kementerian desa, pembangunan daerah …...investigasi pejabat fungsional auditor (pfa) atau pegawai...
TRANSCRIPT
- 1 -
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 86 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN AUDIT INVESTIGASI
INSPEKTUR JENDERAL
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, perlu menetapkan Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Pedoman Audit Investigasi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 387) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 127); 3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 463);
- 3 -
LAMPIRAN KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
NOMOR 86 TAHUN 2017 TENTANG
PEDOMAN AUDIT INVESTIGASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
Sebagai pengguna anggaran, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi seperti halnya Kementerian lainnya dalam Kabinet Kerja, mendapat kepercayaan untuk pembelanjaan sejumlah
anggaran sebagaimana ditetapkan dalam Undan-Undang APBN setiap tahun. Anggaran tersebut termasuk penerimaan Negara berupa pajak
maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terkait dengan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik harus dikelola dan dapat
dipertanggungjawabkan tepat pada waktunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila ada indikasi tindak pidana korupsi, penyimpangan dan penyalangunaan wewenang unit kerja dan pegawai di
lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, maka dengan petunjuk Menteri akan ditugaskan kepada
Inspektorat Jenderal melakukan audit investigasi. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut secara optimal, dipandang perlu adanya
Pedoman Audit Investigasi. Dasar hukum penyusunan pedoman audit investigasi adalah: 1. Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP); 3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 06 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
B. RUANG LINGKUP
Pedoman ini mengatur tentang tata cara persiapan, pelaksanaan dan pelaporan audit investigasi atas indikasi tindak pidana korupsi, penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang unit kerja dan pegawai di
lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan pegawai lainnya. Pedoman ini mencakup perencanaan
audit, pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit, dan tindak lanjut.
- 4 -
C. MAKSUD DAN TUJUAN Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi Tim Audit
Investigasi Pejabat Fungsional Auditor (PFA) atau pegawai lainnya yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas audit pada Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
dalam merencanakan, melaksanakan melaporkan, mengendalikan, dan memantau tindak lanjut penugasan audit investigasi.
Tujuan dari pedoman ini adalah tercapainya output audit investigasi yang berkualitas dan memberikan nilai tambah (value added) bagi pihak-
pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan masalah,
kasus, dan/atau perkara.
D. PENGERTIAN
1. Audit adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti yang dilakukan oleh pihak kompeten dan independen pada suatu entitas tertentu
dengan maksud untuk melaporkan kesesuaian kondisi dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
2. Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau perekonomian Negara untuk memperoleh
simpulan yang mendukung tindakan litigasi dan / atau tindakan korektif manajemen.
3. Auditor adalah Auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
4. Current Issue adalah permasalahan terkini yang sedang menjadi sorotan publik sehingga memerlukan penanganan segera.
5. Evaluasi Bukti adalah kegiatan Auditor dalam mempelajari, memeriksa,
menguji, menelaah, dan menginterpretasikan bukti untuk menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis serta sebagai landasan perlu
tidaknya mengembangkan bukti lebih lanjut. 6. Hipotesis adalah suatu praduga yang dirumuskan serta diterima untuk
sementara yang dapat menerangkan fakta – fakta atau pun kondisi – kondisi yang diduga mengandung penyimpangan atau hambatan kelancaran pembangunan dan digunakan sebagai petunjuk untuk
menentukan langkah – langkah audit investigasi selanjutnya. 7. Kasus adalah adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan
keuangan Negara / daerah yang dapat menghambat kegiatan pemerintahan / pembangunan dan dapat menimbulkan kerugian
keuangan Negara. 8. Kerugian Keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara
yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum,
penyalahgunaan wewenang / kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang, dan /
atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure).
9. Kesalahan material adalah kesalahan penyajian dalam laporan yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan.
10. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan
kewajibannya yang timbul karena : 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
- 5 -
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
BUMN/ BUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. 11. Laporan/Pengaduan Masyarakat adalah informasi tertulis dari
masyarakat mengenai dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan
kegiatan pada suatu Pimpinan Satker/Atasan Langsung Terkait. 12. Masalah adalah adanya perbedaan (gap) antara kondisi yang
diharapkan sesuai kriteria yang ditetapkan dengan kenyataan dalam pengelolaan keuangan Negara / daerah yang dapat menghambat
kegiatan pemerintahan / pembangunan. 13. Obyek Penugasan adalah Pimpinan Satker/Atasan Langsung Terkait
atau bagian Pimpinan Satker/Atasan Langsung Terkait yang dilakukan
audit, evaluasi dan pengkajian berdasarkan penugasan keinvestigasian. 14. Pembatasan akses adalah suatu kondisi yang mengakibatkan auditor
tidak dapat melaksanakan prosedur dan langkah – langkah kerja untuk memperoleh informasi yang cukup guna mengambil simpulan.
15. Pemberian Keterangan Ahli adalah memberikan pendapat berdasarkan keahlian profesi Auditor dalam suatu kasus yang menurut Penyidik telah memenuhi unsur – unsur Tindak Pidana Korupsi dan / atau
Perdata untuk membuat terang suatu peristiwa bagi Penyidik dan / atau Hakim.
- 6 -
BAB II
PERENCANAAN AUDIT
A. PRAPERENCANAAN AUDIT INVESTIGASI Praperencanaan merupakan tahap awal proses penugasan yang
dilakukan Inspektorat Jenderal untuk menentukan atau tidak melakukan
audit investigasi. Audit investigasi merupakan respon terhadap informasi awal, dapat
berupa: 1. Pengaduan masyarakat
2. Rekomendasi temuan pemeriksaan/ audit operasional/audit kinerja 3. Informasi dari media massa 4. Permintaan dari menteri untuk melakukan audit investigasi.
Informasi awal tersebut perlu dibahas/ ditelaah terlebih dahulu dan/ atau di analisis agar permasalahannya dianggap layak untuk di
tindaklanjuti yang selanjutnya dilakukan audit investigasi. Pembahasan/telaah diarahkan pada permasalahan yang akan diaudit
investigasi melalui: 1. Analisis terhadap data yang tersedia.
Sebelum dilakukan audit investigasi perlu dilakukan analisis terhadap
status/kecukupan data. 2. Pembuatan Hipotesa
Hipotesa adalah suatu skenario kasar yang dibuat dari data yang diperoleh. Membuat bentuk-bentuk dugaan tindakan melawan hukum
yang terjadi, bagaimana modus operandinya dan perkiraan-perkiraan apa saja yang terkait.
3. Pengujian Hipotesa
Menguji hipotesis adalah membuat skenario “bagaimana jika”. 4. Penyempurnaan dan penyesuaian atas hipotesa
Jika ditemukan fakta yang tidak bersesuaian dengan simpulan yang diperkirakan, maka skenario harus direvisi dan dilakukan pengujian
ulang. Dalam suatu kasus jika ternyata fakta yang diperoleh tidak sesuai dengan skenario awal berarti tidak dapat dibuktikan telah terjadi tindak pidana kecurangan atau korupsi.
Penelaahan difokuskan pada analisa terhadap status data sebagai
berikut : a. Identifikasi masalah sumber informasi awal apakah dari pengaduan
masyarakat, rekomendasi temuan pemeriksaan/ audit operasional/audit kinerja atau audit lainnya, infromasi dari media massa, atau permintaan dari menteri untuk melakukan audit
investigasi. Informasi yang diterima dari berbagai pihak akan dinilai dan ditelaah mengenai cukup tidaknya alasan untuk dilakukan audit
investigasi. b. Mengumpulkan data dan menyusun bukti-bukti suatu kegiatan yang
berindikasikan kecurangan (korupsi). c. Mengkaji pemahaman kebijakan, prosedur, praktek manajemen,
administrasi dan organisasi.
Informasi awal yang dapat ditindaklanjuti dengan audit investigasi
adalah yang berindikasi dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara, dan/ atau menghambat pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan,
dan/ atau menimbulkan pembayaran yang tidak seharusnya dibebankan kepada Negara.
- 7 -
Hasil telaah atas informasi awal yang memenuhi kriteria untuk
ditindaklanjuti dengan audit investigasi, dipaparkan/ekspose secara internal dengan menghadirkan Inspektur Jenderal, Inspektur, dan
perwakilan auditor yang ditunjuk oleh Inspektur Jenderal terutama Tim yang melaksanakan audit operasional jika informasi awal bersumber dari hasil audit operasional.
Apabila dipandang perlu, Biro Hukum dan Ortala dan Biro Humas dan Kerjasama dapat diikutsertakan dalam ekspose internal.
Tujuan ekspose internal adalah untuk meyakini layak tidaknya dugaan penyimpangan yang diinformasikan dalam informasi awal untuk dapat
dikembangkan atau ditindaklanjuti dengan penugasan audit investigasi. Hasil ekspose harus dituangkan dalam Notulen / Risalah Ekspose dan
ditandatangani oleh peserta ekspose.
Berdasarkan hasil ekspose Internal, Inspektur Jenderal melakukan ekspose eksternal dengan pimpinan satker/atasan langsung yang
berwenang melakukan tindak lanjut. Inspektur Jenderal melakukan konsultasi hasil ekspose internal
kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sebelum dibahas dengan pihak eksternal.
Peserta ekspose eksternal adalah Inspektur Jenderal, Inspektur,
Auditor yang ditunjuk /diundang dan pimpinan satker/atasan langsung terkait. Apabila dipandang perlu, Biro Hukum dan Ortala dan Biro Humas
dan Kerjasama dapat diikutsertakan. Hasil ekspose eksternal dituangkan dalam Risalah Hasil Ekspose yang
ditandatangani oleh Inspektur Jenderal dan pejabat yang mewakili obyek pemeriksaan.
Apabila pejabat yang mewakili objek pemeriksaan tidak sepakat dengan
materi penugasan audit investigasi, Risalah Hasil Ekspose memuat alasan ketidaksepakatan tersebut. Selanjutnya, permasalahan tersebut dibahas
antar pimpinan pada tingkat yang lebih tinggi dan dituangkan dalam Risalah Pembahasan Antar Pimpinan.
B. PERENCANAAN AUDIT INVESTIGASI
1. PROGRAM KERJA AUDIT
a. Dalam setiap penugasan bidang investigasi, auditor harus menyusun rencana kerja audit.
b. Dalam membuat rencana, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya.
c. Hal-hal yang harus dilakukan auditor dalam perencanaan audit: - Mengembangkan hipotesis untuk mengarahkan proses pembuktian
suatu penyimpangan
- Mengidentifikasi pendekatan, prosedur, dan teknik audit yang akan digunakan untuk menguji hipotesis
- Merumuskan prosedur dan langkah kerja akan dilakukan - Mengidentifikasi resiko dan merencanakan mitigasi resiko
penugasan - Mendokumentasikan seluruh proses perencanaan
d. Audit investigasi bersifat unik sehingga perencanaan untuk masing-
masing penugasan harus disusun dan dikembangkan sesuai jenis penugasan dan membutuhkan pertimbangan profesional, yaitu:
mengidentifikasi tujuan dari penugasan; memperoleh pemahaman yang cukup atas kondisi penugasan dan kejadian- kejadian yang
menunjang penugasan; memperoleh pemahaman yang cukup atas hal-hal yang berkaitan dengan penugasan yang dilaksanakan (sebagai contoh, proses peradilan, hukum, peraturan, kontrak,
- 8 -
ataupun kebijakan yang berhubungan dengan penugasan);
mengidentifikasi adanya pembatasan ruang lingkup penugasan akibat penolakan akses ataupun tidak dapat diperolehnya informasi;
mengevaluasi sumber daya yang dibutuhkan, dan mengidentifikasi tim penugasan yang sesuai.
e. Apabila diperlukan, audit investigasi dapat menggunakan tenaga ahli
lain yang berkompeten di bidang tertentu. f. Setiap penugasan audit investigasi harus dinyatakan dalam Surat
Tugas sebagaimana yang berlaku di Inspektorat Jenderal. g. Setiap penugasan audit investigasi harus diselesaikan tepat waktu.
h. Setiap perpanjangan waktu pelaksanaan audit harus didasarkan pada alasan yang dapat diterima dan waktu perpanjangan dapat diberikan sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi tersebut dituangkan
dalam laporan kemajuan penugasan (progress report). i. Surat Tugas audit investigasi harus mencantumkan sasaran audit
investigasi yang akan dilakukan.
2. PENUGASAN AUDIT a. Tim audit terdiri dari ketua dan anggota yang sudah memiliki
sertifikasi keahlian dan/atau sesuai dengan penugasan. Tim audit
dapat menyertakan Tenaga Ahli sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan.
b. Surat Tugas (ST) dapat ditandatangani Menteri dan/atau Inspektur Jenderal.
Jangka waktu pelaksanaan audit disesuaikan dengan bobot permasalahan dan jangkauan wilayahnya. dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan.
Aspek waktu dalam pelaksanaan audit investigasi merupakan aspek strategis yang tidak dapat terpisahkan dengan aspek- aspek strategis
lainnya dan sangat menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan organisasi setiap unit pengawasan intern. Waktu yang harus
diperhatikan mencakup kapan suatu audit dimulai, berapa lama waktu dibutuhkan dan kapan Laporan Hasil Audit akan diterbitkan.
Penentuan jangka waktu pelaksanaan audit memperhatikan hal-hal
sebagai berikut: a. Ketercukupan anggaran biaya yang tersedia, yaitu meliputi biaya
perjalanan dinas (biaya makan, penginapan, transport dan biaya- biaya lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan pengelolaan anggaran yang berlaku. b. Tingkat kesulitan dalam metode pengumpulan data/informasi dalam
pelaksanaan audit, yaitu waktu yang dibutuhkan berkaitan dengan
metode- metode yang diterapkan dalam pelaksanaan audit. Setiap metode yang diterapkan menentukan panjang atau pendeknya waktu
audit, semakin teliti atau semakin detail suatu metode akan memerlukan waktu yang semakin panjang dan semakin menentukan
kualitas hasil audit, selain tingkat kualitas serta kompetensi auditor yang melaksanakan audit.
- 9 -
BAB III
PELAKSANAAN AUDIT
A. KERTAS KERJA AUDIT Seluruh proses kegiatan pelaksanaan audit harus dituangkan dalam
kertas kerja audit sesuai dengan jenis penugasannya. Kertas kerja audit
harus memuat atau mempunyai referensi untuk semua informasi yang digunakan, di antaranya dokumen informasi awal (surat pengaduan,
laporan hasil audit operasional atau laporan hasil audit kinerja atau laporan hasil lainnya yang akan ditindaklanjuti dengan audit Investigasi,
informasi dari media masa, surat permintaan menteri untuk melakukan audit Investigasi), serta informasi yang berkaitan dengan pembuktian dugaan adanya kecurangan/penyalahgunaan wewenang/tindak pidana
korupsi. Dalam hal pengelolaan kertas kerja audit, maka ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yaitu : 1. Kertas kerja audit harus memuat ikhtisar yang mendukung
substansi materi dan angka-angka yang ada dalam laporan audit. Kertas kerja audit dikelompokkan dalam top schedule, lead schedule, dan supporting schedule.
2. Auditor harus mendokumentasikan setiap hasil pengamatan, pertimbangan atau kesimpulan akhir dalam kertas kerja, termasuk
pertimbangan profesional atas hal tersebut. Hal yang penting adalah dokumen atau kertas kerja harus relevan dengan temuan, pendapat
dan simpulan akhir. 3. Setiap kertas kerja harus dilakukan reviu secara berjenjang untuk
memastikan bahwa kertas kerja telah disusun dan memuat semua materi yang berkaitan dengan pelaksanaan program audit.
4. Kertas kerja harus disusun secara rapi dan teratur termasuk
mencatat setiap referensi yang berkaitan dengan langkah kerja dan bukti-bukti yang diperoleh dalam penugasan bidang investigasi.
5. Setiap auditors’ copies yang mempunyai nilai signifikan harus dilegalisasi dan dicatat sumbernya serta dapat diidentifikasi tempat
dan pihak yang bertanggung jawab menyimpan/menguasai dokumen aslinya.
6. Inspektur/Inspektorat Jenderal menetapkan prosedur yang layak
untuk menjaga keamanan kertas kerja dan menyimpan dalam periode waktu yang cukup sesuai dengan kebutuhan penugasan dan
memenuhi ketentuan kearsipan serta dapat memenuhi persyaratan pada saat dilakukan reviu sejawat.
7. Dalam hal pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan penugasan audit investigasi memerlukan kertas kerja audit, maka kertas kerja tersebut dapat diberikan setelah
mendapatkan izin tertulis dari Inspektur Jenderal. 8. Inspektorat Jenderal harus mendokumentasikan seluruh riwayat
penugasan mulai dari surat permintaan sampai terbit laporan dan surat-menyurat yang ada setelah terbitnya laporan.
B. PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI
Pelaksanaan Audit Investigasi dilakukan secara profesional sesuai
dengan penugasan, fokus audit dan waktu audit yang telah ditentukan, maka dalam melaksanakan audit, Auditor harus mengumpulkan bukti
yang cukup, kompeten, dan relevan. 1. Bukti audit disebut cukup jika jumlah bukti yang dikumpulkan
sudah dapat dijadikan sebagai dasar untuk penarikan suatu
- 10 -
kesimpulan audit. Untuk menentukan kecukupan bukti audit,
auditor harus menerapkan pertimbangan keahliannya secara profesional dan objektif. Dalam audit Investigasi, jumlah bukti audit
yang dikumpulkan tidak dapat menggunakan metode sampling, melainkan harus terhadap keseluruhan populasi.
2. Bukti audit disebut kompeten jika bukti tersebut sah dan dapat
diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Bukti yang sah adalah bukti yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan
perundang-undangan. Bukti yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri.
3. Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan audit.
4. Bukti audit dikumpulkan dengan menggunakan prosedur, teknik, dan metodologi audit yang memadai termasuk teknik pengumpulan
dan evaluasi bukti berupa dokumen elektronik (apabila diperlukan). 5. Inspektur/Inspektur Jenderal tidak dapat menerbitkan laporan hasil
penugasan audit investigasi apabila dalam penugasan tersebut tidak diperoleh bukti-bukti yang cukup, kompeten, dan relevan yang dapat memberikan keyakinan yang memadai serta menjadi dasar untuk
semua pertimbangan dan simpulan hasil penugasan audit investigasi.
6. Auditor menetapkan suatu sistem pengendalian dan prosedur intern untuk mengamankan kerahasiaan, integritas, dan keterjagaan semua
bukti yang menjadi miliknya atau yang disusunnya selama dalam penugasan audit investigasi.
7. Dalam audit Investigasi, pengumpulan dan evaluasi bukti
dimaksudkan untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit Investigasi, dengan pedoman sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan:
1) fakta-fakta dan proses kejadian; 2) sebab dan dampak penyimpangan; 3) pihak-pihak yang terkait (terlibat atas penyimpangan dan
dampaknya). b. Pengumpulan dan evaluasi bukti ditujukan untuk menghindari
risiko dari kemungkinan salah, bias, tidak dapat diyakini, dan atau tidak lengkapnya bukti-bukti yang diperlukan.
c. Dalam pengumpulan bukti, Auditor harus: 1) mengkaji waktu yang dibutuhkan, metodologi, prosedur, dan
teknik yang digunakan;
2) mengantisipasi untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan fakta mengenai motivasi yang
melatarbelakangi permasalahan (intent), penyembunyian (concealment), pengonversian (convertion);
3) memaksimalkan sumber-sumber bukti, termasuk dengan melakukan koordinasi dengan instansi yang memberikan
mandat penugasan baik Pimpinan/Atasan Pimpinan Objek Audit;
d. Melakukan permintaan bukti secara tertulis kepada pihak yang
berkompeten mengeluarkan atau menguasai bukti- bukti tersebut dengan memperhatikan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
- 11 -
Dalam hal Objek Audit yang mempunyai kewajiban menyediakan
bukti-bukti setelah diminta secara tertulis oleh tim yang bertugas tidak segera memenuhi bukti-bukti yang diminta, maka ketua tim
yang bertugas membuat surat permintaan kedua yang ditujukan kepada pejabat yang berwenang dan tembusan kepada Pimpinan Satuan Kerja dengan menyebutkan batas waktu untuk memenuhi
permintaan bukti-bukti tersebut. Batas waktu yang dimaksud di atas maksimum 2 (dua) minggu
atau selama waktu tertentu sesuai pertimbangan tim yang ditugaskan. Dalam hal setelah permintaan kedua dan dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan permintaan bukti-bukti tersebut belum dipenuhi, maka pimpinan unit kerja dapat menghentikan sementara audit Investigasi dengan surat yang ditujukan kepada pimpinan Objek
Audit. a. Setiap bukti yang diterima dibuatkan daftarnya dan dicatat
berdasarkan sumber informasi yang mengeluarkan bukti-bukti tersebut.
b. Auditor menjaga kesinambungan penguasaan (chain of custody) bukti dan mengembangkan serangkaian pengawasan atas sumber, kepemilikan, dan penyimpanan semua bukti yang berkaitan dengan
penugasan. 8. Dalam mengevaluasi bukti, Auditor harus:
a. menguji atau mengevaluasi seluruh bukti yang dikumpulkan dengan memperhatikan urutan proses kejadian (sequences) dan
kerangka waktu kejadian (time frame) yang dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi pengungkapan fakta
dan proses kejadian; b. menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan selama pekerjaan audit;
c. menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis; mengidentifikasi, mengkaji, dan membandingkan semua bukti yang relevan dan pengutamaan hakikat daripada bentuk (substance over
form), serta mengembangkan dan menguji hipotesis dengan maksud untuk mengevaluasi permasalahan selama dalam penugasan.
9. Dalam mengevaluasi bukti, Auditor harus: a. menguji atau mengevaluasi seluruh bukti yang dikumpulkan
dengan memperhatikan urutan proses kejadian (sequences) dan kerangka waktu kejadian (time frame) yang dijabarkan dalam bentuk
bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi pengungkapan fakta dan proses kejadian;
b. menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan selama pekerjaan audit; c. menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis; d. mengidentifikasi, mengkaji, dan membandingkan semua bukti yang
relevan dan pengutamaan hakikat daripada bentuk (substance over form), serta mengembangkan dan menguji hipotesis dengan maksud
untuk mengevaluasi permasalahan selama dalam penugasan.
Dalam melakukan pengumpulan dan evaluasi bukti, auditor harus melakukan klarifikasi dan konfirmasi yang memadai kepada pihak-
pihak terkait untuk memastikan kecukupan, relevansi, dan kompetensi bukti. Hasil klarifikasi dituangkan dalam Berita Acara Klarifikasi dan ditandatangani oleh auditor yang meminta klarifikasi
dan pihak yang diklarifikasi. Permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait sekaligus sebagai permintaan tanggapan kepada
yang bersangkutan atas fakta-fakta yang diperoleh auditor berdasarkan bukti lain. Apabila tanggapan dari pihak yang
- 12 -
diklarifikasi bertentangan dengan bukti yang lain, auditor harus
melakukan evaluasi kembali tanggapan tersebut secara seimbang dan objektif.
10. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan melakukan evaluasi terhadap bukti- bukti yang diperoleh, Auditor mengidentifikasi jenis penyimpangan, fakta dan proses kejadian, kriteria yang seharusnya
dipatuhi, penyebab dan dampak yang ditimbulkan, serta pihak-pihak yang terkait.
11. Dalam hal pengumpulan dan evaluasi bukti memerlukan bantuan teknis yang dimiliki ahli lain, maka dapat menggunakan tenaga ahli
sesuai dengan kebutuhan penugasan audit investigasi. 12. Dalam hal tenaga ahli digunakan untuk penugasan audit investigasi,
maka harus ada pemahaman dan komunikasi yang cukup antara
Auditor dengan tenaga ahli tersebut untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan salah menafsirkan hasil
pekerjaan dan/atau informasi dari tenaga ahli tersebut. 13. Dalam hal diperlukan pengumpulan dan evaluasi bukti berupa
dokumen elektronik, auditor harus memperhatikan prinsip dasar prosedur pengumpulan bukti dokumen elektronik, yaitu: a. tidak boleh melakukan kegiatan apapun yang menyebabkan
terjadinya perubahan data baik pada komputer atau media penyimpanan
b. pada kondisi ketika seseorang merasa perlu untuk melakukan akses ke data asli, harus dipastikan dilakukan oleh orang yang ahli
dan kompeten serta dapat memberikan penjelasan yang cukup terhadap tindakan yang dilakukannya serta penjelasan mengapa hal tersebut dilakukan
c. harus dilakukan jejak audit (audit trail) yang bisa menggambarkan bahwa proses kesinambungan penguasaan (chain of custody) dapat
dipertanggungjawabkan bahkan jika menggunakan alat bantu lain d. auditor harus memiliki tanggung jawab untuk memastikan tidak
ada pelanggaran hukum atau aturan lain yang terjadi 14. Pada setiap tahap audit, pekerjaan auditor harus disupervisi secara
memadai untuk memastikan tercapainya sasaran dan terjaminnya kualitas audit. Pengendalian penugasan melalui reviu berjenjang, review meeting, dan pembahasan intern perlu dilakukan guna
menjamin kualitas audit, mempercepat proses penugasan, dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang timbul selama
penugasan melalui reviu meeting dan pembahasan intern yang dituangkan dalam dalam risalah rapat, dengan memperhatikan reviu
meeting dan pembahasan intern tersebut diatas, penanganan selanjutnya sebagai berikut: (1). Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan masih
memerlukan prosedur audit dan/atau bukti-bukti pendukung tambahan maka auditor wajib melaksanakan prosedur audit dan/atau
melengkapi bukti-bukti pendukung tambahan dimaksud. (2). Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan telah
cukup/memadai, maka auditor melanjutkan proses selanjutnya. 15. Dalam hal terdapat penolakan audit oleh Pimpinan Objek Audit atau
bagian dari Objek Audit, maka tim audit harus memperoleh bukti
tertulis penolakan tersebut 16. Dalam hal Pimpinan Objek Audit atau bagian dari Objek Audit tidak
bersedia membuat penolakan secara tertulis, maka tim audit membuat Risalah Penolakan yang ditandatangani oleh Ketua Tim dan diketahui
oleh Pengendali Teknis serta melaporkannya kepada Atasan Langsung
- 13 -
Pimpinan Obyek Audit dengan tembusan kepada Inspektur/Inspektur
Jenderal. Inspektur melaporkan penolakan tersebut kepada Inspektur Jenderal.
17. Dalam hal hambatan tersebut dapat diatasi, audit dilanjutkan. Dalam hal hambatan tersebut tidak dapat diatasi, Inspektur Jenderal melaporkan kepada Menteri.
18. Pembahasan hasil audit dilakukan dengan pimpinan objek audit: a. Hasil pembahasan dituangkan dalam notisi / risalah pembahasan
yang bersifat memberitahu simpulan hasil audit dan tidak memerlukan persetujuan dari pimpinan / atasan pimpinan objek
audit. b. Hasil pembicaraan akhir dengan pimpinan/atasan pimpinan objek
audit dituangkan dalam Risalah Pembicaraan Akhir yang
ditandatangani oleh Inspektur atau auditor yang ditunjuk dan pimpinan/atasan objek audit, yang memuat kesanggupan pihak
pimpinan/atasan pimpinan objek audit untuk melaksanakan tindak lanjut.
c. Dalam hal pimpinan / atasan pimpinan objek audit tidak setuju dengan simpulan hasil penugasan audit investigasi lanjutan, Risalah Pembiaraan Akhir memuat alasan dari pimpinan/atasan
pimpinan objek audit mengenai ketidaksetujuannnya dengan simpulan hasil penugasan audit investigasi.
d. Jika pimpinan / atasan pimpinan objek audit menolak untuk menandatangani Risalah Pembicaraan Akhir, maka risalah cukup
ditandatangani tim yang ditugaskan dan diketahui oleh inspektur atau pejabat yang ditunjuk dengan menyebutkan alasan penolakan pimpinan / atasan pimpinan objek audit menandatangani risalah.
- 14 -
BAB IV
PELAPORAN HASIL AUDIT
A. ISI LAPORAN HASIL AUDIT Laporan hasil audit harus memuat informasi hasil audit secara singkat, jelas, lengkap dan informatif yang ditujukan kepada pihak pengguna
(stake holder). 1. Laporan hasil audit berisi simpulan hasil audit yang disampaikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan segera setelah penugasan berakhir dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Tujuan dan penggunaan laporan; b) Standar praktis audit investigasi yang berlaku; c) Kualitas, kuantitas dan keandalan informasi yang tersedia.
2. Laporan hasil audit harus menyajikan simpulan secara objektif dan tidak bias. Inspektorat Jenderal tidak dapat menerbitkan laporan
apabila masih terdapat prosedur yang masih belum dilaksanakan dan ketidakcukupan bukti-bukti yang diperoleh sehingga laporan
dapat menyesatkan. 3. Laporan hasil audit harus mengakomodasi semua informasi yang
relevan. Apabila terdapat keterbatasan lingkup penugasan, alasan
keterbatasann informasi yang berpengaruh potensial terhadap simpulan, serta berbagai kualifikasi yang lain, harus diungkapkan
dalam laporan. 4. Dalam pelaporan hasil audit investigasi berlaku ketentuan sebagai
berikut: a. LHAI disusun dalam bentuk bab apabila hasil audit investigasi
menjumpai adanya penyimpangan yang memerlukan tindak lanjut,
seperti kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi. b. Pihak-pihak yang terkait yang disajikan dalam LHAI hanya kode.
Identitas lengkap pihak-pihak yang terkait disampaikan dalam Daftar pihak-pihak yang terkait di dalam Surat Pengantar berkode
SR (Surat Rahasia) yang terpisah dari LHAI. c. Dalam hal sebelum berakhirnya audit atau sebelum LHAI terbit
terdapat tindak lanjut berupa pengembalian/penyetoran atas
kerugian keuangan Negara ke Kas Negara, maka informasi tindak lanjut tersebut harus diungkapkan dalam LHAI.
d. Laporan bentuk surat diterbitkan apabila hasil audit investigasi tidak menjumpai adanya penyimpangan.
5. Semua laporan hasil penugasan audit investigasi, harus dijaga secara aman dan dapat disimpan dalam bentuk soft copy.
6. Setiap pegawai dilarang memberikan laporan hasil audit investigasi
baik asli maupun dalam bentuk copy atau salinan atau dalam bentuk soft copy kepada pihak yang tidak berwenang.
7. Laporan Hasil Audit Investigasi ditandatangani oleh Inspektur Jenderal
8. Informasi dalam penugasan audit investigasi dan korespondensi terkait dengan audit investigasi bersifat rahasia, tim audit tidak
diperkenankan menyampaikan kepada pihak manapun tanpa ijin tertulis dari Inspetur/Inspektur Jenderal (Pemberi Perintah)
9. Hasil Audit Investigasi yang berasal dari pengaduan masyarakat
disampaikan sesuai ketentuan yng mengatur tentang kerahasiaan dan kewajiban institusi publik dalam hal menyampaikan informasi
10. Hasil audit investigasi yang menghasilkan temuan indikasi tindak pidana korupsi akan dikoordinasikan dengan instansi penyidik
setelah melalui ekspose internal.
- 15 -
B. SISTEMATIKA LAPORAN
Format LHAI bentuk bab sebagai berikut : Bab I Simpulan dan Rekomendasi
A. Simpulan B. Rekomendasi
Bab II Informasi Umum
A. Dasar Audit Investigasi B. Sasaran dan Ruang Lingkup Audit Investigasi (Pernyataan
Pemenuhan Norma/Standar) C. Prosedur Audit Investigasi
D. Hambatan dalam Audit Investigasi E. Informasi Awal:
1. Informasi mengenai organisasi objek audit
2. Informasi mengenai kasus yang diaudit Bab III Uraian Hasil Audit Investigasi
A. Dasar Hukum Objek Audit Investigasi B. Materi Temuan
1. Jenis Penyimpangan 2. Pengungkapan Fakta dan Proses Kejadian 3. Penyebab dan Dampak yang ditimbulkan
4. Pihak yang terkait 5. Bukti – bukti yang diperoleh
C. Hasil Pembahasan / Ekspose D. Pembicaraan dengan Pimpinan Objek Audit
Lampiran – lampiran: Lampiran 1 – Bagan Arus atau flow chart Proses Kejadian Lampiran 2 – Daftar Bukti-bukti yang diperoleh
Lampiran 3 – Risalah Pembahasan / Ekspose Lampiran 4 – dan seterusnya adalah lampiran-lampiran lain yang
Dipandang penting untuk disajikan.
- 17 -
LAPORAN TELAAHAN STAFF
A. DASAR PENUGASAN
Surat Perintah Melakukan Penelaahan dari Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No....................tanggal......................
B. MATERI YANG DITELAAH Penelaahan dilakukan atas informasi awal yang bersumber dari
.......................... no........ tanggal ........................ perihal .......................
C. HASIL PENELAAHAN
D. SIMPULAN
Sesuai dengan hasil penelaahan disimpulkan bahwa informasi awal ....................... dapat/ tidak dapat ditindaklanjuti dengan dilakukan Audit
Investigasi
Jakarta, ......................
Pengendali Teknis/Ketua Tim
....................................
KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
INSPEKTORAT JENDERAL Jl. TMP Kalibata Nomor 17 Jakarta Selatan Telp/Faks. (021) 7902435, 7973081
website http//www.kemendesa.go.id
Lampiran Contoh Telahaan Staff
- 18 -
FORMAT RISALAH EKSPOSE
A. INFORMASI AWAL
Materi Ekspose : ....................................................................
Pihak Yang Melakukan
Ekspose
: ....................................................................
Dilakukan pada hari / tanggal
: ....................................................................
Bertempat di : ....................................................................
Dipimpin oleh : ....................................................................
Dihadiri oleh : .................................................................... (Daftar Hadir Terlampir)
B. RESUME MATERI EKSPOSE
C. PEMBAHASAN PESERTA EKSPOSE
D. SIMPULAN EKSPOSE
Demikian risalah ekspose ini dibuat untuk dapat dipergunakan sesuai keperluan.
Mengetahui,
Inspektur Jenderal
.........................................
Dibuat Oleh,
..........................................
KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
INSPEKTORAT JENDERAL Jl. TMP Kalibata Nomor 17 Jakarta Selatan Telp/Faks. (021) 7902435, 7973081
website http//www.kemendesa.go.id
Lampiran Format Risalah Ekspose