24 tahun setelah industri konstruksi mempopulerkan tahun 1980-an sebagai usaha untuk mempererat dan meningkatkan hubungan antara organisasi yang berbeda. Konsep ini pertama kali diterapkan di Jepang, dan kemudian dikembangkan di Arnerika dan Australia. Konsep kernitraan berasal dari industri manufaktur yang digunakan untuk me-manage rantai suplai dan merupakan dari pengembangan salah satu konsep six basic dalam Total Quality Management (TQM) .

Keinitraan merupakan konsep strategis yang perlu diupayakan oleh setiap lembaga dewasa ini jika ingin terus eksis di tengah tantangan, peluang, dan persaingan yang semakin bari.yak. Bagi Balai Arkeologi Jayapura, kernitraan juga merupakan langkah strategis yang harus diupayakan untuk meningkatkan kinerja lembaga mengatasi berbagai tantangan. Umurnnya wilayah Papua sulit dijangkau karena tantangan kondisi alam dan mahalnya biaya transportasi.

Pengelolaan sumberdaya arkeologi setelah ditetapkannya UU No 22 tahun 1999 tentang Otonorni Daerah dan UU No. 32/2004 bagi Balai Arkeologi juga merupakan tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Bagaimanapun, UU No 22/1999 dan UU 32/2004 memberi hak, wewenang dan kewajiban sesuai perundang-undangan kepada daerah mengurus aspek kebudayaan (Triharyanto, 2008: 66), sementara lembaga arkeologi sebagai UPT pusat diharapkan dapat bertindak sebagai fasilitator (Malunud, 2005) . Di lain pihak, peluang dan peran perguruan tinggi (PT), swasta dan LSM juga dibuka dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi. Meskipun dernikian, hasil penelitian arkeologi terawal (1930-an hingga 1940-an) memperlihatkan peluang luas penelitian sebagaimana penemuan distribusi benda-benda prasejarah tipe mesolitik, neolitik, megalitik, dan benda-benda perunggu dimana banyak diantaranya masih berpeluang disaksikan di beberapa

Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009 11

Page 2: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I Yl . l.rfan Mahmud, Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Di Wilayah Papua

wilayah pegunungan Jayawijaya (Soejono, 1994: 24-39) . Kondisi ini mengharuskan Puslitbang Arkenas dan Balar-Balamya memikirkan strategi !(emitraan dalam mendorong peningkatan kinerja serta mengatasi konflik -epen ingan dengan cara "win-win solution". Pola kemitraan bagi Balai Arkeologi

hyapura juga diharapkan secara efesien dan efektif dapat mencapai tujuan org · asi yakni "meningkatnya program kerja lembaga arkeologi yang sinergis dan berkelanjutan".

A. K0:\1HSI UMUM BALAR JAY APURA DAN IMPLEMENT AS! RIP AN Balai Arkeologi Jayapura yang berdiri berdasarkan SK Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 015/0/1995, tanggal 10 Februari 1995. Selama 13 tahun usianya, baru menjangkau 25 situs dari 89 situs yang telah terdata, dengan rata-rata penelitian 2 kegiatan setiap tahun. Sekarang, lembaga ini didukung 22 staf, yang terdiri dari 18 PNS dan 4 tenaga honorer. Sayangnya, rasio ketenagaan belum memperlihatkan dukungan kepada tugas pokok dan fungsi penelitian, karena terdapat ketimpangan antara staf peneliti (5 orang) dan administrasilketatausahaan (17 orang).

Jumlah staf peneliti yang masih terbatas, sangat kurang memenuhi kebutuhan upaya penelitian dan pengembangan dalam lingkup yang sangat luas. Wilayah kerja Balai Arkeologi Jayapura meliputi 2 propinsi dan 32 kabupaten/kota yang hanya ditangani 5 orang peneliti. Akibatnya, selama 13 tahun usianya, Balai Arkeologi Jayapura hanya dapat menjangkau 25 situs dari 89 situs yang sudah terdata. Jumlah potensi situs mungkin lebih banyak lagi yang belum diketahui akibat hambatan geografis dan minimnya dana penelitian. Karena diketahui wilayah ini memiliki sumberdaya arkeologis dari masa prasejarah, masa pengaruh awal Islam, kolonial (peninggalan Perang Dunia II), dan kawasan suku yang membawa tradisi asli dari masa prasejarah. Justru itu, optimalisasi manfaat hasil penelitian juga menghadapi tantangan berat dan memerlukan kerjasama/kemitraan dengan berbagai kelompok kepentingan.

Diketahui bahwa penelitian dalam rangkaian manajemen sumberdaya arkeologi merupakan kegiatan hulu, yaitu kegiatan yang diselenggarakan pada taraf paling awal untuk dijadikan masukan, bahan penyusunan kebijakan, serta bahan pertimbangan atau acuan kegiatan hilimya. Oleh karena itu, penelitian arkeologis selain secara ideologis mengemban kepentingan akademis, juga harus dapat mengemban kepentingan yang bersifat strategis. Masalahnya, input bagi pengembangan kualitas berupa bahan pustaka masih belum memadai; hanya memiliki 116 judul buku di perpustakaan, sementara kemampuan mengakses informasi para staf masih butuh pembinaan. Sampai sekarang, Balai Arkeo1ogi Jayapura belum didukung sistem informasi arkeologi (SIA). Padaha1 semakin disadari bahwa penelitian dan pengembangan situs dan artefak memerlukan data dan informasi dasar bagi usaha perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaannya, baik oleh lembaga arkeologi dan pemerintah daerah maupun masyarakat lokal. Keadaan di atas diperlihatkan tingkat kinerja Balai Arkeologi

12 Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009

Page 3: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

Jayapura sekarang berdasarkan indikator tolak ukur pencapaian target tujuan dan sasaran pada tabel di bawah.

Tabel 1: Tingkat Kinerja Program Balar Jayapura 2

TUJUAN SA SARAN INDIKATOR SATUAN Klt'\TERJA UKURAN SEKARANG

Meningkatnya Terwujudnya hasil Input: program kerja penelitian yang -RIP AN - Dokumen I lembaga dapat dimanfaatkan - Dana Program -Rupiah Rp. 426.440.000 arkeologi yang berbagai kelompok - SDM (PNS) -Orang 18 sinergis dan kepentingan - Program - Kegiatan 3 berkelanjutan -Data situs - Naskah 25

Proses: - Membuat proposal - Naskah 8 - Komunikasijimding - Jumlah I - Membangun kerjasama - Jumlah I - Pelatihan peneliti -Orang 2 - Penerbitan hasil - Naskah 2 - Sosialisasi hasil - Kegiatan 6

Output: - Laporan - Naskah 25 - Dana Fundrising -Rupiah 0 - Link program - Kegiatan 0 -MOU - Naskah 0 - Spesia!is analis artefak -Orang 0 - Publikasi - Naskah 2 - Kelompok mitra - Jumlah 0

Memperhatikan tingkat kinerja obyektif Balai Arkeologi Jayapura pada tabel di atas , upaya kemitraan yang dibangun perlu memberi perhatian pada dua sisi,

baik kemitraan internal dengan lembaga arkeologi Indonesia maupun secara eksternal dengan kelompok kepentingan lain. Kemitraan diperlukan untuk mengatasi per-oalan masih rendahr1.ya kinerja pengelolaan sumberdaya arkeologi (SDA) yang internal dengan lembaga arkeologi Indonesia maupun secara eksternal dengan kelompok kepentingan lain. Kemitraan diperlukan untuk mengatasi persoalan masih rendahnya kiner_ia pengelolaan sumberdaya arkeologi (SDA) yang sebabkan oleh fakto r kuantitas dan kualitas SDM, kecilnya anggaran, dan sarana prasarana yang belum lengkap. Kondisi ini berimplikasi pada masih belum maksimalnya implementasi RIP Ai\J, sehingga memerlukan sinergi internal lembaga arkeologi (terutama di wilayah Timur Indonesia) serta dukungan dari lembaga lain

Papua Vol. 1 No. 1 i Jun~ 2009 13

Page 4: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Malunud, Kemitraan Program Pene/itian dalam Pengelolaan s~7iA~keologi Di Wilayah Papua

di Indonesia. Sejak tahun 2005, Balai Arkeologi Jayapura telah berusaha melaksanakan highlight penelitian (riset unggulan) sesuai RIP AN (Rencana Induk Penelitian Arkeologi Nasional) . Tetapi dalam perjalanannya kemudian terjadi banyak kendala yang menghambat pelaksanaan RIP AN, antara laini: SDM, peralatan, perubahan kebijakan (a.l. pemotongan anggaran, otonorni khusus), dan perhatian dalam highlight dalam perencanaan program. Hal itu terlihat dari masih banyaknya target perencanaan yang belum sesuai dengan program penelitian yang dilaksanakan dari tahun 2005-2008.

Penelitian Arkeologi Kolonial di Raja Arnpat

14 Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009

Page 5: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

M. lrfan Mahmud, Kemitraan Program Penelitian dal;;~-p;;:;g~/;:;/;;an Sumb"i;-:;:[;;y;;··x;r;;;;Togi Di Wi/ayalr Papua

Tabel2 Evaluasi Target Perencanaan highlight RIP AL"

Balar Jayapura, Jangka Pendek dan Mencngah (2005-2009)

........-N-0--,--T-A_H_U_N--,-

1

----T-AR--~-E-T-H-IG;L·-I-G_'H_T-----r~--P-E_L_A_K_S_Al_N_1_AA_N_1_r-~~gE~

~-,--4----2-00_S ____ Ir-a---R--e~li-g·i~--~-as_a __ l_a_m_p_a_u __ e_t~-ik-p-ap_u_a~-a-.--K~eh~i~d~u-p_a_n _____ s_o~si~a~l--+!-a-.-=P-e-rs-e~b-at-.a-n----

2

3

4

I I

2006

2007

2008

l . Wamena ! budaya di wil. SKuakbu. 1

1

I b. Religi masa lampau etnik Papua di Biak I Marind-Anim,

situs Gua di Distrik Kokas, Fakfak; Numfor 1 Merauke; i

c. Musikologi arkeologi etnik Papua di i b. Sistem kepercayaan I Sarong I Masyarakat di distrik I

d.

e.

a.

b.

c.

d.

i e.

a.

b.

c.

d.

e.

a.

b.

c.

d.

e.

Sistem kepercayaan masa Iampau Suku i Kokas, Fak-Fak '_II .• ! Marind-Anim di distrik Okaba, Merauke JJ

Sistem kepercayaan masa Iampau etnik Papua di Distrik Kokas, Fak-fak

Huni an masyarakat prasejarah di Kab. Biak Numfor Musikologi arkeologi di Kab. Biak Numfor

Manokwari; c. Resistensi budaya

neolitik pada masy. tradisional pada suku Ekagi, Paniai

Sistem mata-pencaharian etnik Papua di i a. Musikologi Arkeologi Wamena I di Kabupaten Biak Sistem mata pencaharian etnik Papua di i b. Sistem bercocok Yapen Waropen; i Tanam di Wamena Musikologi arkeologi di Kab.

1

! c. Sistem mata :'v1anokwari pencaharian etnik Hunian masyarakat prasejarah di Kab. Papua di Yapen Jayapura I Waropen Sistem kepercayaan masa lampau etnik

1

j

Papua di lnanwatan, Sarong Sistem bercocok tanam masyarakat a. Penelitian Seni Cadas tradisional di Kab. Paniai Sistem bercocok tanam masyarakat tradisional di Kab. Nabire . !usikologi arkeologi di Kab. Yapen \ aropen Hunian masyarakat prasejarah di Kab. Fak-Fak Hunian masyarakat prasejarah di Kab. Sarmi

di Kab. Kaimana

Penelitian Religi Suku Dani di Distrik Kurulu, Kab. Jayawijaya;

b. Religi masa lampau Etnik Biak.

I a Sistem

1

1 • Kepercayaan

Masyarakat lnanwatan d: Sarong Selatan

a. Sistem Kepercayaan etnik Marind Anim d Okaba,

j Merauke 1 b. Sistem

i

penguburan Masa Lampa di Kal Sipiori

Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009 15

Page 6: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Mahmud, Kemitraan Program Pene-litian dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Di Wilayah Papua

! No J TAHUN TARGET HIGHLIGHT PELAKSANAAN NON

I 1 TARGET I ---+-----------------------~-----~-~·-------------------·~·~~--~---4

I 5 J 2009 a. Sistem kepercayaan masa lampau etnik !

1

b. Persebaran

I J Papua di Kab. Waegeo; I situs Gua di

11

I b. Migrasi keturunan etnis Tionghoa di Kab. j 1

1 Distrik Sarmi I Kokas,

1 j .... Syiar Islam di Babo, Kab. Bintuni; Fakfak;

II d. Musikologi arkeologi etnis Papua di Kab. J

Jayapura 1

Syiar Islam d: Jl.1isool, Kab. Sorong. ! I

Keterangan: Sumber data target perencanaan pada Iajur 3 (RIP AN. 2004: 25 I -255).

Tabel di atas memperlihatkan tingkat pencapaian target perencanaan RIP At'\ Balai Arkeologi Jayapura masih rendah, sekitar 45%, meskipun usaha ke arah implementasinya sudah dilakukan. Sementara kegiatan penelitian non target yang terlaksana cukup tinggi, yakni mencapai 30% selama 4 tahun pelaksanaan RIP AN. Tingkat pencapaian target yang masih rendah disebabkan masih kurangnya SDM, alokasi dana penelitian yang belum berimbang dengan kebutuhan nyata di lapangan (terutama mahalnya transportasi dan akomodasi) serta belum adanya kerjasama kernitraan yang dapat membantu mengatasi kekurangan dan keterbatasan Balai.

Untuk itu, Balai Arkeologi Jayapura di masa akan datang perlu terus meningkatkan kualitas SDM-nya, diantaranya lewat pendidikan!kursus, berpartisipasi dalam penelitian yang diselenggarakan Balai Arkeologi terdekat sesuai dengan dana yang tersedia. Sebaliknya, peneliti Balai Arkeologi lainnya, juga dibuka kesempatan ikut berpartisipasi dalam penelitian Balar Jayapura di wilayah Papua yang memiliki budaya hidup (11eoLt1k) yang beragam di kawasan pegunungan Jayawijaya dan situs dari zaman prasejarah sampai kolonial yang dapat menjadi obyek studi bersama, bukan hanya pengaruh Polinesia, tetapi juga Austronesia di bebenipa kawasan situs. Misalnya, situs seni cadas yang disebut orang Papua ambersibui (= ditulis oleh orang asing) dan merniliki mitologi yang dapat menjadi salah satu obyek studi perbandingan untuk mendalarni suatu masalah yang sedang diteliti bagi peneliti balai arkeologi secara sinergis. Sekarang ini, untuk memberi arah dan penajaman fokus penelitian bagi staf peneliti, Papua di bagi menjadi 6 wilayah penelitian sesuai dengan karakteristik budayanya sebagai konsekwensi dari tema etnoarkeologi yang diemban. Keenam wilayah penelitian tersebut, terdiri dari :

16

(a) Kawasan Kepala Burung, meliputi: Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Raja Ampat, dan Manokwari

(b) Kawasan Teluk Bintuni, meliputi: Kab. Teluk Bintuni, Teluk Wandama, Kaimana, dan Fak-Fak;

Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009

Page 7: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

(c) Kawasan Pegunungan Tengah, meliputi: Kab. Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, Puncak Jaya, dan Mirnika;

(d) Kawasan Budaya Selatan, meliputi: Kab. Merauke, Boven Digul, Mappi, dan Asmat;

(e) Kawasan Teluk Cenderawasih, meliputi: Kab. Waropen, Yapen, Paniai, Nabire, Biak Numfor, dan Supiori;

(f) Kawasan Pantai Utara (Budaya Tabi), meliputi : Kab. Jayapura, Keerom, Sarrni dan Mamberamo Raya.

Dalam operasionalisasinya, setiap wilayah peneliti merniliki penanggung jawab yang bertugas untuk mencermati dan mendata aspek obyek penelitian, adrninistrasi, informan, kontak person, nomenklatur instansi, serta berkomunikasi berbagai stakeholders yang potensial berrnitra dengan Balai Arkeologi Jayapura.

B. STRATEGI MEMBANGUN KEMITRAAN

Pertanyaan yang pantas diajukan pada kesempatan ini ialah mengapa perlu kernitraan? Kernitraan (partnership) antara Balai Arkeologi dengan stakeholder telah menjadi suatu keharusan dalam lingkungan yang terus berubah. Pola konvensional "archaeology is archaeology" (Deetz, 1967) telah menghasilkan keadaan negatif seperti terdesaknya kepentingan arkeologi yang menjauhkan stakeholders dan masyarakat ke sisi pemahaman yang semakin kritis. Padahal, masyarakat juga merniliki, berkepentingan dan bertanggungjawab terhadap sumberdaya arkeologi, bukan hanya negara dan institusinya (rnisalnya Puslitbangarkenas) (McGimsey III, 1972; Cleere, 1989). Kernitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang menekankan fisik-ekonorni dengan argumen budaya yang memperhatikan kepentingan sumberdaya arkeologi (SDA) dan publik sekaligus. Dengan kata lain, kemitraan merupakan suatu investasi­bukan cosr-dan dapat menghasilkan win-win solution atau sinergi yang menghasi an eadilan bagi masyarakat dan kemanfaatan sumberdaya arkeologi dengan lingkungan.

:\fenuru BWTP (Banking With The Poor), proses kernitraan harus melalui iga ahapan, yaitu eksplorasi kernitraan, membangun kernitraan, dan menjaga _'e i:raan (Suciandari, 2008 : 1).

(i) E- plorasi kernitraan. Tahapan ini bertujuan untuk: (a) menentukan dan menyeruj ui hasil akhir yang diinginkan atau lebih dikenal dengan visi 'e. ·rraan; (b) melakukan penilaian internal untuk mencari tahu apakah tra egi, struktur dan manajemen perlu dianalisa sebelum menentukan

:-cemitraan; dan (c) identifikasi rnitra yang merupakan langkah untuk e ari tahu sumberdaya dan kompetensi yang dibutuhkan dalam

· ra. Pada tahap ini lembaga menggunakan kegiatan "bidding" ~ ·,:: melakukan eksplorasi kernitraan dengan beberapa stakeholder di erbagai level wilayah (nasional hingga kabupaten/kota). Pada tahap ini

ler.J.' 2ga arkeologi sebagai inisiator perlu merumuskan dan

Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009 17

Page 8: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Mahmud, Kemitraan Program Pene/itian da/am Penge/olaan Sumherd:z:.~ .-t <; Di Wi/ayah Papua

menentukan indikator-indikator dalam rangka eksplorasi ·e traan, tentunya dengan tidak membatasi masukan dari berbagai pihak terkai .

(ii) Membangun kemitraan. Tahap ini bertujuan untuk: (a) Pemetaan sumberdaya arkeologi, dimana kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari tahu apa yang dapat ditawarkan oleh mitra dalam rangka keberhasilan program, bagaimana mengkombinasikan tawaran tersebut dengan kepentingan program dan tentunya informasi mengenai latar belakang kepentingan mitra juga perlu dipertimbangkan; (b)membuat perjanjian kemitraan yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada kedua belah pihak yang ingin bermitra untuk dapat melakukan negosiasi mengenai isi perjanjian kemitraan; (c) membangun kapasitas mitra jika dibutuhkan. Pada tahap ini kita memerlukan "uji faktual" pada beberapa mitra yang telah terpilih dalam proses "bidding" untuk melakukan pemetaan sumber daya, dan kemudian membuat perjanjian pelaksanaan pekerjaan dengan stakeholders yang akan dilibatkan dalam program. Dalam kegiatan "uji faktual" tersebut, pendataan dan analisa kualifikasi SDM mitra termasuk komitmen untuk melakukan pre-finance.

(iii) Menjaga Kemitraan. Tahapan ini bertujuan untuk: (a) implementasi dan monitor komitmen. Seiring dengan berkembangnya waktu, maka komitmen harus disesuaikan dengan situasi. Apakah perubahan perlu dilakukan a tau sama sekali tidak perlu. (b) Menilai value kemitraan. Pada saat program pengelolaan sumberdaya arkeologi yang dijalankan bersama dengan mitra sudah berjalan baik selama 2-5 tahun, manajemen membuat exit strategi yang bertujuan agar lembaga mitra dapat tetap berkembang dan melakukan kegiatannya secara berkelanjutan.

Dalam mengatasi keadaan obyektif Balai Arkeologi Jayapura sekarang ini yang masih perlu pengembangan kinerja sebagaimana tampak pada tabel sebelurnnya, maka j angka menengah dapat dirumuskan strategi, kebij akan, program dasar dan kegiatan awal yang akan dilakukan dalam rangka optimalisasi kemitraan penelitian dan pengembangan sumberdaya arkeologi Papua agar dapat memberi dampak kepada masyarakat, sebagai berikut:

Tujuan

Meningkatka n kernitraan dalarn irnplernentasi RIP AN

18

Sasaran

Terwujudnya hasil penelitian yang dapat dirnanfaatkan rnasyarakat

Tabel3: Strategi, Kebijakan, dan Program

Strategi

Strategi rl peningkatan IJ, .

peran lernbaga sebagai _

1p.

fasilitator dan dinarnisator

Kebijakan Program

Pernantapan kernitraan I. Penyelenggaraan dengan institusi lokal dan Workshop Lintas stakeholders lainnya. Stakeholders Pengembangan program p. Irnplernentasi bersama dengan para 1 rurnusan plan­stakeholders, khususnya action workshop institusi lokal.

Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009

Page 9: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Mahmud, Kemitraan Prog_!E_'!!_!!!_nelitia!!.. dalam Pengelolaan Sumberdayq Arkeo/ogi Di Wi/ayah Papua

Pilihan program pada tabel di atas bersifat ekspansif yang diarah.kan agar Balai Arkeologi Jayapura dapat mendukung mempersiapkan SDM lokal, jika pemerintah kabupatenlkota punya rnisi sama. Program yang dibangun dengan prinsip sinergitas dan berkelanjutan ini, dimulai dengan menyelenggarakan workshop arkeologi, penelitian bersama, dan program kernitraan lainnya. Dalam kondisi SDM lokal yang sudah memaharni prinsip dasar dan tujuan kegiatan arkeologi, Balai Arkeologi Jayapura sebagai UPT pusat diharapkan di masa depan benar-benar akan berperan "fasilitator" dan "katalisator", sehingga beban berkurang karena dapat dipikul bersama dengan pemerindah kabupatenlkota, masyarakat dan kelompok kepentingan lain yang terkait.

Untuk mendukung arah kebijakan kernitraan dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi di daerah, maka beberapa hal yang perlu dilakukan instansi arkeologi:

1) Menyediakan perangkat peraturan (norma-norma) yang sifatnya: - Mendorong terjadinya kerjasarna/kemitraan; - Menciptakan bentuk kerjasama, dan - Memberi kemudahan dalam rangka terciptanya kernitraan.

2) Membentuk wadah-wadah kemitraan secara formal antar departemen, jawatan dan instansi teknis.

Dalam kondisi ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit yairu:

l) ~1eningkatkan kinerja instansi arkeologi dalam keterbatasan yang dirniliki;

2) ~1eningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan; 3) ~~feningkatkan pemerataan kesempatan dan pemberdayaan masyarakat

dan kelompok kepentingan yang lemah dari aspek tertentu; 4) ~Ieningkatkan pertumbuhan ekonorni kreatif secara lokal, wilayah dan

nasional. 5) ~Ieningkatkan ketahanan kebudayaan nasional

Tujuan di atas merujuk pada UU No 5 tahun 1992 tentang BCB dan PP No 10/1 993 . Rujukan hukum tersebut yang bersifat makro yang masih perlu didukung oleh rumusan kaidah-kaidah operasional berupa petunjuk pelaksanaan berkaitan dengan kerni ::-aan. Bagaimanapun dalam kernitraan tidak semua pihak berada pada tingkar kemampuan yang sama, baik kualitas maupun dukungan teknis lainnya, sehingga ada konteks tertentu perlu disertai pembinaan dan pengembangan bagi pihak yang merniliki kemampuan lebih dengan memperhatikan prinsip sinergitas, yakni saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pihak yang merniliki potensi lebih unggul berkedudukan sebagai "inti", sedangkan pihak yang merniliki potensi rendah sebagai "plasma".

Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009 19

Page 10: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Malunud, Kemitraan Program Penelitian da/am Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Di Wi /ayah Papua

D. PROGRAM KEMITRAAN DALAM PENELITIAN ARKEOLOGI Sesuai dengan harapan yang ingin dicapai pada masa mendatang, dan

untuk merealisasikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka dibutuhkan program kerja serta kegiatan yang dapat mendukung pencapaiannya. Jenis program yang dibutuhkan, meliputi:

(a) Peningkatan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan arkeologi; (b) Peningkatan kompetensi SDM arkeologi dan stakeholder; (c) Peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas stakeholder; (d) Peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi dan penyebarluasannya; (e) Pengembangan Teknologi Infonnasi (TI).

Dalam program pengelolaan sumberdaya arkeologi, keterlibatan para stakeholder yang bennitra dapat mengambil peran yang bersifat: (i) manajerial, (ii) penelitian, (iii) konservasi, (iv) edukasi, (v) pemberdayaan sosial, (vi) promosi, (vii) partisipasi teknis umum, (viii) penegakan hukum, (ix) penggalian dana (fund rising), (x) monitoring dan evaluation (monev) (Wardi, 2008: 251).

Peran masing-masing stakeholders diarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran peningkatan "nilai" SDA. Pada fase awal, Balai Arkeologi Jayapura merumuskan kegiatan-kegiatan yang membuka ruang partisipasi sejumlah stakeholders di Papua, antara lain: kernitraan penelitian, pelestarian dan pengembangan kawasan situs arkeologi; optimalisasi kursus/pelatihan analisis dan CRM bagi peneliti, koordinasi dan kerjasama; penerbitan hasil-hasil penelitian, seminar, workshop; serta membangun sistem teknologi Infonnasi (Data-Base dan Web-Site).

Dari tujuan dan sasaran di atas, maka tingkat kinerja yang diinginkan dari upaya pengembangan kernitraan, sebagai berikut:

1. Terciptanya sistem kerja yang terjadwal dan mampu mengimplementasikan Rencana Induk Penelitian arkeologi Nasional (RIP AN) ;

2. Terwujudnya ketepatan waktu penyusunan rencana dan program. 3. Terwujudnya hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan dalam

penyusunan bahan ajar di sekolah-sekolah (kepentingan ideologis); 4. Terwujudnya sistem infonnasi arkeologi (Archaeological

Information System) yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan (akadernis) dan penyebaran infonnasi potensi situs yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata rninat khusus;

5. Terwujudnya SDM yang merniliki kompetensi yang dapat mengelola program penelitian, pengembangan, pemasyarakatan dan rekayasa hasil penelitian dalam berbagai bentuk.

20 Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009

Page 11: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. !rfan Mahmud, Kemitraan Program Penelitian daiam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Di Wilayah Papua

E.PENUTUP

Dalam rangka kemitraan, Balai Arkeologi Jayapura perlu melalui tahapan­tahapan strategis, yaitu eksplorasi kemitraan, membangun kemitraan, dan menjaga kemitraan. Memasuki tahun kelima pelaksanaan RIP AN Balai Arkeologi Jayapura dalam rangka meningkatkan kinerja, baru memasuki tahapan eksplorasi kemitraan dengan mendata berbagai stakeholders yang potensial diajak bekerjasama, terutama pemerintah daerah (provinsi a tau kabupaten/kota). Pelaksanaan RIP AN sendiri masih belum konsisten, sehingga arah program belum nampak secara jelas untuk dirujuk oleh calon mitra atau organisasi berbeda yang memiliki hubungan dengan lingkungan sumberdaya arkeologi (SDA). Sekarang ini, dalam pengelolaan SDA Papua, masih perlu pembenahan dalam implementasi Riset Unggulan RIP AN agar lebih terarah dan tidak terjerumus ke ranah penelitian etnografi./antropologi akibat belum dapat diterjemahkan secara baik. Selain itu, penajaman dalam bentuk pembagian 6 kawasan budaya, diharapkan dapat membuka ranah arkeologi murni yang diperlukan sebagai landasan memasuki isu-isu etno-arkeologi.

Ke depan perlu dipikirkan beberapa hal. Pertama, link program penelitian dengan balar-balar di wilayah timur yang berdampak pada penguatan kualitas dan perluasan wawasan SDM arkeologi. Kedua, appraisial research yang mendayagunakan potensi masyarakat. Persoalannya, apakah dimungkinkan kebijakan Block Research yang memiliki fleksibiltas waktu, SDM, dan dana? Ketiga s im asi berbagai stakeholders agar ikut berpartisipasi mendukung kegiatan peneli ian dan pengembangan menurut kaidah arkeologi. Stimulasi partisipasi stakeholders dimulai dengan kegiatan-kegiatan workshop untuk merencanakan tindak an; : program bersama sebagai suatujejaring kerja wilayah (Papua).

Papua Vol . 1 No. 1/ Juni 2009 21

Page 12: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. lrfan Mahmud, Kemitraan Program Pene!itian da!am Pengelo!aan Sumberdaya Arkeologi Di Wilayah Papua

DAFT AR PUST AKA

Anonim. 2004. Rencana Induk Penelitian Arkeologi Nasional. Jakarta: Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional.

Ashari, Edy Topo dan Desi Fernanda. 2001. Membangun Kepemerintahan yang Baik. Bahan Ajar Diklatpim III. Jakarta: LAN.

Budihardjo, Eko. "Nasib Arkeologi dan Arsitektur", Kompas 23 Maret 1996.

Cleere, H.F. 1989. Archaeological Heritage Management in the Modern World. London: Unwin Hyman.

Deetz, James. 1967. Invitation to Archaeology. New York: The National History Press.

Gunadi. 1992. "Menyambut Disyahkannya Undang-undang tentang Benda Cagar Budaya", dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI Batu Malang. Jakarta: Puslit Arkenas.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 1983. "Peranan Arkeologi dalam Pembangunan, Dilihat dari Sudut Peraturan Perundang-undangan di Bidang Lingkungan Hidup", dalam Majalah Ana/isis Kebudayaan.

Haryono, Timbul. "Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi: Azas Keseimbangan dalam Kepentingan". Makalah dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi XI di Makassar, tanggal14 Juli 1999.

Howard, Peter. 2005. Heritage: Management, Interpretation, Identity. London: Continuum.

Kadiman, Irawan. 2005. Teori dan Indikator Pembangunan. Bahan Ajar Diklatpim III. Jakarta: LAN.

Laksito, Eadhiey.1992. "Kabar Kita", dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilrniah Arkeologi VI Batu Malang. Jakarta : Puslit Arkenas.

LEAD Indonesia. "Kernitraan Korporasi-Stakeholders", Laporan Seminar bertema, Corporate-Stakeholder Partnership: Toward Productive Relations. Jakarta: LEAD INDONESIA bekerjasama dengan LAB SOSIO-FISIP­UI, 14 Juni 2005

Linton, Ian. 1997. Meraih Keuntungan Bersama (terj.). Jakarta: Hailarang, 1997.

Mahmud, M. Irfan. 2005. "Sumberdaya Budaya dalam Pandangan Masyarakat" (Tesis). Depok: PPS-UI FISIP Antropologi.

Mahmud, M. Irfan. 1998. "Pelestarian Benda Cagar Budaya ditinjau dari Sudut Pandang Sosiologis", dalam Samba Opu, Edisi ke 6, Tahun IV-April. Ujung Pandang: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan dan Tenggara.

22 Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009

Page 13: Kemitraan Program Penelitian dalam Pengelolaan …

I M. Irfan Malunud, Kemitraan Program Penelitian dalam P~ngelolaan Sumberdaya Arkeologi Di Wilayah Papua

McGimsey III, Charles R. 1972. Public Archaeology. New York: Seminar Press.

Prasetyo, Bagyo. 1996. "Lukisan Batu Tutari (Tradisi Megalitik di Jayapura)", dalam Sumijati Atmosudiro et.al. (eds.), Jejak-jejak Budaya II. Y ogyakarta: Asosiasi Prehistorisi Indonesia, Rayon II.

Soejono, R.P. 1994. "Prasejarah Irian Jaya", dalam Koentjaraningrat Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta: Djambatan.

Smith, Anthony D. 1998. Nationalism and Modernism. New York: Routledge.

Suciandari, Yukoningsih. "Membangun Kemitraan antara Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Program PIDRA", dalam Majalah PIDRA, Minggu 12 Oktober 2008.

Sudiman dan Widjinako, Teguh. 2004. AKIP dan Pengukuran Kinerja. Bahan Ajar Diklatpim III. Jakarta: LAN.

Triharyanto, Edi. 2008. "Pelestarian Benda Cagar Budaya di Era Otonomi Daerah", dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi X. Jakarta: IAAI.

Wardi, I Nyoman. 2008 . "Pengelolaan Warisan Budaya Berwawasan Lingkungan: Studi Kasus Pengelolaan Living Monumen di Bali", dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi XI di Solo. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.

Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009 23