kelembagaan kemitraan hulu hilir untuk pasokan …

16
KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN AIR DAS CIDANAU, PROVINSI BANTEN ( ) Upstream and Downstream Institutional Partnership for Water Supply in Cidanau Watershed, Banten Province Nur Laila , Kukuh Murtilaksono & Bramasto Nugroho Direktorat Perencanaan dan Evaluasi PDAS, Ditjen BPDASPS, Kementerian Kehutanan, Gedung Manggala Wanabakti Blok 1 Lantai 13 Jakarta, Indonesia e-mail : [email protected] Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam, Fakultas Pertanian IPB Kampus IPB Darmaga Bogor, Indonesia Depatemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Kampus IPB Darmaga Bogor, Indonesia iterima 10 Maret 2014, direvisi 30 April 2014, disetujui 12 Mei 2014 Kemitraan hulu hilir DAS Cidanau telah dibangun sejak tahun 2005 dengan pendekatan pembayaran jasa lingkungan (PJL). yang terlibat adalah PT Krakatau Tirta Industri (KTI) sebagai pemanfaat air baku dari sungai Cidanau untuk tujuan komersil membayar kepada penyedia jasa lingkungan (komunitas petani hutan) di hulu DAS terhadap perannya melakukan konservasi lahan. Komunitas hutan harus mempertahankan tegakan pohon sesuai dengan jumlah dan masa kontrak yang disepakati keduanya. Kemitraan ini difasilitasi oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) yang anggotanya terdiri dari para pihak. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan kelembagaan kemitraan untuk pasokan air DAS Cidanau. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan analisis data secara umum mengacu pada analisis pengembangan institusi (IAD) yang dikembangkan oleh Ostrom (2008). Informan/responden ditentukan secara sengaja ( ) dan penentuan informan kunci dilakukan dengan teknik Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan masyarakat yang masuk dalam mekanisme PJL mayoritas adalah hak milik pribadi ( ), dengan mata pencaharian pada umumnya merupakan petani yang menjual hasil tanamannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada periode pertama kontrak (2005-2009) ada dua kelompok yang terputus kontrak dari empat kelompok tani yang menjalin kemitraan, yakni Kelompok Tani Karya Bersama dan Agung Lestari, sedangkan pada periode kedua (2010-2014) ada lima kelompok tani yang menjadi anggota PJL termasuk kelompok tani yang memperpanjang kontrak pada periode pertama yakni Karya Muda II. Untuk mewujudkan kelembagaan 1 2 3 1 2 3 D ABSTRACT Upstream and downstream institutional partnerships in Cidanau watershed had been built in 2005 using payment for environmental services (PES) approach. Among stakeholders, partners involved in the mechanism are Krakatau Tirta Industri (KTI) Company as a water beneficiary for commercial use and up-stream farmer groups as a service provider, and facilitated by a multi- stakeholder watershed forum namely Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC). The farmers were paid for their role in conserving land and maintaining of tree stand in accordance with number of trees and contract period which is agreed by both parties. The study aims to formulate partnership institution which is intended by both parties for the sustainability of Cidanau water supply. This is a qualitative research with a case study approach. Data analysis in general was referred to Institutional Analysis Development (IAD) which was developed by Ostrom (2008). This research applied purposive sampling and snowball sampling. The result of the research shows that majority of land ownership of the involved farmers is private property which is cultivated to meet their daily need. In the first period of contract (2005-2009) there were 4 farmer groups involved but 2 groups ceased to be the members of PES; and in the second period (2010- 2014) there were 5 PES groups signed the contract including extended groups. Improvement is necessary in order to achieve optimum benefit of Cidanau water supply and involving parties. Apart from the mechanism rule, institutionalization of FKDC needs to be improved and strengthened in manifesting partnership institution of Cidanau water supply. The necessary approach to prevent contract discontinuation in other village as has been experienced in Cibojong and Kadu Agung villages area) invidual approach for heterogenous types of farmer communities, b) establishment of village alternative financial institutions, c) possibiliy of thinning certain diameter of trees, d) assessment of the incentive to farmer groups as environmental service providers. Payment for environmental services, institution, partnership, Cidanau watershed, farmer Stakeholder purposive sampling snowball sampling. private property Keywords: ABSTRAK 137 Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila ( ) et al.

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN AIR DASCIDANAU, PROVINSI BANTEN

()

Upstream and Downstream Institutional Partnership for WaterSupply in Cidanau Watershed, Banten Province

Nur Laila , Kukuh Murtilaksono & Bramasto NugrohoDirektorat Perencanaan dan Evaluasi PDAS, Ditjen BPDASPS, Kementerian Kehutanan,

Gedung Manggala Wanabakti Blok 1 Lantai 13 Jakarta, Indonesiae-mail : [email protected]

Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam, Fakultas Pertanian IPBKampus IPB Darmaga Bogor, Indonesia

Depatemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPBKampus IPB Darmaga Bogor, Indonesia

iterima 10 Maret 2014, direvisi 30 April 2014, disetujui 12 Mei 2014

Kemitraan hulu hilir DAS Cidanau telah dibangun sejak tahun 2005 dengan pendekatan pembayaran jasalingkungan (PJL). yang terlibat adalah PT Krakatau Tirta Industri (KTI) sebagai pemanfaat air baku darisungai Cidanau untuk tujuan komersil membayar kepada penyedia jasa lingkungan (komunitas petani hutan) di huluDAS terhadap perannya melakukan konservasi lahan. Komunitas hutan harus mempertahankan tegakan pohonsesuai dengan jumlah dan masa kontrak yang disepakati keduanya. Kemitraan ini difasilitasi oleh Forum KomunikasiDAS Cidanau (FKDC) yang anggotanya terdiri dari para pihak. Tujuan penelitian ini adalah merumuskankelembagaan kemitraan untuk pasokan air DAS Cidanau. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus dan analisis data secara umum mengacu pada analisis pengembangan institusi (IAD) yangdikembangkan oleh Ostrom (2008). Informan/responden ditentukan secara sengaja ( ) danpenentuan informan kunci dilakukan dengan teknik Hasil penelitian menunjukkan bahwa statuskepemilikan lahan masyarakat yang masuk dalam mekanisme PJL mayoritas adalah hak milik pribadi ( ),dengan mata pencaharian pada umumnya merupakan petani yang menjual hasil tanamannya untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-hari. Pada periode pertama kontrak (2005-2009) ada dua kelompok yang terputus kontrakdari empat kelompok tani yang menjalin kemitraan, yakni Kelompok Tani Karya Bersama dan Agung Lestari,sedangkan pada periode kedua (2010-2014) ada lima kelompok tani yang menjadi anggota PJL termasuk kelompoktani yang memperpanjang kontrak pada periode pertama yakni Karya Muda II. Untuk mewujudkan kelembagaan

1 2 3

1

2

3

D

ABSTRACT

Upstream and downstream institutional partnerships in Cidanau watershed had been built in 2005 using payment forenvironmental services (PES) approach. Among stakeholders, partners involved in the mechanism are Krakatau Tirta Industri (KTI)Company as a water beneficiary for commercial use and up-stream farmer groups as a service provider, and facilitated by a multi-stakeholder watershed forum namely Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC). The farmers were paid for their role in conservingland and maintaining of tree stand in accordance with number of trees and contract period which is agreed by both parties. The study aimsto formulate partnership institution which is intended by both parties for the sustainability of Cidanau water supply. This is a qualitativeresearch with a case study approach. Data analysis in general was referred to Institutional Analysis Development (IAD) which wasdeveloped by Ostrom (2008). This research applied purposive sampling and snowball sampling. The result of the research shows thatmajority of land ownership of the involved farmers is private property which is cultivated to meet their daily need. In the first period ofcontract (2005-2009) there were 4 farmer groups involved but 2 groups ceased to be the members of PES; and in the second period (2010-2014) there were 5 PES groups signed the contract including extended groups. Improvement is necessary in order to achieve optimumbenefit of Cidanau water supply and involving parties. Apart from the mechanism rule, institutionalization of FKDC needs to beimproved and strengthened in manifesting partnership institution of Cidanau water supply. The necessary approach to prevent contractdiscontinuation in other village as has been experienced in Cibojong and Kadu Agung villages area) invidual approach for heterogenoustypes of farmer communities, b) establishment of village alternative financial institutions, c) possibiliy of thinning certain diameter oftrees, d) assessment of the incentive to farmer groups as environmental service providers.

Payment for environmental services, institution, partnership, Cidanau watershed, farmer

Stakeholder

purposive samplingsnowball sampling.

private property

Keywords:

ABSTRAK

137Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 2: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

138

ketidaksepadanan informasi ( )antara yang bermitra, yang mengakibatkan rentanterhadap resiko salah pilih mitra (

) pada (sebelum kejadian) dan bahayaingkar janji ( ) pada (setelahkejadian) yaitu munculnya perilaku oportunis salahsatu pihak yang bertransaksi (Nugroho, 2003).

Permasalahan yang telah terjadi dalamkelembagan kemitraan hulu hilir DAS Cidanau iniadalah terhentinya kemitraan dua kelompok tani didua desa pada periode awal pelaksanaan kemitraanyakni desa Cibojong dan Desa Kadu Agung yangdikarenakan pelanggaran terhadap perjanjian yangtelah disepakati. Selain itu adanya keputusan daribeberapa anggota kelompok tani desa Cikumbuenuntuk tidak memperpanjang kemitraan karenajumlah pembayaran dianggap terlalu kecil,sehingga kemitraan berakhir pada masa kontrak.

Sehubungan dengan hal itu, maka menarikuntuk dikaji bagaimana pola kemitraan (

) antara PT KTI dengan Kelompok tani didesa model kegiatan, dalam hal tindakan(kelompok tani) memenuhi tujuan prinsipal untukpembayaran jasa lingkungan. Kelembagaankemitraan seperti apa yang diinginkan olehmasyarakat sehingga dapat mewujudkankeberlanjutan dari pola kemitraan yang ada dalamrangka kelestarian DAS dan peningkatankesejahteraan masyarakat?

Untuk merumuskan kelembagaan kemitraanyang diinginkan oleh masyarakat dalam rangkakelestarian DAS dan peningkatan kesejahteraanmasyarakat, digunakan analisis pengembanganinstitusi ( )melalui penelusuran faktor eksogen (kondisibiofisik/material, atribut komunitas dan aturanmain) yang mempengaruhi dan dipengaruhi olehsituasi aksi dan aktor pada kelembagaan kemitraanhulu - hilir di DAS Cidanau sehingga terciptaperforma pengelolaan SDA yang baik (Ostrom,2008) seperti yang tersajikan pada Gambar 1.

asymmetric information

adverse selectionrisk ex ante

moral hazard ex post

Principal-Agent

agent

Institutional Analysis Development/IAD

I. PENDAHULUAN

Kelembagaan kemitraan hulu hilir di DASCidanau telah dibangun sejak tahun 2005 dalambentuk pembayaran jasa lingkungan. Salah satumitra dari yang terlibat adalah PTKrakatau Tirta Industri (KTI) sebagai pemanfaatair baku dari sungai Cidanau untuk tujuan komersilmembayar kepada penyedia jasa lingkungan(komunitas petani) di hulu DAS terhadap perannyamelakukan konservasi lahan dengan memper-tahankan tegakan pohon sesuai dengan jumlah danmasa kontrak yang disepakati keduanya. Secarakonseptual Pagiola (2005) menyatakan secarasederhana yaitu atau penerimamanfaat membayar. Melalui kemitraan inidiharapkan dapat menumbuhkembangkan

petani khususnya komunitas petani yangmenjadi dalam memanfaatkan lahannyauntuk pengelolaan sumber daya hutan sertapeningkatan kesejahteraan masyarakat.

Keberlanjutan hubungan kemitraan tersebutakan dipengaruhi oleh sejauhmana para pihak baikPT KTI maupun kelompok tani dapat me-laksanakan hak dan kewajibannya masing-masingsesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.Maka dari itu aspek kelembagaan menimbulkanpertanyaan apakah kemitraan yang telah ada (1)mampu menyelesaikan permasalahan deforestasi dilahan - lahan milik masyarakat (hutan rakyat), dan(2) terjamin keberlanjutannya? Pertanyaan tersebutmenjadi relevan untuk didiskusikan menggunakanteori kemitraan ( ), khususnya tentanghubungan prinsipal-agen ( ),dengan memfokuskan perhatian padayang terjadi ketika terdapat hubungan keagenanantara prinsipal dengan agen.

Salah satu masalah fundamental dalam hubung-an kemitraan yakni masalah yang berkaitan dengan

stakeholder

et al.,beneficiary pays

sense ofbelonging

pilot project

agency theoryprincipal-agent relationship

agency problem

1

kemitraan DAS Cidanau selain pembenahan aturan main, hal penting yang harus dilakukan adalah penguatankelembagaan FKDC. Agar kinerja pemutusan kontrak pada desa Cibojong dan Kadu Agung tidak terjadi padakelompok tani lainnya, diperlukan : a) pendekatan individual untuk kelompok tani yang heterogen, b) pembentukanlembaga keuangan alternatif desa, c) adanya peluang penjarangan dengan jumlah dan diameter pohon tertentu, dand) pengkajian jumlah pembayaran yang diberikan pada petani penyedia jasa lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan, kelembagaan, kemitraan, DAS Cidanau, kelompok tani

.

Kata kunci:

1PT KTI merupakan perusahaan pemegang izin yang diberikan olehPemerintah Daerah Kota Serang untuk pengambilan air DASCidanau

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 3: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

139

latar belakang, karakter-karakter yang khas darikasus, ataupun status dari individu sehingggamampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya(naturalistik) dilapangan (Irawan, 2006; Slamet,2006)

Teknik pengumpulan data yang digunakandalam penelitian ini adalah teknik wawancara,observasi dan dokumentasi/studi literatur. Untukvalidasi data digunakan teknik triangulasi(Sugiyono, 2010; Bungin, 2011).

Jenis data yang digunakan adalah data primerdan data sekunder. Data primer diperoleh langsungdari responden atau informan kunci melaluipendekatan wawancara secara mendalam denganpertanyaan-pertanyaan terkait topik datapenelitian. Data sekunder diperoleh melalui studipustaka, laporan instansi terkait, dan dokumenlainnya

2. Teknik Pengumpulan Data, Jenis danSumber Data

II. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

B. Metode Pengumpulan Data

1. Pendekatan Studi

Penelitian ini dilaksanakan di desa yang terlibatdalam jejaring kelembagaan kemitraan pembayaranjasa lingkungan baik yang masih berjalan ataupunyang telah berhenti. Lokasi desa tersebut meliputi:desa Citaman, Ujung Tebu, Cibojong, desa KaduAgung yang terletak di Kabupaten Serang, dan desaCikumbuen, Ramea, Panjang Jaya yang terletak diKabupaten Pandeglang. Penelitian ini dilaksanakanpada bulan Maret sampai dengan Mei 2013.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus, yang bertujuan men-jelaskan atau memahami makna ( ) di balikrealitas dalam mempelajari gejala-gejala sosial yangdapat memberikan gambaran secara detail tentang

meaning

Gambar 1. Rumusan kelembagaan Kemitraan DAS Cidanau dengan framework analisis danpengembangan kelembagaan (modifikasi Ostrom (2008) dari Ostrom . (1994:37 ))et al

Figure 1. Formulation of institutional partnership in Cidanau watershed by institutional analysis and developmentframework (modified Ostrom (2008) from Ostrom (1994:37 )).et al.

kelembagaan kemitraan DAS Cidanau saat ini,(3) merumuskan kelembagan kemitraan huluhilir untuk keberlanjutan pasokan air di DASCidanau.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menelaahkondisi faktor fisik, atribut komunitas danperaturan yang digunakan dalam kelembagaankemitraan saat ini, (2) mengkaji situasi aksi dan

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 4: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

140

penelitian ini adalah 36 orang yang terdiri atasunsur komunitas petani, PT KTI, FKDC, NGOdan instansi pemerintahan yang terkait dengankebijakan pengelolaan DAS Cidanau sebagaimanadisajikan pada Tabel 1.

3. Penentuan Informan

Informan/responden ditentukan secara sengaja( ) dengan informan kunciditentukan dengan menggunakan teknik

. Sumber dan jumlah informan kunci dalam

purposive samplingsnowball

sampling

Tabel 1. Informan kunci dan jumlah informan kunci yang digunakan dalam penelitianTable 1. Key informants and number used in research

NoInforman kunci

(Key informant)

Jumlah(Total)

(orang/person)

1 FKDC 3

2 Petani penyedia jasa lingkungan 20

3 Pejabat PT KTI 1

4 Pejabat Bappeda Prop. Banten 1

5 Pejabat Dinas Kehutanan Prop. Banten 2

6 Pejabat BLHD Prop. Banten 1

7 Pejabat Dinas Pertanian dan Peternakan Prop. Banten 1

8 Pejabat BLH Kabupaten Serang 2

9 Pejabat BLH Kabupaten Pandenglang

10 Pejabat Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan

kabupaten Serang

1

11 Pejabat Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Pandenglang 1

12 Pejabat BPDAS Citarum Ciliwung 1

13 Pejabat KSDA Seksi Wilayah I Serang 1

14 NGO (Rekonvasi Bhumi) 1

(Patton, 2002 dalam Zhang dan Wildemuth, 2009);analisis deskriptif kualitatif (Sugiyono 2010;Slamet, 2006); analisis stakeholder (Reed2009).

Status kepemilikan lahan masyarakat yangmasuk dalam mekanisme PJL di DAS Cidanaumayoritas adalah (hak milik pribadi)sehingga masyarakat mempunyai hak mutlak atas

et al.,

private property

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Eksisting Faktor Fisik, AtributKomunitas Petani dan Peraturan yangDigunakan dalam Kelembagaan Kemitraan Hulu-Hilir untuk Pasokan Air di DASCidanau

A.

-

4. Analisis Data

Analisis data dalam rangka pengembangankelembagaan kemitraan untuk mewujudkan polakemitraan yang diinginkan secara umum mengacukepada analisis pengembangan institusi (IAD)yang dikembangkan oleh Ostrom (2008) denganmendeskripsikan kondisi biofisik, atributkomunitas, aturan yang digunakan, pemahamanarena aksi dan pola interaksi.

Konsep analisis data menggunakan teorikemitraan ( ), khususnya tentanghubungan prinsipal-agen ( ),dengan memfokuskan perhatian padayang terjadi ketika terdapat hubungan keagenanantara prinsipal dengan agen.

Teknik analisis data yang digunakan adalahanalisis isi kualitatif ( )

agency theoryprincipal-agent relationship

agency problem

qualitative analysis of content

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 5: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

141

lahannya, otonom dalam mengambil keputusan.Schlager dan Ostrom (1992) menyatakan bahwauntuk segala tipe hak yakni hak akses danpemanfaatan, hak pengelolaan, hak eksklusif danhak pengalihan adalah terikat/melekat pada hakmilik pribadi atas lahan, sehingga pemilikmempunyai memilih yang besaruntuk menentukan bekerjasama dengan siapaataupun tidak. Dengan hak kepemilikan yang jelasmaka memudahkan pihak untuk memutuskanberinvestasi pada pohon dilahan masyarakat dansebagai jaminan keamanan dari investasi merekasehingga mengarahkan kepada hasil manajemenyang efisien (Swanso dan Timo, 2000; Place .,2004). Nama kelompok tani masing-masing desayang masuk dalam mekanisme dan hak kepemilik-annya diringkas sebagaimana tersaji pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi polapemanfaatan lahan pada komunitas petani penyediajasa lingkungan maka mayoritas adalah berupakebun dengan komoditas kombinasi tanamantahunan berupa tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan serta tanaman semusim. Pemanfaatan lahanlainnya adalah berupa sawah. Teknik pengelolaanpada pola pemanfaatan lahan tersebut masih belumoptimal, misalnya berdasarkan pengamatandiketahui bahwa pemanfaatan lahan bawah masihdipenuhi oleh semak belukar dan ilalang. Place(2004) menyatakan bahwa penerapan sistemagroforestri sebagai pengelolaan lahan akanmenghasilkan manfaat yang lebih besar baik secaraekonomi masyarakat ataupun lingkungan.Kepemilikan lahan masing-masing kelompok taniyang masuk dalam mekanisme PJL diringkas padaTabel 2.

Jenis tanaman yang banyak ditanam masyarakatberupa tanaman kayu-kayuan ataupun buah-buahan yaitu meranti, sobsi, sengon, melinjo,durian, pete, cengkeh, kelapa, kopi, rambutan danpisang. Meskipun belum ada penelitian yangmenunjukkan hubungan pasti antara jenis tanamancampur seperti yang tersebut diatas dengankapasitas infiltrasi namun secara umum menurutArsyad (2010) menjelaskan bahwa penggunaantanah dengan golongan vegetasi permanen (hutanlebat dengan semak dan serasah, kebun tanamantahunan dengan vegetasi penutup tanah)mempunyai efisiensi relatif besar dalam fungsipencegahan erosi dan memperbaiki kapasitasinfiltrasi tanah dan penahanan air yang langsungmempengaruhi besarnya aliran permukaan.

opportunity cost

buyer

etal

et al.,

Atribut masyarakat yang mempengaruhi arenaaksi meliputi nilai-nilai perilaku, tingkatpemahaman dan tingkat homogenitas pilihan dand i s t r ibus i sumberdaya (Ost rom,2008) .Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebagianbesar para petani menjadikan hasil kebun dansawahnya sebagai sumber kehidupan. Salah satucontoh yakni rata-rata penghasilan yang diperolehpada lahan petani yang luasan lahannya kurang dari2 ha, ditanami 500 pohon melinjo/tangkil dapatmenghasilkan 5 kuintal buah per tahun yangdihargai Rp 2.500/kg, pucuk daun melinjo bisa duakali panen sebanyak 10 sampai 15 kg per mingguyang dihargai Rp 2.500/kg. Pohon pete meng-hasilkan 5 ikat per tahun yang dihargai Rp 80.000per ikat, sehingga dari Pete memperolehpenghasilan Rp 450.000 per tahun. Selain itu darihasil panen 400 buah durian memperolehpendapatan Rp 3.000.000 sampai Rp 4.000.000sekali panen dalam setahun.

Sumber pendapatan lain selain hasil penjualanbuah-buahan yakni dari hasil pemanfaatan lahanbawah tegakan seperti kapulaga yang dapat di-panen 3 sampai 4 kali per bulan sebanyak 10 kgKapulaga basah per panen dihargai Rp 3.000 perkg. Panen Kapulaga ini biasanya dilakukan petanisaat menyiangi rumput, membersihkan lahanmereka. Sedangkan hasil nangka dan pisang hanyauntuk dimakan sehari-hari. Seluruh penghasilantersebut digunakan untuk biaya kebutuhan sehari-hari, untuk bayar anak sekolah, bayar listrik danselebihnya ditabung. Penjualan kayu jarangdilakukan karena petani berpendapat bahwatanaman buah-buahan adalah sumber peng-hidupan. Bila 1 pohon petai yang berdiameterbesar hanya di beli Rp 200.000 per pohon,sedangkan pohon tersebut akan menghasilkan5 ikat pete per panen dengan harga Rp 80.000 perikat maka penghasilan yang diberikan dari menjualbuah akan lebih besar dan terus menerus daripadamenjual kayunya.

Jumlah penghasilan tersebut akan berbeda daripetani yang lahannya dominan sawah, karenajumlah pohon penghasil buah-buahan akan lebihsedikit dikarenakan pemanfaatan lebih banyakuntuk sawah. Seperti halnya informasi dari salahsatu informan yang berada di desa Ramea bahwapenghasilan dari menjual buah-buahan beruparambutan adalah 2 kali panen per tahun sebanyak100 ganting per panen yang dihargai Rp 600.000,dari pohon kelapa petani dapat menjual 100-300

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 6: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

142

butir per panen yang dilakukan dua kali panen perbulan yang dihargai Rp 3.000 per butir. Uang darihasil penjualan buah-buahan itu digunakan untukmengasapi dapur, membeli rokok, membayarkeperluan anak sekolah dan lain-lain. Sementaraberas yang mereka peroleh dari hasil panen sawahrata-rata tidak dijual melainkan disimpan dilumbung dan dikonsumsi sendiri. Biasanya hasilsawah dapat dipanen saat musim hujan namun bilapupuknya bagus maka dapat dipanen dua sampaitiga kali per tahun. Dari satu ha lahan sawah rata-rata dihasilkan delapan kuintal hingga satu ton padibasah per panen, yang bila jadi beras dari 1 ton padibasah menjadi tujuh kuintal beras. Para petani iniberpendapat bahwa tanaman buah-buahan sebagaisumber penghidupan, maka mereka lebih bertahanuntuk tidak menjual kayunya kecuali tanamansengon yang bukan tanaman penghasil buah dantidak termasuk dalam aturan PJL.

Kondisi tersebut akan berbeda dari petani yangmempunyai lahan lebih dari 4 ha dan mempunyai

pekerjaan bulanan tetap. Bagi pemilik lahan relatifluas, jenis tanaman tahunan atau musiman yang adadi lahan dimanfaatkan untuk meningkatkan pen-dapatan jangka panjang dan menambah kekayaan.Kondisi tersebut terungkap dari hasil pernyataansalah satu informan yang berada di Desa Cibojongyang telah terhenti kontraknya. Gaji tetap yangdiperoleh setiap bulannya sebesar Rp 2,5 juta, hasilpenjualan buah sebesar Rp 4 juta dari 8 pohondurian yang menghasilkan 100 buah/pohon/tahun. Pendapatan tersebut digunakan untuk biayaanak sekolah, untuk membeli motor, memperbaikidan mencicil mobil. Apabila membutuhkan uangmaka petani tersebut akan menebang dan menjualtanaman kayu-kayuan yang ada di lahan sepertimahoni, sengon dan sobsi pada tengkulak.Penjualan kayu dianggap memberikan penghasilanyang lebih besar dan cepat, seperti yang pernahdiperolehnya dari hasil penjualan tersebut yaknisebesar Rp 80 juta, bahkan apabila membutuhkanuang lebih banyak maka tanah pun dijual.

Tabel 2 Kepemilikan lahan kelompok tani penyedia jasa lingkungan di DAS Cidanau.Table 2. Land ownership status of farmer groups as a ES provider in Cidanau Watershed

No Kabupaten/Desa

(Regency/village)

Nama KelompokTani Hutan(Farmer group

name)

Jml.Ang- gota

(orang)

Total LuasLahan(ha)

(Total land area)

Hak KepemilikanLahan

(Land ownership status)

A. Kabupaten Serang

1. Citaman Karya Muda II 43 25 100% hak milik dengan kisaranluasan 0,24 s.d 1,71 ha

2. Citaman Karya Muda III 61 25 100% hak milik dengan kisaranluasan 0,10 s.d 2 ha

3. Cibojong Karya Bersama 29 25 28 orang hak milik, 1 orangpenggarap

4. Ujung Tebu Karya Bakti 40 25,85 100% hak milik dengan kisaranluasan 0,10 s.d 1,25 ha

B. Kabupaten Pandenglang

5. Cikumbuen Alam Lestari 60 25 1orang penggarap dan lainnyahak milik

6. Kadu Agung Agung Lestari 30 25 29 orang dengan hak milik dan 1orang penggarap, paling besarkepemilikan 4 ha

7. Panjang jaya Harapan Maju 77 26,65 100% hak milik dengan kisaranluasan 0,10 s.d 1 ha

8. Ramea Alam Sejahtera 58 25 100% hak milik dengan kisaranluasan 0,10 s.d 2 ha

Sumber ( : Diolah dari hasil wawancara dan dokumentasi FKDC tahun 2004 - 2011 (Source) Processed from interview results anddocuments)

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 7: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

143

Berdasarkan beberapa kasus tersebut dapatdiketahui bahwa jika kehidupan petani sangattergantung dari hasil sumber daya hutannya makaakan cenderung memilih mempertahankan pohon-pohon di lahannya karena merupakan saranapenting sebagai sumber penghidupan untukmemenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-haridan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.Sebaliknya bagi petani yang kehidupannya tidakmutlak tergantung dari sumber daya hutannya makamereka cenderung akan mengorbankan tegakanyang ada di lahan mereka sebagai sarana untukmemenuhi kebutuhan ekonomi, meningkatkanpendapatan dan menambah kekayaan. Oleh karenaitu keduanya mempunyai memilihyang berbeda, sebagai sebuah hakikat pemilikanpribadi ( ) yang memiliki kebebasanotonom dalam mengambil keputusan/tindakanterhadap lahan mereka baik untuk hak akses, hakpemanfaatan, hak pengelolaan ataupun hak untukekslusi dan hak untuk menjual/hak pengalihan(Schlager dan Ostrom, 1992).

Hal lain yang merupakan salah satu atributkomunitas masyarakat seperti yang disebutkanOstrom (2008) adalah tingkat pemahaman daripartisipan, dalam hal ini adalah komunitas petanihutan yang menjadi penyedia jasa lingkungan.Tingkat pemahaman komunitas petani tentang PJLini relatif berbeda. Meskipun tentang tingkatpemahaman tidak didapatkan data secara kuantitifuntuk mendukung hal ini, namun secara kualitatifyang diperoleh dari cara masyarakat mengemuka-kan pendapat dan menjawab beberapa persoalandalam diskusi bersama dapat menunjukkan kondisitersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan 20petani yang tersebar di beberapa desa yang masukdalam PJL baik yang masih berjalan ataupun tidak,ada tiga pemahaman tentang kemitraan PJL danmanfaat yang mereka terima, secara ringkasdijabarkan sebagai berikuti :1. Pembayaran jasa lingkungan merupakan cara

untuk menjaga lingkungan atas peran vegetasidalam konservasi tanah dan air agar tidaklongsor, banjir atau kekurangan air, denganasumsi air mengalir dari hulu sampai hilir danberdasarkan pengalaman bahwa saat musimkemarau mereka tidak kekurangan air lagi, malahbisa memberi desa lain yang kekurangan air,tidak ada banjir dan longsor karena tidak ada

opportunity cost

private property

lahan yang gundul. Disamping itu petani merasabersyukur karena terbantu dengan adanyapembayaran tersebut. Petani menanam di lahansendiri tetapi memperoleh pembayaran yangbisa digunakan untuk memenuhi kebutuhanbiaya anak sekolah, ditabung dan mengasapidapur.

2. Pembayaran jasa lingkungan merupakan carauntuk berbagi rasa, saling mengontrol satu samalainnya, untuk menjaga pohon yang masukdalam perjanjian agar tidak ditebang, selainmereka memperoleh penghasilan dari tanamandi lahan mereka sendiri.

3. Pembayaran jasa lingkungan merupakan carauntuk memperoleh tambahan pendapatankarena manfaatnya adalah uang yang diterimadari tanaman yang berada di lahan merekasendiri.Tingkat pemahaman beragam inilah yang akan

melahirkan perbedaan motivasi dalam melanjutkankemitraan. Dengan tingkat pendidikan yang samanamun terdapat kesenjangan pengetahuan diantarakeduanya. Hal ini dimungkinkan karenapembinaan atau penyuluhan tentang pentingnyapengelolaan lingkungan, pengelolaan vegetasiterhadap keberlanjutan sumber daya air padakelompok tani tidak sama intensifnya antarakelompok satu dengan kelompok yang lain. Haltersebut tergambar jelas pada informan petani didesa Citaman dengan informan petani di desalainnya. Usaha-usaha pembinaan, penyuluhan danpendidikan non formal lainnya secara intensif akanmeningkatkan kua l i t as manus ia untukmengoptimalkan potensi sumber daya manusia(SDM), dalam hal ini melalui kelompok tani(Soekartawi, 1995). Disamping itu Hariadi (2005)menyatakan bahwa dengan penyuluhan danpembinaan yang intensif dapat mendorongpeningkatan yang nantinya akanmendorong perubahan prinsip petani dari usahatani yang “meminimalkan risiko” menjadi prinsipusaha tani yang ” memaksimalkan keuntungan”.Hal ini akan meningkatkan produktivitas hasil tanidan meningkatkan pendapatan anggota kelompoktani, karena keberhasilan suatu kegiatan dapatdisebabkan oleh keberhasilan belajar dalamkelompok, di mana salah satunya adalah melaluipenyuluhan dengan kuantitas serta kualitas yangcukup.

self efficacy

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 8: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

144

B. Peraturan Perundang-undangan danPeraturan Non Formal yang Terkait denganPengelolaan Jasa Lingkungan

Tabel 3 menunjukkan Undang-undang, Peratur-an Pemerintah dan Peraturan Daerah yang didalamnya terdapat indikasi perlunya keterlibatan

berbagai pihak dalam pengelolaan DAS atau pe-ngelolaan lingkungan dan instrumen ekonomiyang diperlukan untuk mendukung upayapengelolaan tersebut. Selain itu terdapat peraturannon formal lainnya yang terkait dalam pengelolaanlingkungan dan mekanisme pembayaran jasalingkungan di DAS Cidanau.

Tabel 3. Peraturan perundang-undangan dan peraturan non formal yang terkait pembayaran jasalingkungan di DAS Cidanau.

Table 3. Regulations (formal and non formal) related to payments for environmental service in Cidanau watershed.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 9: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

145

Kontrak yang menjadi dasar untuk mengikatkedua belah pihak dalam kemitraan mekanisme PJLini, didasarkan pada dua perjanjian yaitu:1. Perjanjian antara Forum Komunikasi DAS

Cidanau dengan PT KTI selaku Perjanjianini mengatur tentang ketentuan umum, dasar,maksud dan objek perjanjian, lingkupkesepakatan, jumlah pembayaran, jangka waktuperjanjian, hak dan kewajiban, yang didasarkanpada Naskah Kesepahaman antara FKDCNomor 001/FKDC/NK-PJL/X/2004 denganPT KTI Nomor 28/HK.00/KONTR./DU-KTI/XI/2004 tanggal 1 Oktober 2004.Mekanisme ini telah berjalan untuk lima tahunkedua (2010 - 2014) berdasarkan azaskesukarelaan ( ).

2. Perjanjian antara FKDC dan Kelompok Tani.Perjanjian ini mengatur tentang ruang lingkupkontrak, syarat penyedia jasa lingkungan, masaberlaku perjanjian, tata cara pembayaran,persyaratan pembayaran jasa lingkungan dankonsekuensi.Berdasarkan kontrak tersebut maka terdapat

hubungan prinsipal agen yang bertingkat, yakniyang PT KTI selaku prinsipal dan FKDCselaku agen; FKDC selaku prinsipal dankelompok tani hutan sebagai agen.

Pengetahuan lainnya yang berkaitan denganpengelolaan lingkungan adalah pengetahuan turuntemurun dari ( yangmengisyaratkan untuk menjaga kelestarian hutandan lingkungan yang perlahan mulai bergeser,seiring laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan.Hal inilah yang merupakan salah satu contohpernyataan O'Donoghue (1999) yang dikutipdalam Maila dan Loubser (2003) yang meyatakanbahwa masalah dan isu lingkungan yang menjaditantangan masa sekarang adalah hasil daripenurunan pemanfaatan sistem karenamasyarakat tradisional hidup dalam harmoni alam

yang memiliki pengetahuan tradisional yangmengandung kemurnian nilai-nilai alam, yangkemudian secara bertahap terkikis dan hilang.

buyer.

voluntary agreement

pertamakedua

buyut/kokolot indigenous system)

et al.

indogenous

nature

2

3

4

Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu adainstrumen kebijakan/intervensi dari pemerintahuntuk pengelolaan lahan milik perorangansehingga deforestasi dilahan masyarakat tidaksemakin besar. Sebagai contoh, menggunakanpendekatan pasar melalui perbandingan antara

dan antara prinsipal (penentuinstrumen) dan agen (pelaksana instrumen, dalamhal ini petani). Dengan adanya jaminan/rewardyang setara maka dapat mengurangi

dan yang merupakankegagalan dari sebuah instrumen (Bower, 2005).Selaras dengan pendapat Gneezy dan Rustichni(2000) yang dikutip oleh Keser dan Willingner(2007) bahwa insentif yang rendah dapatmempengaruhi partisipan dalam bentukkontradiktif karena terdapat peluang konflikantara motivasi internal dengan perolehanfinansial.

1. Proses Penerapan Inisiatif Mekanisme PJL diDAS CidanauDalam rangka mengoptimalkan penyeleng-

garaaan pemerintah dalam pengelolaan DASCidanau, maka di Provinsi Banten khususnyauntuk DAS Cidanau telah dibentuk forumkoordinasi untuk menyamakan persepsi dalammemprioritaskan pemanfaatan dan peningkatanSDA di DAS Cidanau. Forum koordinasi inidinamakan Forum Komunikasi DAS Cidanau,yang pertama kali dibentuk tanggal 24 Mei 2002dengan SK Gubernur Banten No. 124.3/Kep.64-Huk/2002. Anggotanya terdiri dari para pihak,baik instansi pemerintah, swasta, NGO/LSM,perguruan tinggi dan masyarakat.

SK tersebut kemudian diperbaharui karenaterjadi perubahan struktrur organisasi dan sistemkerja sehingga diberlakukan SK Gubernur No.660.05/Kep.317-HUK/2008 dengan tugas pokokdiantaranya sebagai berikut :a. Menampung aspirasi dan kepentingan

yang meliputi pemerintah,masyarakat dan dunia usaha;

b. Merumuskan berbagai aspek kebijakan yang perludikembangkan untukpengelolaan DASCidanau;

c. Menentukan arah, strategi dan prioritas dalamhal pengelolaan DAS Cidanau;

social cost private cost

moral hazard,first mover adverser selection

stakeholder

C. Situasi Aksi dan Kelembagaan KemitraanHulu-Hilir untuk Pasokan Air di DASCidanau

2FKDC adalah lembaga yang dibentuk oleh para pihak yang terlibatdalam pengelolaan dan pemanfaatan Sumberdaya Alam DASCidanau dengan SK Gubernur Banten No. 124.3/Kep.64-Huk/2002tanggal 24 Mei 20023

4

kokolot adalah sebutan untuk sesepuh atau tokoh masyararakat,buyut adalah nenek moyangSistem adalah sistem untuk menjaga lingkungan yang

diperoleh dari pengetahuan tradisional masyarakatIndogenous

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 10: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

146

d. Mendorong yang terlibat dalampengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alamDAS Cidanau untuk melaksanakan modelpembayaran jasa lingkungan;

e. Melaksanakan pemantauan dan mengevaluasiaktivitas pengelolaan DAS Cidanau;Dengan uraian tugas tersebut maka FKDC

dibentuk bukan sebagai lembaga jasa lingkungantetapi lembaga untuk pengelolaan terpadu DASCidanau, berdasarkan konsep

. Selanjutnya untuk mendukungpembangunan berkelanjutan DAS Cidanau, makadibangunlah kemitraan hubungan hulu hilirkawasan DAS Cidanau melalui mekanisme PJLsebagai salah satu upaya untuk menahan lajudeforestasi lahan masyarakat di hulu DAS danperambahan cagar alam Rawa Danau yangmerupakan permasalahan yang dihadapi, dan akanberdampak pada kerusakan DAS.

Pada tahap awal, rencana dan strategi yangdisusun oleh Rekonvasi Bhumi, PSDAL-LP3S danIIED menetapkan dua lokasi model yakni DesaCitaman dan desa Cibojong Kabupaten Serangdengan lahan yang diproyeksikan mendapattransaksi jasa lingkungan masing-masing seluas 25ha. Pemilihan lokasi didasarkan pada pengaruhaktivitas lokasi terhadap fungsi hutan dan kondisitata air DAS Cidanau. Sedangkan pemanfaat jasa( ) adalah PT KTI yang merupakan satu-satunyapemanfaat air di DAS Cidanau yang diberi izin olehPEMDA untuk pengambilan air di sungai Cidanauuntuk tujuan komersil yang akan disuplai keberbagai macam industri. Jenis jasa lingkungan yangdijadikan dasar kemitraan antara danadalah sumberdaya air. Berdasarkan konseppembayaran jasa lingkungan oleh Wunder (2006)maka persyaratan untuk pembayaran jasalingkungan telah optimal, karena merupakan suatutransaksi sukarela, telah terdefinisikan dengan baik,melibatkan minimum satu pembeli jasa lingkungandari satu minimum penyedia jasa lingkungan untuksuatu jasa yang perlu dilestarikan.

Tim adalah pengelola jasa lingkungansebelum FKDC membentuk Koordinator PJL didalam struktur tahun 2006. Setelah terbentuknyaKoordinator PJL yang selanjutnya disebut Lembaga

stakeholder

one river, one plan, onemanagement

buyer

seller buyer

Adhoc

5

Pengelola Jasa Lingkugan (LPJL) maka pengelolajasa lingkungan diserahkan sepenuhnya padabidang ini dengan ketentuan maksimal 5 orangyang terdiri dari keterwakilan dari pemerintah,swasta dan beranggotakan masyarakat yang terlibatdalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS. Segalapenggunaan dan pengembangan biaya adalah tugasdan tanggung jawab LPJL, termasuk jugamembangun dan mengembangkan skemapembiayaan lain untuk mendukung PJL danmemfasil itasi proses pembangunan danpengembangan kemitraan hulu hilir yang berkaitandengan pemanfaat maupun penyedia jasalingkungan. Namun berdasarkan observasipenelitian bahwa Koordinator PJL belum dapatdisebut sebagai lembaga tersendiri, karenakedudukannya masih didalam struktur dan dibawah Sekretaris Jenderal FKDC. Pengembanganpotensi PJL juga dapat dikatakan belum mandirikarena pendekatan masih dilakukan oleh SetjenFKDC nya, sehingga LPJL hanya terbatasmengurus keadaan keuangan saja.

Biaya operasional, pengawasan dan honoranggota LPJL diperoleh dari 15% jumlah totalanggaran yang dibayarkan oleh PT KTI untuk PJL.Jumlah tersebut dipergunakan untuk operasionalLPJL termasuk untuk biaya verifikasi tim padalahan masyarakat. Menurut North (1991) biaya inidapat diukur sebagai biaya transaksi ( )yang salah satunya adalah biaya pengawasan danpelaksanaan ( ).

2. Kontrak dan Nilai PembayaranKemitraan yang terjalin antara PT KTI dan

komunitas petani hutan di DAS Cidanau hinggasaat ini telah masuk tahap 5 tahun kedua yangdifasilitasi oleh FKDC. Kemitraan dibangunberdasar atas konsep keberlanjutan pasokan air.Bila DAS Cidanau rusak akan mempengaruhipasokan air dan berdampak pada kegiatan produksiPT KTI dan industri lainnya. PT KTImembutuhkan debit sebesar 33 juta m³ per tahununtuk dipasok ke 91 atau 85% industri yang beradadi Kota Cilegon dengan nilai investasi sebesar USD11 miliar .

Di awal kemitraan tahun 2004, PT KTI bersediamenjadi secara sukarela dari FKDC sebagaiperantara antara PT KTI dan komunitas petani

transaction cost

policing cost

buyer

6

5Fasilitasi dalam pembangunan dan pengembangan mekanisme inipada awalnya dilakukan oleh Lembaga Swadaya MasyarakatRekonvasi Bhumi bekerjasama dengan PSDAL-LP3ES dan

(IIED).International Institut for Environment and Development

6Data merupakan data per tahun 2012 hasil wawancara dengannarasumber Bapak Saritomo Kepala Divisi Operasi PT KTI

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 11: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

147

berdasarkan hasil negosiasi sebesar Rp. 175.000.000per tahun selama dua tahun untuk luasa lahan 50 ha.Sedangkan untuk tiga tahun berikutnya akandinegosiasi ulang. Sementara untuk nilai yang akandibayarkan oleh FKDC kepada petani masih belumdapat ditentukan oleh FKDC, sehingga negosiasijuga dilakukan dengan petani. Sebagai referensi,FKDC mempertimbangkan besaran biayaPembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat(P2HR) dan GERHAN yang ditetapkan olehKemenhut sebagai dasar untuk menentukan jumlahpembayaran per hektar yaitu sebesar Rp 1.200.000per tahun. Dari Rp 350.000.000 untuk dua tahuntersebut, harusnya petani memperoleh pembayaransekitar Rp 3.000.000 per hektar per tahun. Tetapikarena kekhawatiran tim FKDC apabila PT KTItidak memperpanjang kemitraan tahun ke-3 sampaike-5 akhirnya mengambil inisiatif dengan menekanjumlah pembayaran yang semula untuk dua tahunmenjadi lima tahun. Dengan insiatif tersebutdiputuskan jumlah pembayaran yang diberikanpada petani sebesar Rp 1.200.000 per hektar pertahun. Pada tahun berikutnya FKDC dan PT KTImelakukan negoisasi ulang, dan ternyata pihak KTIbersedia membayar lagi Rp 200 000 000 per tahunselama tiga tahun. Karena jumlah pembayaransebelumnya sudah ditetapkan, maka kelebihan danadari pembayaran terakhir PT KTI digunakan olehFKDC untuk menambah kawasan PJL dari 50 hamenjadi 100 ha. Walaupun akhirnya dari empat

kelompok tani yang menjadi penyedia jasalingkungan, dua diantaranya harus putus kontraksebelum masa kontrak.

Pada kontrak kemitraan lima tahun ke-2, darihasil negoisasi ulang kemudian PT KTI bersediameningkatkan lagi jumlah pembayarannya menjadiRp 250.000.000 selama lima tahun (2010 - 2014).Dengan jumlah pembayaran tersebut, FKDCmelakukan perluasan kawasan PJL seluas 150 hamencakup lebih dari empat desa dan diikuti limakelompok tani. Jumlah pembayaran yang diberikansama seperti di 5 tahun pertama kemitraan, kecualiuntuk Kelompok Tani Karya Muda II yangmendapat pembayaran lebih besar karenamerupakan kelompok tani yang memperpanjangkemitraan yakni sebesar Rp 1,75 juta per ha.

Data periode kontrak kelompok tani dan jumlahpembayaran yang telah dibayarkan oleh PT KTIdisajikan pada Tabel 4 dan 5.

Berdasarkan Tabel 4 di ketahui bahwa padalima tahun pertama kemitraan ada dua kelompokkomunitas petani penyedia jasa lingkungan yangterputus kontraknya yakni kelompok tani KaryaBersama dan Agung Lestari. Sebaliknya kelompoktani Karya Muda II memperpanjang kemitraanuntuk lima tahun kedua. Hingga saat ini ada limakelompok tani yang masuk dalam mekanismePJL yakni kelompok tani Karya Muda II, KaryaMuda III, Karya Bakti, Harapan Maju dan AlamLestari.

Tabel 4. Periode dan status kontrak kelompok tani penyedia jasa lingkunganTable 4. Period and contractual status of farmer groups as a ES provider

Nama Kelompok Tani(Farmer group)

Periode kontrak(Contract periode)

(tahun/year)

Status Kontrak(Contract status)

Karya Muda II Periode pertama :Tahun 2005 2009Periode kedua :Tahun 2010 - 2014

Periode pertama sampai masakontrak dan memperpanjangkontrak, 3 tahun berjalan

Karya Muda III Tahun 2010 - 2014 3 Tahun berjalan

Karya Bersama Tahun 2005 - 2009 Putus kontrak tahun 2007

Karya Bakti Tahun 2012 - 2016 1 tahun berjalan

Alam Lestari Tahun 2008 - 2013 Berakhir kontrak Januari 2013 dantidak melanjutkan

Agung Lestari Tahun 2007 - 2011 Putus kontrak tahun 2008

Harapan Maju Tahun 2011 - 2015 2 tahun berjalan

Alam Sejahtera Tahun 2011 - 2015 2 tahun berjalan

-

Sumber ( : Diolah dari hasil wawancara dan dokumentasi FKDC tahun 2004 - 2011 ()

Source) Processed from interview results and 2004-2011 documents

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 12: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

148

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pem-bayaran jasa lingkungan dari PT KTI setiap periodemeningkat. Diawal kemitraan sebesar Rp 175 jutaper tahun untuk 2 tahun, kemudian meningkatmenjadi Rp 200 juta per tahun selama tiga tahun.Kemudian untuk periode tahun 2010 - 2014 jumlahyang dibayarkan sebesar Rp 250 juta per tahun. Daripeningkatan pembayaran tersebut seharusnyadiikuti dengan peningkatan pembayaran padapetani penyedia jasa lingkungan, tidak seperti yangterjadi yaitu masih tetap Rp 1,2 juta per ha pertahun. Jumlah pembayaran sebesar Rp 1,2 jutatersebut ditetapkan pada tahun 2005, yang menurutpendapat para petani relatif kecil untuk sekarang,sehingga dinilai kurang tepat karena tidakmengikuti laju inflasi. Hal ini tergambar daribeberapa pernyataan infor man denganmembandingkan harga beras pada tahun 2005masih Rp 3.000 per liter, sedangkan sekarang hargaberas Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per liter. Denganpertimbangan laju inflasi maka FKDC harusmengkaji lagi besarnya jumlah yang harusdibayarkan kepada komunitas petani denganmenghitung nilai minimal insentif sebagaibagi petani dalam menjaga pohon seluas 1 ha untuktetap bertahan sesuai dengan perjanjian yang telahdituangkan dalam kontrak. Menurut Kesser danWill ingner (2007) insentif yang rendahmenyebabkan perilaku anomali karena pelakumembutuhkan tingkat keuntungan minimal setaradengan biaya yang dikeluarkan.

3. MonitoringMonitoring di lokasi pembayaran jasa

lingkungan dilakukan oleh tim verifikasi yangditunjuk oleh Ketua FKDC yang anggotanyamerupakan keterwakilan dari unsur pemerintah,pemanfaat jasa lingkungan dan masyarakat, denganjumlah sekurang-kurangnya tiga orang dan menjadibagian dari struktur organisasi FKDC.

Pelaksanaan monitoring dilakukan dengan caramenghitung jumlah tegakan untuk jenis yang sesuai

reward

dengan persyaratan, dan telah diberi nomor.Pengambilan sampel tidak kurang dari 10% padaluas kawasan yang mendapat pembayaran jasalingkungan, dan ditentukan secara acak untuk satuhamparan tertentu.

Hasil monitoring oleh tim verifikasi ini nantinyamenjadi dasar untuk menolak, menunda ataumerealisasikan pembayaran pada petani penyediajasa lingkungan. Apabila saat verifikasi terdapattanaman yang hilang maka pembayaran akanditunda dan diberi waktu untuk menggantitanaman tersebut. Bila sampai waktu yangditetapkan tanaman tersebut belum diganti makasecara tanggung renteng kelompok tersebut akanterputus kontraknya.

Sistem tanggung renteng ini lah yang terjadipada kelompok tani Karya Bersama di DesaCibojong dan kelompok tani Agung Lestari diDesa Kadu Agung. Pada kasus kelompok taniKarya Bersama ada anggota yang menebangpohon durian untuk membelikan motor anaknya.Hilangnya tanaman tersebut mengakibatkandilakukan penundaan pembayaran. Berdasarkanhasil wawancara pada petani di Desa Cibojong,penundaan pembayaran tersebut menimbulkankekecewaan dan rasa ketidakadilan di kelompoktani. Terlebih lagi informasi penggantian tanamantidak disampaikan oleh ketua kelompok kepadapara anggotanya sehingga anggota kelompok yanglain secara bersama-sama menebang pohon-pohonyang ada di lahan mereka, bahkan ada yangmenebang habis di lahan dua ha.

Berdasarkan kasus yang terjadi di DesaCibojong maka kebijakan tanggung renteng punperlu dikaji lebih lanjut, karena niat untukmenyelamatkan lingkungan justru yang terjadimalah sebaliknya yaitu mendorong petani untukmerusak lingkungan. Meskipun kebijakan inidimaksudkan agar para anggota kelompok bisasaling mengawasi dan mengingatkan, namunbanyak faktor-faktor yang mempengaruhi aturanini dapat berjalan, salah satunya adalah ke-

Tabel 5. Jumlah pembayaran PT KTI untuk kelompok tani penyedia jasa lingkuganTable 5. Amount of payments from PT KTI to farmer groups as a ES provider

Uraian (Description)

Tahun Pembayaran (Payment year)Per tahun (Per year)

2005 - 2006 2007 - 2009 2010 - 2014

Jumlah pembayaran Rp 175 juta Rp 200 juta Rp 250 juta

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 13: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

149

kompakan. Kekompakan sesama anggotakelompok membutuhkan syarat saling percayaantar anggota ataupun kepercayaan anggota padapengurus kelompoknya (Hermanto dan Swastika,2011).

Kekompakan tersebut tergambar di desaCitaman, yang berdasarkan penuturan dari ketuakelompok taninya bahwa para anggota bersama-sama menyepakati untuk menyisihkan sebagianpenghasilan dari uang pembayaran jasa lingkunganuntuk menyantuni 22 anak yatim dan 30 janda yangada di Desa. Selain itu disisihkan juga untukmushola misalnya untuk beli sajadah, sedangkanuntuk petani yang tidak masuk dalam PJL danberada didekat dengan lahan yang masuk kontrakdiberi bagian yang dianggap sebagai “uang jaga”.Terdapat kebijakan yang dibuat sendiri olehkomunitas petani untuk meraih kesejahteraanbersama. Hal demikian tidak dimiliki olehkelompok lain. Ini tidak terlepas dari perankepemimpinan ketua kelompok tani yangmempunyai figur kuat untuk diikuti atauditokohkan oleh anggotannya. Seorang pemimpindapat memainkan peran kunci dalam mengatur,memberi pengaruh, serta memperoleh komitmendari sebuah kelompok terhadap sasaran kerjanya(Laksmidewi, 2010).

4. Keterlibatan Para Pihak ( )Hasil pemetaan stakeholder berdasarkan derajat

kepentingan dan pengaruhnya di dalampengelolaan DAS Cidanau khususnya mekanismepembayaran jasa lingkungan dapat dilihat padaGambar 2.

Berdasarkan posisi sesuai kriteria yangdibangun oleh Reed (2009), di DASCidanau diklasifikasikan sebagai

, danyang mempunyai pengaruh dan

kepentingan tinggi ( ) padakeberlanjutan kemitraan PJL di DAS Cidanauadalah komunitas petani hutan, PT KTI danFKDC. Stakeholder yang mempunyai pengaruhtinggi tetapi kepentingan rendah (

adalah Bappeda Propinsi Banten, DinasKehutanan Propinsi Banten, Dinas Pertanian,Kehutanan, Perkebunan dan PeternakanKabupaten Serang, Dinas Kehutanan KabupatenPandenglang. Dan yang mempunyaipengaruh dan kepentingan rendah (

) adalah BLHD Prop. Banten, Kantor LHKabupaten Pandenglang, BLH Kabupaten Serang,KSDA Seksi Wil I Serang dan BPDAS CitarumCiliwung.

Stakeholder

stakeholderstakeholder key

player stakeholder context setter stakeholder crowd.Stakeholder

stakeholder key player

stakeholder contextsetter)

stakeholderstakeholder

crowd

Gambar 2 Pemetaan stakeholder dalam pengelolaan DAS Cidanau..Figure 2. Stakeholders mapping in Cidanau watershed management.

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 14: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

150

5. Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untukKeberlanjutan Pasokan Air di DAS CidanauSecara konsep skema PJL DAS Cidanau telah

sesuai dengan standar internasional yangdidasarkan atas

dalam FAO 2004, yang terdiri dari 5 kategoriyakni konteks, aktor/pelaku. Pembayaran dansistem pembiayaan, pelaksanaan dan perencanaanskema, monitoring dan .

Kelembagaan atau institusi mempunyai duapengertian. kelembagaan sebagai aturanmain ( ) berupa norma-norma,larangan, kontrak, kebijakan dan peraturan yangmengatur perilaku individu. kelembagaansebagai suatu organisasi ( (Mernarddan Shirley, 2008).

Kelembagaan kemitraan yang diperlukan adalahkemitraan dengan memperhatikan seluruh aspekkelembagaan yang akan mempengaruhi arena aksidan perilaku aktor dan dapat menghasilkanperforma kelembagaan kemitraan yang baik.Berdasarkan pemetaan terhadap permasalahandan kendala kelembagaan kemitraan dengankerangka IAD (Gambar 3), maka agar pemutusankontrak pada desa Cibojong dan desa Kadu Agungtidak terjadi pada kelompok tani yang lain,diperlukan :

Assesement criteria the regional forum onpayment schemes for environmental service in watershed(2003)

follow-up

Pertamarule of the game

Keduaplayer of the game)

1. Pendekatan yang dilakukan pada kelompok taniheterogen adalah pendekatan individual, namunpendekatan ini akan berdampak pada mahalnyabiaya transaksi.

2. Untuk memfasilitasi kebutuhan yang mendesakpada anggota kelompok tani sehingga tidakmelakukan penebangan pohon makadiperlukan lembaga keuangan alternatifditingkat desa, dengan sumber dana difasilitasioleh FKDC yang memanfaatkan dana dari PTKTI sebagai (dana bergulir).

3. Pembatasan maksimum penjarangan, karenapenetapan 500 pohon per hektar per tahuntanpa ada penjarangan akan berdampak padavolume pohon tersebut, yang dikarenakanterbatasnya ruang tumbuh akan mengakibatkanpertumbuhan pohon tidak maksimal.

4. Pengkajian jumlah pembayaran yang ditetapkanoleh FKDC untuk petani penyedia jasalingkungan dengan mempertimbangkan nilaikorbanan petani atau laju inflasi sekarang,karena menurut Keser dan Willinger (2007) danSilver (2009) bahwa pelaku ( ) cenderungberkepentingan dalam memaksimumkankeuntungan. Adanya manfaat dalam kemitraandapat menjadi motivasi dan dorongan bagi paraanggotanya untuk terus meningkatkanpartisipasinya. Sebaliknya jika kemitraan tidak

revolving fund

agent

Gambar 3 Kerangka IAD kelembagaan kemitraan hulu hilir untuk pasokan air DAS Cidanau..Figure 3. IAD framework of upstream and downstream institutional partnership for water supply in Cidanau watershed.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152

Page 15: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

151

memberikan manfaat/keuntungan yang besaratau setara korbanan kemungkinan paraanggotanya tidak bersedia melanjutkankemitraan karena permasalahan yang seringmuncul adalah ketidakseimbangan antara pihak -pihak yang bermitra dan perbedaan motivasiyang mempengaruhi kedua belah pihakmelakukan kemitraan.

Kepemilikan lahan petani penyedia jasalingkungan DAS Cidanau mayoritas adalah hakmilik perorangan ( ) sehingga otonomdalam mengambil keputusan denganmemilih yang berbeda, tingkat pemahaman yangberagam melahirkan perbedaan motivasi dalammenjaga dan melanjutkan kemitraan. Oleh karenaitu untuk mewujudkan kelembagaan kemitraanDAS Cidanau secara optimal selain pembenahanaturan main yang telah ada, hal penting yang harusdilakukan adalah penguatan kelembagaan FKDC.

1. FKDC harus memperbaiki isi dan muatankontrak berdasarkan hasil kajian terhadappenerapan sistem tanggung, besarnya jumlahpembayaran pada komunitas petani penyediajasa lingkungan serta penguatan kelembagaanorganisasi FKDC.

2. Perlu pendekatan yang intensif terhadapperusahaan lain untuk yang terlibatdalam transaksi jasa lingkungan sehingga

tidak terbatas hanya PT KTI. Peranpemerintah dan FKDC sangat sentral dalam halini.

Arsyad, S. (2010). Konservasi tanah dan air ( ).Bogor : IPB Press.

Asdak, C. (2010).. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

private propertyopportunity cost

volunteercost

sharing

2 ed

Hidrologi dan pengelolaan daerahaliran sungai (5th ed)

nd

Laskmidewi, A. TP. AA. (2010). Pengaruh faktorkekompakan, motivasi dan peran ke-pemimpinan ketua kelompok terhadap ke-berhasilan usaha perikanan.

(2),71-160.

Bungin, B. (2011).

(2 ed). Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup.

Hariadi, S.S. (2005). Revitalisasi kelompok tanisebagai media penyuluhan pertanian eraglobalisasi. (2), 8393.

Hermanto. & Swastika, D.K.S. (2011). Penguatankelompok tani : Langkah awal peningkatankesejahteraan petani.

(4), 371-390.

Irawan, P. (2006).. DIA Jakarta : FISIP UI.

Keser, C., & Wilingner, M. (2007). Theories ofbehavior in principal-agent relationshipswith hidden action.

(6), 1514-1533.

Maila, M.W., & Loubser, C.P. (2003). Emancipatoryindigenous knowledge systems: implicationsfor environmental education in SouthAfrica.(4), 276-280.

Menard, C. & Shirley, M.M. (2008). What is newinstitutional economics. In Menard, C., &Shirley, MM

Jurnal Ekonomidan Bisnis 4

Penelitian kualitatif komunikasi,ekonomi, kebijakan publik dan lmu sosial lainnya

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 1 -

Jurnal Analisis KebijakanPertanian 9

Penelitian kualitatif dan kuantitatifuntuk ilmu-ilmu sosial

European Economic Review51

South African Journal of Education 23

i

nd

(Ed.),. Heidelberg : Springer-

Verlag.

Nugroho, B. (2003).

[disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ostrom, E. (2008). Doing institutional analysis:Digging deeper than market and hierarchies.In Menard, C., & Shirley, MM (Ed.),

Berlin: Springer Publishing.

Pagiola, S., Arcenas, A., & Platais, G. (2004). Canpayments for environmental services help

Handbook of NewInstitutional Economics

Kajian institusi pelibatan usahakecil-menengah industri pemanenan hutan untukmendukung pengelolaan hutan produksi lestari

Handbook of New Institutional Economics.

Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir untuk Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten Nur Laila( )et al.

Page 16: KELEMBAGAAN KEMITRAAN HULU HILIR UNTUK PASOKAN …

152

reduce property? An exploration of theissues and the evidence to date from latinAmerica. (2), 237-235.

Place, F., Otsuka, K., & Scherr, S. (2004). Propertyright, collective action and agroforestry (pp.18-21). In Dick, RM., & Greogrio, MD, (Ed.),

. USA: IFPRI andCAPRI.

Reed, MS., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H.,Hubacek, K. (2009). Who's in and why? Atypology of stakeholder analysis methods fornatural resource management.

, 19331949.

Swanson, T., & Timo, G. (2000). Analysis properyrights issues involving plant geneticresources: implication of ownership for

World Develoment 33

Collective Action and Property Rights forSustainable Development

Journal ofEnvironmental Management 90

economic efficiency. .32,75-92.

Schlager, E., & Ostrom, E. (1992). Property-rightregimes and natural resources: A conceptualanalyasis. (3), 249-262.

Slamet, Y. (2006). . Surakarta:LPP UNS dan UNS Press.

Soekartawi. (1993). . Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2010). .Bandung: Alfabeta.

Zhang, Y., & Wildemuth, BM. (2009).. Refrieved from

www.ischool.uxexas. edu/~yanz/Content_analysis.pdf[22 januari 2013]

Ecological Economics

Land Economics 68

Metode penelitian sosial

Pembangunan pertanian

Memahami penelitian kualitatif

Qualitativeanalys i s o f content

.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 137 - 152