keanekaragaman semut pada berbagai tipe … · pengambilan contoh semut 7 analisis data 8 ... semut...
TRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN SEMUT PADA BERBAGAI TIPE
PENGGUNAAN LAHAN DI JAMBI
WINDA ALAMSARI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman
Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi” adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Winda Alamsari
NIM A34090086
ABSTRAK
WINDA ALAMSARI. Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan
Lahan di Jambi. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.
Konversi hutan tropis, terutama untuk daerah pertanian merupakan faktor
penyebab utama dari hilangnya keanekaragaman hayati tropis. Sebagai spesies
yang dominan di hutan dataran rendah, keanekaragaman spesies semut terancam
menurun tajam karena transformasi hutan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui keanekaragaman dan peranan semut dalam penggunaan lahan yang
berbeda. Penelitian ekologi dilakukan pada empat jenis penggunaan lahan yaitu
hutan primer, hutan sekunder karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa
sawit yang terletak di dua lanskap yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas dan
Hutan Harapan di Jambi, Indonesia. Empat plot dipilih untuk pengambilan contoh
semut pada setiap jenis penggunaan lahan. Semut dikumpulkan menggunakan
metode umpan, kombinasi antara tuna dan gula. Keanekaragaman semut di
lanskap Hutan Harapan lebih banyak dibandingkan dengan keanekaragaman
semut di lanskap TNBD. Secara keseluruhan ditemukan 66 spesies semut yang
termasuk ke dalam 4 subfamili dan 20 genus di Taman Nasional Bukit Duabelas
dan Hutan Harapan. Keanekaragaman semut paling tinggi terdapat pada tipe
penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit baik di lanskap Taman Nasional Bukit
Duabelas maupun Hutan Harapan. Selain itu, komposisi semut berdasarkan
peranannya berbeda antar jenis penggunaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan penggunaan lahan mempengaruhi komposisi spesies semut.
Kata kunci: hutan, keanekaragaman semut, penggunaan lahan
ABSTRACT
WINDA ALAMSARI. Ant Diversity in Different Land Use in Jambi. Supervised
by DAMAYANTI BUCHORI
Conversion of tropical forests, mainly to agricultural area is the most
important driver of tropical biodiversity loss. As dominant species in lowland
forests, ant species diversity is prone to decline sharply due to forest
transformation. This research was conducted to investigate the diversity of ants
and its role in different land use. Ecological research was conducted in four types
of land-use i.e. forest, jungle rubber, oil palm plantation and rubber plantation,
located within two landscapes i.e. Bukit Duabelas National Park and Harapan
Forest in Jambi, Indonesia. Each type of land use, four plots were selected for ant
sampling. Ants were collected using baiting methods, combination between tuna
and sugar. Ant diversity in Harapan Forest higher than in TNBD. In total, 66
species of ants belonging to 4 subfamilies and 20 genera were recorded from both
area of Bukit Duabelas and Harapan. Surprisingly, the highest number of ant
species was found in oil palm plantation. In addition, the compositions of ants
based on its role showed differ among land-use types. It indicates that land-use
change drive ant species composition.
Keywords: ant diversity, foresty, land use
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN SEMUT PADA BERBAGAI TIPE
PENGGUNAAN LAHAN DI JAMBI
WINDA ALAMSARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan
Lahan di Jambi
Nama Mahasiswa : Winda Alamsari
NIM : A34090086
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Pembimbing Skripsi
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Agr
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal disetujui:
Judul Skripsi Keanekaragaman Sem t p da Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi
Nama Mahasiswa : Winda Alamsari NIM A34090086
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc Pembimbing Skripsi
Diketahui oleh
''.. 4 FEG 20 14ggal disetujui:
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan tugas akhir ini yang
berjudul “Keanekaragaman semut pada penggunaan lahan berbeda di Jambi”.
Penelitian dilaksanakan di Harapan, Bukit Dua Belas Jambi dan Laboratorium
Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Februari hingga Juni 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mama, Dinda Alamsari,
Mayyusra Alamsari serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan
memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Kepada Prof. Dr. Ir.
Damayanti Buchori, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan masukan, motivasi, bimbingan, saran dan motivasi selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Dr. Akhmad Rizali atas
bantuan dan kesediaannya untuk mengecek ulang specimen dan identifikasi
hingga tingkat morfospesies serta atas masukan dan sarannya dalam penulisan
skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada CRC 990 – Ecological
and Socioeconomic Function of Tropical Lowland Rainforest ransformation
Systems atas segala prasarana dan kerja sama yang diberikan. Kepada Lisa
Denmead, MSc penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja
samanya selama penelitian. Kepada rekan rekan Departemen Proteksi Tanaman
angkatan 46, Cici I, Meyta P, Bayu AP, Lailatul S, Riza D, Dessy K, Arfiani F
serta rekan rekan dari Institut Pertanian Bogor, Prapti DL, Ani R, Mbak Ratna R,
Ka Manda, Mbak Adha, Ka Rizky N, serta seluruh civitas yang telah membantu
jalannya pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan usulan
tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar usulan tugas akhir yang lebih baik untuk ke depannya.
Semoga usulan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi yang
sesungguhnya.
Bogor, Februari 2014
Winda Alamsari
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 2
BAHAN DAN METODE 3
Tempat dan Waktu 3
Metode Penelitian 3
Penentuan Plot Penelitian 3
Pengambilan Contoh Semut 7
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Keanekaragaman Semut yang Ada
di Lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan 9
Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Keanekaragaman Semut 10
Komposisi Spesies Semut pada Berbagai
Tipe Penggunaan Lahan di Jambi 11
Komposisi Spesies Semut berdasarkan Peranannya
antar Tipe Penggunaan Lahan 12
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1 Daftar plot penelitian pada masing-masing lanskap di Jambi 4
2 Jumlah spesies semut pada masing masing tipe penggunaan lahan 9
3 Kemiripan komposisi spesies semut (%) berdasarkan antar tipe
penggunaan lahan di kedua lanskap
11
DAFTAR GAMBAR
1 Area penelitian (dalam kotak) yang terletak di lanskap Taman
Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan di Provinsi Jambi
3
2 Plot penelitian di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Plot
diberikan kode dengan huruf awal B yang berarti lanskap TNBD, huruf
berikutnya menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp: hutan primer,
Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks: kebun kelapa sawit.
Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari masing masing plot.
5
3 Plot penelitian di lanskap Hutan Harapan. Plot diberikan kode dengan
huruf awal H yang berarti lanskap Hutan Harapan, kemudian diikuti
huruf berikutnya yang menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp:
hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks: kebun
kelapa sawit. Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari masing
masing plot.
6
4 Desain penentuan subplot (nesting design) pada masing masing plot
disetiap tipe penggunaan lahan.
7
5 Piring Umpan, Gula (G) dan Tuna (T) dengan diameter piring 20
cm
7
6
7
1
Jumlah spesies semut yang ada di lanskap TNBD (B) dan Hutan
Harapan (H) pada tipe penggunaan lahan. Hp: hutan primer, Hs: hutan
sekunder karet, Ka: perkebunan karet dan Ks: perkebunan kelapa sawit.
Peranan dan komposisi semut pada tipe penggunaan lahan (A) hutan
primer, (B) hutan sekunder karet, (C) perkebunan karet dan (D)
perkebunan kelapa sawit.
DAFTAR LAMPIRAN
Jenis spesies semut yang ditemukan dan peranannya pada masing
masing tipe penggunaan lahan di Harapan dan Bukit Duabelas.
10
12
17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Transformasi habitat adalah konsekuensi logis dari pertambahan penduduk
yang terjadi di suatu wilayah akibat semakin terbatasnya lahan produktif untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Konversi hutan tropis menjadi lahan pertanian
untuk meningkatkan persediaan makanan dan bahan bakar adalah faktor penyebab
utama dari hilangnya keanekaragaman hayati (Foley 2005). Penurunan
keanekaragaman hayati dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem, karena
keanekaragaman hayati memberikan peranan penting dalam ekosistem (ecosystem
services) seperti pengaturan komposisi kimia atmosfer dan daur ulang nutrisi
(Featheringill 2002). Serangga memiliki peranan penting dalam jasa-jasa
ekosistem (Kremen dan Chaplin-Kramer 2007).
Serangga merupakan kelompok fauna invertebrata yang memiliki jumlah
spesies terbanyak di bumi (Hammond 1992). Serangga memiliki berbagai peranan
penting dalam ekosistem yaitu sebagai polinator, dekomposer, predator, parasitoid
dan penyebar benih (Kremen dan Chaplin-Kramer 2007). Oleh karena itu,
beberapa kelompok serangga dapat dijadikan sebagai bioindikator untuk
mendeteksi perubahan lingkungan yang memberikan respons yang khas terhadap
kerusakan hutan, diantaranya kumbang, kupu-kupu, rayap dan semut (Jones dan
Eggleton 2000).
Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai predator,
herbivor, detrivor, dan granivor, serta memiliki peranan yang unik dalam
interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau serangga lain
(Hőlldobler dan Wilson 1990). Di habitat hutan, semut dapat berperan sebagai
penyeimbang ekosistem hutan dimana semakin tinggi tingkat keanekaragaman
semut maka rantai makanan dan proses ekologis bersama komponen biotik lain
semakin seimbang (Majer 2006). Di habitat pertanian, semut dapat berperan
sebagai pengendali hayati hama, sebagai contoh spesies Oechophylla smaragdina
yang berperan sebagai pengendali hama lalat buah dan thrips pada tanaman
mangga (Peng dan Christian 2004,2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh transformasi habitat
terhadap keanekaragaman semut. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi pada dua
lanskap yaitu lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan lanskap Hutan
Harapan yang keduanya merupakan kawasan hutan dataran rendah. Jambi
memiliki area hutan mencapai 42% (Pemprov Jambi 1999) dengan area hutan
dataran rendah paling luas di Sumatera. Berdasarkan data BPS (2013) dari tahun
1997 - 2012 telah terjadi penurunan kawasan hutan yang disebabkan oleh
tingginya transformasi lahan. Oleh karena itu, sangat penting dilakukkan
penelitian untuk mengetahui dampaknya terhadap keanekaragaman hayati yang
ada.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari keanekaragaman semut pada
berbagai tipe penggunaan lahan di Jambi dan (2) mempelajari pengaruh tipe
penggunaan lahan terhadap komposisi semut berdasarkan peranannya.
2
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi mengenai
keanekaragaman semut di Jambi. Data yang diperoleh sangat berguna untuk
memberikan informasi mengenai komposisi semut pada berbagai penggunaan
lahan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan dilakukan di dua lanskap yaitu Taman Nasional Bukit
Duabelas (TNBD) yang terletak di Kabupaten Sarolangun dan Hutan Harapan
yang terletak di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi (Gambar 1). Di setiap
lanskap ditentukan empat tipe penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan
sekunder karet, perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit. Plot penelitian
pada lanskap TNBD terletak di tiga desa (Tabel 1) yang terbentang antara
102°34’- 102°51’ BT dan 01°56’- 02°56’ LS (Gambar 2) dan lanskap Hutan
Harapan terletak di lima desa (Tabel 1) terbentang antara 103°15’ - 103°21’ BT
dan 01°47’ - 02°11’ LS (Gambar 3). Penelitian laboratorium dilakukan di
Laboratorium Pengendalian Hayati Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Juni 2013.
Metode Penelitian
Penentuan Plot Penelitian
Berdasarkan empat tipe penggunaan lahan yang dipilih pada setiap lanskap
yaitu hutan primer, hutan sekunder karet, perkebunan karet dan perkebunan
kelapa sawit ditentukan 4 plot dengan luasan 50 m x 50 m pada masing-masing
tipe penggunaan lahan (Tabel 1). Khusus lanskap TNBD, beberapa tipe
penggunaan lahan tidak dapat diperoleh 4 plot. Hal ini karena tidak diperolehnya
plot yang seragam untuk tipe penggunaan lahan yang sama, sehingga untuk tipe
penggunaan lahan hutan, hutan sekunder karet, dan perkebunan kelapa sawit
kurang dari 4 plot (Tabel 1).
Di setiap plot ditentukan 5 subplot (nesting design) dengan ukuran 5 m x 5
m untuk tempat pengambilan contoh (Gambar 4). Di dalam subplot dipilih dua
pohon yang digunakan untuk penempatan umpan.
Gambar 1 Area penelitian (dalam kotak) yang terletak di lanskap Taman
Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan di Provinsi Jambi
4
Tabel 1 Daftar plot penelitian pada masing-masing lanskap di Jambi
No Plot sampling Jumlah
Plot Desa / Kecamatan
Ketinggian
(m dpl)
TNBD 1 Hutan Primer (BHp)
3 Pematang Kabau,
Dusun Baru
77-87
2 Hutan Sekunder Karet (BHs) 2 Dusun Baru, Pauh 40-89
3 Perkebunan Karet (BKa)
4
Pauh, Lubuk
Kepayang, Dusun
Baru
51-90
4 Perkebunan Kelapa Sawit
(BKs) 3
Lubuk Kepayang,
Dusun Baru
34-84
Hutan Harapan
5 Hutan Primer (HHp) 4 Bejubang 62-74
6 Hutan Sekunder Karet (HHs)
4
Bungku, Pompa
Air, Sungkai,
Singkawang
79-84
7 Perkebunan Karet (HKa)
4
Bungku, Pompa
Air, Sungkai,
Singkawang
59-90
8 Perkebunan Kelapa Sawit
(HKs) 4
Bungku, Pompa
Air, Sungkai,
Singkawang
48-81
5
Gambar 2 Plot penelitian di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Plot diberikan kode dengan huruf awal B yang berarti lanskap TNBD,
huruf berikutnya menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp: hutan
primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks: kebun
kelapa sawit. Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari masing
masing plot.
6
Gambar 3 Plot penelitian di lanskap Hutan Harapan. Plot diberikan kode dengan
huruf awal H yang berarti lanskap Hutan Harapan, kemudian diikuti
huruf berikutnya yang menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp:
hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks:
kebun kelapa sawit. Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari
masing masing plot.
7
Gambar 4 Desain penentuan subplot (nesting design) pada masing masing plot
disetiap tipe penggunaan lahan.
Pengambilan Contoh Semut
Pengambilan contoh semut dilakukan dengan metode umpan. Metode
umpan adalah metode pengambilan contoh semut dengan menggunakan umpan
berupa tuna dan gula sebagai penarik datangnya semut. Penelitian ini
menggunakan piring umpan hasil modifikasi dari Wielgoss et al. (2010) yaitu
berupa piring plastik putih berdiameter 20 cm dengan 4 wadah umpan
berdiameter 2 cm (Gambar 5). Umpan gula menggunakan air gula yang
diserapkan ke dalam busa yang diletakkan ke dalam wadah, sedangkan umpan
tuna menggunakan ikan tuna kaleng yang dimasukkan sejumlah ukuran wadah
(Gambar 5).
Disetiap plot, 10 piring umpan diletakkan pada 10 pohon dengan 2 pohon
pada setiap subplot. Piring ditempatkan pada batang pohon dengan ketinggian 1 m
dari atas permukaan tanah dengan menggunakan tali plastik. Pengamatan
dilakukan selama 1 jam dengan mengamati dan menghitung spesies semut yang
mengunjungi umpan setiap 15 menit. Metode ini dilakukan antara jam 08.30
sampai dengan 12.30 WIB. Beberapa individu semut diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung berisi alkohol 70% untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk
proses identifikasi.
Gambar 5 Piring Umpan, Gula (G) dan Tuna (T) dengan diameter piring 20
cm
8
Identifikasi Semut
Identifikasi semut dilakukan hingga tingkat genus menggunakan buku
Identification Guide to Bornean Ants (Hashimoto 2003) dan buku Identification
Guide to the Ant Genera of the World (Bolton 1997). Identifikasi spesies
menggunakan pendekatan morfospesies yaitu berdasarkan perbedaan morfologi
(Lattke 2000). Selain itu morfospesies dideskripsikan berdasarkan ciri dan peran
di dalam ekosistem. Semut yang hanya memakan umpan tunadikategorikan
sebagai semut predator, sedangkan semut yang hanya memakan gula
dikategorikan sebagai semut non predator. Apabila semut memakan kedua umpan,
maka dikategorikan sebagai semut omnivora.
Analisis Data
Perbedaan keanekaragaman semut antar tipe penggunaan lahan dianalisis
dengan menggunakan analisis ragam. Analisis dilakukan dengan menggunakan
dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB Release 14.12.0.
Untuk melihat kemiripan komposisi spesies semut tipe penggunaan lahan
dihitung dengan menggunakan indeks kemiripan Sorenson (Magurran 2004),
yaitu dengan rumus :
Cs = x 100 %
Cs = Indeks kemiripan spesies Sorensen
A = Jumlah spesies semut di tipe penggunaan lahan 1
B = Jumlah spesies semut di tipe penggunaan lahan 2
C = Jumlah spesies semut yang sama di kedua tipe penggunaan
lahan yang dibandingkan
Perbedaan komposisi berdasarkan peranan semut antar tipe penggunaan
lahan ditampilkan dalam grafik kue (pie chart).
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Semut yang Ada di Lanskap Taman Nasional Bukit
Duabelas dan Hutan Harapan
Berdasarkan pengambilan contoh yang dilakukan, spesies semut yang
berhasil dikoleksi di lanskap TNBD dan Hutan Harapan berjumlah 66 spesies
yang terdiri dari 4 subfamili dan 20 genus (Tabel 2). Lanskap TNBD memiliki 36
spesies, 3 subfamili, 15 genus semut, sedangkan lanskap Hutan Harapan memiliki
46 spesies, 4 subfamili, 20 genus semut. Keanekaragaman semut di lanskap Hutan
Harapan lebih banyak dibandingkan dengan keanekaragaman semut di lanskap
TNBD. Perbedaan keanekaragaman semut antar kedua lanskap diduga disebabkan
oleh beberapa faktor seperti keadaan habitat yang berbeda, jarak antar plot
terhadap hutan (Gambar 2 dan 3), dan sistem budidaya khususnya aplikasi
pestisida. Aplikasi pestisida dapat menyebabkan dampak negatif terhadap
keanekaragaman hayati termasuk semut (Wiktelius et al. 1999). Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan pada saat penelitian berlangsung, aplikasi herbisida pada
plot plot di lanskap TNBD lebih banyak dibandingkan dengan plot plot di lanskap
Hutan Harapan.
Tabel 2 Jumlah spesies semut pada masing masing tipe penggunaan lahan di
Jambi
Tipe Penggunaan lahan Subfamili Genus Spesies
Taman Nasional Bukit Duabelas
Hutan primer 3 5 8
Hutan sekunder karet 3 4 5
Perkebunan karet 3 8 17
Perkebunan kelapa sawit 3 11 14
Sub Total 3 15 36
Hutan Harapan Hutan primer 3 8 11
Hutan sekunder karet 3 8 9
Perkebunan karet 3 10 17
Perkebunan kelapa sawit 4 10 21
Sub Total 4 20 46
TOTAL 4 20 66
Pada kedua lanskap, jumlah spesies semut terbanyak ditemukan pada tipe
penggunaan lahan kelapa sawit (Tabel 2, Gambar 6). Jumlah semut yang
ditemukan pada perkebunan kelapa sawit di lanskap TNBD sebanyak 14 spesies
dengan rata rata 7 spesies di setiap plotnya. Jumlah semut yang ditemukan pada
perkebunan kelapa sawit di lanskap Hutan Harapan sebanyak 21 spesies dengan
rata rata 8 spesies di setiap plotnya. Jumlah spesies semut paling sedikit
ditemukan pada penggunaan lahan hutan primer dan hutan sekunder karet di
kedua lanskap (Gambar 6) dan diduga disebabkan oleh kondisi dari hutan primer
dan hutan sekunder karet yang cenderung belum banyak gangguan. Hal ini
10
Jum
lah s
pesi
es
Tipe penggunaan lahan
Lanskap
ORJF
HBHBHBHB
12
10
8
6
4
2
0
berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan keanekaragaman
semut lebih tinggi di hutan sekunder karet dibandingkan dengan tipe penggunaan
lahan lainnya di Jambi (Bignell et al. 2000; Watt dan Zborowski 2000). Perbedaan
ini disinyalir disebabkan oleh kondisi habitat dan metode pengambilan contoh
semut yang digunakan.
Gambar 6 Jumlah spesies semut yang ada di lanskap TNBD (B) dan Hutan
Harapan (H) pada tipe penggunaan lahan. Hp: hutan primer, Hs:
hutan sekunder karet, Ka: perkebunan karet dan Ks: perkebunan
kelapa sawit.
Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Keanekaragaman Semut
Keanekaragaman semut antar tipe penggunaan lahan di Jambi cenderung
menunjukkan perbedaan khususnya ditunjukkan di lanskap Hutan Harapan
(F3,15=6.1333, P=0.009), sedangkan keanekaragaman semut di TNBD tidak
menunjukkan perbedaan (F3,11=2.214, P=0.16). Walaupun demikian, tipe
penggunaan lahan tertentu di TNBD cenderung memiliki keanekaragaman semut
lebih tinggi dibandingkan tipe penggunaaan lahan yang lain (Gambar 6). Hal
tersebut menunjukkan bahwa tipe penggunaan lahan mempengaruhi
keanekaragaman semut.
Keanekaragaman semut pada hutan sekunder karet memiliki kesamaan
dengan keanekaragaman semut di hutan primer. Hal ini karena hutan sekunder
karet memiliki kondisi habitat yang hampir sama dengan hutan primer. Hasil
penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan keanekaragaman semut antara
hutan primer dan sistem agroforestri kakao di Sulawesi Tengah (Rizali et al.
2012). Sistem agroforestri kakao dengan kondisi habitat menyerupai hutan
menyebabkan keanekaragaman semut yang ada di dalamnya tidak jauh berbeda.
Jumlah spesies semut terbanyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit
(Tabel 2, Gambar 6). Tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit meskipun
Hp Hs Ka Ks
11
monokultur dan dengan tingkat gangguan tinggi ternyata menciptakan kondisi
habitat yang sesuai untuk keberadaan semut khususnya semut-semut pendatang
dan semut “tramp” atau semut yang berasosiasi dengan keberadaan manusia
(McGlynn 1999). Keberadaan semut pada suatu habitat dipengaruhi oleh
kesesuaian suhu, habitat yang mendukung untuk pembuatan sarang, sumber
makanan dan daerah jelajah yang mendukung (Andersen 2000; McGlynn 1999).
Adanya aktivitas dan keberadaan manusia (Suarez et al. 1998; Gibb dan Hochuii
2003; Graham et al. 2004; Schoereder et al. 2004) di perkebunan kelapa sawit
menyebabkan tingginya keanekaragaman semut yang ditemukan.
Komposisi Spesies Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi
Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada masing
masing tipe penggunaan lahan di kedua lanskap mempunyai perbedaan. Beberapa
spesies semut hanya ditemukan pada tipe penggunaan lahan tertentu. Spesies
semut yang ditemukan di hutan primer tidak ditemukan di ketiga tipe penggunaan
lahan lainnya di kedua lanskap (Tabel 3). Tidak ditemukannya spesies semut di
habitat lainnya menunjukkan bahwa banyak spesies semut hutan primer yang
hilang atau tergantikan oleh spesies semut yang lain sebagai akibat dari konversi
hutan.
Berdasarkan tipe penggunaan lahan yang sama pada lanskap berbeda,
cenderung memiliki kesamaan komposisi spesies semut. Hasil ini ditunjukkan
pada tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit yang memiliki kemiripan
tinggi antar kedua lanskap (52%) (Tabel 3). Keberadaan spesies semut pada suatu
habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi spesies tersebut
(Whittaker 1998; Hőlldobler dan Wilson 1990). Beberapa spesies semut
ditemukan mendominasi pada tipe penggunaan lahan tertentu, sebagai contoh
spesies Anoplolepis gracilipes dan Technomyrmex sp. 01 ditemukan di
perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian Pfeiffer et al. (2008) juga menemukan
bahwa spesies semut yang paling banyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit
adalah A. gracilipes dan Technomyrmex sp. A. gracilipes ditemukan hampir di
semua tipe penggunaan lahan kecuali di hutan primer yang keadaan habitatnya
belum terganggu oleh keberadaan manusia. Spesies A. gracilipes termasuk spesies
semut eksotik invasif (McGlynn 1999) yang keberadaannya pada suatu habitat
dipengaruhi oleh keberadaan manusia. Hal ini menyebabkan spesies ini dapat
ditemukan di ketiga tipe penggunaan lahan yaitu hutan sekunder karet,
perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit.
12
Tabel 3 Kemiripan komposisi spesies semut (%) berdasarkan antar tipe
penggunaan lahan di kedua lanskap
Plot* BHp BHs BKa BKs HHp HHs HKa HKs
BHp 100
BHs 0 100
BKa 0 18 100
BKs 0 22 21 100
HHp 10 0 7 8 100
HHs 0 14 15 18 0 100
HKa 0 18 41 33 0 23 100
HKs 0 30 31 52 0 20 26 100
Komposisi Spesies Semut berdasarkan Peranannya antar Tipe Penggunaan
Lahan
Komposisi spesies semut berdasarkan peranannya menunjukkan perbedaan
antar tipe penggunaan lahan. Semut dengan peranan tertentu mendominasi pada
tipe penggunaan lahan tertentu (Gambar 7). Di hutan primer, hutan sekunder karet
dan perkebunan kelapa sawit, kelompok semut omnivora lebih mendominasi
dibandingkan dengan kelompok semut predator, sedangkan di perkebunan karet
kelompok semut predator lebih mendominasi. Menurut Kaspari et al. (2003)
transformasi habitat sangat berpengaruh pada perilaku semut misalnya interaksi
kompetitif, penghindaran predator, dan parasitisme. Dominasi kelompok semut
omnivora pada suatu habitat mengindikasikan bahwa habitat tersebut relatif lebih
stabil karena berhubungan dengan keberadaan mangsa.
Gambar 7 Peranan dan komposisi semut pada tipe penggunaan lahan (A) hutan
primer, (B) hutan sekunder karet, (C) perkebunan karet dan (D)
perkebunan kelapa sawit.
A B
C D
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Total spesies semut yang berhasil dikoleksi di TNBD dan Hutan Harapan
berjumlah 66 spesies yang termasuk dalam 4 subfamili dan 20 genus.
Keanekaragaman semut di lanskap Hutan Harapan lebih banyak dibandingkan
dengan keanekaragaman semut di lanskap TNBD. Keanekaragaman semut paling
tinggi terdapat pada tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit baik di
lanskap TNBD maupun Hutan Harapan. Selain itu, pada tipe penggunaan lahan
yang berbeda terdapat perbedaan komposisi semut berdasarkan peranannya. Hal
ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempengaruhi komposisi
spesies semut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang sama namun
pada tipe mikro habitat yang berbeda.
14
DAFTAR PUSTAKA
Andersen AN. 2000. Global ecology of rainforest ants: functional groups in
relation to environmental Stress and Disturbance. Di dalam: Agosti D,
Majer JD, Alonso LE, Scultz TR, editor. Ants: Standard Methods for
Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington (US): Smithsonian
Institution Press. hlm 25-34.
Bignell DE, Widodo E, Susilo FX, Suryo H. 2000. Ground dwelling ants,
termites, other macroarthropods and earthworms. Di dalam: Gillison AN,
editor. Above-ground biodiversity assessment working group summary
report. Nairobi (KE): International Centre for Research in Agroforestry.
hlm 91-127.
Bolton B. 1997. Identification Guide to the Ant Genera of the World. London
(GB): Harvard University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2013. Jambi dalam Angka 2013.
http://www.jambi.bps.go.id. [28 Januari 2014].
Featheringill L. 2002. Capitalism threatens agricultural biodiversity. Di dalam:
Dudley W, editor. Biodiversity. San Diego (US): Greenhaven Press, Inc.
hlm 125-129.
Foley JA. 2005. Global Consequences of Land Use. Science. 309(5734): 570-574.
Graham JH et al. 2004. Habitat disturbance and the diversity and abundance of
ants (Formicidae) in the Southeastern Fall-Line Sandhills. J Insect Science
4(30): 1-15. [internet]. Tersedia pada: http://www.insectscience.org/4.30
Gibb H, Hochuli DF. 2003. Colonisation by a dominant ant facilitated by
anthropogenic disturbance: affects on ant assemblage composition, biomass
and resourse use. Oikos. 103: 469-478.
Hammond PM. 1992. Species inventory. Di dalam: B Groomnridge, editor.
Global Biodiversity: Status of The Earth’s Living Resources. London (GB):
Chapman & Hall. hlm 17-39
Hashimoto Y. 2003. Inventory and collection: total protocol for understanding of
biodiversity. Di dalam : Hashimoto Y, Rahman H, editor. Identification
Guide to The Ant Genera of Borneo. Kota Kinabalu (MY): Research and
Education Component, BBEC Programme (Universiti Malaysia Sabah), hlm
310.
Hölldobler B, Wilson EO. 1990. The Ants. Canada: Harvard University Press.
Jones TJ, Eggleton. P. 2000. Sampling Termite Assemblages in Tropical Forests :
Testing a Rapid Biodiversity Assesment Protocol. Journal of Applied
Ecology. 37: 191-203.
Kaspari M. Yuan M. Alonso L. 2003. Spatial grain and the causes of regional
diversity gradients in ants. American Naturalist. 161: 459–77.
Kremen C, Chaplin-Kramer R. 2005. Insect as providers of ecosystem services:
Crop Pollination and control. Di dalam: The Royal Entomological Society.
Stewart AJ, New TR, Lewis OT, editor. Insect Conservation Biology.
Wallingford (GB) : CABI. Hlm 349-382.
Lattke JE. 2000. Specimen processing: building and curatingan ant collection. Di
dalam: Agosti D, Majer LE, Alonso & Schultz TR, editor. Ants: Standard
15
Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington (US):
Smithsonian InstitutionPress. hlm 155–171.
Magurran AE. 2004. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey
(US): Princeton University Press.
McGlynn PT. 1999. The worldwide transfer of ants: geographical distribution and
ecological invasions. J Biogeography. 26: 535-548.
Majer JD. 2006. An improved pitfall trap for sampling ants and other epigaeic
invertebrates. Journal of the Australian Entomological Society 17: 261-262.
[Pemprov Jambi] Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi. Surat Keputusan
Gubernur Kepala Tingkat I Jambi Nomor : 108 Tahnun 1999 tentang
Penetapan Luas Kawasan Hutan di Propinsi Jambi berdasarkan Peta
Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. Jambi (ID): Pemprov Jambi.
Peng RK, Christian K, 2004.The weaver ant, Oecophylla smaragdina
(Hymenoptera: Formicidae), an effective biological control agent of the red-
banded thrips, Selenothrips rubrocinctus (Thysanoptera: Thripidae) in
mango crops in the Northern Territory of Australia. International Journal of
Pest Management 50 (2): 107-114. doi: 10.1080/09670870410001658125
Peng RK, Christian K, 2006. Effective control of Jarvis’s fruit fly, Bactrocera
jarvisi (Diptera: Tephritidae), by the weaver ant, Oecophylla smaragdina
(Hymenoptera: Formicidae), in mango orchards in the Northern Territory of
Australia. International Journal of Pest Management 52: 275-82.
Pfeiffer M, Tuck CH, Lay TC. 2008. Exploring arboreal ant community
composition and co-occurrence patterns in plantations of oil palm Elaeis
guineensis in Borneo and Peninsular Malaysia. Ecography 31:21-32.
Rizali A, Clough Y, Buchori D, Hosang M, Bos MM, Tscharntke T. 2012. Long-
term change of ant community structure in cacao agroforestry landscapes in
Indonesia. Insect Conservation and Diversity. doi: 10.1111/j.1752-
4598.2012.00219.x
Schoereder JH, Sobrinho TG, Ribas CR, Campos RBF. 2004. Colonization and
extinction of ant communities in a fragmented landscape. Austral Ecology
29:391-398.
Suarez AV, Bolger D, Case TJ. 1998. Effect of Fragmentation and Invasion on
Native Ant Communities in Coastal Southern California. Ecology. 79(6):
2041-2056.
Watt AD, Zborowski P. 2000. Section 6: Canopy Insect, Canopy arthropods and
butterfly survey: Preliminary report, pp 69-90. In A. N. Gillison (ed.).
Above-ground Biodiversity Assessment Working Group Summary Report
Nairobi (KE): International Centrefor Research in Agroforesty. hlm 69-90
Whittaker RJ. 1998. Island biogeography: ecology, evolution and conservation.
Oxford (GB) : Oxford University Press.
Wielgoss A, Tscharntke T, Buchori D, Fiala B, Clough Y. 2010. Temperature and
a dominant dolichoderine ant species affect ant diversity in Indonesian
cacao plantations. Agriculture, Ecosystems and Environment. 135: 253–259
Wiktelius S, et al. 1999. Effects of insecticides on non-target organisms in
African agroecosystems: a case for establishing regional testing
programmes. Agriculture, Ecosystems & Environment. 75: 121–131.
16
LAMPIRAN
17
Lam
pir
an 1
Je
nis
spes
ies
sem
ut
yan
g d
item
ukan
dan
per
anan
nya
pad
a m
asin
g m
asin
g t
ipe
penggunaa
n l
ahan
di
Har
apan
dan
B
ukit
Duab
elas
.
No.
Spes
ies
Bukit
Dua
Bel
as
Har
apan
P
eran
an
BH
p
BH
s B
Ka
BK
s H
Hp
HH
s H
Ka
HK
s
D
oli
chod
erin
ae
1
Doli
choder
us
sp. 01
0
0
0
0
0
0
3
0
Non P
redat
or
2
Doli
choder
us
sp. 02
0
0
0
0
0
0
0
46
Pre
dat
or
3
Doli
choder
us
sp. 03
0
0
86
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
4
Irid
iom
yrm
ex s
p. 01
1
0
0
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
5
Irid
iom
yrm
ex s
p. 02
0
0
0
0
0
14
0
0
Pre
dat
orS
FC
6
Low
erie
lla
sp. 01
0
0
4
0
1
0
0
0
Pre
dat
or
7
Low
erie
lla
sp. 02
0
0
0
4
0
0
0
0
Non P
redat
or
8
Phil
idri
s sp
. 01
0
0
0
0
2410
0
0
0
Om
niv
ora
9
Phil
idri
s sp
. 02
0
0
0
0
0
1473
79
0
Pre
dat
or
10
T
apin
om
a s
p. 01
0
0
108
118
0
73
134
239
Om
niv
ora
11
T
apin
om
a s
p. 02
0
0
30
51
0
0
19
41
Pre
dat
or
12
T
apin
om
a s
p. 03
0
103
267
0
0
0
43
0
Pre
dat
or
13
T
apin
om
a s
p. 04
0
0
4
0
0
0
5
0
Pre
dat
or
14
T
echnom
yrm
ex s
p. 01
0
0
0
0
0
0
0
888
Om
niv
ora
15
T
echnom
yrm
ex s
p. 02
0
0
0
0
0
0
34
0
Pre
dat
or
16
T
echnom
yrm
ex s
p. 03
0
0
0
0
0
0
2
0
Pre
dat
or
17
18
L
ampir
an 2
Lan
juta
n
No
S
pes
ies
Bukit
Duab
elas
H
arap
an
Per
anan
B
Hp
B
Hs
BK
a B
Ks
HH
p
HH
s H
Ka
HK
s
F
orm
icin
ae
17
A
noplo
lepis
gra
cili
pes
0
953
8
3021
0
170
710
1709
Om
niv
ora
18
C
am
ponotu
s sp
. 01
0
0
0
0
8
0
0
0
Pre
dat
or
19
C
am
ponotu
s sp
. 02
0
0
1
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
20
C
am
ponotu
s sp
. 03
0
0
23
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
21
C
am
ponotu
s sp
. 04
0
0
0
0
18
0
0
0
Pre
dat
or
22
C
am
ponotu
s sp
. 05
0
0
1
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
23
C
am
ponotu
s sp
. 06
0
0
2
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
24
C
am
ponotu
s sp
. 07
0
0
16
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
25
C
am
ponotu
s sp
. 08
0
0
0
0
0
24
0
0
Pre
dat
or
26
C
am
ponotu
s sp
. 09
0
0
3
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
27
C
am
ponotu
s sp
. 10
0
0
0
1
0
0
0
0
Tid
ak
dik
etah
ui
28
N
ylander
ia s
p. 01
0
0
19
34
0
0
7
7
Om
niv
ora
29
N
ylander
ia s
p. 02
0
0
0
0
0
0
0
241
Om
niv
ora
30
N
ylander
ia s
p. 03
0
0
42
0
0
0
20
357
Om
niv
ora
31
N
ylander
ia s
p. 04
16
0
0
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
32
O
echophyl
la s
mara
gdin
a
0
0
192
0
0
0
0
1
Om
niv
ora
33
P
oly
rhach
is s
p. 02
0
0
0
1
0
0
0
0
Om
niv
ora
34
P
oly
rhach
is s
p. 05
0
0
0
0
0
13
0
0
Pre
dat
or
35
P
oly
rhach
is s
p. 08
0
0
0
0
0
0
2
3
Pre
dat
or
18
19
Lam
pir
an 3
Lan
juta
n
No
Sp
esie
s B
ukit
Duab
elas
H
arap
an
Per
anan
B
Hp
B
Hs
BK
a B
Ks
HH
P
HH s
HK
a H
Ks
Myrm
icin
ae
36
A
phaen
ogast
er s
p. 01
1
0
0
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
37
A
phaen
ogast
er s
p. 02
0
0
0
0
1
0
0
0
Tid
ak
dik
etah
ui
38
C
rem
ato
gast
er s
p. 01
485
0
0
0
0
0
0
0
Om
niv
ora
39
C
rem
ato
gast
er s
p. 02
0
0
262
22
235
0
0
0
Om
niv
ora
40
C
rem
ato
gast
er s
p. 03
35
0
0
0
0
0
0
0
Pre
dat
or
41
C
rem
ato
gast
er s
p 0
6
0
0
0
0
200
0
0
0
Om
niv
ora
42
C
rem
ato
gast
er s
p. 07
0
205
0
419
0
0
0
419
Om
niv
ora
43
C
rem
ato
gast
er s
p. 08
8
0
0
0
194
0
0
0
Om
niv
ora
44
C
rem
ato
gast
er s
p. 09
0
0
0
0
16
0
0
0
Om
niv
ora
45
C
rem
ato
gast
er s
p. 10
0
0
0
0
0
153
0
0
Pre
dat
or
46
C
rem
ato
gast
er s
p. 14
0
0
0
0
0
47
0
0
Om
niv
ora
47
L
ord
om
yrm
a s
p. 01
0
0
0
0
0
0
10
0
Pre
dat
or
48
L
ord
om
yrm
a s
p. 02
0
0
0
0
0
0
22
0
Om
niv
ora
49
L
ord
om
yrm
a s
p. 03
0
0
0
19
0
0
0
0
Non p
redat
or
50
L
ord
om
yrm
a s
p. 04
0
0
0
0
0
0
4
0
Om
niv
ora
51
M
eranoplu
s sp
. 01
0
0
0
0
105
0
0
0
Om
niv
ora
52
M
onom
ori
um
sp. 01
0
0
0
77
0
0
61
449
Om
niv
ora
53
M
onom
ori
um
sp. 02
0
0
0
8
0
0
0
2
Non p
redat
or
54
M
onom
ori
um
sp. 03
0
0
0
0
0
0
0
28
Om
niv
ora
19
20
L
ampir
an 4
Lan
juta
n
No
S
pes
ies
Bukit
Duab
elas
H
arap
an
Per
anan
B
Hp
B
Hs
BK
a B
Ks
HH
p
HH
s H
Ka
HK
s
55
P
hei
dole
sp. 01
0
0
0
259
0
0
0
587
Om
niv
ora
56
P
hei
dole
sp. 02
0
0
0
0
0
0
0
229
Om
niv
ora
57
P
hei
dole
sp. 03
0
0
0
0
0
0
0
155
Pre
dat
or
58
P
hei
dole
sp. 05
0
0
0
0
0
0
0
485
Pre
dat
or
59
P
hei
dole
sp. 06
0
71
0
0
0
0
0
231
Om
niv
ora
60
P
hei
dole
sp. 07
0
0
0
0
0
45
0
5
Pre
dat
or
61
P
hei
dole
sp. 08
0
75
0
0
0
0
0
366
Om
niv
ora
62
P
hei
dole
sp. 09
12
0
0
0
0
0
0
0
Om
niv
ora
63
P
hei
dole
sp. 10
3
0
0
0
0
0
0
0
Non p
redat
or
64
P
roatt
a s
p. 01
0
0
0
2
0
0
0
3
Pre
dat
or
65
T
etra
mori
um
sp. 01
0
0
0
0
7
0
0
0
Om
niv
ora
P
seu
do
myrm
icin
ae
66
T
etra
po
ner
a s
p 0
3
0
0
0
0
0
0
0
15
Pre
dat
or
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 14 Februari 1991, anak bungsu dari
pasangan Bapak Wendy Djohan dan Ibu Yusrida Nasution. Tahun 2009 penulis
menamatkan SMA Negeri 90 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI).
Penulis aktif mengikuti kepanitiaan, seminar dan pelatihan di lingkungan
dalam dan luar Departemen Proteksi Tanaman. Penulis pernah menjadi asisten
peneliti CRC 990 – Ecological and Socioeconomic Function of Tropical Lowland
Rainforest ransformation Systems di Jambi pada tahun 2012. Penulis juga pernah
menjadi peserta 9th
ANeT International Conference di Kota Kinabalu, Sabah,
Malaysia pada tahun 2013. Penulis juga aktif di klub fotografi Capung
Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2010-2011.