kelompok 1

Upload: aprilini-fitrisia

Post on 15-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

LAPORAN MODUL 3 BLOK XXCedera Kepala

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2010KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah laporan dengan tema Kegawatdaruratan Mata ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. . Laporan ini secara garis besar berisikan tentang penjelasan mengenai kasus cedera kepala serta penjelasan mengenai batasan kompetensi dokter umum dalam menghadapi kasus-kasus tersebut.Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Nurul Hasanah, M.Kes selaku tutor kelompok I yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil pada modul 3 mengenai Cedera Kepala ini.

2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini.

3. Teman-teman kelompok I yang telah mencurahkan pikiran, tenaga dan waktunya sehingga diskusi sehingga dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi ini.

4. Teman-teman mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 2007 khususnya yang telah bersedia untuk berbagi bersama mengenai materi yang dibahas.Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

Hormat Kami,

PenyusunDAFTAR ISI

Kata Pengantar

2Daftar Isi

3

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

4

1.2 Tujuan Modul

4

Bab II Isi2.1 Terminologi

52.2 Identifikasi Masalah

52.3 Analisis Masalah

52.4 Strukturisasi

82.5 Learning Objective

82.6 Belajar Mandiri

92.7 Sintesis

9Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan

783.2 Saran

78Daftar Pustaka

79

22BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika kepala mengalami benturan yang keras atau trauma maka akan member efek pada organ didalamnya yaitu otak. Trauma pada otak dapat mengakibatkan pada aktifitas saraf.Dengan mengetahui etiologi serta penyulit-penyulit yang ada pada cedera kepala diharapkan seorang klinisi dapat mengetahui manajemen perawatan atau penatalaksanaan awal yang tepat sebelum memberikan rujukan perawatan untuk mencegah terjadinya penyulit-penyulit yang lebih berat yang mengakibatkan kematian1.2 Tujuan Modul

Tujuan modul ini dapat diarahkan dengan baik. Skenario yang digunakan juga tidak spesifik sehingga tidak bersifat diagnostik melainkan belajar dari kasus (Problem Based Learning). Diagnostik yang luas juga memudahkan dalam mendapat diagnosis diferensial dan menyingkirkannya.Dengan kasus awal berupa cedera kepala, skenario juga mengarahkan mahasiswa kepada penyulit-penyulit yang mungkin bisa terjadi yaitu adanya fraktur dan perdarahan pada otak serta batasan kompetensi dokter umum dalam menghadapi kasus-kasus tersebut.BAB II

ISI

Step 1

1. Pupil anisokor

: suatu kondisi dimana terjadi ketidaksinkronan antara kedua pupil. Biasanya pupil melebar ipsilateral di daerah yang terkena cedera.

2. Muntah proyektil: muntah tiba-tiba dengan kekuatan hebat, seperti menyembur. Biasa terjadi pada keadaan peningkatan tekanan intracranial.

3. Fraktur

: putusnya kontinuitas tulang karena berbagai sebab; trauma, tumor, atau kelainan penyusun tulangnya sendiri

4. CT-scan

: Computerized-Tomography Scan. Merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk melihat struktur jaringan keras

Step 2

1. Bagaimana mekanisme mutah proyektil, pupil anisokor dan kesadaran menurun pada Doni? Apa yang menyebabkannya? 2. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik Doni?

3. Apa interpretasi foto polos kepala?4. Mengapa dilakukan pemasangan IVFD dan O2?

5. Mengapa dilakukan CT-scan padahal sudah dilakukan pemeriksaan foto polos?

6. Apa diagnose sementara dan diagnose banding?

7. Bagaimana tatalaksanan umum pada kasus Doni?

Step 3

1. Saat Doni mengalami trauma, terjadi fraktur dan perdarahan di struktur kepala sehingga menyebabkan perubahan struktur di dalam kepala. Akan menyebabkan proses herniasi dari struktur otak sehingga akan terjadi penurunana kesadaran.

Selain itu juga, penekanan tersebut akan terjadi pada N III yang berjalan pada tepi lobus parietalis sehingga akan menyebabkan pupil anisokor (berdilatasi pada bagian cedera). Muntah pada Doni terjadi karena terdapat penekanan pada pusat muntah sehingga akan terjadi muntah proyektil.

2. Interpretasi pemeriksaan fisik pada Doni, adalah Doni mengalami Cedera Kepala Sedang (GCS 10). Sedangkan pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan TD normal, nadi menurun serta respiratory rate yang meningkat.

3. Interpretasi foto polos adalah terdapatnya fraktur garis di temporal.

4. Dilakukan pemasangan IVFD untuk mencegah terjadinya dehidrasi (rehidrasi) dalam kompensasinya untuk mengatasi perdarahan. Sedangkan O2 diberikan karena DOni tidak sadarkan diri serta respiratory rate yang meningkat.

5. Pemeriksaan CT-scan diperlukan karena termasuk dalam salah satu indikasi dalam melakukan CT-scan. Diantaranya:

a. GCS 13 tanpa adanya intoksikasi alcohol atau fraktur tulang tengkorak.b. GCS 14 dengan adanya fraktur tulang tengkorakc. Pupil yang berdilatasi unilateral pada keadaan AMSd. depressed skull fracturee. Defisit neurologik fokalf. pasien cedera kepala yang membutuhkan ventilasig. pasien cedera kepala yang membutuhkan anestesi general untuk operasi lainnya.6. Diagnosa pada Doni adalah cedera kepala sedang. Termasuk di dalamnya perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan intraserebral, kontusio serebri, komosio serebri ataupun fraktur basiis cranii/calvaria.7. Penatalaksanaan umum pada kasus diatas diantaranya:a) Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi. b) Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO295%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi c) Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. d) Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB e) Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB f) Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal g) Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat : h) Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri

i) Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah

j) Lakukan CT scan Step 4

Step 5

1. Mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesa, klasifikasi, manifestasi klinis, penegakan diagnose, diagnose banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosa dari Cedera Kepala.

2. Mampu mengetahui persiapan rujukan pasien cedera kepala serta alur rujukan

Step 6

Belajar mandiriStep 7CIDERA KEPALA

Definisi

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Anatomi kepala

1. Kulit Kepala (scalp)

Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica (aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan pericranium.2. Tengkorak OtakTerdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga bagian, yaitu :

a. Gubah tengkorak, terdiri dari:

1. Tulang dahi (os frontal)

2. Tulang ubun-ubun (os parietal)

3. Tulang kepala belakang (os occipital)

b. Dasar tengkorak, terdiri dari :

1. Tulang baji (os spheinoidale)

2. Tulang tapis (os ethmoidale)

c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os temporal) dan sebagian dari tulang dahi, tulang ubun-ubun, dan tulang baji. Fraktur tengkorak dianggap mempunyai kepentingan primer sebagai penanda dari tempat dan keparahan cidera.

Anatomi tengkorak

3. Selaput Otak (Meningen)

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil benturan atau getaran.

Terdiri dari tiga lapisan yaitu:

a. Lapisan Dura mater (selaput otak keras)

Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang tengkorak dan diantaranya terdapat ruangan yang disebut Epidural/Extradural space. Pembuluh arteri meningen media berjalan pada ruangan ini dan mempunyai peranan penting untuk terjadinya Epidural Hemorrhagi.

b. Lapisan Arachnoidea (selaput otak lunak)

Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura mater dan mengelilingi otak serta berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Ruangan diantara dura mater dan arachnoidea disebut subdural space. Pada ruangan ini berjalan pembuluh-pembuluh bridging vein yang menghubungkan system vena otak dan meningen. Gerakan kepala dapat membuat vena-vena ini trauma dan menimbulkan subdural hemorrhagi, karena vena-vena ini sangat luas.

c. Pia mater

Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arachnoidea dan pia mater disebut subarachnoidea. Cairan cerebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada ruangan ini.

4. Otak

Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Otak besar (cerebrum)

Bagian terluas dan terbesar dari otak. Bertanggung jawab atas berkembangnya inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah dua dari depan ke belakang. Belahan kanan otak mengendalikan otot dari sisi kiri tubuh dan belahan kiri otak mengendalikan otot dari sisi kanan tubuh. Lapisan luar otak besar disebut korteks serebri yang terdiri dari bahan-bahan sel interneuron yang berwarna kelabu (substantia grisea) dan lapisan cerebrum di bawah korteks disebut substantia alba (berwarna putih). Di sebelah dalam otak besar terdapat thalamus (menyampaikan rangsangan sensoris ke korteks serebri) dan hipotalamus (mengatur kebutuhan dasar tubuh, seperti suhu badan, tidur, pencernaan, dan pelepasan hormon).

b. Batang Otak (truncus cerebri)

Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan medulla spinalis, terdiri dari medulla oblongata, pons, dan otak tengah. Medula oblongata adalah pusat pengendali beberapa fungsi kehidupan seperti bernafas, tekanan darah, denyut jantung, dan menelan. Pons adalah berkas serat saraf yang menghubungkan cerebrum dengan cerebellum dan belahan kanan otak dengan belahan kiri otak, membantu mengendalikan gerak mata dan mengatur pernafasan. Otak tengah adalah kelompok saraf yang mengendalikan gerak involunter seperti ukuran pupil dan gerak mata. Semua saraf cranial kecuali saraf I (olfactorius) dan II (opicus) muncul dari batang otak.

c. Otak kecil (cerebellum)

Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang digerakkan, seperti berlari dan berjalan. Terdapat di bawah dan di belakang cerebrum dan mengkoordinasikan arus rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum. Mengatur gerak otot menurut kehendak, mengendalikan keseimbangan badan, dan mempertahankan sikap tubuh.

Etiologi

Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.

Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul. Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala

Epidemiologi

1. Distribusi cidera kepala

Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2 juta penduduk mengalami cidera kepala. Menurut penelitian Evans , distribusi kasus cidera kepala pada laki-laki dua kali lebih sering dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal

2. Determinan cidera kepala

Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas , yaitu faktor manusia, kenderaan, fasilitas jalan, dan lingkungan.

a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.

1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinya kecelakaan dengan kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah perilaku (mengebut, tidak disipilin/melanggar rambu), kecakapan mengemudi, dan gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih) saat mengemudi.

2. Faktor penunjang (jumlah penumpang dan barang yang berlebihan).

3. Faktor pemakai jalan, yakni pejalan kaki, pengendara sepeda, pedagang kaki lima dan peminta-minta serta tempat pemarkiran kenderaan yang tidak pada tempatnya sehingga keadaan jalan raya semakin kacau.

b. Faktor kenderaan.

Jalan raya penuh dengan berbagai kenderaan berupa kenderaan tidak bermotor dan kenderaan bermotor. Kondisi kenderaan yang tidak baik atau rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga menyebabkan kemacetan bahkan kecelakaan.

Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005.

c. Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang melintasinya, serta keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobanglobang dapat menjadi memacu terjadinya kecelakaan.

d. Faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa risiko kejadian kecelakaan yang lebih besar.

Klasifikasi

Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi

Klasifikasi cedera kepala:1

A. Berdasarkan mekanisme

1. Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

2. Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul.

B. Berdasarkan beratnya

1. Ringan (GCS 14-15)

2. Sedang (GCS 9-13)

3. Berat (GCS 3-8)

C. Berdasarkan morfologi

1. Fraktura tengkorak

a. Kalvaria

1. Linear atau stelata

2. Depressed atau nondepressed

3. Terbuka atau tertutup

b. Dasar tengkorak

1. Dengan atau tanpa kebocoran CNS

2. Dengan atau tanpa paresis N VII

2. Lesi intrakranial

a. Fokal

1. Hematoma Epidural

2. Hematoma Subdural

3. Intraserebral

b. Difusa

1. Komosio serebri2. Kontusio serebri3. Cedera aksonal difusa

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 14-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).

2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-13, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.

- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.

Pemeriksaaan Glasgow Coma Scale

Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.

Respon membuka mata (eye)

(4).Spontan dengan adanya kedipan(3).Dengan suara

(2).Dengan nyeri

(1).Tidak ada reaksi

Respon bicara (verbal)

(5). Orientasi baik

(4). Disorientasi (mengacau/bingung)

(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur

(2). Suara yang tidak berbentuk kata

(1). Tidak ada suara

Respon bicara (verbal) untuk anak-anak

(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek

(4). Menangis, tapi bisa diredakan

(3). Teriritasi secara menetap

(2). Gelisah, teragitasi

(1). Diam saja

Respon motorik (motor)

(6). Mengikuti perintah

(5). Melokalisir nyeri

(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang

(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)

(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)

(1). Tidak ada gerakan

Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)5

MEKANISMERudapaksa kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian - bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak.

lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan se-ring kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan.Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan - benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.PATOFISIOLOGIPatofisiologi trauma kepala terbagi menjadi 3 secara garis besar yaitu gangguan struktural gangguan neurokimia, dan sekunder.

Perubahan struktural

Perubahan struktural pada kasus trauma dapat dilihat dengan jelas pada MRI atau CT scan. Biasanya dapat terlihat adanya tanda fraktur baik linear maupun tipe depressed. Fragmen dari patahan tulang ini menyebabkan penekanan pada bagian kalvaria. Dengan ditemukannya fraktur maka kemungkinan adanya cedera intracranial menjadi lebih tinggi.

Baik efek langsung atau tidak coup/counter coup dapat menyebabkan cedera intracranial berupa perdarahan fokal. Perdarahan ekstraserebral dapat terjadi dengan laserasi pada a. meningea media yang menyebabkan epidural hematom. Pada kasus ini biasanya progresif. Perdarahan subdural juga bisa terjadi karena putusnya bridging vein dan arteri kortikal. Perdarahan ini dapat progresif atau berlangsung kronik. Perdarahan tersebut menyebabkan kerusakan jaringan otak lebih lanjut terutama dengan peningkatan tekanan intracranial.

Perubahan neurokimia

Setelah trauma otak mengalami peningkatan katekolamin yang menyebabkan toksik. Selain katekolamin juga terdapat 5-hidroksi acetic acid pada CSF yang meningkat, merupakan metabolit dari serotonin. Kedua memediasi terjadi inflamasi dan menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut.

Hipotensi dan hipoksia menyebabkan cidera sekunder. Keduanya menyebabkan penurunan darah dan nutrisi ke otak sehingga terjadi kerusakan saraf.Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh - pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Penelitian pada lebih dari 500 penderita trauma kepala menunjukkan bahwa hanya 18% penderita yang mengalami fraktur tengkorak.Fraktur tanpa kelainan neurologik, secara klinis tidak banyak berarti. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang - cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinorhea dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.Fraktur impresi dapat menyebabkan penurunan volume dalam tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan - kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek pada laserasio serebri.

Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak ke arah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum.Dari saraf - saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii.Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan.Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema.

Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga.Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan.Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf - saraf tersebut.Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma. Ini sering terjadi pada arteri karotis interna pada tempat masuknya di dasar tengkorak. Aneurisma arteri karotis interim ini suatu saat dapat pecah dan timbul fistula karotiko kavernosa. Aneurisma pasca traumatik ini bisa terdapat di semua arteri, dan potensial untuk nantinya menimbulkan perdarahan subaraknoid. Robekan langsung pembuluh darah akibat gaya geseran antar jaringan di otak sewaktu trauma akan menyebabkan perdarahan subaraknoid, maupun intra serebral.

Robekan pada vena-vena yang menyilang dari korteks ke sinus venosus (bridging veins) akan menyebabkan suatu subdural hematoma. Ada 3 macam yaitu yang akut - terjadi dalam 72 jam sesudah trauma; subakut dan kronik. Bentuk akut dapat juga disebabkan oleh robekan pembuluh darah di korteks. Hematoma subdural akibat robekan bridging veins disebut juga hematoma subdural yang simple, sedangkan yang dari pembuluh darah korteks disebut complicated. Hal ini sehubungan dengan ada (complicated) atau tidaknya (simple) kerusakan jaringan otak di bawah hematoma.Perdarahan epidural biasanya terjadi karena robekan arteri/vena meningea media atau cabang-cabangnya oleh fraktur linier tengkorak di daerah temporal. Kumpulan darah di antara duramater dan tulang ini akan membesar dan menekan jaringan otak ke sisi yang berlawanan, herniasi unkus dan akhirnya terjadi kerusakan batang otak. Keadaan ini terdapat pada 1 - 3% penderita trauma kapitis dan dapat berakibat fatal bila tidak mendapat pertolongan dalam 24 jam.Dalam perjalanan penyakit selanjutnya bila penderita tidak meninggal oleh lesi primer tersebut di atas, terjadi proses gangguan/kerusakan yang akan menimbulkan lesi sekunder. Proses ini selain disebabkan faktor - faktor intrakranial juga dipengaruhi oleh faktor faktor sistemik. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu tubuh menjadi 40 derajat Celcius selama 2 jam akan menambah edema sebesar 40% yang mungkin disebabkan oleh karena perubahan permeabilitas kapiler dan kenaikan metabolisme.

Akibat lain dari trauma kapitis adalah kenaikan tekanan intra kranial. Pada saat trauma, terdapat peningkatan tekanan pada sisi benturan dan penurunan tekanan pada sisi yang berlawanan. Kenaikan tekanan intrakranial yang terjadi beberapa waktu kemudian dapat oleh karena edema otak atau kenaikan volume darah otak. Bila timbulnya lebih lambat lagi (lebih dari 10 hari), ini mungkin disebabkan oleh adanya hematoma kronik atau gangguan sirkulasi cairan serebro spinal.Kenaikan tekanan intra kranial ini menyebabkan : Aliran darah ke otak menurun.

Brain shift maupun herniasi.

Perubahan metabolisme, yaitu terjadi asidosis metabolic yang selanjutnya memperberat edema.

Gangguan faal paru-para. Ini terjadi karena kerusakan pada batang otak sesudah trauma mengakibatkan terjadinya apnea atau takipnea. Hal ini menimbulkan edema paru-paru yang selanjutnya mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini menyebabkan hipoksia yang akan memperberat edema di otak maupun di paru-paru.

Dari hal-hal di atas terlihat bahwa gangguan intrakranial maupun sistemik sesudah trauma kapitis itu merupakan suatu lingkaran kejadian sebab akibat yang makin lama makin memperjelek keadaan penderita ("lingkaran setan").

Trauma TumpulTrauma terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya.

Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :

Tidak bermata tajam

Konsistensi keras / kenyal

Permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.

Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Luka Akibat Trauma TumpulVariasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.

2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni:

1. Abrasi

2. Laserasi

3. Kontusi/ruptur

4. Fraktur

5. Kompresi

6. Perdarahan

a. AbrasiAbrasi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.

b. Kontusio Superfisial.Adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.

Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.

Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

Kontusio pada organ dan jaringan dalam.Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

c. LaserasiSuatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.

d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.

e. FrakturFraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.f. KompresiKompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara.

g. PerdarahanPerdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang TerkenaKlasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah sebagai berikut :

1. Kulit

a. Luka Lecet

b. Luka Memar

c. Luka Robek

2. Kepala

a. Tengkorak

b. Jaringan Otak

3. Leher dan Tulang Belakang

4. Dada

a. Tulang

b. Organ dalam dada

5. Perut

a. Organ Parenchym

b. Organ berongga

6. Anggota Gerak

Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulitA. Luka Lecet (Abrasion)Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang.

Contohnya :

Benda kasar : terseret di jalan aspal

Tali tampar : gantung diri

Benda runcing : duri, kuku

Meninggalkan bekas : ban mobil

Ciri luka lecet :

1. Sebagian/seluruh epitel hilang

2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)

4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan

Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru

Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

B. Luka Memar (Contusion)Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah kebiruan.

Memperkirakan umur luka memar :

Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman

Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat

> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortemANTE MORTEM POST MORTEM

1. Coklat kemerahan

2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel

1. Tanda intravital (+)

2. Sembarang tempat1. Kekuningan

2. Epidermis terpisah sempurna dari dermis

3. Tanda intravital (-)

4. Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Luka Memar Lebam mayat 1. Di sembarang tempat

2. Pembengkakan (+)

3. Tanda Intravital (+)

4. Ditekan tidak menghilang

5. Diiris : tidak menghilang

1. Bagian tubuh yang terendah

2. Pembengkakan (-)

3. Tanda Intravital (-)

4. Ditekan Menghilang

5. Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih

C. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit yang mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan jaringan parut

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala1. Kulit

L. Lecet

L. Memar

L. Robek

2. Tengkorak

Fraktur Basis Cranii

Fraktur Calvaria

3. Otak

Contusio Cerebri

Laceratio Cerebri

Oedema Cerebri

Commotio Cerebri

4. Selaput Otak

Epidural Haemorrhage

Sub dural Haemorrhage

Sub arachnoid Haemorrhage

Fraktur CalvariaSifat Atap Tengkorak :

Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama

Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis

Bentuk Fraktur :

1. Fracture Linear

2. Fracture Compositum

3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture )

4. Ring Fracture

Fraktur Basis CraniiGejala :

Keluar darah dari hidung, mulut, telinga

Brill Haematoma

Sifat Basis Cranii :

Posisi kurang lebih mendatar

Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama

Tulangnya tipis dan mudah patah

Berlubang-lubang

Contusio CerebriHampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.

Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.

Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.

Laceratio Cerebri (Robek Otak)Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater) disertai robeknya Arachnoid.

Ada 2 macam :

1. Direct Laceration (Coup)

2. Countre Coup Laceration

Bagian yang mengalami kekerasan langsung dengan benda tumpul adalah Coup sedangkan yang berlawanan adalah Counter-Coup. Counter-Coup terjadi bila ada Oscilasi (getaran) otak yang membentur duramater dan ini terjadi bila kepala dalam keadaan bergerak atau bebas bergerak.

Mekanisme Terjadinya Countre-Coup :

Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.

Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak berlawanan dengan arah impact

Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang otak bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan tadi, sehingga otak membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan langsung.

Oedema CerebriTanda-tandanya :

Permukaan gyri menjadi lebih rata

Sulci menjadi lebih dangkal

Otak bertambah berat

Ventrikel-ventrikel mengecil

Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan Foramen Magnum pada Cerebellum bagian bawah

Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri vascularCommotio Cerebri (Gegar Otak)Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa dapat ditentukan kelainan anatomisnya pada otak. Gegar otak merupakan pengertian klinis dengan gejala :

1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit

2. Muntah

3. Amnesia

4. Pusing kepala

5. Tidak ada kelainan neurologi

Cedera Kepala pada Penutup OtakJaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Perdarahan Epidural (Hematoma)Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak

Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.

a. Meningica Media (tersering)

a. Meningica anterior

a. Meningica posterior (jarang)

Sinus Lateralis (jarang)

Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala kompresi otak. Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : PERIODE LATENT. Pada anak anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage.

Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval

Perdarahan Subdural (Hematoma)Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.

Mekanisme terjadinya :

1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid

2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan

3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama

4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica media

5. Jumlah perdarahan yang mematikan 60 gram

Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.

Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal.

Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural.

Perdarahan SubarakhnoidMerupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak.

Dapat diakibatkan karena :

1. Trauma

2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain:

1. Nontraumatik:

1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak

2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid

2. Traumatik:

1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoid

2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis

3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.

Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.HEMATOMA SUBDURAL

DEFINISI

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak. Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke ruang subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung, umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup. Efusi itu merupakan proses bertahap yang menyebabkan beberapa minggu setelah cedera, sakit kepala dan tanda-tanda fokal progresif yang menunjukkan lokasi gumpalan darah.

ETIOLOGI

Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:

Trauma kapitis

Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak - anak.

Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdura.

Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial.

Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.

PATOFISIOLOGI

Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat

Perdarahan sub dural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut.

Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik.

Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi. Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut.

Komplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yangdapat mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik.

Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala- gejala klinis yaitu:

1. Perdarahan akut

Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens.

2. Perdarahan sub akut

Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

3. Perdarahan kronik

Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.

Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.GEJALA KLINIS

1.Hematoma Subdural Akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

2. Hematoma Subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.

Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

3.Hematoma Subdural Kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.

KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.

Kerusakan Lobus Parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

Kerusakan Lobus TemporalisLobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

PENATALAKSANAAN

Pada kasus perdarahan yang kecil ( volume 30 cc ataupun kurang ) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuran. Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima untuk perdarahan sub dural kronik adalah burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi yang minimal. Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik pasca kraniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.

Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

INDIKASI OPERASI

Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

Adanya tanda herniasi/ lateralisasi

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.

Perawatan Pascabedah Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Setelah operasipun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh - pembuluh darah yang baru terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural.. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan.EPIDURAL HEMATOMEpidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulangtengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.

Tipe- tipe :

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri

2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

ETIOLOGIHematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

ANATOMI OTAKOtak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria.

b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba

3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.

PATOFISIOLOGIPada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

GAMBARAN KLINISGejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada