kebiasaan minum, kebutuhan cairan dan · pdf filesebesar 64,0% contoh memiliki kebiasaan minum...
TRANSCRIPT
�
�
KEBIASAAN MINUM, KEBUTUHAN CAIRAN DAN KECENDERUNGAN DEHIDRASI
SISWI SEKOLAH DASAR
PARAMITA RACHMA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
�
�
ABSTRACT
Paramita Rachma. Drinking Habbit, Fluid Requirement and Sign of Dehydration of Female Elementary School Student. Supervised by Dodik Briawan The objective of this research was to assess drinking habbit, fluid requirement and sign of dehydration among female elementary school student. Cross sectional study was done from May to June 2009 in Polisi 4 Elementary School Bogor. The samples were student at grade 4 and 5 and healthy as an inclusive criteria. The number of sample was calculated by mean estimation.
The average fluid intake from food and beverage are 2024,4 ± 287,4 ml/day. The average fluid intake from food is 426,6 ± 126 ml/day and from beverage is 1597,8 ± 243 ml/day. The average fluid requirement of sample based on Grant & DeHoog (1999) in Mahan K. & Escott-Stump (2004) is 1789,7 ± 158,1 ml. Based on sign of dehydration, there is 62,8% of samples haved mild dehydration. The level of fluid consumption doesn’t have significant correlation with the trend of dehydration. Energy intake has significant correlation with the level of fluid consumption (r=0,322 ; p<0,01).
Keyword: Drinking habbit, Fluid requirement and Dehydration
�
�
RINGKASAN
PARAMITA RACHMA. Kebiasaan Minum, Kebutuhan Cairan dan Kecenderungan Dehidrasi Siswi Sekolah Dasar. (Dibimbing oleh Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN).
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui intake dan kebutuhan cairan serta kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar. Adapun tujuan khususnya antara lain : (1) Mengetahui kebiasaan minum siswi sekolah dasar, (2) Mengetahui intake cairan siswi sekolah dasar, (3) Mengetahui kebutuhan cairan siswi sekolah dasar, (4) Mengetahui kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar, (5) Menganalisis hubungan persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar, (6) Menganalisis hubungan intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan siswi sekolah dasar.
Penelitian dilaksanakan menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Polisi 4 Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sekolah memiliki jumlah siswi yang banyak, lokasi sekolah yang strategis, berada di tengah kota serta mudah dijangkaku oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2009. Contoh penelitian ini adalah siswi kelas 4 dan 5 SD Polisi 4 Bogor yang memiliki kriteria sehat (tidak sedang menderita penyakit diare, ginjal, demam (flu), demam berdarah serta radang tenggorokan). Populasi contoh berjumlah 193 siswi. Jumlah minimal contoh yang diambil dihitung menggunakan formula estimasi of mean (Lemeshow et al. 1997).
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, BB, TB dan jumlah uang saku untu pengeluaran pangan). Data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh meliputi besar keluarga, pekerjaan ayah dan pendidikan ayah. Data sekunder meliputi pendidikan ayah dan pekerjaan ayah diperoleh dari database yang terdapat di sekolah.
Data kebiasaan minum contoh diperoleh dari FFQ (Food Frequency Questionaire). Kebiasaan minum di sekolah diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh. Data intake cairan merupakan total intake cairan dari makanan dan minuman. Kecenderungan dehidrasi dilihat dari tanda-tanda dehidrasi antara lain haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan kering (Asian Food Information Centre 2000). Kebutuhan cairan contoh dihitung dengan rumus Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004) serta berdasarkan rekomendasi dari The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005). Hubungan antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi dianalisis menggunakan Uji Chi Square, hubungan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan dianalisis menggunakan Uji Korelasi Pearson.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap kebiasaan minum contoh sehari-hari, diketahui sebesar 52,3% contoh memiliki kebiasaan minum air putih 5-6 kali per hari. Sebesar 64,0% contoh memiliki kebiasaan minum susu non kemasan setiap hari. Sebesar 62,8% contoh minum susu kemasan 1-3 kali per minggu. Sebesar 53,5% contoh minum teh non kemasan dan 55,8% contoh minum teh kemasan sebanyak 1-3 kali per minggu.
Pada saat di sekolah, sebesar 36,0% contoh menyukai minum teh kemasan. Lebih dari setengah (52,3% contoh) memperoleh informasi tentang minuman kesukaan dari iklan di televisi. Sebesar 37,2% contoh minum minuman
�
�
kesukaan karena alasan rasanya yang enak. Sebesar 55,8% contoh memiliki minuman larangan dan 44,2% contoh sisanya tidak memiliki minuman larangan. Sebesar 37,5% contoh memiliki minuman larangan berupa es. Sebesar 55,4% contoh minum sebanyak 3-4 kali saat berada di sekolah. Sebagian besar contoh (76,7% contoh) memperoleh minuman dari kantin dan pedagang kaki lima yang terdapat di sekitar lokasi sekolah. Sebesar 47,7% contoh minum air pada saat haus. Sebesar 70,9% contoh minum setelah melakukan aktivitas olahraga.
Intake cairan berasal dari makanan dan minuman. Rata-rata intake cairan dari makanan dan minuman sebesar 2024,4 ± 287,4 ml/hari. Rata-rata intake cairan dari makanan adalah 426,6 ± 126 ml/hari. Rata-rata intake cairan dari minuman adalah 1597,8 ± 243 ml/hari.
Intake cairan dari makanan yang terbesar berasal dari kelompok pangan makanan pokok, sayur dan buah serta lauk hewani. Intake cairan dari makanan pokok sebesar 218 ± 48 ml/hari, sayur dan buah sebesar 111,6 ± 94 ml/hari serta lauk nabati sebesar 76,7 ± 42 ml/hari.
Intake cairan dari minuman yang paling besar berasal dari air putih, susu dan teh. Intake cairan dari air putih sebesar 1128,8 ± 203 ml/hari. Intake cairan dari susu sebesar 251,9 ml/hari dan intake cairan dari teh sebesar 113,0 ± 169,5 ml/hari.
Rata-rata kebutuhan cairan contoh (umur 10-12 tahun) berdasarkan Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004) adalah 1789,7 ± 158,1 ml. Rata-rata tingkat konsumsi cairannya adalah 113,8 ± 17,6%. Rata-rata kebutuhan cairan contoh (umur 10-12 tahun) berdasarkan The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005) adalah 1516,7 ± 125,3 ml. Rata-rata tingkat konsumsi cairannya adalah 132,8 ± 20,6%.
Berdasarkan tanda-tanda dehidrasi, sebesar 62,8% contoh mengalami dehidrasi ringan dan 37,2% contoh tidak mengalami dehidrasi. Hasil Uji Chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi. Hasil analisis bivariat dengan Uji Korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan berdasarkan Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004) (r=0,302 ; p<0,01). Hasil analisis bivariat dengan Uji Korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan berdasarkan The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005) (r=0,322 ; p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi intake energi maka persentase tingkat konsumsi cairan juga akan semakin besar.
�
�
�
�
�
�
KEBIASAAN MINUM DAN KEBUTUHAN CAIRAN SERTA KECENDERUNGAN DEHIDRASI SISWI SEKOLAH DASAR
PARAMITA RACHMA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
�
�
Judul Skripsi : Kebiasaan Minum, Kebutuhan Cairan dan Kecenderungan Dehidrasi Siswi Sekolah Dasar
Nama : Paramita Rachma Nrp : I14052242
Disetujui :
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN
NIP. 1966 0701 199002 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
NIP. 1962 1204 198903 2 002
Tanggal Lulus :
�
�
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri
pasangan Bapak Mokh. Fatkur Rohman dan Ibu Wahyu Widayati. Penulis
dilahirkan di Kota Bojonegoro pada tanggal 14 September 1987.
Pendidikan sekolah dasar penulis ditempuh pada tahun 1993 sampai
1999 di SD Negeri Karangsoko III dan pada tahun 1999 sampai 2002 di
SMP Negeri I Trenggalek. Pada tahun 2002 sampai 2005 penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Trenggalek.
Pada tahun 2005, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2006 melalui jalur
mayor minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai staf
divisi Klub Peduli Pangan dan Gizi (KPPG) HIMAGITA periode 2006/2007,
staf divisi kewirausahaan HIMAGIZI periode 2007/2008 serta staf divisi
keputrian Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) period 2007/2008. Selain
itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang
diselenggarakan oleh HIMAGIZI maupun FEMA.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Gizi dalam
Daur Kehidupan pada tahun ajaran 2008/2009. Pada tahun 2008 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cisarua dan Bantar
Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada bulan
Februari 2009 penulis juga melaksanakan Internship Dietetik di Rumah
Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
�
�
PRAKATA
Asalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Kebiasaan Minum dan Kebutuhan
Cairan serta Kecenderungan Dehidrasi Siswi Sekolah Dasar” dilakukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan
arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. dr. Mira Dewi M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi
atas saran yang diberikan.
3. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis dalam pengisian Kartu Rencana Studi selama kuliah.
4. Luthfi Rakhmawati, Tri Purnamasari, Tyas Rara Sedayu dan Jesa
Nuhgroho selaku pembahas seminar.
5. Seluruh pihak Sekolah Dasar Polisi 4 yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian serta seluruh murid-murid sekolah dasar yang telah
bersedia diwawancarai dan telah membantu kelancaran penelitian.
6. Bapak Ibukku tercinta dan adikku tersayang (d’Tyas) terimakasih atas do’a,
nasehat, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
7. Sahabat-sahabatku (Luthfi, Nenden, Sofy, Tri dan Sri) terima kasih atas
kebersamaan dan dukungannya, semoga persahabatan kita selalu abadi.
8. Jesa Nuhgroho, Fahmila Hidayati dan Elya Sugianti terima kasih atas
nasehat, doa dan semangatnya, terima kasih juga atas hari-hari indahnya
kebersamaan yang telah kita lalui selama ini.
9. Kartika Annisa, teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi. Thanks for
all, akhirnya penantian dan kesabaran kita membuahkan hasil.
10. Teman-teman kosan Putri 26, Pondok Nova dan Wisma Ayu.
11. Teman-temanku Dietista 42, terima kasih atas kebersamaan dan cerita-cerita
indah selama tiga tahun.
�
�
12. Adik-adik Angkatan 43, 44 dan 45, Pak Ugan serta Pak Karya serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
Wasamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
�
�
�
�
�
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFAR TABEL ............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 2
Hipotesis ............................................................................................... 3
Kegunaan ............................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Anak-anak ............................................................................................ 4
Konsumsi Pangan ................................................................................. 5
Fungsi Air dalam Tubuh ........................................................................ 6
Kebiasaan Minum ................................................................................ 7
Intake Cairan ......................................................................................... 9
Kebutuhan Cairan ................................................................................. 10
Dehidrasi ............................................................................................... 11
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 14
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 16
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ............................................... 16
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................... 17
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 18
DEFINISI OPERASIONAL ............................................................................. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah Dasar ............................................................ 23
Karakteristik Contoh .............................................................................. 23
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh ..................................... 27
Kebiasaan Minum Sehari-hari ............................................................... 28
Kebiasaan Minum Saat di Sekolah ....................................................... 38
Intake Cairan ......................................................................................... 45
Kebutuhan Cairan ................................................................................. 51
Tingkat Konsumsi Cairan ...................................................................... 52
�
�
Halaman
Hubungan intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan .. 53
Kecenderungan Dehidrasi ..................................................................... 53
Hubungan persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi ...................................................................... 54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 57
Saran ..................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sebaran contoh berdasarkan umur ......................................................... 24
2. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata BB dan TB ................................. 24
3 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................................. 25
4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku................................................. 26
5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ......................................... 27
6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah ........................... 28
7 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ayah ................................ 28
8 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum air putih ......................... 30
9 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu .............................. 31
10 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum teh ................................. 32
11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum kopi ............................... 33
12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum sirup .............................. 34
13 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum jus buah ........................ 34
14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum minuman isotonik .......... 35
15 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum soft drink ....................... 36
16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum es blender ..................... 37
17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum minuman lainnya ........... 37
18 Sebaran contoh berdasarkan minuman kesukaan .................................. 39
19 Sebaran contoh berdasarkan informasi tentang minuman kesukaan ..... 40
20 Sebaran contoh berdasarkan alasan minum minuman kesukaan ........... 40
21 Sebaran contoh berdasarkan ada atau tidaknya minuman larangan ...... 41
22 Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman larangan ........................... 42
23 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum saat di sekolah .............. 42
24 Sebaran contoh berdasarkan asal minuman ........................................... 43
25 Sebaran contoh berdasarkan waktu minum saat di sekolah ................... 44
26 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas sebelum minum saat
di sekolah ................................................................................................ 44
27 Konsumsi makanan dan intake cairan dari makanan .............................. 45
28 Intake caran dari minuman ...................................................................... 48
29 Rata-rata intake cairan ............................................................................ 50
30 Sebaran contoh berdasarkan kebutuhan cairan...................................... 51
31 Kebutuhan, intake dan tingkat konsumsi cairan pada contoh ................. 52
�
�
Halaman
32 Sebaran contoh berdasarkan tanda-tanda dehidrasi .............................. 54
33 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi ......................... 54
34 Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi ........................................................................ 55
35 Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi ........................................................................ 55
�
�
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran kebiasaan minum, kebutuhan cairan
dan kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar .................................... 24
�
�
�
�
�
�
�
�
�
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner penelitian intake dan kebutuhan cairan serta
status hidrasi siswi SD Polisi 4 Bogor ....................................................... 65
2 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan status hidrasi
dengan frekuensi minum air putih ......................................................... 71
3 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan status hidrasi
dengan frekuensi minum susu non kemasan ............................................ 71
4 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan status hidrasi
dengan frekuensi minum susu kemasan ................................................. 71
5 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan status hidrasi
dengan frekuensi minum teh non kemasan ............................................... 71
6 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan status hidrasi
dengan frekuensi minum teh kemasan ...................................................... 71
7 Uji Korelasi Pearson hubungan antara intake energi dengan
persentase tingkat konsumsi cairan ......................................................... 72
8 Uji Korelasi Pearson hubungan antara intake energi dengan
persentase tingkat konsumsi cairan ......................................................... 72
9 Uji Chi Square antara persentase tingkat konsumsi cairan
dengan kecenderungan dehidrasi ............................................................. 73
10 Uji Chi Square antara persentase tingkat konsumsi cairan
dengan kecenderungan dehidrasi ............................................................. 73
�
�
�
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa
makanan, tetapi hanya dapat bertahan selama beberapa hari tanpa air. Air
merupakan komponen utama dari semua struktur sel dan merupakan media
kelangsungan proses metabolisme dan reaksi kimia dalam tubuh (Suharjo &
Kusharto 1988). Agar proses metabolisme dalam tubuh berjalan dengan baik
dibutuhkan masukan cairan setiap hari untuk menggantikan cairan yang hilang.
Air mempunyai beberapa fungsi antara lain untuk pelarut dan alat angkut,
sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu tubuh dan
peredam benturan (Yuniastuti 2008). Muchtadi et al. (1993) menjelaskan bahwa
tubuh manusia rata-rata tersusun atas 63% air, 17% protein, 13% lemak, 6%
mineral, 1% karbohidrat dan vitamin. Seseorang yang kehilangan 40 % lemak
dan protein sampai terjadi penurunan berat badan, masih mampu bertahan
hidup. Akan tetapi, kehilangan 20% air dapat menyebabkan kematian.
Seiring bertambahnya usia, kandungan air yang tersedia dalam tubuh
manusia akan semakin berkurang. Almatsier (2003) menyatakan bahwa pada
proses penuaan manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir
adalah 75% berat badan, sedangkan pada usia tua berkurang menjadi 50% berat
badan. Kandungan air tubuh berbeda antar manusia, tergantung pada proporsi
jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung lebih banyak jaringan
otot mengandung lebih banyak air.
Kebutuhan cairan sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah
energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Untuk orang
dewasa dibutuhkan sebanyak 1,0-1,5 ml/kkal, sedangkan untuk bayi 1,5 ml/kkal
(Yuniastuti 2008).
Secara normal, dalam satu hari tubuh akan kehilangan cairan melalui
ginjal, kulit, paru-paru maupun feses. Untuk menjaga agar kondisi dan fungsi
cairan tubuh tidak terganggu, kehilangan cairan tersebut harus diganti. Jika tubuh
tidak cukup mendapatkan air atau terjadi kehilangan air sekitar 5% dari berat
badan (pada anak, remaja dan dewasa) maka keadaan ini dikenal dengan istilah
dehidrasi.
Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah
cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk. Menurut
Asian Food Information Centre (2000), dehidrasi terbagi menjadi tiga kelompok,
�
�
yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, serta dehidrasi tingkat berat. Dehidrasi
dapat mengganggu keseimbangan dan pengaturan suhu tubuh, dan pada tingkat
yang sudah sangat berat, bisa berujung pada penurunan kesadaran dan koma.
Pada umumnya anak-anak lebih aktif daripada orangtua, sehingga
memerlukan intake cairan yang cukup untuk mengimbangi pengeluaran keringat.
Hurlock (1980) menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan bagian penting
dalam kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, dan
sebagainya. Seringkali anak-anak kurang peduli terhadap pentingnya intake
cairan dalam jumlah yang cukup untuk mengimbangi aktivitas mereka. Asian
Food Information Centre (1998) menyatakan bahwa minum air dalam jumlah
yang cukup seringkali diabaikan, khususnya pada anak-anak. Selain itu, pada
saat bermain, anak-anak cenderung lupa untuk minum.
Menurut Rotikan (2003), jika dilihat dari perbandingan total kadar air
dalam tubuh, yang rentan terkena dehidrasi adalah anak-anak. Hal ini
dikarenakan tubuh anak kecil banyak mengandung lemak, dan lemak hanya
mengandung sedikit air. Namun, apabila dilihat dari perbandingan jenis kelamin,
perempuan lebih mudah terserang dehidrasi dibandingkan dengan laki-laki.
Penyebabnya sama seperti pada anak kecil, tubuh perempuan lebih banyak
mengandung lemak daripada tubuh laki-laki. Asian Food Information Centre
(2000) menyatakan bahwa perempuan hanya minum 5-6 gelas cairan perhari,
sementara laki-laki minum 6-8 gelas cairan perhari. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengetahui lebih jauh mengenai intake dan kebutuhan cairan serta
kecenderungan dehidrasi pada siswi sekolah dasar.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui kebiasaan minum,
kebutuhan cairan dan kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui kebiasaan minum siswi sekolah dasar,
2. Mengetahui intake cairan siswi sekolah dasar,
3. Mengetahui kebutuhan cairan siswi sekolah dasar,
4. Mengetahui kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar,
5. Menganalisis hubungan persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar,
�
�
6. Menganalisis hubungan intake energi dengan persentase tingkat konsumsi
cairan siswi sekolah dasar.
Hipotesis
• Terdapat hubungan antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi siswi sekolah dasar.
• Terdapat hubungan positif antara intake energi dengan persentase tingkat
konsumsi cairan siswi sekolah dasar.
Kegunaan
Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan anak-
anak pada khususnya mengenai intake cairan dan meningkatkan kepedulian
akan bahaya dehidrasi serta pentingnya intake cairan dalam jumlah yang cukup.
�
�
TINJAUAN PUSTAKA
Anak-anak
Anak-anak mempunyai perkembangan fisik maupun fisiologis yang
khusus pada setiap tahapan kehidupannya. Banyak perbedaan perkembangan
saat anak masih pada usia pra sekolah, sekolah, remaja dan waktu anak
menginjak usia dewasa. Anak sekolah dasar disebut juga masa pertengahan
anak-anak (middle childhood) adalah pada waktu anak berusia 6-12 tahun. Pada
masa ini, anak memiliki fisik yang kurus dan tinggi dibandingkan pada pada masa
prasekolahnya (Papalia & Olds 1979 diacu dalam Lusiana 2008).
Periode pertengahan masa anak-anak, yaitu anak usia sekolah (6-12
tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Menurut
Papalia & Olds (1979) diacu dalam Lusiana (2008), pada usia sekolah, anak
secara berangsur-angsur mengalami pertumbuhan tetapi berjalan agak lambat
jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan mereka pada saat bayi atau usia
pra sekolah. Pada usia sekolah ini, secara umum aktivitas fisik anak akan
semakin tinggi sehingga memperkuat kemampuan motoriknya. Sedangkan
menurut Hurlock (1980), akhir masa anak-anak merupakan periode pertumbuhan
lambat dan relatif stabil.
Lucas B (2004) menyatakan bahwa pada sekitar umur 6 tahun anak-anak
akan mengalami adiposity rebound (fenomena pertumbuhan normal yang terjadi
pada usia ± 6 tahun, dimana lemak tubuh pada anak-anak mengalami
penambahan) atau terjadi peningkatan berat badan sebagai persiapan untuk
pertumbuhan optimal pada masa puber (masa remaja). Perbedaan jenis kelamin
akan berpengaruh terhadap komposisi tubuh. Anak laki-laki mempunyai lean
body mass yang lebih tinggi per cm tinggi badan dibanding anak perempuan.
Anak perempuan mempunyai persentase lemak yang lebih tinggi untuk setiap kg
berat badan dibanding anak laki-laki.
Lee (1993) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan pada
Anak Usia Sekolah (AUS) relatif stabil jika dibandingkan dengan periode pra
sekolah dan remaja. Pertumbuhan anak lambat dan stabil, tetapi asupan gizi
yang cukup tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya :
mencukupi kebutuhan energi untuk aktivitas, menjaga tubuh agar tetap tahan
dari penyakit, menyediakan kebutuhan untuk pertumbuhan, menyediakan
penyimpanan zat gizi yang cukup untuk membantu pertumbuhan pada periode
dewasa. Pertumbuhan pada anak-anak berlangsung dengan kecepatan yang
�
�
lebih lambat daripada pertumbuhan bayi. Akan tetapi, kegiatan fisik pada
pertumbuhan tersebut meningkat. Dengan demikian dalam kondisi
keseimbangan terhadap besarnya tubuh, kebutuhan zat gizi pada masa anak-
anak masih tetap tinggi. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi anak harus
merupakan sumber zat gizi yang baik dan yang diperlukan oleh mereka.
Penilaian status gizi berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang atau
sekelompok orang mempunyai gizi yang baik atau tidak. Almatsier (2003)
menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Ada beberapa indikator
antropometri yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi, diantaranya
umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA), lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa et
al. 2001).
Secara umum penilaian status gizi dengan cara antropometri memiliki
beberapa kelebihan, yaitu : (1) cara penggunaan sederhana, aman dan dapat
digunakan pada ukuran sampel yang besar, (2) peralatan yang digunakan tidak
mahal, mudah dibawa (portable), tahan lama dan dapat dibuat atau dibeli secara
lokal, (3) cara pengukuran dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli; (4)
dapat mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang dan buruk; serta (5) dapat
digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu ke waktu.
Beberapa kekurangan pengukuran secara antropometri, yaitu (1) relatif kurang
sensitif, (2) tidak dapat mendeteksi defisiensi zat gizi khusus, dan (3) faktor-faktor
non gizi, seperti penyakit dan genetik dapat mengurangi spesifisitas dan
sensitivitas pengukuran (Riyadi 2001).
Pengukuran status gizi anak berdasarkan kriteria antropometri
mempunyai beberapa kelemahan. Namun, sampai saat ini antropometri
dianggap merupakan cara yang paling mudah dan praktis untuk dilakukan,
karena dapat dilakukan oleh siapa saja dengan terlebih dahulu mendapat sedikit
latihan (Riyadi 2001).
Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat
hidup sehat (Harper et al. 1986 diacu dalam Lusiana 2008). Semakin beragam
bahan pangan yang dikonsumsi, maka akan semakin beragam pula zat gizi yang
diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu gizinya.
�
�
Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis
makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan
memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang
bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku sehari-hari dalam
menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannya. Kebutuhan gizi adalah
sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan
(Hardinsyah & Martianto 1992).
Survei konsumsi pangan tingkat individu dapat menggunakan metode-
metode penimbangan, metode recall, riwayat makanan, frekuensi makan, dan
metode kombinasi (Suhardjo & Kusharto 1988). Sediaoetama (1987)
menyatakan bahwa metode recall adalah salah satu metode yang sering dipakai
untuk penelitian konsumsi pangan. Metode ini pada dasarnya menggunakan
teknik wawancara dimana pewawancara menanyakan apa yang dikonsumsi.
Tanggal dan waktu serta porsi setiap makanan dicatat secara teliti.
Fungsi Air dalam Tubuh
Yuniastuti (2008) menyatakan bahwa air merupakan sebagian besar zat
pembentuk tubuh manusia. Tergantung jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh,
proporsi air ini berbeda antar orang. Pada orang gemuk, perbandingan antara air
dan lemak sekitar 50% berbanding 50%. Pada pria normal perbandingannya
antara 60% berbanding 16%. Pada orang kurus, perbandingan tersebut adalah
67% dengan 7%. Pada bayi, perbandingan tersebut sangat mencolok, yaitu 78%
dan 0%. Dengan perkataan lain, jumlah air yang terdapat dalam tubuh manusia
adalah : sekitar 80% dari berat badan (untuk bayi dengan low birth weight),
sekitar 70-75% dari berat badan (untuk bayi neonatus), sekitar 65% dari berat
badan (untuk anak). Almatsier (2003) menyatakan bahwa kandungan air laki-laki
lebih banyak daripada perempuan.
Almatsier (2003) menyatakan bahwa air mempunyai berbagai fungsi dalam
proses vital tubuh, antara lain :
• Pelarut dan alat angkut
Air di dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi berupa
monosakarida, asam amino, lemak, vitamin, serta mineral dan bahan-
bahan lain yang oleh tubuh seperti oksigen dan hormon-hormon. Zat-zat
gizi dan hormon ini dibawa ke sel-sel yang membutuhkan. Disamping itu,
�
�
air sebagai pelarut mengangkut sisa-sisa metabolisme termasuk
karbondioksida dan ureum untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru-
paru, kulit, dan ginjal.
• Katalisator
Air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biologik dalam sel,
termasuk dalam saluran cerna. Air diperlukan pula untuk memecah atau
menghiodrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana.
• Pelumas
Air berperan sebagai pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh.
• Fasilitator pertumbuhan
Air sebagai bagian jaringan tubuh, diperlukan untuk pertumbuhan. Dalam
hal ini air berperan sebagai zat pembangun.
• Pengatur suhu
Karena kemampuan air untuk menyalurkan panas, air memegang
peranan dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas
yang dihasilkan dari metabolisme energi diperlukan untuk
mempertahankan suhu tubuh pada 37 °C. Suhu ini paling cocok untuk
bekerjanya enzim-enzim di dalam tubuh. Kelebihan panas yang diperoleh
dari metabolisme energi perlu segera disalurkan ke luar. Sebagian besar
pengeluaran kelebihan panas ini dilakukan melalui penguapan air dari
permukaan tubuh (keringat). Tubuh setiap waktu mendinginkan diri
melalui penguapan air. Kehilangan panas melalui kulit merupakan 25%
dari pengeluaran energi basal. Kehilangan air yang terjadi sebanyak 350-
700 ml per hari pada suhu dan kelembaban lingkungan normal
dinamakan kehilangan air insensible atau secara tidak sadar. Semakin
luas permukaan tubuh, semakin besar kehilangan panas melalui kulit.
Lemak di bawah kulit berperan sebagai bahan isolasi yang mengurangi
kecepatan panas hilang dari tubuh. Ini menguntungkan bagi tubuh pada
suhu dingin dan merugikan pada suhu panas.
Kebiasaan Minum
Kebiasaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola
praktek yang terjadi berulang-ulang. Berdasarkan survei di Singapura yang
dilakukan oleh Asian Food Information Centre (AFIC) (1999) diketahui bahwa :
�
�
• Sebagian besar individu tidak minum dalam jumlah yang cukup, survei di
Singapura menunjukkan bahwa perempuan minum 1,6 liter per hari. Pada
usia yang lebih muda (15-24 tahun), laki-laki dan perempuan minum air
dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu sekitar 1,4 liter per hari.
• Sebagian besar individu tidak minum secara teratur dengan alasan tidak
merasa haus, lupa untuk minum dan sulit menemukan sesuatu untuk
diminum.
• Sebagian besar individu hanya minum ketika merasa haus. Namun
sebenarnya haus merupakan tanda bahwa tubuh sudah mengalami
dehidrasi ringan.
• Sebagian besar responden mengetahui jumlah cairan yang seharusnya
dikonsumsi dalam satu hari, namun hal ini tidak diikuti dengan kebiasaan
minum yang baik. Sebanyak 45% responden mengatakan bahwa 5-8
gelas cairan harus dikonsumsi untuk menjaga agar tubuh tetap sehat,
35% mengatakan bahwa 8-10 gelas cairan adalah jumlah yang tepat
untuk dikonsumsi dalam satu hari. Pada dasarnya, minimal 8 gelas (2 liter
cairan) direkomendasikan untuk diminum dalam satu hari.
• Sebagian besar individu tidak minum air dalam jumlah yang cukup pada
saat olahraga. Ketika berolahraga, cairan yang dibutuhkan meningkat,
karena tubuh banyak kehilangan cairan. Sehingga diperlukan
penggantian cairan secara cepat untuk mencegah dehidrasi.
• Sebesar 74% orang Singapura lebih memilih air putih untuk diminum
pada pilihan pertama, sedangkan sebesar 32% memilih teh dan kopi
pada pilihan pertama.
• Sebagian besar individu membawa minuman dari rumahnya. Sebanyak
56% responden mengatakan bahwa rumah adalah tempat terbaik untuk
mendapatkan minuman.
Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa air harus diminum kapanpun
saat merasa haus, bahkan pada saat di tengah-tengah makan. Air harus
diminum saat bangun di pagi hari untuk memperbaiki dehidrasi yang dihasilkan
selama tidur panjang. Air harus diminum sebelum olahraga untuk
menyediakannya bagi keringat. Air juga harus diminum oleh orang yang sembelit
dan tidak cukup makan buah dan sayur.
�
�
Intake Cairan
Briggs G dan Calloway D (1987) menyatakan bahwa kehilangan air harus
diganti dengan air yang diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari minuman, air yang
terkandung dalam makanan serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme.
Kandungan air pada makanan padat bervariasi, mulai 5% pada makanan yang
sangat kering seperti crackers sampai lebih dari 90% pada buah dan sayuran
segar seperti tomat, semangka, strawberry, bunga kol dan daun selada.
Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa air dikonsumsi dalam beberapa
cara. Kebanyakan air diperoleh dari minuman, yaitu sekitar 1650 ml per hari
dalam bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu, dan sebagainya. Air dalam makanan
padat menyumbangkan 750 ml. Ketidakseimbangan air dapat berakibat buruk
bagi kesehatan, seperti konstipasi dan dehidrasi.
Total intake cairan termasuk cairan dari minuman dan cairan dari
makanan (Manz F dan A. Wentz 2005). Dalam Third National Health and
Nutrition Survey (NHANES III : 1988-1944) diacu dalam Manz F dan A. Wentz
(2005), total intake air berasal dari minuman, serta makanan yang diperoleh dari
dietary recall selama 24 jam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa intake
cairan dari minuman pada anak perempuan di United States pada umur 9-13
tahun adalah 1709-2240 ml per hari.
Hellert et al. (2001) menghitung intake air pada 541 anak usia 2-13 tahun
di Jerman dengan menggunakan dietary record selama 3 hari. Pada penelitian ini
orangtua anak diminta untuk mencatat dan menimbang semua jenis makanan
dan minuman yang dikonsumsi oleh anaknya. Penimbangan dilakukan dengan
mencatat makanan sebelum dimakan serta makanan sisa yang tidak dimakan.
Alat bantu yang digunakan adalah timbangan. Total intake cairan pada penelitian
Hellert et al. (2001) diperoleh dari air yang terkandung dalam makanan, minuman
serta air oksidasi. Hasil penelitian Hellert et al. (2001) menunjukkan bahwa
secara keseluruhan total intake air meningkat seiring bertambahnya umur, yaitu
dari 1114 gram per hari pada anak umur 2-3 tahun cairan meningkat menjadi
1891 gram per hari untuk anak laki-laki umur 9-13 tahun serta 1676 ± 386 gram
per hari untuk anak perempuan umur 9-13 tahun. Total intake cairan yang
berasal dari makanan berkisar antara 33-38%, dari minuman 49-55% dan dari
hasil oksidasi sebesar 12-13%.
NHANES III (Third National Health and Nutrition Survey) diacu dalam
Manz F dan A. Wentz (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak dan orang
�
�
dewasa sekitar 80% total intake air diperoleh dari minuman, sementara 20%
sisanya diperoleh dari makanan. Hasil penelitian Bossingham et al. (2005)
tentang keseimbangan air dan status hidrasi pada orang muda dan dewasa
menyatakan bahwa total intake air tidak berbeda antara orang muda dan
dewasa. Mereka juga melaporkan bahwa umur tidak mempengaruhi total intake
air. Proses penuaan berhubungan dengan beberapa perubahan fisiologi yang
dapat mempengaruhi pengaturan keseimbangan air. Perubahan fisiologi yang
terjadi antara lain penurunan TBW (total body water) yang berhubungan dengan
FFM (Fat Free Mass), penurunan rasa haus, serta perubahan konsentrasi
vasopressin yang dapat mempengaruhi kemampuan ginjal dalam memproduksi
urin.
Kebutuhan Cairan
Kebutuhan air sangat bervariasi antar individu. Besarnya kebutuhan
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, suhu dan kelembaban
lingkungan serta aktivitas fisik. Penentuan kebutuhan air untuk orang sehat dapat
didasarkan pada umur, berat badan, asupan energi dan luas permukaan tubuh
(Proboprastowo & Dwiriyani 2004).
The National Research Council (1989) di Amerika diacu dalam Manz F
dan A. Wentz (2003) merekomendasikan intake air 1,5 ml/kkal untuk bayi dan
1ml/kkal untuk anak-anak dan dewasa. Selain itu The National Research Council
diacu dalam Sawka M et al. (2005) juga merekomendasikan intake air harian
yaitu sekitar 1 ml/kkal energi yang dikeluarkan.
Kebutuhan cairan akan meningkat seiring bertambahnya umur, mulai 0,6
L pada bayi hingga 1,7 L pada anak-anak. Pada orang dewasa kebutuhan air
meningkat menjadi 2,5 L untuk aktivitas sedentary dan 3,2 L untuk aktivitas fisik
sedang, untuk orang dewasa yang lebih aktif yang tinggal di lingkungan panas
memiliki kebutuhan air sekitar 6 L (Sawka M et al. 2005).
Batmanghelidj (2007) mengemukakan bahwa tubuh manusia terus
menerus membutuhkan air. Tubuh kehilangan air melalui paru-paru ketika
menghembuskan nafas. Tubuh kehilangan air melalui keringat, produksi kemih
dan dalam buang air besar. Tolok ukur yang baik bagi kebutuhan tubuh akan air
adalah warna dari kemih. Seseorang yang terhidrasi dengan baik menghasilkan
kemih yang tidak berwarna. Seseorang yang relatif terdehidrasi menghasilkan
kemih yang kuning, dan seseorang yang benar-benar terdehidrasi menghasilkan
kemih berwarna jingga (orange).
�
�
Dehidrasi
Manz F dan A Wentz (2005) menjelaskan belum ada “gold standard”
untuk mengukur status hidrasi pada semua kondisi lingkungan. Beberapa
indikator yang sering digunakan untuk mengukur status hidrasi antara lain :
parameter keseimbangan air (contoh : intake air), perubahan berat badan atau
total cairan tubuh, indikator plasma, serta indikator urin.
Bossingham et al. (2005) menjelaskan bahwa pengukuran status hidrasi
dapat dilakukan menggunakan urine specific gravity dan osmolalitas plasma.
Urine specific gravity diasumsikan sama dengan densitas urin yang diukur
dengan menimbang volum urin selama 24 jam.
Pengukuran osmolalitas plasma dilakukan dengan menimbang darah
sampel kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan plasma dan diukur nilai
osmolalitasnya dengan osmometer. Nilai urine specific gravity yang normal
adalah 1,006-1,020 sedangkan osmolalitas plasma yang normal adalah 280-300
mOsm/kg.
Kelebihan kehilangan cairan yang dikenal dengan istilah dehidrasi dapat
membahayakan kehidupan. Dehidrasi bisa terjadi karena kekurangan air atau
makanan atau kehilangan air yang banyak misalnya pada diare yang parah,
muntah, dan sebagainya. Bayi dan anak-anak lebih mudah terkena dehidrasi
dibanding orang dewasa, karena mereka bisa kehilangan relatif lebih banyak
cairan. Menurut Gavin (2006) dehidrasi dapat terjadi akibat kehilangan cairan
yang terlalu banyak, tidak minum air dalam jumlah cukup, ataupun akibat kedua
hal di atas. Muntah dan diare juga menjadi penyebab utama terjadinya dehidrasi
pada anak-anak karena ketika muntah dan diare tersebut tubuh dapat kehilangan
cairan dalam jumlah banyak baik melalui urin maupun keringat. Selain itu,
dehidrasi juga dapat terjadi karena jumlah minuman yang diminum tidak cukup
akibat adanya rasa mual, kehilangan nafsu makan karena sakit, sakit
tenggorokan atau luka di mulut.
Asian Food Information Centre (2000) menyebutkan bahwa pada saat kita
merasa haus, kita sedang mengalami dehidrasi. Banyak orang mengasumsikan
bahwa haus merupakan indikator yang baik dari kebutuhan cairan. Meskipun
demikian, haus sebenarnya merupakan suatu tanda bahwa tubuh baru saja
mengalami dehidrasi. Cairan harus diganti sebelum rasa haus ini timbul. Pada
saat tubuh mengalami dehidrasi, ginjal akan merespon dengan menghemat air
�
�
dan melakukan reabsorbsi lagi ke dalam darah dan memindahkannya dari tubuh
melalui urin. Hasilnya urin yang terbentuk sedikit.
Tanda-tanda dehidrasi bervariasi mulai dari haus dan lemas sampai
kerusakan fungsi ginjal. Tanda-tanda dehidrasi adalah sebagai berikut (Asian
Food Information Centre 2000):
• Dehidrasi tingkat ringan : haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan
kering.
• Dehidrasi tingkat sedang : detak jantung makin cepat, pusing, tekanan
darah rendah, lemas, konsentrasi urinnya pekat, tetapi volumnya kurang.
• Dehidrasi tingkat berat : muscle spams (kejang), swollen tongue (lidah
bengkak), kegagalan fungsi ginjal, poor blood circulation (sirkulasi darah
yang tidak lancar), dan sebagainya.
Bossingham et al. (2005) menyatakan bahwa haus dan mekanisme
hormonal lainnya bertanggung jawab untuk memelihara total body water (TBW).
Haus dirangsang oleh peningkatan osmolalitas plasma, penurunan volum plasma
atau penurunan tekanan darah. Peningkatan osmolalitas plasma selanjutnya
akan merangsang osmoreseptor di hipotalamus sehingga akan merangsang
pusat haus di hipotalamus dan timbul rasa haus (keinginan untuk minum). Selain
itu, haus juga bisa terjadi akibat penurunan volum darah atau penurunan tekanan
darah. Penurunan tekanan darah akan merangsang ginjal untuk mengeluarkan
renin. Peningkatan renin akan mengakibatkan peningkatan angiotensin dan
menimbulkan rasa haus di hipotalamus.
Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa pengaturan air manusa
bergantung pada sensasi hausnya. Namun sensasi haus seperti yang dipahami
sampai saat ini (yaitu mulut yang kering) bukanlah pertanda yang akurat dari
kebutuhan air yang sebenarnya. Jika tidak merasa haus, manusia cenderung
tidak minum air. Biasanya, seseorang menunggu sampai haus sebelum mulai
berfikir untuk minum air. Primana (2009) menyatakan bahwa minum air jangan
menunggu sampai rasa haus timbul karena rasa haus tidak cukup baik sebagai
indikator keinginan untuk minum. Keinginan minum air lebih banyak dan lebih
sering karena kebiasaan, bukan karena adaptasi fisiologis. Rasa haus baru
timbul apabila tubuh telah mengalami kekurangan air (dehidrasi).
Whitmire (2004) menyatakan bahwa gejala dehidrasi akut bervariasi
sesuai dengan pengurangan berat badan. Pada kehilangan berat badan 1-2%
akan timbul rasa haus, lemah, lelah, sedikit gelisah serta hilang selera makan.
�
�
Mulut kering, penurunan jumlah urin dan kulit kering akan terjadi pada
pengurangan berat badan sebesar 3-4%. Kehilangan 5-6% berat badan akan
menimbulkan sulit berkonsentrasi, sakit kepala, kegagalan pengaturan suhu
tubuh serta peningkatan frekuensi nafas. Kehilangan 7-10% bera badan dapat
mengakibatkan otot kaku serta kolaps. Pada kehilangan 11% berat badan dapat
menimbulkan penurunan volum darah serta dapat berakibat pada kegagalan
fungsi ginjal.
�
�
KERANGKA PEMIKIRAN
Kebiasaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola
praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan dapat didefinisikan
sebagai seringnya (kerap kalinya) makanan tertentu dipilih dan dikonsumsi
seseorang pada jangka waktu tertentu. Kebiasaan minum merupakan sesuatu
yang berhubungan dengan minum dan minuman seperti frekuensi minum, jenis
minuman yang diminum, minuman kesukaan, minuman larangan, waktu minum,
asal minuman, dan sebagainya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan dan
kebiasaan minum, antara lain karakteristik sosial ekonomi keluarga yang meliputi
besar keluarga, pendidikan, dan pekerjaan orangtua serta karakteristik contoh
yang meliputi umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), jumlah uang
saku untuk pengeluaran pangan.
Kebiasaan makan dan kebiasaan minum akan mempengaruhi konsumsi
pangan seseorang. Konsumsi pangan dapat mencerminkan intake energi. Selain
itu, konsumsi pangan juga akan mempengaruhi intake cairan. Intake cairan
merupakan seluruh cairan yang masuk ke dalam tubuh, baik yang berasal dari
minuman maupun dari makanan.
Pada dasarnya, jumlah cairan yang dibutuhkan oleh tubuh berbeda-beda
antar individu. Kebutuhan cairan ini tergantung pada umur, jenis kelamin,
aktivitas, suhu lingkungan, ukuran tubuh, serta kondisi kesehatan. Kebutuhan
cairan juga dipengaruhi intake energi. Berdasarkan intake dan kebutuhan cairan
dapat diketahui persentase tingkat konsumsi cairan. Apabila kebutuhan cairan
tidak terpenuhi, akan menimbulkan dehidrasi. Kecenderungan dehidrasi dilihat
berdasarkan tanda-tanda dehidrasi antara lain haus, lelah, kulit kering, bibir
kering, mulut dan tenggorokan kering. Berikut merupakan gambar kerangka
pemikiran hubungan intake dan kebutuhan cairan serta kecenderungan dehidrasi
pada siswi sekolah dasar.
�
�
Gambar 1 Kerangka pemikiran kebiasaan minum, kebutuhan cairan dan kecenderungan dehidrasi siswi sekola dasar
Keterangan gambar :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang diteliti
�
�
Intake energi Intake cairan Kebutuhan cairan�
Kecenderungan dehidrasi
Karakteristik contoh
�
�
Karakteristik sosial ekonomi keluarga �
Persentase tingkat konsumsi cairan
Konsumsi Pangan (makanan dan minuman)
Kebiasaan makan Kebiasaan minum
�
�
METODE PENELITIAN
Desain Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional study.
Penelitian dilakukan dengan wawancara mengenai kebiasaan minum, recall serta
FFQ (Food Frequency Questionaire). Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Polisi 4
Bogor. Penentuan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive dengan pertimbangan : sekolah memiliki jumlah siswi yang banyak,
lokasi sekolah yang strategis, berada di tengah kota serta mudah dijangkau oleh
peneliti. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2009.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh�
Contoh penelitian ini adalah siswi kelas 4 dan 5 SD Polisi 4 Bogor
dengan kriteria sehat (tidak sedang menderita penyakit diare, ginjal, demam
berdarah, serta radang tenggorokan). Jumlah populasi yaitu sejumlah 193 siswi
Jumlah minimal contoh penelitian dihitung menggunakan formula estimasi of
mean (Lemeshow et al. 1997) sebagai berikut :
n � (1.96)2 x s2 d2
� (1.96) 2 x (0.9)2 (0.2)2
� 77,8 (78 siswi)
Keterangan :
n = contoh penelitian
s = standar deviasi konsumsi air pada remaja yaitu 900 ml (diperoleh dari
Hardinsyah et al. 2009).
d = jarak dari rata-rata konsumsi cairan populasi yang sesungguhnya
yaitu 200 ml.
Pengambilan contoh sebanyak 86 siswi dari keseluruhan populasi
dilakukan secara acak dan bertanya kepada contoh apakah contoh sedang
menderita penyakit diare, ginjal, demam berdarah serta radang tenggorokan
pada saat wawancara. Apabila contoh sedang menderita salah satu dari penyakit
tersebut, maka contoh langsung di drop out.
Contoh yang diwawancarai pada penelitian ini berjumlah 90 contoh,
namun terdapat empat contoh yang di drop out karena datanya tidak lengkap.
Total contoh dalam penelitian ini berjumlah 86 contoh.
�
�
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada contoh yang
dilaksanakan sebelum jam masuk sekolah, pada saat istirahat, atau pada saat
pulang sekolah.
Data primer meliputi data karakteristik contoh seperti umur, jenis kelamin,
tempat tinggal, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan) serta uang saku
untuk pengeluaran pangan. Berat badan contoh diperoleh dengan penimbangan
menggunakan timbangan injak. Contoh diminta untuk berdiri di atas timbangan
injak tanpa menggunakan sepatu atau tas. Pada saat penimbangan, badan
contoh harus tegak, pandangan harus lurus ke depan, serta tidak boleh
bersandar ke dinding. Nilai berat badan contoh dilihat dan dicatat oleh
enumerator. Tinggi badan contoh diukur dengan microtoise yang ditempelkan
pada dinding. Pada saat pengukuran tinggi badan, contoh diminta untuk berdiri
tanpa menggunakan sepatu, badan contoh harus tegak, serta pandangan harus
lurus ke depan.
Data berat badan dan tinggi badan selanjutnya digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan dengan menggunakan rumus Grant & DeHoog
(1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004). Data jumlah uang
saku akan diperoleh dengan menanyakan kepada contoh jumlah uang saku yang
diberikan oleh orangtua contoh dalam satu hari untuk pengeluaran pangan.
Data yang selanjutnya dikumpulkan adalah data karakteristik sosial
ekonomi keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, pekerjaan ayah, serta
pendidikan ayah. Data besar keluarga ditanyakan secara langsung kepada
contoh, sedangkan data pendidikan dan pekerjaan orangtua diperoleh dari data
sekunder yang terdapat di sekolah.
Data kebiasaan minum contoh sehari-hari (selama seminggu terakhir)
diperoleh dari FFQ (Food Frequency Questionaire) yang dilakukan pada hari
sekolah (hari aktif). Saat pengisian FFQ ditanyakan jenis minuman yang
dikonsumsi, merk minuman (khusus untuk minuman kemasan) serta banyaknya
minum. Untuk mempermudah ketika menanyakan jumlah minuman yang
diminum contoh digunakan alat bantu berupa gelas minuman dalam kemasan
ukuran 240 ml sebagai standar.
Data kebiasaan minum saat di sekolah diperoleh melalui wawancara
secara langsung kepada contoh. Contoh diberikan pertanyaan mengenai
�
�
minuman kesukaan, minuman larangan, frekuensi minum, waktu minum, asal
minum dan sebagainya. Masing-masing pertanyaan terdiri atas beberapa pilihan
jawaban, contoh diminta untuk memilih satu jawaban untuk pertanyaan yang
tertutup dan mengisi jawaban untuk pertanyaan yang terbuka.
Data intake cairan baik yang berasal dari minuman maupun dari makanan
diperoleh dengan metode recall selama 1x24 jam yang dilaksanakan pada hari
sekolah. Recall 1x24 jam dilakukan dengan menanyakan jenis serta jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh contoh selama 24 jam terakhir.
Kecenderungan dehidrasi dilihat dari tanda-tanda dehidrasi. Tanda-tanda
dehidrasi tersebut antara lain haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan
kering (AFIC 2000). Pengumpulan data mengenai kecenderungan dehidrasi
dilakukan dengan menanyakan secara langsung apakah dalam seminggu
terakhir contoh pernah mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti seperti haus,
lelah, kulit kering, serta mulut dan tenggorokan kering. Bentuk pertanyaan
mengenai tanda-tanda dehidrasi berupa pertanyaan dengan pilihan jawaban ya
dan tidak.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan
program komputer Microsoft Office Excel dan SPSS 13 for Windows. Proses
pengolahan meliputi coding, entry dan analisis.
Data primer mengenai karakteristik contoh dianalisis secara statistik
deskriptif. Jumlah uang saku contoh dalam satu bulan dikategorikan berdasarkan
data jumlah uang saku yang terkecil, rata-rata serta uang saku yang terbesar
yang diperoleh dari hasil wawancara. Data berat badan dan tinggi badan contoh
digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan masing-masing contoh dengan
rumus Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. dan Escott-Stump
(2004). sebagai berikut :
• 100 ml/kg untuk 10 kg BB pertama
• 50 ml/kg untuk 10 kg BB selanjutnya
• 20 ml/kg untuk BB selanjutnya (untuk usia < 50 tahun) atau 15 ml/kg
untuk BB selanjutnya (untuk usia > 50 tahun).
Selain itu, kebutuhan air juga dihitung dengan rekomendasi dari dari The
National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005) yaitu 1 ml/
kkal untuk anak-anak dan dewasa.
�
�
Perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan The National Research
Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005) didasarkan pada angka
kebutuhan energi contoh. Adapun kebutuhan energi contoh dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Kebutuhan energi = AMB X Fa
Keterangan :
AMB : Angka Metabolisme Basal menurut FAO/WHO/UNU (1985) (untuk anak
perempuan umur 10-18 tahun = ((12,2 x berat badan) + 746)
Fa : Faktor aktivitas (tidak terikat di tempat tidur = 1,3)
Data berat badan, tinggi badan serta umur juga digunakan untuk
menghitung status gizi contoh. Pengukuran status gizi contoh dilakukan
menggunakan Anthro Plus (WHO 2007). Pengukuran status gizi anak umur
diatas lima tahun sampai 19 tahun diukur dengan perbandingan indeks massa
tubuh terhadap umur (IMT/U) (WHO 2007).
Status gizi contoh dibedakan menjadi 6 kategori, yaitu severe obese
(>+3SD), obese (+2<SD<+3), overweight (+1<SD<+2), normal (-2<SD<+1),
underweight (kurus) (-2<SD<-3) dan severe underweight (sangat kurus) (< -3SD)
(WHO 2007).
Data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh dikelompokkan menjadi
beberapa variabel dan dianalisis secara statistik deskriptif. Besar keluarga contoh
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota
� 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota 5-6 orang, serta keluarga
besar dengan jumlah anggota � 7 orang (Hurlock 1980). Pendidikan orangtua
contoh dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan hasil wawancara.
Data kebiasaan minum contoh sehari-hari yang diperoleh dari FFQ
dikategorikan menjadi empat yaitu tidak pernah (0 kali per minggu), jarang (1-3
kali per minggu), kadang-kadang (4-6 kali per minggu) dan sering (>6 kali per
minggu). Data kebiasaan minum contoh saat di sekolah dianalisis secara statistik
deskriptif.
Data intake cairan meliputi intake cairan yang berasal dari minuman dan
makanan. Intake cairan yang berasal dari makanan dikonversikan kedalam
kandungan air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
2009. Konversi ini dihitung dengan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994)
sebagai berikut :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
�
�
Keterangan :
KGij : kandungan air dalam bahan makanan j
Bj : berat makanan j yang dikonsumsi (gram)
Gij : kandungan air dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj : bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Intake cairan yang berasal dari minuman pada hasil recall disesuaikan
dengan jenis dan jumlah minuman yang diperoleh dari hasil FFQ. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya perbedaan data antara recall dengan
FFQ. Total intake cairan merupakan jumlah cairan dari minuman dan cairan yang
berasal dari makanan. Adapun rumus untuk menghitung total intake cairan
adalah sebagai berikut.
Total intake cairan = cairan dari minuman + cairan dari makanan
Persentase tingkat konsumsi cairan diperoleh dengan membandingkan
intake cairan dari minuman dan makanan dengan kebutuhan cairan pada
masing-masing contoh. Tanda-tanda yang umum terjadi pada dehidrasi adalah
haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan kering (AFIC 2000). Pada proses
entry data masing-masing jawaban pada pertanyaan mengenai status hidrasi
akan diberikan nilai 1 untuk jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak. Apabila
contoh mengalami minimal tiga diantara tanda tersebut, maka contoh
dikategorikan mengalami dehidrasi ringan. Apabila contoh mengalami kurang
dari tiga tanda-tanda fisik tersebut maka dikategorikan tidak mengalami
dehidrasi.
Hubungan antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi dianalisis menggunakan Uji Chi Square, hubungan
antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan dianalisis
menggunakan Uji Korelasi Pearson.
�
�
Definisi Operasional
Uang saku adalah jumlah uang yang diterima contoh per hari yang digunakan
untuk pengeluaran pangan.
Pendidikan orangtua merupakan jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh
ayah dan ibu contoh yang dikategorikan menjadi tidak tamat SD, SD,
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Pekerjaan orangtua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua
contoh untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang meliputi petani, buruh,
wiraswasta, PNS dan lain-lain.
Konsumsi pangan adalah keseluruhan makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh seseorang.
Kebiasaan minum adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan minum
dan minuman seperti frekuensi minum, jenis minuman yang diminum,
minuman kesukaan, minuman larangan, waktu minum, asal minuman,
dan sebagainya.
Minuman adalah cairan yang ditelan atau diminum, biasanya dengan
menggunakan gelas, kecuali yang ada isinya seperti es campur, es buah,
es kacang hijau, dan sebagainya.
Minuman larangan dalah minuman yang dilarang diminum oleh orangtua, dokter
atau guru contoh.
Minuman kemasan adalah minuman yang dikemas, dapat diminum secara
langsung tanpa melalui proses pembuatan terlebih dahulu.
Minuman non kemasan adalah minuman yang dibuat secara sederhana, dalam
skala rumah tangga.
Es blender adalah minuman yang pembuatannya dengan diblender terlebih
dahulu dan ditambah meses atau keju dalam penyajiannya (Pop ice).
Jus buah adalah minuman yang berasal dari buah, baik yang pembuatannya
menggunakan blender ataupun alat peras misalnya pada pembuatan es
jeruk.
Sirup adalah minuman berwarna, tanpa mengandung soda seperti Marjan, ABC,
Ale-ale, Frutang, dan sebagainya.
Soft drink adalah minuman yang mengandung soda seperti Coca Cola, Fanta,
Sprite, Pepsi, dan sebagainya.
�
�
Dehidrasi adalah suatu kondisi dimana jumlah cairan yang keluar melalui urin,
keringat, feses, dan sebagainya lebih banyak dibandingkan jumlah air
yang masuk tubuh.
Haus adalah suatu kondisi dimana seseorang merasa ingin minum, mulut dan
tenggorokan terasa kering.
Intake cairan adalah seluruh cairan yang masuk ke dalam tubuh, baik yang
berasal dari minuman maupun dari makanan.
Kebutuhan cairan adalah jumlah cairan yang dibutuhkan oleh masing-masing
individu (ditentukan dengan rumus Grant and DeHoog (1999) yang diacu
dalam Mahan K. dan Escott-Stump (2004) dan rekomendasi The National
Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005).
Persentase tingkat konsumsi cairan adalah perbandingan antara intake cairan
yang berasal dari makanan dan minuman dengan kebutuhan cairan
masing-masing contoh.
Tanda-tanda dehidrasi adalah tanda-tanda yang dapat dilihat atau dirasakan
oleh contoh tanpa melalui pemeriksaan laboratoris akibat kurangnya
intake caiaran.
Kecenderungan dehidrasi adalah kondisi dimana contoh mengalami dehidrasi
ringan atau tidak dehidrasi berdasarkan tanda-tanda dehidrasi antara lain
haus, lelah, bibir kering, mulut kering dan tenggorokan kering.
�
�
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah
Sekolah Dasar Polisi 4 terletak di Jalan Polisi 1 no. 7 Kelurahan
Paledang, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor. Sekolah Dasar Polisi 4 terletak
dipusat keramaian, namun letaknya sedikit masuk ke dalam gang sehingga tidak
ada kendaraan umum yang melaluinya. Sekolah ini didirikan pada tahun 1930
dengan nama awal Sekolah Rakyat VIII. Pada tahun 1970 berubah namanya
menjadi SDN Polisi 4 setelah dibangunnya Kantor Polwil Bogor di wilayah
Kelurahan Paledang. Oleh karena itu sekolah ini dinamai SD Polisi 4.
Sekolah Dasar Polisi 4 memiliki tanah seluas 1508 m2 dengan luas
bangunan 1145 m2 yang terdiri dari satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru,
25 ruang kelas, satu ruang komite, satu mushola, satu ruang tata usaha,
Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister. Kegiatan
ekstrakurikulernya adalah karate, sepak bola, paduan suara, drama, band cilik,
sekolah seni tari, drum band, pramuka, seni lukis dan jurnalis.
Sekolah Dasar Polisi 4 merupakan salah satu sekolah yang favorit di
Kota Bogor. Mayoritas murid yang bersekolah di SD Polisi 4 berasal dari
keluarga dengan kondisi ekonomi menengah keatas.
Sebagian besar murid SD Polisi 4 memperoleh makanan atau minuman
dari beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman di
depan gerbang sekolah. Tidak jauh dari lokasi sekolah juga terdapat warung
makan yang menyediakan nasi, lauk pauk, sayur, serta berbagai makanan dan
minuman. Selain itu, di dalam sekolah juga terdapat kantin yang menyediakan
berbagai jenis makanan dan minuman.
Karakteristik Contoh
Umur
Anak Sekolah Dasar (SD) disebut juga usia pertengahan anak-anak
(middle childhood). Lee (1993) menyatakan bahwa perkembangan dan
pertumbuhan pada Anak Usia Sekolah (AUS) relatif stabil jika dibandingkan
dengan periode pra sekolah dan remaja. Semua contoh dalam penelitian ini
adalah siswi kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar Polisi 4 Bogor. Tabel 1 menunjukkan
sebaran contoh berdasarkan umur.
�
�
Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan umur
Umur (tahun) Jumlah
n %
10 23 26,7
11 46 53,5
12 17 19,8
Total 86 100,0
Berdasarkan Tabel 1, umur contoh berkisar antara 10-12 tahun dengan
persentase terbesar pada umur 11 tahun yaitu sebesar 53,5%. Contoh yang
berusia 10 tahun sebesar 26,7% dan yang berusia 12 tahun sebesar 19,8%.
Riyadi (2001) menyatakan bahwa umur 6-9 tahun masuk dalam kategori anak-
anak dan umur 10-19 tahun masuk ke dalam kategori remaja. Oleh karena itu,
semua contoh pada penelitian ini termasuk dalam kategori remaja awal.
Status Gizi
Almatsier (2003) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Ada
beberapa indikator antropometri yang dapat digunakan untuk mengukur status
gizi, diantaranya umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas
(LLA), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit
(Supariasa et al 2001). Pada penelitian ini indikator yang digunakan untuk
mengukur status gizi contoh adalah berat badan dan umur. Rata-rata berat
badan dan tinggi badan contoh ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata berat badan dan tinggi badan Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)
10 31,8 ± 6,5 134,7 ± 6,3
11 35,0 ± 8,7 142,0 ±7 ,9
12 36,7 ± 6,7 142,3 ± 9,0
Rata-rata 34,4 ± 7,9 140,1 ± 8,3
Berat badan dan tinggi badan contoh bervariasi pada masing-masing
kelompok umur (Tabel 2). Contoh yang berumur 10 tahun mempunyai berat
badan antara 20,5-44,0 kg dan tinggi badan antara 121,4-146,5 cm. Contoh yang
berumur 11 tahun mempunyai berat badan antara 20,0-60,0 kg dan tinggi badan
antara 119,8-158,0 cm. Contoh yang berusia 12 tahun mempunyai berat badan
antara 27,0-49,5 kg dan tinggi badan antara 128,9-159,0 cm. Rata-rata berat
badan dan tinggi badan contoh pada umur 10-12 tahun adalah 34,4 ± 7,9 kg dan
140,1 ± 8,3 cm.
Pengukuran status gizi anak umur diatas lima tahun sampai 19 tahun
diukur berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh terhadap
�
�
umur (IMT/U) (WHO 2007). Status gizi contoh dikategorikan menjadi enam yaitu
severe obese, obese, overweight, normal, underweight dan severe underweight
(WHO 2007). Tabel 3 memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan status gizi.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status gizi Jumlah
n %
Obese 7 8,1
Overweight 11 12,8
Normal 59 68,8
Underweight 6 7,0
Severe Underweight 3 3,5
Total 86 100,0
Sebagian besar contoh yaitu 68,8% memiliki status gizi normal, 12,8%
contoh overweight, 8,1% contoh obese, 7,0% contoh underweight dan 3,4%
contoh sisanya memiliki status gizi severe underweight (Tabel 3). Tidak terdapat
contoh yang memiliki status gizi severe obese. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar contoh dalam penelitian ini telah memiliki status gizi baik
berdasarkan indeks IMT/U.
Contoh yang memiliki status gizi kurus lebih sedikit dibanding contoh
yang memiliki status gizi overweight. Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan
status gizi anak usia sekolah berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas
2007) di Provinsi Jawa Barat. Riskesdas (2007) memperlihatkan bahwa
prevalensi anak perempuan usia sekolah di Propinsi Jawa Barat (umur 6-14
tahun) yang mempunyai status gizi kurus lebih banyak dibanding yang memiliki
status gizi lebih. Prevalensi anak perempuan usia sekolah di Propinsi Jawa Barat
(umur 6-14 tahun) yang mempunyai status gizi kurus sebesar 8,3% dan status
gizi lebih 4,6% (Riskesdas 2007). Perbedaan hasil status gizi ini dikarenakan
adanya perbedaan karakteristik contoh dalam penelitian dengan Riskesdas 2007.
Uang Saku
Uang saku merupakan jumlah uang yang diterima contoh per hari yang
digunakan untuk pengeluaran makanan dan minuman. Pada penelitian ini,
jumlah uang saku selanjutnya diakumulasikan dalam jumlah uang saku per
bulan. Nilai uang saku contoh berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 330.000 per
bulan.
Sebagian besar contoh (51%) memiliki uang saku Rp.100.000-
Rp.200.000 (Tabel 4). Rata-rata uang saku contoh adalah Rp. 150.000 ± 60.000
per bulan. Uang saku mempengaruhi daya beli terhadap makanan maupun
�
�
minuman. Uang saku yang semakin besar akan meningkatkan kuantitas pangan
yang dibeli.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku
Jumlah uang saku (Rp/bulan) Jumlah
n %
<100.000 17 19,8
100.000-200.000 51 59,3
>200.000 18 20,9
Total 86 100,0
Pada penelitian ini, jenis makanan yang dapat dibeli oleh contoh
dibedakan menjadi makanan lengkap, snack serta minuman. Data harga
makanan diperoleh dengan simulasi secara langsung di kantin dan pedagang
kaki lima yang terdapat di sekitar lokasi sekolah.
Makanan lengkap terdiri atas nasi atau bubur ayam atau mie goreng, lauk
seperti telur dadar atau cumi-cumi atau ikan teri atau ikan tongkol atau hati dan
ampela, sayur seperti sayur sop atau sayur singkong serta bakwan atau tahu
goreng atau tempe goreng. Snack merupakan makanan selingan yang dimakan
diluar makanan lengkap. Snack terdiri dari cireng, martabak mini, produk
ekstrusi, dan sebagainya.
Jenis minuman yang dapat dibeli contoh dibedakan menjadi minuman
yang murah dan minuman yang mahal. Minuman yang murah harganya berkisar
antara Rp.1.000-Rp.1.500 sedangkan minuman yang mahal harganya lebih dari
Rp.2.000. Minuman yang termasuk minuman murah antara lain air minum dalam
kemasan (ukuran 240 ml), Teh Gelas, Ale-ale, Mountea, es Milo, Nutrisari, Teh
Sisri, soft drink, es blender (Pop ice), Good day yang dikemas dalam plastik.
serta Ale-ale. Minuman mahal yang sering dibeli contoh terdiri dari Teh Kotak,
Fresh tea serta Fruit tea.
Contoh yang memiliki uang saku <Rp.100.000 (Rp.3.000 per hari) dapat
membeli makanan dengan tiga kombinasi yaitu makanan lengkap dan minuman
murah atau snack dan minuman murah atau minuman mahal. Contoh yang
memiliki uang saku Rp.100.000-Rp.200.000 per bulan (Rp.3.000-Rp.6.000 per
hari) dapat membeli makanan dengan kombinasi makanan lengkap dan
minuman murah atau makanan lengkap dan minuman mahal atau snack dan
minuman murah, snack dan minuman mahal atau minuman mahal. Contoh yang
memiliki uang saku >Rp.200.000 per bulan (>Rp.6.000 per hari) dapat membeli
makanan dengan kombinasi makanan lengkap dan minuman murah atau
makanan lengkap dan minuman mahal atau snack dan minuman murah atau
�
�
snack dan minuman mahal atau makanan lengkap dan snack dan minuman
murah atau makanan lengkap dan snack dan minuman mahal.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh
Besar Keluarga
Menurut Suhardjo (1986) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga pada
penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah angggota keluarga yang tinggal di
dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah
dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Menurut Sediaoetama (1989)
diacu dalam Hasanah (2005) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari
akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan
kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak
mencukupi kebutuhan.
Hurlock (1980) membagi besar keluarga menjadi tiga kategori yaitu
keluarga kecil (�4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (�7
orang). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga Jumlah
n %
Kecil (� 4 orang) 43 50,0
Sedang (5-6 orang) 32 37,2
Besar (� 7 orang) 11 12,8
Total 86 100,0
Tabel 5 memperlihatkan sebesar 50,0% contoh termasuk dalam kategori
keluarga kecil, 37,2% contoh keluarga sedang dan 12,8% contoh keluarga besar.
Semakin kecil jumlah anggota keluarga maka akses pangan untuk setiap anak
akan meningkat.
Pendidikan Ayah
Tabel 6 menunjukkan tingkat pendidikan ayah contoh. Pada penelitian ini,
tingkat pendidikan ayah contoh dibagi menjadi lima yaitu : SLTA/SMK, D3, S1,
S2 dan S3. Suhardjo (1996) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak
termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Orang yang
berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan
gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan
sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah
�
�
Tingkat pendidikan ayah contoh yang paling banyak adalah S1 yaitu
sebesar 52,3%, sedangkan yang paling sedikit adalah S3 yaitu sebesar 3,5%
(Tabel 6). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka kesempatan
untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik juga semakin besar. Menurut
Suhardjo (1996) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi
tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang.
Pekerjaan Ayah
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling
menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki
hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1986). Tabel 7
memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ayah
Jenis pekerjaan Jumlah
n %
PNS 25 29,1
Pegawai Swasta 36 41,9
Wiraswasta 15 17,4
Polri 5 5,8
Lainnya 5 5,8
Total 86 100,0
Berdasarkan Tabel 7, sebesar 41,9% ayah contoh bekerja sebagai
pegawai swasta, 29,1% bekerja sebagai PNS, 17,4% sebagai wiraswasta, 5,8%
bekerja sebagai Polri dan 5,8% lainnya bekerja sebagai pengacara, dokter dan
nahkoda.
Kebiasaan Minum Sehari-hari
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat
hidup sehat. Pangan yang dikonsumsi seseorang terdiri atas makanan dan
minuman. Riyadi (1996) menyatakan bahwa pangan dikonsumsi oleh seseorang
atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau serta alasan
kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi antara lain : rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita
Tingkat pendidikan Jumlah
n %
SLTA/SMK 11 12,8
D3 13 15,1
S1 45 52,3
S2 14 16,3
S3 3 3,5
Total 86 100,0
�
�
rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi
dan pendidikan.
Tubuh manusia dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu tanpa
makanan, tetapi hanya dapat bertahan beberapa hari tanpa air (minuman). Air
merupakan komponen penyusun tubuh yang terbesar. Pada anak-anak, 65% dari
berat badannya tersusun atas air (Yuniastuti 2008).
Kebiasaan makan pada seseorang tidak dapat dilepaskan dengan
kebiasaan minum. Setiap hari dan setiap waktu makan seseorang pasti disertai
dengan minum. Sampai saat ini referensi mengenai kebiasaan makan sudah
cukup banyak, namun referensi mengenai kebiasaan minum masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, pembahasan tentang kebiasaan minum pada penelitian
ini dianalogikan sama dengan kebiasaan makan. Kebiasaan minum pada
penelitian ini meliputi kebiasaan minum contoh sehari-hari serta kebiasaan
minum contoh saat berada di sekolah.
Penggunaan metode frekuensi makanan bertujuan untuk memperoleh
data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, tahun, dan sebagainya..
(Supariasa et al. 2001). Penentuan kebiasaan minum pada penelitian ini
dilakukan menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaire). FFQ mempunyai
dua komponen utama yaitu daftar minuman dan frekuensi minum. Frekuensi
minum termasuk salah satu bentuk kebiasaan minum. Frekuensi minum dapat
diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Data
frekuensi minuman yang digunakan pada penelitian ini adalah FFQ dalam bentuk
per minggu. FFQ dikategorikan menjadi empat yaitu tidak pernah (0 kali per
minggu), jarang (1-3 kali per minggu), kadang-kadang (4-6 kali per minggu) dan
sering (>6 kali per minggu).
Secara keseluruhan, jenis minuman yang dikonsumsi oleh contoh
bervariasi. Air putih merupakan jenis minuman utama yang setiap hari selalu
diminum oleh contoh. Sebagian besar (52,3% contoh) minum air putih 5-6 kali
per hari. Sebesar 64,0% contoh minum susu non kemasan >6 kali per minggu.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan orangtua akan pentingnya
konsumsi susu untuk anak-anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan
sudah baik.
Teh kemasan termasuk salah satu jenis minuman yang saat ini cukup
digemari oleh anak-anak. Semakin banyaknya variasi merk dan rasa teh
�
�
kemasan membuat anak-anak tertarik untuk mencobanya. Hal ini terlihat dari
adanya 55,8 % contoh yang minum teh kemasan 1-3 kali per minggu.
Sirup, jus buah dan soft drink termasuk jenis minuman yang jarang
dikonsumsi oleh contoh. Sebanyak 62,8% contoh minum sirup non kemasan 1-3
kali per minggu. Jus buah merupakan salah satu jenis minuman yang
menyehatkan karena mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil FFQ, sebesar 62,8% contoh mengonsumsi jus buah non
kemasan 1-3 kali per minggu. Contoh yang minum soft drink 1-3 kali per minggu
sebesar 60,5%.
Bagi orang dewasa, kopi termasuk jenis minuman yang digemari, namun
tidak demikian pada anak-anak. Hal ini terlihat dengan adanya 86,0% contoh
tidak pernah minum kopi per minggu. Minuman isotonik juga termasuk jenis
minuman yang jarang diminum oleh contoh. Berdasarkan hasil penelitian ini,
sebesar 70,9% contoh tidak pernah minum minuman isotonik dalam satu minggu.
Konsumsi Air Putih
Air putih (plain water) merupakan jenis minuman utama yang selalu
dikonsumsi contoh setiap hari. Batmanghelidj (2007) menjelaskan bahwa anak-
anak dan orang dewasa muda harus belajar minum air murni (air putih) dan tidak
menggantinya dengan minuman lain. Pada penelitian ini, frekuensi minum air
putih dibagi menjadi tiga yaitu frekuensi minum 3-4 kali per hari, 5-6 kali per hari
serta >6 kali per hari. Berikut merupakan sebaran contoh berdasarkan frekuensi
minum air putih.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum air putih
Sebesar 52,3% contoh minum air putih 5-6 kali per hari, sebesar 46,5%
contoh minum air putih 3-4 kali per hari. Terdapat 1,2% contoh yang minum air 7
kali per hari (Tabel 8). Rekomendasi harian Institute of Medicine menyarankan
pria untuk mengonsumsi 3 liter dan perempuan mengonsumsi 2,2 liter dari total
minuman dalam sehari (Anonim 2008).
Berdasarkan Food Frequency Questionaire (FFQ), konsumsi air putih
pada contoh berkisar antara 720,0-1800,0 ml per hari dengan rata-rata 1114,9 ±
233,5 ml per hari. Sebagian besar contoh minum air putih 4-5 gelas dalam satu
Frekuensi Jumlah
n %
3-4 kali per hari 40 46,5
5-6 kali per hari 45 52,3
>6 kali per hari 1 1,2
Total 86 100,0
�
�
hari. Sebanyak 36,0% contoh minum air putih 4 gelas (960,0 ml) serta 34,0%
contoh yang minum air putih 5 gelas (1200,0 ml per hari). Sebesar 1,2% contoh
minum air putih 7 gelas per hari.
Konsumsi Susu
Susu merupakan bahan makanan sumber protein berkualitas tinggi dan
mengandung semua asam amino esensial yang sulit diperoleh dari bahan
makanan lain. Selain itu, susu juga mengandung asam lemak esensial, vitamin
dan mineral (Buckle, Edward, Fleet, & Woosen 1985 dalam Andri 2007). Tabel 9
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu
Frekuensi Susu non kemasan Susu kemasan
n % n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 13 15,1 18 20,9
Jarang (1-3 kali per minggu) 16 18,6 54 62,8
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 2 2,3 6 7,0
Sering (>6 kali per minggu) 55 64,0 8 9,3
Total 86 100,0 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum susu
contoh, diketahui sebesar 64,0% contoh memiliki kebiasaan minum susu non
kemasan (seperti Susu Dancow, Indomilk atau Bendera) dengan frekuensi sering
(>6 kali per minggu). Sebanyak 2,3% contoh yang minum susu non kemasan
sebanyak 4-6 kali per minggu. Sebesar 62,8% contoh minum susu kemasan
(seperti Susu Ultra) 1-3 kali per minggu, sedangkan 7,0% contoh minum susu
kemasan 4-6 kali per minggu. Khomsan (2003) menyatakan bahwa susu
merupakan sumber kalsium, riboflavin dan vitamin A, sementara susu yang
sudah banyak difortifikasi juga mengandung vitamin D.
Jenis susu yang dikonsumsi oleh contoh bervariasi baik untuk susu
kemasan maupun susu non kemasan. Berdasarkan hasil FFQ, terdapat 15,1%
contoh yang tidak pernah minum susu non kemasan dan 20,9% contoh yang
tidak pernah minum susu kemasan per minggu. Konsumsi susu non kemasan
contoh berkisar antara 240,0-5040,0 ml per minggu dengan rata-rata 1717,9 ±
402,7 ml per minggu. Konsumsi susu kemasan contoh berkisar antara 140,0-
3500,0 ml per minggu dengan rata-rata 590,2 ± 764,9 ml per minggu.
Umumnya contoh mengatakan minum susu dipagi hari sebelum
beraktivitas dan malam hari sebelum tidur. Khomsan (2003) menyatakan bahwa
minum susu dipagi hari sangat baik karena susu selain sebagai sumber vitamin
dan mineral juga kaya akan lemak sehingga akan relatif lebih tahan lapar.
�
�
Tingginya frekuensi konsumsi susu non kemasan (64,0% per hari) menunjukkan
bahwa saat ini kebiasaan minum susu pada contoh masih tergolong bagus.
Selain itu, tingginya frekuensi konsumsi susu pada contoh juga menunjukkan
bahwa orangtua contoh sudah mengetahui pentingnya minum susu untuk
pertumbuhan anak-anak.
Konsumsi Teh
Teh merupakan minuman yang dikenal luas baik di Indonesia maupun di
dunia. Aroma teh yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini
banyak dikonsumsi. Besraliet et al, (2007) menyatakan bahwa selain air putih,
teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Rata-
rata konsumsi teh penduduk dunia adalah 120 ml per hari per kapita. Sebaran
contoh berdasarkan konsumsi minum teh ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum teh
Frekuensi Teh non kemasan Teh kemasan
n % n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 12 14,0 21 24,4
Jarang (1-3 kali per minggu) 46 53,5 48 55,8
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 10 11,6 13 15,1
Sering (>6 kali per minggu) 18 20,9 4 4,7
Total 86 100,0 86 100,0
Minum teh tidak hanya menyegarkan, tetapi juga menyehatkan. Teh
mengandung antioksidan alami (polifenol) yang dapat menjadi penghalang
timbulnya kanker (Anonim 2008).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap kebiasaan minum teh
contoh, diketahui sebesar 53,5% contoh minum teh non kemasan (seperti Teh
Sariwangi dan Teh Sosro) dengan frekuensi jarang (1-3 kali per minggu) dan
11,6% contoh minum teh non kemasan dengan frekuensi sering (4-6 kali per
minggu). Sebesar 55,8% contoh jarang minum teh kemasan (seperti Teh Kotak,
Fruit tea dan Fresh Tea) dan 4,7% contoh minum teh kemasan >6 kali per
minggu.
Pada frekuensi yang sama (1-3 kali per minggu), lebih banyak contoh
yang minumi teh kemasan (sebesar 55,8%) dibanding teh non kemasan (sebesar
53,5%). Hal ini terjadi karena pada umumnya teh kemasan memiliki rasa yang
lebih enak dan lebih bervariasi dibanding teh non kemasan. Teh kemasan juga
lebih praktis dan mudah diperoleh. Selain itu, teh kemasan biasanya dijual dalam
bentuk dingin (disimpan dalam lemari pendingin) sehingga rasanya menjadi lebih
segar.
�
�
Berdasarkan hasil FFQ, konsumsi teh non kemasan contoh berkisar
antara 120,0-2520,0 ml per minggu dengan rata-rata 795,4 ± 654,6 ml per
minggu. Konsumsi teh kemasan pada contoh berdasarkan hasil FFQ berkisar
antara 190,0-2100,0 ml per minggu dengan rata-rata 504,2 ± 469,9 ml per
minggu.
Konsumsi Kopi
Tabel 11 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum
kopi. Berdasarkan hasil wawancara, hanya terdapat dua frekuensi minum kopi
dalam satu minggu, yaitu : tidak pernah dan jarang minum kopi.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum kopi
Frekuensi Jumlah
n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 74 86,0
Jarang (1-3 kali per minggu) 12 14,0
Total 86 100,0
Sebanyak 14,0% minum kopi sekitar 1-3 kali per minggu. Jenis kopi yang
diminum oleh contoh antara lain Torabika, Nescafe serta Good Day. Menurut
Sitorus (2007) umumnya kalangan pelajar dan mahasiswa hanya sedikit yang
menyukai kopi murni karena tidak tahan dengan rasa pahit kopi. Contoh yang
tidak pernah minum kopi sebesar 86,0%. Konsumsi kopi contoh berkisar antara
240,0-720,0 ml per minggu dengan rata-rata 55,8 ± 164,1 per minggu. Nilai
standar deviasi pada Tabel 11 lebih besar jika dibandingkan rata-ratanya. Hal ini
dikarenakan jumlah contoh yang mengonsumsi kopi lebih sedikit dibandingkan
contoh yang tidak mengonsumsi kopi.
Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa secangkir kopi mengandung
sekitar 80 mg kafein. Orang yang lanjut usia dan anak-anak tidak boleh minum
kafein. Kafein dapat bersifat diuretik dan beracun bagi sel-sel otak.
Konsumsi Sirup
Menurut Potter (1978) diacu dalam Ariyani (2004) sirup termasuk dalam
minuman ringan, yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol, baik yang
berkarbonat maupun yang tidak berkarbonat. Tabel 12 menunjukkan sebaran
contoh berdasarkan frekuensi minum sirup.
�
�
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum sirup
Frekuensi Sirup non kemasan Sirup kemasan
n % n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 24 27,9 61 70,9
Jarang (1-3 kali per minggu) 54 62,8 24 27,9
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 6 7,0 1 1,2
Sering (>6 kali per minggu) 2 2,3 0 0
Total 86 100,0 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum sirup
contoh diketahui sebesar 62,8% contoh memiliki kebiasaan minum sirup non
kemasan (seperti sirup ABC dan Marjan) 1-3 kali per minggu. Hanya 2,3%
contoh yang minum sirup non kemasan >6 kali per minggu. Untuk sirup
kemasan, sebesar 70,9% contoh tidak pernah minum sirup kemasan. Terdapat
1,2% contoh yang minum sirup kemasan (seperti Nutri Sari, Frutang dan Ale-ale)
4-6 kali per minggu.
Konsumsi sirup non kemasan contoh berkisar antara 120,0-3360,0 ml per
minggu dengan rata-rata 373,5 ± 507,2 ml per minggu. Konsumsi sirup kemasan
contoh berkisar antara 200,0-1000,0 ml per minggu dengan rata-rata 98,8 ±
194,2 ml per minggu. Adanya perbedaan variasi data konsumsi sirup non
kemasan dan sirup kemasan ini membuat nilai standar deviasi konsumsi sirup
kemasan dan non kemasan lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata konsumsinya
selama satu minggu.
Konsumsi Jus Buah
Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum jus
buah. Mazfiar (2009) menyatakan bahwa jus buah mengandung banyak gizi.
Namun, kandungan gizi yang terdapat dalam jus buah tidak mencukupi seluruh
kebutuhan gizi anak.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum jus buah
Frekuensi
Jus buah non
kemasan Jus buah kemasan
n % n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 22 25,6 46 53,5
Jarang (1-3 kali per minggu) 54 62,8 37 43,0
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 7 8,1 3 3,5
Sering (>6 kali per minggu) 3 3,5 0 0,0
Total 86 100,0 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum jus buah
diketahui sebesar 62,8% contoh memiliki kebiasaan minum jus buah non
kemasan (seperti jus buah apel, jeruk dan strawberry) 1-3 kali per minggu,
namun hanya 3,5% contoh yang minum jus buah non kemasan >6 kali per
�
�
minggu. Sebesar 53,5% contoh tidak pernah minum jus buah kemasan, hanya
3,5% contoh yang minum jus buah kemasan (seperti Buavita dan Love juice) 4-6
kali per minggu.
Konsumsi jus buah non kemasan contoh berkisar antara 120,0-2520,0 ml
per minggu dengan rata-rata 533,0 ± 581,7 ml per minggu, sedangkan konsumsi
jus buah kemasan contoh berkisar antara 250,0-1000,0 ml per minggu dengan
rata-rata 188,9 ± 265,5 ml per minggu. Seperti halnya pada konsumsi sirup,
Tingginya variasi konsumsi jus buah non kemasan dan jus buah kemasan ini
membuat nilai standar deviasi konsumsi jus buah kemasan dan non kemasan
lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata konsumsinya selama satu minggu.
Konsumsi Minuman Isotonik
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum minuman isotonik
ditunjukkan pada Tabel 14. Zaharia (2008) mengemukakan bahwa pada kondisi
normal, tubuh tidak memerlukan penggantian cairan tubuh dengan isotonik.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum minuman isotonik
Frekuensi Jumlah
n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 61 70,9
Jarang (1-3 kali per minggu) 24 27,9
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 1 1,2
Sering (>6 kali per minggu) 0 0,0
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum minuman
isotonik contoh, diketahui sebesar 70,9% contoh tidak pernah minum minuman
isotonik, 27,9% contoh minum minuman isotonik (seperti Pocari sweat, Mi Zone,
Vita Zone, dan sebagainya) 1-3 kali per minggu, sementara sisanya sebesar
1,2% contoh kadang-kadang minum minuman isotonik (4-6 kali per minggu).
Indriasari (2008) menyatakan bahwa minuman isotonik lebih cocok dikonsumsi
oleh atlet olah raga berat, karena kebutuhan akan natrium untuk atlet olah raga
berat lebih tinggi dari pada orang biasa, yaitu 5 -7 gram per hari, sementara
dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya memerlukan 2,3 gram natrium
per hari, sedangkan klorida hanya 50,0-100,0 mg. Pada anak-anak, kebutuhan
dua zat itu lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa. Umumnya makanan
yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup untuk menggantikan natrium dan
klorida yang keluar bersama keringat.
Konsumsi minuman isotonik contoh selama satu minggu berkisar antara
165,0-1500,0 ml dengan rata-rata 186,0 ± 344,5 ml per minggu . Nilai standar
�
�
deviasi konsumsi minuman isotonik lebih tinggi dibanding nilai rata-ratanya. Hal
ini dikarenakan contoh yang minum minuman isotonik lebih sedikit dibandingkan
contoh yang tidak minum minuman isotonik.
Konsumsi Soft Drink
Tabel 15 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum
soft drink. Frekuensi minum soft drink per minggu dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu tidak pernah dan jarang minum soft drink.
Widodo (2008) menyatakan bahwa minuman ringan (soft drink) adalah
minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam
bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan
tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap
untuk dikonsumsi. Soft drink merupakan salah satu penyebab obesitas,
penyebab kerusakan gigi bahkan diabetes. Jumlah kalori gula pada soft drink
dengan volum 300 ml setara dengan 7 sendok makan.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum soft drink
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap kebiasaan minum soft drink
contoh, diketahui sebesar 60,5% contoh minum soft drink 1-3 kali per minggu,
sedangkan 39,5% contoh tidak pernah minum soft drink. Konsumsi soft drink
contoh selama satu minggu berkisar antara 110,0-1440,0 ml dengan rata-rata
312,6 ± 360,0 ml per minggu. Adanya variasi data konsumsi soft drink pada
contoh membuat nilai standar deviasi konsumsi soft drink lebih tinggi dibanding
nilai rata-rata konsumsinya.
Konsumsi Es Blender
Es blender merupakan jenis minuman yang dalam penyajiannya bisa
dimodifikasi sesuai selera. Berdasarkan keterangan contoh es blender yang
biasa dikonsumsi contoh berasal dari membeli (bukan membuat sendiri di
rumah). Es blender yang dimaksud pada penelitian ini adalah Pop ice yang
biasanya disajikan dengan tambahan meses, keju, agar-agar ataupun choco
chips. Rasa es blender yang bervariasi membuat minuman ini cukup digemari
oleh anak-anak.
Tabel 16 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum es
blender. Berdasarkan hasil wawancara, frekuensi minum es blender�per minggu
Frekuensi Jumlah
n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 24 39,5
Jarang (1-3 kali per minggu) 52 60,5
Total 86 100,0
�
�
pada contoh terdiri dari tiga kategori yaitu tidak pernah, jarang serta kadang-
kadang. Berikut merupakan tabel sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum
es blender.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum es blender
Frekuensi Jumlah
n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 66 76,7
Jarang (1-3 kali per minggu) 19 22,1
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 1 1,2
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum es blender�
contoh, diketahui sebesar 76,7% contoh tidak pernah minum es blender, 22,1%
contoh minum es blender� 1-3 kali per minggu. Contoh yang sering minum es
blender�(4-6 kali per minggu) sebesar 1,2%.
Konsumsi es blender� pada contoh berkisar antara 360-1800 ml per
minggu dengan rata-rata 154,8 ± 342,8 ml per minggu. Rata-rata konsumsi es
blender� lebih rendah dibanding nilai standar deviasinya. Hal ini dikarenakan
jumlah contoh yang minum es blender� lebih sedikit dibandingkan contoh yang
tidak minum es blender.
Konsumsi Minuman Lain
Tabel 17 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum
jenis minuman lain selain yang telah disebutkan di atas, yaitu : es kelapa muda,
Yakult serta Okky jelly drink. Frekuensi minum jenis minuman lain dibedakan
menjadi tiga yaitu tidak pernah, jarang dan kadang-kadang.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minuman lainnya
Frekuensi Jumlah
n %
Tidak pernah (0 kali per minggu) 67 77,9
Jarang (1-3 kali per minggu) 17 19,8
Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 2 2,3
Total 86 100,0
Berdasarkan tabel 17 dapat diketahui bahwa sebesar 19,8% contoh
minum jenis minuman lainnya 1-3 kali per minggu. Contoh yang sering minum
minuman lainnya (4-6 kali per minggu) adalah sebesar 2,3%.
Berdasarkan hasil observasi lapang, terdapat beberapa pedagang
makanan dan minuman yang diduga menggunakan pemanis buatan serta
pewarna makanan pada produk yang mereka jual, misalnya pemanis pada es
kelapa muda, serta snack yang berwarna mencolok. Judarwanto (2008)
�
�
menyatakan bahwa pengunaan bahan-bahan seperti pemanis buatan ataupun
pewarna makanan dalam jangka waktu pndek tidak akan menimbulkan masalah
yang berarti, namun bahan-bahan tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh dan
dalam jangka panjang dapat bersifat karsinogenik.
Konsumsi minuman lain pada contoh berkisar antara 60,0-1620,0 ml per
minggu dengan rata-rata 82,0 ± 255,7 per minggu. Rata-rata konsumsi minuman
lainnya (82,0 ml) lebih rendah dibadingkan standar deviasinya (255,7 ml). Hal ini
dikarenakan contoh yang tidak minum minuman lain (77,9%) lebih banyak
dibanding contoh yang minum minuman lainnya.
Kebiasaan Minum Saat di Sekolah
Kebiasaan minum saat di sekolah adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan minum dan minuman contoh. Pada peneitian ini, kebiasaan
minum saat di sekolah hanya mencakup kebiasaaan minum contoh pada saat
berada di sekolah saja. Kebiasaan minum tersebut meliputi : minuman kesukaan,
minuman larangan, frekuensi minum, asal minuman, waktu minum saat di
sekolah serta jenis aktivitas di sekolah yang mendorong contoh untuk minum.
Minuman Kesukaan
Menurut Susanto (1993) diacu dalam Andri (2007) faktor yang menjadi
landasan dalam memilih makanan yang disukai bersumber pada beberapa faktor
diantaranya adalah rasa, mengenyangkan, tidak membosankan, berharga
murah, serta mudah didapat dan diolah. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa
kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk makanan akan mempengaruhi nafsu
makan dan minum seseorang. Pemilihan makanan pada umumnnya sangat
dipengaruhi oleh karakteristik makanan yang dapat dirasakan oleh panca indra
seperti rasa, aroma, tekstur dan karakteristik visual lainnya. Masing-masing
orang mempunyai tingkat kesukaan dan penerimaan yang berbeda-beda (Galler
1984 diacu dalam Hasanah 2005).
Minuman kesukaan pada penelitian ini adalah minuman yang dinyatakan
paling disukai oleh contoh saat berada di sekolah. Pertanyaan yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka sehingga contoh dapat
menulis minuman kesukaannya beserta informasi mengenai minuman kesukaan
dan alasan contoh menyukai minuman tersebut. Berikut merupakan tabel
sebaran contoh berdasarkan minuman kesukaan :
�
�
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan minuman kesukaan
Jenis minuman kesukaan Jumlah
n %
Teh kemasan 31 36,0
Air putih 18 20,9
Es blender 7 8,1
Susu non kemasan 6 7,0
Susu kemasan 6 7,0
Soft drink 6 7,0
Lainnya 6 7,0
Minuman isotonik 4 4,7
Teh non kemasan 2 2,3
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap minuman kesukaan contoh,
diketahui sebesar 36,0% contoh menyukai teh kemasan seperti Fruit Tea, Fresh
Tea, Teh Kotak Dan Teh Botol sebagai minuman kesukaannya. Umumnya teh
memiliki aroma yang harum dan rasa yang lebih segar jika dibandingkan jenis
minuman lain. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa contoh lebih suka
minum teh kemasan yang disajikan (dijual) dalam bentuk dingin atau disimpan
dalam lemari es.
Pada penelitian ini, sebesar 36% contoh menyukai teh kemasan seperti
Teh Kotak, Fruit tea dan Fresh tea saat berada di sekolah, contoh yang
menyukai minum air putih sebesar 20,9%. Hasil ini berbeda dengan hasil
penelitian AFIC (1999) yang menyebutkan bahwa sebanyak 74,0% orang
Singapura lebih memilih air putih untuk diminum pada pilihan pertama,
sedangkan sebanyak 32,0% memilih teh dan kopi pada pilihan pertama.
Berdasarkan Tabel 18, sebanyak 7,0% contoh menyatakan es blender sebagai
minuman kesukaan, 6,0% contoh menyatakan susu non kemasan dan susu
kemasan sebagai minuman kesukaan. Susu non kemasan yang paling banyak
disukai contoh adalah Susu Milo, sedangkan susu kemasan yang paling banyak
disukai contoh adalah Susu Ultra (Ultramilk). Sebanyak 7,0% contoh menjawab
minuman lain seperti jus mangga, Buavita jambu serta sirup sebagai minuman
kesukaan.
Sebaran contoh berdasarkan informasi tentang minuman kesukaan
ditunjukkan pada Tabel 19. Informasi tentang minuman kesukaan pada
penelitian ini dikategorikan menjadi empat, yaitu informasi yang diperoleh dari
televisi, majalah, teman serta keluarga.
�
�
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan informasi tentang minuman kesukaan
Informasi tentang minuman Jumlah
n %
Televisi 45 52,3
Teman 20 23,3
Keluarga 20 23,3
Majalah 1 1,3
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap sumber informasi minuman
kesukaan contoh, diketahui sebesar 52,3% contoh memperoleh informasi
tentang minuman kesukaan dari televisi. Contoh yang memperoleh informasi
tentang minuman kesukaan dari televisi menyatakan tertarik untuk mencoba
suatu jenis minuman setelah melihat iklan di televisi. Iklan di televisi merupakan
salah satu media yang paling mudah untuk memberikan informasi mengenai
suatu produk kepada konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fill (1999)
yang diacu dalam Hasanah (2005) bahwa iklan merupakan suatu bentuk ide,
barang atau jasa dan penghargaan yang dibayarkan oleh suatu perusahaan
untuk menginformasikan, mengajak, atau mengingatkan konsumen.
Sebesar 23,3% contoh memperoleh informasi tentang minumaan
kesukaan dari teman dan keluarga (seperti ayah, ibu dan kakak). Contoh yang
memperoleh informasi tentang minuman kesukaan dari teman menyatakan
tertarik untuk membeli suatu minuman setelah mengetahui atau melihat ada
salah satu temannya yang membeli atau minum minuman tersebut.
Sebaran contoh berdasarkan alasan minum minuman kesukaan
ditunjukkan pada Tabel 20. Alasan minum minuman kesukaan pada penelitian ini
dibedakan menjadi enam, yaitu haus, ajakan teman, kemudahan untuk
mendapatkan, rasa serta alasan lainnya.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan alasan minum minuman kesukaan
Jenis minuman kesukaan Jumlah
n %
Rasanya enak 32 37,2
Haus 23 26,7
Mudah didapat 11 12,8
Harganya murah 9 10,5
Lainnya 8 9,3
Ajakan teman 3 3,5
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap alasan minum minuman
kesukaan contoh, diketahui bahwa dua alasan yang paling banyak adalah karena
rasa minuman yang enak yaitu sebesar 37,2% dan haus yaitu sebesar 26,7%,
�
�
Alasan yang paling sedikit adalah karena ajakan teman yaitu sebesar 3,5%.
Sebesar 26,7% contoh minum minuman kesukaan karena adanya rasa haus,
12,8% contoh menyukai minuman kesukaan karena kemudahan untuk
memperoleh jenis minuman tersebut pada saat di sekolah, sebesar 10,5%
contoh memilih alasan harga, 3,5% contoh minum minuman kesukaan karena
terpengaruh oleh ajakan teman-temannya, sementara 9,3% contoh memiliki
alasan lain dalam memilih minuman kesukaan.
Alasan lain yang dikemukakan oleh contoh adalah adanya anggapan
(sugesti) bahwa minum minuman tertentu bisa menimbulkan efek yang baik
terhadap kesehatan (khusunya air putih). Berdasarkan hasil wawancara,
diketahui bahwa menurut contoh minum air putih secara teratur dapat membuat
tubuh tetap sehat dan tidak sakit batuk, pilek, radang tenggorokan serta terhindar
dari penyakit seperti sakit ginjal.
Minuman Larangan
Minuman larangan adalah minuman yang dilarang diminum baik oleh
dokter, guru ataupun orangtua contoh. Suhardjo (1986) menyatakan bahwa
adanya makanan larangan atau minuman larangan ini disebabkan oleh beberapa
motif atau alasan, antara lain : adat atau budaya, sosial, dan alasan kesehatan.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan ada atau tidaknya minuman larangan
Ada atau tidak minuman
larangan
Jumlah
n %
Ya 48 55,8
Tidak 38 44,2
Total 86 100,0
Sebesar 44,2% contoh tidak memiliki minuman larangan, sementara
sisanya (55,8% contoh) memiliki minuman larangan (Tabel 21). Jenis minuman
yang dilarang untuk diminum contoh bervariasi. Sebaran contoh berdasarkan
jenis minuman larangan ditunjukkan pada Tabel 22.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap minuman larangan contoh,
diketahui sebesar 37,5% contoh memiliki minuman larangan berupa es
(minuman yang dalam penyajiannya ditambah es batu, baik es batu dalam
bentuk utuh atau es batu yang sudah dihancurkan). Contoh yang dilarang minum
soft drink sebesar 33,3%. Jenis minuman lain yang dilarang diminum contoh
antara lain minuman dingin (minuman yang disimpan dalam kulkas), minuman
yang berwarna seperti Frutamin, Ale-ale, Okky jelly drink.
�
�
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman larangan
Jenis minuman larangan Jumlah
n %
Es 17 37,5
Soft drink 16 33,3
Es blender 7 14,6
Minuman berwarna 5 10,4
Minuman berwarna 5 10,4
Minuman dingin 2 4,2
Lainnya 1 2,1
Total 48 100,0
Terdapat dua contoh yang memiliki minuman larangan es, namun
berdasarkan hasil wawancara minuman kesukaan dua contoh ini adalah es
blender serta jus buah yang dalam pembuatannya ditambah es. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak semua contoh patuh terhadap minuman larangan dari
orangtuanya.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat satu contoh yang dilarang
minum Teh Sisri oleh orangtuanya. Umumnya contoh dilarang minum minuman
larangan karena menurut contoh minuman tersebut dapat menimbulkan penyakit
seperti batuk, pilek, demam serta radang tenggorokan.
Frekuensi Minum Saat di Sekolah
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia agar dapat bertahan
hidup. Frekuensi makan dalam satu hari biasanya bervariasi tergantung aktivitas,
waktu, kesukaan, dan sebagainya.. Mayoritas orang Indonesia makan 3-4 kali
dalam satu hari. Setiap waktu makan selalu diikuti dengan minum. Seperti halnya
frekuensi makan, frekuensi minum juga berbeda antar individu. Frekuensi minum
saat di sekolah menunjukkan berapa kali contoh minum saat berada di sekolah.
Tabel 23 menunjukkan sebaran frekuensi minum contoh saat berada di sekolah.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum saat di sekolah
Frekuensi (per hari) Jumlah
n %
1-2 kali 33 38,4
3-4 kali 48 55,8
5-6 kali 5 5,8
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil analisis dekriptif terhadap frekuensi minum contoh saat
berada di sekolah, diketahui sebesar 55,8% contoh minum sebanyak 3-4 kali
saat berada di sekolah dan 38,4% contoh minum sebanyak 1-2 kali saat di
sekolah. Terdapat 5,8% contoh yang minum sebanyak 5-6 kali saat di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa semua contoh minum saat
�
�
berada di sekolah. Biasanya contoh minum sebelum masuk, atau pada saat
istirahat, atau saat pulang sekolah.
Asal Minuman
Sebaran contoh menurut asal minuman yang diminum pada saat di
sekolah ditunjukkan pada Tabel 24. Pada penelitian ini, asal minuman contoh
dibedakan menjadi dua yaitu minuman yang berasal dari rumah (bekal dari
rumah) serta minuman yang dibeli di kantin atau pedagang kaki lima yang
berjualan di sekitar sekolah.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan asal minum
Asal Minuman Jumlah
n %
Rumah 20 23,3
Kantin atau pedagang kaki lima 66 76,7
Total 86 100,0
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sebesar 76,7% contoh
memperoleh minuman dari kantin dan pedagang kaki lima yang terdapat di
sekitar lokasi sekolah sementara sisanya yaitu 23,3% contoh minumannya
berasal dari bekal minum yang dibawa dari rumah.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian AFIC (1999) yang
menyebutkan bahwa sebagian besar individu di Singapura membawa minuman
dari rumahnya, sebanyak 56% sampel mengatakan bahwa rumah adalah tempat
terbaik untuk mendapatkan minuman. Perbedaan hasil ini karena contoh pada
penelitian ini adalah anak-anak sekolah dasar yang masih mempunyai keinginan
besar untuk mencoba produk minuman baru yang dilihat melalui iklan di televisi
ataupun dijual di kantin sekolah. Selain itu, menurut contoh membeli minuman di
kantin atau pedagang kaki lima lebih praktis daripada harus membawa bekal
minuman dari rumah.
Waktu Minum Saat di Sekolah
Waktu minum contoh saat berada di sekolah bervariasi, yaitu sebelum
haus, pada saat haus, sebelum makan dan setelah makan. Waktu minum saat
haus merupakan suatu kondisi pada saat contoh merasa ingin minum, mulut dan
tenggorokan terasa kering. Tabel 25 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan
waktu minum saat di sekolah.
Sebanyak 47,7% contoh minum air pada saat haus. AFIC (1999)
menyebutkan bahwa sebagian besar individu di Singapura hanya minum ketika
merasa haus. Namun sebenarnya haus merupakan tanda bahwa tubuh sudah
mengalami dehidrasi ringan. AFIC (2000) menyebutkan bahwa pada saat kita
�
�
merasa haus, kita sedang mengalami dehidrasi. Banyak orang mengasumsikan
bahwa haus merupakan indikator yang baik dari kebutuhan cairan. Meskipun
demikian, haus sebenarnya merupakan suatu tanda bahwa tubuh baru saja
mengalami dehidrasi. Cairan harus diganti sebelum rasa haus ini timbul.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan waktu minum saat di sekolah
Waktu minum Jumlah
n %
Saat haus 41 47,7
Setelah makan 39 45,3
Sebelum haus 5 5,8
Sebelum makan 1 1,2
Total 86 100,0
Pada penelitian ini, waktu minum sebelum haus merupakan suatu kondisi
dimana contoh minum sebelum timbul perasaan ingin minum, sebelum mulut dan
tenggorokan terasa kering. Hanya 5,8% contoh yang minum sebelum haus.
Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa air harus diminum kapanpun saat
merasa haus, bahkan pada saat di tengah-tengah makan.
Waktu minum setelah makan merupakan suatu kondisi dimana contoh
minum setelah makan makanan utama (makan nasi), sedangkan waktu minum
sebelum makan adalah suatu kondisi dimana contoh minum sebelum makan
makanan utama (makan nasi). Sebesar 45,3% contoh minum setelah makan dan
1,2% contoh yang minum air sebelum makan.
Jenis Aktivitas di Sekolah yang Mendorong Contoh untuk Minum
Aktivitas yang dimaksud pada penelitian ini adalah aktivitas yang
dilakukan contoh ketika di sekolah dan mendorong contoh untuk minum
(terutama setelah melakukan aktivitas tersebut). Tabel 26 menunjukkan sebaran
contoh berdasarkan aktivitas yang mendorong contoh untuk minum.
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas sebelum minum saat di sekolah.
Aktivitas Jumlah
n %
Olahraga 61 70,9
Bermain 18 20,9
Lainnya 4 4,7
Belajar 3 3,5
Total 86 100,0
Sebanyak 70,9%. contoh paling sering minum setelah olahraga (Tabel
26). Hal ini dikarenakan pada saat olahraga tubuh cenderung beraktivitas lebih
berat dibanding pada kondisi normal sehingga cenderung lebih cepat merasa
haus. AFIC (1999) menyatakan bahwa ketika berolahraga, cairan yang
�
�
dibutuhkan meningkat, karena tubuh banyak kehilangan cairan, sehingga
diperlukan penggantian cairan secara cepat untuk mencegah dehidrasi.
Tabel 26 menunjukkan bahwa sebesar 20,9% contoh minum setelah
bermain, contoh yang minum setelah belajar sebesar 3,5%. Sebanyak 4,7%
contoh menyatakan minum setelah melakukan aktivitas selain olahraga, belajar
dan bermain. Sebanyak 4,7% contoh ini menyatakan minum pada saat santai
yakni pada waktu istirahat sekolah (pada saat itu mereka tidak melakukan
aktivitas apapun).
Intake Cairan
Manz F dan A Wentz et al. (2003) menyatakan bahwa intake cairan
merupakan total cairan dari makanan dan minuman serta air metabolik. Intake
cairan yang dimaksud pada penelitian ini adalah total intake cairan yang berasal
dari makanan serta minuman. Intake cairan yang berasal dari makanan
dikonversikan kedalam kandungan air dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM) 2009.
Pada penelitian ini hasil recall makanan dikelompokkan menjadi tujuh
kategori yaitu : makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah,
makanan sepinggan, makanan jajanan serta lain-lain. Jenis bahan makanan
yang tidak termasuk kedalam kelompok pangan yang telah disebutkan di atas
(seperti gula manis, kecap, teh serta santan) dimasukkan dalam kategori lain-
lain. Konsumsi dan intake cairan dari makanan contoh ditunjukkan pada Tabel
27.
Tabel 27 Konsumsi makanan dan intake cairan dari makanan Kelompok pangan Intake cairan (ml/hari) Konsumsi (g/hari)
Makanan pokok 218,3 ± 48,0 416,0 ± 89,3
Sayur dan buah 111,6 ± 94,0 128,3 ± 116,8
Lauk hewani 76,7 ± 42,4 126,8 ± 67,0
Lauk nabati 8,7 ± 23,3 18,9 ± 46,0
Makanan sepinggan 7,3 ± 26,1 16,0 ± 49,4
Lain-lain 5,5 ± 17,6 26,0 ± 59,9
Makanan jajanan 3,9 ± 13,1 12,2 ± 29,9
Total 426,6 ± 126,0 733,9 ± 165,7
Makanan pokok, sayur dan buah serta lauk hewani memberikan
kontribusi intake cairan yang lebih tinggi dibanding kelompok pangan yang lain.
Makanan pokok merupakan kelompok pangan yang memberikan kontribusi
cairan paling tinggi. Makanan jajanan memberikan kontribusi cairan yang paling
rendah (Tabel 27).
�
�
Kelompok pangan yang berasal dari padi-padian seperti beras, jagung
atau gandum merupakan bagian terbesar (60-80%) dari susunan pangan
penduduk yang tinggal di Asia Tenggara (Suhardjo 1986). Intake cairan dari
makanan pokok berkisar antara 81,6-360,5 ml per hari dengan rata-rata 218,3 ±
48,0 ml per hari. Makanan pokok yang dikonsumsi oleh contoh berkisar antara
320,0-735,0 gram per hari dengan rata-rata 416,0 ± 89,3 gram per hari. Jenis
makanan pokok yang sering dikonsumsi contoh dan mengandung cairan dalam
jumlah cukup tinggi yaitu nasi (56,7 ml air per 100 gram nasi) serta roti putih (40
ml air per 100 gram roti putih).
Suhardjo (1986) menyatakan bahwa sayur-sayuran seperti bayam, kol,
labusiam, semangka, buncis dan kacang polong apabila dimakan secara teratur
dalam jumlah yang cukup akan memperbaiki mutu susunan pangan. Buah-
buahan biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari pangan yang dimakan.
Akan tetapi di Asia Tenggara, dimana buah-buahan berlimpah hampir sepanjang
tahun seharusnya sering dikonsumsi untuk menambah gizi sebanyak-banyaknya
pada susunan pangan.
Sayur dan buah merupakan kelompok pangan yang mengandung cukup
banyak air dibanding kelompok pangan yang lain. Intake cairan dari sayur dan
buah berkisar antara 27,7-402,6 ml per hari dengan rata-rata 111,6 ± 94,0 ml per
hari. Contoh mengonsumsi sayur dan buah antara 40,0-685,0 gram per hari.
Sebagian besar (79,1% contoh) mengonsumsi sayur dan buah pada saat recall.
Sebanyak 20,9% contoh tidak mengonsumsi sayur dan buah pada saat recall.
Jenis sayuran yang banyak dikonsumsi contoh antara lain wortel yang
mengandung 89,9 ml air per 100 gram wortel, kangkung (91 ml air per 100 gram
kangkung), kembang kol (91,7 ml air per 100 gram kembang kol) serta labu siam
(92,3 ml air per 100 gram labu siam). Buah yang banyak dikonsumsi contoh
antara lain jeruk manis (87,2 ml air per 100 gram jeruk manis, serta apel (84,1 ml
air per 100 gram apel).
Pangan hewani dapat merupakan 5-15% dari pangan yang dimakan oleh
penduduk di Asia Tenggara. Pangan hewani seperti daging unggas, ikan, susu,
keju dan telur kaya akan jenis protein yang diperlukan oleh tubuh manusia
(Suhardjo 1986). Intake cairan dari lauk hewani berkisar antara 9,4-213 ml per
hari dengan rata-rata 76,7 ± 42,4 ml per hari. Lauk hewani yang dikonsumsi oleh
contoh berkisar antara 25-340 gram per hari dengan rata-rata 126,8 ± 67,0 gram
per hari. Sebesar 97,7% contoh mengonsumsi lauk hewani, sementara 2,3%
�
�
contoh sisanya tidak mengonsumsi lauk hewani pada saat dilakukan recall. Jenis
lauk hewani yang sering dikonsumsi contoh antara lain : telur ayam (74,3 ml per
100 gram telur ayam), daging sapi (69,7 ml air per 100 gram daging sapi), daging
ayam (55,9 ml air per 100 gram daging ayam) serta cumi-cumi (54,2 ml air per
100 gram cumi-cumi).
Rata-rata intake cairan dari lauk nabati, makanan sepinggan, makanan
jajanan serta kelompok pangan lain-lain lebih kecil apabila dibandingkan dengan
nilai standar deviasinya. Hal ini terjadi karena jumlah contoh yang mengonsumsi
masing-masing kelompok pangan tersebut lebih sedikit jika dibandingkan contoh
yang tidak mengonsumsi.
Sebanyak 21,9% contoh mengonsumsi lauk nabati dan 79,1% contoh
tidak mengonsumsi lauk nabati pada saat dilakukan recall. Intake cairan dari lauk
nabati berkisar antara 18,4-92,0 ml per hari dengan rata-rata 8,7 ± 23,3 ml per
hari. Lauk nabati yang dikonsumsi contoh berkisar antara 25,0-250,0 gram per
hari dengan rata-rata 18,9 ± 46 ml per hari. Jenis lauk nabati yang sering
dikonsumsi contoh antara lain tempe goreng yang mengandung 36,8 ml air per
100 gam tempe serta tahu goreng (77,3 ml air per 100 gram tahu goreng).
Makanan sepinggan merupakan suatu jenis makanan yang dalam satu
porsi penyajiannya merupakan perpaduan antar berbagai jenis bahan makanan,
misalnya bakso yang terdiri dari mie, sawi, tauge, daging bakso, bubur ayam
yang terdiri dari bubur, daging ayam, kacang goreng, kerupuk, soto serta mie
ayam. Intake cairan dari makanan sepinggan berkisar antara 5,6-78,6 ml per hari
dengan rata-rata 7,3 ± 26,1 ml per hari. Makanan sepinggan yang dikonsumsi
contoh berkisar antara 50-250 gram per hari dengan rata-rata 16,0 ± 49,43 gram
per hari. Contoh yang tidak mengonsumsi makanan sepinggan (sebesar 89,5%)
lebih besar dibandingkan contoh mengonsumsi makanan sepinggan (sebesar
10,5%).
Contoh yang tidak mengonsumsi makanan jajanan sebesar 19,8%,
sedangkan yang mengonsumsi makanan jajanan adalah 80,2%. Makanan
jajanan yang dikonsumsi contoh berkisar antara 160,0-150,0 gram per hari
dengan rata-rata 12,2 ± 29,9 gram per hari, sedangkan kandungan airnya
berkisar antara 2,1-56,6 ml per hari dengan rata-rata 3,9 ± 13,1 ml per hari. Jenis
makanan jajanan yang dikonsumsi contoh dan mengandung cukup banyak air
antara lain kue sus (56,6 ml air per 100 gram kue sus) dan kue bolu (55,6 ml air
per 100 gram kue bolu).
�
�
Jenis bahan makanan yang termasuk kategori lain-lain seperti gula pasir,
gula kelapa, kecap, dan sebagainya juga memberikan kontribusi terhadap intake
cairan, namun jumlahnya tidak terlalu besar. Suhardjo (1986) menyatakan bahwa
gula dan sirup hanya merupakan persentase kecil dari konsumsi penduduk di
Asia Tenggara. Sebesar 17,4% contoh tidak mengonsumsi bahan makanan yang
termasuk kategori lain-lain. Berat kelompok pangan lain-lain yang dikonsumsi
contoh berkisar antara 5-538 g per hari, sedangkan Total makanan yang
dikonsumsi contoh berkisar antara 320,0-1250,0 gram per hari dengan rata-rata
733,9 ± 165,7 gram per hari. Intake cairan dari makanan berkisar antara 224-
820,2 ml per hari, dengan rata-rata 426,6 ± 126 ml per hari.
Intake cairan yang berasal dari minuman diperoleh melalui hasil recall
berbagai jenis minuman yang dikonsumsi oleh contoh. Jenis minuman pada
penelitian ini dibedakan menjadi air putih, susu, teh, kopi, sirup, jus buah,
minuman isotonik, soft drink, es blender serta minuman lainnya. Berikut
merupakan tabel intake cairan dari minuman.
Tabel 28 Intake cairan dari minuman Jenis minuman Intake cairan (ml/hari)
Air putih 1128,8 ± 203,6
Susu 251,9 ± 164,0
Teh 113,9 ± 169,5
Jus buah 26,5 ± 88,6
Soft drink 17,4 ± 71,7
Sirup 12,6 ± 58,3
Es blender 8,4 ± 54,6
Kopi 8,4 ± 54,6
Minuman Isotonik 7,6 ± 49,4
Minuman lainnnya 4,0 ± 39,3
Total 1597,8 ± 243,0
Air putih, susu dan teh memberikan kontribusi cairan yang cukup tinggi
dibanding jenis minuman lain. Kontribusi yang paling tinggi berasal dari air putih,
sedangkan kontribusi yang paling rendah berasal dari minuman lainnya (Tabel
28).
Berdasarkan hasil recall minuman, air putih yang dikonsumsi contoh
berkisar antara 720,0-1680,0 ml (3-7 gelas) dengan rata-rata 1128,8 ± 203,6 ml
per hari. Sebesar 36% contoh minum air putih 5 gelas (1200,0 ml per hari),
22,1% contoh minum 4 gelas (960 ml). Sebanyak 12,8% contoh minum air putih
6 gelas per hari (1440,0 ml). Sebanyak 81,4% contoh pada penelitian ini minum
susu saat recall, sementara 16,4% sisanya tidak minum susu. Susu yang
dikonsumsi contoh berkisar antara 190,0-730,0 ml per hari dengan rata-rata
�
�
251,9 ± 164,0 ml per hari. Contoh yang minum susu 240,0 ml (1 gelas) per hari
sebesar 41,9%.
Rata-rata intake cairan dari jenis minuman selain air putih dan susu lebih
kecil apabila dibandingkan dengan standar deviasinya. Hal ini terjadi karena
contoh yang mengonsumsi jenis minuman selain air putih dan susu lebih sedikit
jika dibandingkan contoh yang tidak mengonsumsi jenis minuman tersebut.
Sebesar 60,5% contoh tidak minum teh pada saat recall, 39,5% contoh
sisanya mengonsumsi teh. Teh yang dikonsumsi contoh berkisar antara 120,0-
840,0 ml per hari. Rata-rata konsumsi teh contoh adalah 113,9 ± 169,5 ml per
hari.
Pada saat recall, contoh yang minum sirup (2,3%) lebih sedikit apabila
dibandingkan contoh yang tidak minum sirup (97,7%). Sirup yang diminum oleh
contoh berkisar antara 240-360 ml per hari. Rata-rata konsumsi sirup contoh
adalah 12,6 ± 58,3 ml per hari.
Contoh yang tidak minum jus buah pada saat recall (sebesar 90,7%) lebih
banyak apabila dibandingkan contoh yang minum jus buah (sebesar 9,3%).
Intake cairan yang berasal dari jus buah berkisar antara 180-240 ml per hari
dengan rata-rata konsumsi jus buah adalah 26,5 ± 88,6 ml per hari.
Contoh yang minum minuman isotonik pada saat recall sebesar 2,3%,
sedangkan contoh yang tidak minum minuman isotonik sebesar 97,7%. Intake
cairan yang berasal dari minuman isotonik sebesar 300-350 ml per hari dengan
rata-rata 7,6 ± 49,4 ml per hari.
Sebanyak 94,2% contoh tidak minum soft drink pada saat recall,
sedangkan 5,8% sisanya minum soft drink pada saat recall. Soft drink yang
diminum contoh berkisar antara 240,0-360,0 ml per hari. Rata-rata konsumsi soft
drink contoh adalah 17,4 ± 71,7 ml per hari.
Berdasarkan hasil recall, contoh yang tidak minum es blender sebesar
97,7%. Sebesar 2,3% contoh minum es blender 360,0 ml. Rata-rata konsumsi es
blender adalah 8,4 ± 54,6 ml per hari.
Jenis minuman lain yang diminum oleh contoh namun tidak termasuk
dalam kategori di atas antara lain Yakult serta es kelapa muda. Pada saaat
recall, contoh yang minum jenis minuman lain sebesar 2,3%, sementara contoh
yang tidak minum sebesar 97,7%. Intake cairan dari jenis minuman lain sebesar
60,0 ml (untuk Yakult) serta 360,0 ml (untuk es kelapa muda).
�
�
Berdasarkan hasil recall, diketahui total intake cairan dari minuman
berkisaar antara 1200-2280 ml per hari. Rata-rata intake cairan dari minuman
adalah 1597,8 ± 243 ml per hari. Muchtadi et al. (1993) juga menyatakan bahwa
sebagian besar air diperoleh dari minuman, yaitu sekitar 1650 ml per hari dalam
bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu, dan sebagainya. Selain itu, hasil penelitian
Manz F dan A Wentz (2003) pada kelompok masyarakat di United States
menunjukkan bahwa intake cairan dari minuman pada anak perempuan yang
berusia 9-13 tahun berkisar antara 1709-2240 ml per hari.
Tabel 29 Rata-rata intake cairan dari makanan dan minuman Jenis pangan Intake cairan (ml/hari)
Makanan 426,6 ± 126,0
Minuman 1597,8 ± 243,0
Total 2024,4 ± 287,4
Total intake cairan dari makanan dan minuman berkisar antara 1457,4-
2812 ml per hari dengan rata-rata 2024,4 ± 287,4 ml per hari. Rata-rata intake
cairan dari makanan (426,6 ml per hari) memberikan kontribusi sebesar 21,0%
terhadap rata-rata total intake cairan, sementara itu rata-rata intake cairan dari
minuman (1597,8 ml per hari) memberikan kontribusi sebesar 79,0% terhadap
total intake cairan. Hasil yang diperoleh ini relatif sama dengan hasil penelitian
NHANES III (Third National Health and Nutrition Examination Survey) diacu
dalam Sawka M et al. (2005) yang menunjukkan bahwa pada anak-anak dan
orang dewasa sekitar 80,0% total intake air diperoleh dari minuman, sementara
20,0% sisanya diperoleh dari makanan.
Rata-rata total intake cairan (2024,4 ± 287,4 ml per hari) berbeda dengan
hasil penelitian Hellert et al. (2001) terhadap 541 anak-anak usia 2-13 tahun di
Jerman. Hasil penelitian Hellert et al. (2001) menunjukkan bahwa rata-rata
intake cairan (diukur dari makanan, minuman serta air oksidasi) pada anak
perempuan umur 9-13 tahun sebesar 1676 ± 386 gram per hari. Penelitian lain
yang dilakukan terhadap anak-anak dan orang dewasa di Jerman (Hellert et al.
2001) menunjukkan bahwa total intake air (dari makanan, minuman dan air
metabolik) pada parempuan yang rata-rata berumur 43 tahun adalah 2062 ml.
Perbedaan rata-rata hasil intake cairan ini dikarenakan adanya perbedaan dalam
metode yang digunakan untuk menghitung intake cairan.
Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi Pearson menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan antara total intake cairan dengan umur contoh.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bossingham JM et al. (2005) yang
�
�
menunjukkan bahwa umur tidak mempengaruhi total intake air. Hal ini terjadi
karena selain umur, ada beberapa faktor yang mempengaruhi intake cairan
misalnya suhu lingkungan, aktivitas fisik serta kondisi kesehatan tubuh.
Kebutuhan Cairan
Sebagian besar tubuh manusia tersusun atas air. Almatsier (2003)
menyatakan bahwa 55-60% berat badan orang dewasa tersusun atas air.
Sementara itu, Yuniastuti (2008) menyatakan bahwa 65% berat badan anak-
anak terdiri atas air. Besarnya kebutuhan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
jenis pekerjaan, suhu dan kelembaban lingkungan serta aktivitas fisik
(Proboprastowo & Dwiriyani 2004).
Pada penelitian ini, kebutuhan cairan dihitung dengan rumus Grant &
DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004) serta dengan
rekomendasi dari The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et
al. (2005). Berikut merupakan tabel sebaran contoh berdasarkan kebutuhan
cairan :
Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kebutuhan cairan
Umur (tahun) Kebutuhan cairan
(ml/hari) 1)
Kebutuhan cairan
(ml/hari) 2)
10 1736,5 ± 130,7 1474,7 ± 103,6
11 1800 ± 173,4 1524,8 ± 137,5
12 1833,5 ± 135,0 1551,5 ± 107
Rata-rata (ml/hari) 1789,7 ± 158,1 1516,7 ± 125,3
Keterangan : 1 : Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004)
2 : The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al (2005)
Kebutuhan cairan contoh berdasarkan Grant & DeHoog (1999) pada
umur 10 tahun berkisar antara 1510-1980 ml per hari, umur 11 tahun berkisar
antara 1500-2300 ml per hari dan pada contoh yang berumur 12 tahun berkisar
antara 1640-2090 ml per hari. Kebutuhan cairan contoh menurut The National
Research Council (NRC) dihitung berdasarkan angka kebutuhan energi.
Kebutuhan energi contoh berkisar antara 1287-1921 kkal. Rata-rata kebutuhan
energi contoh sebesar 1516,7 ± 125,3 kkal/hari. Kebutuhan cairan contoh
mengacu pada The National Research Council (NRC) pada umur 10 tahun
berkisar antara 1295-1668 ml per hari, umur 11 tahun berkisar antara 1287-1921
ml per hari dan pada contoh yang berumur 12 tahun berkisar antara 1398-1755
ml per hari.
Rata-rata kebutuhan cairan contoh (umur 10-12 tahun) menurut Grant &
DeHoog (1999) adalah 1789,7±158,1 ml per hari. Rata-rata kebutuhan cairan
�
�
contoh (umur 10-12 tahun) berdasarkan The National Research Council (NRC)
adalah 1516,7 ± 125,3 ml per hari (Tabel 30).
Proboprastowo dan Dwiriyani (2004) menjelaskan bahwa rekomendasi
angka kecukupan air untuk wanita umur 10-12 tahun adalah 1900 ml per hari.
Rekomendasi tersebut ditetapkan dengan mengacu rekomendasi asupan
minimal air untuk masyarakat Philipina dan dihitung berdasarkan data berat
badan sehat masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata kebutuhan cairan yang
diperoleh pada penelitian ini (sebesar 1789,7 ± 158,1 ml per hari) sudah
mendekati nilai kecukupan air yang direkomendasikan (1900 ml per hari).
Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa kebutuhan cairan contoh
meningkat seiring dengan peningkatan umur. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sawka M et al. (2005) bahwa kebutuhan air meningkat seiring penambahan
umur, pada anak-anak rata-rata kebutuhan air 1,7 liter sedangkan pada orang
dewasa kebutuhan air meningkat menjadi 2,5 liter untuk aktivitas sedentary dan
3,2 L untuk aktivitas fisik sedang. Selain itu, hasil analisis bivariat dengan uji
Korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan antara umur dengan
kebutuhan cairan contoh (r=0,215 ; p<0,05).
Tingkat Konsumsi Cairan
Tingkat konsumsi cairan merupakan perbandingan antara total intake
cairan dengan kebutuhan cairan. Tingkat konsumsi cairan contoh berdasarkan
Grant & DeHoog (1999) berkisar antara 80,7-161,7%. Rata-rata tingkat konsumsi
cairannya adalah 113,8 ± 17,6%.
Tabel 31 Kebutuhan, intake dan tingkat konsumsi cairan contoh Variabel Jumlah
Kebutuhan air 1)
(ml/hari) 1789,7 ± 158,1
Kebutuhan air 2)
(ml/hari) 1516,7 ± 125,3
Total intake cairan (ml/hari) 2024,4 ± 287,4
Tingkat konsumsi cairan 1)
(%) 113,8 ± 17,6
Tingkat konsumsi cairan 2)
(%) 132,8 ± 20,6
Keterangan : 1 : Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004)
2 : The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al (2005)
Tingkat konsumsi cairan contoh berdasarkan The National Research
Council (NRC) berkisar antara 95,3-189,9% (Tabel 31). Rata-rata tingkat
konsumsi cairannya adalah 132,8 ± 20,6%.
Rata-rata tingkat konsumsi cairan berdasarkan Grant & DeHoog (1999)
(113,2%) lebih kecil jika dibandingkan rata-rata tingkat konsumsi cairan
berdasarkan The National Research Council (NRC) (132,8%) (Tabel 29). Hal ini
�
�
terjadi karena kebutuhan cairan menurut Grant & DeHoog (1999) lebih besar jika
dibandingkan kebutuhan cairan berdasarkan The National Research Council
(NRC).
Hubungan Intake Energi dengan Persentase
Tingkat Konsumsi Cairan
Energi diperlukan oleh tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas. Energi
biasanya diperoleh dari makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Intake energi
contoh pada penelitian ini berkisar antara 1107-2593 kkal. Rata-rata intake
energi contoh sebesar 1628 ± 310 kkal/hari.
Hasil analisis bivariat dengan Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat
hubungan yang signifikan antara intake energi dengan persentase tingkat
konsumsi cairan berdasarkan Grant & DeHoog (1999) (r=0,302 ; p<0,01)
(Lampiran 7). Hasil analisis bivariat dengan Uji korelasi Pearson juga
menunjukkan hubungan yang signifikan antara intake energi dengan persentase
tingkat konsumsi cairan berdasarkan rekomendasi dari The National Research
(r=0,322 ; p<0,01) (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
intake energi maka persentase tingkat konsumsi cairan juga akan semakin besar.
Kecenderungan Dehidrasi
Gavin (2006) menyatakan bahwa dehidrasi bisa terjadi akibat kekurangan
air atau makanan atau kehilangan air yang banyak misalnya pada diare yang
parah, muntah, dan sebagainya. Dehidrasi dikategorikan menjadi tiga, yaitu
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat.
Tanda-tanda dehidrasi bervariasi mulai dari haus dan lemas sampai
kerusakan fungsi ginjal. Tanda-tanda dehidrasi yang dimaksud pada penelitian ini
adalah tanda-tanda yang dapat dilihat atau dirasakan oleh contoh tanpa melalui
pemeriksaan laboratoris. Tanda-tanda dehidrasi antara lain timbulnya rasa haus,
lelah, kulit kering, bibir kering, serta tenggorokan kering. Tabel 32 menunjukkan
sebaran contoh berdasarkan tanda-tanda dehidrasi.
Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan tanda-tanda dehidrasi
Tanda-tanda Dehidrasi Ya Tidak
n % n %
Haus 73 84,9 13 15,1
Lelah 72 83,7 14 16,3
Kulit kering 72 83,7 14 16,3
Bibir kering 49 57 37 43
Tenggorokan kering 33 38,4 53 61,6
�
�
Berdasarkan Tabel 30, tanda-tanda dehidrasi yang banyak dialami contoh
antara lain haus, lelah, serta kulit kering dengan persentase berturut-turut
sebesar sebesar 84,9%, 83,7%, serta 83,7%. Asian Food Information Centre
(2000) menyebutkan bahwa pada saat kita merasa haus, kita sedang mengalami
dehidrasi. Banyak orang mengasumsikan bahwa haus merupakan indikator yang
baik dari kebutuhan cairan (fluid requirement). Meskipun demikian, haus
sebenarnya merupakan suatu tanda bahwa tubuh baru saja mengalami
dehidrasi. Cairan harus diganti sebelum rasa haus ini timbul.
Penentuan dehidrasi pada penelitian ini dilakukan dengan
mengelompokkan tanda-tanda dehidrasi. Sebesar 62,8% contoh mengalami
dehidrasi ringan dan 37,2% contoh tidak mengalami dehidrasi (Tabel 33).
Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi
Kecenderungan Dehidrasi Jumlah
n %
Dehidrasi ringan 54 62,8 Tidak dehidrasi 32 37,2
Total 86 100,0
Hasil tabulasi silang antara sebaran contoh berdasarkan ada atau
tidaknya dehidrasi dengan frekuensi konsumsi air putih, susu non kemasan, susu
kemasan, teh non kemasan dan teh kemasan menunjukkan tidak terdapat
kecendurangan bahwa contoh yang mengalami dehidrasi ringan jarang
mengonsumsi kelompok minuman tersebut (Lampiran 2-6). Berdasarkan hasil
tabulasi silang diketahui bahwa contoh yang sering minum air putih, susu non
kemasan, susu kemasan, teh non kemasan ataupun teh kemasan belum tentu
tidak mengalami dehidrasi.
Hubungan antara Persentase Tingkat Konsumsi Cairan
dengan Kecenderungan Dehidrasi
Kecenderungan dehidrasi contoh dikategorikan menjadi dua, yaitu
mengalami dehidrasi ringan dan tidak mengalami dehidrasi. Persentase tingkat
konsumsi cairan juga dibedakan menjadi dua kategori yaitu persentase tingkat
konsumsi cairan yang lebih (>100%) serta persentase tingkat konsumsi cairan
yang kurang (<100%). Hasil analisis dengan Uji Chi square menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) antara persentase tingkat konsumsi
cairan dengan kecenderungan dehidrasi (Lampiran 9 & 10).
Contoh yang mengalami dehidrasi ringan pada penelitian ini sebesar
62,8% (54 contoh) sedangkan yang tidak mengalami dehidrasi adalah 37,2% (32
�
�
contoh). Berikut merupakan hasil Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi
cairan dengan kecenderungan dehidrasi.
Tabel 34 Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi
TKC * Jumlah Kecenderungan Dehidrasi
Total Tidak dehidrasi Dehidrasi ringan
< 100% n 5 15 20 (%) 25,0% 75,0% 100,0% > 100% n 27 39 66 (%) 40,9% 59,1% 100,0% Total n 32 54 86 (%) 37,2% 62,8% 100,0%
Keterangan : * : Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004)
Uji Chi Square tidak signifikan dengan nilai p = 0,305
Berdasarkan kebutuhan air menurut Grant & DeHoog (1999), diketahui
bahwa dari keseluruhan 54 contoh yang mengalami dehidrasi ringan terdapat
27,7% (15 contoh) yang intake cairannya kurang dari 100% dan 72,3% (39
contoh) sisanya intake cairannya lebih dari 100%, namun, dari 32 contoh yang
tidak mengalami dehidrasi, terdapat 15,6% (5 contoh) yang intake cairannya
kurang dari 100% dan 84,4% (27 contoh) sisanya intake cairannya lebih dari 100
(Tabel 34).
Tabel 35 Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi
TKC * Jumlah Kecenderungan Dehidrasi
Total Tidak dehidrasi Dehidrasi ringan
< 100% n 14 24 38 (%) 36.8% 63,2% 100,0% > 100% n 18 30 48 (%) 37,5% 62,8% 100,0% Total n 32 54 86 (%) 37,2% 62,8% 100%
Keterangan : * :
The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al (2005)
Uji Chi Square tidak signifikan dengan nilai p = 1,000
Berdasarkan kebutuhan cairan menggunakan rekomendasi dari The
National Research Council (NRC), diketahui bahwa dari 54 contoh yang
mengalami dehidrasi ringan terdapat 44,4% (24 contoh) yang intake cairannya
kurang dari 100% dan 55,5% (30 contoh) yang intake cairannya lebih dari 100%.
Dari 32 contoh yang tidak mengalami dehidrasi, terdapat 43,8% (14 contoh)
yang intake cairannya kurang dari 100% dan 56,3% (18 contoh) sisanya intake
cairannya lebih dari 100% (Tabel 35).
Pada penelitian ini, persentase tingkat konsumsi cairan tidak
berhubungan dengan kecenderungan dehidrasi. Hal ini dikarenakan indikator
yang digunakan untuk menilai dehidrasi (haus, lelah, kulit kering, bibir kering dan
�
�
tenggorokan kering) pada penelitian ini belum tentu merupakan indikator yang
akurat. Contoh yang menjawab pernah mengalami haus selama seminggu
terakhir belum tentu intake cairannya kurang dari kebutuhan, demikian juga untuk
kulit kering, bibir kering dan tenggorokan kering. Menurut Batmanghelidj (2007),
tubuh sudah merasa haus sebelum kita merasakan sensasi haus. Mulut kering
bukanlah tanda yang akurat untuk kekurangan cairan dalam tubuh.
Sampai saat ini belum ada alat ukur standar yang dapat digunakan untuk
menilai status hidrasi. Manz F dan A Wentz (2005) menjelaskan belum ada “gold
standard” untuk mengukur status hidrasi pada semua kondisi lingkungan.
Beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur status hidrasi antara
lain : parameter keseimbangan air (contoh : intake air), perubahan berat badan
atau total cairan tubuh, indikator plasma, serta indikator urin. Bossingham et al.
(2005) menjelaskan bahwa pengukuran status hidrasi dapat dilakukan
menggunakan urine specific gravity dan osmolalitas plasma.
�
�
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagian besar (52,3% contoh) minum air putih 5-6 kali per hari dan
sebesar 64% contoh minum susu non kemasan >6 kali per minggu. Sebesar 55,8
% contoh minum teh kemasan 1-3 kali per minggu. Sebesar 62,8% contoh
minum sirup non kemasan dan jus buah non kemasan 1-3 kali per minggu.
Contoh yang minum soft drink 1-3 kali per minggu sebesar 60,5%. Sebesar 86%
contoh tidak pernah minum kopi dan 70,9% contoh tidak pernah minum minuman
isotonik dalam satu minggu.
Saat berada di sekolah, sebesar 36% contoh menyukai minum teh
kemasan, sebesar 52,3% contoh memperoleh informasi tentang minuman
kesukaan dari televisi, sebesar 37,2% contoh minum minuman kesukaan
tersebut karena alasan rasanya yang enak. Sebesar 55,8% contoh memiliki
minuman larangan dari orangtua. Minuman larangan 37,5% contoh adalah es.
Sebesar 55,4% contoh minum air 3-4 kali saat di sekolah. Asal minuman sebesar
76,7% contoh berasal dari kantin dan pedagang kaki lima. Sebesar 47,7% contoh
minum air pada saat haus dan 70,9% contoh minum air di sekolah setelah
melakukan aktivitas olahraga.
Rata-rata intake cairan dari makanan adalah 426,6 ± 126 ml per hari dan
rata-rata intake cairan dari minuman adalah 1597,8 ± 243 ml per hari. Rata-rata
intake cairan yang berasal dari makanan dan minuman adalah 2024,4 ± 287,4
ml. Rata-rata kebutuhan cairan contoh (umur 10-12 tahun) yang dihitung dengan
rumus Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump
(2004) adalah 1789,7±158,1 ml per hari dan rata-rata kebutuhan cairan contoh
(umur 10-12 tahun) (dihitung dengan rekomendasi dari The National Research
Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005) adalah 1516,7 ± 125,3 ml per
hari.
Sebesar 62,8% contoh mengalami dehidrasi ringan sementara 37,2%
contoh tidak mengalami dehidrasi. Tanda-tanda fisik dehidrasi yang paling
banyak ditemui adalah haus, lelah serta kulit kering.
Hasil analisis bivariat dengan Uji Chi Square menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan
kecenderungan dehidrasi. Hasil analisis bivariat dengan Uji korelasi Pearson
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara intake energi dengan
persentase tingkat konsumsi cairan.
�
�
Saran
Saran yang dapat diberikan kepada pihak sekolah maupun orangtua
adalah diharapkan dapat memberikan edukasi kepada contoh bahwa minum air
sesuai dengan kebutuhan (6-7 gelas per hari) sangat diperlukan untuk menjaga
agar kondisi tubuh tetap sehat dan menghindari terjadinya dehidrasi. Dehidrasi
pada tahap ringan tidak terlalu menimbulkan masalah, namun pada tahap yang
lebih lanjut dapat menyebabkan pusing, sulit berkonsentrasi, mengantuk serta
penurunan produktivitas kerja. Pada tahap yang lebih parah lagi dapat
menimbulkan kegagalan fungsi ginjal.
Mengingat di sekitar SD terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang menjual
berbagai makanan atau minuman dalam kondisi terbuka dan sebagian besar
contoh memperoleh makanan serta minuman dari sana, diperlukan edukasi
berupa penyuluhan kepada pedagang kaki lima (PKL) yang terdapat di sekitar
lokasi SD akan pentingnya keamanan, mutu dan gizi pangan, bahaya yang bisa
ditimbulkan akibat pemakaian pewarna ataupun pemanis buatan pada makanan
maupun minuman.
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan alat ukur yang lebih spesifik
terutama untuk jenis minuman yang dijual oleh pedagang kaki lima atau untuk
produk non industri. Penentuan status hidrasi akan lebih akurat apabila dilakukan
secara klinis misalnya dengan urine specific gravity dan osmolalitas plasma.
�
�
DAFTAR PUSTAKA
Andri J. 2007. Pengetahuan Gizi dan Sanitasi serta Kebiasaan Makan Mahasiswa IPB yang pernah Terserang Tifus. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Asian Food Information Centre (AFIC). 1998. Fluid for Kids. http//www. AFIC.org.
[25 November 2008]. . 1999. Singapore drinking habits survey.
http//www. AFIC.org. [25 November 2008]. . 2000. Fluid, the Forgotten Factor.
http//www. AFIC.org. [25 November 2008]. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anonim. 2008. Teh untuk Kesehatan Tubuh. www.depkes.go.id [9 Juli 2009]. Ariyani D. 2004. Keamanan Mikrobiologis Minuman Jajanan Di Sekolah Dasar
Wilayah Bogor Tengah. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Batmanghelidj F. 2007. Air untuk Menjaga Kesehatan dan Menyembuhkan
Penyakit. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Briggs G, Calloway D. 1987. Water and Electrolit. Di dalam: Nutrition and
Physical Fitness. New York: Sunders College Publishing. Besrali, Lia M, Junaiti S. 2007. Pengaruh minum teh terhadap kesehatan usila di
kota bandung. www. Depkes. go.id. [10 Juli 2009]. Bossingham JM, Nadine SC, and Wayne WC. 2005. Water balance, hydration
statues and fat free mass hydration in younger and older adult. Am J Clin Nutr 81:1342-1350.
Czacka ND. 2004. Water and Electrolytes. Di dalam Mahan K. dan Escott-Stump,
editor. Nutrition, and Diet Therapy. USA. W.B Saunders Company. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Gavin M. 2006. Recognizing Dehydration in Childreen. http//www.nlm.nih.go/
medlineplus/eency/article/000982.htm. [Januari 2006]. Hardinsyah et al. 2009. Studi Kebiasaan Minum & Status Hidrasi pada Remaja
dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi yang Berbeda. Bogor : Perhimpunan Peminat Gizi & Pangan Indonesia (PERGIZI PANGAN INDONESIA), Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.
�
�
Hasanah R. 2005. Studi Pengetahuan dan Penggunaan Pewarna Makanan pada
Makanan Jajanan SD di Wilayah Bogor. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hellert W, Kerstino M dan Manz F. 2001. Fifteen Year Trends in Water Intake in
Germany childeer and adolescents: Result of the DONALD study. Acta Ped 90 ; 732-737.
Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Indriasari. 2008. Di Balik Minuman Isotonik. http: //2008/06/29/01092754/ di.
balim.minuman.isotonik. [9 Juli 2009] Judarwanto W. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. www.smallcrab.com. [10
Agustus 2009]. Khomsan A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Lee S. L. 1993. Infant, Childreen, & Adolescents. Dalam Owen, A. L. & Frankle,
R. T, editor. Nutrition In The Community. St. Louis: Mosby Year Book, Inc. Lemeshow S, Hosmer D, Klar J. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan. Dibyo P, penerjemah; Hari K, editor; New York: WHO. Terjemahan dari : Adequacy of Sampel Size in Health Studies.
Lucas B. 2004. Nutrition in Childhood. Di dalam Mahan K. dan Escott-Stump,
editor. Nutrition, and Diet Therapy. USA. W.B Saunders Company. Lusiana S. 2008. Status Gizi, Konsumsi Pangan dan Usia Menarche Anak
Perempuan Sekolah Dasar di Bogor. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mahan K. dan Escott-Stump. 2004. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA. W.B
Saunders Company. Manz F dan A Wentz. 2003. 24-h-Hydration status: parameters, epidemiology
and recommendation. Eur J Clin Nutr 57:S10-S18. . 2005. Hydration status in the United Status and Germany.
Nutr Rev 63 : S55-S61. Mazfiar. 2009. Jus Buah bagi Anak Harus Dibatasi. www. Suaramerdeka.com.
[9 Juli 2009] Muchtadi D, Nurheni S,Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan. Primana. 2009. Kebutuhan Air pada Olahraga.www.samallcrab.com. [10 Agustus
2009].
�
�
Proboprastowo SM dan Dwiriyani CM. 2004. Angka Kecukupan Air dan Elektrolit. Jakarta : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.
Riyadi H.1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian.(Khomsan A.
dan Sulaeman A, Editor). Bogor. IPB Press
. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rotikan. 2003. Dehidrasi, Mudah Menyerang dan Berbahaya. http://www.kompas.com. [25 November 2008].
Sawka M, Samuel NC, Robert C. 2005. Human water needs. Nutr Rev 63:S30-
S39. Sediaoetama A. D. 1987. Ilmu Gizi Jilid 1. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Shirreffs. 2003. Marker of hydration statues. Eur J Clin Nutr 57:S6-S9. Sitorus L, 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen
terhadap kopi Instan Kemasan Sachet di wilayah Jakarta Timur. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo. 1986. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan , Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Suhardjo dan Kusharto 1988. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi bekerja sama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor.
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara
bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Supariasa, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Whitmire S. 2004. Water, Electrolit and Acid Base Balance. Di dalam Mahan K.
dan Escott-Stump, editor. Nutrition, and Diet Therapy. USA. W.B Saunders Company.
[WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years.
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html. [3 Mei 2009].
Widodo. 2008. Mengenal Minuman Ringan Berkarbonasi (soft drink). http://www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=92. [9 Juli 2009].
�
�
Yuniastuti A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zahria F. 2008. Di Balik Minuman Isotonik. www.kompas.com. [9 Juli 2009].
�
�
�
�
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
Kode
KUESIONER PENELITIAN KEBIASAAN MINUM, KEBUTUHAN CAIRAN
DAN KECENDERUNGAN DEHIDRASI SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR
Nama Responden : ……………………………..
Alamat : ……………………………..
……………………………..
Enumerator : ……………………………..
Tanggal Wawancara : ……………………………..
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
�
�
A. KARAKTERISTIK CONTOH Data Pribadi
1. Nama : ……………………………………………… 2. Tempat, tanggal lahir : ……………………………………………… 3. Jenis kelamin : L/P 4. Berat Badan : .............................. kg 5. Tinggi Badan : .............................. cm 6. Jumlah uang saku : Rp........................./……………………. 7. Alokasi pengeluaran uang saku (pengeluaran untuk pangan dan nonpangan) :
a. Transportasi : ............................................. b. Makanan : ............................................. c. Minuman : ............................................. d. Tabungan : ………………………………….. e. Lainnya : ……………………………………
B. KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI KELUARGA CONTOH 1. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah :……….. orang 2. Pendidikan orangtua :
a. Ayah : ……………………. b. Ibu : ……………………..
3. Pekerjaan orangtua a. Ayah : ……………………. b. Ibu : …………………....
C. KEBIASAAN MINUM SAAT DI SEKOLAH
1. 2.
Apakah minuman kesukaan Adik saat di sekolah?..................................... Darimanakah Adik mengetahui informasi tentang minuman kesukaan yang Adik beli?
a. TV b. Radio c. Majalah d. Teman
e. Keluarga
3. Apa alasan Adik minum minuman kesukaan tersebut? a. Haus b. Diajak teman c. Mudah didapat d. Harganya Lainnya .....
4. Apakah ada larangan untuk minum minuman tertentu dari orangtua/dokter/guru? a. ya b. tidak
5. Jika jawaban no. 4 ya, sebutkan................................. 6. Apakah Adik biasa minum saat di sekolah?
a. Sering (5-6 kali) b. Kadang-kadang (3-4 kali) c. Tidak pernah
7. Darimanakah asal minuman yang Adik minum saat di sekolah? (pilih jawaban yang paling sering dilakukan)
a. Bekal dari rumah b. Kantin c. Disediakan sekolah d. Lainnya,...
8.. Kapan Adik minum saat di sekolah ?(pilih jawaban yang paling sering dilakukan) a, Saat haus b Sebelum haus c. Setelah makan d. Sebelum makan
�
�
9.. Kapan Adik membeli minuman saat di sekolah? (pilih jawaban yang paling sering dilakukan) a. Istirahat sekolah b. Pulang sekolah c. Sebelum masuk sekolah
10. Pada saat melakukan aktivitas apa Adik minum? (pilih jawaban yang paling sering dilakukan) a. Olahraga b. Bermain c. Belajar d. Lainnya,………
D. TANDA-TANDA FISIK DEHIDRASI 1 Dalam satu minggu terakhir, apakah Adik pernah mengalami haus?
a. ya b. tidak
2 Dalam satu minggu terakhir, apakah Adik pernah mengalami lelah? a. ya
b. tidak 3 Dalam satu minggu terakhir, apakah Adik pernah mengalami kulit kering?
a. ya b. tidak
4 Dalam satu minggu terakhir, apakah Adik pernah mengalami bibir kering? a. ya
b. tidak 5 Dalam satu minggu terakhir, apakah Adik pernah mengalami tenggorokan kering?
a. ya b. tidak
�
�
FOOD RECALL (1 X 24 jam)
Waktu
Makan Menu Jenis pangan URT Berat (gr)
Pagi Makanan :
Minuman :
Siang Makanan :
Minuman :
�
�
Waktu
Makan Menu Jenis pangan URT Berat (gr)
Malam Makanan :
Minuman :
Selingan Makanan :
Minuman :
�
�
�
FFQ (Food Frequency Questionaire)
No Jenis minuman Merk Ukuran
(standar : gelas aqua 240 ml)
Frekuensi minum
Tidak pernah
Per hari (kali)
Per minggu (kali)
1. Air putih 2. Susu rumah 3. Susu kemasan 4. Teh rumah 5. Teh kemasan 6. Kopi rumah
7. Kopi kemasan
8. Sirup rumah 9. Sirup kemasan 10. Jus buah rumah 11. Jus buah kemasan 12. Soft drink
………………………. ……………………….
13. Lainnya, sebutkan ……………………….. ………………………..
�
���
�
Lampian 2 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi dengan frekuensi minum air putih
Frekuensi Kecenderungan dehidrasi
Total Tidak dehidrasi (n)
Dehidrasi ringan (n)
3-4 kali per hari 11 29 40 5-6 kali per hari 20 25 45 >6 kali per hari 1 0 1 Total 32 54 86
Lampuran 3 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi dengan frekuensi minum susu non kemasan.
Frekuensi Kecenderungan dehidrasi
Total Tidak dehidrasi (n)
Dehidrasi ringan (n)
Tidak pernah (0 kali per minggu) 4 9 13 Jarang (1-3 kali per minggu) 5 11 16 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 1 1 2 Sering (>6 kali per minggu) 22 33 55 Total 32 54 86
Lampiran 4 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi dengan frekuensi minum susu kemasan
Frekuensi Kecenderungan dehidrasi
Total Tidak dehidrasi (n)
Dehidrasi ringan (n)
Tidak pernah (0 kali per minggu) 5 13 18 Jarang (1-3 kali per minggu) 22 32 54 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 3 3 6 Sering (>6 kali per minggu) 2 6 8 Total 32 54 86
Lampiran 5 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi dengan frekuensi minum teh non kemasan
Frekuensi Kecenderungan dehidrasi
Total Tidak dehidrasi (n)
Dehidrasi ringan (n)
Tidak pernah (0 kali per minggu) 5 7 12 Jarang (1-3 kali per minggu) 17 29 46 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 5 5 10 Sering (>6 kali per minggu) 5 13 18 Total 32 54 86
Lampiran 6 Tabulasi silang sebaran contoh berdasarkan kecenderungan dehidrasi dengan frekuensi minum teh kemasan
Frekuensi Kecenderungan dehidrasi
Total Tidak dehidrasi (n)
Dehidrasi ringan (n)
Tidak pernah (0 kali per minggu) 9 12 21 Jarang (1-3 kali per minggu) 19 29 48 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 3 10 13 Sering (>6 kali per minggu) 1 3 4 Total 32 54 86
���
�
Lampiran 7 Uji Korelasi Pearson hubungan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan
Intake energi
Tingkat konsumsi cairan *
Intake energi Korelasi Pearson 1 **0,302 Sig (2-tailed) 0,005 N 86 86 TKC * Korelasi Pearson **0,0281 1 Sig (2-tailed) 0,009 N 86 86
Keterangan : *
: Grant & DeHoog (1999) yang diacu dalam Mahan K. & Escott-Stump (2004)
** : Korelasi signifikan pada level 0,01 (2-tailed)
Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Pearson hubungan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan
Intake energi
Tingkat konsumsi cairan *
Intake energi Korelasi Pearson 1 **0,322 Sig (2-tailed) 0,002 N 86 86 TKC * Korelasi Pearson **0,0289 1 Sig (2-tailed) 0,007 N 86 86
Keterangan : *
: The National Research Council (NRC) diacu dalam Sawka M et al. (2005)
** : Korelasi signifikan pada level 0,01 (2-tailed)
���
�
Lampiran 9 Uji Chi Square hubungan antara persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,663(b) 1 ,197
Continuity Correction(a)
1,052 1 ,305
Likelihood Ratio 1,736 1 ,188
Fisher's Exact Test ,291 ,152
Linear-by-Linear Association 1,643 1 ,200
N of Valid Cases 86
a Computed only for a 2x2 tabel b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count.
Lampiran 10 Uji Chi Square persentase tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square ,004(b) 1 ,950
Continuity Correction(a)
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,004 1 ,950
Fisher's Exact Test 1,000 ,565
Linear-by-Linear Association ,004 1 ,950
N of Valid Cases 86
a Computed only for a 2x2 tabel b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,14.