kebudayaan nasional dan itegrasi nasional

25
KEBUDAYAAN NASIONAL Budaya secara harafiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Cloere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading (menurut Soerjanto Poespowardojo, 1993). Selain iu budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, yang berupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut istilah, Kebudayaan merupakan sesuatu yang agung dan mahal nilainya, karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa, dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat manusia yang tidak mungkin dimiliki oleh makhluk lain selain manusia. Wikipedia menerjemahkan Kebudayaan Nasional sebagai sebuah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Sedangkan untuk Kebudayaan Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, Kebudayaan local, maupun kebudayaan asal asing yang ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Jadi Kebudayaan nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut. KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA Definisi Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas. Wujud Kebudayaan Indonesia Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Rumah adat Aceh: Rumoh Aceh Sumatera Barat : Rumah Gadang Sumatera Selatan : Rumah Limas

Upload: timotius-andre-philia

Post on 01-Jul-2015

441 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

KEBUDAYAAN NASIONAL

Budaya secara harafiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Cloere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading (menurut Soerjanto Poespowardojo, 1993). Selain iu budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, yang berupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut istilah, Kebudayaan merupakan sesuatu yang agung dan mahal nilainya, karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa, dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat manusia yang tidak mungkin dimiliki oleh makhluk lain selain manusia.

Wikipedia menerjemahkan Kebudayaan Nasional sebagai sebuah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Sedangkan untuk Kebudayaan Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, Kebudayaan local, maupun kebudayaan asal asing yang ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Jadi Kebudayaan nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut.

KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIADefinisi

Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas.

Wujud Kebudayaan IndonesiaKebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

Rumah adat Aceh: Rumoh Aceh Sumatera Barat : Rumah Gadang Sumatera Selatan : Rumah Limas Jawa : Joglo Papua : Honai Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla

Lompoa (Makassar Gowa) Sulawesi Tenggara: Istana buton Sulawesi Utara: Rumah Panggung Kalimantan Barat: Rumah Betang Nusa Tenggara Timur: Lopo Maluku : Balieu (dari bahasa Portugis)

Tarian Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet

Page 2: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji Aceh: Saman, Seudati Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin Betawi: Yapong Sunda: Jaipong, Tari Topeng Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4

Etnis Sulawesi Tengah: Dero Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari

Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung Riau : Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas Lampung : Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu Irian Jaya: ( Musyoh, Selamat Datang ) Nias : Famaena

Lagu Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Keroncong Kemayoran,

Surilang, Terang Bulan Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina, Goro-

Gorone, Huhatee, Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande, Tanase

Melayu : Tanjung Katung Aceh : Bungong Jeumpa, Lembah Alas, Piso Surit Kalimantan Selatan : Ampar-Ampar Pisang, Paris Barantai, Saputangan

Bapuncu Ampat Nusa Tenggara Timur : Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe

Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa

Sulawesi Selatan : Angin Mamiri, Pakarena, Sulawesi Parasanganta, Ma Rencong

Sumatera Utara : Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong, Bungo Bangso, Butet, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang Dohita Nadua, Rambadia, Sengko-Sengko, Siboga Tacinto, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, Tapian Nauli

Papua/Irian Barat : Apuse, Yamko Rambe Yamko Sumatera Barat : Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung Palinggam,

Kambanglah Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga, Malam Baiko, Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang, Rang Talu

Jambi: Batanghari, Soleram Jawa Barat : Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan Pahlawan,

Manuk Dadali, Panon Hideung, Peuyeum Bandung, Pileuleuyan, Tokecang Kalimantan Barat : Cik-Cik Periuk Sumatera Selatan : Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending Sriwijaya, Kabile-bile,

Tari Tanggai Banten : Dayung Sampan

Page 3: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Sulawesi Utara : Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo Jawa Tengah : Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-ilir, Jamuran,

Bapak Pucung, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan Nusa Tenggara Barat : Helele U Ala De Teang, Moree, Orlen-Orlen, Pai Mura

Rame, Tebe Onana, Tutu Koda Kalimantan Timur : Indung-Indung Jambi : Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang Kalimantan Tengah : Kalayar Jawa Timur : Keraban Sape, Tanduk Majeng Bengkulu : Lalan Belek Bali : Mejangeran, Ratu Anom Sulawesi Tenggara : Peia Tawa-Tawa Yogyakarta : Pitik Tukung, Sinom, Suwe Ora Jamu, Te Kate Dipanah Sulawesi Tengah : Tondok Kadadingku, Tope Gugu Sulawesi Barat : Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk

Musik Jakarta: Keroncong Tugu. Maluku : Melayu : Hadrah, Makyong, Ronggeng Minangkabau : Aceh : Makassar : Gandrang Bulo, Sinrilik Pesisir Sibolga/Tapteng : Sikambang

Alat musik Jawa: Gamelan, Kendang Jawa. Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio. Gendang Bali Gendang Simalungun Gendang Melayu Gandang Tabuik Sasando Talempong Tifa Saluang Rebana Bende Kenong Keroncong Serunai Jidor Suling Lembang Suling Sunda Dermenan Saron Kecapi Bonang Angklung

Page 4: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Calung Kulintang Gong Kemada Gong Lambus Rebab Tanggetong Gondang Batak Kecapi Kesok-Kesok

Gambar Jawa: Wayang. Tortor: Batak

Patung Jawa: Patung Buto, patung Budha. Bali: Garuda. Irian Jaya: Asmat.

Pakaian Jawa: Batik. Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong. Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule. Sumatra Barat/ Melayu: Sumatra SelatanSongket Lampung : Tapis Sasiringan Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu

Suara Jawa: Sinden. Sumatra: Tukang cerita. Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)

Sastra/tulisan Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito. Bali: karya tulis di atas Lontar. Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara Timor Ai Babelen, Ai Kanoik

Makanan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar masakan Indonesia Timor: Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis. Sumatera bagian Barat: Sate Padang Sumatera bagian Selatan: Pempek Palembang Jogjakarta: Gado-Gado

Kebudayaan Modern Khas Indonesia Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama. Film Indonesia: "Daun di Atas Bantal" (1998) yang mendapat penghargaan

Film terbaik di "Asia Pacific Film Festival" di Taipei.

Page 5: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Akar Kebudayaan Nasional IndonesiaAkar kebudayaan Indonesia adalah suatu mekanisme yang terbentuk dari

unsur-unsur yang berkaitan dengan zaman prasejarah,jadi ibarat pohon,pohon tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar,demikian pula dengan kebudayaan pada suatu Negara tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar atau pendahulu yang membentuk kebudayaan tersebut.

Akar kebudayaan Indonesia berhubungan dengan zaman prasejarah, mulai dari nenek moyang kita yang membawa kebudayaan Dongson, setelah itu diikuti oleh perkembangan Islam di Indonesia. Jadi islam juga merupakan salah satu akar kebudayaan Indonesia.

Berikut ini ringkasan mengenai sejarah nenek moyang bangsa Indonesia dari tulisan Mochtar Lubis pada tahun 1986 dalam pidato kebudayaannya yang berjudul “Situasi Akar Budaya Kita”:

Nenek moyang kita adalah bagian dari arus perpindahan manusia yang bergerak di zaman lampau yang telah hilang sebagai hilangnya bayangan wayang dari layar sejarah, bergerak dari bagian Timur Eropa Tengah dan bagian Utara wilayah Balkan sekitar laut Hitam ke arah timur, mencapai Asia, masuk ke Tiongkok. Dan di Tiongkok arus perpindahan ini bercabang-cabang ke utara, timur dan selatan.

Arus selatan mencapai daerah Yunan, sedang bagian timur mencapai laut Indo Cina. Di sinilah tempat lahirnya budaya asal Indonesia. Manusia-manusia yang berpindah dan bergerak ke Asia dari Eropa Tengah dan Wilayah Balkan itu adalah orang Tharacia, Iliria, Cimeria, Kakusia, dan mungkin termasuk orang Teuton, yang memulai perpindahan mereka di abad ke-9 hingga abad ke-8 sebelum nabi Isa. Mereka membawa keahlian membuat besi dan perunggu.

Nenek moyang orang Indonesia yang telah berada terlebih dahulu dari mereka di daerah Dongson ini telah mengembangkan seni monumental tanpa banyak ornamentik yang dekoratif. Dari pendatang-pendatang baru ini mereka mengambil alih, menerima, dan mencernakan seni ornamentik pendatang-pendatang dari barat ini. Tidak saja dalam ornamentik, akan tetapi juga dalam hiasan tenunan (amat banyak persamaan antara hiasan tenun Indonesia dan Balkan umpamanya), dan juga dalam musik dan nyayian. Jaap Kunst, seorang ahli musik, juga ahli musik Indonesia mengindentifikasikan persamaan nyayian rakyat di pulau Flores dengan nyanyian rakyat di bagian timur Yugoslavia (Balkan). Kebudayaan Dongson menunjukkan lebih banyak persamaan dan kaitan dengan budaya Eropa dibanding budaya Cina.

Nenek moyang Dongson inilah yang bergerak ke selatan, dan kemudian mencapai Nusantara. Di Nusantara hampir tidak ada perpisahan antara zaman perunggu dan zaman besi. Hal ini sama juga terjadi di Indo Cina. Dalam penggalian situs-situs purbakala, perunggu dan besi selalu ditemukan bersama-sama. Hulu pisau dongson banyak berbentuk manusia, seperti keris Majapahit. Bentuk hulu pisau yang serupa juga ditemukan di Holstein (Jerman), Denmark, dan di Kauskasus.

Tetapi, sebelum nenek moyang dari Dongson turun ke Nusantara, kelompok-kelompok manusia lain telah terlebih dahulu datang. Selama zaman es terakhir, kurang lebih 15.000 tahun sebelum Masehi, sejarah bumi Nusantara menunjukkan bahwa sebagian besar Nusantara bagian barat menyatu dengan daratan Asia Tenggara, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan wilayah yang kini laut Jawa. Ketika es berakhir, permukaan laut naik kembali, dan terbentuklah gugusan pulau-pulau

Page 6: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

seperti yang kita kenal kini. Sejarah bumi Nusantara telah berpengaruh besar pada perkembangan manusia Melayu-Polinesia. Mereka menjadi bangsa maritim, yang kurang lebih 1000 tahun sebelum nabi Isa megarungi Samudera Hindia. Manuskrip tua Hebrew dari masa akhir 2000 dan permulaan 1000 sebelum tahun Nabi Isa telah menyebut perdagangan kulit manis dari berbagai tempat sepanjang pantai timur Afrika.

Sebuah naskah Arab dari abad ke 13 menceritakan masuknya orang Melayu-Polinesia ke belahan barat Samudera Hindia. Naskah itu mengatakan bahwa di masa mundurnya Kerajaan Fira’un di Mesir, tempat yang bernama Aden, yang menguasai jalan masuk ke laut Merah (yang masa itu merupakan tempat penduduk nelayan), telah direbut oleh orang Qumr (Melayu-Polinesia) yang datang dengan armada yang terdiri dari perahu-perahu yang memakai cadik. Mereka mengusir penduduk setempat, membangun berbagai monumen dan memilihara hubungan langsung dengan pulau Madagaskar dan Asia Tenggara. Para ahli sejarah menyebutkan hal itu mungkin terjadi di masa Nabi Isa masih hidup. Untuk masa yang cukup lama orang Melayu-Polinesia menguasai pelayaran dan perdagangan lewat Samudera Hindia dari Asia Tenggara ke pintu Laut Merah, sepanjang pantai timur Afrika dan Pulau Madagaskar.

Dalam melakukan ini, mereka juga telah membawa berbagai kekayaan budaya ke Madagaskar dan Afrika. Di Madagaskar mereka telah menetap di belahan barat pulau itu. Hingga kini masih terlihat berbagai persamaan kata antara bahasa Madagaskar dan bahasa suku Manyaan di Kalimantan. Ke timur, nenek moyang Melayu-Polinesia ini berlayar jauh ke pedalaman pasifik, menetap di berbagai kepulauan, dan mereka paling ke timur mencapai Easter Island, pulau terjauh ke timur dari Nusantara.

Jelaslah bahwa budaya bangsa kita berakar jauh ke zaman prasejarah, ke masa silam yang begitu jauhnya, hingga telah lenyap dari ingatan bangsa kita. Jelas pula bahwa kita telah mewarisi budaya dunia yang ada di masa itu, di samping nenek moyang kita telah memberi pula sumbangan pada budaya-budaya bangsa lain di seberang Samudera Hindia, serta menciptakan berbagai budaya di Madagaskar, dan di kepulauan-kepulauan Samudera Pasifik.

Mengingat ini kembali, apakah kita kini, sebagai pewaris langsung dari mereka, harus merasa gentar menghadapi abad ke 21 dan seterusnya? Seharusnya tidak! Kita harus berani memeriksa diri secara cermat. Apa kekurangan-kekurangan kita kini, hingga kita tidak memiliki kemampuan, keberanian dan daya cipta untuk berbuat yang besar-besar bagi bangsa kita dan umat manusia hari ini?

Proses melalui zaman Mesolitik mencapai zaman Neolitik mungkin terjadi kurang lebih 3500-2500 tahun sebelum Nabi Isa. Ketika itu mereka mulai tinggal bersama dalam komunitas-komunitas kecil dan mulai mengembangkan pertanian dan sistem pengairan. Di zaman ini berkembang akar budaya musyawarah Indonesia, karena di kala itu belum ada kepala dan raja, dan semuanya masih dimusyawarahkan oleh semua anggota komunitas, dipimpin oleh orang-orang yang lebih tua. Wanita ikut bermusyawarah, dan anak-anak boleh hadir dan ikut mendengar. Di suku Sakudei di pulau Mentawai, seorang peneliti Swiss melaporkan bahwa dia masih menemukan tradisi musyawarah yang lama itu.

Akar budaya kita juga tumbuh dalam kepercayaan bahwa segala yang ada di bumi memiliki ”ruh-ruh” sendiri. Ruh manusia adalah saudaranya, yang dapat

Page 7: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

melepaskan diri dari dalam badan seseorang, dan ruh itu dapat mengalami bencana dalam petualangannya di luar tubuh kita, yang dapat mengakibatkan yang punya tubuh jatuh sakit atau mati. Manusia harus berbaik-baik dalam hubungannya dengan dunia roh ini.

Selanjutnya nenek moyang kita di masa Megalitik itu memiliki konsep hubungan dan pertentangan antara dunia atas dan dunia bawah. Dalam upacara-upacara khusus, mereka membangun megalith-megalith dengan tujuan melindungi ruh dari bahaya-bahaya yang datang dari dunia bawah, untuk menjadi penghubung antara yang hidup dan yang telah mati, dan untuk mengabadikan kekuatan-kekuatan magis mereka yang membangun megalith-megalith tersebut, atau untuk siapa batu-batu itu dibangun. Megalith-megalith dibangun untuk memperkuat kesuburan manusia, ternak dan apa yang mereka tanam, dan dengan demikian memperbesar kekayaan generasi-generasi yang akan datang.

Kebudayaan Megalitik ini kemudian dimasuki oleh budaya Dongson yang membawa teknologi perunggu dan besi, dan memberikan nafas dan kekuatan serta daya cipta baru pada kelompok-kelompok budaya di Nusantara. Diperkirakan pula bahwa budaya Dongson membawa teknologi bertanam padi di sawah. Teknologi padi sawah mendorong komunitas-komunitas kecil untuk lebih berintegrasi mengembangkan dan memilihara sistem pengairan, koordinasi bertanam serempak pada waktu yang sama. Dalam proses sejarah, teknologi padi sawah ini telah mendorong proses integrasi masyarakat-masyarakat desa Indonesia yang hingga kini tumpuan kehidupan terbesar bangsa kita. Ia juga erat hubungannya dengan irama iklim, datang musim kering dan musim hujan, yang mempengaruhi pola kehidupan di Indonesia. Musim panen merupakan musim perkawinan umpamanya.

Pemujaan nenek moyang merupakan salah satu akar budaya bangsa Indonesia. Pandangan kosmik mengenai kontradiksi antara dunia bawah dan dunia atas tercermin dalam organisasi sosial berbagai suku bangsa kita; garis ibu dan garis ayah, hubungann dasar antara dua suku yang saling mengambil laki-laki dan perempuan dari dua suku untuk perkawinan, membuat tiada satu suku lebih tinggi kedudukannya dari yang lain. Setiap suku bergantian menduduki tempat yang superior dan tempat di bawah. Struktur tradisi kesukuan ini merupakan sebuah mekanisme ke arah demokrasi, yang seandainya kita pandai mengembangkannya dapat merupakan kekuatan untuk tradisi demokrasi bangsa kita.

Datangnya agama Budha, Hindu dan Islam, bangkitnya feodalisme, lalu datang orang Eropa membawa penindasan penjajah, dan agama Nasrani, lalu lewat pendidikan Barat masuk pula ilmu pengetahuan modern dan tekonologi modern telah mendorong berbagai proses kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan budaya, yang akhirnya membawa manusia Indonesia pada keadaan hari ini.

Akar budaya lama jadi layu dan terlupakan, meskipun ada diantaranya tanpa kita sadari masih berada terlena di bawah sadar kita. Bangkitnya feodalisme di Indonesia dengan lahirnya berbagai kerajaan besar dan kecil telah mengubah hubungan antara kekuasaan dan manusia atau anggota masyarakat. Penjajahan Belanda menggunakan sistem menguasai dan memerintah melalui kelas bangsawan atau feodal lama Indonesia telah meneruskan tradisi feodal berlangsung terus dalam masyarakat kita. Malahan setelah Indonesia merdeka, hubungan-hubungan diwarnai nilai-nilai feodalisme masih berlangsung terus, hingga sering kita mengatakan bahwa kita kini menghadapi neo-feodalisme dalam bentuk-bentuk baru.

Page 8: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Semua pendidikan modern, falsafah Barat dan Timur, ideologi-ideologi yang datang dari Barat mengenai manusia dan masyarakat. Agama Islam dan Nasrani yang jadi lapis terakhir di atas kepercayaan-kepercayaan lama dan nilai-nilai akar budaya kita, oleh daya sinkritisme manusia Indonesia, semuanya diterima dalam dirinya tanpa banyak konflik dalam jiwa dan diri kita.

Sesuatu terjadi dalam diri kita, hingga secara budaya tidak mampu memisahkan yang satu dari yang lain: mana yang takhyul, mana yang ilmiah, mana yang bayangan, mana yang kenyataan, mana yang mimpi dan mana dunia nyata. Malahan banyak orang kini membuat ilmu dan teknologi jadi takhyul dalam arti, orang percaya bahwa ilmu dan teknologi dapat menyelesaikan semua masalah manusia di dunia. Dan ada yang berbuat sebaliknya.

Kita jadi tidak tajam lagi membedakan mana yang batil dan mana yang halal. Karena itu beramai-ramai dan penuh kebahagiaan kita melakukan korupsi besar-besaran, dan tidak merasa bersalah sama sekali (Lubis, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).

Kebudayaan Barat di Indonesia Dalam era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya rakyat Indonesia yang bergaya hidup kebarat-baratan seperti mabuk-mabukkan,clubbing,memakai pakaian mini,bahkan berciuman di tempat umum seperti sudah lumrah di Indonesia. Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif. Proses filtrasi perlu dilakukan sedini mungkin supaya kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia tidak akan merusak identitas kebudayaan nasional bangsa kita. Tetapi bukan berarti kita harus menutup pintu akses bangsa barat yang ingin masuk ke Indonesia, karena tidak semua kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia berpengaruh negatif, tetapi juga ada yang memberi pengaruh positif seperti memajukan perkembangan IPTEK di Indonesia. Prioritas yang perlu kita lakukan terhadap kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia adalah kita harus lebih selektif kepada kebudayaan barat. rans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:

a. Kebudayaan Teknologis Modern Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis

Page 9: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.

b. Kebudayaan Modern TiruanKebudayaan Modern Tiruan terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

c. Kebudayaan-kebudayaan BaratKita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.

Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).

Page 10: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Dampak Kebudayaan Barat di IndonesiaDampak kebudayaan barat di Indonesia dicerminkan dalam wujud globalisasi

dan modernisasi yang dapat membawa dampak positif dan dampak negatif bagi bangsa kita.

Dampak Positifa. Perubahan Tata Nilai dan SikapAdanya moderenisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap semua irasional menjadi rasional.b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologiDengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.c. Tingkat Kehidupan yang lebih BaikDibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dampak NegatifDampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.a. Pola Hidup KonsumtifPerkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.b. Sikap IndividualistikMasyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.c. Gaya Hidup Kebarat-baratanTidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.d. Kesenjangan SosialApabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.

Situasi Budaya di IndonesiaSituasi Budaya Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pasalnya, semakin

banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh Negara tetangga kita sendiri yaitu Malasyia. Seperti tari reog ponorogo, dan yang baru akhir-akhir ini terjadi yaitu tari pendet yang diklaim juga oleh Malaysia. Hak paten atas kebudayaan dalam hal ini sangat berperan penting. Pemerintah baru menyadari akan perlunya hak paten tersebut setelah adanya klaim-mengklaim Malaysia terhadap Kebudayaan Indonesia. Menurut saya stabilitas situasi budaya di Indonesia dapat terwujud dengan cara

Page 11: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

mempublikasikan kebudayaan kita kepada bangsa luar, dengan demikian secara tidak langsung menghak-patenkan kebudayaan kita. Selain itu proses akulturasi yang negatif dapat mempengaruhi situasi budaya di Indonesia semakin memprihatinkan.

Sajiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986 menyampaikan tentang persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya kemampuan mengeluarkan energi pada manusia Indonesia. Hal ini mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau kemampuan berbuat. Rencana konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal dan rencana dan konsep belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya. Akibat lainnya adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin bukan karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing menetapi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan mnegeluarkan energi juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian sukar ditemukan dan mempunyai dampak dalam segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan dan tanggung jawab.

Menurut beliau kelemahan ini merupakan Kelemahan Kebudayaan. Artinya, perbaikan dari keadaan lemah itu hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya. Pemecahannya harus melalui pendidikan dalam arti luas dan Nation and Character Building (Surjohadiprodjo, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).

Mochtar Lubis juga dalam kesempatan yang sama saat Temu Budaya tahun 1986, menyampaikan bahwa kondisi budaya kita hari ini ditandai secara dominan oleh ciri:

Kontradiksi gawat antara asumsi dan pretensi moral budaya Pancasila dengan kenyataan

Kemunafikan Lemahnya kreativitas Etos kerja yang lemah Neo-Feodalisme

Budaya malu telah sirna ( Lubis, 1999).

Tantangan-tantangan kebudayaan di Indonesia

1. Kebudayaan Modern TiruanTantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan

Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.

Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)

2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah

Page 12: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.

3. Masalah Pendidikan yang TepatPendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika

bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.

4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan TeknologiProblem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas

produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.

5. Kondisi Alam GlobalSalah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan

bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.

Dampak pemanasan global juga dapat berupa meningkatnya permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam.

Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri, pertanian dan penduduk.

Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan.

Page 13: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

INTEGRASI NASIONAL

Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36). Hal-hal yang menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan, agama, budaya, wilayah/daerah dan sebagainya.

Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah di atas maka integritas nasional identik dengan integritas bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembauran berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36-37) yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan kesimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integritas nasional sebagai suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada aliran pemikiran/paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F. Hegl (1770- 1831 dalam Suhady 2006: 38) yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan masyarakat di sekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses sejarah.

INTEGRASI NASIONAL INDONESIA

Integrasi nasional Indonesia. Sejauh ini, apa yang telah ditampakkan oleh kajian sistem sosial dan budaya Indonesia? Bangsa yang ditengarai oleh aneka bifurkasi sosial menurut garis wilayah, etnis, agama, tingkat ekonomi, apakah masih memiliki signifikansi untuk bersatu? Jawabannya adalah ya. Persatuan di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru oleh sebab consensus nasional utama (Proklamasi 1945) pernah tercetus. Problem krusial di masa-masa kemudian adalah Indonesia terus mencari format-format baru integrasi nasionalnya sendiri.

Bukan Indonesia saja, Negara multikultur yang mengalami permasalahan integrasi nasional. Spanyol, sebagai missal, mengalami masalah integrasi nasional lewat persaingan politik antara etnis Catalan dengan Basque. Lebanon pun memiliki masalah integrasi nasional lewat integrasi agama yang sangat bervariasi (Islam Sunni, Islam Syiah, Kristen Maronit, Kristen Druze). Srilangka punya masalah yang terus berkembang akibat perseteruan antara etnis Sinhala dan Tamil. Tetangga Indonesia seperti Thailand dan Filipina menghadapi masalah integrasi nasional lewat kasus wilayah Pattani dan Moro. Sebab itu, masalah integrasi Negara yang berisikan multikultur bukan Cuma monopoli Indonesia.

Persoalan penting kemudian adalah, bagaimana Indonesia mengidentifikasi pola integrasi nasionalnya untuk kemudian diaplikasikan ke dalam tindakan positif menuju integrasi nasional, baik dari kalangan elit maupun masyarakat kebanyakan. Pertanyaan pentinya kemudian adalah, apa yang sesungguhnya “bergerak” dalam

Page 14: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

pola integrasi nasional Indonesia?

Beberapa Penjelasan Integrasi Nasional IndonesiaDalam kasus integrasi nasional Indonesia, terdapat sejumlah penjelasan guna

menggambarakan metode terjadinya integrasi nasional. Penjelasan-penjelasan ini memiliki aneka perbedaan titik tekan. Seluruh pendekatan yang tersedia kemudian akan dipertimbangkan keeratan hubungannya dengan metode integrasi nasional Indonesia.

1.NeopatrimonialismePertama adalah penjelasan David Brown tentang metode integrasi Indonesia

yang ditentukan elit.1 Brown menggunakan istilah Neo Patrimonialisme dalam kasus integrasi nasional Indonesia. Untuk memahami Neopatrimonialisme, paling jelas dikontraskan dengan apa yang Max Weber maksud dengan Patrimonialisme.

Patrimonialisme adalah “the object of obedience is the personal authority of the individual which he enjoys by virtue of his traditional status. The organized group exercising authority is, in the simplest case, primarily based on relations of personal loyalty, cultivated through a common process of education. The person exercising authority is no a ‘superior’, but a personal ‘chief’. His administrative staff does no consist primarily of officials, but of personal retainers … Wha determines the relations of the administrative staff to the chief is not the impersonal obligations of office, but personal loyalty to the chief.

Dalam patrimonialisme, sistem pemerintahan terbangun lewat ikatan antara pimpinan pemerintah tertentu (ketua adat, raja, sultan) atau orang berpengaruh di mana ia diangkat ke dalam posisi tertentu di dalam kekuasaan pusat. Orang-orang ini punya pengikut yang mengikutinya berdasarkan loyalitas personal. Jaringan-jaringan patron-klien ini kemudian mengembangkan loyalitas masing-masing yang kedaerahan ke tingkat nasional.

Negara patrimonial sebab itu merupakan puncak dari suatu masyarakat yang dikarakteristikkan oleh hubungan patron-klien tradisional. Negara patrimonial, sebab itu, bergantung pada seberapa besar loyalitas rakyat pada pemimpin lokalnya, dan, loyalitas para pemimpin local kepada pemerintah pusat. Ia mengandalkan stabilitas sistem politik tradisional kedaerahan yang berkembang. Misalnya, ketaatan rakyat Yogyakarta kepada Sultan Hamengkubuwono X dan ketaatan Sultan Hamengkubowono kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Atau, dalam kasus Aceh, seberapa besar loyalitas rakyat Aceh kepada Hasan Tiro dan bagaimana sikap Hasan Tiro kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Lalu, apa yang membedakan antara patrimonialisme dengan neopatrimonialisme? Perbedaan utamanya terletak pada perubahan hubungan antara pengikut dan pemimpin. Dalam patrimonialisme, elit patrimonial menyatakan dirinya sebagai kelas istimewa yang mampu menempatkan dirinya sebagai monopol sumber daya sekaligus mengesampingkan massa dari wilayah kuasa dan kesejahteraan. Ini terus terjadi andaikan pemimpin patrimonial mampu menjamin keamanan dan perlindungan yang ia berikan kepada para pengikut.

Dalam neopatrimonialisme, perubahan ikatan tradisional, meningkatnya mobilisasi penduduk (vertical, horizontal), dan tersebarnya harapan akan demokrasi, membuat para elit patrimonial makin sulit memelihara ikatan patron-klien terhadap

Page 15: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

massanya. Loyalitas dari para pengikut kini berubah dari sekadar perlindungan dan keamanan menjadi bersifat material (kuasa, uang, kemakmuran).

Dalam konteks neopatrimonial, pemimpin massa yang tadinya (secara tradisional) memiliki pengikut loyal, kini mulai bergeser. Mereka tidak stabil lagi dalam menggamit massa-nya sendiri dan kemudian, untuk menyelamatkan posisi, turun ‘tahta’ menjadi broker politik. Pemimpin yang awalnya menguasai monopoli loyalitas massa suatu daerah kini terpecah. Dalam suatu daerah muncul ‘communal leader’ yang berbeda dengan pemimpin tradisional. Pemimpin-pemimpin baru ini mengklaim punya massa tertentu dan bersedia membela mereka baik secara material maupun politik. Inilah pemimpin-pemimpin neopatrimonial. Sebab itu, dalam Negara yang terintegrasi menurut garis neopatrimonial, menjadi penting kajian atas kohesi antar-elit neopatrimonial.

2.Teori DimensiChristine Drake mengutarakan tesis tentang 4 faktor yang mendorong

integrasi nasional Indonesia.3 Pertama, dimensi politik dan sejarah yang menekankan kepada persamaan nasib selaku rakyat yang terjajah Hindia-Belanda, yang membangun kesadaran bersama mencapai satu tujuan. Kedua, dimensi sosiokultural yang termasuk atribut-atribut budaya yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, dan kemudian membimbing pada ikatan bersama untuk bersatu di dalam Indonesia.

Ketiga, dimensi interaktif, yaitu tingkat kontak yang terbangun antara orang-orang yang diam di wilayah yang kini menjadi Indonesia, di mana mereka satu sama lain saling berkomunikasi lewat perdagangan, transportasi, teleppon, migrasi, dan televise. Keempat, dimensi ekonomi, yaitu kesalingtergantungan ekonomi antar region-region yang ada di Indonesia.

3.Teori Proses IndustriAnthony Harold Birch.4 Birch coba cari jawaban bagaimana kelomopk etnik

dan budaya yang saling berbeda mengikat diri ke dalam sebuah masyarakat nasional dan mendirikan Negara nasional. Sebagai proses, integrasi nasional merupakan produk dari kebijakan pemerintah (atau elit) yang disengaja. Integrasi nasional awalnya “tidak direncanakan” lewat proses mobilisasi sosial. Initinya suatu proses bagaimana industrialisasi mengundang pekerja meninggalkan desa asal untuk cari kerja di area industry baru. Perpindahan ini menggerogoti komunitas-komunitas sosial di area pedesaan dan memobilisasi pekerja untuk terserap di masyarakat nasional yang lebih besar. Hubungan kedaerahan menjadi lemah, bahasa dan dialek local makin samar untuk kemudian digantikan bahasan nasional. Budaya local dan kebiasaan kehilangan pendukungnya.

Alat transportasi, juga menyumbang point dalam integrasi nasional. Pembukaan jalan membuat wilayah-wilayah dan penduduk terlebur, berinteraksi, saling pengaruh. Terlebih, media massa kemudian muncul memberikan informasi-informasi baru harian kepada pemirsa yang bisa dicapainya. Anggota-anggota masyarakat yang tadinya berasal dari budaya atau kultur spesifik secara gradual masuk ke dalam terma masyarakat ‘yang lebih luas.’

Empat argumentasi diajukan dalam menjelaskan proses integrasi nasional. Pertama, dalam terminology keniscayaan sejarah. Dalam pandangan Hegel, masa

Page 16: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional

depan umat manusia terletak dalam organisasi yang disebut ‘negara’. Negara merupakan bentuk tertinggi organisasi sosial yang ada di tengah masyarakat. Negara mempersatukan elemen-elemen yang berbeda di level masyarakat ke dalam ‘elemen bersama’ dan sifatnya lebih tinggi.

Kedua, pandangan integrasi nasional sebagai bentuk asimilasi sosial. Integrasi nasional adalah terasimilasinya budaya-budaya yang lebih ‘minor’ kepada budaya yang lebih ‘mayor’. Misalnya, etnis Cina di Indonesia mau tidak mau harus mengasimilasi seluruh atau sebagian dari kultur yang berkembang di Indonesia kebanyakan agar dapat terintegrasi baik di tengah Negara Indonesia. Demikian pula etnis-etnis Arab, agar dapat diterima di Indonesia harus mengasimilasi budaya umum yang berkembang di masyarakat Indonesia. Disintegrasi nasional muncul akibat asimilasi gagal dilakukan.

Ketiga, integrasi nasional muncul akibat pemerintah didasarkan atas perasaan kesatuan nasional. Integrasi nasional tidak akan tercipta jika perasaan tersebut belumlah lagi terbangun. Untuk itu, masalah bahasa persatuan, ideology nasional, merupakan komponen penting di dalam integrasi nasional. Pemerintah memiliki tugas menjamin hal-hal tersebut terselenggara, baik secara teori maupun praktik.

Keempat, integrasi nasional berhubungan dengan masalah representasi politik. Negara yang terbangun dari garis primordial berbeda memiliki sensitivitas tinggi warganegara atas aspek primordial ini. Agama, etnis, region, merupakan unsure primordial yang perlu diperhatikan representasi politiknya. Pimpinan puncak nasional memerlukan kohesi yang membuat representasi elemen primordial yang berlainan tersebut menggapai consensus. Partai-partai politik utamanya mengambil peran dalam integrasi nasional yang berhubungan dengan representasi politik ini.

Sumber :- www.wikipedia.com- www.google.com- Forum Yahoo ask- Beberapa Blog pribadi

Page 17: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional
Page 18: Kebudayaan Nasional Dan Itegrasi Nasional