kebutuhan cairan dan elektrolit "manajemen oksigenasi pada pasien dengan nstemi” dan...
DESCRIPTION
1. Manajemen Oksigenasi pada Pasien NSTEMINSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau prosesvasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil.2. SpirometriSpirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.Pemeriksaan spirometri sering dianggap sebagai pemeriksaan sederhana namun sebenarnya merupakan pemeriksaan yang sangat kompleks. Variabilitas hasil pemeriksaan spirometri lebih besar daripada pemeriksaan lain karena tidak konsistennya usaha subjek. Karena itu sangat diperlukan pemahaman, koordinasi dan kerjasama yang baik antara teknisi dan subjek agar didapatkan hasil yang optimal.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1) Latar Belakang Manajemen Oksigenasi pada Pasien dengan
NSTEMI
Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh
darah yang membawa darah mengandung O2 dan makanan yang
dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik.
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh
kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena
arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping
banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan
hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan
menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan
kematian mendadak (Santoso dan Setiawan, 2005).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi
klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering
mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah
sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional
dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang
progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidakstabil atau
1
akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh
karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari
miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan
berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi
dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina
pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction /
NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarctionSTEMI. SKA
merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan
NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu
untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid, dkk., 2006).
Penyakit kardovaskuler ini merupakan nilai kematian terbesar di
Indonesia. Sehingga diperlukan strategi penatalaksanaan dalam
menegakkan diagnosa Sindroma Koroner Akut (SKA) secara optimal.
Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST ( NSTEMI ) sangat mirip dengan
angina tidak stabil. Dalam kaitannya dengan jantung, sindroma ini disebut
Angina Pectoris, yang disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaanya. Yang membedakan
adalah adanya enzim petanda jantung yang positif dan terdiri dari infark
miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris
yang tak stabil.
2
2) Latar Belakang Prosedur Tindakan Spirometri
Spirometri digunakan untuk mengukur kapasitas pernapasan pada
paru-paru atau sering diistilahkan dengan uji fungsi paru. Alat ini
berguna untuk mendeteksi adanya gangguan keluar masuk udara dan
kelainan pada saluran pernapasan, misalnya apakah terjadi
penyumbatan pada saluran pernapasan pasien.
B. RUMUSAN MASALAH
a) Rumusan Masalah Manajemen Oksigenasi pada Pasien dengan
NSTEMI
1. Apakah defenisi dari Non ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI)?
2. Bagaimanakah etiologi dari Non ST Elevasi Infark Miokard
(NSTEMI)?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari Non ST Elevasi Infark Miokard
(NSTEMI)?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada seseorang yang menderita Non
ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI)?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada pasien Non ST Elevasi
Infark Miokard (NSTEMI)?
3
6. Bagaimana asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa,
perencanaan, intervensi dan evaluasi) pada pasien Non ST Elevasi
Infark Miokard (NSTEMI)?
b) Rumusan Masalah Prosedur Tindakan Spirometri
1. Apa yang dimaksud dengan spirometri ?
2. Bagaimana cara kerja spirometri ?
3. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan
spirometri ?
C. TUJUAN
a) Tujuan Manajemen Oksigenasi pada Pasien NSTEMI
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami manajemen oksigenasi pada pasien
Non ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI).
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui defenisi dari Non ST Elevasi Infark Miokard
(NSTEMI).
b. Mengetahui dan memahami etiologi dari Non ST Elevasi
Infark Miokard (NSTEMI).
c. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Non ST Elevasi
Infark Miokard (NSTEMI).
4
d. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada pasien
Non ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI).
e. Mengetahui proses pemeriksaan penunjang pada pasien Non
ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI).
f. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Non ST Elevasi
Infark Miokard (NSTEMI).
b) Tujuan Prosedur Tindakan Spirometri
1. Mengetahui pengertian spirometri.
2. Mengetahui cara kerja spirometri.
3. Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan
spirometri.
5
BAB II
PEMBAHASAN
I. MANAJEMEN OKSIGENASI PADA PASIEN NSTEMI
A. Definisi
Infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/
NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard
dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction /
STEMI).
B. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penandanekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
6
1. Faktor resiko
a. Yang tidak dapat diubah
1) Umur
2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
R i w a y a t p e n y a k i t j a n t u n g k o r o n e r p a d a
a n g g o t a k e l u a r g a d i u s i a m u d a ( a n g g o t a k e l u a r g a
l a k i - l a k i m u d a d a r i u s i a 5 5 t a h u n a t a u anggota
keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65).
3) Hereditas.
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Yang dapat diubah
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete,
Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius,
kompetitif, stress psikologis berlebihan.
2. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada.
b. Obstruksi dinamik.
c. Obstruksi mekanik yang progresif.
d. Inflamasi dan/atau infeksi
7
C. Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction(NSTEMI) dapat
disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau prosesvasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya
ruptur plak yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak
tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan
IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
D. Manifestasi Klinis NSTEMI
1. Nyeri dada,berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan
angina kurang dari itu.Selain itu pada angina,nyeri akan hilang
dengan beristirahat namun lain halnya dengan NSTEMI.
2. Sesak Nafas,disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri,
8
sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.
3. Gejala gastrointestinal,peningkatan aktivitas vagal menyebabkan
mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior,
dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan
cegukan.
4. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Biomarker Jantung
a. Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai
peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan
pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).
Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99%
dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal
sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai
normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000
dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi
mengikat aktin.
9
Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000
dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted
dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri
koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik
(inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien
simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan
miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-
myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya
adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan
diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI
disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat
mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat
dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien NSTEMI
a. Area gangguan.
b. Fraksi ejeksi,yaitu daya sembur jantung dari ventrikel ke
aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih
volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi
dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
10
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi).Untuk
menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat
diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami
stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.
F. Asuhan Keperawatan pada Pasien Nstemi
1. Pengkajian.
a. Kualitas Nyeri dada,seperti terbakar, tercekik, rasa
menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi,retrosternal dan prekordial kiri, radiasi
menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah
epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus,mungkin terjadi saat istirahat atau selama
kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan,berlangsung
lama, berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan
istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala,cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan
keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor
11
meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik,mungkin tidak ada tanda kecuali dalam
tanda-tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi.
BP normal, meningkat atau menurun, takipnea, mula-mula
pasien reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4
Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur,
disfungsi, left ventrikel dan perikordial friksin rub, pulmonary
crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya
meningkat (LV disfungsi), RV disfungsi, ampiltudo vena
jugular menurun, edema periver, hati lembek.
g. Parameter Hemodinamik: penurunan PAP, PCWP, SVR,
CO/CI.
h. Aktivitas: kelemahan,kelelahan,tidak dapat tidur, pola tidur
menetap,jadwal olahraga tak teratur ditandai dengan
takikardi,dispnea pada istirahat atau aktivitas.
i. Sirkulasi: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner,
GJK masalah TD, diabetes melitus.
j. Makanan atau cairan: mual,kehilangan nafsu makan,
bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
k. Neurosensori: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun.
12
l. Pernapasan: dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea
nokturnal, batuk, ddenga/tanpa produksi sputum,riwayat
merokok penyakit perpasan kronis.
2. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan
arteri ditandai dengan nyeri dada dengan/tanpa
penyebaran,wajah meringis,gelisah,delirium,perubahan nadi
dan tekanan darah.
1) Tujuan:
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
selama di RS
2) Kriteria Hasil:
Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari
2 ke 1,ekspresi wajah rileks, tenang/tidak tegang,tidak
gelisah,nadi 60-100 x/menit dan TD 120/80 mmHg.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristk
miokard.
1) Tujuan:
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS.
13
2) Kriteria Hasil:
Tidak ada edema,tidak ada disritmia,haluaran urin normal
dan TTV dalam batas normal
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan : iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh
darah arteri koronaria ditandai dengan daerah perifer
dingin,EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead
tertentu,RR lebih dari 24 x / menit,kapiler refill lebih dari 3
detik,nyeri dada,gambaran foto torak terdapat pembesaran
jantung dan kongestif paru (tidak selalu),HR lebih dari
100x/menit, TD 120/80 AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg pa
Co2 >45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg,nadi lebih dari 100
x/menit dan terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST,
LDL/HDL.
1) Tujuan:
Jaringan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan di RS.
2) Kriteria Hasil:
Daerah perifer hangat,tidak diagnosis,gambaran EKG tidak
menunjukkan perluasan infark,RR 16-24 x/menit,tidak
terdapat clubbing finger,kapiler retill 3-5 detik,TD 120/80
mmHg
14
d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan
dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi
air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
1) Tujuan:
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama
dilakukan tindakan perawatan di RS.
2) Kriteria Hasil:
Tekanan darah dalam batas normal,tidak ada distensivena
perifer/ vena dan edema dependen.paru bersih,berat badan
ideal (BB klealTB-100 ± 10%).
e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
aliran darah ke alvioli atau kegagalan utama paru-paru,
perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan
nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan /
perdarahan aktif ) ditandai dengan dipnea
berat,gelisah,sianosis.perubahan GDA,hipoksemia
1) Tujuan:
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <
80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg)
setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.
15
2) Kriteria Hasil:
Tidak sesak nafas,tidak gelisah,GDA dalam batas normal
(pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80
mmHg).
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya istemik/
nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi
jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia dan
kelemahan umum.
1) Tujuan:
Terjadinya peningkatan toleransi pada pasien setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS.
2) Kriteria Hasil:
Pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
pasien.frekuensi jantung 60-100 x/menit,TD 120-80
mmHg.
g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologi.
1) Tujuan:
Cemas hilang/ berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS.
16
2) Kriteria Hasil:
Pasien tampak rileks,pasien tampak beristirahat,TTV dalam
batas noma
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan status
kesehatan yang datang. Kebutuhan perubahan pola hidup
ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep,
pertanyaan dan terjadinya komplikasi yang dapat di cegah.
1) Tujuan:
Pengetahuan pasien tentang kondisi penyakitnya menguat
setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS.
2) Kriteria Hasil:
a) Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung,
rencana pengobatan, tujuan pengobatan, dan efek
samping/ reaksi merugikan.
b) Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian
cepat.
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan
arteri
1) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan
rasa nyeri dada tersebut.
17
2) Anjurkan pada pasien untuk menghentikan aktivitas
selama ada serangan dan istirahat.
3) Bantu pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya:
nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi atau
bimbingan imajinasi.
4) Pertahankan oksigen dengan birasal kanul, contohnya (2-
4 L/menit).
5) Monitor tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) tiap
dua jam.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian
analgetik.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristk
miokard.
Pertahankan tirah baring selama fase akut
1) Kaji dan laporkan adanya tanda penurunan COP, TD
2) Monitor haluaran urin
3) Kaji dan pantau TTV tiap jam
4) Kaji dan pantau EKG tiap hari
5) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
6) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai
kebutuhannya.
7) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
18
8) Berikan obat-obat lausatif (pelunak feses)
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan : iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh
darah arteri koronaria
1) Monitor frekuensi dan irama jantung
2) Observasi perubahan status mental
3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
4) Kolaborasi: berikan cairan IV I sesuai indikasi.
5) Pantau pemeriksaan diagnostik dan laboratorium, misalnya
EGD, elektrolit, GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2).
Dan pemberian oksigen.
d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan
dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi
air, peningkatan takanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluran,
sifat konsentrasi, hitung keseimbangan jaringan.
2) Observasi adanya oedema dependen
3) Timbang BB tiap hari
4) Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler
5) Kolaborasi: pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
aliran darah ke alvioli atau kegagalan utama paru-paru,
19
perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan
nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan /
perdarahan aktif )
1) Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan
otot bantu pernafasan
2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan /tidak adanya
bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan, misalnya krakles,
ronki dan lain-lain.
3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan
jalan nafas misalnya: batuk, penghisapan lendir dan lain-
lain.
4) Tinggikan kepala atau tempat tidur sesuai kebutuhan/
toleransi pasien.
5) Kaji tolenransi aktivitas, misalnya keluhan kelemahan /
kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya istemik/
nekrotik jaringan miocard
1) Catat prekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama
dan sesudah aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)
3) Batasi aktivitas pada dasar nyeri dan berikan aktivitas
sensori yang tidak berat.
20
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat selama 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran
terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologi.
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap
ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan teknik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan pasien dengan lingkungan dan
peralatan.
6) Berikan setuhan pada pasien dan ajak pasien berbincang-
bincang dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan status
kesehatan yang datang. Kebutuhan perubahan pola hidup
21
1) Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi,
contoh buku, program audio/visual, tanya jawab, dan lain-
lain.
2) Beri penjelasan faktor resiko, diet (rendah lemak dan
rendah garam) dan aktifitas yang berlebihan.
3) Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
4) Latih pasien sehubungan dengan aktivitas yang bertahap,
contoh: jalan, kerja, rekreasi dan lain-lain.
4. Evaluasi
a. Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang.
b. Mual muntah yang dialami pasien sudah berkurang.
c. Pernafasan sudah mulai normal (sesak nafas hilang)
d. kapillary refill.
e. TTV sudah stabil.
f. Kecemasan sudah berkurang.
g. Sebagian aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri.
22
II. SPIROMETRI
1. Definisi
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur
secara objektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan
indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.
Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk
mengukur volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan
untuk mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Volume
statik terdiri atas volume tidal (VT), volume cadangan inspirasi (VCI),
volume cadangan ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas
vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP),
Dokter akan memakaikan suatu pipa yang panjangnya sekitar 7 cm
dan berdiameter sekitar 3 cm untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam
mulut pasien. Kemudian pasien diminta untuk menarik napas sedalam-
dalamnya, lalu dihembuskan kembali secara perlahan sampai habis.
Cara ini diulangi sampai tiga kali, lalu diambil nilai yang terbaik.
Sekali lagi, pengujian ini digunakan untuk mengetahui kapasitas vital
(volume) paru-paru, untuk mengindikasikan ada tidaknya kelainan
dalam kembang kempisnya organ pernapasan vital pasien.
Ada beberapa macam spirometri antara lain water sealed
spirometer, bellowed spirometer, dan electronic spirometer. Hasil
pemeriksaan spirometri berupa gambar langsung dari pena pada
kymograph yang disebut spirograph, sedangkan gambar yang
23
diperoleh dari office-spirometer dari sebagai hasil dari pneumotach
disebut diagram. Parameter yang biasa dilakukan adalah kapaitas vital
atau vital capacity, volume ekspiratori paksa (VEP) atau forced
expiratory volume (FEV) pada beberapa interval waktu.misalnya
0,5;0,75 dan 1 detik,tetapi yang paling sering digunakan adalah FEV1
atau VEP1. Parameter yang lebih sensitive adalah arus eksporatori
tengah maksimal atau maximal mid expiratory flow (MMEF). Harus
diingat bahwa nilai spirogram ataupun diagram ekspiratori tergantung
pada upaya pasien yang diperiksa (effort dependent) sehingga
diperlukan latihan yang benar bagi pasien agar didapat hasil
pemeriksaan yang akurat. Hasil harusnya dapat diulang (reapetable)
dengan akurasi tidak kurang dari 3%.
Kapasitas vital paksa adalah volume udara ekspirasi yang dapat
dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, pengeluaran udara ekspirasi ini
dilakukan dengan cepat. Jika dilakukan dengan pelan, kapasitas ini
dinamakan kapasitas vital. Pada orang sehat dan normal, nilai VC
hamper sama dengan nilai FVC. Pada orang yang mengalami
obstruktif jalan napas, FVC lebih kecil dibandingkan VC. Adapun nilai
VC menurun pada penurunan ketegangan paru-paru, perubahan otot
dada, kelemahan otot respirasi dan obstruksi saluran pernapasan.
Udara yang keluar dari paru-paru, masuk ke dalam spirometri yang
bersuhu lebih rendah dibandingkan suhu tubuh sehingga mengalami
penurunan volume. Berkaitan dengan hal ini, muncul istilah ATPS
24
(Ambient Temperatur and Presured,Saturated) dan istilah BTPS (Body
Temperature anf Presure,Saturated). Hasil yang dinilai secara ATPS
dibandingkan dengan cara BTPS kira-kira berbeda 8%. Agar nilai
pemeriksaan dapat dibandingkan, penilaian harus menggunakan
ukuran yang sama.Oleh karena itu, nilai hasil uji spirometer sebaiknya
menggunakan BTPS. Menurut perjanjian, nilai spirometri yang
dihasilkan pada pemeriksaan dengan office spirometer telah dikonversi
ke nilai BTPS.
Untuk keperluan pemeriksaan paru di klinik, diperlukan office
spirometer atau spirometri kering, yaitu suatu spirometer dengan
pneumotach yang memiliki thermistor dan integrating circuit di
dalamnya sehingga akan menghasilkan angka sesuai upaya dan
kemampuan yang diperiksa. Untuk mendeteksi small airway disease,
digunakan MEFV curve (maximal expiratory flow volume) dan uji
closing paru.
Ventilatory performance untuk setiap individu sangat bervariasi
nilainya, tergantung pada ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan),
umur serta jenis kelamin. Telah tersedia table harga normal serta
nomogram untuk mencari perkiraan nilai normal (predicted normal
value) yang disesuaikan dengan umur, ukuran tubuh dan jenis kelamin
bagi etnis Indonesia.
Nilai yang diperoleh (Kecepata Aliran Ekspirasi Puncak-KAEP)
sebagian besarnya bergantung pada diameter jalan napas. Nilai normal
25
untuk laki-laki dewasa muda dengan berat badan 60 kg dan tinggi
badan 165 adalah kurang lebih 600 liter/menit dan untuk wanita
kurang ebih 400 liter/menit. Nilai-nilai ini bergantung dari umur, jenis
kelamin dan tinggi badan sehinnga harus disesuaikan dengan table
nilai normal. Obstruksif jalan napas yang disebabkan oleh asma atau
hambatan jalan napas kronis dapat menimbulkan nilai KAEP yang
menurun. Ini merupakan cara sederhana untuk menilai dan memantau
klien dengan obstruktif jalan napas.
Pemeriksaan spirometri sering dianggap sebagai pemeriksaan
sederhana namun sebenarnya merupakan pemeriksaan yang sangat
kompleks. Variabilitas hasil pemeriksaan spirometri lebih besar
daripada pemeriksaan lain karena tidak konsistennya usaha subjek.
Karena itu sangat diperlukan pemahaman, koordinasi dan kerjasama
yang baik antara teknisi dan subjek agar didapatkan hasil yang
optimal. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan hasil pemeriksaan
spirometri adalah peralatan yang akurat, prosedur pemeriksaan yang
baik, program pengendalian mutu berkelanjutan, nilai acuan yang
tepat, dan algoritma interpretasi hasil yang baik.
2. Indikasi Spirometri
a) Diagnostik
1) Mengevaluasi hasil pemeriksaan yang abnormal
2) Mengukur efek penyakit terhadap fungsi paru
3) Menyaring individu dengan risiko penyakit paru
26
4) Menilai risiko prabedah
5) Menilai prognosis
6) Menilai status kesehatan sebelum masuk program dengan
aktivitas fisik berat
b) Memantau
1) Menilai hasil pengobatan
2) Menjelaskan perjalanan penyakit yang mempengaruhi
fungsi paru
3) Memonitor individu yang pekerjaannya terpajan zat
berbahaya
4) Memonitor reaksi obat yang mempunyai efek toksis
terhadap paru
c) Evaluasi gangguan / ketidakmampuan
1) Menilai pasien sebagai bagian program rehabilitasi
2) Menilai risiko sebagai bagian evaluasi asuransi
3) Menilai individu untuk alasan legal
d) Kesehatan masyarakat
1) Survey epidemiologi
2) Penelitian klinis
3. Persiapan Pemeriksaan Spirometri
Spirometri merupakan pemeriksaan yang relative mudah namun
sering kali hasilnya tidak dapat digunakan. Karena itu perlu beberapa
persiapan sebagai berikut;
27
1) Operator, harus memiliki pengetahuan yang memadai , tahu tujuan
pemeriksaan dan mampu melakukan instruksi kepada subjek dengan
manuver yang benar.
2) Persiapan alat, spirometer harus telah dikalibrasi untuk volume dan
arus udara minimal 1 kali seminggu.
3) Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek harus merasa nyaman.
Sebelum pemeriksaan subjek sudah tahu tentang tujuan
pemeriksaan dan manuver yang akan dilakukan. Subjek bebas
rokok minimal 2 jam sebelumnya, tidak makan terlalu kenyang,
tidak berpakaian terlalu ketat, penggunaan obat pelega napas
terakhir 8 jam sebelumnya untuk aksi singkat dan 24 jam untuk aksi
panjang.
4) Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus mempunyai sistem
ventilasi yang baik dan suhu udara berkisar antara 17 – 40 0C,
4. Manuver Spirometri
Hasil spirometri berupa spirogram yaitu kurva volume paru
terhadap waktu akibat manuver yang dilakukan subjek. Usaha subjek
diobservasi di layar monitor untuk meyakinkan bahwa usaha yang
dilakukan subjek benar dan maksimal.
1) Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan
kemudian udara dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa manuver
paksa.
28
2) Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan
kemudian udara dikeluarkan dengan dihentakkan serta
melanjutkannya sampai ekspirasi maksimal. Apabila subjek merasa
pusing maka manuver segera dihentikan karena dapat
menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan venous return ke rongga dada.
3) Manuver VEP1 (volume ekspirasi paksa detik pertama). Nilai VEP1
adalah volume udara yang dikeluarkan selama 1 detik pertama
pemeriksaan KVP. Manuver VEP1 seperti manuver KVP.
4) Manuver APE (arus puncak ekspirasi). APE adalah kecepatan arus
ekpirasi maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa. Tarik
napas semaksimal mungkin, hembuskan dengan kekuatan maksimal
segera setelah kedua bibir dirapatkan pada mouthpiece.
5) Manuver MVV (maximum voluntary ventilation). MVV adalah
volume udara maksimal yang dapat dihirup subjek. Subjek bernapas
melalui spirometri dengan sangat cepat, kuat dan sedalam mungkin
selama minimal 10-15 detik.
5. Hasil Spirometri
a) Minimal terdapat 3 hasil acceptable
1) Inspirasi penuh sebelum pemeriksaan dimulai
2) Memenuhi syarat awal ekspirasi yaitu dengan usaha
maksimal dan tidak ragu-ragu
3) Tidak batuk atau glottis menutup selama detik pertama
29
4) Memenuhi lama pemeriksaan yaitu minimal 6 detik atau
sampai 15 detik pada subjek dengan kelainan
b) Obstruksi
1) Tidak terjadi kebocoran
2) Tidak terjadi obstruksi pada mouthpiece
c) Hasil yang reproducible
1) Nilai KVP dan VEP1, diambil dua nilai terbesar dengan
perbedaan diantaranya kurang dari 5% atau 0,1 liter
2) Jika tidak memenuhi kriteria ulangi pemeriksaan.
3) Jika tidak didapat setelah 8 kali pemeriksaan maka
pemeriksaan dihentikan dan interpretasi hasil yang didapat
dengan menggunakan 3 hasil terbaik yang acceptable
d) Seleksi nilai untuk interpretasi
1) Pilih hasil yang acceptable dan reproducible
2) Pilih nilai KVP dan VEP1 yang terbesar tanpa
memperhatikan pemeriksaan yang digunakan
3) Untuk indeks rerata kecepatan aliran menggunakan nilai
pemeriksaan dengan nilai terbesar kombinasi KVP dan
VEP1
30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen Oksigenasi pada Pasien NSTEMI
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai
koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat
disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau prosesvasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak
yang tidak stabil.
2. Spirometri
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur
secara obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan
indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.
Pemeriksaan spirometri sering dianggap sebagai pemeriksaan
sederhana namun sebenarnya merupakan pemeriksaan yang sangat
31
kompleks. Variabilitas hasil pemeriksaan spirometri lebih besar daripada
pemeriksaan lain karena tidak konsistennya usaha subjek. Karena itu
sangat diperlukan pemahaman, koordinasi dan kerjasama yang baik antara
teknisi dan subjek agar didapatkan hasil yang optimal.
32
DAFTAR PUSTAKA
Hazinki Mary Fran. 2004. Handbook of Emergency Cardiovascular Care for
Healthcare Providers, AHA : USA
Joewono Budi Prasetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University:
Surabaya.
Joyce Levefer. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
dengan Implikasi Keperawatan. EGC : Jakarta.
Bastiansyah,Eko.2008.Panduan Lengkap : Membaca Hasil Tes
Kesehatan.Jakarta:Penebar plus
Djojodibroto,Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Medicine).Jakarta:EGC
Muttaqin,arief.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/spirometri diakses pada tanggal 26
september 2013
http://www.klikparu.com/2013/01/spirometri.html diakses pada tanggal 26
september 2013
33