kemiskinan pada masyarakat agraris (studi kasus
TRANSCRIPT
1
KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
(STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG,
KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
Poverty on Agrarian Society
(Case Study is Farmer at Kasiwiang Village,
Suli District, Luwu Regency)
S K R I P S I
MABRUR BACULU
E411 07 029
SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT GUNA
MEMPEROLEH DERAJAT KESARJANAAN PADA JURUSAN
SOSIOLOGI
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
2
KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
(STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG,
KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
Poverty on Agrarian Society
(Case Study is Farmer at Kasiwiang Village,
Suli District, Luwu Regency)
S K R I P S I
MABRUR BACULU
E411 07 029
SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT GUNA
MEMPEROLEH DERAJAT KESARJANAAN PADA JURUSAN
SOSIOLOGI
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
(STUDI
KECAMATAN SULI, KABUPATEN
NAMA : MABRUR BACULU
NIM : E 411 07 0
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
untuk diajukan pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing I
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS
Nip: 19610709 198601 1 002
Pimpinan Jurusan Sosiologi FISIP UNHAS
HALAMAN PENGESAHAN
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG,
AMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
: MABRUR BACULU
: E 411 07 029
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
untuk diajukan pada panitia Ujian Skripsi Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Makassar, 19 Juli 2012
Menyetujui:
Pembimbing II
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS Sultan, S.Sos, M.Si
Nip: 19610709 198601 1 002 Nip: 19691231 2008
Mengetahui
Pimpinan Jurusan Sosiologi FISIP UNHAS
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS
Nip: 19610709 198601 1 002
3
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
kripsi Jurusan Sosiologi
Makassar, 19 Juli 2012
Pembimbing II
M.Si
200801 1 047
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
(STUDI
KECAMATAN SULI, KABUPATEN
NAMA : MABRUR BACULU
NIM : E 411 07 0
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
Setelah dipertahankan di
pada tanggal ujian dilaksanakan
Pembimbing I
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS
Nip: 19610709 198601 1 002
Pimpinan Jurusan
HALAMAN PENGESAHAN
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG,
KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
: MABRUR BACULU
: E 411 07 029
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
Setelah dipertahankan di depan panitia Ujian Skripsi
pada tanggal ujian dilaksanakan
Makassar, 13 Agustus 2012
Menyetujui:
Pembimbing II
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS Sultan, S.Sos, M.Si
Nip: 19610709 198601 1 002 Nip: 19691231 2008
Mengetahui
Pimpinan Jurusan Sosiologi FISIP UNHAS
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS
Nip: 19610709 198601 1 002
4
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
Makassar, 13 Agustus 2012
Pembimbing II
M.Si
200801 1 047
LEMBAR PENERIMAAN TIM EVALUASI
NAMA : MABRUR BACULU
NIM : E 411 07 0
JUDUL : KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
(STUDI
KECAMATAN SULI, KABUPATEN
Skripsi ini telah diuji dan
Pada Jurusan Sosiologi Fakult
Tempat : Ruang Ujian Jurusan Sosiologi Fisip Unhas
Ketua : Dr. H. M. Darwis, MA,
Sekretaris : Sultan, S.Sos,
Anggota : Dr. Rahmat Muhammad
Drs. Andi Sangkuru, M. Si
Drs. Hasbi, M.Si
LEMBAR PENERIMAAN TIM EVALUASI
: MABRUR BACULU
: E 411 07 029
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG,
KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
diuji dan dipertahankan di depan Tim Evaluasi Skripsi
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 9 Agustus 2012
Tempat : Ruang Ujian Jurusan Sosiologi Fisip Unhas
Tim Evaluasi
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS ( ........................
Sultan, S.Sos, M.Si ( ........................
Rahmat Muhammad, M.Si ( ........................
Andi Sangkuru, M. Si ( ........................
Drs. Hasbi, M.Si ( ........................
5
: KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS
Evaluasi Skripsi
as Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
........................... )
( ........................... )
........................... )
........................... )
........................... )
6
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : MABRUR BACULU
NIM : E411 07 029
JUDUL : KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS (STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG, KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, 27 Juli 2012
Yang Menyatakan
MABRUR BACULU
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapakmu dpengan sebaik
Jika salah seorang diantara keduanya atau
dalam peliharaanmu, maka janganlah sekali
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, Kasihilah
mereka berdua, sebagai mana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil”.
“ Kasih ibu itu seperti lingkaran, tak berawal dan tak
“Itulah seorang Ibu yang telah melahir
kasih sayang yang tiada tara, dan senantiasa mendoakan dan memberikan
dukungan yang begitu besar hingga aku mampu menyelesaikan studi, terimah
Ibunda Hj. Hikmah Hasrid
Israeni Baculu, S.Pt,
dan Eka Prasetya Hati Baculu,
dan dukungan dalam menyelesaikan studi di Universitas
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapakmu dpengan sebaik
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam peliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, Kasihilah
mereka berdua, sebagai mana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil”.
(QS. Al-Israa’ : 23
Orang bijak mengatakan:
“ Kasih ibu itu seperti lingkaran, tak berawal dan tak
Kasih ibu itu selalu berputar dan senantiasa meluas
Menyentuh setiap orang yang ditemuinya.
Melingkupinya seperti kabut pagi,
Menghangatkannya seperti mentari siang,
Dan menyelimutinya seperti bintang malam”
“Itulah seorang Ibu yang telah melahirkan dan membesarkan ku dengan penuh
kasih sayang yang tiada tara, dan senantiasa mendoakan dan memberikan
dukungan yang begitu besar hingga aku mampu menyelesaikan studi, terimah
kasih bunda.”
Karya ini kupersembahkan kepada:
Hikmah Hasrid, SE, Ayahanda Drs. Anwar Is Baculu, Kakakku
Isharyadi Baculu, S.Sos, Raja Alam Putra Baculu,
Eka Prasetya Hati Baculu, S.Pd, yang selalu memberikan doa, motifasi
dan dukungan dalam menyelesaikan studi di Universitas Hasanuddin
7
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapakmu dpengan sebaik-baiknya.
duanya sampai berumur lanjut
kali kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, Kasihilah
mereka berdua, sebagai mana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil”.
Israa’ : 23-24)
Orang bijak mengatakan:
“ Kasih ibu itu seperti lingkaran, tak berawal dan tak berakhir
Kasih ibu itu selalu berputar dan senantiasa meluas
Menyentuh setiap orang yang ditemuinya.
Melingkupinya seperti kabut pagi,
Menghangatkannya seperti mentari siang,
Dan menyelimutinya seperti bintang malam”
kan dan membesarkan ku dengan penuh
kasih sayang yang tiada tara, dan senantiasa mendoakan dan memberikan
dukungan yang begitu besar hingga aku mampu menyelesaikan studi, terimah
kasih bunda.”
Karya ini kupersembahkan kepada:
, Kakakku
Raja Alam Putra Baculu, S.Pi,
selalu memberikan doa, motifasi
Hasanuddin
Puji Syukur penulis panjatkan atas berkat rahmat dan ridho Allah
SWT yang telah memberikan Inspirasi yang tiada batas sehingga Penulis
dapat menyusun sebuah karya ilmiah, sungguh maha besar karunia yang
telah engkau berikan dan karena den
menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Agraris (Studi Kasus
Kabupaten Luwu)” karya ini ku persembahkan untuk
Anwar Is Baculu dan
memberikan penulis do’a restu serta pengorbanannya selama ini hingga
penulis dapat menyelesaikan studi dari awal hingga akhir.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Namun keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari semua pihak yang senang tiasa ikhlas telah membantu
memberikan bimbingan, dukungan, dorongan yang tak pernah henti.
Harapan dari penulis agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan andil guna pengembangan lebih lanjut. Atas petunjuk
skripsi ini dapat selesai, oleh karena itu dengan segala hormat penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan atas berkat rahmat dan ridho Allah
SWT yang telah memberikan Inspirasi yang tiada batas sehingga Penulis
dapat menyusun sebuah karya ilmiah, sungguh maha besar karunia yang
telah engkau berikan dan karena dengan izin-Mu lah penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemiskinan Pada Masyarakat
Kasus Petani di Desa Kasiwiang, Kecamatan
” karya ini ku persembahkan untuk mu “Ayahanda
dan Ibunda tercinta Hj. Hikmah Hasrid, SE yang telah
memberikan penulis do’a restu serta pengorbanannya selama ini hingga
penulis dapat menyelesaikan studi dari awal hingga akhir.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
berhasilan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari semua pihak yang senang tiasa ikhlas telah membantu
memberikan bimbingan, dukungan, dorongan yang tak pernah henti.
Harapan dari penulis agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan andil guna pengembangan lebih lanjut. Atas petunjuk
skripsi ini dapat selesai, oleh karena itu dengan segala hormat penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
8
Puji Syukur penulis panjatkan atas berkat rahmat dan ridho Allah
SWT yang telah memberikan Inspirasi yang tiada batas sehingga Penulis
dapat menyusun sebuah karya ilmiah, sungguh maha besar karunia yang
Mu lah penulis dapat
Kemiskinan Pada Masyarakat
Kecamatan Suli,
Ayahanda DRS.
yang telah
memberikan penulis do’a restu serta pengorbanannya selama ini hingga
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
berhasilan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari semua pihak yang senang tiasa ikhlas telah membantu
memberikan bimbingan, dukungan, dorongan yang tak pernah henti.
Harapan dari penulis agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan andil guna pengembangan lebih lanjut. Atas petunjuk - NYA,
skripsi ini dapat selesai, oleh karena itu dengan segala hormat penulis
9
1. Bapak Prof. Dr. dr Idrus A Paturusi, Sp B .Sp BO selaku Rektor
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. H Hamka Naping, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasaar.
3. Bapak Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku Pembimbing I yang telah
memberikan tuntunan dan nasehat demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Sultan, S.Sos, M. Si selaku Pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. M. Darwis, MA. DPS, Selaku Ketua Jurusan
Sosiologi serta Bapak Dr. Rahmat Muhammad, M.Si, Selaku
Sekretaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin Makasaar.
6. Segenap Dosen Sosiologi (Pak Hasbi, Pak Iqbal, Pak Sangkuru
dan Dosen yang lain) serta Staf Jurusan Sosiologi (Pak Yan, Pak
Asmudir, Pak Haliq, dan Dg. Rahmang) FISIP UNHAS yang telah
memberi bantuan dan arah tentang hasanah ilmu yang bermanfaat
untuk sarana berpijak guna kelancaran skripsi.
7. Buat Saudaraku (Israeni Baculu, S.Pt, Isharyadi Baculu, S.Sos,
Raja Alam Putra Baculu, S.Pi dan Eka Prasetia Hati Baculu, S.Pd)
yang telah memberikan dorongan serta bantuan baik moril maupun
spiritual.
10
8. Terima kasih banyak terkhusus buat IRASANTI atas semangat dan
bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Saudara-saudaraku di C1/9:
Abu (Sosiologi 07), Robby (Adm 07), Iaa (Politik 07), Umar (Adm
07), Darwis (Adm 07), Rudy (Pemerintahan 07), Tian (Adm 07),
Rimal (Adm 07), Dewi (Antropologi 07), Budi (Adm 07), Wiwin
(Sosiologi 07), Ridwan (Pemerintahan 07), Bram (Hukum 10), dan
Yayat (Politik 10). Terima kasih atas kebersamaan serta
dukungannya selama ini.
10. Adik – Adikku (Alliah, Ana, Nona, Ijcha, Aulia, dkk) Terima kasih
telah memberikan semangat dan dukungan selama ini.
11. Buat teman-teman Sosiologi 2007. Ustas Ronald, Unyil, Makka,
Rudy, Rahmat, Imran, Fauzan, Zul, Cua, Ayyub, Mas’ kurniawan,
Cullank, Bahar, Husni, Nunu, Ade, Naya, Wina, Ani, Cindy, Anti,
Acid, Iin, Murni, Rhia, Mayke, dan semua yang tak sempat penulis
cantumkan dalam selembaran ini, maaf teman. Serta kawan-kawan
2007 FISIP UNHAS yang saat ini sedang berjuang menyelesaikan
tugas akhirnya.
12. Teman-teman KKN UNHAS Gelombang 80. Iccank, Adi, Anita dan
Tuti, terima kasih atas kebersamaan, kekonyolan dan kegilaan
selama KKN, serta seluruh warga di Desa Pasimarannu
Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, terutama buat Pak Desa
11
bersama Ibu Desa, terima kasih atas segala bantuan dan kerja
samanya.
13. Teman-teman di ORGANDA PPMIB MAKASSAR (Perkumpulan
Pelajar Mahasiswa Indonesia Kab.Buol) Terima kasih atas
dukungannya selama ini.
14. Kanda-kanda dan adik-adik Sosiologi yang terhimpun dalam
keluarga Mahasiswa Sosiologi (KEMASOS) FISIP UNHAS terima
kasih telah memberikan penulis pengalaman tentang berorganisasi
selama di kampus.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk mencapai kesempurnaan. Namun penulis menyadari
dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, semua itu
dikarenakan karena keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu penulis akan menerima dengan hati terbuka atas segala kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini memiliki guna dan manfaat bagi
perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Makassar, 27 Juli 2012
Penulis
MABRUR BACULU
12
ABSTRAK
MABRUR BACULU, NIM E411 07 029, Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, dengan judul skripsi “KEMISKINAN PADA MASYARAKAT AGRARIS (STUDI KASUS PETANI DI DESA KASIWIANG, KECAMATAN SULI, KABUPATEN LUWU)” dan dibimbing oleh H. M. Darwis, dan Sultan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada petani sawah dan untuk mengetahui faktor penghambat petani sawah dalam mengatasi kemiskinan. Kegunaan penelitian ini diharapkan agar dapat memberi sumbangsih kepada Desa Kasiwiang, supaya pemerintah daerah memperhatikan petani sawah yang ada di desa tersebut. Berdasarkan hal itu maka dibahas didalam rumusan masalah yang meliputi apa faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada petani sawah di Desa Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu, dan apa yang menjadi faktor penghambat petani sawah di Desa Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu dalam mengatasi kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan dasar penelitian yaitu study kasus dan sumber data primer yaitu melalui wawancara, observasi dan teknik lain.
Penelitian yang saya gunakan ialah dengan metode kualitatif,
adapun lokasi penelitian di Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu. Penunjukan didasarkan karena pada kecamatan ini banyak petani sawah yang cenderung masih mengalami kemiskinan. Dalam penelitian ini, desain yang digunakan adalah desain studi kasus tentang Kemiskinan Pada Masyarakat Agraris di Desa Kasiwiang, dan tipe penelitian yang digunakan yaitu secara deskriktif.
Hasil penelitian ini yang melandasi penyebab kemiskinan pada
petani sawah adalah meningkatnya faktor kebutuhan hidup keluarga yang tidak seimbang dengan penghasilan mereka, sehingga mempengaruhi pola kehidupan para petani sawah, hal ini dapat dilihat dari penghasilan mereka dan pola hidup para petani. Dan yang menjadi penghambat para petani sawah dalam mengatasi kemiskinan ialah kurangnya perhatian pemerintah setempat dalam memberikan solusi atau bantuan bagi para petani untuk meningkatkan hasil panen mereka dan juga para petani dalam teknik pengelolaan sawah.
13
ABSTRACT
MABRUR BACULU, NIM E411 07 029, Department of Sociology in the Faculty of Social and Political Sciences University of Hasanuddin, thesis titled "POVERTY on AGRARIAN SOCIETY (CASE STUDY is FARMER at KASIWIANG VILLAGE, SULI DISTRICT, LUWU REGENCY)" and guided by H. M. Darwis, and Sultan.
This research to determine the root causes of poverty in the farmers' fields and to determine the limiting factor in the rice farmers to overcome poverty. Usefulness of this research is expected to contribute to Kasiwiang Village, Suli District, Luwu Regency, so that local governments pay attention to rice farmers in the village. On this basis it is discussed in the formulation of the problem that includes what the root causes of poverty in rice farmers in Kasiwiang Village, Suli District, Luwu Regency, and what is the limiting factor rice farmers in Kasiwiang Village, Suli District, Luwu Regency in addressing poverty. To achieve these objectives, the researchers used a qualitative approach to basic research and case studies are the primary data source is through interviews, observation and other techniques.
The research that I use is a qualitative method, while the study site
in the Village Kasiwiang, District Suli, Luwu. Designation is based on the district because of this, many farmers tend rice fields are still experiencing poverty. In this study, the design used is the design of a case study on Poverty in Agrarian Society at Kasiwiang Village, Suli District, Luwu Regency and the type of research used in deskriktif.
The results of this study the underlying causes of poverty in the
farmers' fields is the increasing needs of family life factors are out of balance with their income, thus affecting patterns of rice farmers, this can be seen from their income and lifestyle farmers. And that is the bottleneck of rice farmers in addressing poverty is the lack of attention to local government in providing solutions or assistance to farmers to increase their crop yields and farmers in the rice field management techniques, although they are referring to modern direction by using a tractor, but a tool only to work the fields.
14
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ................................................................. i
HALAMAN JUDUL……………................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………….………………………….. iii
LEMBAR PENERIMAAN TIM EVALUASI…………………...…………... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………...……. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
ABSTRAK ……………………………………………………………………. xii
ABSTRACT …………………………………………………………………. xiii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kemiskinan dan Kemiskinan Petani .......................... 7
B. Defenisi Masyarakat Agraris…………………………………….. 18
C. Defenisi Petani …......................................................................... 23
D. Ukuran Kemiskinan …………………............................................. 29
E. Penyebab Kemiskinan ….............................................................. 36
15
F. Penghambat dan Penanggulangan Kemiskinan ......................... 40
G. Kerangka Konseptual.................................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................... 51 1. Waktu Penelitian…………………………………………………. 51 2. Lokasi Penelitian…………………………………………………. 51
B. Tipe dan Dasar Penelitian............................................................. 51 1. Tipe Penelitian……………………………………………………. 51 2. Dasar Penelitian………………………………………………….. 52
C. Sumber Data................................................................................. 52 1. Data Primer……………………………………………………….. 52 2. Data Sekunder………………………………………………….... 52
D. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 53 1. Observasi/Pengamatan…………………………………………. 53 2. Wawancara Mendalam (Dept Interview)………………………. 53 3. Dokumentasi……………………………………………………… 54
E. Teknik Pemilihan Informan........................................................... 54
F. Teknik Analisis Data..................................................................... 55 1. Reduksi Data……………………………………………………... 55 2. Penyajian Data…………………………………………………... 55 3. Kesimpulan……………………………………………………….. 55
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Letak Geografis............................................................................. 56 a. Letak geografis dan Batas Administrasi..................................56 b. Topografi dan Iklim ................................................................ 57 c. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah........................... 59
B. Kondisi Demografi......................................................................... 60 a. Kependudukan......................................................................... 61 b. Pendidikan............................................................................... 62 c. Pemerintahan.......................................................................... 64 d. Sosial....................................................................................... 64 e. Sarana dan Prasarana............................................................. 68
16
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Informan.......................................................................... 70 Profil informan......................................................................... 71
B. Faktor Penyebab Terjadinya Kemiskinan...................................... 74 1. Penghasilan yang Rendah...................................................... 75 2. Pola Hidup............................................................................... 78
C. Faktor Penghambat Petani Sawah Dalam Mengatasi
Kemiskinan………………………………………………………....... 84 1. Bantuan Pemerintah Belum Maksimal.................................... 85 2. Teknik Pengelolaan Sawah.................................................... 88
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 91
B. Saran............................................................................................ 94 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 95 LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
17
DAFTAR TABEL
Tabel I. 1. Rata-Rata Curah Hujan dan Tipe Bulanan Oldeman........... 58
Tabel I. 2. Luas wilayah menurut penggunaan tanah………………… 59
Tabel II.1. Keadaan Penduduk Desa Kasiwiang Tahun 2010............... 61
Tabel II.2. Tingkat Pendidikan di Desa Kasiwiang Tahun 2010............ 63
Tabel II.3. Luas Tanaman Pangan di Desa Kasiwiang.......................... 66
Tabel II.4. Luas dan Hasil Perkebunan menurut jenis komoditas…… 67
Tabel II.5. Jenis Populasi Ternak di Desa Kasiwiang…………………. 68
18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Koseptual................................................. 50
19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya biasanya
lebih menggantungkan hidupnya pada alam. Alam merupakan
segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apa
yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah
alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan
sebagai tempat tinggal. Sehingga masyarakat pedesaan sering
diidentikkan sebagai masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang
kegiatan ekonominya terpusat pada pertanian.
Besarnya peranan pertanian di Indonesia memberikan
motivasi pedesaan untuk memiliki lahan pertanian yang dapat
dijadikan sebagai sumber produksi, oleh karena itu mereka
berupaya dengan berbagai cara untuk memenuhi lahan pertanian
baik yang ada diwilayah tempat tinggalnya maupun diluar desanya.
Dengan dimilikinya lahan pertanian tersebut, mereka akan
membiayai kebutuhan hidup bagi keluarganya. Sebagian dari
mereka biasanya hanya bekerja disektor pertanian karena
disesuaikan dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki.
20
Masyarakat agraris yang kehidupannya tergantung pada
tanah sebagai sarana produksi, pada dasarnya belum melahirkan
lapangan kerja yang besar variasinya. Hampir semua keahlian
yang diperlukan untuk mengolah tanah sebagai sarana produksi,
dimiliki oleh seluruh warga.
“Pembangunan di sektor pertanian, tahun demi tahun, menunjukkan hasil yang mengembirakan. Bahkan sangat, memuaskan dilihat dari segi produktifitasnya. Hal itu ditandai oleh berhasilnya bangsa Indonesia dalam swasembada pangan. Namun demikian, tampaknya harus kita akui bahwa hal itu bukan berarti masyarakat petani kita hidup telah berkecukupan. Dalam kenyataanya, terutama yang termasuk petani garam, buruh tani, dan petani penyewa atau penggarap yang garapannya kurang dari setengah hektar, tidak jarang mengalami kesulitan” (Sunarti,1990:2).
Luasnya lahan persawahan di Indonesia ternyata tak juga
mampu membuat taraf hidup petani meningkat. Masih banyak
petani sawah yang mengalami kesulitan dalam menjalani hidup,
dalam hal ini adalah kesejahteraan ekonomi. Tak jarang kita
dapatkan petani sawah di desa-desa berada dalam garis
kemiskinan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya berbagai
kebutuhan hidup, baik kebutuhan sekunder maupun kebutuhan
primer dan juga karena terjadinya krisis ekonomi yang tak kunjung
terselesaikan, inilah yang membuat para petani miskin semakin
kewalahan dalam memperbaiki perekonomian keluarganya.
Sektor ekonomi pedesaan akan lebih meningkat atau
mengalami perubahan, apabila pertumbuhannya bersandarkan
kepada sumber alam yang ada, atau pelayanan jasa yang dapat
21
diberikan oleh anggota masyarakat desa yang bersangkutan. Salah
satu yang dihadapi manusia dan aplikasi permasalahannya dapat
melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia, tetapi seringkali
tidak disadari kehadirannya adalah masalah kemiskinan.
Kemiskinan yang dialami sebagian besar Negara berkembang
terletak pada apa yang disebut dengan perangkap kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang timbul akibat
dari kekurangan dalam diri manusia untuk kelompok sosial, yang
bersumber dari faktor ekonomi, sosial-psiologis dan kebudayaan
setiap masyarakat, norma yang bersangkut paut dengan
kesejahteraan kebendaan, kesehatan, serta penyesuaian diri
individu atau kelompok sosial. Salah satu masalah sosial yang
timbul dari sumber tersebut di atas adalah problematik kemiskinan.
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana
seseorang tidak sanggup melihat dirinya sesuai dengan taraf hidup
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental dan fisiknya dalam kelompok. Kemiskinan merupakan
problematika yang sifatnya multidimensional, karena kemiskinan
tidak hanya melibatkan faktor ekonomi akan tetapi juga akan terkait
dengan aspek sosial budaya dan struktural (politik).
Dilihat dari konsep kemiskinan sangat berkaitan dengan
sumber daya manusia, dimana kemiskinan itu muncul karena SDM
yang tidak berkualitas, peningkatan SDM mengadung upaya
22
menghapuskan kemiskinan, oleh karena itu di dalam
pengembangan SDM salah satu program yang harus dilakukan
adalah mengurangi kemiskinan indikatornya adalah pendidikan,
keterampilan dan pekerjaan.
“Secara lebih spesifik samonte menjabarkan sasaran pembangunan desa integrative sebagai berikut: meningkatkan produktivitas ekonomi dengan titik berat pada peningkatan produktifitas pertanian. Menyediakan lapangan kerja yang lebih besar. Mendorong terwujudnya distribusi pendapatan yang lebih adil. Menyediakan sistem yang lebih efektif dalam pemberian layanan sosial termasuk pendidikan, kesehatan, perumahan, dan perangkat lain mewujudkan kesejahteraan sosial. Memperbesar tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembuatan keputusan, khususnya berkenaan dengan pembangunan local” (Wresniwiro, 2004 : 9).
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa
hadir ditengah masyarakat berkembang. Dalam konteks
masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan
sebuah masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara
terus menerus. Masalah ketenaga kerjaan di pedesaan sering
menemui kesulitan karena kerumitannya, pekerja di pedesaan
umumnya melakukan jenis pekerjaan lebih dari satu sehingga tidak
dapat dipisahkan secara tegas, sebagai contoh: seseorang yang
bekerja sebagai petani, juga bekerja sebagai tukang, kuli
bangunan, dan pedagang. Desakan ini diakibatkan karena faktor
kemiskinan.
23
Dengan fenomena tersebut, maka sangat penting kiranya
agar kita membahas tentang Kemiskinan pada Masyarakat Agraris,
karena fenomena kemiskinan terhadap kehidupan masyarakat
agraris telah menjadi masalah sosial yang belum terselesaikan
hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis
menguraikan rumusan masalah dibawa ini:
1. Apa faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada petani sawah di
Desa Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu ?
2. Apa yang menjadi faktor penghambat petani sawah di Desa
Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu dalam mengatasi kemiskinan ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada
petani sawah di Desa Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat petani sawah di Desa
Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu dalam mengatasi kemiskinan.
24
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang
penulis lakukan adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya hasil penelitian tentang Kemiskinan pada
Masyarakat Agraris (Kasus di Desa Kasiwiang, Kec.Suli,
Kab.Luwu), maka hasil penelitian ini diharapkan agar dapat
memberi sumbangsih kepada petani miskin supaya mampu
mengatasi problematika kemiskinan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan pula agar dapat memberi
sumbangsih kepada Desa Kasiwiang, Kec.Suli, Kab.Luwu supaya
pemerintah daerah memperhatikan petani sawah yang ada di desa
tersebut.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi mahasiswa jurusan sosiologi
maupun pembaca lainnya.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kemiskinan dan Kemiskinan Petani
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa
hadir ditengah masyarakat khususnya di negara-negara
berkembang dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah
kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa
relevan untuk terus dikaji. Kemiskinan adalah situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki miskin,
melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada
pada-Nya. Kemiskinan antara lain oleh sikap dan tingkah laku yang
menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah, yang
tercermin dari dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya
kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi,
rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi
dalam pembangunan (Anonim 1994).
Masyarakat miskin adalah mereka yang serba kurang
mampu dan terbelit di dalam lingkaran ketidak berdayaan,
rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya pendidikan dan
kesehatan, sehingga mempengaruhi produktifitas. Masyarakat
miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
26
aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh
dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata miskin diartikan
sebagai tidak berharta benda, serta kekurangan (berpenghasilan
rendah).
“Menurut suparlan bahwa kemiskinan adalah suatu standar hidup yang rendah yaitu: adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang yang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar hidup yang rendah ini secara langsung nampak mempengaruhi terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong miskin” (Juwanita,2004;13).
• Suparlan mendefenisikan penduduk miskin antara lain :
1. Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk
makanan maupun non makanan.
2. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya
dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis
kemiskinan yang disertakan dengan jumlah rupiah yang
dibutuhkan.
Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai
kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika diartikan dengan
pendapatan dan kebutuhan dasar maka kemiskinan dapat diukur
27
secara langsung, yaitu ketika pendapatan masyarakat tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar minimum maka orang ini dapat
dikatakan miskin. Dalam hal ini kemiskinan ditentukan oleh
keadaan tidak tercapainya kebutuhan dasar sesuai dengan
kebutuhan saat ini.
Selain itu oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) digunakan indikator untuk keluarga
sejahtera yaitu:
1. Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda yakni untuk di
rumah, tempat pekerjaan, tempat belajar (sekolah), dan
bepergian.
3. Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai dan dinding
yang baik.
4. Bila ada keluarga yang sakit di bawa ke sarana kesehatan.
5. Bila pasangan usia subur ingin berkeluarga berencana (KB)
pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. Dan
apabila indikator tersebut di atas tidak dipenuhi oleh sebuah
keluarga. Maka oleh BKKBN dikatakan keluarga pra sejahtera
(pedoman pendataan BKKBN).
28
Sejalan dengan Emil salim (ALA, 1981:8) dikutip dalam
(Sumrah, 2008: 28) bahwa orang miskin memiliki 5 ciri-ciri yakni
meliputi antara lain :
1. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya
tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang tidak
cukup, modal ataupun keterampilan, faktor produksi yang
dimiliki umumnya sedikit sehingga kemampuan untuk
memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri,
pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh
tanah garapan ataupun modal usaha.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Tidak sampai tamat
sekolah dasar waktu mereka umumnya habis tersisa untuk
mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar,
demikian pun para anak-anak mereka tidak dapat
menyelesaikan sekolahnya oleh karena mereka harus
membantu orang tuanya mencari tambahan penghasilan.
4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai tanah. Kalaupun ada
hanya relatif kecil, pada umumnya mereka menjadi buruh tani
atau pekerja kasar di luar pertanian, karena pertanian bekerja
atas dasar musiman, maka kesinambungan kerja menjadi
kurang terjamin.
29
5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia
muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan,
sedangkan kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari
desa.
Pembangunan di wilayah pedesaan bermaksud untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk wilayah pedesaan yang
menitik beratkan pada pembangunan pertanian yang dilakukan
oleh berbagai departemen. Misalnya departemen transmigrasi yang
dibantu oleh departemen lain membentuk wilayah pedesaan baru,
yaitu wilayah transmigrasi.
Departemen pertanian menyelenggarakan wilayah
pedesaan baru dengan pembentuk Pertanian Inti Rakyat (PIR).
Departemen dalam negeri mempunyai direktoral jendral yang
khusus melaksanakan pembangunan di desa yang telah ada, dan
menyelenggarakan pemukiman kembali. Bank dunia menerangkan
bahwa pembangunan desa sebagai suatu strategi untuk
memajukan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi bagi
kelompok tertentu, yaitu penduduk yang miskin di pedesaan.
“Dalam tulisan tentang kemiskinan: gejala dan akar poli (1993) diuraikan secara mendalam tentang apa dan bagaimana cara mengatasi masalah kemiskinan, yang pertama-tama menampakkan dirinya sendiri melalui gejala-gejala yang belum kelihatan dan terukur, seperti rendahnya pendapatan perkapita, tabungan, modal, produktifitas, tingkat kematian balita dan penduduk”. (Jefris, 2000: 26)
30
Survey sosial ekonomi nasional (SUSENAS) 1993,
memberikan gambaran bahwa pendapatan keluarga dalam jumlah
real rupiah dapat diukur dengan menggunakan skala dari standar
SUSENAS tersebut misalnya dengan asumsi jumlah anggota
rumah tangga sebanyak 5 jiwa, terdiri dari 3 orang anak tambah
suami dan istri dengan menggunakan tolak ukur kemiskinan di
daerah pedesaan secara nasional Rp18.244 perkapita perbulan,
maka dapat dilakukan penggolongan pendapatan rumah tangga
rendah, sedang, dan tinggi di daerah pedesaan.
Tiga jenis indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS
adalah kemiskinan absolut termasuk timbulnya kemiskinan. Indeks
iuran kemiskinan dan indeks kesulitan kemiskinan. kemiskinan
absolut mengukur jumlah dari penduduk miskin. Sedangkan
timbulnya kemiskinan atau rasio menghitung kepala ditunjukan
sebagai persentase kemiskinan pada total penduduk. Jurang
kemiskinan di pihak lain. Mengukur rata-rata iuran pemisah antara
pendapatan kaum miskin dengan garis kemiskinan, sedangkan
indeks kesulitan adalah jurang kemiskinan yang sensitif di
distribusikan.
Kemiskinan absolut adalah kondisi di bawah pendapatan
yang menjamin kebutuhan dasar pangan pakaian dan
perlindungan. Pengukuran kemiskinan absolut yang baik
merupakan pengukuran yang dapat benar-benar mewakili tingkat
31
kemiskinan itu sendiri, tambahan pula dari pandangan kebijakan
pengukuran kemiskinan harus berpihak kepada yang benar-benar
miskin.
Arti kemiskinan manusia secara umum adalah “kurangnya
kemampuan esensial manusia terutama dalam hal “ke-melek-huruf-
an” (kemampuan membaca;literaci) serta tingkat kesehatan dan
gizi”. Selain itu diartikan pula sebagai kurangnya pendapatan
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi minimum.
Definisi atau pengertian kemiskinan perlu pula dibedakan antara
Kemiskinan Absolut (Absolute Poverty), dan Kemiskinan Relatif
(Relative Poverty) maupun Kemiskinan Struktural (Struktural
Poverty).
Dalam blog; Julissar An-naf, ia mengatakan bahwa
kemiskinan di Indonesia meliputi kemiskinan yang bersifat relatif
(Relative Poverty) dan yang bersifat absolut (Absolute Poverty).
Kemiskinan Absolut diindikasikan dengan suatu tingkat kemiskinan
yang di bawah itu kebutuhan minimum tidak dapat dipenuhi untuk
bertahan hidup. Sedangkan Kemiskinan Relatif adalah suatu
tingkat kemiskinan dalam hubungannya dengan suatu rasio, dan
Garis Kemiskinan Absolut atau proporsi distribusi pendapatan
(kesejahteraan) yang timpang (tidak merata).
32
Kedua bentuk Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif
perlu penanganan yang spesifik dalam proses pengetasannya.
Pengentasan Kemiskinan Absolut ditempuh dengan penedekatan-
pendekatan yang bersifat rehabilitasi sosial (social rehabilitation,
emergency, cash programme) dan pemberdayaan ekonomi
(economic empowerment). Sedangkan pengentasan Kemiskinan
Relatif ditempuh dengan usaha-usaha memperbaiki distribusi
pendapatan masyarakat (income distribution).
Upaya-upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia masih
berfokus pada pengentasan Kemiskinan Absolut, misalnya
Program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu
Taskin) dan Jaringan Pengaman Sosial (JPS). Dalam prakteknya
pendekatan rehabilitasi dan pemberdayaan yang terakhir di atas
banyak menghadapi kendala, baik kendala pendanaan, teknis
maupun non-teknis.
Sayogyo di dalam Sumardi & Evers (1994 : 21) misalnya,
memberi batasan, seseorang disebut miskin bila pendapatannya
setara atau kurang dari 320 kg beras per tahun per orang untuk di
pedesaan dan 480 kg beras per tahun per orang untuk di
perkotaan. Papanek (Ibid) menggunakan ukuran kalori. Kalori yang
dibutuhkan seseorang untuk hidup per hari adalah 1.821 kalori atau
setara dengan sekitar 0,88 kg beras bila dikaitkan dengan dengan
ukuran yang digunakan Sayogyo. Apa yang dikemukakan di atas
33
baru merupakan kebutuhan makanan, belum termasuk kebutuhan
lain-lain seperti sandang, pemukiman, pendidikan, dan lain-lain.
Cara yang lebih akurat untuk menetapkan garis kemiskinan adalah
dengan menghitung Kebutuhan Hidup Minimal (KHM) tiap rumah
tangga.
“Kebutuhan hidup dalam hal ini adalah kebutuhan pokok
(basic needs) yang meliputi makanan, pakaian, perumahan,
kesehatan, pendidikan, transportasi, dan partisipasi masyarakat.
Ukuran ini akan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya
serta sesuai jenis-jenis kebutuhan pokoknya”. (Sumardi & Evers:
VI, 22).
Versi lain dalam mendefinisikan Kemiskinan Absolute
adalah: “tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) terhadap makanan, pakaian dan
perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup”. Angka KFM ini
berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya, bahkan dari satu
daerah ke daerah lainnya serta bisa berubah-ubah dari waktu ke
waktu. PBB pernah menetapkan “Garis Kemiskinan Internasional”
sebesar US $ 125,- per orang per tahun atas dasar harga konstan
tahun 1980. Itu berarti seseorang yang konsumsinya kurang dari
US $ 125,- per tahun dapat digolongkan berada di bawah Garis
Kemiskinan atau berada dalam Kemiskinan Absolut
(Todaro,1995:31-32).
34
Secara sederhana Kemiskinan Relatif dapat dilihat dengan
memperbandingkan proporsi atau persentase penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan Absolut dengan jumlah
penduduk keseluruhan. Untuk lebih memperoleh gambaran yang
sesungguhnya tentang tingkat kemiskinan relatif atau pemerataan
kesejahteraan ekonomi perlu diketahui distribusi pendapatan.
Menurut Hady prayitno (1987) bahwa kemiskinan relatif
dinyatakan dalam beberapa persen dari pendapatan nasional yang
diterima oleh beberapa kelompok penduduk dengan kelas
pendapatan tertentu dibandingkan dengan porsi pendapatan
nasional diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas
pendapatan lainnya.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa usaha dalam
pemenuhan kebutuhan dasar yang sebaik-baiknya bagi keluarga
dan masyarakat akan tercipta melalui suatu tata kehidupan dan
kehidupan sosial, materi maupun spiritual yang diikuti oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, ketentraman lahir batin yang tak lain
menjelaskan hubungan yang erat dengan aspek sosial ekonomi
masyarakat, yang merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan
kepentingannya, antara lain meliputi peningkatan pendapatan
rumah tangga, pengetahuan, atau memberikan kontribusi terhadap
35
pemecahan masalah-masalah sosial dengan peningkatan kualitas
hidup individu, kelompok dan masyarakat.
Pendekatan kebutuhan dasar merupakan suatu acuan
dalam pembangunan alternative. Friedmen (1992) dalam Suyanto
Bagong (1996: 8) mendefenisikan kebutuhan dasar manusia yang
meliputi :
1. Terpenuhinya kebutuhan minimum rumah tangga bagi
konsumsi pribadi seperti : makanan, minuman, dan perumahan.
2. Tersedianya pelayanan dasar untuk konsumsi bersama kolektif
dalam komunitas seperti: air bersih, penerangan, transportasi,
fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan.
3. Kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
terkait dengan diri mereka sendiri.
4. Kepuasan atas tingkat kebutuhan dasar yang mutlak dalam
kerangka hak asasi manusia secara lebih luas.
5. Adanya kesempatan kerja sebagai suatu cara dan tujuan dalam
suatu strategi kebutuhan dasar.
Fenomena kemiskinan bukan hanya terbatas kepada
kurangnya keuangan, melainkan melebar kepada kurangnya
kreatifitas, inovasi kurangnya kesempatan untuk bersosialisasi
dengan berbagai potensi dan sumber daya yang ada, atau secara
khusus persoalan itu telah melingkar diantara lemahnya
penyeimbangan potensi diri dan tertutupnya potensi diri untuk
36
berkembang di masyarakat, semua itu akan berlangsung apabila
proses marjinalisasi dan pihak yang berkuasa berlangsung pula.
Yang melatar belakangi kemiskinan menurut Suyanto
Bagong dibedakan atas dua kategori antara lain :
a. Kemiskinan alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang timbul sebagai
akibat sumber-sumber daya yang kurang dan atau karena
tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah.
b. Kemiskinan buatan
Kemiskinan buatan diartikan sebagai kemiskinan yang
terjadi karena struktur sosial yang membuat anggota atau
kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan
fasilitas secara merata, dengan demikian sebagian anggota
masyarakat masih tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah
produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi
rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari
kemiskinan.
B. Defenisi Masyarakat Agraris
Berbicara tentang masalah primitif, maka kita akan berbicara
tentang kehidupan masyarakat desa. Begitu pula, kehidupan desa
selalu dikaitkan dengan kehidupan agraris, yaitu kelompok
masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian di bidang
37
pertanian. Desa sebagai penghasil pangan utama, menjadi
tumpuan bagi masyarakat kota.
Menurut Bintarto, desa mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut :
• Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak,
serta penggunaannya.
• Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan
persebaran dan mata pencaharian penduduk setempat.
• Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-
ikatan pergaulan.
Maju mundurnya sebuah desa bergantung dari tiga unsur ini
yang dalam kenyataannya ditentukan oleh faktor usaha manusia
(human efforts) dan tata geografi (geographical setting). Adapun
menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang penduduknya
kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mempunyai pergaulan yang saling mengenal antara beberapa
ribu jiwa.
b. Memiliki perhatian dan perasaan yang sama dan kuat tentang
kesukaan terhadap adat kebiasaan.
c. Memiliki cara berusaha (dalam hal ekonomi), yaitu agraris pada
umumnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti :
38
iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
bersifat sambilan.
Jadi yang dimaksud masyarakat pedesaan adalah
sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu yang
penghuninya mempunyai perasaan yang sama terhadap adat
kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di
dalam kelompok mereka, seperti gotong royong dan tolong-
menolong.
1. Ciri-Ciri Masyarakat Agraris
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan
perasaan batin yang kuat sesama anggota warga desa sehingga
seseorang merasa dirinya merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat tempat ia hidup, serta rela berkorban
demi masyarakatnya, saling menghormati, serta mempunyai hak
dan tanggung jawab yang sama di dalam masyarakat terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama. Adapun ciri-ciri
masyarakat pedesaan antara lain; Setiap warganya mempunyai
hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan
warga masyarakat di luar batas-batas wilayahnya.
Sistem kehidupan pada umumnya berkelompok dengan
dasar kekeluargaan, sebagian besar warga masyarakat pedesaan
hidup dari pertanian, masyarakatnya homogen, seperti dalam hal
39
mata pencaharian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
Masyarakat itu sering disangkut pautkan dengan petani biasanya
mereka menggunakan alat-alat manual misalnya, menggunakan
tenaga hewan untuk membajak sawah, cangkul, sabit dan
sebagainya. Adapun mode produksi dalam bidang ekonomi
biasanya berupa pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan
dengan cara tradisional. Sumber daya alamnya berupa angin, air,
tanah, manusia,yang pada akhirnya mereka membutuhkan bahan
mentah atau alam sebagai penunjang kehidupan.
2. Kegiatan Masyarakat Agraris
Salah satu ciri khas dalam kehidupan masyarakat desa
adalah adanya semangat gotong-royong yang tinggi. Misalnya
pada saat mendirikan rumah, memperbaiki jalan desa, membuat
saluran air dan sebagainya. Gotong royong semacam ini lebih
dikenal dengan sebutan kerja bakti, terutama menangani hal-hal
yang bersifat kepentingan umum. Ada juga gotong-royong untuk
kepentingan pribadi, misalnya mendirikan rumah, pesta perkawinan
dan kelahiran. Pekerjaan gotong royong terdiri atas dua macam,
yaitu :
• Kerja sama yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu
sendiri (diistilahkan dari bawah, tanpa ada paksaan dari luar)
40
• Kerja sama dari masyarakat itu sendiri, tapi berasal dari luar
(biasa berasal dari atas, misalnya atas perintah aparat desa)
Lebih dari 82 % masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan
dengan mata pencaharian agraris. Masyarakat pedesaan
mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat
bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi, mereka bukanlah
masyarakat yang senang berdiam diri tanpa aktivitas, tanpa ada
suatu kegiatan, tetapi sebaliknya. Pada umumnya masyarakat desa
sudah bekerja keras, namun mereka perlu diberikan pendorong
yang dapat menarik aktivitas mereka, sehingga cara dan irama
bekerjanya menjadi efektif, efisien dan berkelanjutan.
Di Indonesia, aktivitas gotong roypng biasanya tidak hanya
menyangkut lapangan bercocok tanam saja, tapi juga menyangkut
lapangan kehidupan social lainnya seperti:
a. Dalma hal bencanya atau musibah, contohnya: kematian, sakit
atau kecelakaan.
b. Dalam hal pekerjaan rumah tangga, contohnya: memperbaiki
atap rumah, menggali sumur, dll.
c. Dalam hal pesta, contohnya: pernikahan, kitanan, dll.
d. Dalam hal kepentingan umum, misalnya: membuat irigasi,
jembatan, jalan, dll.
41
3. Perkembangan Masyarakat Agraris
Masyarakat agraris sebenarnya tidak stagnan; mereka
berkembang dan berubah seperti kita namun pada tingkatan laju
yang lebih rendah. Perubahan lambat yang menjadi nyata selama
berpuluh-puluh atau beratus-ratus tahun dan selama periode yang
demikian kita dapat mencirikan kecenderungan jangka-panjang dari
proses siklik dan kejutan acaknya. Kecederungan untuk menjadi
sederhana didalam kehidupan masyarakat agraris selalu saja
terjadi dan telah mengakar kuat. Masyarakat agraris mendapatkan
pengetahuan tentang bagaimana menjalin hubungannya dengan
alam tempat mereka hidup secara turun-temurun.
C. Defenisi Petani
Yang dimaksud masyarakat tani di sini adalah masyarakat
yang bermukim di daerah pedesaan yang mengolah usaha
pertanian dan merupakan mata pencahariannya sebagai petani,
mereka memanfaatkan sumber daya alam untuk keperluan hidup
dengan sistem pengolahan masih tergolong sederahana. Adapun
pekerjaan lain yang dilakukan adalah pekerjaan sampingan, seperti
tukang kayu, pedagang, pengrajin, dan lain-lainnya.
42
“Menurut pendapat Wolf (1983) yang menyatakan bahwa:
Petani adalah sebagian penduduk yang secara eksistensial terlibat
dalam proses cocok tanam dan secara otonom menetapkan
keputusan atas cocok tanam tersebut” (Suharni, 2007: 10).
Soejitno dalam Mardikanto (2005) menyatakan bahwa
selaras dengan pengertiannya yang menjadi sasaran penyuluhan
pertanian terutama adalah petani pengelola usahatani dan
keluarganya, yaitu bapak tani, ibu tani, dan pemuda/pemudi atau
anak-anak petani.
Petani sebagai pelaku sektor pertanian memiliki berbagai
masalah di dalam melaksanakan usaha taninya. Secara umum,
masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Masalah sumberdaya manusia
Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usahataninya
dengan cara melihat petani lain yang telah berhasil. Mereka
sangat hati-hati di dalam menerapkan inovasi baru karena
mereka sangat takut dengan resiko gagal. Tanpa ada contoh
yang telah berhasil petani sangat rentan untuk merubah
usahataninya.
2. Masalah ilmu pengetahuan dan teknologi
Sebagian besar petani masih berpendidikan Sekolah Dasar
(SD) dan hanya sebagian kecil berpendidikan lanjutan. Pada
umumnya ketrampilan bercocok tanam mereka peroleh dari
43
orang tuanya serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh
dari usahataninya.
3. Masalah modal usahatani
Masalah keterbatasan modal usahatani merupakan masalah
yang mendasar bagi petani. Sebagian besar petani memperoleh
modal usaha dari kekeyaan keluarga atau meminjam.
4. Pemasaran hasil usahatani
Pada saat panen raya suplai gabah meningkat
sedangkan penawaran terbatas, serta petani tidak memiliki
sarana penjemuran. Petani terkadang tidak memiliki pilihan
untuk menjual gabahnya dengan harga layak atau harga yang
lebih baik.(Patiwiri, 2007).
Menurut Soekartawi (1988), petani dicirikan oleh
karakteristik sebagai berikut:
1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari 240
kg beras per kapita per tahun.
2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25
Ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 Ha di luar Jawa. Bila
petani tersebut juga mempunyai lahan tegal, maka luasnya
0,50 Ha di Jawa atau 1,00 Ha di luar Jawa.
3. Patani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang
terbatas.
4. Petani yang memiliki pengetahuan yang terbatas.
44
Mosher (1970), mengelompokkan petani dalam 3 macam,
yaitu:
1. Petani sebagai pengelola usahatani, pada umumnya petani
sebagai pengelola atau manager dari usahataninya.
2. Petani sebagai jurutani, petani yang melakukan kegiatan
bertani, yang memiliki pengalaman dan telah belajar dari
pengalamannya.
3. Petani sebagai manusia, petani sepertihalnya manusia yang
lain, ia juga mempunyai rasional, memiliki harapan-harapan,
keinginan-keinginan, dan kemauan untuk hidup lebih baik.
Menurut Kusnadi. H (1996) petani adalah seorang yang
mempunyai profesi bercocok tanam (menanam tumbuh-tumbuhan)
dengan maksud tumbuh-tumbuhan dapat berkembang biak
menjadi lebih banyak serta untuk dipungut hasilnya, tujuan
menanam tumbuh-tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup
yaitu dapat dimakan manusia dan hewan peliharaanya.
Mengemukakan bahwa sistem perekonomian yang berdasarkan
kepada usaha bersama dari masyarakat secara keseluruhan
dengan tujuan utama meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan
meningkatkan pendapatan perkapita dan pembagian pendapatan
yang merata dengan Negara (pemerintah) yang memainkan peran
aktif untuk mengarahkan dan melaksanakan pembangunan.
45
Menurut Samsudin (1982), yang disebut petani adalah
mereka yang untuk sementara waktu atau tetap menguasai
sebidang tanah pertanian, menguasai sesuatu cabang atau
beberapa cabang usaha tani dan mengerjakan sendiri, baik dengan
tenaga sendiri maupun tenaga bayaran. Menguasai sebidang tanah
dapat diartikan pula menyewa, bagi hasil atau berupa memiliki
tanah sendiri. Disamping menggunakan tenaga sendiri ia dapat
menggunakan tanaga kerja yang bersifat tidak tetap.
Masyarakat tani dapat dipandang memiliki struktur sosial
sendiri di dalamnya terlaksana pola-pola perilaku dengan corak dan
ciri yang berbeda dengan komunitas kota, masyarakat tani dapat
dikatakan system sosialnya masih sederhana tidak seperti
masyarakat industri perkotaan yang begitu kompleks system
kehidupannya. Kemiskinanan di pedesaan dilihat sebagai suatu hal
yang terutama disebabkan oleh miskinnya sumber daya alam,
kurangnya modal, kurangnya input langsung, keterbelkangan
teknologi dan kurang berkembangnya keterampilan manusia.
Soekartawi (1996) dalam (Rita, 2005: 25) menyatakan
bahwa ukuran pendapatan usaha tani antara lain:
1. Pendapatan kotor usaha tani (gross farm income). Pendapatan
kotor usaha tani sebagai nilai produk total usaha tani dalam
jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak
dijual.
46
2. Pendapatan bersih usaha tani (net farm income). Penghasilan
bersih usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor usaha
tani dan pengeluaran total usaha tani yang merupakan nilai
masuk yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani, bunga modal
sendiri dan bunga modal pinjaman.
3. Penghasilan bersih usaha tani (net farm earning) penghasilan
bersih usaha tani diperoleh dengan cara mengungkapkan
pendapatan bersih dan bunga modal pinjaman.
Hermanto (1996) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pendapatan usaha tani antara lain :
1. Luas lahan usaha, meliputi areal tanaman, luas pertanaman
dan luas pertanaman rata-rata
2. Tingkat produksi yaitu ukuran-ukuran tingkat produksi
3. Pilihan dan kombinasi cabang usaha.
Kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan dialami oleh
seseorang atau suatu keluarga, kondisi kemiskinan ini disebabkan
oleh beberapa faktor yang berbeda antara lain:
1. Kesempatan kerja yaitu seseorang dikatakan miskin karena
menganggur sehingga tidak memperoleh penghasilan atau
kalaupun bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu,
bulan, atau tahun.
2. Upah/gaji standar minimum
47
3. Produktifitas yang rendah
4. Tidak mempunyai asset
5. Adanya diskriminasi sex
6. Adanya penjualan tanah
7. Tekanan harga (hal ini terutama berlaku pada petani kecil dan
pengrajin dalam bidang industri rumah tangga).
Dari beberapa penyebab kemiskinan di atas, kita bisa lihat
arah dari upaya-upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan,
misalnya dengan penciptaan gaji/upah yang rendah, penyediaan
asset untuk kegiatan produksi dan menghilangkan diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan.
D. Ukuran Kemiskinan
Ukuran atau kategori kemiskinan menurut BPS (2005)
antara lain:
1. Penduduk miskin dikatakan sangat miskin apabila kemampuan
untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1900
kalori per orang per hari ditambah kebutuhan dasar non
makanan, atau setara dengan Rp 120.000,- per orang/ per
bulan
48
2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900-2100 kalori/
orang ditambah kebutuhan dasar non makanan, atau setara Rp
150.000,- per orang per bulan
3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan
memenuhi konsumsi hanya mencapai antara 2100-2300 kalori
ditambah kebutuhan dasar non-makanan atau setara Rp
175.000,- per orang per hari.
Rumah tangga miskin menurut BPS (2005) jika diasumsikan
suatu rumah tangga memiliki jumlah anggota rumah tangga
(household size) rata-rata 4 orang, maka batas garis kemiskinan
rumah tangga adalah :
1. Rumah tangga dikatakan sangat miskin apabila tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp 120.000,- =Rp
480.000 per rumah tangga/ bulan
2. Rumah tangga dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi
kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp 150.000,- = Rp
600.000 per rumah tangga/ bulan, tetapi di atas Rp 480.00
3. Rumah tangga dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan
memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp
175.000 = Rp 700.000,- per rumah tangga/ bulan, tetapi diatas
Rp 600.000
49
Pengukuran Kemiskinan World Bank :
World Bank membuat garis kemiskinan absolut US$ 1 dan
US$ 2 PPP (purchasing power parity/paritas daya beli) per hari
(bukan nilai tukar US$ resmi) dengan tujuan untuk membandingkan
angka kemiskinan antar negara/wilayah dan perkembangannya
menurut waktu untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam
memerangi kemiskinan di tingkat global /internasional.
Angka konversi PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan
untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dimana jumlah
yang sama tersebut dapat dibeli sebesar US$ 1 di Amerika Serikat.
Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan kuantitas di
masing-masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survei yang
biasanya dilakukan setiap lima tahun. Chen dan Ravallion (2001)
membuat suatu penyesuaian angka kemiskinan dunia dengan
menggunakan garis kemiskinan US$ 1 perhari. Berdasarkan
penghitungan yang dilakukan, pada tahun 1993 garis kemiskinan
US$ 1 PPP per hari adalah ekuivalen dengan Rp. 20.811,- per
bulan.
Garis kemiskinan PPP disesuaikan antar waktu dengan
angka inflasi relatif, yaitu menggunakan angka indeks harga
konsumen. Pada tahun 2006, garis kemiskinan US$ 1 PPP
ekuivalen dengan RP.97.218,- per orang per bulan dan garis
kemiskinan US$ 2 PPP ekuivalen dengan RP.194.439,- per orang
50
per bulan. Perbandingan garis kemiskinan dan persentase
penduduk miskin di Indonesia tahun 2006 menurut BPS dan World
Bank adalah sebagai berikut:
Garis Kemiskinan dan Persentase Penduduk Miskin di
Indonesia Tahun 2006
Sumber Garis Kemiskinan (Per Hari)
Garis Kemiskinan (Per Bulan)
Penduduk Miskin (%)
BPS Rp. 5.066,57,- ≈ US$ 1,55 PPP
Rp. 151.997,- 17,80
World Bank
USS 1 PPP ≈ Rp. 3.240,60,-
Rp. 97.218,- 7,40
USS 2 PPP ≈ Rp. 6.841,30,-
Rp. 194.439,- 49,00
Bank Dunia memprediksi jumlah penduduk Indonesia
berpendapatan di bawah US$2 PPP per orang per hari pada tahun
2008 akan turun 4,6 juta orang dari 105,3 juta orang (45,2 persen)
menjadi 100,7 juta orang (42,6 persen). Perhitungan itu dilakukan
dengan menggunakan jumlah penduduk 232,9 juta orang pada
tahun 2007 dan 236,4 juta orang pada tahun 2008. Perkiraan
tersebut dibuat dengan memperhitungkan laju inflasi sekitar 6
persen, dampak kenaikan harga minyak dunia saat ini (sekitar
US$94 per barel), dan tercapainya pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun depan sebesar 6,4 persen.
51
Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan World Bank:
Tahap pertama adalah menentukan Penduduk referensi,
yaitu 20 persen penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan
Sementara, yaitu garis kemiskinan periode lalu yang di-inflate
dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian
dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan
Non Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan adalah jumlah nilai pengeluaran
dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumdi penduduk
referensi dan kemudian disetarakan dengan nilai energi 2.100
kilokalori perkapita per hari. Penyetaraan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga
rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Selanjutnya GKM
tersebut disetarakan dengan 2.100 kilokalori dengan cara
mengalikan 2.100 terhadap harga implisit rata-rata kalori.
Garis Kemiskinan Non-Makanan merupakan penjumlahan
nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan
terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/sub-kelompok
non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio
pengeluaran komoditi /sub-kelompok tersebut terhadap total
pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalan data
Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei
52
Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang
dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi
rumahtangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci
dibandingkan data Susenas modul konsumsi. Garis Kemiskinan
merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan dan
Garis Kemiskinan Non-Makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kemiskinan absolut merupakan suatu kondisi dimana tingkat
pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
pendidikan, yang kemudian dirumuskan dengan membuat ukuran
tertentu yang kongkrit, ukuran itu lazimnya beriorentasi pada
kebutuhan hidup dasar manusia minimum anggota masyarakat.
Masing-masing Negara mempunyai batasan kemiskinan
absolute yang berbeda-beda, sebab kebutuhan hidup dasar
masyarakat digunakan sebagai acuan, memang berlainan karena
ukurannya dipastikan. Konsep kemiskinan ini mengenal garis batas
kemiskinan. Kemiskinan relatif adalah dirumuskan dengan
memperhatikan dimensi tempat dan waktu, dasar asumsi yaitu
kemiskinan disuatu daerah dengan waktu yang lain. Penduduk
yang sudah berpendapatan di atas garis kemiskinan, namun jauh
lebih rendah dari pandangan penduduk sekitarnya, maka orang
53
tersebut masih dalam kemiskinan. Kemiskinan jenis ini masih
dikatakan relatif karena lebih berkadang dengan meminta distribusi
pendapatan antar lapisan sosial.
Untuk mendapatkan gambaran tentang pengukuran
kemiskinan yang banyak digunakan saat ini, dapat dikemukakan
beberapa pendapat sebagai berikut :
Untuk mengukur kemiskinan dengan indicator sebagai
berikut :
1. Pendapatan rata-rata perkapita. Apabila suatu masyarakat yang
pendapatannya rata-rata perkapita per orang setahun kurang
dari US $ 300, digolongkan sebagai masyarakat miskin.
2. Banyaknya gizi yang ada dalam makanan sehari-hari. kalau
jumlah protein dan kalori dalam makanan sehari-hari kurang
dari suatu batas tertentu, maka dapat digolongkan sebagai
masyarakat miskin.
3. Suatu masyarakat harus setiap hari mampu member makan
cukup kepada setiap anggota keluarganya. Yang dimaksud
cukup ialah makan tiga kali sehari, yaitu pada waktu pagi, siang,
dan malam. Jadi bagi masyarkat yang tidak mampu memberi
makan kepada anggota keluarganya dalam sehari, maka
masyarakat tersebut dianggap miskin,
4. Apabila ada rumah tangga yang secara terus menerus tidak
mampu mencukupi kebutuhan bahan-bahan dasar pokok
54
menurut ketentuan, maka rumah tangga itu dapat dianggap
sebagai rumah tangga miskin.
5. Apabila angka rata-rata kematian dalam suatu masyarakat
tinggi, maka masyarakat itu dianggap miskin.
“Sayogya dalam Nugroho (1995) lebih cenderung
menggunakan ukuran garis kemiskinan dengan pendekatan garis
kemiskinan absolut dengan cara menegmbangkan dan
memperhitungkan standar kehidupan pokok yang berdasarkan
kebutuhan beras perorang pertahun”. (Ali hanafi, 1997:22)
E. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya disebabkan rendahnya
penghasilan (ekonomi) mereka, sehingga pemecahan yang logis
adalah dengan meningkatkan penghasilan, sementara
sesungguhnya akar kemiskinan justru bukan hanya pada
penghasilan, tinggi rendahnya penghasilan seseorang erat
kaitannya dengan berbagai peluang yang dapat diraihnya, jadi lebih
merupakan akibat dari suatu situasi yang terjadi oleh sebab
kebijakan politik yang tidak adil yang diterapkan sehingga
menyebabkan sebagian masyarakat tersingkirkan dari sumber
daya kunci yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan hidup
mereka secara layak. Di Indonesia persentase penduduk yang
55
berada di bawah garis kemiskinan menurun cukup cepat di kota-
kota, tetapi tidak begitu cepat di daerah pedesaan, komunitas
petani yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia tidak
terlepas dari kondisi kemiskinan tersebut, kemiskinan petani,
nelayan maupun peternak mewarnai kehidupan mereka dalam
beraktivitas.
Menurut Burki (1990) dalam (Taswin, 1995:14) ada 6 faktor
yang menjadi penyebab kemiskinan pada bagian penduduk
pedesaan yang bergerak dalam pertanian antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi yang lamban
2. Stagnasi produktifitas tenaga kerja
3. Tingkat semi pengangguran yang tinggi
4. Tingkat pendidikan formal yang rendah
5. Fasilitas yang tinggi
6. Degradasi sumber daya alam dan lingkungan
Berdasarkan hasil studi badan penelitian dan
pengembangan pertanian (BPPP) yang dilakukan di lapangan
provensi di Indonesia penyebab kemiskinan antara lain:
1. Keterbatasan sumber daya alam kemiskinan yang disebabkan
karena memang dasar alamiah miskin yaitu keadaan alamnya
misalnya karena lahan yang kurang subur, tanahnya berbatu-
batu tidak menyimpan kekayaan mineral karena sumber daya
56
alamiah miskin maka masyarakat juga miskin sehingga
terjadinya degradasi dan pendayagunaan lahan kurang
2. Teknologi dan pendukungnya yang tersedia masih rendah yang
mengakibatkan penerapan teknologi terutama budidaya masih
rendah.
3. Keterbatasan lapangan kerja, dimana membawa konsekwensi
kemiskinan bagi masyarakat yang kualitasnya dan produktifitas
yang masih rendah, karena tingkat pendidikan dan kesehatan
yang masih rendah, disamping adanya pengaruh tradisi dan
kesempatan kerja yang terbatas. Meskipun secara ideal
dikatakan bahwa seseorang harus mampu menciptakan
lapangan kerja baru, tetapi secara factual hal tersebut kecil
kemungkinannya karena keterbatasan kemampuan seseorang
baik berupa keterampilan maupun modal.
4. Keterbatasan sarana, prasaran, dan kelembagaan yang
mengkibatkan terisolasi, perputaran modal kurang, bagi hasil
yang tidak adil, dan tingkat upah yang relatif rendah.
5. Beban keluarga, dimana semakin banyak anggota keluarga
akan semakin meningkat pula tuntutan beban hidup yang harus
dipenuhi, seseorang yang mempunyai anggota banyak dan
tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan, akan
menimbulkan kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi
dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan
57
akan tetap melanda drinya dan kemiskinan itu akan bersifat
laten.
Menurut Sayogyo bahwa kemiskinan adalah suatu tingkat
kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan orang cukup
bekerja dan cukup hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras
dan kebutuhan gizi, dan berdasarkan penelitiannya ditarik
kesimpulan bahwa untuk daerah pedesaan diperlukan 240 kg dan
daerah kota 360 kg ekuivalen beras pertahun (Tjahya, 2000:124).
Sebagai masyarakat yang masih dicirikan oleh kehidupan
komunalistik dan subsistem hal ini wajar jika pada gilirannya makna
kemiskinan lebih dipersepsikan oleh diri mereka sendiri lebih
sebagai faktor yang bersifat internal. Dalam hal ini defenisi
kemiskinan disebutkan sebagai orang malas. Unsur pemilikan
sawah ditempatkan dalam urutan pertama mengingat dari sumber
inilah secara praktis kecukupan pangan sebuah rumah tangga
dapat terjaga sepanjang tahun, kenyataannya hanya sedikit saja
penduduk desa lokal yang memiliki sawah.
Menurut bank dunia, penyebab dasar kemiskinan antara
lain:
1. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.
2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan
prasarana.
58
3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.
4. Adanya perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat
dan sistem yang kurang mendukung.
5. Adanya sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).
6. Rendahnya produktifitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat.
7. Budaya hidup yang diikatkan dengan kemampuan seseorang
mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
8. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (Good
govermance).
9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan.
F. Penghambat dan Penanggulangan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang hadir di
tengah-tengah masyarakat, khususnya di Negara berkembang.
Dalam konteks Indonesia masalah kemiskinan merupakan juga
masalah sosial yang sangat relevan untuk di kaji secara terus
menerus. Dalam pembangunan jangka panjang Repelita III
(1079/1980-1983/1984) pemerintah telah merancanang dua pokok
kebijakan pembangunan yaitu: pertama mengurangi jumlah
penduduk di bawah garis kemiskinan, dan kedua melaksanakan
59
delapan jalur pemerataan pembagian pendapatan, penyebaran
pembangunan di seluruh daerah, kesempatan memperoleh
pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, berusaha berpartisipasi
dalam kegiatana pembangunan dan kesempatan memperoleh
keadilan.
Basis kekuasaan sosial meliputi tingkat pendidikan,
pendapatan, kesehatan dan gizi, produktifitas pengasaan modal,
keterampilan, teknologi dan hambatan infrastruktur serta jaringan
sosial untuk kemajuan kehidupan.
a. Faktor Penghambat Kemiskinan
Fenomena kemiskinan bukan hanya terbatas kepada
kurangnya keuangan, melainkan melebar kepada kurangnya
kreativitas, inovasi, kesempatan untuk bersosialisasi dengan
berbagai potensi dan sumber daya yang ada, atau secara khusus
persoalan itu lebih melingkar diantara lemahnya mengembangkan
potensi diri dan tertutupnya potensi diri untuk berkembang
dimasyarakat.
Mubyarto (1995) dalam (Ali hanafi, 1997: 18) sekurang-
kurangnya ada empat faktor yang disinyalir menjadi penghambat
atau penyebab mengapa kemiskinan di pedesaan masih tetap
mencolok antara lain:
1. Karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi
dengan adanya proses fregmentasi pada arus bawah
60
masyarakat pedesaan, jumlah penduduk pedesaan yang terus
bertambah tetapi tidak di imbangi dengan bertambahnya tanah
telah menyebabkan semakin berkurangnya tanah yang dapat
dimiliki petani kecil sehingga terjadi apa yang disebut Geertz
sebagai shared proverty (pembagian kemiskinan), disamping itu
tekanan kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat dan harag
produksi pertanian yang tidak menentu yang menyebabkan
banyak warga desa yang menjual lahan miliknya agar dapat
bertahan hidup.
2. Karena nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya
sektor pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil
produksi lain, termasuk kebutuhan hidup sehari-hari warga
pedesaan.
3. Karena lemahnya posisi masyarakat desa khususnya petani
dalam mata rantai perdagangan, sudah menjadi rahasia umum
bahwa dalam proses penjualan, biasanya pihak yang dominan
menentukan harga adalah para pedagang atau para tengkulak.
4. Karena karakter struktur sosial masyarakat pedesaan yang
terpolarisasi, bahwa selama ini sudah banyak berbagai program
pembangunan diintroduksikan ke wilayah pedesaan.
61
b. Konsep Penanggulangan Kemiskinan
Pendekatan mengenai konsep kemiskinan oleh beberapa
program bantuan penanggulangan kemiskinan lebih banyak
merupakan sebuah bentuk aplikasi dari pada aspek teoritis yang
berkaitan dengan kemiskinan yang lebih bersentuhan langsung
dengan masyarakat, sehingga pendekatannya lebih bersifat praktis
dari pada teoritis. Seperti program inpres desa tertinggal (IDT)
bertujuan untuk mempercepat upaya mengurangi jumlah penduduk
miskin dan desa-desa miskin dimana ruang lingkupnya adalah
sosial ekonomi penduduk miskin dengan membangun dan
mengembangkan potensi ekonomi desa, memenuhi kebutuhan
pokok, menyediakan pelayanan dasar, disertai penciptaan suasana
yang mendukung upaya penaggulangan kemiskinan serta
mengaktifkan kembali ekonomi rakyat dengan memberdayakan
kaum miskin.
Sedangkan dana untuk pembangunan sarana dan
prasarana dasar lingkungan merupakan dan hibah yang perlu
dikembalikan, namun masyarakat harus menunjukkan
kesanggupan dan tanggung jawabnya untuk dapat melakukan
pemeliharaan serta pengembangan lebih lanjut yang diprioritaskan
dapat memberikan dampak langsung kepada peningkatan produksi
dan peningkatan masyarakat.
62
G. Kerangka Konseptual
Kemiskinan ditandai ketidak mampuan masyarakat
memenuhi kebutuhan utamanya seperti sandang, pangan,
kesehatan, dan pendidikan. Dalam kehidupan manusia sehari-hari
kemiskinan adalah sesuatu yang nyata adanya bagi mereka yang
tergolong miskin kerana mereka ini sendiri merasakan dan
menjalani kehidupan dalam kemiskinan tersebut. Munculnya
kemiskinan ditandai oleh berbagai faktor keterbatasan yang
mengakibatkan rendahnya kualitas kehidupan seperti rendahnya
penghasilan, terbatasnya kepemilikan rumah tinggal yang layak
huni, pendidikan dan keterampilan yang rendah.
Distribusi pendapatan sering diukur dengan membagi
penduduk menjadi 5 atau 10 kelompok (quintiles atau deciles)
sesuai dengan tingkat pendapatannya. Kemudian menetapkan
proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok pendapatan.
Selanjutnya ukuran distribusi pendapatan dapat diukur dengan
“Rasio Konsentrasi Gini” (gini consentration ratio) atau lebih
sederhana disebut dengan Koefisien Gini.
“Koefisien Gini adalah ukuran ketidak seimbangan/ ketimpangan (pendapatan, kesejahteraan) agregat (keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Dalam prakteknya, Koefisien Gini pada negara-negara yang dikenal begitu tajam ketimpangan kesejahteraan di kalangan penduduknya berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal paling merata, Koefisien Gini berkisar antara 0,20 sampai 0,35 “ (Todaro, 1995: 150-151).
63
Faktor-faktor penyebab kemiskinan, disamping faktor-faktor
kondisi alam dan geografis, juga disebabkan oleh faktor-faktor
ketidak adilan ekonomi, sosial ataupun politik, yang mengakibatkan
apa yang disebut Kemiskinan Struktural (Struktural Poverty) baik
pada tatanan negara ataupun internasional.
Kemiskinan Struktural dapat dijelaskan dengan fenomena-
fenomena urban bias, urban-urban dualism, proletarianization serta
yang terakhir dapat dijelaskan pula oleh fenomena environmental
destruction. Kemiskinan tersebar pula dengan pola yang terstruktur
mulai dari remote area, urban area, sub-urban area, dan urban
slum. (Blog; Julissar An-naf)
Teori pembangunan yang khusus menganalisis phenomena
kemiskinan di negara-negara berkembang dan negara terbelakang
(developing and under-developed countries) menekankan akan tiga
faktor penyebab kemiskinan yakni:
1. Kemiskinan natural adalah keadaan kemiskinan karena dari
asalnya memang miskin karena tidak memiliki sumber daya
memadai.
2. Kemiskinan struktural sesungguhnya adalah gambaran
keadaan miskin masih rendah.
3. Kemiskinan kultural adalah mengacu pada sikap seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan
64
hidup, budayanya, mereka sudah merasa berkecukupan dan
tidak merasa kekurangan.
Kemiskinan struktural merupakan sisi eksternal dari si
miskin. Ia berkaitan kegagalan sistem politik, institusi pemerintah,
struktur elit dan birokrasi kekuasaan, serta berbagai kebijakan
yang "pro-rakyat" (people-oriented development). Disatu sisi
Pemerintah berusaha memerangi kemiskinan (the poverty
alleviation) karena faktor struktural, kultural dan natural, tetapi
kemudian terjebak dalam perangkap kemiskinan itu sendiri (the
poverty traps). Dalam arti ketika Pemerintah berusaha menjawab
pertanyaan kemiskinan ekonomi dan persoalan keterbelakangan
sosial, ternyata di dalam jawaban masih banyak menyisakan
pertanyaan. Inilah yang dikenal dengan istilah "antagonistic
developmentalism".
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan dimana
penyebabnya berasal dari dalam, budaya dia sendiri yang
menyebabkan ia terbelit dalam kemiskinan. Dalam diri manusia ada
sifat yang membuat ia kaya dan ada juga yang membuat ia miskin.
Ada sifat inheren yang membuat orang itu kaya demikian juga sifat
yang membuat orang itu menunjang untuk miskin. Dalam lingkup
yang lebih luas, ada sifat atau karakter bangsa yang membuat
bangsa itu selalu terbelit dalam kemiskinan, demikian pula ada
65
karakter bangsa yang membuat bangsa itu cepat bangkit dari suatu
kemiskinan.
Kemiskinan kultural terjadi karena kita mempunyai pesimis,
alias penyakit si miskin. Boros, mementingkan hal yg bersifat
aksesoris, keinginan pamer, tidak mempunyai harga diri, malas,
menunda waktu, tidak punya kepedulian kepada yang lain adalah
contoh-contoh dari pesimis.
Kemiskinan Struktural
Petani dan nelayan di Indonesia bukanlah pekerjaan yang
membuat bangga, kehidupan mereka selalu tertindas. Pada saat
musim panen, harga hasil pertanian mereka turun drastis,
sedangkan pada musim paceklik, justru mereka sendiri tidak dapat
menikmati harga komoditi pertanian yang tinggi.
Kemiskinan yang terjadi karena strukturnya yang tidak
memungkinkan ia untuk berkembang. Kemiskinan yang terjadi
karena faktor luar yang lebih luas. Meskipun ia mempunyai sifat-
sifat yang semestinya membuat ia kaya, tetapi karena strukturnya
atau faktor luar yang tidak mendukung, ia tetap akan terbelit dalam
kemiskinan.
Untuk penanganan masalah kemiskinan struktural ini,
pemerintah harus lebih berperan aktif. Pemerintah harus berpikiran
dan mempunyai sifat seperti seorang kaya. Pemerintah harus
mempunyai pemikiran jauh kedepan, mempunyai planning dan
66
‘mimpi’ akhir dari suatu perjalanan bangsa ini, sehingga semua
daya dan upaya diarahkan untuk mencapai mimpi tersebut. Selain
Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural, ada yang
mengatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah
Kemiskinan Natural
Dalam Kemiskinan Natural disebutkan bahwa yang menjadi
penyebab dari suatu kemiskinan adalah kondisi alam. Kemiskinan
natural sebagai bagian dari penyebab kemiskinan merupakan
pembenaran terhadap ketidakberdayaan atau kemalasan manusia.
Pengentasan kemiskinan tentunya sangat diperlukan suatu
kajian yang menyeluruh, sehingga dapat menjadi acuan dalam
merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih
menekankan pada konsep kesejahteraan sebagai upaya menolong
yang miskin dan tidak berdaya agar berdaya baik secara fisik,
mental, maupun pikiran untuk mencapai hidup yang lebih berarti,
sehingga mengungkapkan keterlibatan masyarakat pedesaan pada
sektor non pertanian jenis pekerjaan dapat diperoleh tergantung
dari berbagai factor, baik dari individu pekerja seperti tingkat
pendidikan, ketekunan serta kemampuan untuk memilih alternative
pekerjaan.
67
Faktor lingkungan menyangkut adanya kegiatan ekonomi
yang akhirnya dapat diisi oleh anggota keluarga, faktor lain
kepemilikan modal dipakai sebagai modal dalam kegiatan usaha di
luar sektor pertanian seperti berdagang sebagian besar merupakan
usaha dagang kecil-kecilan, akan tetapi diantara mereka yang
kebutuhan pokoknya belum terpenuhi dalam arti masih berada di
bawah garis kemiskinan.
Menurut sunyoto usman, upaya-upaya dalam
menanggulangi kemiskinan sampai saat ini masih dinilai belum
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kemiskinan belum
berkurang dan isu-isu ketimpangan masalah semakin deras
mencuat ke permukaan.
68
SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL
Gambar 1. Skema
MASYARAKAT
AGRARIS
KEMISKINAN
PENGENTASAN
KEMISKINAN
KEHIDUPAN YANG
SEJAHTERA
PENYEBAB
KEMISKINAN
KEMISKINAN NATURAL
KEMISKINAN STRUKTURAL
KEMISKINAN KULTURAL
PENGHAMBAT
KEMISKINAN
69
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama dua bulan,
dimulai dari Akhir bulan April sampai dengan Awal bulan Juli 2012.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Kasiwiang, Kec.Suli,
Kab.Luwu, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar dari
petani sawah masih saja mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
B. Tipe dan Dasar Penelitian
1. Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif yakni sebuah penelitian yang
berusaha memberikan gambaran atau uraian yang bersifat
deskriptif mengenai suatu kolektifitas objek yang diteliti secara
sistematis dan aktual mengenai fakta-fakta yang ada.
70
2. Dasar Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang dilakukan peneliti
untuk mendekati objek penelitian agar mencapai sasaran yang
diinginkan. Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan
Dasar penelitian studi kasus (case study), yaitu penelitian
melakukan secara intesif, terperinci dan mendalam terhadap
suatu masalah yang menjadi objek penelitian. Untuk itu
penelitian ini ditujukan agar dapat dipelajari secara intensif
mendalam, mendetail dan komperehensif terhadap objek
penelitian, guna menjawab permasalahan yang diteliti.
C. Sumber data
Dalam penelitian ini akan berpatokan pada dua macam
sumber data yaitu:
1. Data primer
data yang diperoleh langsung dari informan atau
objek yang diteliti, yang ada hubungannya dengan apa yang
diteliti.
2. Data sekunder
data pelengkap yang telah lebih dahulu dikumpulkan
dan dilaporkan oleh orang atau instansi terkait, sumber ini
dapat berupa buku, disertasi, ataupun tesis, majalah-
71
majalah ilmiah, dan data-data statistik yang diterbitkan
pemerintah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting
serta data yang digunakan harus valid. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengambil data primer, dimana data primer adalah data yang
dikumpulkan melalui pengamatan langsung dari tempat penelitian,
dan untuk melengkapi data yang dilakukan, yaitu menggunakan
wawancara mendalam kepada informan dengan berpedoman pada
daftar pertanyaan yang erat kaitannya dengan permasalahan yang
akan diteliti.
Pada pengumpulan data primer, peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data antara lain:
1. Observasi/ Pengamatan
Observasi atau Pengamatan adalah teknik
pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
secara langsung terhadap objek yang akan diteliti.
2. Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Wawancara atau Depth Interview adalah
pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam atau antara peneliti dan informan yang dilakukan
72
untuk mendapatkan keterangan dengan jelas. Pengumpulan
data yang dibimbing oleh pedoman wawancara yang sudah
dipersiapkan. Teknik ini disertai pencatatan konsep,
gagasan, pengetahuan informan yang diungkapkan lewat
tatap muka.
3. Dokumentasi
Merupakan salah satu cara memperoleh data dengan
sejumlah dokumentasi yang berasal dari dinas dan instansi
terkait, selain itu menghimpun dan merekam data yang
bersifat dokumentatif.
E. Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan
(purposive sampling) yang dipilih secara sengaja berdasarkan
kriteria tertentu. Dari keseluruhan petani sawah yang ada di Desa
Kasiwiang, dipilih sebanyak Lima orang petani sawah yang
keadaan ekonominya lemah, yang dianggap mampu memberikan
data yang akurat tentang apa yang akan ingin dicapai dalam
penelitian ini.
73
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis
secara kualitatif, dimana data yang diperoleh di lapangan, diolah
kemudian disajikan dalam bentuk tulisan. Menyangkut analisis data
kualitatif, menganjurkan tahapan-tahapan dalam menganalisis data
kualitatif sebagai berikut:
1. Reduksi data, yaitu menyaring data yang diperoleh di
lapangan kemudian dituliskan kedalam bentuk uraian atau
laporan terperinci, laporan tersebut direduksi, dirangkum,
dipilih, difokuskan pada bantuan program, disusun lebih
sistematis, sehingga mudah dipahami.
2. Penyajian data, yaitu usaha untuk menunjukkan sekumpulan
data atau informasi, untuk melihat gambaran
keseluruhannya atau bagian tertentu dari penelitian tersebut.
3. Kesimpulan, merupakan proses untuk menjawab
permasalahan dan tujuan sehingga ditentukan saran dan
masukan untuk pemecahan masalah.
74
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. LETAK GEOGRAFIS
a. Letak Geografis dan Batas Administrasi
Luas wilayah pada Desa Kasiwiang secara keseluruhan
adalah ±10,13 Km² yang meliputi wilayah daratan rendah dan
berbukit-bukit. Desa Kasiwiang terletak di bagian utara Kecamatan
Suli dengan jarak tempuh ± 7 Km, dan di bagian sebelah selatan
Kota Belopa yang merupakan Ibukota Kabupaten Luwu dengan
jarak tempuh ± 1 Km.
Luas batas-batas wilayah Administrasi Desa Kasiwiang
sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Senga Selatan
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cimpu
- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Malela
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cakkeawo
Serta di dalam Desa Kasiwiang terdiri dari 3 Dusun yaitu:
- Dusun Kasiwiang,
- Dusun Teten Tanah,
- Dusun Tiwo.
75
b. Tofografi dan Iklim
1. Keadaan topografi di Desa Kasiwiang yaitu dataran
rendahnya seluas 292 Ha/m², daerah yang berbukit-bukit 30
Ha/m², dengan kelembaban 26 – 28 °C ketinggian 0 – 4
mdl.
2. Keadaan Jenis Tanah
Keadaan tanahnya terdiri dari tanah Alluvial, Latosol dan
Gromozol dengan tekstur tanah lempung sampai liat dengan
pH 5-7 menyebar sepanjang pesisir pantai yang membujur
dari bagian utara ke selatan.
3. Keadaan Iklim dan Suhu Rata-Rata
Keadaan Iklimnya Tropis yaitu pada bulan Juli – September
(bulan basah), bulan Januari – Februari ( bulan kering) dan
bulan Oktober – Nopember (bulan lembab).
Data Curah Hujan
Data Curah Hujan untuk Kecamatan Suli dapat dilihat pada
Tabel 1.1.
76
Tabel I.1. Rata-Rata Curah Hujan dan Tipe Bulanan
Oldeman
Bulan Rata – Rata Tipe Bulanan
Oldeman
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
82,50
75,30
160,80
240,40
222,00
199,50
239,40
141,40
88,00
86,90
155,30
385,60
Bulan Kering
Bulan Kering
Bulan Lembab
Bulan Basah
Bulan Basah
Bulan Lembab
Bulan Basah
Bulan Lembab
Bulan Kering
Bulan Kering
Bulan Lembab
Bulan Basah
Jumlah 2.071,3 -
Jumlah BK 83,17 -
Jumlah BB 271,85 -
Keterangan :
1. Jumlah BB (Oldeman): 4 4. Tipe Iklim Oldeman : C1
2. Jumlah BL (Oldeman): 4 5. Indeks klim Schmid Ferguson : 19,51
3. Jumlah BK (Oldeman): 4 6. Tipe Iklim Schmid Ferguson : B
Melihat Tabel I.1. diatas, menurut Oldeman cocok untuk
tanaman padi sawah dan palawija sementara untuk
77
pengembangan tanaman hortikultura khususnya buah-
buahan dan peternakan dapat dikembangkan.
c. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah 2010 (Ha)
Menurut data dari profil Desa Kasiwiang tahun 2010 luas
penggunaan tanah di Desa Kasiwiang ini adalah 352,04 Ha/m²,
yang dimana sebahagian lahannya terdiri dari tanah sawah yang
luas keseluruhannya 105 Ha/m², tanah kering luas keseluruhannya
50,88 Ha, sedangkan luas keseluruhan perkebunan 120,51 Ha/m²,
dan luas keseluruhan tanah fasilitas umum sebanyak 75,65 Ha/m².
Untuk lebih spesifiknya lihat tabel I.2.
Tabel I.2. Luas wilayah menurut penggunaan tanah
Sumber : Pimpinan Pertanian Kecamatan (PPK)
No.
Luas Wilayah
Letak Klasifikasi
Tanah
Sawah
Tanah
Kering
Tanah
Basah
Tanah
Perkebunan
Tanah
Fasilitas
umum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
.
Pemukiman
Persawahan
Perkebunan
Kuburan
Pekarangan
Taman
Perkantoran
Prasaran a
umum lainnya
-
105
-
-
-
-
-
-
50,88
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
120,51
-
-
-
-
-
-
-
-
50,21
-
-
0,22
25,22
Jumlah 105 50,88 - 120,51 75,65
78
Menurut tabel diatas menunjukkan jelas bahwa luas tanah
sawah atau persawahan lebih banyak dari pada luas tanah-tanah
lainnya. Itu menunjukkan di desa Kasiwiang ini banyak masyarakat
yang berprofesi sebagai petani sawah. Meski beberapa dari
mereka mengarah keperkebunan. Tapi tak dapat dipungkiri
masyarakat petani di desa Kasiwiang masih cenderung mengalami
masalah ekonomi di dalam keluarganya.
B. Kondisi Demografi
Keadaan demografi merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan
pembangunan sosial ekonomi yang mempengaruhi proses
mobilitas sosial masyarakat. Faktor penduduk ini menempati posisi
yang paling utama, karna seperti yang kita ketahui bahwa
pembangunan itu adalah suatu upaya manusia untuk merubah pola
hidup dan posisi sosial mereka untuk tetap memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sumber daya manusia merupakan salah satu modal
dasar pembangunan, selain sumber daya alam namun yang perlu
diketahui bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali
dapat menjadi kendala dalam proses perubahan sosial, seperti
lambatnya mobilitas sosial karna distribusi dalam berbagai aspek
kehidupan tidak merata, sehingga tingkat pendapatan masyarakat
tidak seimbang dengan tingkat kebutuhan yang diperlukan.
79
Keadaan demografi Desa Kasiwiang Kecamatan, Suli Kab, Luwu
sebagai berikut:
a. Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Kasiwiang sebanyak 879 jiwa yang
terdiri dari 434 jiwa adalah laki-laki dan perempuan sebanyak 445
jiwa. Dengan jumlah kepala keluarga 205 KK. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel II. 1. Keadaan Penduduk Desa Kasiwiang Tahun 2010
No
Umur
(Tahun)
Laki-laki
(Orang)
Perempuan
(Orang)
Jumlah
(Orang)
1.
2.
3.
4.
5.
0 – 15
16 – 31
32 – 47
48 – 63
64 keatas
148
127
91
41
27
139
144
85
44
33
287
271
176
85
60
JUMLAH 434 445 879
� Klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat usia di desa Kasiwiang.
80
b. Pendidikan
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia
menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh
kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa
hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke-21 gelombang
globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan
perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa
Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-
tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas
membandingkan kehidupan dengan Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di
dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal.
Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan
Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kiata seharusnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah
bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
81
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang
serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik
pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat
penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan
keterampilanuntuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai
bidang.
Ada banyak penyebab mengapa mutu pendidikan di Indonesia,
baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah tingkat pendidikan
yang rendah ada dapat dilihat dari table dibawah ini.
Tabel II.2. Tingkat Pendidikan di desa Kasiwiang Tahun 2010
� Klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di desa Kasiwiang
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)
1.
2.
3.
4.
5.
Perguruan Tinggi
SMU atau sederajat
SMP atau sederajat
SD atau sederajat
Belum / Tidak pernah
sekolah
27
91
96
80
219
J U M L A H 513
82
c. Pemerintahan
Dalam Lembaga pemerintahan di desa Kasiwiang, terdapat
7 aparat pemerintahan desa yaitu:
- Kepala Desa kasiwiang
- Sekertaris Desa
- Kepala urusan pemerintahan
- Kepala urusan pembangunan
- Kepala urusan pemberdayaan masyarakat
- Kepala urusan umum
- Kepala urusan keuangan
Dan terdapat pula Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
yang terdiri dari 5 orang yaitu:
- Ketua BPD
- Wakil Ketua
- Sekertaris, dan
- 2 orang anggota
d. Sosial
Desa Kasiwiang memiliki sarana formal yaitu hanya 1 buah
sekolah dasar (SD), dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 7
orang, Berdasarkan hal itu dengan hanya adanya 1 buah Sekolah
Dasar, belum mampu untuk meningkatkan pendidikan yang ada di
83
desa Kasiwiang khususnya anak-anak diatas 6 tahun, yang
seharusnya semuanya bisa menambah ilmu di sekolah tersebut
hanya karena keterbatasan jumlah sekolah dasar. Oleh karena itu
diperlukan kesadaran orangtua masing-masing anak untuk
menyekolahkan anaknya. Hingga minimal sampai SLTA atau
bahkan hingga ke perguruan tinggi sekalipun. Selain didunia
pendidikan, adapun perkembangan desa Kasiwiang dilihat dari
beberapa bidang sebagai berikut:
1. Pertanian
Desa Kasiwiang pada bidang pertanian secara keseluruhan
jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian sebanyak 139 KK,
yang terbagi menjadi 2 yaitu: memiliki tanah kurang dari 1 Ha
sebanyak 129 KK, dan yang memiliki 1,0 – 5,0 Ha sebanyak 10
KK. Namun ketika dilihat dari luas tanaman pangan menurut
komoditas pada tahun 2010 dapat di klasifikasikan pada tabel
berikut ini.
84
Tabel II.3. Luas Tanaman Pangan di desa Kasiwiang
►Klasifikasi tanaman pangan menurut komoditas pada tahun 2010
2. Perkebunan
Pada bidang perkebunan di desa Kasiwiang jumlah keluarga
yang memiliki tanah perkebunan ialah 109 KK, dan hasil
perkebunan menurut jenis komoditas dapat dilihat berdasarkan
tabel di bawah ini.
No Tanaman Pangan Luas (Ha) Jumlah hasil
(Ton/Ha)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Padi sawah
Ubi kayu
Ubi jalar
Cabe
Tomat
Terong
105
0,03
0,03
0,2
0,03
0,2
5
-
-
-
-
-
J U M L A H 105, 49 5
85
Tabel II.4 Luas dan Hasil perkebunan menurut jenis komoditas
Sumber : Buku profil desa Kasiwiang tahun 2010
3. Perternakan
Perkembangan desa Kasiwiang pada bidang peternakan dilihat
dari jenis populasi ternak dapat dibagi kedalam 3 hal yaitu: Jenis
ternak, Jumlah pemilik, dan Perkiraan jumlah populasi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
No.
Jenis
Swasta/negara Rakyat
Luas
(ha)
Hasil
(kw/ha)
Luas
(ha)
Hasil
(kg/ha)
1.
2.
3.
4.
Kelapa
Cengkeh
Coklat
Jambu Mente
-
-
-
-
-
-
-
-
1
0,2
11
7
-
-
20
10
Jumlah 19,2 30
86
Tabel II.5. Jenis Populasi Ternak di Desa Kasiwiang
No Jenis Ternak Jumlah Pemilik Perkiraan Jumlah
Populasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sapi
Kerbau
Ayam Kampung
Ayam Potong
Bebek
Kambing
Kuda
Angsa
Itik
7 orang
-
97 orang
-
3 orang
12 orang
-
3 orang
3 0rang
47 ekor
-
2213 ekor
-
113 ekor
65 ekor
-
17 ekor
12 ekor
J U M L A H 125 orang 2467 ekor
Sumber : Buku profil desa Kasiwiang tahun 2010
e. Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang proses kegiatan-kegiatan sosial maupun
kegiatan ekonomi, maka sarana angkutan sangat penting
keberadaannya. Hal tersebut selain menunjang untuk kegiatan-
kegiatan sosial ekonomi tertentu, dapat pula mempengaruhi proses
mobilitas sosial tiap individu atau masyarakat. Proses mobilitas
sosial petani yang ada di daerah pedesaan, sangat ditentukan oleh
sarana transportasi yang ada. Hasil-hasil usaha yang diperoleh
yang dianggap potensial untuk mempengaruhi proses mobilitas
sosialnya sangat ditentukan oleh sarana dan prasaran, terutama
87
sarana pendistribusian hasil-hasil usaha mereka yang dapat
menghasilkan keuntungan-keuntungan ekonomi dan jasa.
Banyaknya angkutan darat bermotor tercatat 56 buah yang
terdiri dari mobil truk sebanyak 1 buah, Pick Up/pete-pete atau
Angkutan Per-Desa/Kelurahan 1 buah, sepeda motor 26 buah
sedangkan yang tidak bermotor tercatat Sepeda 19 buah. Untuk
Prasarana Komunikasi terdapat 231 buah Telpon seluler/ponsel,
Televisi 131 buah, dan Parabola 39, serta Radio tercatat 1 buah.
Untuk prasarana yang lain seperti Prasarana Peribadatan yaitu
mesjid sebanyak 2 buah. Prasarana Olahraga yaitu Lapangan bulu
tangkis 1 buah, dan Lapangan voli 1 buah. Prasarana Kesehatan
yaitu Puskesmas pembantu 1 unit, dan Posyandu 1 unit. Prasarana
Pendidikan yaitu Gedung SD/Sederajat 1 unit. Prasarana Energi
dan Penerangan yaitu Listrik PLN sebanyak 143 rumah, dan
Lampu minyak tanah 62 rumah. Prasarana Air bersih dan Sanitasi
yaitu sumur pompa air sebanyak 2 unit, sumur gali sebanyak 147
unit, dan Pemilik jumlah jamban sebanyak 147 KK. Prasarana
Irigasi yaitu Pintu pembagi air sebanyak 3 unit.
88
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan pada BAB V ini didasarkan pada seluruh data
yang yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan
penelitian lapangan di Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli,
Kabupaten Luwu. Data yang dimaksud dalam hal ini merupakan
data primer yang bersumber dari jawaban para informan dengan
menggunakan pedoman wawancara atau wawancara secara
langsung sebagai media pengumpulan data yang dipakai untuk
keperluan penelitian.
Dari data ini diperoleh beberapa jawaban menyangkut
tentang kemiskinan pada masyarakat agraris, termasuk faktor-
faktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan pada petani sawah,
serta faktor apa pula yang menjadi penghambat petani sawah
dalam mengatasi kemiskinan.
A. Identitas Informan
Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang,
dimana dalam menentukan informan dilakukan dengan cara teknik
(purposive sampling) yang dipilih secara sengaja berdasarkan
kriteria tertentu yaitu petani sawah. Dalam penentuan informan,
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan
89
dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan,
maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan
dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya.
Begitu seterusnya, sehingga jumlah informan yang peneliti
temukan sebanyak lima orang.
Identitas informan yang dipilih didasarkan atas beberapa
identifikasi seperti, Nama, Umur, Agama, Jenis kelamin, Alamat,
Pendidikan terakhir, Status dalam keluarga, dan sudah berapa
lama dia menjadi Petani sawah.
Profil Informan
� Informan “IM”(Laki-laki)
Informan IM berumur 50 tahun, beragama Islam dan
berstatus sebagai kepala keluarga dengan 1 istri dan 3 orang anak,
pendidikan informan hanya sampai sekolah menengah atas (SMA),
informan IM lahir di Desa Kasiwiang dan bertempat tinggal di
Dusun Teten tanah serta sudah menggeluti pekerjaan sebagai
petani sawah selama 30 tahun dan ia sudah memiliki rumah sendiri
dari hasil sebagai petani sawah, walau rumah tersebut belum
seutuhnya kelar masih dalam proses pembangunan. Selain
sebagai petani sawah Informan IM juga biasanya melakukan
pekerjaan sampingan, seperti berkebun yaitu menanam coklat,
cengkeh, kelapa, dan kayu jati. Informan IM menggunakan
90
penghasilnya untuk menyekolahkan 3 orang anaknya dan satu
keponakannya. Informan IM ini juga memasarkan hasil setiap kali
panennya yang dimana dibantu dengan anak dan pekerjanya.
� Informan “SF”(Laki-laki)
Informan SF berumur 31 tahun dan beragama Islam,
berstatus sebagai kepala keluarga dengan 1 istri dan 3 orang anak.
Informan SF bertempat tinggal di kawasan sekolah dasar yang ada
di Desa Kasiwiang tepatnya di Dusun Tiwo, Pendidikan terakhir
informan SF hanya sampai pada sekolah menengah atas (SMA),
informan SF menekuni pekerjaan sebagai petani sawah selama 7
tahun. Informan SF biasanya ia juga mencari pekerjaan sampingan
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti menjadi kuli
bangunan.
� Informan “RM”(Perempuan)
Informan RM berumur 53 tahun beragama Islam dan lahir di
Kecamatan Bajo namun ia sudah lama berdomosili di Desa
Kasiwiang tepatnya di Dusun Teten tanah serta Informan RM juga
berstatus sebagai Ibu kepala keluarga dengan 4 orang anak.
Pendidikan terakhir informan RM hanya sampai pada sekolah
menengah pertama (SMP), Selama 20 tahun menekuni pekerjaan
sebagai petani sawah ia mampu menyekolahkan 1 anaknya hingga
91
ke jenjang perguruan tinggi tingkat dan 3 lainnya sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas. Ia juga terlibat
langsung dalam memasarkan hasil produksinya. Informan RM juga
memasarkan hasil produksinya setiap kali panen di tempat yang
sama dengan informan IM.
� Informan “AS”(Laki-laki)
Informan “AS” yang berusia sekitar 42 tahun lahir dan besar
di Desa Kasiwiang tepatnya di Dusun Teten tanah, beragama
islam, dan dia juga sudah melakukan pekerjaan bertani sejak umur
8 tahun. Pendidikan terakhir informan AS hanya sampai pada
sekolah menengah pertama (SMP), dia merupakan ahli waris dari
ayahnya yang sudah meninggal, dia diwariskan sebidang tanah
berupa sawah yang dimana sekarang dia yang mengelolanya
sendiri. Informan AS juga yang memasarkan langsung hasil
produksinya dimana hasil produksinya dipasarkan setiap kali panen
di daerah Kecamatan Suli ataupun di Kota Belopa. Informan AS
merupakan kepala keluarga dari 1 istri dan 2 orang anak.
92
� Informan “NW”(Laki-laki)
Informan NW berusia 33 tahun, beragama Islam dan ia
merupakan informan termuda dalam bertani yang berdomisili di
Dusun Teten tanah. Informan ini menekuni usaha sebagai petani
sawah baru 5 tahun. Pendidikan terakhir informan NW adalah
sekolah menengah atas (SMA), dia berstatus sebagai kepala
keluarga dengan 1 istri dan 3 orang anak. Karena sawah yang
informan NW kelolah bukan lahan sendiri, maka dia biasanya juga
mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya seperti berkebun atau mengojek gabah.
B. Faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada petani sawah
Secara umum kebutuhan konsumsi rumah tangga berupa
kebutuhan pangan dan non pangan, dimana kebutuhan keduanya
berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih dahulu
mementingkan kebutuhan konsumsi pangan, sehingga dapat dilihat
pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sebagian
besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Namun demikian seiring pergeseran peningkatan pendapatan,
proporsi pola pengeluaran untuk pangan akan menurun dan
meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan nonpangan, salah
satu indikator tingkat kesejahteraan petani padi sawah adalah luas
93
lahan yang diusahakan petani, apabila luas lahan yang dimiliki oleh
petani lebih kecil dari luas lahan standar maka petani masih belum
bisa memenuhi kebutuhannya.
Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kemiskinan
pada petani sawah di Desa Kasiwiang maka perlu dijelaskan
kondisi petani sawah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
penelitian ini dijelaskan beberapa segi penghasilan sebagai petani
sawah. Adapun faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada petani
sawah yaitu :
1. Penghasilan yang Rendah
Penghasilan petani sawah demi kesejahteraan
keluarganya serta untuk memenuhi kebutuhan sandang,
pangan dan papan, ialah pendapatan yang dihasilkan petani
sawah dalam setiap kali panen di Desa Kasiwiang merupakan
indikator penyebab adanya kemiskinan pada petani sawah.
Penghasilan informan yang dikategorikan sangat rendah
(SR) ialah yang menghasilkan gabah kurang dari 2 ton/Ha
setiap panen, dan yang dikategorikan rendah (R) ialah yang
menghasilkan 2 sampai <7 ton, serta yang dikategorikan tinggi
(T) ialah yang menghasilkan gabah 7 sampai <10 ton, dan ada
juga yang dikategorikan sangat tinggi (ST) berkisar sampai 10
ton ke atas (>10,0 ton) setiap kali panen.
94
Berdasarkan perhitungan gabah penghasilan petani di
atas informan IM mengatakan :
“...Biasa itu toh nak penghasilanku setiap panen itu 5 sampai 7 ton per Ha atau sebesar Rp. 15.000.000 sampai Rp. 20.000.000 itu masih kotor, kalau bersihnya itu toh kayaknya sekitar Rp.10.000.000 itupun kalau berhasil ji. Tapi biasa juga ada yang gagal panen bah dan masih dibagi lagi itu untuk penggarapan sawah selanjutnya seperti sewa traktor sekitar Rp. 3.000.000 memang mi, belumpi yang lain-lainnya seperti beli pupuk dan racun hama, belum pi juga itu untuk kebutuhan anak dengan istriku...” (wawancara, 05-06-2012).
Dari wawancara informan diatas sudah jelas menuturkan
bahwa penghasilan informan IM yang bekerja sebagai petani
sawah masih mengalami masalah ekonomi, dilihat dari hasil
penjualan hasil panen yang didapat atau tingkat produksi
sawah. menjadi salah satu dasar faktor penyebab yang
melandasi informan IM masih mengalami kemiskinan.
Menurut seorang yang berdomisili di Dusun Tiwo yaitu
informan SF mengatakan :
“...pendapatan yang saya dapat sebagai petani sawah tergantung kalau berhasil, biasanya sebanyak 3 sampai 4 ton saja per Ha, itu sekitar Rp. 7.000.000,an itupun baru perhitungan masih kotor, belum lagi ada yang gagal panen biasanya. Jadi saya mencari pekerjaan sampingan seperti menjadi tukang batu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga...” (wawancara, 07-06-2011).
95
Kejadian ini dialami juga oleh seorang informan RM
yang bedomisili di Dusun Teten tanah ia mengatakan :
“...penghasilan yang saya dapat sebagai petani sawah hasilnya itu setiap kali panen hanya sebanyak 5 ton per Ha, itupun belum bersih masih kotor, dan saya rasa penghasilan ini belum cukup karena masih banyak yang saya butuhkan untuk menyekolahkan anak-anak saya dan juga untuk kebutuhan keluarga dan perlengkapan rumah...” (wawancara, 12-06-2012).
Dari pernyataan informan SF dan informan RM dapat
disimpulkan bahwa dari kedua pernyataan informan tersebut
tidak jauh beda dari apa yang dialami oleh informan IM yaitu
terjadinya penghasilan yang tidak seimbang dari apa mereka
kerjakan sebagai petani sawah dimana hasil dari setiap kali
panen itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
mereka masing-masing.
Menurut seorang informan AS, mengatakan bahwa :
“…penghasilan bersih yang biasa saya peroleh dalam satu kali panen itu sebanyak 17 karung atau sama dengan 1 ton 700 per 40 are. Ini masih sangat kurang, karena saya harus membiayai kebutuhan keluarga, biaya sekolah anak dan saya juga sedang membangun rumah yang saya tempati...” (wawancara, 01-07-2012).
96
Dan penuturan informan NW ialah :
“…pendapatan yang saya terima itu, bersihnya sekitar 2 ton dalam 1 Ha. Dan menurut saya ini tidak mencukupi karena masih minus dan saya juga harus membiayai keluarga seperti pendidikan sekolah untuk anak, jadi biasanya saya mencari pekerjaan sampingan seperti berkebun…” (wawancara, 17-06-2012).
Berdasarkan uraian diatas, informan AS dan informan
NW, hampir sama dengan informan SF dan informan RM, serta
informan IM sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendapatan
dari hasil pengolahan sawah sangat tidak memungkinkan untuk
memenuhi kehidupan mereka. Dilihat dari jumlah hasil panen
yang begitu minim dan harga penjualan padi yang begitu
rendah, serta perlengkapan untuk menggarap sawah yang
sangat besar biayanya. Ini membuat para petani kewalahan
dalam mengelola sawah dan membuat mereka terjebak dalam
kemiskinan.
2. Pola Hidup
Tingkat kehidupan suatu masyarakat dapat dicerminkan
oleh pola pengeluaran rumahtangga. Tinggi rendahnya
pendapatan rumahtangga akan berpengaruh terhadap pola
pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran tersebut dibedakan
atas pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan
bukanpangan. Bagi keluarga yang berpendapatan
97
terbatas/rendah, maka proporsi pendapatannya akan lebih
banyak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan berupa
bahan makanan dan minuman. Sebaliknya bagi rumahtangga
yang berpenghasilan tinggi, proporsi pendapatannya sebagian
besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersier di luar bahan makanan dan minuman. Oleh karena itu
pola pengeluaran rumahtangga dapat dijadikan indikator
kesejahteraan yang mencerminkan tingkat kehidupan
rumahtangga.
Pola hidup atau sikap hidup keluarga petani sawah
terbilang sederhana. Dengan peningkatan pendapatan dapat
mempengaruhi pola hidup atau sikap hidup keluarga petani
sawah. Indikator pola hidup yang dijadikan patokan dalam
penelitian ini yaitu: pola makan dan pola pakaian.
Pola makan yaitu beberapa kali makan dalam satu hari,
makan pagi atau tidak, perubahan menu makanan dan
minuman olahan. Yang menjadi tolak ukur pada pola pakaian
yaitu beli baju baru untuk lebaran, ada pesta tetangga selalu
beli baju baru, beli baju yang mahal harganya dan mengikuti
model pakaian sesuai dengan perkembangan zaman. Selain
dari pekerjaannya juga cara berpakaiannya.
98
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan
informan IM sebagai berikut :
“...sebagi petani sawah, pola makan kami sekeluarga tetap tiga kali sehari, yaitu makan pagi, siang dan malam. Tetapi mengenai cara berpakaian, kami sekeluarga jarang membeli baju baru, dan tidak mengikuti perkembangan mode. Kami hanya memakai pakaian baru jika hasil panen berlimpah, dan itupun disimpan untuk hari raya dan pada saat menghadiri pesta…” (wawancara, 05-06-2012).
Sesuai dari hasil wawancara dengan informan IM, hal
yang tidak jauh beda dikemukakan pula oleh informan SF yaitu
tentang bagaimana pola hidup keluarganya, dilihat dari pola
makan maupun dari pola pakaian mereka. Berikut informan SF
menyatakan bahwa :
“...dalam hal pola makan sebenarnya sih tergantung dari berapa penghasilan yang saya dapat dari hasil panen setiap musim, tapi biasanya saya makan tiga kali sehari walau terkadang juga hanya dua kali sehari. Dan mengenai pola berpakaian saya jarang membeli baju baru, tapi biasanya juga saya membeli pakaian dihari raya, itupun hanya untuk istri dan anak-anak saya...” (wawancara, 07-06-2012).
Dari penuturan beberapa informan diatas dapat
disimpulkan bahwa pola hidup mereka dilihat dari pola makan
dan pola pakaian lebih cenderung membuat para petani sawah
masih berada dalam taraf hidup yang serba terbatas, karena
penghasilan mereka yang rendah namun para petani sawah
mengharapkan agar anggota keluarga mereka mendapatkan
99
gizi dan hidup yang layak bahkan sebagian dari anggota
keluarga mereka lebih cenderung mengikuti perkembangan
mode.
Dan penuturan dari informan RM juga menyatakan
bahwa :
“...sebagai petani sawah pola hidup saya dan keluarga saya dalam hal pola makan, tetap makan tiga kali sehari walau biasanya juga hanya dua kali sehari, tetapi saya lebih memperhatikan empat sehat lima sempurna untuk menu makanan buat keluarga. Mengenai pola berpakaian seperti halnya pada saat hari raya atau lebaran, saya membeli baju baru untuk anak-anak saya, dan susahnya juga anak-anak saya berpakaian biasanya mengikuti perkembangan mode...” (wawancara, 12-06-2012).
Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya.
Perhatian terhadap urusan penampilan sebenarnya bukanlah
hal yang baru dalam sejarah. Urusan penampilan atau
presentasi-diri ini sudah lama menjadi perbincangan sosiolog
dan kritikus budaya. Erving Goffman, misalnya dalam The
Presentation of Self in Everyday Life (1959), mengemukakan
bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan
teatrikal yang diritualkan, yang kemudian lebih dikenal dengan
pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach). Yang dia
maksudkan adalah bahwa kita bertindak seolah-seolah di atas
sebuah panggung. Bagi Goffman, berbagai penggunaan ruang,
100
barang-barang, bahasa tubuh, ritual interaksi sosial tampil untuk
memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari. (Chaney,2003)
Menurut penuturan dari informan AS, bahwa :
“…pola hidup yang saya alami sebagai petani sawah khususnya dalam pola makan yaitu tiga kali dalam sehari, tapi sebenarnya semua itu tergantung dari berapa hasil yang didapatkan dalam satu kali panen, karena terkadang saya hanya makan dua kali sehari. Dan kalau pola berpakaian saya hanya membeli pakaian 2 tahun sekali, tapi biasa juga pakaian yang saya gunakan itu pemberian dari keluarga atau tetangga…” (wawancara, 01-07-2012).
Dari hasil penuturan informan AS dapat disimpulkan
bahwa pola hidup yang ia alami khususnya pola makan, semua
itu tergantung dari berapa penghasilan yang ia dapatkan setiap
kali panen, karena tidak mungkin ketika penghasilan yang
rendah namun pengeluran yang ia lakukan melebihi dari apa
yang ia hasilkan.
Dan ketika wawancara kepada informan NW, ia
menyatakan bahwa :
“…sebagai petani sawah, pola makan saya dan keluarga tiga kali sehari yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Tapi terkadang saya makan hanya dua kali, Karena biasanya saya tidak sarapan, hanya makan siang dan makan malam. Dan pola berpakaian kami sekeluarga yaitu membeli pakaian sekali saja dalam setahun itupun hanya ketika bulan ramadhan...” (wawancara, 17-06-2012).
101
Berdasarkan wawancara tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa terjadi pola hidup yang sangat
memprihatinkan bagi para petani sawah baik dari pola makan
maupun pola berpakaian. Ini dikarenakan penghasilan yang
minim namun kebutuhan keluarga sangat banyak. Lebih lagi
ketika kebutuhan seorang anak yang terkadang harus dipenuhi,
baik dari kesehatannya maupun gaya hidupnya yang selalu
mengikuti tren mode.
Weber mengemukakan bahwa persamaan status
dinyatakan melalui persamaan gaya hidup. Di bidang pergaulan
gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan
erat dengan orang yang statusnya lebih rendah seperti petani
sawah yang penghasilannya bisa dikatakan minim. Selain
adanya pembatasan dalam pergaulan, menurut Weber
kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak
istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal
maupun material. Kelompok status di beda-bedakan atas dasar
gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi. Gaya hidup
menurut Weber, berarti persamaan status kehormatan yang di
tandai dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup
yang sama. Estetika realitas melatarbelakangi arti penting gaya
yang juga di dorong oleh dinamika pasar modern dengan
pencarian yang konstan akan adanya model baru, gaya baru,
102
sensasi dan pengalaman baru. Gaya hidup yang ditawarkan
berbagai media pada saat sekarang ini adalah ajakan bagi
khalayaknya untuk memasuki apa yang disebut budaya
konsumer.
C. Faktor Penghambat Petani Sawah Dalam Mengatasi
Kemiskinan
Masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian dan
pedesaan adalah produktivitas tenaga kerja dan penguasaan aset
produktif yang rendah disertai adanya dualisme antara pertanian
rakyat yang tradisional dan perusahaan besar yang maju dan
modern serta dualisme antara kota dan desa. Kondisi ini
menyebabkan rendahnya pendapatan masyarakat dan tingginya
tingkat kemiskinan di pedesaan. Oleh karena itu, pembangunan
pertanian harus berorientasi pada peningkatan produktivitas tenaga
kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani di
pedesaan.
Petani berlahan sempit di pedesaan dapat diidentikkan
dengan petani miskin yang disertai oleh keterbatasan aksesibilitas
terhadap peluang-peluang ekonomi sebagai sumber pendapatan di
luar pertanian.
103
Petani selalu jadi buah bibir setiap kali menyinggung
masalah pangan di dalam negeri. Sebaliknya, kesejahteraan
mereka jarang dibicarakan bahkan hampir dilupakan, padahal 60
persen rakyat Indonesia hidup dari sektor pertanian. Salah satu
kebijakan pemerintah adalah dengan menaikkan harga pembelian
untuk gabah dan beras akan tetapi kebijakan pemerintah tersebut
belum bisa mengatasi masalah kemiskinan khususnya bagi para
petani sawah. Maka dari itu penelitian kali ini berpatokan untuk
mencari tahu faktor yang menjadi penghambat petani sawah dalam
mengatasi kemiskinan.
1. Bantuan Pemerintah Belum Maksimal
Pemerintah tidak pernah berhenti memberikan perhatian
untuk memakmurkan rakyatnya. Begitu banyaknya program
bantuan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi dan efisiensi program-
program yang melindungi rakyat bawah terus digalakkan. Hal
tersebut sebagai bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan
pemerintah sebagaimana yang selalu terlihat dalam program-
programnya.
104
Dalam hal ini seperti wawancara dengan informan IM
mengatakan :
“…bantuan pemerintah itu pernah ada seperti bantuan benih padi, dan bantuan pengadaan traktor. Tapi tidak telalu maksimal pi hasilnya karena belum teknis, disebabkan pemerintah disini yang kurang memperhatikan petani…” (wawancara, 05-06-2012).
Ketika mewawancarai seorang informan yang bernama
SF, ia juga mengutarakan bahwa :
“…saya pernah mendapat bantuan pemerintah seperti pengadaan traktor, walaupun belum maksimal tapi setidaknya itu sudah sedikit membantu…” (wawancara, 07-06-2012).
Dari hasil wawancara kepada informan IM dan informan
SF, dapat disimpulkan bahwa pemerintah pernah memberikan
bantuan kepada petani sawah, seperti pengadaan traktor dan
benih padi. Namun bentuk bantuan tersebut belum maksimal
dan sesuai dengan apa yang diharapkan para petani.
Dan perkataan seorang informan RM tidak jauh beda
dengan informan IM yang mengatakan bahwa :
“…pemerintah pernah memberikan bantuan kepada kami yaitu bantuan pengadaan traktor dan benih padi tapi ini belum cukup buat saya karena kurangnya ketersediaan pupuk sama racun hama dan racun rumput...” (wawancara 12-06-2012).
105
Dan ketika wawancara kepada informan AS, ternyata
hampir sama dengan apa yang dikatakan oleh informan-
informan sebelumnya bahwa :
“…bantuan pemerintah pernah ada seperti bibit dan traktor, tapi bantuan ini belum membuat saya betul-betul terbantu, karena serba kekurangan kalau petani, seperti sulitnya untuk membeli racun hama …” (wawancara, 01-07-2012)
Dan juga pendapat informan NW, mengatakan bahwa :
“…sebagai petani, saya pernah mendapat bantuan dari pemerintah semacam bibit, pupuk organic dan traktor. Tapi ini belum mampu membantu saya, sebab bantuan pemerintah hanya ini sekali saja, dan sampai hari ini tidak pernah lagi ada…” (wawancara, 17-06-2012)
Dari hasil wawancara diatas tentang bentuk bantuan
pemerintah terhadap petani sawah, dapat disimpulkan bahwa
pemerintah belum maksimal dalam menjalankan programnya,
dilihat dari bentuk bantuan dalam pengadaan traktor dan benih
padi. Pemerintah juga kurang memperhatikan petani akibatnya
pemerintah tidak memahami apa-apa saja yang menjadi
penghambat petani dalam mengelolah sawahnya, seperti
keterbatasannya pupuk organik di toko-toko terdekat dan
pengairan irigasi yang hanya dibendung oleh petani sawah
dengan daun sagu yang dianyam.
106
2. Teknik Pengelolaan Sawah
Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai
ketergantungan antara satu manusia dengan yang lainnya
saling membutuhkan dan berhubungan satu sama lainnya. Di
dalam memenuhi kebutuhan tersebut, masing-masing individu
mempunyai cara tersendiri di dalam mencapai tujuannya, salah
satu diantaranya adalah dengan melalui bertani. Kondisi
kegiatan petani sawah secara umum setiap harinya ialah
mempersiapkan dirinya pergi ke sawah dengan membawa
peralatan pertanian. Petani sawah memulai aktifitas biasanya
dipagi hari dan tak lupa membawa peralatan bertani. Petani
sawah biasanya mempergunakan cangkul atau bahkan juga
mempergunakan alat teknologi seperti traktor, petani sawah
biasanya bekerja dari pagi hari hingga sore hari.
Teknik atau cara mengelolah sawah sangat penting kita
ketahui karena ini merupakan salah satu teknik dimana terdapat
beragam cara bagi petani untuk meningkatkan
kesejahteraannya atau mengatasi kemiskinan yang mereka
alami serta dapat pula kita mengetahui apa-apa saja yang
menjadi penghambat petani dalam mengatasi kemiskinan
tersebut.
107
Hal ini di utarakan oleh informan IM yaitu :
“…cara saya dalam mengelolah sawah itu sudah sedikit modern atau setengah teknis karena sudah ada traktor tapi masih banyak yang menggunakan alat tradisional dalam mengelolah sawah…” (wawancara, 05-06-2012).
Hal yang sama dikatakan pula informan SF dalam
mengelolah sawah ialah :
“…saat saya menggarap sawah menggunakan traktor, dan pada saat menanam menggunakan pembibitan tanam langsung dengan cara membibit selama satu bulan setelah itu ditanam di sawah…” (wawancara, 07-06-2012).
Dari pernyataan informan–informan di atas dapat
disimpulkan bahwa teknik pengelolaan sawah yang dilakukan
para petani saat ini sudah merujuk kearah modern, namun
masih ada beberapa yang harus dilakukan dengan cara
tradisional karena ketidakmampuan mereka untuk membeli alat
tekhnologi pertanian yang lebih.
Pernyataan informan RM tidak jauh beda dengan
perkataan informan IM dan SF bahwa :
“…saya menggarap sawah menggunakan traktor setelah itu saya memanen menggunakan deros untuk jadi gabah dan setelah itu dikeringkan dan digiling untuk jadi beras…” (wawancara, 12-06-2012).
108
Ketika wawancara dengan informan AS, ia juga
menambahkan bahwa :
“…klu saya menggarap sawah bisa dibilang sudah semi modern karena sudah menggunakan traktor, tapi kalau mau menanam masih menggunakan pipa tanam atau TABELA (tanam benih langsung)…” (wawancara, 01-07-2012).
Serta pernyatan informan NW, mengatakan bahwa :
“…cara saya saat menggarap sawah sudah menggunakan traktor, setelah itu menanam benih menggunakan tanam benih langsung (TABELA), lalu dideros untuk menghasilkan gabah dan setelah itu dikeringkan lalu digiling untuk menhasilakan beras…” (wawancara, 17-06-2012)
Setelah dilihat dan diamati hasil wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa cara atau teknik pengelolaan sawah bagi
petani khususnya yang ada di Desa Kasiwiang, sudah merujuk
kearah modern dengan menggunakan alat traktor. Namun alat
tersebut hanya untuk menggarap sawah, masih banyak
langkah-langkah lagi yang harus dilakukan para petani sawah.
Sampai saat ini mereka hanya menggunakan alat tradisional
untuk mendapatkan hasil panen yang lebih cepat serta
berkualitas, Dan inilah salah satu penghambat para petani
sawah dalam menghadapi masalah kemiskinan yang mereka
alami.
109
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan berupa hasil
dari pembahasan data dan informasi yang telah diperoleh di lokasi
penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Petani sawah masih mengalami masalah ekonomi, dilihat dari
hasil penjulan panen yang didapat atau tingkat hasil produksi
sawah yang menjadikan hal ini sebagai salah satu faktor yang
melandasi terjadinya kemiskinan yang mereka alami.
2. Pendapatan dari hasil pengolahan sawah sangat tidak
memungkinkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Dilihat dari
jumlah hasil panen yang begitu minim dan harga penjualan padi
yang begitu rendah, serta perlengkapan untuk menggarap
sawah yang sangat besar biayanya. Ini membuat para petani
kewalahan dalam mengelola sawah dan membuat mereka
terjebak dalam kemiskinan.
3. Terjadi pola hidup yang sangat memprihatinkan bagi para
petani sawah baik dari pola makan maupun pola berpakaian. Ini
dikarenakan penghasilan yang minim namun kebutuhan
110
keluarga sangat banyak. Lebih lagi ketika kebutuhan seorang
anak yang terkadang harus dipenuhi, baik dari kesehatannya
maupun gaya hidupnya yang selalu mengikuti tren mode.
4. Fenomena kemiskinan bukan hanya terbatas kepada kurangnya
keuangan, melainkan melebar kepada kurangnya kreativitas,
inovasi, kesempatan untuk bersosialisasi dengan berbagai
potensi dan sumber daya yang ada, atau secara khusus
persoalan itu lebih melingkar diantara lemahnya
mengembangkan potensi diri dan tertutupnya potensi diri untuk
berkembang dimasyarakat.
5. Kebijakan pemerintah belum bisa mengatasi masalah
kemiskinan khususnya bagi para petani sawah disebabkan
karena kurangnya perhatian serta bantuan pemerintah dalam
peningkatan produksi hasil panen.
6. Pemerintah belum maksimal dalam menjalankan programnya,
dilihat dari bentuk bantuan dalam pengadaan traktor dan benih
padi. Pemerintah juga kurang memperhatikan petani akibatnya
pemerintah tidak memahami apa-apa saja yang menjadi
penghambat petani dalam mengelolah sawahnya, seperti
keterbatasannya pupuk organik di toko-toko terdekat dan
pengairan irigasi yang hanya dibendung oleh petani sawah
dengan daun sagu yang dianyam.
111
7. Cara atau teknik pengelolaan sawah bagi petani khususnya
yang ada di Desa Kasiwiang, sudah merujuk kearah modern
dengan menggunakan alat traktor. Namun alat tersebut hanya
untuk menggarap sawah, masih banyak langkah-langkah lagi
yang harus dilakukan para petani sawah. Sampai saat ini
mereka hanya menggunakan alat tradisional untuk
mendapatkan hasil panen yang lebih cepat serta berkualitas,
Dan inilah salah satu penghambat para petani sawah dalam
menghadapi masalah kemiskinan yang mereka alami.
112
B. SARAN
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini mengenai
kemiskinan pada masyarakat agraris di Desa Kasiwiang,
Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, maka disarankan sebagai
berikut:
1. Kepada para petani sawah di Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli,
Kabupaten Luwu agar lebih aktif dan bekerja keras dalam
upaya-upaya meningkatkan usaha sawahnya agar dapat
mengatasi masalah kemiskinan yaitu dengan menghasilkan
peningkatan pendapatan yang lebih baik.
2. Departemen pertanian agar lebih intensif pembinaan kepada
petani sawah yang mana dalam hal ini mengalami kemiskinan
yang sedang berlangsung agar dapat diarahkan ke perubahan
yang menghasilkan peningkatan produksinya.
3. Kepada aparat pemerintah di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu
yang terkait, agar dapat lebih memperhatikan kehidupan petani
sawah dan mengetahui apa-apa saja yang mereka butuhkan
untuk peningkatan produksi tani serta meningkatkan
kesejahteraan yang lebih baik.
113
DAFTAR PUSTAKA
Bagong, Suyanto. 1996. Perangkat Kemiskinan Problema dan Strategi
Pengentasannya Dalam Pembangunan. Jakarta : Aditya Media
Hanafi, Ali. 1997. Tinjauan Pengukuran Indikator Kemiskinan Terhadap
Kemiskinan Desa Tertinggal. Makassar : Pascasarjana Unhas
Hermanto F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya
Jefris, 2006. Tesis. Analisis Penyebab Kemiskinan Nelayan. Makassar.
Pascasarjana Unhas
Kusnadi. 1996. Kamus Istilah Pertanian. Yogyakarta
Mardikanto, Totok. 2005. Metode dan Teknik Penyuluhan Pertanian.
Surakarta : Prima Theresia Pressindo.
Mosher. 1970. Getting Agriculture Moving How Moder Farming Can
Provide A Better Life. New York : Pyramid Book.
Patiwiri, abdul Waries. 2007. Kemitraan dalam Upaya Peningkatan
Kuantitas dan Kualitas Produksi Padi “Majalah Pangan”.
No49/XVI/Juli/2007.
Prastowo, andi. 2011. Metode Penelitin Kualitatif Dalam Perspektif
Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Prayitno, Hady. 1987. Petani di Desa dan Kemiskinan. Jakarta : BPFE
Puspita, Rita. 2005. Tesis. Peran Dolog dan KUD Dalam Peningkatan
Pendapatan Petani. Makassar : Pascasarjana Unhas
114
Putra, Ahimsa, Heddy. 1990. Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat
Akibat Pertumbuhan Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Said, Juwanita. 2004. Tesis. Perempuan dan Kemiskinan. Makassar :
Pascasarjana Unhas
Samsudin, S. 1982. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.
Bandung : Angkasa Offset.
Sayogyo. 1994. Kemiskinan dan Pembangunan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Sayogyo. 1995. Pertanian dan Kemiskinan. Jawa : Yayasan Obor
Indonesia
Sayogyo.1999. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta : Gadjamada University
Prees
Sumardi, M. & Hans-Dieter Evers. 1994. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok. Kota terbit : Rajawali Pers
Sumrah At. 2008. Tesis. Kemiskinan dan Strategi Kelangsungan Hidup.
Bulukumba : Pascasarjana
Sunarti, dkk. 1990. Masyarakat Petani, Mata Pencaharian Sambilan dan
Kesempatan Kerja di Kelurahan Cakung Timur Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Todaro, M.P. 1995. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Makassar:
Penerbit Erlangga.
115
Tjahya Supriatna. 2000. Strategi Pembangunan dan Keadilan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press
Usman, Sunyoto. 2010. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumber Webside :
An-Naf, Julissar, Web: http://julissarwritting.blogspot.com/2007/11/pengentasan-kemiskinan.html http://ahmadramadlan.wordpress.com/2011/04/09/kemiskinan-dan-
penyebabnya/
http://citrariski.blogspot.com/2010/12/masyarakat-agraris.html
http://lamandaukab.bps.go.id/index.php/layanan/artikel-umum/89-
penghitungan-kemiskinan-bps-dan-bank-dunia
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1226
http://www.haluankepri.com/opini-/21992-kemiskinan-struktural-dari-perspektif-teoritis.html Wresniwiro, Web: http://samonte.blogspot.com/2004/9/membangun-repoblik-desa.html
116
Dokumentasi Lokasi Penelitian
Peta Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu.
Kantor Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu.
117
Alat penggarap sawah (TRAKTOR)
Alat tanam benih (TABELA) yang biasa digunakan oleh petani sawah yang ada di
Desa Kasiwiang
118
Curriculum Vitae
I. Data Diri
Nama lengkap Mabrur Baculu
Tempat dan tanggal lahir Palopo, 30 Mei 1989
Jenis kelamin Laki-Laki
Agama Islam
Golongan Darah B
Status perkawinan Belum Nikah
Suku/Bangsa Luwu/Indonesia
Alamat Perumahan Bung Permai Blok C1 No.9, Makassar
Hobbi Playing Music, and Listening Music
Telepon/HP +62 852 5545 8852
PIN BB 25255F10
Twitter @arul_3vx9tc
Facebook [email protected]
Email [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
2007 – 2012 : Universitas Hasanuddin, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Sosiologi
2004 – 2007 : SMA Negeri 1 Lipunoto, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah
2001 – 2004 : MTs Negeri Model Palopo, Sulawesi Selatan
1995 – 2001 : SD Negeri 440 Salekoe Kota Palopo, Sulawesi Selatan
119
III. Pengalaman Organisasi
2004 - 2005 : Pengurus OSIS Koordinator Bidang Minat dan Bakat SMA
Negeri 1 Lipunoto, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah
2005 - 2006 : Bendahara Umum OSIS SMA Negeri 1 Lipunoto, Kabupaten
Buol, Sulawesi Tengah
2009 - 2010 : Pengurus Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KEMASOS), Biro
Advokasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin
2010 - 2011 : Pengurus Himpunan mahasiswa Islam (HmI) Komisariat FISIP
UNHAS, Bidang Pengembangan dan Kewirausahaan
IV. Prestasi Akademik
Juara 2 Lomba Olimpiade SAINS Bidang Studi Astronomi, Tingkat SMA/MA Se-
Kabupaten Buol (Tahun 2006)
10 Besar Lomba Olimpiade SAINS Bidang Studi Astronomi, Tingkat SMA/MA Se-
Sulawesi Tengah (Tahun 2006)
Mengikuti Pelatihan dan Pendidikan Metode Penelitian Sosial (MPS) LK II Keluarga
Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin
(Tahun 2009)
V. Kemampuan
1) Mampu mengoperasikan Microsoft Office (Word, Excel, dan Power Point), Corel Draw, dan SPSS.
2) Dapat bekerja secara individu, maupun dengan team work. 3) Mampu berkomunikasi dengan baik.
Demikian surat keterangan Curriculum Vitae saya dan dibuat dengan sebenar-
benarnya.
120