kekurangan energi protein
TRANSCRIPT
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
1. Pengertian / Batasan KEP
Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angaka kecukupan gizi
(Pudjiani, 2000).
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak
cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan (Depkes RI, 1999).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang
dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).
2. Etiologi
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Primer
a) Susunan makanan yang salah
b) Penyedia makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
e) Kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder
a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran).
b) Gangguan psikologis.
3. Klasifikasi KEP
KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu:
· 1. KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.
· 2. KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS.
· 3. KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS
4. Manifestasi Klinis
KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwash-
iorkor. KEP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut KEP
berat tipe kwashiorkor.
a. KEP berat tipe kwashiorkor
Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkupas (crazy pavement dermatosis)
Sering disertai: infeksi, anemia, diare.
b. KEP berat tipe marasmus
Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
Perut cekung
Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik.
c. KEP berat tipe marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan mar-
asmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro
yang sering menyertai seperti xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, Cu,
vitamin B12, asam folat), stomatitis (vitamin B, C), dll.
5. Cara Deteksi KEP
KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang
dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam
KMS (Depkes RI, 1998).
6. Penatalaksanaan KEP (Pudjiani, 2000)
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun
lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui :
a) Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan.
b) Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi
c) Program imunisasi
Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit
(cacing).
2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya
belum baik.
3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
a) Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu
b) Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status
gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi)
4. Memelihara status gizi
a) Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi
dengan status gizi yang baik pula.
b) Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan
c) Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap
d) Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2
tahun).
Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut:
a.Atasi/cegah hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35°C, suhu rektal 35,5°C).
Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.
b.Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5°C:
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu
atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti
Berikan antibiotik
Suhu diperiksa sampai mencapai >36,5°C.
c. Atasi/cegah dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjatan. Lakukan
pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi
dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for
Malnutritionatau penggantinya).
d.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu
untuk pemulihan.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada
makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
e.Koreksi defisiensi nutrien mikro
Berikan setiap hari:
Tambahan multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/gBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14:
f. Mulai pemberian makan
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera
setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein
untuk memenuhi metabolisme basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah:
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral)
Energi: 100 kkal/kgBB/hari
Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
Cairan: 130 ml/kg/BB/hari (100 ml/kgBB bila ada edema berat)
Kegagalan pengobatan tercermin pada:
1.Tingginya angka kematian
Bila mortalitas > 5%, perhatikan apakah kematian terjadi pada:
Dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak
diatasi, atau proses rehidrasi kurang tepat
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak
tepat
Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi
makan
2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB:
Baik : > 10 g/kgBB/hari
Sedang : 5-10 g/kgBB/hari
Kurang : < 5 g/kgBB/hari
Kemungkinan kenaikan BB, antara lain:
Pemberian makanan tidak adekuat
Defisiensi nutrien tertentu: vitamin, mineral
Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati
HIV/AIDS
Masalah psikologik
7. Penanggulangan KEP
a. Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke
rumahsakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu
direncanakan tindakan sebagai berikut :
· KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah
(bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayiumur < 4
bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
· Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat
pemberian makanandan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-
50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan
penyakitnya.
· KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
B.Analisa Gizi dan Penilaian status gizi
Subyektif :
Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi
Riwayat Gizi :
-Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit
-Kebiasaan makan
-Pantangan
-Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-
tanda hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang
air besar meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-)
- Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama
penurunan terjadi)
- Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit)
- Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan
bentuk feses, obstipasi dan sakit perut
- Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi
gangguan pada saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal
(misal mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi
alergi)
Obyektif:
Pemeriksaan fisik
Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus
IMT adalah berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2)
Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :
Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat < 16,0
Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Berat badan kurang ≥ 23
Dengan resiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
- Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori
yang kronis
- Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan
jasmani. Biasanya digunakan rumus Broca.
Rumus Broca :
Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] – 10%
Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak
dikurangi 10%.
Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30
kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk
aktivitas (10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi
kalau berat badan berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi
ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang
normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah
pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiani, 2000, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Penerit FKUI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1999, Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan di
Rumah Tangga, Bhakti Husada, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Editor Setiawan, EGC, Jakarta.
Mochji, 1992, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bharata, Jakarta.N
Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di
Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.