kementerian kesehatan republik indonesia...
TRANSCRIPT
1
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B DAN METANIL YELLOW
PADA JAJANAN TRADISIONAL YANG DIJUAL DI PASAR
MANDONGA KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Oleh :
HIJRIYANI
P00341015018
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
2
ii
3
iii
4
iv
5
MOTTO
Proses yang kita jalani mungkin tak secepat orang lain
Tak semudah orang lain
namun
Tetap Jalani setiap proses dengan kesabaran dan keikhlasan
Karena kesuksesan selalu datang disaat yang tepat.
Kupersembahkan untuk almamaterku
Ayah dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
Doa dan nasehat untuk menunjang keberhasilanku
v
6
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Hijriyani
NIM : P00341015018
Tempat, dan tgl lahir : Lameroro, 04 November 1997
Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri Doule, tamat tahun 2009.
2. SMP Negeri 1 Rumbia, tamat tahun 2012.
3. SMK Negeri 1 Bombana, tamat tahun 2015.
4. Sejak tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
vi vi
7
ABSTRAK
Hijriyani (P00341015018) identifikasi Pewarna Rhodamin B dan Methanil
Yellow Pada Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar Mandonga Kota
Kendari. Yang dibimbing oleh Anita Rosanty dan Satya Darmayani (xiv + 2 tabel
+ 6 gambar + 41 halaman + 10 lampiran). Pewarna Rhodamin B dan Methanil
Yellow merupakan pewarna sintetis yang dipergunakan untuk indutri tekstil,
Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya
dalam produk-produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
jajanan tradisional yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari yang diduga
menggandung Pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow. Metode penelitian ini
dilakukan desktiptif secara kualitatif dengan menggunakan Tes Kit Rhodamin B
dan Methanil Yellow. jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 14 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi yang berasal dari 7 penjual berbeda di Pasar Mandonga
Kota Kendari. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif dengan
menggunaakan Tes Kit Rhodamin B dan Tes Kit Methanil Yellow terhadap 14
sampel jajanan tradisional yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari yang
diduga menggunakan pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow dinyatakan
negatif mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow. Berdasarkan hasil
identifikasi didapatkan hasil yang negatif. Sehingga jajanan tradisonal yang dijual
dipasar Mandonga Kota Kendari aman dari penggunaan pewarna Rhodamin B dan
Methanil Yellow. bagi peneliti selanjutnya agar melakukan identifikasi pewarna
Rhodamin B dan Methanil Yellow di pasar tradisonal lain dengan menngunakan
uji kuantitatif.
Kata Kunci : Rhodamin B, Methanil Yellow, dan Jajanan Tradisional
Daftar Pustaka : 28 buah (1985 – 2015)
vii
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Diploma-III (D III) Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari dengan judul “Identifikasi Pewarna Rhodamin B
dan Metanil Yellow Pada Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar
Mandonga Kota Kendari” yang merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendiddikan pada Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Kendari.
Selama penulisan hasil penelitian ini, penulis mengalami banyak kendala,
namun berkat hidayah-Nya serta bantuan dari berbagai pihak sehingga hasil
penelitian ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terhadap kedua
orang tua penulis yaitu ayahanda tercinta Bapak Hayang dan Ibunda tercinta Ibu
Salpia atas semua bantuan moril, maupun materil, cinta kasih yang tulus serta
doanya demi kesuksesan studi yang penulis jalani.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Anita Rosanty,
SST., M.Kes selaku Dosen Pembimbing I, dan Ibu Satya Darmayani,
S.Si.,M.Eng selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga
dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau dengan balasan yang terbaik.
Penulisi menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan berbagai pihak ,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah
sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu
pada kesempatan tak lupa pula peneliti mengucapkan banyak terimakasih dan
penghargaan yang tulus kepada :
1. Askrening, SKM.,M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Dr. Ir. Sukanto Toding, MSP.,MA, selaku Kepala Badan Penelitian Dan
Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara.
viii
9
3. Anita Rosanty, SST., M.Kes, selaku ketua Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
4. Ruth Mongan, B.Sc.,S.Pd., M.Pd selaku Penguji I, dan Muhaimin
Saranani, S.Kep., NS.,M.Sc selaku Penguji II yang telah membantu dan
mengarahkan peneliti dalam ujian proposal sehingga penelitian ini menjadi
lebih terarah.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari
yang turut membekali ilmu pengetahuan pada peneliti selama menuntut ilmu.
6. Kepada seluruh keluarga besar saya terimakasih atas segala bantuan moril,
materil, kasih sayang serta dukungan yang telah diberikan.
7. kepada sahabat-sahabatku nini rahayuni, amsar jambia, lulun permatasari,
ikhwangi, fera angelina, yulianti, epran, ifan, gita, asfian tampe, ricardo,
devilya, ni nyoman, nur alam, kencur manis (juwita, irda juni, susi, larasati
ramang, isda, ruth, whanty, karmila, inha, meli, anna, reni), para putri-putri
ayah dan ibu di desa bokori, yang teristimewa kak sule, kak monik, kak as,
KSR PMI Kota Kendari serta seluruh teman-teman Jurusan Analis Kesehatan
2015 dan adik- adik Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala bantuan,
semangat, dan motivasi yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pegembangan ilmu.
Kendari, 2018
Peneliti
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ vi
MOTTO ............................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Jajanan Tradisional .......................................... 6
B. Tinjauan Umum Tentang Bahan Tambahan Pangan ............................... 8
C. Tinjauan Umum Tentang Pewarna Rhodamin B ...................................... 12
D. Tinjauan Umum Tentang Pewarna Methanil Yellow ............................... 15
E. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Pewarna Rhodamin B dan Metanil
Yellow ....................................................................................................... 18
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ........................................................................................ 23
B. Kerangka Pikir .......................................................................................... 24
C. Variable Penelitian .................................................................................... 25
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif .............................................. 25
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 27
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 27
x
11
D. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................................... 27
E. Instrumen Penelitian.................................................................................. 28
F. Jenis Data .................................................................................................. 29
G. Pengolahan Data........................................................................................ 30
H. Analisis Data ............................................................................................. 30
I. Penyajian Data .......................................................................................... 30
J. Etika Penelitian ........................................................................................ 30
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian ..................................................................... 31
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 32
C. Pembahasan .............................................................................................. 33
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 35
B. Saran ........................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA
xi
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Jajanan Tradisional Mengandung Rhodamin B ................................. 7
Gambar 2 : Jajanan Tradisional Mengandung Metanil Yellow ............................ 7
Gambar 3 : Rumus Molekul Rhodamin B............................................................. 13
Gambar 4 : Pewarna Rhodamin B ......................................................................... 13
Gambar 5 : Rumus Molekul Pewarna Metanil Yellow ......................................... 15
Gambar 6 : Pewarna Metanil Yellow .................................................................... 16
xii
13
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Hasil identifikasi pewarna Rhodamin B pada jajanan tradisional yang
dijual dipasar mandonga kota kendari .............................................. 32
Tabel 2 : Hasil identifikasi pewarna Methanil Yellow pada jajanan tradisional
yang dijual dipasar mandonga kota kendari ..................................... 33
xiii
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Dari Dari Badan Penelitan Dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lampiran 2 surat keterangan telah melakukan penelitian.
Lampiran 3 Lembar Hasil Penelitian.
Lampiran 4 Log Book Penelitian
Lampiran 5 Gambar Sampel Jajanan Tradisional Yang Diduga
Mengandung Pewarna Rhodamin B Dan Methanil Yellow.
Lampiran 6 Gambar Penelitian.
Lampiran 7 Gambar Hasil Penelitian.
Lampiran 8 Tabulasi Data.
Lampiran 9 Surat Keterangan Bebas Laboratorium
Lampiran 10 Surat Keterangan Bebas Pustaka.
xiv
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman modern sekarang ini terjadi perkembangan yang begitu
pesat di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik
perhatian para konsumen. Oleh karena itu, produsen makanan dan minuman
menambahkan zat tambahan makanan atau yang sering disebut sebagai food
additive dalam produknya. Pada penambahan zat tambahan pada makanan
sering terjadi penyalahgunaan dengan menggunakan bahan tambahan yang
dilarang penggunaannya guna menambah daya tarik dari konsumen (Wirasto,
2008).
Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna
makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk
warna kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna
merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan,
yakni ketersediaannya terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak
cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan
alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya produksi menjadi lebih
mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga
sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan teknologi pangan
memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang
sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan.
Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna
untuk menarik perhatian konsumen (Afrianti, 2014).
Pewarna yang ditambahakan ke dalam bahan pangan dapat berasal
dari pigmen alami yang diekstrak atau pewarna sintetis. Penggunaan pewarna
ini harus mengikuti peraturan yang berlaku, misalnya peraturan yang
dikeluarkan oleh Food and Drug Administration (FDA) atau Codex
Alimentarius Commision (CAC). Di Indinesia, peraturan tentang pewarna
1
2
makanan dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) (Andarwulan et al, 2011).
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat warna yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Jenis-jenis zat pewarna yang dinyatakan
sebagai zat berbahaya yaitu Auramine, Alkanet, Butter, Black 7984, Burn
Unber, Chrysoidine, Chrysoine S, Citrus Red No. 2, Chocolate Brown FB,
Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue, Magenta,
Metanil Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Oil Yellow AB, Oil Yellow
OB, Orange G, Orange GGN, Orange RN, Orchid and Orcein
Ponceau 3R, Ponceau SX, Ponceau 6R, Rhodamin B, Sudan I, Scarlet GN,
Violet 6 B. Rodamin B dan Metanyl Yellow termasuk dalam kategori zat
pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang
digunakan pada produk pangan. Namun demikian, penyalahgunaan Rodamin
B dan Metanyl Yellow untuk mewarnai bahan pangan masih sering terjadi.
Penggunaan zat pewarna alami dan sintetis dapat dibedakan
berdasarkan ciri-cirinya. Penggunaan pewarna alami pada pangan memiliki
ciri- ciri warna yang lebih pucat, mudah dihinggapi lalat, warna tidak
mencolok dan varian warnanya sedikit. Sedangkan jajanan yang
menggunakan warna sintetis seperti Rhodamin B dan Metanil Yellow
memiliki warna yang mencolok, lebih mengkilap, tidak mudah rusak, mudah
dihinggapi lalat, varian warnaya banyak serta lebih menarik (Zuraida, 2017).
Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung
senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang
berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha
mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam
tubuh. Hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga
memiliki senyawa pengalkalisasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga
dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh (BPOM,
2014).
3
Metanil Yellow merupakan salah satu pewarna azo yang telah
dilarang digunakan dalam pangan. Senyawa ini bersifat iritan sehingga jika
tertelan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna. Selain itu, senyawa ini dapat
pula menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan
hipotensi. Metanil yellow dan rhodamin B merupakan zat warna sintetik
yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat
warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan.
Keduanya bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan kanker (Dian et al, 2013).
World health organization (WHO) mencatat jutaan orang jatuh sakit,
bahkan banyak yang meninggal akibat mengkonsumsi pangan yang tidak
aman. Diperkirakan lebih dari 200 jenis penyakit yang disebabkan oleh
makanan yang tercemar. Pada tahun 2014, data kejadian luar biasa (KLB)
keracunan pangan yang dihimpun Badan POM RI menunjukkan ada 47 kasus
sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 84 kasus. Data KLB yang terlaporkan
jauh menurun dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yaitu 115 kejadian
(2010), 163 kejadian (2011), 128 kejadian (2012). Adapun urutan jenis
makanan yang diduga menyebabkan keracunan pangan adalah 17 kejadian
(36%), masakan rumah tangga 13 kejadian (28%), pangan jasa boga 12
kejadian (26%), jajanan pangan 5 kejadian (11%). Umumnya pangan jajanan
dan pangan jasa boga dihasilkan oleh industri pangan siap saji (BPOM,
2015).
Permatasari et Al (2013) melakukan Identifikasi Zat Pewarna
Rhodamin B dalam jajanan yang dipasarkan di pasar tradisional Kota Bandar
Lampung dan menemukan sebanyak 15 dari 30 sampel jajanan pasar positif
mengandung Rhodamin B. Murtiyanti et Al (2013) melakukan penelitian
tentang Identifikasi Penggunaan Zat Pewarna Pada Pembuatan Kerupuk Dan
Faktor Perilaku Produsen di Desa Ngaluran Kecamatan Karangan- yar
Kabupaten Demak. Dimana dari 16 produsen kerupuk ditemukan 17 sampel
kerupuk yang menggunakan pewarna berbahaya yaitu Rhodamin B 39%,
Methanyl Yellow 22%.
4
Di pasar-pasar umumnya banyak diperjual belikan jajanan pangan,
diantaranya adalah jajanan tradisional. Namun, jajanan tradisional yang dijual
di pasar tidak diketahui apakah menggunakan zat pewarna alami atau
pewarna sintetis yang dilarang. Salah satu pasar tradisional yang banyak
menjual jajanan tradisional adalah pasar Mandonga Kota Kendari. Oleh
kerena penggunaan Rhodamin B dan Metanil yellow sangat bernahaya bagi
manusia maka perlu adanya penelitian tentang ada tidaknya Rhodamin B
Dan Metanyl Yellow Pada Jajanan Tradisional Yang Di Jual Di Pasar
Mandonga Kota Kendari untuk menjamin kualitas makanan yang dikonsumsi
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat
Pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow pada jajanan tradisional yang di
jual di Pasar Mandonga Kota Kendari?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi Pewarna Rhodamin B dan Metanyl Yellow
pada jajanan tradisional yang dijual di Pasar Mandonga Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi Pewarna Rhodamin B pada jajanan tradisional
khususnya jajanan berwarna merah yang dijual di Pasar Mandonga
Kota Kendari.
b. Untuk mengidentifikasi Pewarna Metanyl Yellow pada jajanan
tradisional khususnya berwarna kuning Yang diJual di Pasar
Mandonga Kota Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberikan tambahan ilmu tentang Rhodamin B dan Metanil
Yellow pada jajanan tradisional yang dijual di Pasar Mandonga
Kendari.
5
b. Sebagai informasi untuk masyarakat tentang bahaya Rhodamin B dan
Metanil Yellow bagi kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi
Sebagai masukan bagi institusi sebagai pengembangan ilmu dan
dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
b. Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.
c. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan Untuk menambah pengetahuan tentang bahaya yang
disebabkan oleh Rhodamin B dan Metanil Yellow bagi kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Jajanan Tradisional
Jajanan tradisional adalah makanan tradisional indonesia seperti kue
atau makanan tradisional yang khas dari berbagai daerah yang ada di indonesia
yang dijual dipasar, khususnya di pasar-pasar tradisional. jajanan pasar yang di
jual di pasar tradisional banyak macamnya karena setiap daerah pasti memiliki
makanan khas yang menjadi identitas dari daerah tersebut.seperti makanan
jawa yang identik dengan rasa manis, masakan sunda yang identik dengan rasa
pedas dan lain sebagainya (hutami, 2017).
Banyak orang mengatakan membuat makanan tradisional sangat repot
dan. Namun, makanan tradisional kini dalam proses kembali ke tradisi. Dengan
kemajuan budaya global, orang justru akan kembali ke alam, menggali tradisi
dan melestarikan budaya lokal. Soal proses pembuatan hidangan tradisional
memang tak bisa lepas dari tradisi bangsa kita yang sangat kaya secara alam
dan budaya. Hasilnya bukan hanya bisa dinikmati keluarga tetapi juga bisa
untuk membuka peluang bisnis yang berbasis pada tradisi bangsa sendiri (Mia,
2008).
Sebagai salah satu kue tradisional, jajanan pasar kini tak hanya
diperoleh di pasar-pasar tradisional namun sudah merambah ke toko atau
supermarket. Hal ini membuktikan bahwa jajanan pasar masih tetap populer di
kalangan masyarakat. Apalagi kini jajanan pasar sudah banyak dimodifikasi
baik rasa maupun penampilannya. Namun sejumlah penjual jajanan pasar ada
yang masih mempertahankan resep asli yang tradisional untuk
mempertahankan cita rasa khas dan tradisi (Mia, 2008).
Pangan jajanan masih beresiko terhadap kesehatan karena
penanganannya sering tidak higienis, yang memungkinkan pangan jajanan
terkontaminasi mikrobia berbahaya karena proses pembuatannya tidak bersih,
serta kebersihan tempat penyimpanan dan menjajakan jajanan yang kurang
diperhatikan. Pangan jajanan juga kerap mengandung zat kimia yang
6
7
berbahaya dan dilarang digunakan dalam pangan. Di samping itu, masih ada
jajanan yang menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang
diperbolehkan tapi dalam jumlah yang melebihi ketentuan (Riani, 2007).
Indonesia memiliki beraneka ragam jajanan tradisional dengan
beraneka ragam rasa dan bentuk. Rasa yang enak dan gurih dengan memakai
bahan alami dan pengelohan industri rumahan membuat aneka jajanan pasar
tetap memiliki penggemar setia. Beberapa jenis jajanan tradisional yang
berbahan baku ketan dan beras, terigu, serta singkong dan ubi, seperti nagasari,
klepon, dadar gulung, putu ayu, bolu kukus, kue talam, kue tape, kue
lapis kanji, mi, bakso, tahu goreng, dan lain-lain (Silaen, 2015).
Gambar 1. Jajanan Tradisional Yang Diduga Mengandung Rhodamin B
Gambar 2. Jajanan Tradisional Yang Diduga Mengandung Metanil Yellow
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh
8
terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman
sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya.
Pada awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh
panas dan cahaya serta harganya mahal (Azizahwati et al, 2007).
B. Tinjauan Umum Tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (PP, 2004).
Secara umum pangan didefinisikan sebagai suatu bahan yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi normal dari makhluk
hidup baik jasad renik, tumbuhan, hewan atau manusia. Pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik,
mental dan kecerdasan. Pangan yaitu semua produk yang dikonsumsi manusia
baik dalam bentuk bahan mentah, setengah jadi atau jadi, yang meliputi
produk-produk industri, restoran, katering, serta makanan tradisional atau
jajanan (Afrianti, 2014).
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.
Menggolongkan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan untuk
digunakan pada pangan adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
9
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
4. Atioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses
pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu
pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada
pangan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya pangan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur (DEPKES RI,
1988).
Pada dasarnya bahan pangan merupakan campuran berbagai senyawa
kimia yang dapat dikelompokkan ke dalam karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. Bahan pangan terdiri dari 99,9% dari bahan-bahan
tersebut sedangkan sisanya adalah bahan-bahan lain berupa pigmen, zat cita
rasa dan zat-zat aditif. Dari seluruh parameter pangan seperti gizi, cita rasa,
penampakan, warna, tekstur merupakan faktor terpenting (Afrianti, 2014).
Kualitas pangan sangat menentukan apakah pangan tersebut disukai
atau tidak oleh konsumen. Pada umumnya pengolahan makanan selalu
10
berusaha agar dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, karena
akan lebih disukai konsumen dan harganya pun akan lebih tinggi. Kualitas
pangan adalah keseluruhan sifat-sifat pangan yang dapat berpengaruh terhadap
penerimaan pangan oleh konsumen (Afrianti, 2014).
Warna merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting pada
bahan dan produk pangan. Peranan warna sangat nyata karena umumnya
konsumen akan mendapat kesan pertama, baik suka atau tidak suka terhadap
suatu produk pangan warnanya. Bila warna produk tidak disukai atau dianggap
menyimpang dari warna yang sehrusnya, maka konsumen biasanya tidak
tertarik lagi untuk memberikan penilaian yang baik terhadap atribut mutu
lainnya. Disamping itu, warna juga mempunyai arti dan peranan penting pada
produk pangan sebagai penciri jenis, tanda-tanda pematangan buah, tanda-
tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu, pedoman proses pengolahan, dan
sebagainya (Andarwulan et al, 2011).
Warna bahan dan produk pangandapat dibentuk oleh adanya pigmen
yang secara alami terdapat dalam bahan pangan atau bahan pewarna yang
ditambahkan kedalam makanan. Pigmen alami dapat terjadi pada bahan pangan
yang belum diolah atau terbentuk selama proses pengolahan. Disamping itu,
ada juga pewarna yang ditambahkan baik yang berasal dari senyawa yang
diekstrak dari bahan bahan pangan alami maupun berasal dari bahan pewarna
sintetis (Andarwulan et al, 2011)..
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki tampilan makanan. Penggunaaan Pewarna makanan pada
umumnya memiliki beberapa tujuan, diantaranya memberi kesan menarik pada
konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi
perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Zat warna
makanan terbagi atas tiga yaitu pewarna alami, pewarna identik alami, dan
pewarna sintesis (Mudjajanto, 2006).
Beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam pangan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya
adalah :
11
1. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan
untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300
mg/kg), dan yogurt beraroma (150 mg/kg).
2. Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim
(100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan (secukupnya).
3. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-orange yang dapat
lemak dan minyak makan (secukupnya) (DEPKES RI,1988).
Menurut Joint FAC / WHO Expert Commitee on Food Additives
(JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas
berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, trialrimetana, quinoin, xanten, dan
indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna
buatan, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umumnya larut
dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan dalam
mewarnai bahan pangan. Sedangkan untuk zat pewarna lakes dibuat
berdasarkan prosses pengendapan dan absorbsi dyes pada radikal ( Al atau Ca)
yang dilapisi oleh aluminium hidrat (Alumina). Lapisan alaumina ini tidak
larut dalam air, sehingga lakes tidak larut hampir pada semua pelarut
(Cahyadi, 2008).
Pewarna sintetik yang tidak derekomendasikan oleh Direktorat Jendral
Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan
FDA dapat mempengaruhi kesehatan. Di Indonesia peraturan mengenai
penggunaan zat pewarn yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur
melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/RI/Per/IX/88. Akan tetapi,
seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarangan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya
residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Rhodamin B dan Metanil Yellow
termaksud dalam daftar bahan pewarna yang dilarang penggunaanya dalam SK
Menteri Kesehatan No.239/Menkes/Per/V/85 (Cahyadi, 2008).
12
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pedagang jajanan Menggunakan
Metanil Yellow dan Rhodamin B yaitu :
a. Tingkat pengetahuan pedagang jajanan yang masih rendah.
b. Pengalaman dari pedagang sebelumnya.
c. Alasan ekonomi.
Faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi pedagang jajanan dalam
penggunaan pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow. Menurut
pedagang jajanan tersebut alasan mereka memilih menggunakan merek
pewarna yang mengandung mempengaruhi pedagang jajanan dalam
penggunaan pewarna Rhodamin B dan metanil yellow adalah dari harga
yang murah.
d. Peraturan dan pengawasan dari pemerintah yang kurang ketat. Pengawasan
dari BPOM terhadap jajanan sudah dilakukan tetapi masih kurang ketat
dan tidak berkala atau dalam jangka waktu terlalu lama (Zuraida, 2017).
Penggunaan zat* pewarna alami dan sintetis dapat dibedakan
berdasarkan ciri-cirinya. Penggunaan pewarna alami pada pangan memiliki
ciri- ciri warna yang lebih pucat, mudah dihinggapi lalat, warna tidak
mencolok dan varian warnanya sedikit. Sedangkan jajanan yang menggunakan
warna sintetis seperti Rhodamin B dan Metanil Yellow memiliki warna yang
mencolok, lebih mengkilap, tidak mudah rusak, mudah dihinggapi lalat, varian
warnaya banyak serta lebih menarik (Zuraida, 2017).
C. Tinjauan Umum Tentang Pewarna Rhodamin B
1. Pengertian Pewarna Rhodamin B
Secara fisik rhodamin B merupakan padatan kristal hijau atau serbuk
ungu kemerahan yang memilki berat molekul 479, 02 g/mol dan rumus
molekul C28H31N2O3Cl. Nama lain dari rhodamin B adalah Rhodamine 123
Basic Violet 10 dan (9-(o-carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H- xanthen-3-
yliedene) diethylammonium cholride. Senyawa ini memilki titik leleh 165
dan bersifat agak larut dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam alkohol,
HCl. dan NaOH. Warna yang dihasilkan adalah merah kebiruan dan
berfluoresensi kuat (Mawadah, 2015).
13
Gambar 3. Rumus Molekul Rhodamin B “C28H31N2O3Cl”
Gambar 4. Pewarna Rhodamin B
Rodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan pada industri
tekstil. Pengaruh buruk Rodamin B bagi kesehatan antara lain menimbulkan
iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata, dan saluran pencernaan serta
berpotensi terjadinya kanker hati. Penyalahgunaan Rodamin B banyak
ditemui pada makanan dan minuman seperti es cendol, permen, Sambal
Botol, dan kue (Mawaddah, 2015) .
2. Bahaya Rhodamin B Bagi Kesehatan
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B
mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa
halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan
berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa
lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu,
rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat
radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam
tubuh (BPOM,2014).
14
Di dalam Rhodamine B sendiri terdapat ikatan dengan klorin (CL
yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif
dan juga berbahaya. Reaksi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai
sintesis zat warna.disini dapat digunakan Reaksi Frield-Crafts untuk
mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Reaksi antara ftalat
anhidrida dengan resorsinol, sedangkan dengan keberadaan seng klorida
menghasilkan fluorescein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-
dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan Rhodamine B. Selain
terdapat ikatan Rhodamine B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi.
Ikatan konjugasi dari Rhodamine B inilah yang menyebabkan Rhodamine B
berwarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamine B dan
Klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada
Rhodamine B menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk kedalam
tubuh manusia. atom CL yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen,
dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan
toksik dan karsinogenik (BPOM, 2014).
Bahan untuk membuat Rhodamin B adalah meta- dietilaminoferol dan
ftalik anhidrid. Keduanya tidak boleh dimakan karena berbahaya bagi
kesehatan. Oleh sebab itu, Pemerintah melarang penggunaan Rhodamin B
sebagai pewarna makanan. Akan tetapi saat ini masih banyak ditemukan
pelanggaran terhadap larangan tersebut, sehingga Rhodamin B dengan
mudah dapat ditemukan dalam berbagai jenis makanan, seperti kue-kue
basah, saus, sirup, kerupuk, terasi, tahu, dan umumnya makanan jajanan lain
yang berwarna merah terang (Mawadah, 2015)
Rhodamin B mempunyai efek akut dan kronis. Pada efek akut,
paparan Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi dan bila masuk dalam
pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan yang sistemik serta
menyebabkan gejala seperti muntah dan sakit perut. Sedangkan pada efek
kronis paparan yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan
kerusakan seperti gangguan fungsi hati, kerusakan hati, kerusakan pada
ginjal dan dapat menyebabkan kanker (Budiawan, 2013).
15
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan
muncul jika zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi, perlu
diketahui pula bahwa rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika
tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya. Efek
toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna (BPOM, 2014).
Beberapa hasil uji toksisitas Rhodamin B pada hewan percobaan tikus
memiliki LD50 per-oral lebih besar dari 10,56 mg/kg BB dan secara
intravena pada tikus LD50 sebesar 89,5 mg/kg BB (Merck Index, 2006)
Penggunaan zat pewarna Rhodamin B dilarang di Eropa mulai 1984
karena rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang
kuat. Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus
telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut. Konsumsi rhodamin
B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat
menyebabkan gejala seperti pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi
hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa
menyebabkan timbulnya kanker hati (BPOM, 2014).
D. Tinjauan Umum Pewarna Metanil Yellow
1. Pengertian Pewarna Metanil Yellow
Gambar 5. Rumus Molekul Metanil Yellow “C18H14N3O3S”
16
Gambar 6. Pewarna Metanil Yellow
Metanil yellow mempunyai nama lain tropaeolin G. rumus kimia
C18H14N3O3S dengan berat molekul 375, 391. Berdasarkan struktur
kimianya, metanil yellow dan beberapa pewarna sintetik dikategorikan
dalam golongan azo. N*amun, metanil yellow termasuk pewarna golongan
azo yang telah dilarang digunakan pada pangan. Pada umumnya, pewarna
sintetik azo bersifat lebih stabil daripada kebanyakan pewarna alami.
Pewarna azo stabil dalam berbagai rentang pH, stabil pada pemanasan, dan
tidak memudar bila terpapar cahaya atau oksigen. Hal tersebut
menyebabkan pewarna azo dapat digunakan pada hampir semua jenis
pangan. Salah satu kekurangan pewarna azo adalah sifatnya yang tidak
larut dalam minyak atau lemak. Hanya bila pewarna azo digabungkan
dengan molekul yang bersifat larut lemak atau bila pewarna azo tersebut
didispersikan dalam bentuk partikel halus, maka lemak atau minyak dapat
terwarnai (BPOM, 2014)
Pewarna metanil yellow tidak boleh digunakan sebagai pewarna
makanan. Pewarna ini banyak digunakan sebagai pewarna produk, tekstil,
kayu, cat lukis, wool, nilon, kulit, kertas, alumunium, detergen, bulu, kayu,
dan kosmetik. Akan tetapi, para produsen yang tidak bertanggung jawab
telah menyalahgunakan metanil yellow sebagai pewarna makanan karena
menghasilkan warna kuning cerah dan menarik. Produk yang sering
17
ditambah metanil yellow adalah minuman, sirup, pisang goreng, dan
manisan buah. Bahan untuk membuat metanil yellow adalah dari asam
metanilat dan difenilamin (BPOM, 2014).
2. Bahaya Metanil Yellow Bagi Kesehatan
Beberapa perwarna azo telah dilarang digunakan pada pangan
karena efek toksiknya. Namun, efek toksik tersebut bukan disebabkan oleh
pewarna itu sendiri melainkan akibat adanya degradasi pewarna yang
bersangkutan. Pada suatu molekul pewarna azo, ikatan azo merupakan
ikatan yang bersifat paling labil sehingga dapat dengan mudah diurai oleh
enzim azo-reduktase yang terdapat dalam tubuh mamalia, termasuk
manusia. Pada mamalia, enzim azo-reduktase (dengan berbagai
aktivitasnya) dapat dijumpai pada berbagai organ, antara lain hati, ginjal,
paru-paru, jantung, otak, limpa, dan jaringan otot (BPOM, 2014).
Bahan untuk membuat metanil yellow adalah dari asam metanilat
dan difenilamin. Bahan-bahan tersebut bersifat toksik, sehingga apabila
masuk kedalam tubuh manusia dalam waktu lama, maka akan terjadi
gangguan pada kesehatan kronik, seperti timbulnya tumor dalam jaringan
hati, kandung kemih, saluran pencernaan, atau jaringan kulit. Apabila
metanil yellow terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, apalagi tertelan,
maka efek negatif akan timbul pada tempat-tempat masuknya tadi. Efek
negatif tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan akut berupa
iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada pada kulit, iritasi pada mata,
dan bahaya kanker pada kandungan dan saluran kemih. Jika metanil
yellow tertelan, maka gejala yang akan timbul antara lain mual, muntah,
sakit perut, diare, pansa, rasa tidak enak, dan tekanan darah rendah
(Mawadah, 2015).
Pewarna azo memiliki tingkat toksisitas akut yang rendah. Dosis
toksik akut pewarna azo tidak akan tercapai dengan mengkonsumsi
pangan yang mengandung pewarna azo. Kebanyakan pewarna azo (baik
pewarna untuk pangan maupun tekstil) memiliki nilai LD50 dengan
kisaran 250 – 2000 mg/kg berat badan, yang mengindikasikan bahwa dosis
18
letal dapat dicapai jika seseorang mengkonsumsi beberapa gram pewarna
azo dalam dosis tunggal. Oleh karena pewarna azo memiliki intensitas
warna yang sangat kuat, maka secara normal pada pangan hanya
ditambahkan beberapa miligram pewarna azo per kilogram pangan.
Berdasarkan perhitungan, rata-rata orang dewasa akan memerlukan lebih
dari 100 kg pangan yang mengandung pewarna azo dalam satu hari untuk
mencapai dosis letal (BPOM, 2014).
Pada penelitian mengenai paparan kronik metanil yellow terhadap
tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan melalui pakannya selama
30 hari, diperoleh hasil bahwa terdapat perubahan hispatologi dan
ultrastruktural pada lambung, usus, hati, dan ginjal. Hal tersebut
menunjukkan efek toksik metanil yellow terhadap tikus. Penelitian lain
yang menggunakan tikus galur Wistar sebagai hewan ujinya menunjukkan
hasil bahwa konsumsi metanil yellow dalam jangka panjang dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang mengarah pada neurotoksisitas
(BPOM, 2014).
E. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Rhodamin B Dan Metanil Yellow
1. Analisa Kualitatif
a. Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi
metode ini memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan
resolusi yang jelek dan kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak
terdeteksi dengan baik, menunjukkan terbentuknya ekor yang dapat
mempengaruhi harga Rf (Nollet, 2004).
b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.
Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir
(fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase
19
gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) Rf
(Nollet, 2004).
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada
analisis pewarna sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih
mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik
dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak sebaik High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi
metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan
campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT tidak mahal dan
dapat digunakan secara mudah di industri makanan (Wirasto, 2008).
Pada hakekatnya KLT melibatkan dua fase: sifat fase diam atau
sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran larutan pengembang.
1) Fase diam (larutan penjerap/ adsorben)
Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk
suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan
fase gerak. Pada KLT, fase diam harus mudah didapat . Dua sifat
yang penting dari penjerap adalah besar partikel dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat
tergantung pada mereka. Besar partikel yang biasa digunakan adalah
1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk
menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penjerap yang
butirannya halus (Nollet, 2004).
Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida,
kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain.Silika gel
merupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk KLT. Zat
ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi
senyawa netral, asam, dan basa (Nollet, 2004).
2) Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan
20
berpori, karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut
bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut
multikomponen ini harus berupa campuran sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimal tiga komponen Pada proses serapan, yang
terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan fase diam lainnya,
pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan.
Memang agak sukar untuk menemukan sistem pelarut yang cocok
untuk pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai
didasarkan atas prinsip like dissolves like, tetapi akan lebih cepat
dengan mengambil pengalamanan para peneliti, yaitu dengan dasar
pustaka yang sudah ada (Nollet, 2004).
3) Identifikasi dan harga Retention Factor (Rf)
Retention Factor/Faktor retensi (Rf) merupakan parameter
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf
merupakan kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatografi.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis
lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi
warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan harga Rf.
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan
sebagai faktor retensi, Rf:
Harga Rf = jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Jarak yang ditempuh pelarut
Jarak yang ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak
tempuh. Cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik
kerapatan maksimum (wirasto, 2008).
Angka Rf berjangka antara 0,00 & 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dengan dua desimal. Angka hRf ialah angka Rf dikalikan
faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 .Harga-
harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan
harga-harga standard (wirasto, 2008)
21
c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Pemisahan campuran zat warna dengan KCKT dilakukan ketika
metode konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan. Saat ini
kolom fase terbalik telah secara luas digunakan untuk pemisahan dan
kuantifikasi pewarna sintetik.Ekstraksi dari makanan yang mengandung
pewarna harus diupkan untuk mengeringkan dan melarutkan kembali ke
dalam kolom Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (wirasto, 2008).
d. Elektroforesis Kapiler
Dalam dekade terakhir ini, elektroforesis kapiler secara luas telah
digunakan dan menunjukkan teknik pemisahan yang menjanjikan. Oleh
karena itu, elektroforesis kapiler merupakan teknik yang ideal untuk analisis
multikomponen. Keuntungan dari teknik ini adalah cepat, sederhana,
mudah, mudah untuk distel, selektif, membutuhkan solven yang sedikit,
waktu analisis cepat, biaya murah. Akan tetapi teknik ini memiliki masalah
terhadap hasil jika volume injeksi yang digunakan terlalu kecil (Nollet,
2004).
e. Test Kit
Saat ini alat uji cepat/Rapid test bahan pangan yang diduga
mengandung bahan berbahaya banyak tersedia di pasaran dengan berbagai
merk dagang sesuai produsen pembuatnya. Masing-masing alat uji cepat
tersebut dilengkapi dengan petunjuk cara penggunaan. Pada prinsipnya
pengujian cepat menggunakan rapid test kit untuk setiap parameter bahan
berbahaya sama namun karena merk rapid test kit yang digunakan berbeda-
beda setiap tahunnya maka cara penggunaan agar menyesuaikan dengan
petunjuk penggunaan yang diberikan oleh produsen. Metode ini banyak
digunakan karena penggunaannya lebih mudah, cepat, harga lebih
terjangkau, dan limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Hasil tes positif dapat
dilihat dengan terjadinya perubahan warna yang dapat diamati secara visual
(Kementrian LHK, 2015)
22
2. Analisa Kuantitatif
Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak.
Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata
manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya
dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–
149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom
dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang
dimiliki sinar tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan
dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju
keadaan tereksitasi. Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan
cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau
cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna
komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap
warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam
bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak
(FMIPA, 2017).
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Penggunaan pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow pada makanan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan pedagang
tentang bahaya penggunaan pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow bagi
kesehatan. Selain itu faktor ekonomi juga mempengaruhi pedagang untuk
menggunakan pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow sebagai pewarna
dikarenakan harganya yang murah dan terjangkau. Penggunaan pewarna
sintetis pada makanan memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan
menggunakan pewarna alami kelebihan tersebut diantaranya warna yang
dihasilkan lebih mencolok / cerah, mengkilap dan lebih menarik serta tahan
lama.
Konsumsi pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow dapat
menyebabkan efek akut dan kronis bagi kesehatan. Efek akut yang disebabkan
oleh pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow berupa iritasi, maupun
kerusakan sistemik yang disertai gejala mual, muntah, sakit perit dan diare.
Pada penggunaan dalam jangka panjang Rhodamin B dapat terakumulasi di
dalam tubuh dan dapat menyebabkan gangguan kesesehatan kronik seperti
gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati,
gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker
hati. Penggunaan zat warna Metanil Yellow dapat menyebabkan gangguan
kesehatan kronik, seperti timbulnya tumor dalam jaringan hati, kandung kemih,
saluran pencernaan, atau jaringan kulit.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui ada
tidaknya zat pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow pada jajanan tradisional
yang dijual di pasar mandonga Kota Kendari. Identifikasi dilakukan dengan
menggunakan metode tes Kit. Metode tes Kit telah banyak digunakan pada
nalisis pewarna sintetik, karena tes ini merupakan metode identifikasi yang
lebih mudah, cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik.
23
24
B. Kerangka Pikir
Jajanan tradisional diduga
positif Rhodamin B
Metode identifikasi
Metode tes Kit
Rhodamin B
Negatif :
warna larutan
tetap berwarna
merah muda.
Positif :
terjadi perubahan
warna larutan dari
merah muda
menjadi ungu
Analisa kualitatif
Warna merah lebih
mencolok, mengkilap dan
lebih menarik, tahan lama,
serta tidak dihinggapi lalat
Jajanan Tradisional
Warna kuning lebih
mencolok, mengkilap dan
lebih menarik, tahan lama,
serta tidak dihinggapi lalat
Jajanan tradisional diduga
positif Metanil Yellow
Metode tes Kit
Metanil Yellow
Negatif :
warna larutan
tetap berwarna
kuning.
Positif :
Terjadi perubahan
warna menjadi
merah / merah
keunguan
25
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap
dapat menentukan variabel terikat. Variabel ini dapat merupakan faktor
resiko, kausa/penyebab. Dalam penelitian ini Variabel bebas yang diteliti
adalah pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Dalam penelitian ini variabel terikat yang diteliti adalah jajanan tradisional
yang dijual dipasar Mandonga Kendari yang diduga mengandung pewarna
Rhodamin B dan Metanil Yellow .
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Definisi Operasional
a. Jajanan tradisional adalah kue yang memiliki warna mencolok yang di
jual di pasar mandonga
b. Pewarna Rhodamin B merupakan pewarna sintesis yang penggunaanya
disalahgunakan dan ditambahkan sebagai pewarna pada produk
makanan berupa jajanan tradisional yang dijual di pasar Mandonga
Kota Kendari.
c. Pewarna Metanil Yellow merupakan pewarna sintesis yang
penggunanaanya disalahgunakan dan ditambahkan sebagai pewarna
dalam produk makanan berupa jajanan tradisional yang dijual di pasar
Mandonga Kota Kendari.
2. Kriteria Objektif
a. Pewarna Rhodamin B Positif apabila terjadi perubahan warna larutan
dari berwarna merah / merah muda menjadi berwarna ungu. Sedangkan
Pewarna Rhodamin B Negatif apabila tidak terjadi perubahan warna
pada larutan dan tetap berwarna merah muda.
b. Pewarna Metanil Yellow Positif apabila terjadi perubahan warna
larutan dari berwarna kuning menjadi merah atau merah keunguan.
26
Sedangkan Pewarna Metanil Yellow Negatif apabila tidak terjadi
perubahan swarna pada larutan dan tetap berwarna kuning.
27
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah desktiptif secara kualitatif
dengan menggunakan tes Kit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
hasil identifikasi pewarna Rhodamin B dan Metanil Yellow yang dijual di
pasar Mandonga kota Kendari Sulawesi Tenggara.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kendari .
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13- 25 april 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jajanan tradisonal yang
diberi zat warna yang dijual di Pasar Mandonga Kota Kendari Sulawesi
Tenggara yaitu sebanyak 7 penjual/ tempat.
2. Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jajanan tradisional yang di
jual di Pasar Mandonga Kota Kendari yang berasal dari 7 penjual dengan
metode purposive Sampling , berdasarkan pada kriteria inklusi sampel
yaitu jajanan yang berwarna merah dan kuning, lebih mengkilap, tidak
dihinggapi lalat, tidak mudah basi.
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data primer diperoleh berdasarkan hasil observasi langsung pada jajanan
tradisional yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari.
2. Data sekunder diproleh dari pihak pengelola pasar terkait jumlah penjual
jajanan tradisional di pasar Mandonga Kota Kendari.
27
28
E. Instrumen Penelitian
1. Pra-Analitik
Alat Dan Bahan
a. Alat
- Neraca digital
- Sendok tanduk
- Batang pengaduk
- Pipet ukur
- Tabung reaksi
- Rak tabung
- Botol semprot
- Ball filler
- Beker glass
- Cawan petri
b. Bahan
- Sampel jajanan tradisional.
- Aquades.
- Reagen Kit Rhodamin B
- Reagen Kit Metanil Yellow.
2. Analitik
a. Preparasi Sampel.
- Sampel jajanan ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian
hancurkan dengan menggunakan pengaduk.
- Masukkan sampel yang telah dihancurkan kedalam beker glass
yang telah diisi dengan 50 ml aquadest kemudian aduk sampel
hingga larut.
b. Preparasi warna standar
Masukkan warna standar yang terdapat di dalam box KIT kemudian di
larutkan kedalam 5-10 ml aquades lalu homogenkan.
c. Identifikasi sampel
29
1) Test Rhodamin B
- Siapkan tabung reaksi, kemudian pipet 1-3 ml larutan sampel.
- Tambahkan 3 tetes reagen Rhodamin-1, lalu diaduk.
- Tambahkan 1 tetes reagen Rhodamin-2, lalu diaduk hingga
homogen.
- Amati perubahan warna pada sampel.
2) Test Methanil Yellow
- Siapkan tabung reaksi, kemudian pipet 1-3 ml larutan sampel.
- Tambahkan 3 tetes reagen methanil-1, lalu diaduk hingga
homogen.
- Amati perubahan warna pada sampel.
3. Pasca-Analitik
Deteksi senyawa dilakukan secara visual dengan identifikasi
terjadinya perubahan warna pada sampel.
Interpetasi hasil :
Positif
- Sampel dikatakan Positif mengandung Rhodamin apabila terjadi
perubahan warna larutan menjadi berwarna ungu.
- Sampel dikatakan Positif mengandung Metanil Yellow apabila terjadi
perubahan warna larutan menjadi merah atau merah keunguan.
Negatif
- Sampel dikatakan Negatif mengandung Rhodamin B apabila tidak
terjadi perubahan warna pada larutan dan tetap berwarna merah muda.
- Sampel dikatakan Negatif mengandung Metanil Yellow apabila tidak
terjadi perubahan warna pada larutan dan tetap berwarna kuning.
F. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif
berupa ada tidaknya zat pewarna Rhodamn B dan Metanil Yellow yang
ditemukan pada jajanan tradisional.
30
G. Pengolahan Data
setelah data dikumpulkan, maka data tersebut diolah melalui beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan.
2. Codding adalah membuat atau pembuatan kode pada tiap-tiap data.
3. Tabulating adalah menyusun data dalam bentuk tabel setelah dilakukan
perhitungan.
H. Analisis Data
Sesuai jenis penelitian ini yaitu survey dengan pendekatan deskriptif,
maka rumus yang digunakan dalam analisis data guna mengetahui persentase
setiap variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :
X=
x k
Keterangan :
X= persentase hasil yang dicapai
f = variabel yang diteliti
n = jumlah sampel penelitian
k = konstanta (100%)
I. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan
diuraikan dalam bentuk narasi.
J. Etika Penelitian
1. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama penjual tetapi di berikan kode.
2. Confidentiality pledge
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
31
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis Pasar Mandonga Kota Kendari
Pasar mandonga adalah pasar tradisional yang berada di jantung kota
kendari. Pasar ini terletak di jalan Lasandara, Kelurahan Korumba,
Kecamatan Mandonga, Kabupaten Kota Kendari, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Letak pasar Mandonga Kota Kendari berbatasan dengan :
‒ Utara : jalan poros Lasandara
‒ Timur : sungai Lahundape
‒ Barat : mall Mandonga
‒ Selatan : pasar Korem
b. Tata letak gedung Pasar Mandonga Kota Kendari
Bangunan pasar terdiri atas tiga lantai, dimana terdapat kios, dan
lodz didalamnya. Lantai 1 gedung pasar digunakan sebagai tempat
penjualan sembako, sayur-sayuran, buah-buahan, dan juga ikan. Lantai 2
gedung pasar digunakan sebagai tempat penjualan obat-obatan, sembako,
aksesoris, jajanan-jajanan, dan juga ikan. Di lantai 2 gedung pasar Terdapat
10 penjual jajanan yang menjual jajanan tradisional. Sedangakan untuk
lantai 3 gedung digunakan sebagai tempat penjualan pakaian, sepatu
maupun sendal.
B. Hasil Penelitian
Hasil identifikasi zat pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow yang
telah dilakukan terhadap 14 jajanan tradisional yang dijual oleh 7 penjual
berbeda di pasar Mandonga Kota Kendari yang dilakukan dengan cara uji
kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya penambahan zat pewarna Rhodamin
B dan Methanil Yellow pada jajanan tradisional yang diduga menggunakan zat
pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow dengan menggunakan Tes Kit
Rhodamin B dan Tes Kit Methanil Yellow.
31
32
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif dengan
menggunaakan Tes Kit Rhodamin B dan Tes Kit Methanil Yellow terhadap 14
sampel jajanan dijual di pasar Mandonga Kota Kendari dinyatakan negatif
mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow penelitian ini dilakukan
secara Duplo dan hasil yang didapatkan tetap negatif.
Tabel 1. Hasil identifikasi pewarna Rhodamin B pada jajanan tradisional
yang dijual dipasar mandonga kota kendari.
NO Kode sampel Rhodamin B (+/-) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
A
B
C
D
E
F
G
-
-
-
-
-
-
-
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
jumlah 100 % Negatif
Hasil identifikasi terhadap 7 sampel jajanan tradisional yang dijual di
pasar Mandonga Kota Kendari yang diduga mengandung pewarna Rhodamin
B didapatkan hasil 100 % negatif mengandung pewarna Rhodamin B.
33
Tabel 2. Hasil identifikasi pewarna Methanil Yellow pada jajanan
tradisional yang dijual dipasar mandonga kota kendari.
NO Kode sampel Methanil Yellow (+/-) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
A
B
C
D
E
F
G
-
-
-
-
-
-
-
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
14,28 %
jumlah 7 100 % Negatif
Hasil identifikasi terhadap 7 sampel jajanan tradisional yang dijual di
pasar Mandonga Kota Kendari yang diduga mengandung pewarna Methanil
Yellow didapatkan hasil 100 % negatif mengandung pewarna Methanil
Yellow.
C. Pembahasan
Sampel jajanan tradisional yang diduga menggunakan pewarna
Rhodamin B dan Methanil Yellow yang diperdagangkan di Pasar Mandonga
Kota Kendari sebanyak 14 sampel yang diambil berdasarkan kriteria inklusi
yakni berwarna merah dan kuning mencolok, tidak dihinggapi lalat, dan lebih
tahan lama.kemudian dilakukan uji laboratorium secara kualitatif dengan
menggunkan tes Kit Rhodamin B dan Tes Kit Methanil Yellow.
Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan tes Kit Rhodamin B dan Methanil Yellow terhadap 14 sampel
jajanan tradisional yang dijual oleh 7 pedangang berbeda dipasar Mandonga
Kota Kendari tidak ditemukan kandungan pewarna Rhodamin B dan Methanil
Yellow, ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna pada larutan sampel
dari warna merah / merah muda menjadi ungu saat dilakukan uji Rhodamin B
dan tidak terjadi perubahan pada warna larutan sampel dari berwarna kuning
menjadi merah muda saat dilakukan uji Methanil Yellow.
34
Hasil uji laboratorium menununjukkan bahwa tidak satupun sampel
jajanan tradisional yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari mengandung
pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dian et al, (2013) tentang analisis
kandungan zat warna sintetik Rhodamin B dan Methanil Yellow pada jajanan
anak di SDN Kompleks mangkura Kota Makassar, yang terbukti negatif
mengandung bahan pewarna sintetik Rhodamin B dan Methanil Yellow
Sebagai pewarna jajanan.
Menurut Depkes RI (2006), makanan yang layak dikonsumsi harus
memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu Berada dalam derajat kematangan
yang dikehendaki, Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan
penanganan selanjutnya, Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak
dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan
pengerat, serangga, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan, dan
pengeringan, serta Bebas dari mikroorganisme, parasit yang menimbulkan
penyakit.
Hal yang melatar belakangi penelitian ini adalah Penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Permatasari et Al (2013) yang melakukan
Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B dalam jajanan yang dipasarkan di pasar
tradisional Kota Bandar Lampung dan menemukan sebanyak 15 dari 30 sampel
jajanan pasar positif mengandung pewarna Rhodamin B. Serta hasil survey
yang yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan depok (2009) dimana hasil survey
menemukan dari 30 kantin sekolah di Kota Depok, sebanyak 3% jajanan positif
mengandung pewarna Methanil Yellow.
Pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow sering ditambahkan pada
makanan guna menambah kesan menarik pada jajanan tersebut. Beberapa ciri-
ciri jajanan yang telah diberi zat pewarna sintetis yaitu warnanya lebih
mencolok, lebih mengkilap, tidak dihinggapi lalat, tidak mudah basi
(Mawaddah, 2017). Meskipun sampel yang diambil sesuai dengan kriteria
inklusi, namun dari hasil peneltian yang dilakukan terhadap 14 sampel jajanan
tradisional yang dijual oleh 7 penjual berbeda di pasar Mandonga Kota Kendari
35
yang diduga mengandung, pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow tidak
ditemukan adanya kandungan pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow.
tidak ditemukannya hasil positif pada jajanan tradisional yang diduga
mengandung pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow menandakan bahwa
tingkat pengetahuan para pedagang jajanan tradisional di pasar Mandonga Kota
Kendari telah baik.
Apabila pengetahuan seseorang baik, maka perilaku yang mereka
lakukan akan baik pula sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka
dapatkan selama ini. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Lawrance Green et al (1980) yang menyatakan bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Kemudian perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing
factors) yang mencakup pengetahuan, sikap dan sebagainya. Kemudian, faktor
pemungkin (enabling factor) yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja,
misalnya ketersedianya APD, pelatihan dan sebagainya. Dan terakhir adalah
faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang-
undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya (Notoadmodjo,
2003).
Zat pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow merupakan pewarna
yang hanya boleh digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan
cat, tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Namun pada
kenyataannya masih sering terjadi penyalahgunaan pewarna tekstil sebagai
pewarna makanan. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat warna yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya diantaranya yaitu Rhodamin B dan
Methanil Yellow. Apabila Zat warna Rhodamin B dan Methanil Yellow
dikonsumsi dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan beberapa gangguan
kesehatan kronik dan akut.
36
Gannguan kesehatan akut akibat konsumsi pewarna Rhodamin B dan
Methanil Yellow dapat berupa iritasi, maupun kerusakan sistemik yang
disertai gejala mual, muntah, sakit perit dan diare. Pada penggunaan dalam
jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan kronik seperti gejala pembesaran hati dan ginjal,
gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan
bisa menyebabkan timbulnya kanker (Budiawan, 2013). Penggunaan zat warna
Metanil Yellow dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronik, seperti
timbulnya tumor dalam jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan, atau
jaringan kulit (Mawadah, 2015).
Dari hasil penelitian terhadap sampel jajanan tradisional yang dijual di
pasar Mandonga Kota Kendari yang diduga mengandung pewarna Rhodamin B
dan Methanil Yellow tidak ditemukan adanya kandungan pewarna Rhodamin
B dan Methanil Yellow, sehingga jajanan tradisional yang dijual di pasar ini
layak dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pada penelitian ini
terdapat beberapa kelemahan yaitu penelitian hanya dilakukan pada satu pasar,
serta BPOM Sulawesi Tenggara yang secara intensif melakukan pengawasan
terhadap jajanan di Kota Kendari. Selain itu, penelitian yang dilakukan sebatas
menggunakan rapid test Kit secara kualitatif yang sensitiftasnya lebih rendah
dibanding dengan menggunakan uji kuantitatif dengan menggunakan metode
spektrofotometri. Sehingga dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap
jajanan tradisional yang dijual di pasar mandonga kota kendari negatif
mengandung zat pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow.
37
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi pewarna Rhodamin B dan Methanil
Yellow pada jajanan tradisional yang dijual di pasar Mandonga Kota kendari
didapatkan hasil negatif mengandung pewarna Rhodamin B dan Methanil
Yellow.sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari hasil identifikasi terhadap jajanan tradisional yang diduga mengandung
pewarna Rhodamin B yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari
khususnya jajanan tradisional yang berwarna merah dari 14 sampel tidak
ditemukan hasil yang positif, sehingga aman dari penggunaan pewarna
Rhodamin B.
2. Dari hasil identifikasi terhadap jajanan tradisional yang diduga mengandung
pewarna Methanil Yellow yang dijual di pasar Mandonga Kota Kendari
khususnya jajanan tradisional yang berwarna kuning dari 14 sampel tidak
ditemukan hasil yang positif, aman dari penggunaan pewarna Methanil
Yellow.
B. Saran
1. Diharapkan kepada institusi untuk mengembangkan hasil penelitian sebagai
bahan perbandingan untuk menelitian selanjutnya.
2. Disarankan bagi masyarakat agar tidak perlu khawatir dalam mengonsumsi
jajanan tradisional yang dijual di Pasar Mandonga Kota Kendari.
3. Disarankan kepada pedagang jajanan tradisional di Pasar Mandonga Kota
Kendari agar mempertahankan penggunakan bahan tambahan pangan yang
alami dalam pembuatan jajanan tradisoanal sehingga tetap aman untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar melakukan identifikasi terhadap
pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow di seluruh pasar tradisional
yang berada di Kota Kendari.
37
38
5. Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan melakukan identifikasi
terhadap pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow secara kuantitatif
dengan metode spektrofotometri.
39
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.,H. 2014. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: alfabeta.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : Dian
Rakyat.
Azizahwati, Kurniadi M, Hidayat H (2007). Analisis zat warna sintetik terlarang
untuk makanan yang beredar di pasaran. Majalah Ilmu Kefarmasian, 4(1).
BPOM.2014. Bahaya Keracunan Metanil Yellow pada Pangan.
http://ik.pom.go.id/artikel/Bahaya-Metanil-Yellow-pada Pangan3.pdf.
(diakses tanggal 28 desember 2018).
BPOM. 2014. Bahaya Rhodamin B Sebagai Pewarna Pangan. http://ik.pom.go.id/
artikel/Bahaya-Rhodamin-B-sebagai Pewarna-pada-Makanan.pdf. (diakses
tanggal 28 desember 2018).
Cahyadi, w. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: cetakan I. Bumi Aksara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Permenkes Nomor
239/Menkes/Per/V/1985. Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
sebagai Bahan Berbahaya . Jakarta.
Dinas Kesehatan Depok. (2009). Hasil Survey Makanan Jajanan Anak Sekolah di
60 SD Tahun 2009. http://m.depok.go.id/press. (diakses pada tanggal 25
mei 2018).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Permenkes Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988. Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
Dian Pertiwi, Saifuddin S, dan Ulfah N. 2013. Analisis Kandungan Zat Pewarna
Sintetik Rhodamin B Dan Methanyl Yellow pada Jajanan Anak di SDN
Kompleks Mangkura Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makasar.
FMIPA. 2017. Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible). http://www. kimia.fmipa.
unej.ac.id/?p=472. (diakses pada tanggal 8 januari 2018).
Hutami, erma. 2017. Pengertian Jajanan Tradisional. http//:
www.Ermbeer.blogspot.com/2017/04/pengertian-jajanan-tradisional.html.
(diakses pada tanggal 7 januari 2018).
40
Kementerian LHK. 2015. Pengujian Bahan Berbahaya dan Pangan Yang Diduga
Mengandung Bahan Berbahaya. http://sib3pop.menlhk.go.id/ articles/
view?slug=pengujian-pangan. (diakses pada tanggal 8 februari 2018).
Mawaddah, ighnatul. 2015. Analisis Keamanan Pangan Pada Produk Kerupuk
Mie Di Kabupaten Tegal. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Merck Index. 2006 . An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals.
Merck Co.Inc. USA
Mia. 2008.Aneka Jajanan Pasar. www.banjarmasinpost.co.id. (diakses pada
tanggal 7 januari 2018).
Mudjajanto, E.S,. 2006. Pewarna Makanan. Departemen gizi masyarakat dan
sumber daya keluarga. Fakultas pertanian, IPB. Bogor
Nollet, Leo, M. L. 2004. Handbook of Food Analysis. Second Edition, 1513,
1523-1529, Marcel Dekker, Ink., New York.
Notoatmojo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004,Keamanan Mutu dan Pangan, Pasal
1,ayat(1)
Riani, D.2007. Jajanan Anak Sekolah, Buletin Keamanan Pangan BPOM RI, B.,
12 (6)
Silaen, febria. 2015. Jajanan tradisional yang tetap digemari.
https://beritagar.id/artikel/kuliner/jajanan-tradisional-yang-tetap-digemari.
diakses tanggal 23 januari 2017
Tajnur, ramadhan. 2006. Profil Kendari Sulawesi Tenggara.
http://www.duniaberita01.id. Diakses pada tanggal 21 mei 2018
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan Methanyl Yelow dalam Minuman
Jajanan Anak SD di KecamatanLaweyan Kotamadya Surakarta dengan
Metode Kromatografi Lapis Tips. Fakultas farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Wirasto. 2008. Analisis rhodamin b dan metanil yellow dalam minuman anak SD
Di Kecamatan Laweyan Kota Madya Surakarta Dengan Metode
41
Kromatografi Lapis Tipis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya diBalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta
Zuraida, Oktadoni Saputra, Zamahsjari Sahli, dan Ayu Aprilia. 2017. Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pedagang Jajanan Anak Sekolah Dasar
terhadap Penggunaan Pewarna Metanil Yellow diKecamatan Sukarame
Bandar Lampung Tahun 2015. JagromedUnila, 4 (1).
42
LAMPIRAN
43
44
45
46
47
LAMPIRAN
1. Sampel
NO Nama Penjual Dan Jenis
Sampel
Gambar
1. Penjual A
Sampel : bolu kukus, bolu
gulung
2. Penjual B
Sampel : kue lapis, kue lapis
gulung
3. Penjual C
Sampel : kue pawa
4. Penjual D
Sampel : kue lapis, kue bolu
48
5. Penjual E
Sampel : kue lapis, kue lapis
gulung, bolu kukus,
kue lumpur
6. Penjual F
Sampel : kue lapis
7. Penjual G
Sampel : bolu gulung, kue ku
49
2. Pemeriksaan
No Proses Penelitian Gambar
1. Proses penimbangan sampel
2. Mengukur volume aquades
3. Sampel dilarutkan kedalam aquades
4. Sampel disentrifus
50
5. Memipet sampel kedalam tabung reaksi
6. Meneteskan reagen tes Kit Rhodamin B
dan Methanil Yellow
51
3. Hasil penelitian
Nama Penjual Dan
Jenis Sampel
Uji Rhodamin B Uji Methanil Yellow
Penjual A
Sampel : bolu kukus,
bolu gulung
Penjual B
Sampel : kue lapis,
kue lapis
gulung
Penjual C
Sampel : kue pawa
Penjual D
Sampel : kue lapis, kue
bolu
Penjual E
Sampel : kue lapis, kue
lapis gulung,
bolu kukus,
kue lumpur
52
Penjual F
Sampel : kue lapis
Penjual G
Sampel : bolu gulung,
kue ku
53
54
55