kecenderungan korupsi: suatu pengujian aspek...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Kecenderungan kecurangan yang terjadi di Timor
Leste,berdasarkan hasil pemeriksaan Komisi Anti Korupsi
(KAK) Timor leste Pada tahun 2013 berhasil mengidentifikasi 30
kasus korupsi dan kasus-kasus tersebut telah diserahkan kepada
jaksa untuk ditindak lanjuti. Dari hasil temuan pemeriksaan
Komisi Anti Korupsi (KAK) Timor Leste tersebut Pengadilan
Distrik Dili telah menetapkan mantan Mentri kehakiman Timor
Leste sebagai tersangka.Kasus korupsi penyalahgunaan
wewenang dalam memanipulasi dokumen tender proyek
pengadaan seragam penjaga penjara. Selain itu juga kepala
bagian procurement kementrian kehakiman juga didakwa ikut
terlibat dalam kasus tersebut.
Kecenderungan kecurangan telah mendapatkan banyak
perhatian media sebagai dinamika yang sering terjadi.Terdapat
opini bahwa kecenderungan kecurangan dapat dikatakan sebagai
tendensi korupsi dalam definisi danterminologi karena
keterlibatan beberapa unsur yang terdiri daripengungkapanfakta-
fakta menyesatkan, pelanggaranaturan atau penyalahgunaan
kepercayaan, dan omisi fakta kritis. Soepardi (2007:24)dalam
Mohammad (2011) indikasi adanya kecenderungan
kecurangandapat dilihat dari bentuk kebijakan yang disengaja
dan tindakan yang bertujuan untuk melakukan penipuan atau
manipulasi yang merugikan pihak lain. Kecenderungan
kecurangan meliputi berbagai bentuk, seperti tendensi untuk
melakukantindak korupsi(corruption), tendensi untuk
2
penyalahgunaan atas aset(Asset Missappropriation), dan tendensi
untukmelakukan kecurangandalam laporan keuangan
(financialstatement fraudulent).
Teori Fraud Triangleyang dijabarkan Cressey (1953) dalam
Tuannakotta (2007: 207) mengatakan bahwa korupsidisebabkan
karena adanya 3 faktor, yaitu tekanan (pressure), peluang
(opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Tekanan
(pressure) merupakan faktor yang berasal dari kondisi
individu yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan.
Menurut Salam (2005) tekanan (presure) yaitu insentif yang
mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya
kehidupan, ketidakberdayaan dalam soal keuangan prilaku
gambling, mencoba mengalahkan sistim dan ketidakpuasan kerja.
Tekanan merupakan faktor yang berasal dari individu yang
menyebabkan seseorang melakukan kecurangan tekanan dari
dalam diri seseorang tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan
tempat kerja. Salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan
tekanan pada seorang pegawai adalah mengenai keadilan
organisasional dalam pekerjaan.
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud
terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu
organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau
penyalahgunaan wewenang. Di antara tiga elemen fraud triangle,
opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk
diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control
dan upaya deteksi dini terhadap fraud. Penelitian ini
3
menggunakan keefektifan sistem pengendalian internal sebagai
suatu peluang bagi pemerintahan atas terjadinya fraud di sektor
pemerintahan.
Rationalization (rasionalisasi)adalah pertimbangan perilaku
kecurangan sebagai konsekuensi dari kesenjangan integritas
pribadi pegawai atau penalaran moral yang lain.Menurut Skousen
(2009) rasionalisasi adalah komponen penting dalam banyak
kecurangan, rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan
mencaripembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan
bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur. Selain ketiga
factor tersebut budaya organisasi juga merupakansalah satu
faktor yang diduga menjadikan alasan pembenaran mengapa
pegawai melakukan korupsi.
Menurut Jones dan Goerge (2008:105)organizational
culture is the shared set of beliefs, expectations, values, norms,
and work routines that influence the ways in which individuals,
groups, and teams intreract with one another and cooperate to
achieve organizational goals. Jones danGoerge juga mengatakan,
bahwa ketika paraanggota organisasi memiliki komitmen
yangkuat terhadap keyakinan, harapan, nilai-nilai,norma-norma,
dan kebiasaan-kebiasaan yangdigunakannya dalam mencapai
tujuan,menunjukkan budaya organisasi yang kuat.Sebaliknya bila
para anggota organisasi tidak memiliki komitmen yang kuat,
menunjukkanbudaya organisasinya lemah
4
Penelitian yang dilakukan Sulistiyowati (2007) mengatakan
bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap persepsi aparatur
pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Dalam penelitianya
juga menjelaskan bahwa budaya organisasi yang baik tidak akan
membuka peluang sedikitpun bagi individu untuk melakukan
korupsi, karena budaya organisasi yang baik akanmembentuk
para pelaku organisasi mempunyaisense of belonging (rasa ikut
memiliki) dan sense of identity (rasa bangga sebagai bagian dari
suatu organisasi).
Selain budaya organisasi, variabel lain yang berpengaruh
terhadapkecenderungan korupsi adalah sistem pengendalian
internal.Menurut Tuanakotta(2007) pencegahanfrauddapat
dilakukan dengan mengaktifkanpengendalian internal. Jika
pengendalian internal suatu organisasi lemah makakemungkinan
terjadinya kesalahan dan fraudsangat besar. Menurut
AICPA(American Institute of Certified Pulic Accountant)dalam
Wilopo (2006) adanyasuatu sistem pengendalian internal bagi
sebuah organisasi sangatlah penting,antara lain untuk
memberikan perlindungan bagi entitas terhadap
kelemahanmanusia serta untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan dan tindakan yang tidaksesuai dengan peraturan.
Pengendalian internal juga dimaksudkan untukmeningkatkan
kepatuhan karyawan/pegawai terhadap hukum-hukum
danperaturan yang telah ditetapkan.
Suatu organisasi yang memiliki sistem pengendalian
internal yang lemah, cenderung akan meningkatkan peluang
5
terjadinya fraud di dalam organisasi tersebut. Rae and
Subramaniam (2008) mengatakan bahwa kualitas pengendalian
internal bertindak sebagai suatu ukuran kuasa untuk peluang
terjadinya fraud karena tindakan pengendalian internal yang
berkualitas akan memperkecil frekuensi fraud. Akan tetapi
adanya suatu sistem pengendalian internal saja tidak cukup jika
tidak ada kepatuhan di dalamnya.
Menurut Hartanto dan Indra (2001) tekanan ketaatan
adalah individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu
sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan
perintah yang diberikannya, hal ini disebabkan oleh
keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk
legitimate power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi
bawahan karena ada posisi khusus dalam struktur hierarki
organisasi. Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini
dikembangkan oleh Milgram (2012) yang dikatakan dalam
teorinya bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari
atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang
berperilaku otonomis menjadi perilaku agen. Perubahan
perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi
agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung
jawab atas apa yang dilakukannya
Beberapapeniliti telahmenelititentangfaktor-faktor
yangmempengaruhifrauddi sektor pemerintahan, antara lain
penelitianMohamad (2013)menunjukkanbahwa terdapat pengaruh
negatif antara kepatuhan sistem pengendalian intern dengan fraud
6
di sektor pemerintahan, penelitian Wilopo (2006) mengatakan
bahwa variabelkeefektifan pengendalian internal berpengaruh
negatif terhadap fraud, penelitian Sulistyowati pada tahun (2007)
menyatakan hasil bahwa variabel budaya etis organisasi
berpengaruh negatif terhadap frauddanpenelitian Rahmawati dan
Soetikno (2012) menyatakan bahwa variabel keefektifan
pengendalian internal berpengaruh negatif terhadapfraud.
Dengan melihat fenomena yang terjadi di Timor Leste
tentang kecenderungan korupsi dan riset-riset terdahulu yang bisa
menjelaskan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh pengendalian internal,
budaya organisasi dan tekanan ketaatan terhadap kecendrungan
korupsipada Kementerian Pekerjaan Umum Timor Leste. Tujuan
dari penelitian iniuntuk memberi bukti empiris mengenai
pengaruh sistem pengendalian internal, budaya organisasi dan
tekanan ketatan terhadap kecenderungan korupsi.Manfaat teoritis
penelitian inidiharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
tentang kecenderungan korupsipada sektor publik. Sedangkan
manfaat praktisinya diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pemerintah dalam upaya mencegah korupsi.
TELAAHLITERATURDAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
Kecurangan (fraud)
The ACFE(Association of Certified Fraud Examiner) dalam
Amrizal (2004) membagi kecurangan (fraud) dalam tiga
tipologi berdasarkan perbuatan yaitu:
7
Penylahgunaan atas asset (Asset Misappropriation),
dapat digolongkan dalam: 1) kecurangan kas(cash
fraud),meliputi pencurian kas dan pengeluaran-pengeluaran
secara kecurang, sepertipemalsuan cek.2) kecurangan atas
persediaan dan aset lainnya (fraud ofinventory and all other
assets), berupapencurian dan pemakaianpersediaan/aset lainnya
untuk kepentingan pribadi.
Kecurangan laporan keuangan(financialstatement
fraudulent)dikategorikan dalam: 1)timing difference(improper
treatment of sales),mencatat waktu transaksi berbeda atau lebih
awal dari waktu transaksi yangsebenarnya.2)fictitious revenues,
menciptakan pendapatan yangsebenarnyatidak
pernahterjadi(fiktif).3) Cancealed liabilities
andexpenses,menyembunyikankewajiban-kewajibanperusahaan,
sehingga laporankeuanganterlihat bagus. 4)improper disclosures,
perusahaan tidak melakukanpengungkapanataslaporan keuangan
secara cukupdengan maksud untukmenyembunyikan kecurangan-
kecurangan yang terjadi. 5) improper assetvaluation,penilaian
yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan
prinsipakuntansiberlaku umum atas aset perusahaan dengan
tujuan meningkatkanpendapatan dan menurunkan biaya.
Korupsi (Corruption). Jenis fraud ini paling sulit
dideteksi karenamenyangkut kerja sama dengan pihak lain
dalam menikmati keuntunganseperti suap dan korupsi. Korupsi
terbagi atas:1) pertentangankepentingan(conflict of interest),
terjadi ketika karyawan, manajer dan eksekutif perusahaan
8
memiliki kepentingan pribadi terhadap transaksi, yang
mengakibatkan dampak yang kurang baik terhadap perusahaan.
2) suap (bribery), penawaran, pemberian, penerimaan, atau
permohonan sesuatu dengan tujuan untuk mempengaruhi
pembuat keputusan dalam membuat keputusan bisnis. 3)
pemberian illegal (illegal gratuity), pemberian illegal disini
bukan untuk mempengaruhi keputusan bisnis, tapi sebuah
permainan. Hadiah diberikan setelah kesepakatan selesai. 4)
pemerasan secara ekonomi (economic extortion), pada dasarnya
pemerasan secara ekonomik lawan dari suap. Penjual
menawarkan memberi suap atau hadiah kepada pembeli yang
memesan produk dari perusahaan.
Berdasarkan tipologinya fraud yang dibedakan menjadi
tiga maka, pada penelitian ini akan difokuskan pada korupsi
jenis fraud ini paling sulit dideteksi karenamenyangkut kerja
sama dengan pihak lain dalam menikmati keuntunganseperti
suap dan korupsi.
Menurut Abdullah (1999) korupsi ada “as old as the
organization ofpower”. Inti korupsi adalah menyalahgunakan
kepercayaan yang diberikanpublik atau pemilik untuk
kepentingan pribadi menurut Alatas(1987) dalamSulistiyowati
(2007)koruptor dengansengaja melakukan kesalahan
ataumelalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban,
atautanpa hakmenggunakankekuasaan, dengan tujuan
memperoleh keuntungan pribadi.Sehingga korupsimenunjukkan
fungsi ganda yang kontradiktif, yaitumempunyai
9
kewenanganyang diberikan publik yang seharusnya
untukkesejahteraan publik, namun digunakan untuk keuntungan
diri sendiri.
Jones dan Bates (1990) aktivitas-aktivitasyang cenderung
ke korupsi antara lain: (1)tender, kontrak, penyelesaian
kontrak, penyewaan konsultan atau staf (2) penjualandengan
tekanan (3) ramah-tamah (4) pemberian ijin, lisensi untuk
rencana perdagangan(5) pembelian barang yang dikirim
langsung ke tempat pembangunan(6) konflik kepentingan (7)
penggunaanperalatan komputer atau kendaraan untukkepentingan
pribadi (8) perusakan danpembuangan terhadap peralatan,
perlengkapan maupun persediaan yang telahusang.
Berdasarkan tipologinya, korupsi dibedakanmenjadi lima,
yaitu (Darsono,2001)1.Korupsi transaksi, merupakan korupsi
yang bersifat timbal balik (mendekati kolusi), sehingga saling
menguntungkan. 2. Korupsi memeras, terjadipadaunbalanced of
power, misalnya pelayanan dibuat sulit sehingga
menciptakanuang sogok. 3. Korupsi investif, berupa pemberian
sekarang untuk menuai dimasa yang akan datang. 4. Korupsi
nepotisme, merupakan pengangkatanjabatan karena
kekerabatan, kecuali yang memenuhi persyaratan teknis
danprosedur yang berlaku. 5. Korupsi dukungan adalah upaya
mendukung satupihak agar dapat didukung balik.
Dalam buku ”Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional
(SPKN)” yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangandan
10
Pembangunan (BPKP) pada tahun (1999)telah diidentifikasi
faktor-faktor penyebab kecurangan korupsi diIndonesia terdiri
atas empat aspek, yaitu:
a) aspek perilaku individu, sepertiadanya sifat tamak,
moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilanyang
tidak mencukupi, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup
konsumtif,malas/tidak mau bekerja keras, serta tidak
mengamalkan ajaran agama secarabenar. b) aspek organisasi,
yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kulturorganisasi
yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak
memadai,kelemahansistempengendalian
manajemen,kecenderungan manajemenmenutupi perbuatan
korupsiyang terjadi dalam perusahaannya, dan
perusahaanmemiliki sejarah/tradisikecurangan. c) aspek
masyarakat, berkaitan denganlingkungan di
manaindividu/organisasi berada, seperti nilai-nilai yang
berlakuyang kondusifuntukterjadinya korupsi, kurangnya
kesadaran bahwa yang palingdirugikan daripraktik korupsi
adalah masyarakat. d) aspek peraturanperundang-undangan,yaitu
terbitnya peraturan perundang undangan yangbersifat
monopolistic yanghanya menguntungkan kerabat dan atau
kronipenguasa negara, kualitasperaturan perundang-undangan
kurang memadai,judicial review yang kurangefektif,
penjatuhansanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak
konsistendan pandang bulu, serta lemahnya bidangevaluasi
dan revisi peraturanperundang-undangan.
11
Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal menurut COSO dalam
Sawyer (2006:144) adalah sebuah proses yang dipengaruhi oleh
dewandireksi perusahaan, manajemen, dan karyawan lain, untuk
memberikan keyakinan yang wajar mengenai pancapaian tujuan
dalam kategori berikut: a)efektivitas dan efisiensi operasi
b)keandalan pelaporan keuangan c) ketaatan dengan hukum dan
aturan yang berlaku. Penerapan sistem pengendalian intern
berfungsi untuk: a) preventive, yaitu pengendalian untuk
pencegahan kesalahan-kesalahan baik berupa kekeliruan atau
ketidakberesan. b) detektive, untuk mendeteksi kesalahan,
kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi. c)corrective, untuk
memperbaikikesalahan, kelemahan dan penyimpangan yang
terdeteksi. d)directive, untukmengarahkan agar pelaksanaan
aktivias dilakukan dengan tepat dan benar. e) compensative,
untuk menetralkan kelemahan pada aspek kontrol yang lain.
Laporan Committee of Sponsoring of the Tread Way
Commission (COSO) dalamBoynton at al (2002:373)
menekankan konsep fundamental dinyatakan dalam defenisi
berikut: a)pengendalian intern merupakan suatu proses.
Pengendalian internal terdiri dari serangkaian tindakan yang
meresap dan terintegrasi dengan tidak ditambahkan ke dalam
infrasruktur suatu entitas. b)pengendalian intern dilaksanakan
oleh orang pada berbagai tingkatan organisasi, termasuk dewan
direksi, manajemen dan personel lain. c) pengendalian intern
12
diharapkan untuk menyediakan hanya keyakinan yang memadai,
bukan keyakinan yang mutlak, kepada manajemen dan dewan
direksi suatu entitas karena suatu keterbatasan yang melekat
dalam semua sistem pengendalian internal dan perlunya untuk
mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari pengadaan
pengendalian.
Pengendalian internal diarahkan pada pencapaian tujuan
dalam kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi. Ciri-ciri pengendalian intern
yang kuat menurut Tunggal (2010: 209), yaitu: a) karyawan
yang kompeten dan jujur, menguasai standar akuntansi,
peraturan perpajakan, dan peraturan pasar modal. b) transaksi
diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. c) transaksi dicatat
dengan benar (jumlah, estimasi dan perlakuan akuntansi). d)
pemisahan tugas yang mengambil inisiatif timbulnya suatu
transaksi, yang mencatat dan yang menyimpan. e) akses terhadap
aset dan catatan perusahaan sesuai dengan tugas dan fungsi
karyawan. f)perbandingan secara periodik antara saldo
menurut buku dengan jumlah secara fisik.
Keterbatasan pengendalian internal dalam suatu entitas
menurut Boynton, Johson dan Kell (2002:376) yaitu: a)
kesalahan dalam pertimbangan. b) kemacetan. Terjadi ketika
personel salah memahami instruksi dan membuat
kekeliruanakibat kecerobohan, kebingungan dan kelelahan. c)
kolusi merupakan individu yang bekerja sama melakukan
sekaligus menutupi kecurangansehingga tidak dapat dideteksi
13
oleh pengendalian internal. d) penolakanmanajemen. e) biaya
versus manfaat. Biaya pengendalian internal suatu entitas
seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk
diperoleh.
Menurut COSO (2004) pengendalian internal terdiri dari
lima komponen yang saling terkait berikut ini:
Lingkungan Pengendalian(Control Environment)
Lingkungan pengendalianmencakup seluruh tindakan,
kebijakan, dan prosedur yangmencerminkan ataumenggambarkan
seluruh sikap manajemen, direktur, dan pemiliksatuan
usahatentang pengendalian internal yang dapat menimbulkan
kesadaran bagi paraanggota organisasi tersebut mengenai
pentingnya pengendalian semacam itubagi satuanusaha yang
bersangkutan.
Sebagian dari lingkungan pengendalianini dapat
dikendalikan oleh manajemen denganmenggunakan kebijakan-
kebijakan dan prosedur tertentu, seperti:1) penggunaananggaran
dan laporanlaporan keuangan sebagai sarana untuk
memformulasikan danmengkomunikasikan, tujuan, perencanaan,
dan kegiatan perusahaan yangbersangkutan 2) penggunaan
pegawai yang saling menguji (check andbalance) untuk
memisahkankegiatan-kegiatan yang tidak boleh digabung(tidak
kompatibel) serta untuk mengadakansupervise oleh
tingkatanmanajemen yang lebih tinggi3) adanya serta
sampaiseberapajauhpengendalianterhadappenggunaanmetodepen
14
golahan data serta a) terhadappegembangan dan pemeliharaan
sistem oleh perusahaan tersebut.Untuk tujuan pemahaman dan
penetapan lingkungan pengendalian, berikut ini adalah subelemen
terpenting yang harus dipertimbangkan oleh auditor:a) integritas
dan nilai-nilai etika b) komitmenterhadap kompetensic)
partisipasi dewan komisaris dan komite audit. Filosofi dan gaya
operasi manajemen. Struktur organisasi. Pemberian wewenang
dan tanggung jawab. Kebijakan dan praktik sumber daya
manusia.
Penaksiran Risiko (risk assessment)
Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan
merupakan pengidentifikasian, analisisolehmanajemen atas
risiko-risiko yang relevan terhadap penyusunan laporan
keuanganyang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Risikoyang relevan dengan
pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan internal
dan eksternal yang mungkin terjadi dan secara negatif berdampak
terhadap kemampuan entitasuntuk mencatat, mengolah,
meringkas, dan melaporkan data keuangan konsisten
denganasersi manajemen dalam pelaporan keuangan.
Manajemen dapat membuat rencana, program atau
tindakan yang ditujukan keresikotertentu atau dapat memutuskan
untuk menerima suatu resiko karena pertimbangan biayaatau lain.
Resiko yang dapat timbul atau berubah karena keadaan seperti
perubahan dalamlingkup operasi, personel baru, sistem informasi
baru atau yang diperbaiki, pertumbuhanyang pesat, teknologi
15
baru dan muncul competitor baru, eksternal yang mungkin terjadi
dan secara negatif berdampak terhadap kemampuan entitasuntuk
mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan
konsisten denganasersi manajemen dalam pelaporan keuangan.
Manajemen dapat membuat rencana, program atau
tindakan yang ditujukan ke risikotertentu atau
dapatmemutuskanuntuk menerima suatu risiko karena
pertimbangan biayaatau lain. Risiko yang dapat timbul atau
berubah karena keadaan seperti perubahan dalamlingkup operasi,
personel baru, sistem informasi baru atau yang diperbaikin,
pertumbuhanyangpesat, teknologi baru dan muncul competitor
baru.
Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur
yang membantu bahwa tindakanyang diperlukan telah
dilaksanakan untuk menghadapi risiko dalam pencapaian
tujuan perusahaan. Aktivitas pengendalianmemilikiberbagaitujua
ndanditerapkandi berbagaitingkat organisasi dan fungsi.
Umumnya aktivitas pengendalian yang relevan dengan
audit dapat digolongkan sebagaikebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan berikut ini:1) pemisahan tugas yang memadai,
empat pedoman umum dalam pemisahan tugas untukmencegah
salah saji, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja
yangmempunyai kepentingan khusus bagi auditor, yaitu: a)
pemisahan pemegang (custody) aktiva dari akuntansi. b)
16
pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang
bersangkutan. c) pemisahan tanggungjawab operasional dari
tanggung jawab pembukuan. d) pemisahan tugas dalam PDE 2)
otorisasi yang memadai atas transaksidanaktivitas, setiap
transaksi harus diotorisasi memadai jika ingin pengendalian
tersebutmemuaskan. Otorisasi dapatdibedakan menjadi dua yaitu
otorisasi umum (general authorization) dan otorisasi khusus
(specific authorization).
Manajemen menyusunotorisasi umum bagi perusahaan
untuk ditaati bawahan diinstruksikan untukmenerapkan otorisasi
umum dengan cara menyetujui seluruh transaksi dalam batasyang
ditentukan oleh kebijakan. Contoh otorisasi umum adalah
penerbitan daftar harga pasti untuk penjualan barang, batasan
kredit untuk pelanggan, titik pemesanan kembaliyang pasti untuk
melakukan pembelian. Otorisasi khusus dilakukan terhadap
transaksiindividual. Manajemen seringkali tidak dapat menyusun
kebijakan umum otorisasiuntuk beberapa transaksi. Sehingga
manajemen lebih memilih membuat
otorisasiberdasarkankasusdemikasus.
Misalnyaadalahotorisasitransaksipenjualan olehmanajer
penjualan atas mobil perusahaan yang telah dipakai. Kebijakan
otorisasi baikumum maupun khusus harus dibuat oleh manajemen
puncak.3) dokumendan catatan yang memadai, dokumen
merupakan bukti terjadinya transaksi berikut harga, sifat, dan
syarat-syarattransaksi. Contoh dokumen yang banyak dijumpai
adalah faktur, cek, dan kontrak.Dokumen berfungsi sebagai
17
penghantar informasi ke seluruh bagian organisasi kliendan
antara organisasi yang berbeda. Dokumen harus memadai untuk
memberikankeyakinan memamdai bahwa seluruh aktiva
dikendalikan dengan pantas dan seluruhtransaksi tercatat dengan
benar.Prinsip-prinsip relevan tertentu dalam membuat rancangan
dan penggunaan dokumendan catatan yang pantas.
Dokumen dan catatansebaiknya:a)berseri dan
prenumbereduntukmemungkinkan pengendalian atas hilangnya
dokumen dan sebagai alat bantu dalam penempatan dokumen jika
diperlukankembali. b)disiapkan pada saat terjadi atau sesudah.
c)cukup sederhana untuk menjamin bahwa dokumen dan catatan
dapat dimengertidengan jelas. d) dirancang sedapat mungkin
untuk multiguna sehingga meminimalkan bentukdokumen dan
catatan yang berbeda-beda4) pengendalian fisik atas aktiva dan
catatan, pengendalian fisikberhubungan dengan perbatasan dua
jenis akses terhadap aktiva dancatatan penting 5) penilaian
independent terhadap kinerja,kategori terakhir prosedur
pengendalian adalah penelaahan yang hati-hati
danberkesinambunganataske empatproseduryanglain,yangseringk
ali disebutpengecekan indepenatauverifikasiinternal.
Kebutuhanpengecekan independenmeningkat karena
struktur pengendalianinternalcenderung untuk berubah setiap saat
jikatidak terdapat mekanisme penelaahan yang sering.
Karakteristik utama orang yangmelakukanprosedur verifikasi
internal adalah orang tersebut harus independen
danbertanggungjawab menyiapkan data.Sistemakuntansiyangterk
18
omputerisasidapatdirancangsehingga membuat banyak prosedur
verifikasi interndiotomatisasisebagai bagian dari sistem.
Informasi dan komunikasi (information and communication)
Sisteminformasi relevan dengan tujuan pelaporan keuangan,
yang mencakupsistemakuntansi, terdiri dari metode dan catatan
yang dibangun untukmencatat, mengolah,meringkas, dan
melaporkan transaksi entitas danuntuk menyelenggarakan
akuntabilitasterhadap aktiva, utang, ekuitas
yangbersangkutan.Komunikasimeliputiluasnya pemahaman perso
neltentangbagaimanaaktivitas merekdalam sistem informasipelap
orankeuanganberkaitandenganpekerjaanoranglaindancarapelapora
npenyimpangankepadatingkatyangsemestinya dalam entitas.Kom
unikasidapat dilakukan secara lisan dan melalui tindakan
manajemen. Pembukaan salurankomunikasi membantu
memastikan bahwa penyimpangan dilaporakandan
ditindaklanjuti.
Pemantauan (monitoring)
Pemantauan adalah proses penetapan kualitas kinerja
pengendalian intern sepanjangwaktu. Pemantauan mencakup
penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktudan
tindakan perbaikan yang dilakukan. Proses ini dilaksanakan
melalui
aktivitaspemantauansecaraterusmenerus,evaluasisecaraterpisah,at
ausuatukombinasidiantara keduanya. Informasi untuk penilaian
dan perbaikan dapat berasal dari berbagaisumber meliputi studi
atas struktur pengendalianinternal yang ada, laporan audit
19
intern,laporan penyimpanganatas aktivitaspengendalian, laporan
dari bank, umpan balik dari pegawai, dan keluhan dari pelanggan
atas tagihan.Agar pengendalian intern (internal control) berjalan
dengan efektif, maka 5 (lima) komponen tersebut harus
diimplementasikan secara integral dan berkesinambungan.
Budaya Organisasi
Menurut Jones dan Goerge (2008:105)organizational
culture is the shared set of beliefs, expectations, values, norms,
and work routines that influence the ways in which individuals,
groups, and teams intreract with one another and cooperate to
achieve organizational goals.Jones dan Goerge (2008) juga
mengatakan, bahwa ketika paraanggota organisasi memiliki
komitmen yangkuat terhadap keyakinan, harapan, nilai-
nilai,norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yangdigunakannya
dalam mencapai tujuan,menunjukkan budaya organisasi yang
kuat.Sebaliknya bila para anggota organisasi tidak memiliki
komitmen yang kuat, menunjukkanbudaya organisasinya lemah.
Setiap organisasi memiliki budaya, tetapi budaya organisasi
yangsatu dengan organisasi yang lain belum tentusama.
Menurut Buchanan dan Huczyski (1997:518) elemen-
elemen budaya organisasi atau perusahaan adalah nilai-nilai,
kepercayaan-kepercayaan, pendapat-pendapat, sikap-sikap dan
norma-norma. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang
tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam
organisasi implementasi budaya dirupakan dalam bentuk perilaku
artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh
20
budaya organisasi yang bersangkutan. Arnold dan Feldman
(1986:24) perilaku individu berkenaan dengan tindakan yang
nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam
melakukan tindakan seseorang pasti akan tidak terlepas dari
perilakunya.
Budaya organisasi menurut McShane dan Von Glinow
(2008:460)organizational culture is the basic pattern of shared
values and assumptions governing the way employees within an
organization think about and act on problems and opportunities.
McShane dan Von Glinow (2008) juga mengatakan, bahwa
budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan
kinerja, dan sebaliknya bila budaya organisasinya lemah
mengakibatkan kinerja menurun. Budaya organisasimemiliki tiga
fungsi penting yaitu sebagai sistempengawasan, perekat
hubungan sosial, dansaling memahami.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut
di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa budaya organisasi
merupakan pola dasar nilai-nilai, harapan, kebiasaan-kebiasaan
dan keyakinan yang dimiliki bersama seluruh anggota organisasi
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas untuk mencapai
tujuan organisasi.
Tekanan Ketaatan
Menurut Agoes (2009:49)ketaatan sebagai pemeriksanaan
untuk mengetahui apakah prosedur dan aturan yang telah
ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati oleh personel
21
diorganisasi tersebut. Menurut Agoes (2009) audit ketaatan
(compliance audit)harus dilakukan di dalam perusahaan
terhadap: a) kebijakan dan prosedur tertulis tentang kelengkapan
transaksi. Hal ini dilakukan untuk membuktikan adanya ketaatan
terhadap kelengkapan transaksi yang dilakukan dalam
perusahaan, pelaksanaan transaksi tersebut sejak transaksi
dimulai sampai dengan selesai. b) ketaatan terhadap perundang-
undangan. Dalam setiap aspek operasional perusahaan atau
bagian organisasi perusahaan harus memenuhi setiap peraturan
perundang-undangan dan peraturan internal perusahaan.
Praditaningrum dan Januarti (2011) mendefinisikan
tekanan ketaatansebagai tekanan yang umumnya dihasilkan
oleh individu yang memiliki kekuasaan. Tekanan ketaatan ini
diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior
yang dihasilkan olehauditor senior atau atasan dan entitas
yang diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang
dari standar etika dan profesionalisme. Tekanan ketaatan adalah
jenis tekanan pengaruh sosial yang dihasilkan ketika individu
dengan perintah langsung dariperilaku individu lain.
Menurut Hartanto dan Indra (2001) mengatakan bahwa
tekanan ketaatan adalah individu yang memiliki kekuasaan
merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku
orang dengan perintah yang diberikannya, hal ini disebabkan
oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan
bentuk legitimate power atau kemampuan atasan untuk
mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam
22
struktur hierarki organisasi. Menurut Milgram (1974) auditor
baru (junior) dari auditor senior atau atasan dan entitas yang
diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari
standar profesionalisme. Menurut Gredani dan Slamet (2007)
instruksi atasan dalam suatu organisasi akan mempengaruhi
perilaku bawahan karena atasan memiliki otoritas.
Menurut Jamilah et al (2007) tekanan ketaatan merupakan
kondisi dimana seorang auditor dihadapkan pada sebuah
dilema penerapan standar profesi auditor. Klien atau pimpinan
dapat saja menekan auditor untuk melakukan pelanggaran standar
profesi auditor. Bahkan kadangkala tekanan dihasilkan oleh
manajemen internal, dimana atasan ingin melakukan rekayasa
terhadap hasil auditnya, baik karena adanya unsur
kekerabatan, menjaga nama baik klien ataupun kerja sama
dengan pihak-pihaktertentu.
Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri
auditor dan terjadi dilema untuk menuruti atau tidak
menuruti kemauan klien maupun pimpinannya. Oleh sebab
itu, seorang auditor seringkali dihadapkan kepada situasi
dilema penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan
keputusannya. Kekuasaan klien dan pemimpin menyebabkan
auditor tidak independen lagi, karena telah menimbulkan
tekanan dalam menjalankan pekerjaannya. Biasanya tekanan
ketaatan ini timbul karena adanya kesenjangan ekspektasi
yang terjadi antara entitas yang diperiksa dengan auditor
telah menimbulkan suatu konflik tersendiri bagi auditor.
23
Dalam beberapa situasi sosial, seseorang memandang
orang lain atau kelompok sebagai pemilik otoritas yang sah
untuk mempengaruhi perilaku orang tersebut. Norma sosial
membolehkan pihak yang memiliki otoritas untuk mengajukan
permintaan dan memaksa agar bawahan mematuhinya.Menurut
Taylor et al. (2009) ketaatan didasarkan pada keyakinan bahwa
otoritas memiliki hak untuk meminta. Menurut Hartanto dan
Indra (2001) mengatakan bahwa tekanan ketaatan adalah individu
yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat
mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
diberikannya, hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan
atau otoritas yang merupakan bentuk legitimate power atau
kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada
posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi.
Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan
oleh Milgram(1974) yang dikatakan dalam teorinya bahwa
bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan
mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku
otonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi
karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber
kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa
yang dilakukannya. PenelitianHartanto dan Indra (2001)
menemukan bukti yang menunjukkan bahwa orang normal
dapat melakukan tindakandestruktif jika menghadapi tekanan
besar dari otoritas yang sah. Orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya bertanggung jawab dan terhormat bisa jadi tertekan
24
oleh otoritas dan mau saja melakukan tindakan kejam dalam
situasi tertekan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan ketaatan pada
atuaran merupakan sebuah perintah atasan melakukan perbuatan
yang tidak sesuai norma, etika pekerjaan, maka seorang
profesional cenderung tidak bertanggung jawab atas keputusan
yang diambil.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS.
Persepsi atas sistem pengendalian internal berpengaruh
tehadap kecenderungan korupsi.
Menurut Arens (2008) adalah: a) lingkungan pengendalian
terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan
sikap dari manajemen puncak, para direktur, dan pemilik dari
suatu entitas mengenai pengendalian internal dan pentingnya
komponen bagi entitas itu. b) penilaian resiko adalah identifikasi
manajemen dan analisis resiko yang relevan dengan persiapan
laporan keuangan yang seuai dengan prinsip berlaku umum. c)
aktivitas Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat
untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh
manajemen dilaksanakan. d) informasi dan komunikasi, sistem
informasi yang relevan dengan tujuan laporan keuangan yang
meliputi sistem akuntansi. e) pemantauan adalah proses penilaian
kualitas kinerja struktur pengendalian intern sepanjang waktu.
Kecenderungan
kecurangan
Akuntansi
25
Penelitian Lisa(2013) menyimpulkan bahwa sistem
pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap
kecurangan. Penelitian Aditya(2013) menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh negatif antara keefektifan pengendalian
internal dengan frauddi sektor pemerintahan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian
internalberpengaruh terhadap kecenderungan
korupsi.Berdasarkan argumentasi dan hasil riset terdahulu maka
diusulkan hipotesisnya sebagai berikut:
H1:Persepsi atas sistem pengendalian internal
berpengaruh terhadapkecenderungan korupsi.
Budaya etis organisasi berpengaruh terhadap kecenderungan
korupsi.
Menurut Jones danGoerge (2008:105) organizational
culture is the shared set of beliefs, expectations, values, norms,
and work routines that influence the ways in which individuals,
groups, and teams intreract with one another and cooperate to
achieve organizational goals. Jonesdan Goerge(2008:105) juga
mengatakan, bahwa ketika paraanggota organisasi memiliki
komitmen yangkuat terhadap keyakinan, harapan, nilai-
nilai,norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yangdigunakannya
dalam mencapai tujuan,menunjukkan budaya organisasi yang
kuat.Sebaliknya bila para anggota organisasi tidak memiliki
komitmen yang kuat, menunjukkanbudaya organisasinya lemah.
Setiap organisasi memiliki budaya, tetapi budaya organisasi
yangsatu dengan organisasi yang lain belum tentusama.
26
Dalam penelitian yang dilakukan Sulistiyowati (2007)
mengatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap
persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak
korupsi.Penelitian Aditya. (2013)menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh negatif antara budaya etis organisasi dengan fraud di
sektor pemerintahan. Penelitian Pristianti (2012) menyimpulkan
bahwa terdapat pengaruh negatif antara budaya etis organisasi
dengan kecurangan (fraud). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwabudaya organisasi berpengaruh terhadap kecenderungan
korupsi. Berdasarkan argumentasi dan hasil riset terdahulu maka
diusulkan hipotesisnya sebagai berikut:
H2:Budayaetisorganisasi berpegaruh
terhadapkecenderungan korupsi.
Tekanan ketaatan untuk melakukan kecurangan
berpengaruh terhadap kecenderungan korupsi.
Tekanan ketaatan (obedience pressure) adalah tekanan
yang diterima oleh bawahan dalam menghadapi atasan untuk
melakukan tindakan menyimpang dari standar yang berlaku.
Tekanan ketaatan muncul dari perintah yang dibuat oleh individu
yang berada pada posisi otoritas. Dalam beberapa situasi sosial,
seseorang memandang orang lain atau kelompok sebagai pemilik
otoritas yang sah untuk mempengaruhi perilaku orang tersebut.
Norma social membolehkan pihak yang memiliki otoritas untuk
mengajukan permintaan dan memaksa agar bawahan
mematuhinya.
27
Menurut Hartanto dan Indra, (2001)mengatakan bahwa
tekanan ketaatan adalah individu yang memiliki kekuasaan yang
dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
diberikannya, hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau
otoritas yang merupakan bentuk legitimate power atau
kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada
posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi. Paradigma
ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram (1974)
mengatakan bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan
dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang
yang berperilaku otonomis menjadi perilaku agen. Perubahan
perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen
dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab
atas apa yang dilakukannya. Penelitian Hartanto dan Indra (2001)
memberi tekanan pada pengaruh normative dari tekanan
ketaatannya. Hartanto dan Indra (2001) menemukan bukti yang
menunjukkan bahwa orang normal dapat melakukan tindakan
destruktif jika menghadapi tekanan besar dari otoritas yang sah.
Orang yang dalam kehidupan sehari-harinya bertanggung jawab
dan terhormat bisa jadi tertekan oleh otoritas dan mau saja
melakukan tindakan kejam dalam situasi tertekan.
Penelitian Muhammad (2013) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh negatif antara kepatuhan sistem pengendalian internal
dengan fraud di sektor pemerintahan.PenelitianAditya (2006)
menunjukkan bahwaterdapat pengaruh negatif antara kepatuhan
sistem pengendalian intern dengan kecurangan di sektor
28
H1
H2
H3
pemerintahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tekanan ketaatan berpengaruh terhadap
kecenderungankorupsi.Berdasarkan argumentasi dan hasil riset
terdahulu maka diusulkan hipotesisnya sebagai berikut
H3: Tekanan ketaatan berpengaruhterhadap
kecenderungan korupsi.
Model Penelitian
Kerangka konseptual dimaksudkan sebagai konsep untuk
menjelaskan dan mengungkapkan katerkaitan antara variabel
yang akan diteliti, berdasarkan latar belakang dan kajian teori
yang telah dikemukakan diatas dapat dijelaskan bahwa untuk
mengurangi tindakankorupsi yang terjadi pada suatu organisasi,
penerapan sistem pengendalian internal harus efektif. Selain itu
menciptakan kondisi kerja yang kondusif melalui penerapan
keadilan secara merata kepada seluruh karyawan juga dapat
menurunkan motivasi untuk berbuat korupsi.Karena
ketidakadilan yang dirasakan karyawan akan menjadi sebuah
tekanan dan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi.
Sistem
pengendalian
internal
X1 Budaya
Organisasi
X2
Tekanan Ketaatan
X3
Kecenderungan
Korupsi
Y
Variabel Independen X Variabel Dependen (Y)
29
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitianini adalahpegawai yang bekerja
pada Dinas Kementerian Pekerjaan Umum sedangkan
sampeladalah pegawai yang bekerja pada bagiandireksi
Keuangan Anggaran dan Perencanaan, Direksi Sumber Daya
Manusia, Administrasi Umum, Direksi Perencanaan Tata Kota
dan Perumahan dan Direksi Pembangunan Jalan dan
Jembatanyang menerima delegasi wewenang dan tanggung jawab
untuk terlibat dalam penggunaan dana yang dianggarkan di
Dinas Kementerian Pekerjaan Umum dengan ditentukan
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling).
Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
berupa pengumpulan data yang dilakukan dari penyebaran
kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
dengan diberi penjelasan untuk setiap pertanyaan agar
mempermudah responden dalam menjawab. Kuesioner dalam
penelitian ini disusun menggunakan skala Likert 1-5 dengan
rincian sebagai berikut: (1) Sangat tidak setuju (2) Sangat setuju
(3) Setuju (4) Ragu-ragu dan (5) Sangat tidak setuju.
Pengukuran Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan empat variabel, variabel
pertama adalahpengendalian internal yang dinyatakan dalam
COSO (1992) adalah suatu proses yang dijalankan oleh Dewan
Komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain
30
untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan yaitu keandalan pelaporankeuangan,
efektivitas dan efisien operasi, dan ketaatan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. Instrumen yang digunakan untuk
mengukur sistem pengendalian internal terdiri dari sembilan
indikator pertanyaanyang dikembangkan oleh Wilopo (1992)
jawaban responden diukurdengan sembilan point skala Likert,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalianinternal yang baik akan berpengaruh terhadap
kecenderungan korupsi.
Variabel kedua penelitian ini adalahbudaya organisasi
merupakan norma, nilai dan konsep dasar yang dianut oleh
anggota organisasi kepada pemimpin yang dapat mempengaruhi
perilaku dan cara kerja anggota organisasi. Menurut Steers (1985)
komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan
terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk
berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan
loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap
organisasinya.
Variabel ketiga penelitian ini tekanan ketaatan (obedience
pressure) adalah tekanan yang diterima oleh bawahan dalam
menghadapi atasan untuk melakukan tindakan menyimpang dari
standar yang berlaku. Tekanan ketaatan muncul dari perintah
yang dibuat oleh individu yang berada pada posisi otoritas.
Dalam beberapa situasi sosial, seseorang memandang orang lain
31
atau kelompok sebagai pemilik otoritas yang sah untuk
mempengaruhi perilaku orang tersebut. Norma social
membolehkan pihak yang memiliki otoritas untuk mengajukan
permintaan dan memaksa agar bawahan mematuhinya. Instrumen
yang digunakan untukmengukur ketaatan terdiri dari lima item
pertanyaan.Tekanan ketaatan dapatdiukur menggunakan 6
pertanyaan dengan 5 poin skala likert. Dengan demikian dapat
dsimpulkan bahwa,tekanan ketaatan yang tinggi akan
berpengaruh ketaatan terhadap pertimbangan.
Variabel terakhir, kecenderungan korupsi adalah
menyalahgunakankepercayaan yang diberikan publik atau
pemilikuntuk kepentingan pribadimenurut Jones dan Bates
dalam Sulistyowati (2007) aktivitas-aktivitas yangcenderung ke
korupsi antara lain: (1) tender, kontrak, penyelesaian
kontrak,penyewaan konsultan atau staf (2) penjualan dengan
tekanan (3) ramah-tamah(4) pemberian ijin, lisensi untuk
rencana perdagangan; (5) pembelian barangyang dikirim
langsung ke tempat pembangunan(6) konflik kepentingan
(7)penggunaan peralatan komputer atau kendaraan untuk
kepentingan pribadi (8)perusakan dan pembuangan terhadap
peralatan, perlengkapan maupun persediaanyang telah
usang.Instrumen yang digunakan untuk mengukur
kecenderungankorupsi terdiri dari empat belas item
pertanyaan yang dikembangkanoleh Aranta (2013).
Teknik Analisis data dan Pengujian Hipotesis
32
Teknik-teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitupurposive sampling dikarenakan jumlah
sampel yang digunakan tetap dan memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut pimpinan yang memiliki otoritas dalam
pengambilan keputusan dan pegawai yang bekerja pada bagian-
bagian tertentu.
Teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi berganda dengan kriteria pengujian
sebagai berikut: jika t hitung > t tabel atau tingkat signifikan < α
= 0,05 atau tingkat signifikansi > α = 0,05 dan koefisien regresi
(β) positif maka hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel
atau tingkat signifikan > α = 0,05 dan koefisien regresi (β)
negatif maka hipotesis ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskripstif
Ada empat variabel pokok dalam penelitian ini, yaitu
Sistim pengendalian internal, budaya organisasi, tekanan ketaatan
dan kecenderungan korupsi pada Kementerian Pekerjaan Umum
Timor Leste. Sebelum menyebar kuesioner ke responden, peneliti
terlebih dahulu menyampaikan surat izin yang ditujukan kepada
Kementerian Pekerjaan Umum, penyebaran kuesioner
dilakukan melalui bantuan bagian pengembangan sumber daya
manusia Kementerian Pekerjaan Umum, untuk selanjutnya
peneliti mendistribusikan kuestioner kepadasetiap
responden.Suratpermohonan izin untuk melakukan penelitian di
Kementerian Pekerjaan Umum Timor Leste, pada tanggal05
33
December 2014. Pengambilan kuesioner dilakukan secara
bertahap dansecara keseluruhan berakhir pada tanggal 28
Januari 2015.
Responden pada penelitian ini adalah sebagian dari
pegawai yang bekerja pada Kementerian Pekerjaan Umum Timor
Leste terutama direksi-direksi yang dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini antara lain, bagian direksi Keuangan
Anggaran dan Perencanaan, Direksi Sumber Daya Manusia,
Administrasi Umum, Direksi Perencanaan Tata Kota dan
Perumahan dan Direksi Pembangunan Jalan dan Jembatan. Hasil
pengumpulan kuesioner yang disebarkan pada dinas pekerjaan
umum adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah Kuesioner
Kuesioner yang disebarkan 130
Kuesioner yang tidak kembali 10
Kuesioner yang kembali 120
Kuesioner yang gugur 2
Kuesioner yang memenuhi syarat 118
sumber data yang diolah 2015
Deskripsi Responden
Berikut ini merupakan data demografi responden yang
terdiri dari: jenis kelamin, pendidikan, umur dan masa kerja.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
34
Tabel 2
Data Demografi Responden
Keterangan Jumlah Responden
Jenis kelamin Laki-laki 55
Permpuan 65
Pendidikan SMA 38
D3 14
S1 64
S2 4
Umur 25-30 85
31-40 34
> 51 1
Masa Kerja 1-5 60
6-10 49
>11 11
sumber data yang diolah 2015
Uji Validitas.
Untuk melihat validitas dari masing-masing item
kuesioner, digunakan Corrected Item. Total Correleration.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa nilai
Corrected Item, untuk masing-masing item variable sistem
pengendalian internal, budaya organisasi tekanan ketaatan dan
korupsi semuanya berada di atas rtabel, maka dapat dikatakan
bahwa semua item kuesioner dapat dinyatakan valid. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3,4,5,6 pada lampiran.
Uji Reliabilitas.
Uji Reliabilitas Pengujian ini dilakukan terhadap
pernyataan-pernyataan yang sudah memiliki validitas.
Kegunaannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali
35
atau lebih terhadap gejala yang sama. Uji reliabilitas dilakukan
dengan menggunakan koefisienCronbach Alpha lebih besar 0,60.
Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai
dengan kondisi sesungguhnya. Hasil analisis SPSS untuk uji
reliabilitas terhadap instrumen pada empat variabel yang terdapat
pada kuesioner dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 3
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Standard N of
Items
Hasil
SPI 0,760
0,60
9 Reliabel
BO 0,733 5 Reliabel
TK 0,689 6 Reliabel
KP 0,816 14 Reliabel
Keterangan:
SPI =Sistem Pengendalian Internal
BO = Budaya Organisasi
TK = Tekanan Ketaatan
sumber data yang diolah 2015
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa nilai
Cronbach’s Alpha untuk semua pernyataan variabel sistim
pengendalian internal, budaya organisasi, tekanan ketaatan dan
kecenderungan korupsi > 0,60. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua instrumen dalam variabel pengendalian internal,
budaya organisasi, tekanan ketaatan dan kecenderungan korupsi
pada kuesioner tersebut bersifat reliabel.
36
Statistik Deskriptif.
Tabel 4
Descriptive Statistics
Item N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
SPI 9 118 11 45 30,2797 7,00047
BO 5 118 12 25 20,9153 3,22802
TK 6 118 8 30 25,3136 3,79991
KP 14 118 14 55 31,0169 9,28926
sumber data yang diolah 2015
Dari statistik deskriptif pada Tabel 4 dapat diketahui
bahwa nilai sistim pengendalian internal untuk minimum
memperoleh 11 dan nilai maksimum mencapai 45 dengan nilai
mean sebesar 30,2797 dan standar deviation 7,00047yang
berarti bahwa sistimpengendalian internal masuk dalam kategori
sedang.Nilai budaya organisasi untuk minimum memperoleh 12
dan nilai maksimum mencapai 25 dengan nilai mean sebesar
20,9153 dan standar deviation 3,22802 yang berarti bahwa
budaya organisasi masuk dalam kategori sedang. Nilai mean
tekanan ketaatan untuk minimum memperoleh 8 dan nilai
maksimum mencapai 30 dengan nilai mean sebesar 25,3136
dan standar deviation 3,79991 yang berarti bahwa tekanan
ketaatan masuk dalam kategori sedang. Nilai kecenderungan
korupsi untuk minimum memperoleh 14 dan nilai maksimum
mencapai 55 dengan nilai mean sebesar 31,0169 dan standar
deviation 9,28926 yang berarti bahwa kecenderungan korupsi
masuk dalam kategori sedamg.
37
Hasil Uji Regresi Berganda.
Hasil analisis regresi linear berganda dilakukan untuk
mengetahui pengaruh sejumlah variabel bebas terhadap variabel
terikat. Penelitian ini menguji pengaruh sistem pengendalian
internal,budaya organisasi, dan tekanan ketaatan terhadap
kecenderungan korupsi.
Uji Model (Goodness Fit Of Model).
Tabel 5
Hasil uji statitstik
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 0,352a
0,124 0,101 8,80865
a. Predictors: (Constant), TK, SPI, BO
b. Dependent Variable: KP
sumber data yang diolah 2015
Hasil uji statitstik menunjukkan nilai signifikansi
adalah 0,000< 0,05) dan R square sebesar 0,124. Hal ini berarti
bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat diandalkan atau
model yang digunakan sudah fix dan dapat digunakan untuk
memprediksi secara simultan pengaruh variabel sistem
pengendalian internal (SPI), budaya organisasi (BO) dan
tekanan ketaatan (TK) terhdap variabel dependen
Kecenderungan korupsi (KP).
Nilai Adjusted R Square menunjukkan 0,101. Hal ini
mengindikasikan bahwa kontribusi variabel independen yaitu
sistem pengendalian internal, budaya organisasi, dan tekanan
ketaatan terhadap variabel dependen yaitu kecenderungan
38
korupsi adalah sebesar 10,1% sedangkan 89,9% ditentukan
oleh faktor lain di luar model penelitian ini.
Hasil penelitian dan Pembahasan.
Tabel 6
Hasil Pengujian Hipotesis
Model Unstandardized
Coefficients
Stand.
Coeff t tabel
t
statist
ics
Sig
.
B
Std.
Error Beta
(Const) 49,922 7,785
1,6706
6,412 0,000
SPI -0,267 0,122 -0,201
-
2,183 0,031
BO 0,559 0,273 0,194 2,050 0,043
TK -0,890 0,235 -0,364
-
3,790 0,000
sumber data yang diolah 2015
Hasil analisis regresi linear berganda dilakukan untuk
mengetahui pengaruh sejumlah variabel bebas terhadap variabel
terikat. Penelitian ini menguji pengaruh sistem pengendalian
internal, budaya organisasi dan tekanan ketaatan terhadap
kecenderungan korupsi. Seluruh hipotesis diuji pada α=0,05.
Hasil pengujian Hipotesis 1 dan pembahasan.
Hasil uji regresi berganda pada Tabel 5 menunjukkan nilai
signifikansi sistimpengendalian internal terhadap kecenderungan
korupsi yang diperoleh lebih kecil dari α yaitu0,031 lebih kecil
dari 0,05 dan bernilai koefisien negatif sebesar 0,267. Hasil
tersebutmenunjukkan bahwa sistim pengendalian internal
39
berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan korupsi.
Dengan demikian hipotesis pertama pada penelitian ini didukung.
Dari hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh bukti
empiris bahwa sistim pengendalian internal berpengaruh
signifikan negatif terhadap kecenderungan korupsi. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik sistim pengendalian internal
maka akan mampu menurunkan kecenderungan korupsi pada
Kementerian Pekerjaan Umum Timor Leste. Hasil pengolahan
data menunjukkan nilai t hitung untuk variabel sistim
pengendalian internal (2,183 > 1,6706) signifikansi (0,031 < α
0,05).Artinya bahwa sistim pengendalian internal
berpengaruhsignifikan negatif terhadap kecenderungan korupsi.
Dengan demikian hipotesis pertama (H1) didukung.
Hasil penelitian ini konsisten dengan Teori Gone dalam
Simanjuntak (2008:122), bahwa seseorang selalu mempunyai
kesempatan (oppurtunity) untuk melakukan kecurangan. Akan
tetapi, dengan memperkecil kesempatan dapat menurunkan
kecurangan, kesempatan dapat ditekan melalui sistem
pengendalian internal yang efektif.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
Wilopo (2006) yang menemukan bahwa semakin baik dan
semakin efektif suatu pengendalian internal maka akan semakin
rendah tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan. Hal ini
mendukung pendapat Wilopo (2006) bahwa adanya suatu sistem
pengendalian internal bagi sebuah organisasi sangatlah penting,
antara lain untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap
40
kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan
peraturan,sehingga fraud dapat ditekan dengan adanya penerapan
sistem pengendalian internal yang baik dalam suatu organisasi
pemerintahan.
Hasil pengujian Hipotesis 2 pembahasan.
Nilai signifikansi budaya organisasi adalah 0,043.Nilai
signifikansiinilebih kecil dari α=0,05 dan bernilai koefisien
positif sebesar 0,559. Hasil inimenunjukkanbahwa budaya
organisasi berpengaruh signifikan positif terhadapkecenderungan
korupsi. Dengan demikian hipotesis kedua pada penelitian
iniditolak.
Dari hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh bukti
empiris bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan dan
positif terhadap kecenderungan korupsi. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin baik budaya organisasi maka tidak akan mampu
menurunkan kecenderungan korupsi pada dinas Pekerjaan Umum
Timor Leste. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai t hitung
untukvariabel budaya organisasi (2,050 > 1,6706) signifikansi
(0,043 < α 0,05).Artinya bahwa budaya organisasi berpengaruh
terhadap kecenderungan korupsi. Dengan demikian hipotesis
pertama (H2) didukung.
Hal ini juga dapat disebabkan karena terdapat dua faktor
yang dapat mempengaruhi seorang individu dalam berperilaku,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal berasal
dari rangsangan atau pengaruh factor lingkungan. Sedangkan
41
faktor internal berasal dari faktor-faktor yang ada dalam diri
individu, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir,
kerangka acuan, dan motivasi. Pengaruh terbesar dalam diri
seorang individu berasal dari dalam diri individu tersebut
(internal). Hal tersebut yang dapat mempengaruhi pegawai untuk
melakukan tindak korupsi, seperti keserakahan, keinginan
bergaya hidup mewah, dan pengakuan lebih atas hasil kerja. Hal-
hal seperti itu merupakan pengaruh terbesar untuk melakukan
tindakan korupsi. Berdasarkan analisis pada hipotesis 2,
diperoleh hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap
kecenderungan korupsi.
Hasil analisis ini mendukung pernyataan Arifin (2000)
bahwa budaya organisasi yang baik tidak akan membuka
peluang sedikitpun bagi individu untuk melakukan korupsi,
karena budaya organisasi yang baik akan membentuk para
pelaku organisasi mempunyai sense of belonging (rasa ikut
memiliki) dan sense of identity (rasa bangga sebagai bagian
dari suatu organisasi). Variabel budaya organisasi dalam
penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak searah
dengan kecenderungan korupsi. Sehingga dalam hal ini
semakin baik budaya organisasi dalam suatu instansi, maka
persepsi aparatur pemerintah dan pegawai untuk tidak setuju
dengan tindak korupsi semakin rendah. Sebaliknya semakin
buruk budaya organisasi tempat persepsi tersebut berlangsung,
maka persepsi aparatur pemerintah dan pegawai tersebut untuk
tidak setuju dengan tindak korupsi semakin tinggi.
42
Hasil ini sejalan dengan penelitian Dinanti (2012)
mengemukakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara budaya organisasi, kepemimpinan dan kinerja
karyawan.Ratnawati at al (2012) budaya organisasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan budaya
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasional.
Hasil pengujian Hipotesis 3 pembahasan.
Nilai signifikansi tekanan ketaatan lebih kecil dari α
yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05 dan bernilai koefisien negatif
sebesar 0,890. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tekanan
ketaatan berpengaruhsignifikan dan negatif terhadap
kecenderungan korupsi. Dengan demikian hipotesis ketiga pada
penelitian ini didukung.
Dari hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh bukti
empiris bahwa tekanan ketaatan berpengaruh signifikan negatif
terhadap kecenderungan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tekanan ketaatan maka akan mampu menurunkan
kecenderungan korupsi pada Dinas Pekerjaan Umum Timor
Leste. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai t hitung untuk
variabel tekanan ketaatan (3,790 > 1,6706) signifikansi (0,000 <
α 0,05).Artinya bahwa tekanan ketaatan berpengaruh signifikan
negatif terhadap kecenderungan korupsi. Dengan demikian
hipotesis ketiga (H3) didukung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan ketaatan
berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan korupsi.
Dengan didukungnya hipotesis ketiga pada penelitian ini,
43
maka menyediakan bukti empiris bahwasemakin tinggi tekanan
ketaatan pada pada Dinas Pekerjaan Umum Timor Leste maka
akan mampu menurunkan kecenderungan korupsi.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan teori yang
dinyatakanPraditaningrum dan Januarti (2011) mendefinisikan
tekanan ketaatan sebagai tekanan yang umumnya dihasilkan
oleh individu yang memiliki kekuasaan. Tekanan ketaatan ini
diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior
yang dihasilkan olehauditor senior atau atasan dan entitas
yang diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang
dari standar etika dan profesionalisme. Taylor et al.
(2009)mendefinisikan tekanan ketaatan sebagai individu yang
memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat
mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
diberikannya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan
atau otoritas yang merupakan suatu bentuk legitimasi power
atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena
ada posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wilopo (2006) yang meneliti analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan
akuntansi pada BUMN dan perusahan terbuka di Indonesia.
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa ketaatan aturan
akuntansi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi. Demikian juga Faisal
(2013) memberikan bukti empiris bahwa terdapat pengaruh
44
negatif antara penegakan hukum terhadap fraud di sektor
pemerintahan.
PENUTUP
Kesimpulan.
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah diajukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem pengendalian internal berpengaruh signifikan
negatif terhadap kecenderungan korupsi. Hal ini berarti
bahwa semakin baik sistim pengendalian internal maka
akan mampu menurunkan kecenderungan korupsi.
2. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kecenderungan
korupsi. Hal ini berarti bahwa semakin baik budaya
organisasi belum tentu akan mampu menurunkan
kecenderungan korupsi.
3. Tekanan ketaatan berpengaruhsignifikan negatif terhadap
kecenderungan korupsi. Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi tekanan ketaatan maka akan mampu menurunkan
kecenderungan korupsi.
Keterbatasan Penelitian.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan peneliti
menemukan beberapa keterbatasanyang antara lain:
1. Penelitian ini hanya menggunakan metode pengumpulan
data berupa kuesioner saja tidak wawancara.
2. Riset ini menggunakan kecenderungan korupsisebagai
aspek fraud sementara fraud itu sendiri meliputi
45
penylahgunaan atas asset (Asset Missappropriation)dan
kecurangan laporan keuangan (financialstatement
fraudulent).
3. Penelitian ini menggunakan sistem pengendalian internal
sebagai pengukuran persepsidan tidak mengukur nilai
sistem pengendalian internal, fenomena yang diuji dari
persepsi individu bisa berpotensi memiliki bias.
Saran.
1. Penelitian selanjutnya untuk memperhatikan pengalaman
kerja dan usia responden sehingga hasil penelitian
menjadi lebih representatif
2. Penelitian selanjutnya untukmenggunakan metode
pengunpulan data yang lebih akurat seperti data
wawancara.
3. Penelitian selanjutnyauntuk meneliti kembali
kecenderungan korupsi dengan pengukuran
penylahgunaan atas asset (Asset Missappropriation) dan
kecurangan laporan keuangan (financialstatement
fraudulent).
46
REFERENSI
Arens et al. 2008. Auditing dan jasa Assurance Pendekatan
Terintegrasi. Penerbit Erlangga
Agoes, Sukrisno. 2009 Auditing (Pemeriksaan Akuntan), Oleh
Kantor Akuntan Publik Jilid II. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Aditya. 2013 Analisis Frauddi Sektor Pemerintahan Kota
Salatiga Accounting Analysis Journal Vol. 2 No. 1
Bucahanan, et al. 1997. Organizational Behavior an Introductory
Text. Third Edition, Europe : Prentice Hall.
Campbell, J. D dan P. J. Fairey. 1989. Informational and
Normative Routes to Conformity: The Effect of Faction Size
as a Function of Norm Extremity and Attention to the
Stimulus. Journal of Personality and Social
Psychology.Journal Vol. 57. 457-468.
Cressey, D. R. 1953. Others people money, A study in the social
psychology of Embezzlement. Montclair: Patterson
Smith.Accounting, Organizations and Society Journal Vol.
39 No. 170-194
DeZoort, F. T. and A. T. Lord. 1994. An investigation of
obedience pressure effects on auditors judgments.
Behavioral Research in Accounting journal. Vol, 16. no 1-
2.
Faisal, M. 2013. Analisis Fraud Di Sektor Pemerintahan
Kabupaten Kudus Accounting Analysis Journal. Vol. 2. No
1.
Fauwzian. M. G. H. 2011 Alisis pengaruh keefektifan
pengendalian internal, persepsi kesesuaian kompensasi
,moralitas manajemen terhadap perilaku tidak etis dan
kecenderungan kecurangan akuntansi. Skripsi Universitas
Diponegoro
Ghozali. I. 2009. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
cetak ke IV. Semarang: Undip.
47
Gusnardi. 2012. Peran Forensic Accounting dalam Pencegahan
Fraud. Pekbis Jurnal. Vol. 4.No.1.
Hartanto et al. 2001. Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan
Terhadap Judgment Auditor. Jurnal Akuntansi
Manajemen. Edisi Desember. STIE YKPN: 1-14
http://diliagora.blogspot.com/2012/05/ministeriu-publiku-akuza-
komadre-pm.html.
Milgram, S. 1974. Obedience to Authority. Harper and Row.
New York
Jamilah, et al. 2007. Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan
Kompleksitas Tugas terhadap Audit Judgment. Skripsi
Undip.
Jones, G. R. & J. M. George, 2008. Contemporary
management(fifth edition). USA: McGRAWhill-
International
Lisa. A. H. 2013 Pengaruh Keadilan Organisasi Dan Sistem
Pengendalian Intern Terhadap Kecurangan. Jurnal
Akuntansi Vol. 1 .No. 1
Mustikasari, D. P. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Fraud Di Sektor Pemerintahan Kabupaten Batang.
Accounting Analysis Journal. Vol 2, No 3
Mohammad, 2011. Analisis Pengaruh Keefektifan Pengendalian
Internal, Persepsi Kesesuaian Kompensasi, Dan Moralitas
Manajemen Terhadap Perilaku Tidak Etis Dan
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Skripsi Universitas
Diponegoro.
Mulyadi. 2002. Auditing. Yogyakarta: Salemba Empat.
McShane, et al (2008). Organizational behavior (fourth edition).
USA : McGRAW hill-International
Norbarani, L. 2012. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan
Dengan Analisis Fraud Triangle Yang Diadopsi Dalam Sas
No.99. Skripsi Universitas Diponegoro.
48
Najahningrum, A. F. 2013 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai
Dinas Provinsi DIY. Skripsi Universitas Diponegoro.
Nur, A. A. L. 2014. Pengaruh Tekanan Ketaatan, Kompleksitas
Tugas Dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap
Pertimbangan Audit. Skripsi Unhas.
Otley, D.T dan B. J. Pierce 1996. The Operation of Control
Systems in Large audit Firms. Auditing: A Journal of
Practice & Theory. Vol. 15. 65-84.
Rae and Subramaniam. 2008. Quality Of Internal Control
Procedures Antecedents And Moderating Effect On
Organisational Justice And Employee Fraud. Managerial
Auditing Journal Vol. 23 No. 2.
Rahmawati, A. P. 2012. Analisis Faktor Internal dan Moralitas
Manajemen terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi. Skripsi: Universitas Diponegoro.
Sawye, et al. 2005. Sawyer,s Internel Audit, Audit Internal
Sawyer. Buku 1: Salemba.
Sulistiyowati. F. 2007. Pengaruh Kepuasan Gaji dan Kultur
Organisasi Terhadap Persepsi Aparatur Pemerintah Daerah
tentang Tindak Korupsi. JAAI Vol. 11. No. 1: 4766
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Hal.
380. Bandung: Alfabeta
Sukirno, H. A. A. 2012. Pengaruh Pengendalian Intern,
Kepatuhan Dan Kompensasi Manajemen Terhadap Perilaku
Etis Karyawan. Jurnal nominal Vol. 1 No.1.
Siti, T. 2009. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap
Perilaku Tidak Etis dan Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol. 16. No. 2.
Skousen, et al. 2009. Detecting and Predicting Financial
Statement Fraud : The Effectiveness of The Fraud Triangle
and SAS no. 99. “Journal of Corporate Governance and
Firm Performances, Vol 13, h. 53-81
49
Tuanakotta. T. M. 2007. Akuntansi Forensik and audit
investigatif. Edisi ke dua Jakarta: Selemba Empat
Vani, A. dan F. Eka. 2013 Pengaruh Pengendalian Internal,
Ketaaatan pada Aturan Akuntansi dan Kecenderungan
Kecurangan Terhadap Perilaku Tidak Etis. jurnal WRA. FE
UNP. Vol. 1 No. 2.
Wilopo. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh
Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi
pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di
Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-
26 Agustus 2006.