kebijakan infrastruktur meningkatkan kualitas lingkungan
DESCRIPTION
Kebijakan Infrastruktur Meningkatkan Kualitas LingkunganTRANSCRIPT
g
R E P U B L I K I N D O N E S I A KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT KAJIAN STRATEGIS (PUSTRA)
Jalan Pattimura Nomor 20 - Kebayoran Baru - Jakarta 12110 - Telepon (021) 72788007 Facsimile (021) 72797320
LAPORAN RINGKAS
KAJIAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN
i
LAPORAN RINGKAS ini disusun sebagai bagian dari seluruh rangkaian output pekerjaan yang
menjadi kewajiban Konsultan kepada Pemberi Tugas dalam pekerjaan ” KAJIAN
PENYELENGGARAAN INFARSTRUKTUR BIDANG PU DALAM RANGKA MENINGKATKAN
KUALITAS LINGKUNGAN” pada Kementerian Pekerjaan Umum.
Laporan Ringkas ini pada dasarnya merupakan intisari dari hasil pekerjaan di atas, yang
secara ringkas memuat hal-hal pokok berikut:
Latar belakang studi dan pengembangan metodologi studi
Tinjauan Regulasi dan Literatur Terkait
Identifikasi Dampak Pembangunan Infrastruktur
Hasil Analisis
Kerangka Strategi Pembangunan Infrastruktur PU dalam Upaya
Peningkatan Kualitas Lingkungan
Rekomendasi
Akhirnya kami (PT. Marga Graha Penta) mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak, khususnya Pusat Kajian Strategis, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum,
yang telah memberikan kepercayaan kepada Konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini.
Kami berharap hasil laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi penyusunan kebijakan
dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum di masa-masa mendatang.
Jakarta, November 2010
Team Leader
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I-1 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN STUDI I-2 1.3. LOKASI KEGIATAN I-2 1.4. PENGEMBANGAN METODOLOGI STUDI I-2
BAB II TINJAUAN REGULASI DAN LITERATUR TERKAIT 2.1. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II-1 2.2. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP II-2 2.3. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PEKERJAAN UMUM II-2 2.4. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN II-4 2.5. MASALAH PERKOTAAN DAN LINGKUNGAN II-5
BAB III IDENTIFIKASI DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 3.1. DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR III-1 3.2. UPAYA PENGURANGAN DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR III-17
BAB IV HASIL ANALISIS 4.1. ANALISIS PERMASALAHAN IV-1 4.2. ANALISIS SWOT IV-4 4.3. ANALISIS BALANCED SCORECARD IV-9
BAB V KERANGKA STRATEGI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
5.1.1. Penataan Ruang yang Lebih Berkualitas V-1 5.1.2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah V-2 5.1.3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor yang Terkait V-4 5.1.4. Penguatan Kapasitas Pendanaan V-5
BAB VI REKOMENDASI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembangunan Infrastruktur di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat III-2 Tabel 3.2. Pembangunan Infrastruktur di Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara III-6 Tabel 3.3. Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah III-8 Tabel 3.4. Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur III-11 Tabel 3.5. Pembangunan Infrastruktur di Kota Jakarta III-13 Tabel 4.1. Tinjauan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang PU di Daerah
Menurut Lokasi, Fungsi, Dimensi, Waktu dan Kewenangan IV-3 Tabel 4.2. Analisis SWOT Pembangunan Jalan dan Jembatan, termasuk Jalan Tol IV-5 Tabel 4.3. Analisis SWOT Normalisasi Sungai, termasuk Sudetan dan Pembuatan
Kanal Banjir IV-5 Tabel 4.4. Analisis SWOT Pembangunan Waduk/Bendungan IV-6 Tabel 4.5. Analisis SWOT Reklamasi Pantai, untuk Perikanan maupun Penyediaan
Lahan IV-6 Tabel 4.6. Analisis SWOT Pengelolaan Limbah dan Sampah IV-7 Tabel 4.7. Analisis SWOT Alih Fungsi Lahan untuk Pembangunan Infrastruktur,
Permukiman, Perkantoran dan Tempat Usaha IV-8 Tabel 4.8. Aspek Penting dalam Evaluasi Pencapaian Visi dan Sasaran Pembangunan
Bidang PU berdasar Empat Perspektif Utama IV-10 Tabel 6.1. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Sumber Daya
Air VI-2 Tabel 6.2. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Bina Marga VI-6 Tabel 6.3. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Cipta Karya VI-10 Tabel 6.4. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Penataan
Ruang VI-13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan I-3 Gambar 1.2. Diagram Fishbone Identifikasi Awal Penyebab Kerusakan Lingkungan
Hidup I-4 Gambar 1.3. Kerangka Pikir I-5 Gambar 2.1. Hubungan Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan
Penataan Ruang II-1 Gambar 2.2. Peran Infrastruktur PU dalam Pembangunan II-3 Gambar 2.3. Siklus SIDLaKOM dalam Konsep pro GreenI II-4 Gambar 2.4. Hubungan antara Siklus SIDLaKOM dengan Dokumen Lingkungan II-5 Gambar 3.1. Hubungan antara Lingkungan, Infrastruktur, Ekonomi dan Sistem Sosial III-1 Gambar 5.1. Konsep Penataan Ruang Berwawasan Lingkungan V-1 Gambar 5.2. Konsep Strategi Penguatan Kapasitas Daerah dalam Hal Pengawasan
Pembangunan Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan V-3 Gambar 5.3. Konsep Kerjasama Antar Stakeholders dalam Pembangunan
Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan V-4 Gambar 5.4. Alur Sharing Pendanaan untuk Pembangunan Infrastruktur PU yang
Berwawasan Lingkungan V-5
Bab I | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju
modernitas dalam rangka pembangunan bangsa (nation building) (SP Siagian, 1973). Dalam
setiap aktivitas pembangunan akan selalu ada trade-off. Di satu sisi pembangunan
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain pembangunan bisa menurunkan
kualitas lingkungan. Hal ini menjadi catatan permasalahan pembangunan dalam RPJMN
2004 – 2009. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
pencemaran air dan tanah, bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca (gas karbon dioksida,
gas metan, dll), perubahan fungsi lahan, pengalihan DAS, dan sebagainya. Kerusakan
tersebut tidak selalu menimbulkan dampak yang segera, namun akumulasinya bisa
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, seperti terjadinya bencana alam dan
perubahan iklim (climate change). Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka kualitas
lingkungan yang ada akan mengalami degradasi dan berdampak buruk bagi generasi
selanjutnya.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dijalankan di Indonesia mengacu pada konsep
pembangunan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kurang
memperhatikan aspek lingkungan. Padahal pembangunan ekonomi sangat tergantung pada
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sebagai contoh dampak bencana
banjir menyebabkan terhentinya aktivitas perekonomian yang menyebabkan kerugian
ekonomi yang besar. Pertimbangan faktor lingkungan telah diatur sejak lama seperti dalam
pasal 33 ayat 3 UUD 1945 , dan UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, serta juga ditindaklanjuti dalam RPJMN II (2010-2014). Dalam RPJP 2005-
2024 disebutkan bahwa salah satu misi pembangunan adalah mewujudkan Indonesia yang
asri dan lestari, dan pembangunan infrastruktur akan mengarah pada konsep peningkatan
pelayanan bagi peningkatan kualitas lingkungan di masa depan.
Infrastruktur Pekerjaan Umum (Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya) mempunyai
peran strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberi kontribusi dalam
pertumbuhan ekonomi, serta bagi peningkatan kualitas lingkungan hidup. Infrastruktur
seperti prasarana air bersih, sanitasi dan drainase akan meningkatkan kualitas lingkungan
masyarakat. Demikian juga penyediaan permukiman yang layak huni serta prasarana
pengendalian banjir dan prasarana jalan yang terpelihara baik akan meningkatkan kualitas
lingkungan. Selain itu dalam proses pembangunan infrastruktur hendaknya memperhatikan
atau tidak rusaknya lingkungan; misalnya pembangunan jalan yang mengubah fungsi lahan
tanam/resapan air menjadi beton dan pembangunan waduk/bendungan yang mengubah
alur sungai alami, tipe TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah yang open dumping dan
dapat mencemari air tanah dan lingkungan sekitar. Hal ini mesti diupayakan penanganan
dampaknya. Sementara itu, terkait dengan fenomena perubahan iklim, infrastruktur juga
berperan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
perubahan iklim (climate change) terhadap lingkungan seperti banjir, kekeringan, longsor,
dan lain-lain.
Bab I | 2
Penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum berwawasan lingkungan telah tertuang
dalam sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang,
Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No. 38/2004
tentang Jalan maupun Undang-Undang No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Bahkan
didalam Undang-Undang Perumahan Permukiman yang dikeluarkan pada tahun 1992, telah
diamanatkan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup terkait dengan pembangunan
dan penataan Perumahan Permukiman (Undang-Undang no. 4 Tahun 1992). Namun dalam
pelaksanaannya, amanat tentang pengelolaan lingkungan maupun pengawasan lingkungan
belum sepenuhnya diterapkan.
Dari regulasi-regulasi tersebut, penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum diharapkan
harus lebih mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga akan tetap menjaga kualitas
lingkungan selain juga mengurangi dampak buruk yang terjadi, terutama terhadap
pembangunan infrastruktur PU dalam skala menengah dan besar. Hal ini karena didalam
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur skala menengah dan besar, singgungan
terhadap faktor lingkungan sangat rentan terjadi, sehingga diperlukan suatu dokumen
pengelolaan lingkungan agar dapat menekan seminimal mungkin dampak besar dan negatif
yang timbul karena pembangunan infrastruktur. Didasari oleh latar belakang itu, maka
diperlukan suatu kajian tentang upaya-upaya yang didukung dengan kebijakan yang mampu
menyelaraskan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dengan kebijakan lingkungan
serta dapat dilaksanakan oleh seluruh komponen pembangunan infrastruktur Pekerjaan
Umum.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN STUDI
Maksud dari kegiatan ini adalah meningkatkan kontribusi pembangunan infrastruktur
Pekerjaan Umum bagi peningkatan kualitas lingkungan yang merupakan salah 1 (satu) dari 3
(tiga) strategic goal pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum (meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan
kualitas lingkungan). Tujuan kegiatan ini adalah melakukan kajian kebijakan
penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum dalam rangka peningkatan kualitas
lingkungan.
1.3. LOKASI KEGIATAN
Lokasi pelaksanaan kegiatan ini adalah: 1) Jakarta; 2) Surabaya; 3) Bandung; 4) Medan, dan
5) Semarang. Pemilihan kota-kota lokasi kegiatan tersebut adalah berdasarkan beberapa
pertimbangan: 1) kriteria kota; 2) tingginya aktivitas pembangunan, dan 3) tingkat kerusakan
lingkungan.
1.4. PENGEMBANGAN METODOLOGI STUDI
Pentahapan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam pekerjaan studi ini pada dasarnya
merupakan penjabaran operasional dari ruang lingkup kegiatan yang disusun secara
kronologis, mulai dari tahap awal atau persiapan hingga tahap akhir. Pentahapan kegiatan
dalam studi meliputi tahap: tahap persiapan, tahap input, tahap proses dan tahap output,
yang secara diagramatis digambarkan dalam Gambar 1.1.
Bab I | 3
Gambar 1.1 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Batasan wilayah yang diamati dalam studi ini adalah lingkungan perkotaan. Hal ini didasari
dengan adanya fakta yang selama ini berkembang, yaitu bahwa perubahan terhadap kondisi
lingkungan lebih banyak terjadi di kawasan-kawasan perkotaan akibat perkembangan
pembangunan infastruktur sebagai dampak dari adanya peningkatan kebutuhan masyarakat
atau penduduk akan ketersediaan infrastruktur (bidang PU). Terjadinya
perubahan/degradasi lingkungan lebih disebabkan oleh belum adanya penanganan (proses
monitoring, evaluasi dan pengendalian) terhadap dampak pasca pembangunan fisik
infrastruktur di kawasan-kawasan perkotaan.
Secara rinci identifikasi masalah awal yang digunakan, terkait dengan pembangunan
infrastruktur bidang Pekerjaan Umum yang diperkirakan dapat menyebabkan kerusakan
pada lingkungan hidup, tersaji dalam diagram fishbone (tulang ikan) dibawah ini (lihat
Gambar 1.2).
Tahap Persiapan
Studi Pustaka
Penetapan tujuan dan maksud kegiatan studi
Identifikasi kebijakan/regulasi PU yang terkait dg peningkatan
kualitas lingkungan
Identifikasi dan perumusan masalah yang dihadapi dalam pembangunan bidang PU berbasis lingkungan
Survey data (instansional)
Analisis penyelenggaraan infrastruktur bidang PU yang telah dilaksanakan
FGD dg stakeholders di daerah
Formulasi kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur bidang PU berbasis wawasan lingkungan
Diskusi dg stakeholder pusat di lingkungan PU
Finalisasi akhir
Tahap Input
Tahap Proses
Tahap Output
F
E
E
D
B
A
C
K
Bab I | 4
Gambar 1.2 Diagram Fishbone (tulang ikan) Identifikasi Awal Penyebab Kerusakan Lingkungan Hidup
Degradasi / kerusakan
Lingkungan Hidup
Sumber Daya Manusia Proses Penyelenggaraan
Kebijakan / Regulasi Metode dan Teknologi
Pandangan / kepentingan yang berbeda dalam
pembangunan infrastruktur
Pemahaman yg terbatas ttg konsep pembangunan berwawasan lingkungan
Pengawasan yang lemah terhadap pengoperasian hasil-hasil pembangunan infrastruktur
Perencanaan infrastruktur yg tidak memperhatikan
prinsip-prinsip pelestarian fungsi lingkungan
Law enforcement terhadap
pelanggaran lingkungan selama pelaksanaan
pembangunan
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak berpihak pada lingkungan
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak berpegang pada konsep pembangunan berkelanjutan
Pelaksanaan pembangunan
infrastruktur yg tidak memperhatikan kearifan
lokal
Pilihan teknologi infrastruktur yang kurang ramah thdp lingkungan
Metode pelaksanaan yang cenderung mengeksplorasi lingkungan
Bab II | 1
Kerangka pikir studi yang telah dikembangkan sebagai dasar atau landasan dalam analisis
atau kajian dapat dicermati dalam gambar berikut.
Gambar 1.3. Kerangka Pikir
Konsep pendekatan yang digunakan dalam studi ini, adalah:
1. pendekatan pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan;
2. pendekatan pembangunan infrastruktur bidang PU berbasis kinerja;
3. pendekatan pembangunan infrastruktur bidang PU yang menyeluruh dan terintegrasi
Tahapan pelaksanaan studi ini diawali dengna kegiatan kajian literatur (desk study),
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data melalui survey dan wawancara
(FGD) dengan stakeholders terkait di lokasi studi, serta kegiatan analisis dan formulasi
rekomendasi strategi kebijakan.
Bab II | 2
BAB II
TINJAUAN REGULASI DAN LITERATUR TERKAIT
2.1. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Konsep Pembangunan Berkelanjutan muncul pada Konferensi PBB tentang Lingkungan
Hidup Manusia (UN Conference on the Human Environment) pada tahun 1972 yang dikenal
pula dengan nama The Stockholm Conference. Dan konsep ini selanjutnya didukung oleh
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (UN Conference on
Environment and Development) di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang menyatukan para
kepala negara dan pejabat pemerintah dari seluruh dunia bersama dengan utusan badan-
badan PBB, Organisasi Internasional dan utusan lainnya dari berbagai organisasi non
pemerintah. Konferensi yang dihadiri oleh 179 negara tersebut secara jelas menyatakan
bahwa pembangunan nasional suatu negara tidak lagi bisa memisahkan antara pengelolaan
lingkungan dengan pembangunan sosial ekonomi sebagai bidang-bidang yang terpisah.
Pada tahun 1997 juga, Indonesia telah menyusun Agenda 21 – Indonesia yang merupakan
strategi nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan dari Agenda 21- Indonesia
adalah dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan, maka integrasi pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan syarat
yang harus dianut oleh semua sektor pembangunan terkait.
Gambar 2.1. Hubungan Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang
Kementerian PU selaku stakeholder menyadari bahwa pengembangan strategi dan program
tidak bisa dilakukan berdasarkan skenario business as usual yang kerap menemui kesulitan
dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan
secara simultan. Namun sebaliknya, Kementerian PU berkomitmen untuk menerapkan
program-program pembangunan untuk menghindari terjadinya bencana yang terkait dengan
perubahan iklim melalui program mitigasi dan adaptasi untuk masa depan Indonesia yang
lebih sejahtera, aman, nyaman dan berkelanjutan.
Bab II | 3
2.2. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Filosofi dasar dari UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup diatas adalah :
4. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah mencapai pembangunan
berkelanjutan;
5. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjamin harmoni antara manusia
dengan lingkungan hidup, termasuk mahluk hidup didalamnya.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai dengan nomenklatur undang-
undang tersebut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakkan hukum.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup, seperti yang termaktub dalam Undang-undang no.
32 Tahun 2009 antara lain: (a) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); (b) Tata Ruang; (c)
Baku Mutu Lingkungan; (d) Kriteria baku kerusakan Lingkungan Hidup; (e) Dokumen AMDAL,
UKL-UPL dan izin lingkungan; (f) Perizinan dan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; (g)
Peraturan Perundang-undangan berbasis Lingkungan Hidup; (h) Anggaran Berbasis
Lingkungan Hidup serta Analisis Resiko Lingkungan Hidup; (i) Audit Lingkungan Hidup dan
Instrumen lain sesuai dg kebutuhan dan/atau perkembangan Ilmu Pengetahuan; dan (j)
Surat pernyataan kesanggupan PPLH (ps. 35 UU no 32 Tahun 2009)
2.3. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PEKERJAAN UMUM
Rumusan pembangunan ekonomi di Indonesia, secara prinsip memuat 3 (tiga) jalur strategi,
yakni: peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (pro growth) dengan cara
mengutamakan ekspor dan investasi; peningkatan penciptaan lapangan kerja (pro job)
dengan menggerakkan sektor riil dan pengentasan kemiskinan (pro poor) melalui revitalisasi
sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi perdesaan.
Gambar 2.2. Peran Infrastruktur PU dalam Pembangunan
KEMAKMURAN DAN
KESEJAHTERAAN Pro Poor Pro Growth Pro Job Pro Green
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Penanggulangan kemiskinan dan Peningkatan kesempatan kerja
Kesenjangan wilayah, Dukungan terhadap kws perbatasan, terpencil dan terisolir
Pembangunan berbasis Pemberdayaan Masyarakat
PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Aksesibilitas Penumpang/Barang
Ketahanan Pangan
Investasi dan Eksport
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
Green Construction
Pembangunan berbasis Penataan Ruang
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Bab II | 4
Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014, arah kebijakan umum pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum adalah: 1. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana serta meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan inklusif;
2. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas;
3. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan serta mendukung reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum terkait dengan pengelolaan dan pengendalian lingkungan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri ini merupakan tambahan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum yang berwawasan lingkungan tersebut sepenuhnya harus didukung oleh pengembangan dan penelitian teknologi terapan yang berwawasan lingkungan, sehingga prinsip-prinsip dasar 3 R : Reduce (mengurangi); Reuse (penggunaan kembali) dan Recycling (mendaur ulang) dalam setiap pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman harus menjadi komitmen seluruh pelaku pembangunan bidang ke-PU-an.
2.4. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
Dari Renstra Kementerian Pekerjaan Umum
2010 – 2014, kebijakan pembangunan
infrastruktur bidang Pekerjaan Umum sudah
dilandasi keinginan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan (pro green) yang telah
dikonsepsikan dalam design, konstruksi,
operasional dan perawatan (SIDLaKOM). Setiap
tahapan kegiatan pembangunan infrastruktur,
sesuai dengan SIDLaKOM, harus selalu disertai
dengan konsep pro green dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas lingkungan.
Gambar 2.3. Siklus SIDLaKOM dalam konsep pro Green
Bab II | 5
Kegiatan SIDLaKOM harus melalui suatu proses perijinan lingkungan yang terinci, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2.4.
2.5. MASALAH PERKOTAAN DAN LINGKUNGAN
Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah-wilayah perkotaan, yang oleh karenanya
tidak dikelola secara efektif telah menimbulkan dampak negatif, seperti: degradasi kualitas
lingkungan perkotaan (pembusukan kota), polusi/pencemaran udara, kemacetan lalulintas,
sampah perkotaan, hingga meningkatnya gas rumah kaca (GRK) yang berpotensi terhadap
pemanasan global.
Survai
Investigasi
Design
Rencana
Pembangunan
Infrastruktur Tata Ruang
Produk
DED
UKL/UP
L
AMDAL
Ijin Lingkungan IMB Ijin Usaha
Konstruksi
Konstruksi
Maintenance
RKL/RP
L
ya
tidak ya
tidak
AU
DIT
LIN
GK
UN
GA
N
apakah sesuai dgn
dokumen Tata Ruang..?
Gambar 2.4. Hubungan antara Siklus
SIDLaKOM dengan Dokumen Lingkungan
dampak besar dan
penting..?
Bab III | 1
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU
3.1. DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU PADA WILAYAH STUDI
Dampak positif dari pembangunan infrastruktur antara lain adalah akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan pendapatan daerah tersebut. Kebutuhan akan pembangunan
infrastruktur berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk/masyarakat suatu kota
atau wilayah, sehingga semakin bertambahnya penduduk pada kota/wilayah tersebut maka
kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur juga akan meningkat. Infrastruktur merupakan
pendukung utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Suatu infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat1.
Gambar 3.1. Hubungan antara Lingkungan, Infrastruktur, Ekonomi dan Sistem Sosial
Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai dampak positif,
ternyata pembangunan infrastruktur juga mempunyai dampak negatif. Pembangunan
infrastruktur juga berdampak negatif bagi kelestarian alam, diantaranya dengan
berkurangnya sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan, pencemaran udara akibat
polusi industri dan pembangunan infrastruktur perekonomian yang identik dengan
perusakan alam. Sehingga hal tersebut menimbulkan suatu pernyataan bahwa
pembangunan infrastruktur selalu identik dengan perusakan alam.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan untuk
mendukung pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk memperoleh
keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan, akan membawa
dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak
negatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat
polusi industri dan pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan alam.
Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan menerapkan program pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan
Dari hasil survei di 5 kota besar di Indonesia (Bandung, Medan, Semarang, Surabaya dan
Jakarta) maka diperoleh hasil rincian dampak pembangunan infrastruktur sebagai berikut :
1 Grigg, dkk (2000) dalam Infrastructure Systems Management and Optimization
Sumber : Grigg, 1998
Natural Environment
Physical Infrastructure
Economic System
Social System
Bab III | 2
Tabel 3.1. Pembangunan Infrastruktur di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Pembangunan Jalan Tol Jakarta – Bandung
Jalan Tol Jakarta – Bandung lebih dikenal dengan nama Tol CIPULARANG (Cikampek – Purwakarta – Padalarang).
Jalan Tol ini sebenarnya merupakan Jalan Tol penghubung antara Tol Cikampek (Cikampek – Dalam Kota Jakarta) dengan Tol Padaleunyi (Padalarang - Dalam Kota Bandung - Cileunyi), dan memiliki panjang 58,5 km. Pembangunan Jalan Tol ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni :
1. Tahap 1 :
Cikampek-Sadang dan Padalarang-Cikamuning (17,50 km);
2. Tahap 2 :
Sadang - Cikamuning (41,00 km).
Keberadaan Tol ini dimaksudkan untuk mempercepat waktu tempuh antara Jakarta–Bandung. Karena dibangun dengan cara membelah pegunungan, maka alinyement jalan tol ini naik turun serta banyak terdapat jembatan panjang dan tinggi.
1. Waktu tempuh Jakarta-Bandung
lebih cepat lebih cepat dengan
sebelumnya dari 4 jam sekarang
menjadi 2 jam.
1. Meningkatnya jumlah pemakaian kendaraan pribadi yang berakibat pada menurunnya penggunaan angkutan umum.
1. Memperketat pengawasan dan pengendalian bagi pembukaan kawasan di sepanjang jalan tol
2. Peningkatan perekonomian dengan banyaknya sentra industri kecil disekitar Tol.
2. Timbulnya banjir yang disebabkan berkurangnya daerah resapan air dan sistem drainase yang ada masih belum memadai.
2. Penanaman pohon di sepanjang kiri kanan jalan
3. Penyediaan infrastruktur akan menjadi seimbang untuk memfasilitasi kebutuhan penduduk terhadap jumlah penduduk disekitar yang terus meningkat tiap tahunnya.
3. Pembangunan jalan tol Cipularang memiliki dampak negatif bagi lahan perkebunan di daerah sekitarnya, terutama perkebunan teh. Produktivitas pucuk tanaman teh pada areal di sepanjang jalan tol Cipularang, Kab.Bandung Barat akan terganggu akibat adanya gangguan polusi kendaraan bermotor yang melintas.
4. Peningkatan devisa bagi Kota Bandung yang disebabkan karena semakin banyaknya pelaku perjalanan asal Kota Jakarta yang bertujuan perjalanan wisata ke Kota Bandung.
5. Pembangunan Tol Cipularang merupakan salah satu fasilitas utk mencapai keseimbangan dalam pengembangan suatu wilayah.
Bab III | 3
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Jakarta sebagai ibukota negara pembangunannya perlu di dukung dari daerah-daerah sekitarnya dan sebaliknya, sehingga terjadilah sifat mutualisme antar wilayah.
Pembangunan Perumahan di Kawasan Bandung Utara
Kawasan Bandung Utara merupakan kawasan di sisi utara Cekungan Bandung yang menjadi daerah asupan utama air tanah dalam di Cekungan Bandung. Sejak tahun 1983, 1993 hingga 2002 telah terjadi perubahan tata guna lahan di Kawasan Bandung Utara. Perubahan tsb dicirikan dgn berkurangnya area hutan dan lahan bervegetasi lainnya sebesar 54% dan meningkatnya area terbangun sebesar 223%
2. Perubhn tata
guna lahan menyebabkan tinggi permukaan air tanah dalam, terus merosot shg tidak lagi bisa diandalkan sebagai pasokan bagi air bersih kota Bandung.
1. Peningkatan nilai jual tanah di lokasi tersebut
1. Terciptanya kesenjangan sosial antara penghuni perumahan dengan penduduk sekitar.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) no. 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara dan Peraturan Gubernur no. 21 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Daerah (PERDA) no. 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara. Hal ini menunjukkan komitmen dari pemerintah daerah untuk menjaga lingkungan dari pembangunan perumahan yang semakin tidak terkendali di kawasan resapan air, Kawasan Bandung Utara.
Diperlukan suatu ketegasan terutama bagi aparat Pemerintah Daerah dalam implementasi PERDA tersebut
2. Terciptanya lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar (buruh cuci, buruh taman, tukang ojek, dll).
2. Berkurangnya lahan produktif untuk pertanian.
3. Besarnya pemasukan kas negara/daerah dari pajak yang diberlakukan.
3. Banyak petani yang beralih profesi sebagai akibat berkurangnya lahan pertanian.
4. Berkurangnya daerah resapan air.
2 Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat, 2004
Bab III | 4
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Pembangunan TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat
TPA Sarimukti terletak di Kabupaten Bandung Barat, merupakan Tempat Penampungan Akhir (TPA) untuk pembuangan sampah dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. Volume sampah yang masuk ke TPA tersebut mencapai 1000 ton/hari ang berasal dari 4 (empat) daerah tersebut. Keberadaan TPA Sarimukti, yang mempunyai luas 25 ha, telah beroperasi sejak 2005 dan terus dibenahi sampai saat ini hingga tahun 2018, sambil menunggu selesainya pembangunan TPA Legok Nangka di daerah perbatasan Garut serta Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gede Bage.
1. Kebersihan Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat dan Kota Cimahi, karena sampah yang dihasilkan oleh masyarakat di kota/kabupaten tersebut dapat ditampung dan diolah di lokasi TPA.
1. Kerugian bagi masyarakat sekitar TPA, terkait dengan bau dan kesehatan sebagai dampak dari adanya tumpukan sampah tersebut.
1. Perlu adanya perhatian dan bantuan baik sosial maupun kesehatan kepada masyarakat perkampungan di sekitar TPA. Selain itu perlu juga diperhitungan luasan dan jarak aman antara lokasi TPA dengan pemukiman warga terdekat. Daerah tangkapan (catchment area) polusi sampah menjadi sesuatu yang harus diperhatikan.
2. Kebersihan kota akan berimbas pada kesehatan masyarakat dan keindahan kota.
3. Timbunan sampah yang ada dapat dikelola menjadi kompos dan dimanfaatkan untuk pupuk.
2. Mengingat TPA tersebut digunakan oleh 4 wilayah administrasi, maka perlu dibentuk suatu badan pengelola untuk mengelola secara bersama-sama keberadaan dari TPA Sarimukti tersebut.
4. Timbunan sampah yang ada dapat dimanfaatkan sebagai energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
5. Masyarakat / pemulung dapat mengumpulkan sampah yang dapat di daur ulang (plastik, kaleng, botol plastik dan kardus) untuk kemudian menjualnya.
Bab III | 5
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Normalisasi Sungai di DAS Citarum
Ada enam anak sungai yang termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, yakni Cikapundung, Ciminyak, Cirasea, Cisangkuy, Citarik, dan Ciwidey. Sejak tahun 1980-an telah dilakukan kegiatan pengerukan atau penyudetan (normalisasi) sungai untuk mencegah terjadinya banjir, tetapi upaya tersebut tidak berhasil, bahkan frekuensinya semakin tinggi.
1. Mencegah banjir di beberapa kawasan di Kota Bandung.
1. Rusaknya morfologi sungai dan keanekaragaman hayati karena adanya sudetan, pelurusan, penutupan alur.
1. Dilakukan river restoration untuk mengembalikan sungai ke kondisi semula tanpa membongkar talud.
2. Pengerukan merupakan usaha untuk mengurangi sedimentasi sehingga kapasitas tampung sungai menjadi besar.
2. Normalisasi dengan sistem talud (tanggul) beton/rigid menyebabkan berkurangnya kesempatan air sungai untuk meresap menjadi air tanah.
2. Mengganti konstruksi masiv dengan sistem bronjong, sehingga ada kesempatan bagi air sungai untuk meresap menjadi air tanah.
3. Normalisasi menyebabkan wilayah sempadan sungai yang seharusnya menjadi daerah resapan air sungai berubah fungsi menjadi perumahan / perkantoran sehingga air larian tidak dapat meresap ke sungai karena tanahnya diperkeras.
3. Pengawasan dan Pengendalian yang ketat terhadap pelanggaran pemanfaatan lahan di sempadan sungai.
Bab III | 6
Tabel 3.2. Pembangunan Infrastruktur di Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Pembangunan Jalan Baru di Kota Medan
Beberapa pembangunan jalan baru di Kota Medan antara lain :
1. Fly Over Pulo Brayan
2. Fly Over Amplas
3. Jalan Lingkar Luar Timur
Pembangunan jalan baru maupun peningkatan jalan yang telah ada, dimaksudkan untuk mengoptimalkan kapasitas jalan yang ada sehingga dapat melancarkan arus lalulintas dan menghindari kemacetan.
1. Peningkatan nilai jual tanah di lokasi tersebut.
1. Meningkatnya kebisingan dan getaran bagi penduduk sekitar.
1. Pengawasan dan Pengendalian Ruang Milik Jalan (rumija).
2. Terciptanya lapangan kerja formal dan informal disepanjang jalan baru tersebut.
2. Meningkatnya polusi udara dari sumber bergerak.
2. Melakukan penanaman pohon yang berfungsi sebagai barrier bagi getaran maupun polusi.
3. Meningkatkan pembangunan fasilitas umum.
Alih Fungsi Lapangan Merdeka menjadi Pusat Jajanan “Merdeka Walk”
Lapangan Merdeka dahulu merupakan Ruang Terbuka Hijau dan Daerah Resapan Air di Kota Medan. Dengan adanya kebijakan untuk meningkatkan fungsi bisnis di kawasan tersebut, maka kawasan yang dahulu merupakan alun-alun kota berubah menjadi kawasan yang tertutup oleh bangunan-bangunan bisnis.
1. Menciptakan lapangan kerja baru.
1. Berkurangnya RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kota Medan.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah melakukan relokasi kepada pedagang yang sudah mendirikan bangunan permanen di Lapangan Merdeka dan mengembalikan lagi fungsi Lapangan Merdeka ke fungsinya semula.
2. Menciptakan variasi tempat kuliner dan wisata belanja di Kota Medan.
2. Menurunnya estetika kota dan pelanggaran tata ruang kota.
3. Menurunnya kapasitas resapan air di pusat kota.
Bab III | 7
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Normalisasi Sungai Deli
Normalisasi dilakukan untuk mencegah banjir yang sering melanda Kota Medan.
1. Mencegah banjir di beberapa kawasan di Kota Medan.
1. Meningkatnya banjir didaerah tersebut, karena kelokan sungai yang dahulu mempunyai panjang 1.300 meter diluruskan menjadi 450 meter.
Belum ada upaya resmi untuk merevitalisasi Sungai Deli. Penanganan banjir di Kota Medan diupayakan melalui penataan dan perbaikan drainase dan pengerukan untuk mengurangi sedimentasi di badan sungai. Hilangnya fungsi resapan sungai dan terjadinya penyempitan sungai karena adanya permukiman penduduk belum teratasi. Salah satu upaya adalah mengakhiri dan mengendalikan pemanfaatan sempadan sungai untuk bangunan permanen.
2. Terganggunya aktifitas sosial masyarakat disepanjang daerah aliran sungai tersebut.
3. Terjadinya pendangkalan dan terputusnya daur ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Deli.
4. Hilangnya fungsi kontrol aliran oleh biota dan materiil yang ada di Sungai Deli.
Bab III | 8
Tabel 3.3. Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Pembangunan Jalan TOL Solo – Semarang
Jalan Tol Semarang – Solo mempunyai panjang ± 75,6 km yang terbagi dalam 2 penggal ruas, yakni :
1. Semarang - Bawen : 23,1 km
2. Bawen - Solo : 52,5 km
Keberadaan jalan tol ini diharapkan dapat mempercepat waktu tempuh antara Semarang – Solo sehingga dapat meningkatkan mobilitas barang jasa antar dua daerah tersebut.
1. Mempercepat waktu tempuh antara Semarang – Solo.
1. Beberapa lahan pertanian akan berkurang akibat pembangunan jalan tol ini.
1. Pengendalian dan pengawasan terhadap kemungkinan pemanfaatan Ruang Milik Jalan.
2. Naiknya harga tanah disekitar jalan tol, terutama yang mendekati akses dalam Kota.
2. Selain lahan pertanian, timbulnya permukiman/kota satelit di sekitar jalan tol akan membuat berkurangnya lahan (pertanian/ruang terbuka hijau).
2. Pengendalian dan pengawasan terhadap kemungkinan pembukaan akses baru.
3. Berkembangnya kota - kota satelit/perumahan disekitar jalan tol, yang diharapkan akan mengurangi kepadatan di wilayah kota.
3. Karena kesalahan pada tahap pelaksanaan, maka di Dusun Kalianyar, Kelurahan Kalorejo, Kecamatan Ungaran Timur beberapa rumah terendam lumpur karena kesalahan land clearing pada Bukit Sewulah menyebabkan tanah sisa galian menjadi lumpur saat banjir.
3. Monitoring dan evaluasi pada pekerjaan pasca konstruksi
Pembangunan Bendungan Jatibarang
Bendungan Jatibarang adalah sebuah bendungan serbaguna yang bertujuan untuk mengendalikan banjir dan mengembangkan sumberdaya air dan menghasilkan listrik dgn tenaga air di kota Semarang. Proyek pembangunan bendungan itu merupakan salah satu
1. Menambah debit air PDAM Kota Semarang, dari 580 liter/detik menjadi 2.400 liter/detik.
-- 1. Monitoring dan evaluasi pada pekerjaan operasional dan pasca konstruksi
2. Pengendali banjir di Kota Semarang
Bab III | 9
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
proyek dari "Proyek Pengendalian Banjir dan Pemgembangan Sumberdaya Air di Semarang" bersama dengan perbaikan Kali Garang/Banjir Kanal Barat dan sistem drainase kota di Semarang. Tinggi Bendungan 77 m, Panjang Puncak Bendungan 200m, Luas Permukaan Waduk 1,1 km2, Daerah Tangkapan Air 53 km2, Kapasitas PLTA 1560kW (mesin pembangkit tenaga listrik satu buah).
3. Pembangkit listrik untuk menyediakan listrik sebesar 1,5 megawatt.
Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu (IPAL) Kota Semarang
Pemerintah Kota Semarang selama ini belum memiliki IPAL Komunal. Banyak limbah dari sektor industri (misal. Industri pembuatan tahu/tempe ataupun industri tekstil) yang langsung membuang limbahnya di badan sungai. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum berencana untuk membangun IPAL Terpadu bagi pengelolaan limbah di Kota Semarang.
1. Terhindarnya pencemaran badan air khususnya air baku dari buangan limbah industri / rumah tangga.
1. Bau limbah yang menyengat bagi masyarakat di sekitar IPAL.
Untuk mengatasi bau limbah, terutama bagi masyarakat sekitar lokasi IPAL, maka yang terpenting adalah luasan dari bangunan IPAL tersebut yang harus benar-benar jauh dan bersih dari pemukiman. Hal lain yang patut diperhatikan adalah keberadaan sungai yang merupakan tempat buangan akhir limbah yang telah diolah. Air sungai tersebut harus selalu diuji kadarnya sehingga hasil olahan limbah yang dibuang ke sungai tersebut sudah memenuhi baku mutu lingkungan air limbah dan aman bagi lingkungan.
2. Kebersihan air sungai akan berimbas pada meningkatnya produktivitas usaha yang memanfaatkan keberadaan air sungai tersebut terutama untuk usaha perikanan maupun pertanian.
3. Kesehatan dari masiyarakat kota secara keseluruhan.
Bab III | 10
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Alternatif Solusi
Reklamasi Pantai Marina di Kota Semarang
Reklamasi ini telah sesuai dengan Tata Ruang, baik Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah maupun Tata Ruang Kota Semarang. Hal yang mendasari reklamasi ini adalah untuk menyediakan dan memperluas lahan sebagai wujud dukungan dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Reklamasi sendiri dapat diartikan sebagai upaya pengembangan wilayah.
Sejak tahun 1985, reklamasi pantai dalam bentuk penambahan areal daratan di Kota Semarang telah dilakukan untuk memfasilitasi pembangunan perumahan mewah, PRPP, Taman Maerokotjo dan Studio 21.
1. Ketersediaan lahan untuk pembangunan dan pengembangan wilayah
1. Rusaknya kawasan pesisir Kota Semarang.
1. Mengkaji daya dukung dan daya tampung lingkungan, terutama pada kawasan reklamasi
2. Peningkatan Investasi dan terciptanya lapangan kerja.
2. Terjadi perubahan ekosistem pantai baik erosi maupun proses sedimentasi pantai yg berdampak pd meningkatnya bahaya banjir.
2. Mengupayakan penanaman kembali pohon mangrove, khususnya pada daerah-daerah yang masih mungkin untuk ditanami di kawasan reklamasi
3. Hilangnya hutan mangrove (bakau) sbg penahan abrasi dan digantikan dgn bangunan masiv menyebabkan masuknya air laut ke daratan (rob).
4. Karena adanya pembangunan, maka rentan akan timbulnya urbanisasi.
Bab III | 11
Tabel 3.4. Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
Pembangunan Jembatan Surabaya – Madura (SURAMADU) sepanjang 5.438 m
Jembatan SURAMADU adalah jembatan yang melintas diatas Selat Madura dan menghubungkan antara Kota Surabaya dengan Pulau Madura. Untuk mengakomodasi pelayaran / lintasan kapal laut yang melintas di Selat Madura, maka Jembatan Suramadu memberi ruang bebas setinggi 35 meter.
1. Mempercepat waktu tempuh antara Surabaya - Madura.
1. Dampak negatif dari pembangunan infrastruktur ini lebih dikarenakan mudahnya akses keluar masuk Pulau Madura, sehingga dikuatirkan akan berdampak pada sosial dan budaya masyarakat setempat.
Penanganan terhadap pelaksanaan pembangunan maupun kegiatan pasca konstruksi dan pemeliharaan Jembatan Suramadu dilaksanakan secara terorganisir dan profesional. Komitmen terhadap lingkungan sangat dijaga dengan selalu rutin memberikan laporan RKL/RPL yang direkomendasikan oleh dokumen AMDAL.
2. Meningkatkan kelancaran lalulintas distribusi barang dan jasa antara Surabaya – Madura. Lancarnya proses distribusi ini menyebabkan adanya penghematan dalam ongkos operasional.
3. Terbukanya kawasan di Pulau Madura sebagai dampak dari terbukanya akses darat. Hal ini membuat meningkatnya PDRB masyarakat Madura, kebutuhan akan adanya perumahan/permukiman, meningkatnya pertumbuhan ekonomi dari sektor usaha lain diluar pertanian.
Bab III | 12
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
Reklamasi Pantai Kenjeran Surabaya
Reklamasi pantai dilakukan untuk memperluas Pantai Ria Kenjeran dan Perumahan Laguna.
1. Ketersediaan perumahan dan permukiman di wilayah pesisir Surabaya.
1. Rusaknya ekosistem pesisir yang ditandai dengan hilang/berkurangnya habitat laut yang ada.
1. Penanaman kembali pohon mangrove di lokasi sekitar reklamasi yang masih mungkin untuk ditanami
2. Bertambahnya luas daratan Kota Surabaya menyebabkan tingginya peluang investasi dan pembangunan infrastruktur di kota tersebut.
2. Rusak dan hilangnya hutan mangrove yang berfungsi sebagai penahan abrasi air laut.
2. Uji daya dukung dan daya tampung lingkungan di kawasan reklamasi tersebut
Pelurusan Sungai Bengawan Solo pada jalur Madiun – Ngawi dan Cepu - Tuban
Pelurusan (sodetan) ini dilakukan untuk mempercepat pengiriman air ke hilir. Diharapkan dengan adanya penyodetan maka air sungai akan langsung mengalir ke hilir dan tidak akan melimpah (banjir).
1. Air cepat mengalir ke hilir dan diharapkan akan mengurangi luapan sungai yang menyebabkan banjir.
1. Bencana banjir akan mengancam kawasan-kawasan yang terbangun di daerah hilir sungai.
1. Dilakukan river restoration untuk mengembalikan sungai ke kondisi semula tanpa membongkar talud.
2. Rusaknya biota dan ekosistem sungai.
2. Mengganti konstruksi masiv dengan sistem bronjong, sehingga ada kesempatan bagi air sungai untuk meresap menjadi air tanah.
3. Pengawasan dan Pengendalian yang ketat terhadap pelanggaran pemanfaatan lahan di sempadan sungai.
Bab III | 13
Tabel 3.5. Pembangunan Infrastruktur di Kota Jakarta
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
Pembangunan Infrastruktur Gedung dan Perumahan
Pesatnya pembangunan infrastruktur gedung, baik untuk tempat tinggal/apartment, perkantoran ataupun fungsi sosial lain seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kota Jakarta
1. Menyediakan prasarana gedung, tempat tinggal maupun prasarana sosial lainnya kepada masyarakat.
1. Semakin tingginya beban daya tampung dan daya dukung lingkungan di Kota Jakarta.
1. Menghentikan untuk sementara pembangunan infrastruktur dan melakukan kajian uji beban daya dukung dan daya tampung lingkungan.
2. Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau yang berimbas pada kurangnya daerah resapan air dan paru-paru kota.
3. Setiap pembangunan infrastruktur menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan air baku dan menyebabkan tingginya penyedotan air tanah.
Pembangunan jalan tol dalam kota dan Pembangunan jalan layang
Seiring dengan tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan di Jakarta, memerlukan penambahan jumlah prasarana jalan. Kurangnya lahan membuat pembangunan jalan tol dilalukan tidak sebidang.
1. Memudahkan aksesibilitas kendaraan dan perjalanan orang/barang.
1. Menambah beban daya dukung dan daya tampung lingkungan Kota Jakarta.
1. Pengendalian penggunaan kendaraan bermotor terutama kendaraan pribadi
2. Mengantisipasi kebutuhan prasarana jalan sebagai akibat tingginya jumlah kendaraan yang melintas.
2. berkurangnya lahan atau ruang terbuka hijau (RTH).
2. Penanaman pohon di sepanjang kiri kanan jalan terutama bagi tol dalam kota.
3. Pertumbuhan jumlah panjang jalan akan semakin menambah jumlah kendaraan.
Bab III | 14
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
4. Meningkatnya beban emisi gas buang kendaraan seiring dengan peningkatnya kendaraan karena adanya pembangunan jalan baru.
5. Buruknya drainase dari pembangunan jalan dan bercampurnya antara drainase jalan dengan drainase perumahan dapat menjadi sebab timbulnya banjir.
Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Semakin tingginya pertumbuhan jumlah penduduk Jakarta menyebabkan kebutuhan akan infrastruktur meningkat. Keterbatasan lahan yang ada menyebabkan perlunya reklamasi pantai untuk menambah luasan lahan/daratan.
Reklamasi pantai utara Jakarta dimulai seiring dgn diterbitkannya KEPPRES no. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan ditetapkannya Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Strategis melalui KEPPRES no. 17 Tahun 1994. Dgn adanya 2 KEPPRES ini maka memacu pembangunan di Pantai Utara Jakarta.
1. Penambahan luas lahan untuk pembangunan perumahan, perkantoran dan fasilitas sosial lainnya.
1. Adanya ancaman rob akibatnya naiknya muka air laut.
Utk mempertahankan daya dukung
dan daya tampung lingkungan di
sepanjang Pantai Utara Jakarta,
maka pd tahun 2009, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melalui Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) telah membuat KLHS Pantai
Utara Teluk Jakarta yang bertujuan :
1. Memperbaiki rumusan kebijakan
pemanfaatan SDA dan LH di
kawasan Pantura Teluk Jakarta;
2. Menjamin keberlangsungan
rencana dan implementasi
pembangunan berkelanjutan di
kawasan Pantura Teluk Jakarta;
2. Adanya utilitas di dasar laut yang tentunya akan mengubah batimetri serta pola arus laut serta karakteristik habitat laut.
3. Pencemaran perairan laut
4. Kerusakan pantai akibat abrasi
5. Degradasi ekosistem mangrove
Bab III | 15
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
3. Mengurangi kemungkinan
kekeliruan dlm membuat prakiraan
/ prediksi pd awal proses
perencanaan kebijakan dan
rencana pembangunan di kawasan
Pantura Teluk Jakarta;
4. Membantu promosi investasi
pembangunan yg ramah
lingkungan di kawasan Pantura
Teluk Jakarta;
5. Dampak negatif lingkungan di
tingkat proyek pembangunan
semakin efektif diatasi atau
dicegah karena pertimbangan
lingkungan telah dikaji sejak tahap
formulasi kebijakan dan rencana
pembangunan di kawasan Pantura
Teluk Jakarta.
Dengan adanya KLHS ini diharapkan proses pembangunan, baik reklamasi maupun revitalisasi Pantai Utara Teluk Jakarta dpt memperhatikan rona lingkungan yg ada.
Pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT)
Rencana pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) sudah tercantum dalam PERDA no. 6
1. Mengurangi banjir di sisi timur Jakarta.
Bab III | 16
Uraian Singkat Manfaat yang Diperoleh Pengaruh yang Ditimbulkan Solusi Alternatif
Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang DKI Jakarta 2010. Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan satu diantara dua terusan yang direncanakan dibangun di Jakarta, yang berfungsi untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran air dari hulu di Jakarta bagian timur. Terusan banjir lainnya adalah Banjir Kanal Barat. Selain berfungsi mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri dan pergudangan di Jakarta bagian timur, BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana transportasi air di DKI Jakarta. BKT menampung aliran Kali Ciliwung, Kali Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung dengan daerah tangkapan air mencakup luas lebih kurang 207 kilometer persegi atau sekitar 20.700 hektar.
2. Sebagai prasarana konservasi air untuk menampung air tanah dan air baku.
3. Sebagai prasarana transportas publik untuk mengurangi kemacetan di jalan raya.
Bab III | 17
3.2. UPAYA PENGURANGAN DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PADA WILAYAH STUDI
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi maupun Kota yang disurvei untuk
mencegah kerusakan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur. Baik melalui aspek
legalitas, dengan membuat peraturan perundangan, maupun dengan menggunakan
penegakkan hukum. Keberadaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang harus
dimasukkan dalam Peraturan Daerah (PERDA) Tata Ruang, merupakan bentuk yang
diharapkan dari lingkungan yang ada, baik melalui rona awal lingkungan maupun setelah
terjadinya pembangunan. Disamping itu, amanah yang telah tertuang dalam dokumen
AMDAL maupun UKL/UPL, harus selalu dijadikan dasar, apakah pihak pengelola telah
melakukan rutinitas kegiatan seperti yang diamahkan atau tidak. Seringkali setelah selesai
pembangunan suatu infrastruktur, biasanya pihak pengelola meninggalkan kewajiban yang
harus mereka lakukan pasca operasi/pembangunan seperti yang tertuang di dokumen
AMDAL atau UKL/UPL.
Dari ke-5 kota yang disurvei, hanya Kota Jakarta yang telah membuat dokumen KLHS melalui
anggaran pemerintah daerah (APBD) yakni KLHS Pantai Utara Teluk Jakarta, sedangkan KLHS
Cekungan Bandung dan CIAYUMAJAKUNING yang dimiliki oleh Kota Bandung adalah KLHS
yang dibiayai dan dikerjakan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Selain itu, keberadaan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) no.
10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL) kurang disadari dan diketahui oleh instansi
terkait. Padahal Permen PU ini merupakan pelengkap dari Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup no. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Bab IV | 1
BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1. ANALISIS PERMASALAHAN
Dari hasil indentifikasi permasalahan dalam pembangunan infrastruktur seperti yang
diuraikan pada bab sebelumnya, maka kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU dapat
dibedakan menjadi beberapa kegiatan yang merupakan klasifikasi kegiatan pembangunan
bidang PU didasarkan pada sasaran, fungsi dan manfaat dari pembangunan tersebut.
Klasifikasi pembangunan infrastruktur bidang PU tersebut, terdiri :
No. Kegiatan Pembangunan Klasifikasi
1. - Pembangunan Jalan Tol Jakarta - Bandung Pembangunan jalan dan jembatan,
termasuk pembangunan jalan tol - Pembangunan Jalan Baru di Kota Medan
- Pembangunan Jalan Tol Solo - Semarang
- Pembangunan Jembatan SURAMADU
- Pembangunan jalan tol dalam kota dan jalan layang
2. - Normalisasi Sungai di DAS Citarum Normalisasi sungai, termasuk sudetan
dan Pembuatan kanal banjir - Normalisasi Sungai Deli
- Pelurusan Sungai Bengawan Solo pada jalur Madiun
- Ngawi dan Cepu - Tuban
- Pembangunan Banjir Kanal Timur
3. Pembangunan Bendungan Jatibarang Pembangunan waduk/bendungan
4. - Reklamasi Pantai Marina di Kota Semarang Reklamasi pantai, baik untuk perikanan
maupun penyediaan lahan
pembangunan
- Reklamasi Pantai Kenjeran, Surabaya
- Reklamasi Pantai Utara Jakarta
5. - Pembangunan TPA Sarimukti di Kabupaten
Bandung Barat
Pengelolaan Limbah dan Sampah
- Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah
Terpadu (IPAL) Kota Semarang
6. - Pembangunan Perumahan di Kawasan Bandung
Utara
Penggunaan Ruang untuk
pembangunan infrastruktur,
pemukiman, perkantoran dan
tempat usaha
- Alih Fungsi Lapangan Merdeka menjadi Pusat
Jajanan “Merdeka Walk”
- Pembangunan Infrastruktur Gedung dan
Perumahan
Bab IV | 2
Aspek Lokasi
Dalam penilaian aspek lokasi, maka dasar yang digunakan adalah Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ada. Dengan melihat pola ruang maupun struktur ruang yang ada, maka akan
diketahui rencana peruntukan dari suatu kawasan. Terkait dengan pembangunan
infrastruktur bidang PU maka rencana tata ruang tersebut dapat menunjukkan apakah lokasi
pembangunan infrastruktur telah sesuai dengan dokumen tata ruang yang ada, baik melalui
dokumen Perencanaan Tata Ruang (skala 1:250.000; skala 1 : 50.000 dan skala 1 : 25.000),
Rencana Tata Ruang Kawasan, Rencana Rinci Tata Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (skala 1
: 5.000) maupun Peraturan Zonasi (skala 1 : 5.000 atau 1 : 2.500).
Aspek Fungsi
Penilaian terhadap aspek fungsi ini didasarkan pada dokumen perencanaan yang ada. Baik
itu RPJP Nasional, RPJM Nasional, Renstra Kementerian, RPJP dan RPJM Daerah maupun
Renstra Instansi yang ada. Cakupan fungsi ini lebih dititikberatkan pada manfaat dan
kegunaan infrastruktur itu dibangun, alasan yang mendasarinya dan rencana pembangunan
itu didalam dokumen perencanaan.
Aspek Dimensi
Ukuran dimensi atau luasan dibagi berdasarkan pada Peraturan Menteri LH no. 11 Tahun
2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 10/PRT/M/2008
tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang PU yang wajib dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL). Pemahaman terhadap dimensi berdasarkan ketentuan lingkungan ini masih
sangat kurang, karena masih banyak instansi/satuan kerja yang tidak memahami apakah
luasan pekerjaan yang dikerjakan harus didukung oleh dokumen AMDAL ataupun hanya
cukup dengan dokumen UKL/UPL.
Aspek Waktu
Nilai waktu menghubungkan antara proses perencanaan, termasuk didalamnya keberadaan
dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL), dengan pelaksanaan konstruksi. Pembuatan
dan penilaian dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL) harus seiring dengan
pelaksanaan perencanaan, baik yang saat masih berujud Masteplan ataupun DED. Terlalu
lama jarak antara keberadaan dari dokumen perencanaan dan lingkungan dengan
pelaksanaan konstruksi akan menyebabkan dokumen perencanaan dan lingkungan tersebut
sudah tidak aplikatif lagi.
Aspek Kewenangan
Aspek kewenangan yang ditinjau disini adalah kewenangan didasarkan pada tupoksi yang
ada, apakah kegiatan pembangunan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
atau pemerintah daerah. PP no 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan
Daerah merupakan acuan yang digunakan termasuk didalamnya Peraturan Perundangan
Bidang PU yang mengatur tentang pembagian kewenangan.
Dengan didasarkan pada hasil survei, diperoleh analisis pembangunan infrastruktur
didasarkan pada lima aspek yang ada. Rincian analisis dari ke-lima aspek diatas terhadap
Klasifikasi Pembangunan Infrastruktur Bidang PU dapat dijabarkan sebagai berikut :
Bab IV | 3
Tabel 4.1. Tinjauan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang PU di Daerah menurut Lokasi, Fungsi, Dimensi, Waktu dan Kewenangan
No. Kegiatan Pembangunan DITINJAU DARI
Aspek Lokasi Aspek Fungsi Aspek Dimensi Aspek Waktu Aspek Kewenangan
1. Pembangunan jalan dan
jembatan, termasuk
pembangunan jalan tol
sesuai dengan
tata ruang
sesuai dengan
dokumen
perencanaan
sering tidak sesuai
dengan dimensi
lingkungan
sering terjadi pelaksanaan
pembangunan tidak sesuai
dgn target waktu, sehingga
antara keberadaan DED /
AMDAL / UKL-UPL dengan
pelaksanaan konstruksi
sering beda
sesuai dengan
kewenangan
penanganan antara
pemerintah pusat,
provinsi maupun
kabupaten/kota
2. Normalisasi sungai, tmsk Sudetan
dan Pembuatan Kanal Banjir
sesuai sesuai sering tidak sesuai sering tidak sesuai sesuai kewenangan
3. Pembangunan waduk/bendungan sesuai sesuai sesuai sering tidak sesuai sesuai kewenangan
4. Reklamasi Pantai, baik untuk
perikanan maupun penyediaan
lahan pembangunan
sesuai sesuai sesuai sering tidak sesuai sesuai kewenangan
5. Pengelolaan Limbah dan Sampah sesuai sesuai sesuai sering tidak sesuai sesuai kewenangan
6. Penggunaan Ruang untuk
pembangunan infrastruktur,
pemukiman, perkantoran dan
tempat usaha
sering tidak
sesuai dg tata
ruang
sering tidak sesuai
dengan
RPJM/RPJP/RENSTRA
sering tidak sesuai
dengan dimensi
lingkungan
pemanfaatan ruang yang
bersifat pembangunan
untuk pribadi / individu
sering tidak menggunakan
target waktu
pemanfaatan lahan
untuk pribadi/individu
tidak menggunakan
kewenangan
Sumber : data olahan
Bab IV | 4
4.2. ANALISIS SWOT
Setelah tahapan analisis awal dengan melakukan kajian terhadap aspek lokasi, fungsi, dimensi dan
kewenangan dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU, serta didasari pada akibat dari
dinamika pembangunan yang memicu terjadinya perubahan kualitas lingkungan baik internal
maupun eksternal, maka tahapan analisis berikutnya adalah dengan melakukan identifikasi dan
evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan infrastruktur bidang PU. Tahapan analisis ini untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan program/kebijakan yang telah dijalankan. Dalam
tahapan ini kebijakan/program/kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut diurai dan dijabarkan
indikator-indikator yang ada dan kemungkinan akan ada. Segala instrumen ini dikaji dengan
mendasarkan pada logika memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats)3.
Untuk memudahkan analisis SWOT, maka dapat dilakukan pembobotan untuk jabaran indikator
pada masing-masing komponen SWOT. Pembobotan dilakukan agar dapat diketahui besaran masing-
masing komponen SWOT. Dalam kajian pengelolaan infrastruktur, analisis SWOT digunakan dengan
pertimbangan persoalan infrastruktur adalah persoalan yang sangat kompleks dan multi dimensi.4
Dalam analisis ini, pembuatan skor atau pembobotan untuk masing-masing jabaran indikator dalam
komponen SWOT adalah +5 (sangat baik), 0 (netral) dan -5 (sangat buruk)5. Selanjutnya besaran
angka tersebut disesuaikan dengan nilai pembobotan yang diperoleh dari hasil kajian dan analisis
data primer yang diperoleh melalui kegiatan FGD dengan responden di tiap daerah dan data
sekunder yang ada (referensi/literatur yang terkait), semakin tinggi manfaat, untuk komponen
kekuatan dan peluang, atau dampak, komponen kelemahan dan tantangan, maka akan semakin
tinggi skor yang diperoleh, semakin rendah maka akan semakin buruk bagi masyarakat. Selanjutnya
skor tersebut dijumlah dengan mengabaikan simbol negatif (-) dan dibandingkan, jika nilai tertinggi
ada pada komponen kekuatan dan peluang, maka keberadaan infrastruktur tersebut mempunyai
manfaat yang lebih besar dibandingkan pengaruh negatif yang ditimbulkannya, demikian juga
dengan sebaliknya.
Hasil analisis SWOT pada kasus pembangunan infrastruktur bidang PU di wilayah studi yang telah
diamati, dijabarkan berikut ini.
Tabel 4.2. Analisis SWOT Pembangunan Jalan dan Jembatan, termasuk Pembangunan Jalan Tol
Faktor SWOT “ Pembangunan Jalan dan Jembatan “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi kelancaran aksesibilitas 5 1. Kestabilan tebing/longsor -3
2. Fungsi pengembangan kawasan 3 2. Daerah genangan air -3
3. Fungsi peningkatan ekonomi masyarakat 5 3. Pencemaran Emisi Gas Buang -5
4. Fungsi peningkatan nilai barang 5 4. Tanaman di kiri kanan jalan -5
5. Fungsi pencegah kemacetan 3 5. Pemanfaatan Rumaja/Rumija -5
6. Pemeliharaan yang tidak rutin -3
7. Kepedulian masyarakat kurang -3
8. Timbulnya permukiman -3
Score Kekuatan 21 Score Kelemahan -30
3 Freddy Rangkuti, 2005, “Analisis SWOT – Teknik Membedah Kasus Bisnis”
4 Kodoatie, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”
5 Kodoatie, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”
Bab IV | 5
Faktor SWOT “ Pembangunan Jalan dan Jembatan “
Aspek Eksternal Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai
1. Angkutan Penumpang/Barang 5 1. Banjir -3
2. Pengelolaan parkir tepi jalan 5 2. Jalan/Jembatan rusak -3
3. Program Langit Biru 5
Score Peluang 15 Score Tantangan -6
Score Akhir
36 36 (-36)
Pembangunan jalan dan jembatan, dari aspek internal yang ada, menunjukkan bahwa komponen
kelemahan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari komponen kekuatan. Hal itu menyatakan bahwa
dalam pembangunan jalan dan jembatan, untuk sisi pembangunan fisiknya mempunyai pengaruh
negatif yang lebih besar dibandingkan pengaruh positifnya. Pengaruh negatif ini dapat
dikurangi/diminimalisir dengan memperketat tata ruang pasca kontruksi dan menjalankan
rekomendasi yang dimunculkan dalam dokumen lingkungan, baik UKL/UPL maupun dokumen
AMDAL. Sedangkan untuk aspek eksternal memiliki nilai yang lebih besar untuk dampak positifnya
dibanding pengaruh negatif, menunjukkan bahwa secara tidak langsung pembangunan jalan dan
jembatan akan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang tercantum didalam indikator.
Tabel 4.3. Analisis SWOT Normalisasi Sungai, termasuk Sudetan dan Pembuatan Kanal Banjir
Faktor SWOT “ Normalisasi Sungai “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi Daerah Sempadan Sungai 3 1. Kestabilan tebing -3
2. Fungsi konservasi 3 2. Daerah genangan air -3
3. Fungsi pemasok energi listrik mikro hidro 5 3. Pembuangan Limbah/Pencemaran -5
4. Fungsi penangkapan dan pengendapan sedimen 5 4. Berkurangnya kualitas air -3
5. Kecepatan aliran air -3
5. Fungsi pencegah intrusi air laut 3 6. Tanaman di sempadan sungai -3
6. Fungsi pengendalian banjir 3 7. Pemanfaatan sempadan sungai -5
7. Fungsi transportasi 3 8. Pemeliharaan yang tidak rutin -5
8. Potensi sungai sebagai bahan galian 3 9. Kepedulian masyarakat kurang -5
9. Potensi sungai sbg sumber air minum 3 10. Permukiman -5
Score Kekuatan 31 Score Kelemahan -40
Aspek Eksternal Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai
1. Wisata sungai 5 1. Erosi -3
2. Usaha tambak/perikanan 5 2. Sedimentasi -3
3. Pelabuhan sungai 3 3. Banjir -5
4. Usaha nelayan 3 4. Perubahan DAS -5
5. Prokasih 5 5. Inkonsistensi program pemanfaatan sungai
-5
6. Pendidikan dan olah raga 5
Score Peluang 26 Score Tantangan -21
Score Akhir
57 61 (-61)
Bab IV | 6
Kegiatan Normalisasi Sungai sama dengan kegiatan Pembangunan Jalan dan Jembatan, yakni aspek
internal memiliki kendala yang lebih besar dibanding potensi/kekuatan dari pelaksanaan kegiatan
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dokumen lingkungan memegang peranan yang penting dalam
pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini. Keberadaan dokumen lingkungan akan meminimalisir
kendala-kendala yang mungkin timbul karena pelaksanaan pembangunan sehingga pengaruh
tersebut dapat diantisipasi. Selain itu ketatnya penataan tata ruang, terutama terhadap
pemanfaatan sempadan sungai, akan sangat mengaruhi terhadap kendala maupun
ancaman/tantangan yang mungkin akan timbul.
Tabel 4.4. Analisis SWOT Pembangunan Waduk / Bendungan
Faktor SWOT “ Pembangunan Waduk / Bendungan “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi penampung air 5 1. Pembuangan Limbah/Pencemaran -3
2. Fungsi irigasi 5 2. Pemeliharaan yang tidak rutin -5
3. Fungsi pemasok energi listrik 5 3. Kepedulian masyarakat kurang -3
4. Fungsi penyediaan air baku 5
5. Fungsi pengendalian banjir 5
6. Kawasan sekitar danau/waduk 3
7. Potensi waduk sbg sumber air minum 5
Score Kekuatan 33 Score Kelemahan -11
Aspek Eksternal Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai
1. Wisata waduk 5 1. Proses ganti rugi lahan -5
2. Usaha tambak 5 2. Banjir -3
3. Perkantoran 3
4. Perdagangan dan jasa 5
5. Pendidikan dan olah raga 5
6. Industri 3
7. Industri non Polluted 3
8. Pertanian 5
Score Peluang 34 Score Tantangan -8
Score Akhir
67 19 (-19)
Pembangunan waduk / bendungan mempunyai nilai positif yang lebih besar dibandingkan dengan
nilai negatif, baik dari aspek internal maupun aspek eksternal. Pembangunan waduk memberikan
potensi yang sangat baik disamping keberadaan dari waduk itu sendiri yang memberikan
peluang/kesempatan untuk dimanfaatkan dan memperoleh keuntungan tanpa merugikan
lingkungan. Komponen kelemahan dan ancaman akan dapat dihilangkan atau dikurangi seiring
dengan pelaksanaan rekomendasi dari dokumen lingkungan yang dibuat.
Tabel 4.5. Analisis SWOT Reklamasi Pantai untuk Perikanan maupun Penyediaan Lahan
Faktor SWOT “ Reklamasi Pantai “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi daerah reklamasi 5 1. Kestabilan tanah -5
2. Fungsi konservasi 5 2. Daerah genangan air -5
3. Fungsi penangkapan/pengendapan 5 3. Pembuangan Limbah/Pencemaran -5
Bab IV | 7
Faktor SWOT “ Reklamasi Pantai “
4. Fungsi pencegah intrusi air laut 5 4. Kualitas air -3
5. Fungsi pengendalian banjir 5 5. Kecepatan aliran air -3
6. Kawasan pantai berhutan bakau 5 6. Pemeliharaan yang tidak rutin -5
7. Kawasan rawa 5 7. Permukiman -5
8. Sempadan pantai 5
Score Kekuatan 40 Score Kelemahan -31
Aspek Eksternal Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai
1. Usaha tambak 5 1. Erosi -5
2. Pelabuhan 5 2. Sedimentasi -3
3. Marina (wisata bahari) 5 3. Banjir -5
4. Usaha nelayan 5 4. Perubahan DAS -3
5. Reklamasi menambah lahan 5 5. Inkonsistensi program pemanfaatan -5
6. Perkantoran 5
7. Perdagangan dan jasa 5
8. Pendidikan dan olah raga 5
9. Industri 5
10. Industri non Polluted 5
11. Pengembangan Permukiman 5
Score Peluang 55 Score Tantangan -21
Score Akhir
95 52 (-52)
Reklamasi pantai merupakan pembangunan infrastruktur PU yang bertujuan untuk menambah lahan
guna kepentingan pembangunan. Lahan yang terbatas dan kebutuhan akan pembangunan
infrastruktur menyebabkan pesisir pantai direklamasi. Atas dasar itu, maka komponen positif dari
aspek internal maupun eksternal mempunyai nilai yang lebih besar dari komponen negatinya
(kendala dan ancaman/tantangan). Pelaksanaan reklamasi pantai sangat berguna bagi penyediaan
kebutuhan lahan untuk pembangunan, yang perlu diperhatikan adalah tatanan KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup Strategis) dan rekomendasi dari AMDAL ataupun UKL/UPL yang perlu
dilaksanakan untuk mengurangi pengaruh dari komponen negatif.
Tabel 4.6. Analisis SWOT Pengelolaan Limbah dan Sampah
Faktor SWOT “ Pengelolaan Limbah dan Sampah “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi kesehatan masyarakat 5 1. Kestabilan tanah/gunungan sampah -5
2. Fungsi keindahan/estetika kota 5 2. Pembuangan Limbah/Pencemaran -1
3. Fungsi penangkapan 5 3. Kualitas air -1
4. Fungsi pencegah pencemaran 5
5. Fungsi pengendalian sampah 5
Score Kekuatan 25 Score Kelemahan -7
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai 1. Usaha daur ulang sampah 5 1. Kesehatan warga sekitar lokasi -5
2. Usaha angkutan limbah rumah ke IPAL 5
Bab IV | 8
Faktor SWOT “ Pengelolaan Limbah dan Sampah “
3. Wisata Tehnologi Pengolahan Limbah 5
4. Pemanfaatan Energi Sampah 5
5. Pemanfaatan Energi Limbah 5
6. Industri 5
7. Industri non Polluted 5
Score Peluang 35 Score Tantangan -5
Score Akhir
60 12 (-12)
Pengelolaan Limbah dan Sampah merupakan pembangunan infrastruktur PU yang bertujuan untuk
mengatasi pembuangan sampah dan limbah yang dihasilkan oleh masyarakat. Keberadaan
infrastruktur ini erat kaitannya dengan fungsi kesehatan, keindahan dan estetika kota. Sampah yang
menumpuk maupun limbah yang langsung dibuang ke sungai akan menimbulkan kerugian bagi
masyarakat, sehingga pengelolaan terhadap sampah dan limbah harus diperlukan. Hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur ini, baik sampah maupun limbah, adalah luasan
daerah/lokasi pembangunan yang harus jauh dari pemukiman warga. Kajian dampak yang
ditimbulkan terhadap pembangunan infrastruktur ini mutlak diperlukan.
Tabel 4.7. Analisis SWOT Penggunaan Ruang untuk Pembangunan Infrastruktur, Pemukiman,
Perkantoran dan Tempat Usaha
Faktor SWOT “ Penggunaan Ruang “
Aspek Internal Kekuatan/Potensi Nilai Kelemahan/Kendala Nilai
1. Fungsi konservasi 3 1. Kestabilan tebing 5
2. Daerah genangan air / Drainase 5
3. Pembuangan Limbah/Pencemaran 5
4. Kualitas air 3
5. Fungsi Daerah Sempadan Sungai 5
6. Pemanfaatan Daerah Milik Jalan 5
7. Pemanfaatan sempadan sungai 5
8. Pemel. infrastruktur yg tdk rutin 5
9. Kepedulian masyarakat kurang 5
10. Permukiman 5
Score Kekuatan 3 Score Kelemahan 48
Aspek Eksternal Peluang/Kesempatan Nilai Ancaman/Tantangan Nilai
1. Perkantoran 3 1. Erosi 5
2. Perdagangan dan jasa 3 2. Sedimentasi 5
3. Pendidikan dan olah raga 3 3. Banjir 5
4. Industri 3 4. Perubahan DAS 5
5. Industri non Polluted 3 5. Inkonsistensi program 5
6. Pengembangan Permukiman 3
Score Peluang 18 Score Tantangan 25
Score Akhir
19 73
Dalam hal Penggunaan Ruang menunjukkan tingginya nilai komponen negatif, baik untuk komponen
kendala maupun komponen tantangan. Kegiatan penggunaan ruang sangat erat kaitannya dengan
Bab IV | 9
dokumen Tata Ruang yang sudah ditetapkan. Pelanggaran terhadap dokumen Tata Ruang yang
dilakukan untuk pemenuhan penggunaan ruang, menyebabkan semakin tingginya nilai dari
komponen negatif. Penggunaan ruang sangat terkait dengan proses perijinan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah (provinsi dan/atau kabupaten/kota). Komitmen dari pemerintah daerah
terhadap dokumen tata ruang yang telah disyahkan akan sangat menentukan dampak atau
pengaruh yang muncul dari adanya kegiatan Penggunaan Ruang.
4.3. ANALISIS BALANCED SCORECARD
Dalam metode ini, evaluasi pencapaian visi dan strategi hendak didekati melalui 4 (empat)
perspektif, yaitu: (1) perspektif masyarakat; (2) perspektif anggaran; (3) perspektif proses aktivitas
internal organisasi; dan (4) perspektif inovasi dan pembelajaran, dengan meninjau pada 4 hal, yaitu:
tujuan, sasaran, target, dan inisiatif/kegiatan aksi. Tabel 4.8. mendeskripsikan beberapa aspek
penting yang perlu dicermati dalam rangka evaluasi pencapaian visi dan sasaran pembangunan
infrastruktur bidang PU dengan pendekatan metode balanced scorecard. Berdasar tabel tersebut,
langkah evaluasi terhadap pencapaian visi dan sasaran pembangunan bidang PU dapat ditelusuri,
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam perencanaan
pembangunan bidang PU darat ke depan terutama yang menyangkut lingkungan.
Pada dasarnya pelaksanaan evaluasi atas program atau kegiatan dari suatu instansi pemerintah
adalah tugas dan tanggung jawab dari para aparatur publik (pejabat) yang telah diberi kewenangan
sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan evaluasi sangat penting dilakukan, sama seperti fungsi-
fungsi manajemen lainnya, misalnya: perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan, pemantauan
(monitoring) dan pengendalian. Dalam pelaksanaannya kegiatan evaluasi biasanya dilaksanakan
bersamaan dengan fungsi monitoring.
Alasan perlunya dilakukan proses pengukuran akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah:
a. untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengelolaan aktivitas organisasi yang lebih baik,
b. untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi,
c. untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang proses pengambilan
keputusan,
d. meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia,
e. mengarahkan pada sasaran dan memberikan informasi kinerja.
Diharapkan dengan alasan-alasan yang telah dijelaskan di atas, akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah dari tahun ke tahun akan semakin lebih baik, karena selalu ada dasar yang dapat
digunakan untuk memperbaiki dan memperbandingkan.
Bab IV | 10
Tabel 4.8. Aspek Penting dalam Evaluasi Pencapaian Visi dan Sasaran Pembangunan Bidang PU berdasar Empat Perspektif Utama
Visi:
Tersedianya infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk mendukung Indonesia Sejahtera 2025
Tujuan Sasaran Target Aksi
1. Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman dan pengendalian pemanfaatan ruang;
2. Meningkatkan keandalan sistem (jaringan) infrastruktur PU dan Permukiman;
3. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman;
4. Meningkatkan pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal dan perbatasan dan penanganan kawasan rawan bencana;
5. Optimalisasi peran dan akuntabilitas kinerja aparatur.
1. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam setiap penyusunan Rencana Tata Ruang;
2. Meningkatnya ketersediaan air baku yang memadai (kuantitas, kualitas dan kontiunitas);
3. Meningkatnya kualitas pengendalian banjir secara terpadu;
4. Meningkatnya efisiensi sistem jaringan jalan di dalam sistem transportasi;
5. Meningkatnya taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman;
1. Pencapaian target masih berbasis fisik (output);
2. Target pembangunan diukur dari tingkat efisiensi penggunaan dana pembangunan.
Aksi/kegiatan untuk mencapai sasaran dilakukan melalui 9 (sembilan) program utama, yaitu: 1. Program Pengelolaan S.
Daya Air. 2. Program
Penyelenggaraan Jalan. 3. Program Pembinaan dan
Pengembangan Infrastruktur Permukiman.
4. Program Penyelenggaraan Penataan Ruang.
5. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya.
6. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur.
7. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
8. Program Pembinaan Konstruksi
9. Program Penelitian dan Pengembangan
Perspektif
1. Masyarakat 1. Aksesibilitas yang tinggi thdp penggunaan infrastruktur bidang PU dan Pemukiman.
2. Mobilitas yg tinggi dlm pemanfaatan.
1. Efektifitas pemanfaatan pembangunan infrastruktur bidang PU
2. Ketersediaan layanan maupun dukungan prasarana
1. Rasio penambahan jaringan dan ketersediaan air baku.
2. Rasio jaringan jalan. 3. Rasio penambahan
1. Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU.
2. Koordinasi/SEB antar sektor terkait.
Bab IV | 11
Visi:
Tersedianya infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk mendukung Indonesia Sejahtera 2025
Tujuan Sasaran Target Aksi
3. Kebersihan dan Kelestarian Lingkungan Sekitar
4. Dampak yg seminimal mungkin
dalam kehidupan bermasyarakat. 3. Kesepakatan penanganan
antar sektor terkait
fasilitas permukiman. 4. Indeks aksesibilitas dan
indeks mobilitas.
3. Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan.
4. Monitoring pasca operasi.
2. Finansial / Anggaran 1. Efisiensi dan efektifitas pengelolaan infrastruktur bidang PU
2. Menciptakan peluang bisnis baru terutama dalam pembukaan kawasan
1. Masyarakat pengguna 2. Biaya Konstruksi 3. Biaya Operasonal pasca
Konstruksi (rehab/pemel) 4. Biaya Monitoring dan
Evaluasi
1. Turunnya nilai subsidi 2. Tersedianya biaya
operasional/pembangunan 3. Terdesianya biaya
perawatan dan rehabilitasi 4. Tersedianya biaya
monitoring dan Evaluasi
1. Alokasi dan pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien
2. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang sehingga ikut memiliki
3. Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah
3. Aktivitas Internal Organisasi 1. Penyediaan prasarana bidang PU secara memadai
2. Peningkatan kualitas prasarana bidang PU
1. Ketersediaan prasarana bidang PU yang menjangkau seluruh wilayah dan penduduk.
1. Tersedianya infrastruktur yang berkualitas
2. Biaya operasional dan rehab/pemeliharaan menurun.
3. Keselamatan kerja meningkat (kejadian kecelakaan dan tingkat fatalitas menurun)
4. Meningkatnya kualitas manajerial dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU
1. Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi
2. Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola
3. Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi
4. Inovasi Dan Pembelajaran 1. Peningkatan kompetensi SDM di bidang perencanaan dan teknis
2. Peningkatan kompetensi SDM lingkungan
1. Efektifitas regulasi yang diberlakukan.
2. Kualitas infrastruktur bidang PU yang disediakan.
3. Dukungan terhadap lingkungan
1. Kepatuhan terhadap aturan/regulasi yang makin meningkat.
2. Kepatuhan terhadap standar layanan minimal makin terpenuhi.
3. Green Construction
1. Pelatihan/training peningkatan kompetensi
2. Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
Bab IV | 12
Bab V | 1
BAB V
KERANGKA STRATEGI PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR PU DALAM UPAYA PENINGKATAN
KUALITAS LINGKUNGAN
5.1. PENATAAN RUANG YANG LEBIH BERKUALITAS
Konsep penataan ruang yang berwawasan lingkungan bertujuan untuk menciptakan ruang
yang berkualitas dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun sektoral. Konsep
tersebut dapat diskemakan seperti pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Konsep Penatan Ruang Berwawasan Lingkungan
Penataan ruang berwawasan lingkungan perlu memperhatikan 2 (dua) dimensi penting,
yaitu: 1) skala kewilayahan, dan 2) skala komunitas. Skala kewilayahan berkaitan dengan
pemanfaatan ruang menurut daya dukung dan daya tampung. Mengingat bahwa,
perkembangan jumlah penduduk akan membawa konsekuensi terhadap peningkatan
kebutuhan akan sumber daya alam dan energi untuk menopang keberlanjutan kehidupan.
Untuk itu, penataan ruang perlu memperhatikan kapasitas daya dukung dan daya tampung
lahan, apakah ruang yang direncanakan mampu untuk mendukung keberlanjutan dari
kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain dalam jangka panjang. Kemampuan daya
dukung lahan akan direpresentasikan dari sumber-sumber daya alam yang akan
dimanfaatkan untuk menopang kehidupan makhluk hidup yang tinggal di atas lahan
tersebut.
Di samping itu, dari sisi dimensi ruang, apakah ruang yang direncanakan tersebut mampu
untuk memberikan ruang gerak/mobilitas manusia (termasuk barang dan jasa) yang hidup di
atas lahan tersebut selama beberapa tahun perencanaan. Hal ini penting untuk memastikan
Pro-environment
Bab V | 2
bahwa seluruh aktivitas yang membutuhkan mobilitas yang akan berlangsung di atas lahan
tersebut dalam jangka waktu lama, dapat terakomodir.
Terkait dengan dimensi kedua, yaitu skala komunitas, penataan ruang perlu memperhatikan
karakteristik sosial-budaya masyarakat yang akan menempati lahan tersebut. Karakter
masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan guna lahan yang di tempatinya. Misalnya,
masyarakat agraris akan membutuhkan ruang untuk aktivitas pertaniannya, sedangkan
masyarakat modern akan membutuhkan ruang untuk mendukung aktivitas yang lebih
bersifat pada industri dan jasa-jasa. Oleh karena itu, dalam penataan ruang perlu
memperhatikan sifat komunitas yang akan ditempatkan dalam lahan tersebut, yang secara
umum dapat dibedakan atas komunitas urban (perkotaan) dan komunitas rural (perdesaan).
Dengan memperhatikan dua dimensi penting di atas (skala kewilayahan dan skala
komunitas), penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang
seimbang dan harmonis, sehingga dengan demikian penataan ruang yang berwawasan
lingkungan diharapkan mampu mendukung terealisasinya goal pembangunan nasional, yaitu
pembangunan yang pro-poor, pro-growth, dan pro-environment.
5.2. PENGUATAN KAPASITAS INSTANSI DI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU
Strategi kedua adalah penguatan kapasitas instansi di daerah dalam penyelenggaraan
infrastruktur bidang PU. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap daerah di
Indonesia memiliki pemahaman/kompetensi yang memadai untuk mendukung terciptanya
pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada peningkatan kualitas lingkungan.
Pemahaman atau kompetensi yang dibutuhkan tersebut sangat terkait dengan kualitas
sumber daya manusia sebagai aparat pemerintah yang memiliki tugas dan kewenangan
dalam menciptakan pembangunan infrastruktur PU yang berwawasan lingkungan. Oleh
karena itu penting kiranya memberikan pemahaman yang benar mengenai proses
pembangunan infrastruktur PU dari tahap perencanaan hingga operasional.
Dengan dasar kualitas SDM yang memadai dalam penyelenggaraan infrastruktur di bidang
PU untuk meningkatkan kualitas lingkungan, maka diharapkan seluruh stakeholders di
daerah memahami upaya-upaya untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain adalah
pemahaman di dalam mengimplementasikan mekanisme insentif dan disinsentif dalam
penyelenggaraan infrastruktur. Mekanisme ini memiliki kaitan erat dengan proses
perencanan penataan ruang, sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dimana dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan
ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memberikan insentif dan/atau disinsentif.
Kebijakan insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan atau
kompensasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
misalnya berupa:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun
saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Bab V | 3
Sedangkan kebijakan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,
misalnya berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur di bidang PU, maka kebijakan insentif
dan disinsentif sebagaimana dijelaskan di atas ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang
lebih berkualitas, atau memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas. Di samping
itu, kebijakan insentif dan disinsentif ini merupakan wujud konkret penegakan fungsi good
governance dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU yang berwawasan lingkungan.
Gambar 5.2. Konsep Strategi Penguatan Kapasitas Daerah dalam Hal Pengawasan
Pembangunan Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan
Masalah pokok yang seringkali menjadi kendala bagi pemerintah daerah, yaitu mekanisme
pengawasan dan pengendalian terhadap proses pembangunan di segala sektor. Masih
lemahnya pengawasan di daerah menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran dalam
peruntukkan ruang. Kasus-kasus berkembangnya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan peruntukkannya, merupakan bukti dari lemahnya mekanisme pengawasan di
daerah, terutama dalam hal pemberian ijin pembangunan fisik infrastruktur. Untuk itu,
mekanisme pengawasan perlu diperketat dan ditingkatkan.
Di samping itu, dalam rangka proses penyelesaian/legalisasi perencanaan tata ruang wilayah
(RTRW) baik di setiap provinsi maupun kabupaten/kota dalam bentuk Peraturan Daerah
(Perda) yang direncanakan dapat diwujudkan pada tahun 2011, maka strategi yang kiranya
dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah dukungan finansial untuk menuju ke proses
tersebut. Dukungan finansial tersebut dapat ditempuh melalui intervensi fiskal berupa Dana
Alokasi Khusus, mengingat hal ini dapat dipandang sebagai salah satu program Pemerintah
yang perlu mendapat prioritas. Dengan demikian, proses penyelesaian legalisasi Perda Tata
Ruang di tiap Wilayah Provinsi atau kabupaten/kota dapat terwujud.
Pendayagunaan aparat institusi pengelolaan infrastruktur bidang PU dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
Partisipasi masyarakat
Pendayagunaan aparat institusi pengelolaan infrastruktur bidang PU dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
Partisipasi masyarakat
Bab V | 4
Pelibatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawasan. Strategi
ini dapat menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mendukung upaya mewujudkan
lingkungan yang berkualitas. Masyarakat perlu diberikan ruang atau saluran untuk
menyampaikan aspirasi dan inisiatifnya guna mendukung langkah-langkah pemerintah
dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas.
5.3. PENGUATAN KERJASAMA ANTARSEKTOR YANG TERKAIT
Kerjasama berbagai komponen/stakeholders pembangunan diperlukan untuk mewujudkan
sinergisme dalam implementasinya. Prinsip kerjasama yang dibangun adalah kerjasama yang
saling memberikan manfaat/keuntungan. Manfaat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
terciptanya kualitas lingkungan hidup melalui pembangunan infrastruktur di bidang PU.
Untuk itu, kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan infrastruktur
bidang PU (Kementerian PU) dan pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian Lingkungan
Hidup), serta pemerintah daerah (Kementerian Dalam Negeri), diharapkan dapat
mendukung upaya untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur bidang PU di daerah yang
mampu menciptakan lingkungan hidup yang berkualitas.
Adapun tugas dari masing-masing stakeholders tersebut adalah:
a. Kementerian Pekerjaan Umum memiliki tugas perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pekerjaan umum;
b. Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tugas merumuskan kebijakan dan koordinasi
di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan;
c. Kementerian Dalam Negeri memiliki tugas menyelenggarakan sebagian tugas
pemerintahan di bidang urusan dalam negeri.
Gambar 5.3. Konsep Kerjasama AntarStakeholders dalam Pembangunan
Infrastruktur PU yang Berwawasan Lingkungan
Bentuk kerjasama antarstakeholders tersebut bilamana perlu diperkuat melalui kesepakatan
bersama yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB ini hendaknya mampu
mendorong pemerintah daerah melalui instansi yang terkait dalam untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
bidang PU yang berwawasan lingkungan. Kebijakan penyelenggaraan infrastruktur bidang PU
di daerah harus memperhatikan: (1) konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan; (2)
Mewujudkan pembangunan
infrastruktur PU untuk meningkatkan kualitas
lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Dalam Negeri
Bab V | 5
karakteristik dan perkembangan wilayah/daerah; dan (3) kemampuan atau kapasitas daerah
untuk menjalankan kebijakan tersebut.
5.4. PENGUATAN KAPASITAS PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
Menurut UU no. 32 tahun 2009 dinyatakan secara tegas bahwa, evaluasi secara holistik
terhadap dampak yang diperkirakan akan terjadi, dimana hal tersebut telah dikaji dalam
dokumen AMDAL, belum dapat berjalan secara efektif. Kelemahannya adalah dalam hal
pengawasan. Di sisi lain, dokumen AMDAL mewajibkan adanya kegiatan rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atau yang disebut RKL dan RPL. Kegiatan ini
belum sepenuhnya dapat dijalankan mengingat keterbatasan sumber daya (SDM dan
finansial). Kasus-kasus yang terjadi di daerah mencerminkan masih minimnya dukungan
sumber daya yang dimiliki untuk dapat menjalankan kegiatan RKL dan RPL tersebut.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa di dalam UU 32 tahun 2009
dinyatakan bahwa setiap Pemegang izin lingkungan yang diwajibkan untuk memiliki AMDAL
maupun UKL/UPL, wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan
hidup, bilamana pada suatu ketika terjadi adanya gangguan terhadap fungsi-fungsi
lingkungan, seperti pencemaran, polusi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hal ini menjadi
cukup krusial bagi daerah-daerah yang tidak memiliki kapasitas dalam hal pendanaan untuk
menjamin upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup bagi proyek-proyek pembangunan fisik
yang berskala besar yang jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat akan menimbulkan
dampak negatif dan dapat mengganggu fungsi-fungsi lingkungan hidup.
Gambar 5.4. Alur Sharing Pendanaan untuk Pembangunan Infrastruktur PU yang
Berwawasan Lingkungan
Dalam kaitan ini, diperlukan mekanisme pendanaan yang jelas, yang dapat diakomodir oleh
seluruh pemerintah daerah di Indonesia guna menjamin pemulihan fungsi lingkungan hidup
Kementerian PU
Pembangunan Infrastruktur berwawasan lingkungan
Kementerian LH
Pemerintah Provinsi
Pemerintah Kabupaten/Kot
a
SKB/SEB untuk komitmen menjaga lingkungan didalam pembangunan infratruktur melalui
penyediaan dokumen lingkungan
1. Pembebasan tanah (jika
diperlukan)
2. Kewajiban melaksanakan
RKL/PKL sesuai dengan
dengan kewenangan
3. Pelaksanaan konstruksi
pendukung sesuai
kesepakatan
pelaksanaan konstruksi berikut dokumen AMDAL atau UKL/UPL
1. Pembebasan tanah (jika
diperlukan)
2. Kewajiban melaksanakan
RKL/PKL sesuai dengan
dengan kewenangan
Bab V | 6
manakala terjadi hal-hal diluar perencanaan dan tidak terakomodasi di dalam dokumen
AMDAL.
Selain itu, rekomendasi dari dokumen lingkungan terutama dokumen AMDAL yang
mewajibkan pelaporan rutin setiap 6 bulan untuk kegiatan RKL/RPL (rencana kelola
lingkungan dan rencana pantau lingkungan) membutuhkan dana yang rutin. Dari hasil survei,
diketahui bahwa untuk pembangunan infrastruktur PU yang dibiayai dan dikelola oleh
pemerintah, tidak pernah melakukan kewajiban pelaporan PKL/RPL dari kegiatan yang telah
dioperasikan kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah. Hal ini menimbulkan pemikiran akan
perlunya alokasi dana khusus untuk kegiatan RKL/PKL. Sharing kegiatan tersebut dengan
pemerintah daerah, disamping porses pembebasan lahan perlu dipikirkan.
Keberadaan SEB/SKB tersebut dapat digunakan sebagai salah satu strategi di dalam
pengendalian penataan ruang, misalnya dengan dibentuknya Tim Kendali Tata Ruang,
dengan struktur keanggotaan berasal dari masing-masing kementerian teknis yang terkait.
Strategi tersebut diharapkan dapat memperkuat implementasi penataan ruang yang lebih
berkualitas. Disamping itu, dengan adanya Tim Kendali Tata Ruang di tiap daerah,
diharapkan dapat menjadi salah satu upaya bagi solusi penggunaan lahan yang tidak sesuai
atau melanggar peruntukkan ruang, yang dapat membawa dampak pada penurunan kualitas
ruang dan lingkungan.
Bab VI | 1
BAB VI
REKOMENDASI
Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU, terutama kegiatan yang
dilaksanakan oleh Direktorat Teknis (Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya dan
Penataan Ruang) perlu mendapatkan perhatian yang serius terkait dengan aspek lingkungan.
Perhatian terhadap lingkungan tersebut harus selalu ada didalam setiap proses kegiatan baik
perencanaan, pembangunan, operasional, monitoring dan evaluasi maupun pengendalian.
Berdasarkan pada hasil analisis dan rekomendasi kebijakan, maka di susun suatu strategi
implementasi terhadap upaya Pembangunan Infrastruktur Bidang PU yang berwawasan
lingkungan terutama yang tercermin dalam masing-masing tahapan kegiatan Direktorat
Teknis, sehingga hal tersebut dapat menjadi pegangan didalam penyusunan program dan
rencana kerja serta pelaksanaan kegiatan.
Rekomendasi yang diusulkan berikut ini (Tabel 6.1) merupakan langkah strategi
implementasi kebijakan pembangunan PU yang berwawasan lingkungan pada masing-
masing Direktorat Teknis. Formulasi strategi yang diusulkan ini didasarkan atas empat bagian
pokok yang telah diusulkan seperti yang disajikan dalam Bab 5, dengan mempertimbangkan
kerangka atau horizon tahapan implementasi, yaitu: (1) perencanaan; (2) pembangunan; (3)
pengoperasian; (4) monitoring dan evaluasi; dan (5) pengendalian.
Bab V | 2
Tabel 6.1. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Sumber Daya Air
No. Strategi Kebijakan SUMBER DAYA AIR
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ - Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA) √ √ √ √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √
Bab V | 3
No. Strategi Kebijakan SUMBER DAYA AIR
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - River Restoration √ √ √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ √ √ √
Bab V | 4
No. Strategi Kebijakan SUMBER DAYA AIR
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √ √ √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 4. Penguatan Kapasitas Pendanaan - Sharing dana pembebasan lahan dgn pemerintah daerah √ √ - Alokasi dana oleh pemerintah daerah utk laporan RKL/RPL √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ - Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ √
Bab V | 5
No. Strategi Kebijakan SUMBER DAYA AIR
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √
Keterangan : √ : harus ada/dilaksanakan
Bab V | 6
Tabel 5.2. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Bina Marga
No. Strategi Kebijakan BINA MARGA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ - Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA) √ √ √ √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √
Bab V | 7
No. Strategi Kebijakan BINA MARGA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ √ √ √
Bab V | 8
No. Strategi Kebijakan BINA MARGA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √ √ √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU. √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 4. Penguatan Kapasitas Pendanaan - Sharing dana pembebasan lahan dgn pemerintah daerah √ √ - Alokasi dana oleh pemerintah daerah utk laporan RKL/RPL √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ - Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU. √ √ √
Bab V | 9
No. Strategi Kebijakan BINA MARGA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √
Keterangan : √ : harus ada/dilaksanakan
Bab V | 10
Tabel 6.3. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Cipta Karya
No. Strategi Kebijakan CIPTA KARYA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ - Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU. √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA) √ √ √ √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √
Bab V | 11
No. Strategi Kebijakan CIPTA KARYA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU. √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ √ √ √ - Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √ √ √ √
Bab V | 12
No. Strategi Kebijakan CIPTA KARYA
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU. √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan. √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 4. Penguatan Kapasitas Pendanaan - Sharing dana pembebasan lahan dgn pemerintah daerah √ √ - Alokasi dana oleh pemerintah daerah utk laporan RKL/RPL √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ - Perhitungan luas area yg terkena dampak yang timbul
selama masa konstruksi √ √
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √
Bab V | 13
Tabel 6.4. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Penataan Ruang
No. Strategi Kebijakan PENATAAN RUANG
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ - Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran PENATAAN RUANG √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait. √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √
- Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ v - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA) √ √ √ √ √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √
Bab V | 14
No. Strategi Kebijakan PENATAAN RUANG
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran PENATAAN RUANG √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor - Acuan Dokumen KLHS √ √ √ √ √ - Acuan Dokumen Tata Ruang √ √ √ √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ √ - Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan √ √ √ √ √
Bab V | 15
No. Strategi Kebijakan PENATAAN RUANG
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut √ √ √ √ √
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran PENATAAN RUANG √ √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ - Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan √ √ √ - Monitoring pasca operasi. √ √ - Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien √ √ √ √ √ - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang √ √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi √ √ - Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola √ √ - Pelatihan/training peningkatan kompetensi √ √ √ √ - Pemahaman terhadap dokumen lingkungan √ √ √ √ √ 4. Penguatan Kapasitas Pendanaan - Sharing dana pembebasan lahan dgn pemerintah daerah √ √ - Alokasi dana oleh pemerintah daerah utk laporan RKL/RPL √ √ - Kejelasan status kepemilikan lahan √ - Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan √ √ - Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi √ √
- Pelaporan rutin pelanggaran PENATAAN RUANG √ √ - Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU √ √ √
Bab V | 16
No. Strategi Kebijakan PENATAAN RUANG
Perencanaan Pembangunan Pengoperasian Monitoring
dan Evaluasi Pengendalian
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait √ √ √ √ - Monitoring pasca operasi √ √ - Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah √ √ √ √ √ - Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi √ √ √ √
Keterangan : √ : harus ada/dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
------------, 2009. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) PANTURA Teluk Jakarta
------------, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 2010 – 2014
Brundtland Commission dalam http:// www.unngocsd.org/CSD_Definition
Fraser Basin Council (FBC), Vancouver Canada dalam
http://www.unngocsd.org/CSD_Definition
Freddy Rangkuti. 2005. ”Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”, PT. Gramedia.
Pustaka Utama. Jakarta
Harvey, J. 1996. “Urban Land Economics”. 4th ed. London: Macmillan Press Ltd.
Howitt, R. 2001. “Rethinking Resource Management: Justice, Sustainability and Indigenous
Peoples”. London: Routledge.
Keraf, A.S. 2002. “Etika Lingkungan”. Jakarta: Kompas.
Naveh, Z. and A.S. Liebermen. 1984. “Landscape Ecology: Theory and Application”. New
York: Springer-Verlag.
Nugroho. 2003. “Menguak kerusakan DAS di Indonesia”. Kompas, 24 Agustus.
Kodoatie,Robert J. 2005. “Pengantar Manajemen Infrastruktur”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Stern, N. 2007. The Economics of Climate Change: The Stern Review. Cambridge, UK:
Cambridge University Press.
The World Bank. 2005. “Third Urban Research Symposium on Land Development, Urban
Policy and Poverty Reduction”, Brazil
UNEP (United Nations Environment Programme) and WMO (World Meteorology
Organization). 1996. The Science of Climate Change: Contribution of Working
Group 1 to Second Assessment Report of the Intergovermental Panel on Climate
Change. London: Cambridge University Press.
Yunus, Hadi S. 2001. “Dimensi Keruangan Kota: Dinamika Spasial Wilayah Perkotaan”