“keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender...

23
BAB II PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN PRESPEKTIF KESETARAAN JENDER .....Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender Kesetaraan adalah kesamaan posisi dan kesempatan bagi siapapun...” __ Susan Moller Okin__ 2.1. Pengantar Hubungan laki-laki dan perempuan adalah salah satu bentuk dari interaksi sosial, sekaligus merupakan kunci dari kehidupan bersama. Pola pergaulan antara laki-laki dan perempuan ikut ditentukan oleh peranan yang mengatur perilaku dan kedudukan yang menunjukkan posisi identitas serta citra diri mereka dalam masyarakat. Peran dan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan akan berdampak pada hubungan yang harmonis dalam masyarakat sebaliknya ketidak-setaraan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan akan menyebabkan ketimpangan relasi dalam masyarakat. Penulisan bab ini adalah tentang peran dan kedudukan perempuan dalam masyarakat, bertolak dari berbagai pandangan dan pemikiran yang berkaitan dengan hal tersebut. Umumnya peran dan kedudukan perempuan tidak seimbang dan tidak sama dengan laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, seringkali bersifat dominasi-subordinasi atau superior-inferior. Laki-laki menjadi pihak yang mendominasi dan superior sedangkan perempuan menjadi pihak yang tersubordinasi dan inferior. Perempuan seringkali menjadi jenis kelamin nomor dua dalam berbagai struktur masyarakat. Ketidak- setaraan jender seperti ini, telah mengakar kuat dalam berbagai tradisi budaya dan adat istiadat masyarakat termasuk di Buru Selatan. Penulisan ini akan lebih mengarah pada pandangan tentang peran dan kedudukan perempuan dari prespektif kesetaraan jender. Melihat peran dan kedudukan perempuan dalam kesetaraan dengan

Upload: ledieu

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

BAB II

PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN

PRESPEKTIF KESETARAAN JENDER

“.....Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender Kesetaraan adalah kesamaan posisi dan kesempatan bagi siapapun...”

__ Susan Moller Okin__

2.1. Pengantar

Hubungan laki-laki dan perempuan adalah salah satu bentuk dari interaksi sosial,

sekaligus merupakan kunci dari kehidupan bersama. Pola pergaulan antara laki-laki dan

perempuan ikut ditentukan oleh peranan yang mengatur perilaku dan kedudukan yang

menunjukkan posisi identitas serta citra diri mereka dalam masyarakat. Peran dan kedudukan

yang setara antara laki-laki dan perempuan akan berdampak pada hubungan yang harmonis

dalam masyarakat sebaliknya ketidak-setaraan peran dan kedudukan antara laki-laki dan

perempuan akan menyebabkan ketimpangan relasi dalam masyarakat. Penulisan bab ini

adalah tentang peran dan kedudukan perempuan dalam masyarakat, bertolak dari berbagai

pandangan dan pemikiran yang berkaitan dengan hal tersebut.

Umumnya peran dan kedudukan perempuan tidak seimbang dan tidak sama dengan

laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, seringkali bersifat

dominasi-subordinasi atau superior-inferior. Laki-laki menjadi pihak yang mendominasi dan

superior sedangkan perempuan menjadi pihak yang tersubordinasi dan inferior. Perempuan

seringkali menjadi jenis kelamin nomor dua dalam berbagai struktur masyarakat. Ketidak-

setaraan jender seperti ini, telah mengakar kuat dalam berbagai tradisi budaya dan adat

istiadat masyarakat termasuk di Buru Selatan.

Penulisan ini akan lebih mengarah pada pandangan tentang peran dan kedudukan perempuan

dari prespektif kesetaraan jender. Melihat peran dan kedudukan perempuan dalam kesetaraan dengan

Page 2: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

laki-laki, merupakan salah satu cara membangun hubungan yang lebih adil dan harmonis di dalam

menata kehidupan bersama masyarakat di Indonesia khususnya di Buru Selatan.

2.2. Pengertian kata Peran dan Kedudukan

2.2.1. Peran

Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran. Peran yang

dimiliki oleh seorang manusia (individu) bukanlah merupakan peran tunggal, tetapi

merupakan sekumpulan peran yang membuatnya dapat berfungsi secara utuh dalam

masyarakat.17

Kata peran diambil dari istilah teater dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari kelompok-kelompok masyarakat. Peran ialah bagian yang dimainkan oleh

seorang manusia baik itu laki-laki maupun perempuan pada setiap keadaan, juga cara

bertingkah laku untuk menyelaraskan diri mereka dengan keadaan.18

KBBI menjelaskan kata

peran sebagai pemain; tukang lawak; perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang

yang berkedudukan dalam masyarakat. Berperan (kata kerja) berarti bermain sebagai (dalam

drama, sandiwara, dsb); bertindak sebagai pemeran. Melakukan peranan (kata benda) adalah

bagian yang dimainkan seorang pemain; tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu

peristiwa.19

Peran juga merupakan petunjuk kelakuan yang diatur menurut norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat. Dengan begitu maka hubungan sosial yang ada dalam

masyarakat merupakan hubungan dari peran-peran individu-individu (baik laki-laki maupun

perempuan), yang berasal dari pola-pola pergaulan hidup masyarakat setempat.20

Ada banyak peran yang dimiliki oleh manusia sejak lahir, beranjak dewasa hingga

lanjut usia. Adapun kumpulan peran tersebut tidak pernah tetap oleh karena manusia selalu

berkembang dan bertumbuh setiap saat. Setiap tahap perkembangan memuat peran-peran

17

Anne Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita Dalam Gereja dan Masyarakat (Yogyakarta:

Kanisius/Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 19. 18

Brunetta R Wolfman, Peran Kaum Wanita – Bagaimana Menjadi Cakap dan Seimbang dalam Aneka

Peran (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 10. 19

Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Difa Publisher, 2008),

641. 20

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 20-21.

Page 3: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

tertentu, yang saling berurutan dan bertautan satu dengan yang lain. Setiap manusia memiliki

perannya masing-masing, baik yang sama maupun yang berbeda dari manusia lain. Oleh

karena itu, dibutuhkan adanya pembagian peran ketika manusia hidup bersama dalam

masyarakat. Pembagian peran dalam masyarakat ini penting untuk mengatur cara pergaulan

dan mengendalikan anggota masyarakat, dalam proses menyesuaikan diri dengan norma-

norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.21

Setiap peran yang dilakukan oleh seseorang memiliki unsur-unsur yang menjadi dasar

untuk membentuk peran tersebut. Adapun unsur-unsur pokok dari berbagai peran yang

dilakukan oleh manusia menurut Soerjono Soekanto antara lain adalah:22

1. Peran yang diharapkan dari masyarakat (ideal expected, prescribed role).

2. Peran sebagaimana yang dianggap oleh setiap individu (perceived role).

3. Peran yang dijalankan di dalam kenyataan (performed, actual role).

Unsur-unsur peran ini, pada kenyataannya memiliki kemungkinan untuk bertentangan satu

dengan yang lain dalam proses hidup manusia.

2.2.2. Kedudukan

Setiap peran manusia dalam pergaulan hidup mereka di masyarakat telah dinilai,

diberikan posisi atau kedudukan yang tetap dalam interaksi sosial di masyarakat tersebut.

Dengan kata lain sistem kedudukan dalam masyarakat telah tersusun secara hierarkis, yang

mengakibatkan adanya peran yang dianggap lebih bergengsi dan lebih tinggi daripada yang

lain. Contohnya peran sebagai seorang pendeta dinilai lebih tinggi kedudukannya daripada

peran sebagai seorang anggota jemaat.23

21

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 21. 22

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat (Jakarta: CV Rajawali

Pres, 1983), 54-55.

23

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 21.

Page 4: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Kadang-kadang ada perbedaan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan

sosial (sosial status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu

kelompok sosial, sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang dalam lingkungan

pergaulannya, prestisenya, serta hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Kedua istilah tersebut

memiliki arti yang sama dan digambarkan dengan kedudukan (status) saja. Secara abstrak,

kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu tempat tertentu.

Dalam KBBI, kata kedudukan berasal dari akar kata duduk (kata kerja) yang berarti

meletakan tubuh atau terletak tubuhnya dengan bertumpu pada pantat; ada di (dlm peringkat

belajar), kawin atau bertunangan dan tinggal atau diam. Kedudukan (kata benda) berarti

tempat kediaman; tempat pegawai atau pengurus organisasi tinggal untuk melakukan

pekerjaan atau jabatan; tingkatan atau martabat; letak suatu benda dan keadaan yang

sebenarnya (tentang perkara dsb).24

Kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat dapat ditempati berdasarkan

kelahiran (ascribed) dan kemampuan (achieved). Soerjono Soekanto dengan mengutip

Inkeles mendeskripsikan keduanya sebagai berikut:25

1. Ascribed status, yaitu posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat yang

dicapai berdasarkan kelahiran, garis keturunan, kasta dan agama. Misalnya

kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula atau status seseorang

dari kasta yang tinggi dalam masyarakat akan lebih terhormat dari orang yang

berasal dari kasta yang lebih rendah.

2. Achieved status, yaitu posisi atau kedudukan yang dicapai oleh seseorang melalui

usaha atau tindakan yang dilakukannya. Dengan kata lain achieved status adalah

posisi atau kedudukan yang dicapai seseorang berdasarkan

kemampuan/prestasinya. Achieved status kebanyakan berhubungan dengan dunia

24

Fajri & Senja, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 265. 25

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi, 25-26.

Page 5: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

politik dan pekerjaan atau profesi. Misalnya, setiap orang dapat menjadi seorang

dokter asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut bergantung

pada yang bersangkutan bisa atau tidak menjalaninya. Apabila yang bersangkutan

tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, ia tidak akan mendapat kedudukan

yang diinginkannya.

Biasanya hak dan kewajiban seorang manusia harus seimbang. Namun pada

umumnya kalau kedudukan seseorang lebih rendah maka kewajibannya menjadi lebih banyak

sedangkan haknya lebih sedikit. Sementara kalau kedudukannya lebih tinggi maka hak

menjadi lebih besar daripada kewajibannya. Dalam kaitan dengan kedudukan antara laki-laki

dan perempuan, maka secara hierarkis seringkali status dan posisi laki-laki lebih tinggi

daripada perempuan.26

2.3. Peran dan Kedudukan Perempuan dari Prespektif Kesetaraan Jender.

2.3.1. Memahami Paradigma Jender.

Istilah jender berasal dari bahasa latin genus yang berarti ras, turunan, golongan atau

kelas.27

Dalam bahasa Inggris jender diartikan sebagai jenis kelamin. Webster‟s New World

Dictionary mengartikan jender sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dalam hal nilai dan perilaku.28

Robeth Stoller merupakan orang yang pertama menggunakan istilah jender untuk

memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefenisian yang bersifat sosial

budaya dengan pendefenisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis.29

Julia Cleves Mosse

26

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 21. 27

Colette Downing dalam Cinderela Complex: Women‟s hidden fear of independence (New York:

Summit Books, 1981), 22. 28

Victoria Neufeldt (ed.) Webster‟s New World Dictionary (New York: Webster’s New World

Clevenland, 1984), 561. 29

Robeth Stoller, Sex and Gender: on the development of Masculinity and Femininity (London:

Hogarth press, 1968), 7.

Page 6: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

menyebutnya sebagai seperangkat peran seperti halnya kostum dan topeng di teater, yang

menyampaikan pada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin.30

Pengertian jender kemudian dikembangkan lagi oleh Ann Oakley31

yang menyatakan

bahwa jender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Baginya

analisis jender akan memampukan orang untuk memahami persoalan ketidak-adilan, bukan

saja pada perempuan tapi juga keadilan sosial secara luas. Ia kemudian mengartikan jender

sebagai konstruksi sosial pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia.32

Pendapat

ini dipertegas dalam Women‟s Studies Encylopedia yang menjelaskan bahwa jender adalah

suatu konsep kultural (cultural) yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal

peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dalam masyarakat.33

Dengan kata lain jender merupakan harapan-harapan

budaya terhadap laki-laki dan perempuan sekaligus dasar untuk menentukan perbedaan

sumbangan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan kolektif sehari-hari.34

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jender adalah sebuah

pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya bukan dari

segi biologis. Jender merupakan sebuah konstruksi sosial tentang relasi antara laki-laki dan

perempuan, sekaligus merupakan salah satu faktor sosial yang penting dalam masyarakat.

Dalam kenyataannya, istilah jender seringkali dipersamakan dengan istilah seks

(kelamin). Jender dan seks telah menyatu melalui pandangan masyarakat yang mencoba

untuk memadu-padankan cara bertindak dengan kodrat biologis.35

Dengan demikian, dalam

30

Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 24. 31

Ann Oakley adalah orang yang pertama kali mengembangkan pendekatan analisis gender untuk

melihat posisi dan kerja kaum perempuan. Bagi Fakih Mansour analisis gender dapat mempertajam berbagai

analisis kritis yang telah ada dalam masyarakat. Lihat Fakih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 9. 32

Aan Oakley, Sex, Gender and Society (London: Temple Smith, 1985), 22. 33

Helen Toerney (Ed), Women‟s Studies Encylopedia Vol 1 (New York: Green Wood Press, 1990),

153. 34

Hillary M Lips, Sex an Gender: an introduction, (London: Mayfield Publishing company, 1993), 4. 35

Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, Gender dan Inferioritas Perempuan (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010), 4-5.

Page 7: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

upaya untuk lebih memahami terminologi jender maka perlu dibedakan antara istilah jender

dengan istilah seks.

Seks merupakan penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi

potensial. Seks adalah pembagian antara dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan

dengan berbagai kodratnya secara biologis. Misalnya, bahwa manusia laki-laki memiliki

penis, memiliki jakala dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat

reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, vagina, memproduksi telur dan

memiliki alat untuk menyusui. Alat-alat ini secara biologis melekat pada manusia laki-laki

dan perempuan serta tidak dapat dipertukarkan antara keduanya.36

Jender sendiri merupakan

elaborasi sosial dari sifat biologis. Jender membangun konstruksi sosial dari sifat biologis,

kemudian melebih-lebihkannya dan pada akhirnya menempatkannya pada posisi yang sama

sekali tidak relevan.37

Dapat dikatakan bahwa jender adalah semua atribut sosial mengenai

laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti

keras, kuat, rasional, gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki sifat feminin

seperti halus, lemah, perasa, sopan, penakut. Perbedaan tersebut dipelajari dari keluarga,

teman, tokoh masyarakat, lembaga keagamaan dan kebudayaan, sekolah, tempat kerja,

periklanan dan media.38

Susan Moler Okin menyatakan bahwa jender datang untuk diakui

sebagai salah satu faktor sosial yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.39

The

Cambridge Encyclopedia memberikan batasan jender sebagai berikut:

The social expression of the basic physiological differences between men and women - social

behavior which is deemed to be appropriate to masculine or feminine roles and which is

learned through primary and secondary socialization. thus, which sex is biological, gender is

socially determined.40

36

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, 8. 37

Sugihastuti dan Saptiawan, Gender dan Inferioritas Perempuan, 4-5. 38

Tanti Hermawati, “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender” Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 1, No. 1

(Januari 2008) 21. 39

Susan Moler Okin, Justice, Gender,and The Family (Chicago: Basic Books, Inc, 1989), 6. 40

David Crystal (ed), The Cambridge Encyclopedia (New York: Cambridge University Press, 1991),

487.

Page 8: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jender lebih bersifat terma budaya dan

sosial daripada terma biologis. Jender sesungguhnya merupakan perbedaan perilaku

(behavior differences) antara laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksikan secara sosial

dalam masyarakat dan bukan merupakan kodrat dari Tuhan. Perbedaan jender adalah

perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan oleh mereka sendiri, baik individu

maupun masyarakat melalui proses sosial budaya dan telah berlangsung dalam kurun waktu

yang lama.

2.3.2. Dari Perbedaan Jender kepada Perbedaan Peran dan Kedudukan antara Laki-

laki dan Perempuan.

Laki-laki dan perempuan secara biologis berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini

terutama didasarkan pada alat reproduksi di antara keduanya. Melalui kehidupan sosial dan

budaya masyarakat, perbedaan biologis ini dikontruksikan sedemikian rupa sehingga

melahirkan dikotomi peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Malah ada yang

menganggap bahwa pemisahan (dikotomi publik-domestik) ini merupakan kodrat hidup

manusia.41

Konstruksi jender terhadap laki-laki dan perempuan, telah dimulai sejak mereka

masih kanak-kanak, ketika keduanya diperlakukan secara berbeda oleh orang dewasa (orang

tua). Perlakuan yang berbeda ini meliputi pemberian nama, penyediaan alat permainan,

pemilihan pakaian, cara berbicara dan lingkungan bermain. Biasanya anak perempuan selalu

diperlakukan dengan lembut sementara anak laki-laki akan mendapat perlakukan yang lebih

41

Arief Budiman mengatakan hal yang sama. Menurutnya, pembagian kerja secara seksual merupakan

sebuah lembaga kemasyarakat yang tertua dan terkuat dalam masyarakat. Banyak orang yang beranggapan

bahwa pembagian kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamiah. Padahal pembagian kerja secara seksual

jelas tidak adil bagi kaum perempuan. Meskipun demikian banyak perempuan yang tidak beranggapan seperti

ini, sebaliknya mereka menerima peran yang diberikan kepada mereka sebagai sesuatu yang mulia dan harus

dijunjung tinggi. Lihat Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual – Sebuah Pembahasan Sosiologis

tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1985), ix.

Page 9: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

keras.42

Sam Keen menyatakan bahwa perbedaan utama antara laki-laki dan perempuan

adalah bahwa laki-laki selalu diharapkan untuk dapat menggunakan kekerasan bila

diperlukan, sedangkan perempuan tidak. Kapasitas dan kemauan untuk kekerasan telah

menjadi pusat defenisi diri laki-laki. Jiwa mereka belum dibangun di atas rasional “saya

berpikir maka saya ada” tapi pada irasional “saya menaklukkan karena itu saya”.43

Sejak

kecil anak laki-laki telah dipisahkan dari ibunya agar ia belajar mencari jati dirinya sebagai

seorang anak laki-laki sebelum kembali ke dalam pernikahan. Dalam pencarian jati diri itu,

laki-laki diajarkan untuk menggunakan kekerasan dan menjadi individu yang selalu

menggunakan kekuatannya dalam berbagai hal.44

Melalui diferensiasi perlakuan seperti di atas, laki-laki dan perempuan akan belajar

untuk berbeda. Perbedaan yang tampak tidak hanya perbedaan biologis tetapi telah meningkat

menjadi perbedaan tingkah laku di antara mereka. Laki-laki akan menjadi individu yang

keras, rasional, kuat sedangkan perempuan menjadi individu yang lebih lembut, emosional,

lemah. Perbedaan jender seperti inilah yang menyebabkan timbulnya dikotomi peran dan

kedudukan antara mereka. Perempuan dengan sifat-sifat femininnya dianggap selayaknya

untuk berperan di sektor domestik, sebaliknya laki-laki yang maskulin sudah sepatutnya

berperan di sektor publik. Pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, membersihkan

rumah, mengasuh anak, selaras dengan sifat-sifat feminin sedangkan tugas untuk mencari

nafkah dan memberikan perlindungan kepada keluarga menjadi tugas laki-laki dan sejalan

dengan sifat-sifat maskulinnya.

42

Sugihastuti dan Saptiawan, Gender dan Inferioritas Perempuan, 13-24. 43

Sam Keen, Fire in The Belly: On Being a Man (New York: Bantam Brooks, 1991), 37. 44

Keen, Fire in The Belly, 27-48. Pendapat serupa dikemukakan oleh Pieere Bourdieu Proses ini bagi

Bourdieu yang menyatakan bahwa anak laki-laki telah dipisahkan dari ibu mereka ketika mereka masih kecil

teaptnya saat mereka telah sanggup berjalan dan dibentuk untuk berprilaku seperti laki-laki. Sementara untuk

perempuan mereka dibimbing untuk menginternalisasikan prinsip-prinsi hidup yang feminin; tentang cara

membawa diri dalam masyarakat, cara berdandan dan mengenakan pakian berdasarkan jenjang (dari gadis kecil,

remaja perempuan, perawan yang siap kawin, istri dan ibu keluarga), mengerjakan pekerjaan-pekerjaaan rumah-

tangga dan lainnya. Lihat Pieere Bourdieu, Dominasi Maskulin (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 35-38.

Page 10: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Susan Moller Okin menyatakan bahwa dikotomi publik-domestik yang membedakan

peran antara laki-laki dan perempuan pada ranah publik (luar rumah tangga) dan ranah

domestik (dalam rumah tangga) akan sangat membatasi peran dan kedudukan dari kaum

perempuan dibandingkan dengan kaum laki-laki. Dikotomi publik-domestik adalah politik

untuk menyesatkan dan mengaburkan pola siklus ketidak-setaraan antara pria dan wanita.

Dikotomi publik dan domestik mengakibatkan timbulnya pembagian kerja secara seksual

dalam keluarga dan masyarakat. Pembagian kerja dalam struktur jender (antara laki-laki dan

perempuan) di keluarga akan menimbulkan hambatan praktis dan psikologis terhadap

perempuan di semua bidang kehidupan.45

Perempuan akan digiring untuk melakukan peran-

peran yang tidak diinginkannya, melainkan peran-peran sesuai dengan perspektif tradisional

dalam masyarakat, yang secara umum mengandung diskriminasi dan ketidak-adilan.

Meskipun perempuan telah melakukan banyak peran dalam kehidupan keluarga dan

masyarakat, namun kedudukan dan posisi mereka masih berada di bawah laki-laki. Kadang-

kadang keberadaan perempuan di ruang publik tidak terlihat atau terdengar. Perempuan

terkadang dibungkam dan direndahkan atau dilecehkan secara seksual.46

Tugas-tugas yang banyak dan padat dalam rumah-tangga membuat perempuan

kehilangan kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk mengembangkan dirinya secara

optimal sebagai individu yang bebas.47

Perempuan harus seorang diri melakukan berbagai

tugas rumah tangga seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan bahkan mengurus suami.

Kondisi perempuan yang demikian mengakibatkan dia tidak leluasa terlibat dalam pekerjaan

publik, meskipun tersedia kesempatan baginya. Sementara itu, karena pekerjaan para istri

dalam rumah tangga bukan pekerjaan yang dibayar, maka dengan sendirinya ia dipandang

tidak memiliki penghasilan apa-apa. Akibatnya, ia tergantung kepada suami secara sosial dan

45

Okin, Justice Gender and The Family, 111. 46

Okin, Justice Gender and The Family, 132. 47

Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila, (Salatiga: Satya Wacana University Press,

2007), 78-79.

Page 11: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

ekonomi. Hal inilah yang membuat kedudukan dan posisi perempuan (istri) dalam keluarga

dan masyarakat selalu menjadi lebih rendah di bawah laki-laki.

Pieere Bourdieu mengemukakan bahwa dalam sistem pembagian kerja secara seksual

seperti yang nampak dalam kehidupan masyarakat Qubail, peran dan posisi perempuan

(sebagai yang terdominasi) akan sangat kecil dan lemah dibandingkan kaum laki-laki (yang

mendominasi). Pembagian kerja secara seksual berfungsi sebagai sistem atau skema yang

mengatur persepsi, pikiran dan tindakan masyarakat. Dalam sistem pembagian kerja secara

seksual ini, terlihat jelas kekuatan tatanan maskulin (laki-laki) yang hadir dengan justifikasi

terhadap berbagai peran dan posisi antara mereka dan kaum perempuan.48

Masyarakat

seringkali mengambil kehidupan laki-laki sebagai norma dalam kehidupan bersama sehingga

mereka selalu berusaha untuk merajut perempuan dalam pakaian laki-laki.49

Laki-laki selalu mendapat tempat dalam lingkup yang eksterior, resmi atau publik

sementara perempuan pada lingkup interior atau rumah tangga. Itulah kedudukan yang

semestinya untuk perempuan. Dengan begitu maka perempuan diberikan peran untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumah tangga antara lain menjaga dan mengasuh anak,

memelihara binatang, memasak dan mencuci. Perempuan terkurung dalam dunia yang

terbatas seperti rumah, sehingga harus tunduk kepada orang yang mendominasi mereka (laki-

laki).50

Dalam kehidupan masyarakat, dominasi maskulin dan kekerasan simbolik yang

merendahkan peran dan posisi perempuan ini, terstruktur dalam tiga institusi sosial yakni

keluarga, gereja dan sekolah. Keluarga yang pertama mengajarkan anak-anaknya tentang visi

dasar dominasi maskulin. Gereja yang secara eksplisit didominasi oleh nilai-nilai patriarkhat

ikut menjaga tatanan dominasi laki-laki, melalui berbagai dogma dan ajarannya tentang

48

Bourdieu, Dominasi Maskulin, 10-13. 49

Carol Gillingan, Dalam Suara yang Lain: Teori Psikologi dan Perkembangan Perempuan (Jakarta:

Pustaka Tangga, 1997), 9 50

Bourdieu, Dominasi Maskulin, 42-43.

Page 12: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

inferioritas perempuan. Sementara itu, sekolah melengkapi lewat pencitraan diri manusia

lewat berbagai varian filsafat, kebudayaan dan sastra.51

Dominasi maskulin ini termanifestasi

ke dalam bentuk berbagai ketidak-adilan jender yang menimpa perempuan seperti

marginalisasi, stereotipe, kekerasan, subordinasi dan adanya beban kerja ganda.52

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan jender antara laki-laki dan

perempuan memiliki akses yang sangat besar, yang menciptakan adanya perbedaan peran dan

kedudukan di antara mereka. Laki-laki yang dikontruksikan maskulin memiliki ruang untuk

berperan di sektor publik (di luar rumah tangga) dengan kedudukan yang lebih tinggi,

sedangkan perempuan yang dikontruksikan feminin lebih banyak berperan dalam ruang

domestik (dalam rumah tangga) dengan kedudukan yang lebih rendah. Dikotomi publik-

domestik seperti ini yang menyebabkan adanya pembagian kerja secara seksual, yang

menimbulkan kesenjangan jender (gender gap) dan ketidak-setaraan jender (gender

inequality) antara laki-laki dan perempuan. Pada akhirnya, kesenjangan dan ketidak-setaraan

jender ini menyebabkan terjadinya marginalisasi dan penyisihan terhadap hak-hak

perempuan, subordinasi dan dijadikan jenis kelamin nomor dua53

(the second sex) dalam

masyarakat, stereotip atau pemberian label tertentu terhadap diri perempuan, kekerasan baik

fisik maupun psikis serta adanya beban kerja ganda yang harus dipikul oleh mereka setiap

waktu.

2.3.3. Perbedaan Jender dalam Kehidupan Sosial Budaya di Masyarakat.

Kebudayaan merupakan sesuatu yang komprehensif, yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, moral, hukum, seni, serta kebiasaan masyarakat, yang dimiliki bersama oleh

51

Bourdieu, Dominasi Maskulin, 120-122. 52

Nunuk Muniarti, Getar Gender 1 (Yogyakarta: Yayasan Indonesiatera, 2004), xx-xiii. 53

Annie Leclerc menyatakan bahwa berbagai bentuk diskriminasi dan subordinasi yang terjadi kepada

perempuan, baik di rumah tangga, tempat kerja membuat perempuan menjadi individu kelas dua dan pembantu

bagi kaum laki. Pada akhirnya perempuan menjadi individu yang pasif, yang tidak mampu untuk bangkit dan

memperbaiki nasib mereka. Lihat Annie Leclerc, Kalau Perempuan Angkat Bicara (Yogyakarta: Kanisius,

2000), vi.

Page 13: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

manusia baik sebagai individu maupun masyarakat.54

Nilai-nilai budaya memiliki pengaruh

yang sangat besar terhadap pembentukan jati diri seorang manusia. Ia berfungsi untuk

mengatur dan menata tingkah laku manusia dalam interaksi sosialnya bersama orang lain.

Nilai-nilai budaya ini termanifestasi lewat berbagai tindakan dan perilaku manusia dalam

kehidupannya setiap waktu.

Perbedaan jender merupakan salah satu manifestasi dari nilai-nilai budaya yang ada

dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Sebagai manifestasi nilai-nilai budaya,

perbedaan jender menciptakan ruang bagi pembagian peran dan kedudukan antara laki-laki

dan perempuan. Gadis Arivia mengatakan bahwa budaya yang memiliki pengaruh sangat

besar dan penting terhadap peran dan kedudukan perempuan dalam masyarakat adalah

budaya patriarkhi, yang mengasosiasikan laki-laki dengan segala yang positif dan aktif

sementara perempuan diasosiasikan negatif dan pasif.55

Dengan cara memfragmentasi

kehidupan manusia (perempuan dalam dunia domestik dan laki-laki di ranah publik),

masyarakat partriarkhal mampu membuat perempuan terpecah dan mengisolasi mereka

dalam dunia publik, sehingga tidak memiliki kekuatan politis dan semakin terdiskriminasi

dari laki-laki.56

Menurut Tantri Hermawati, budaya patriarkhi berkembang dalam kehidupan

masyarakat di seluruh dunia dan mengakibatkan adanya pembagian kerja di antara laki-laki

dan perempuan. Pembagian kerja ini menyebabkan berkembangnya peran-peran sosial yang

terbatas bagi kedua jenis kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan, yang dalam

beberapa hal lebih menguntungkan kaum lelaki.57

Dari perbedaan kekuasaan inilah, tercipta

istilah-istilah dalam masyarakat yang merendahkan harkat dan martabat perempuan.

Contohnya dalam budaya Jawa, ada menyebutkan bahwa istri sebagai kanca wingking,

54

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi, 157-163. 55

Gadis Arivia, Feminisme Sebuah Kata Hati (Jakarta: Kompas, 2006), 41. 56

Gadis Arivia, Feminisme Sebuah Kata Hati, 111. 57

Tanti Herawati, “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”, 19.

Page 14: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

artinya teman belakang, sebagai teman dalam mengelola urusan rumah tangga, khususnya

urusan anak, memasak, mencuci dan lain-lain. Ada lagi istilah lain suwarga nunut neraka

katut. Istilah itu juga diperuntukkan bagi para istri, bahwa suami adalah yang menentukan

istri akan masuk surga atau neraka. Kalau suami masuk surga, berarti istri juga akan masuk

surga, tetapi kalau suami masuk neraka, walaupun istri berhak untuk masuk surga karena

amal perbuatan yang baik, tetapi tidak berhak bagi istri untuk masuk surga karena harus katut

atau mengikuti suami masuk neraka. Ada lagi istilah yang lebih merendahkan lagi bagi para

istri, yaitu bahwa seorang istri harus bisa manak, macak, masak dan berapa kata yang berawal

„m‟ yang lain lagi. Bahwa seorang istri itu harus bisa memberikan keturunan, harus selalu

berdandan untuk suaminya dan harus bisa memasak untuk suaminya. Istilah lain yang

melekat pada diri seorang perempuan atau istri yakni dapur, pupur, kasur, sumur dan

mungkin masih ada akhiran “ur-ur” yang lain yang bisa diteruskan untuk dilekatkan pada

perempuan.58

Semua hal di atas, membuktikan bahwa perbedaan jender antara laki-laki dan

perempuan serta didukung oleh pengaruh budaya (adat istiadat) masyarakat, memiliki

pengaruh yang besar terhadap pencitraan diri mereka. Pencitraan diri laki-laki dan perempuan

ini selanjutnya menentukan pula status sosial (kedudukan) dan peran mereka masing-masing.

Laki-laki memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dengan peran-peran yang lebih populer di

masyarakat, sedangkan perempuan mendapatkan kedudukan yang lebih rendah dengan peran-

peran yang kecil dalam lingkup rumah tangga.

2.3.4. Perbedaan Jender dalam Hubungan dengan Peran dan Kedudukan Perempuan

di Gereja

58

Tanti Herawati, “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”, 20.

Page 15: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Perbedaan jender memiliki pengaruh yang besar terhadap berbagai peran dan

kedudukan dari laki-laki dan perempuan, dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satunya

adalah peran dan kedudukan perempuan di dalam gereja. Anne Hommes menyatakan bahwa

di dalam kehidupan gereja, masih ada diskirminasi terhadap peran dan kedudukan kaum

perempuan. Otoritas sebagai pejabat gereja masih banyak dipegang oleh kaum laki-laki.

Lapangan kerja mereka di dunia publik mencakup baik di gereja maupun masyarakat

(pemerintah). Dan mereka juga selalu dilayani oleh kaum perempuan, yang setia

melaksanakan keputusan laki-laki.59

Sementara itu, kaum perempuan cenderung hanya

menjadi pelengkap atau pembantu bagi laki-laki.

Hommes menjelaskan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam

kehidupan gereja melalui uraiannya tentang gereja dalam bentuknya sebagai sebuah lembaga

(Gesellschaft) dan sebagai sebuah persekutuan/keluarga (Gemeinschaft). Hommes meminjam

istilah ini dari Ferdinand Toennies60

, seorang sosiolog Jerman yang menyebut masyarakat

dalam dunia jenis kelompok sosial yakni gesellschaft dan gemeinschaft.61

Gereja sebagai gesellschaft memiliki ciri-ciri berupa ikatan lahir di mana anggota-

anggota bertalian dengan kontrak (sidi dalam gereja). Tujuan utama hubungan di antara

mereka berkaitan dengan urusan dan kepentingan yang mereka ingin capai bersama.

Gesellschaft terbentuk sebagai suatu organisasi, suatu mesin dengan macam-macam onderdil,

di mana peranan, fungsi dan prestasi lebih penting daripada orang yang melaksanakannya

59

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita,123. 60

Ferdinand Tonnies lahir di Schleswig, Jerman Timur pada tahun 1855. Ia merupakan salah seorang

sosiolog Jerman yang turut melatar-belakangi berdirinya German Sosiological Association (1909) bersama

dengan George Simmel, Max Webber, Werner Sombart, dan lainnya. Ferdinand Tonnies membedakan tipe

masyarakat menjadi dua yakni Zweckwille dan Tribwille. Zweckwille adalah kemauan rasional yang hendak

mencapai suatu tujuan, sementara Tribwille adalah dorongan batin berupa perasaan. Tonnies mengembangkan

pemikirannya tentang Zweckwille - Tribwille dan berhasil membedakan konsep tradisional dan modern dalam

suatu organisasi sosial, yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft. Gemeinschaft adalah bentuk hidup bersama yang

lebih bersesuai dengan “triebwille”. Kebersamaan dan kerja sama tidak diadakan untuk mencapai suatu tujuan

diluar, melainkan dihayati sebagai tujuan dalam dirinya, contohnya keluarga, lingkungan tetangga, sahabat-

sahabat dll. Sedangkan Gesselschaft adalah tipe asosiasi dimana relasi-relasi kebersamaan dan kebersatuan

antara orang berasal dari faktor–faktor lahiriah, seperti persetujuan, peraturan, undang-undang dan sebagainya.

Diunduh dari htpp://keslipit.wordpress.com/2011/01/24/Ferdinand Tonnies. 61

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 124-125.

Page 16: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

baik laki-laki maupun perempuan.62

Jadi peran dan kedudukan perempuan menjadi seimbang,

sejajar dan sama dengan laki-laki dalam gereja sebagai gesellschaft, tergantung kualitas dan

keahlian mereka sebagai bagian (onderdil) dari organisasi (mesin) yaitu lembaga gereja.

Sementara itu, gereja sebagai gemeinschaft atau gereja sebagai sebuah keluarga

memiliki ciri-ciri ikatan batin di mana anggota-anggota saling bertalian secara intim dengan

rasa cinta. Gemeinschaft terbentuk sebagai organ atau tubuh bukan sesuatu yang mekanis

tetapi hidup. Dalam kategori ini hubungan timbal balik di antara anggota-anggota tubuh lebih

penting daripada hasil karya mereka. Pada model seperti ini status quo benar-benar

dipertahankan, di mana laki-laki sebagai kepala sementara perempuan adalah hati atau

jantung. Gereja sebagai gemeinschaft akan sangat membatasi peran dan kedudukan dari

perempuan, yakni hanya sebagai penunjang bagi kaum laki-laki. Peran dan kedudukan

mereka telah ditetapkan seperti dalam keluarga mikro dan sulit untuk diubah, oleh karena hal

tersebut tidak didasarkan pada kemampuan dan keahlian tetapi berdasarkan sifat biologis

mereka.63

Kedua model kelembagaan gereja ini pada akhirnya memberikan arah kepada peran

dan kedudukan perempuan dalam gereja sendiri. Kenyataannya bahwa model gemeinschaft

yang membatasi peran dan kedudukan perempuan lebih banyak digunakan dalam berbagai

gereja. Akibatnya terjadi pemilahan dan ketimpangan peran serta kedudukan di antara laki-

laki dan perempuan. Pemilahan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

gereja, sesungguhnya berasal dari berbagai ajaran gereja, yang bersumber pada tiga hal yaitu

Alkitab, pengaruh gereja zending yang telah mengkristenkan orang di seluruh dunia

(termasuk Indonesia) dan kebudayaan setempat (kebudayaan di mana gereja ada dan

berkembang).

62

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 125. 63

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 125-126.

Page 17: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Sistem budaya patriarkhat yang sangat mengesampingkan peran dan merendahkan

kedudukan kaum perempuan banyak tersaji dalam cerita-cerita Alkitab, baik dalam PL

maupun PB. Dalam PL terdapat tekanan antara dinamika Allah yang membebaskan umatnya

dan memandang kaum laki-laki dan perempuan sederajat dengan daya tarik sistem patriarkhat

yang berbau diskriminasi seks, misalnya dalam Kejadian 12:13 & 20:12 yang berisi tentang

kebohongan Abram pada waktu dia bersama Sarai masuk ke Mesir. Versi yang kedua (kej

20:12) lebih bersifat patriarkhat karena Abram menyalahkan Sarai, meskipun Abram dipakai

Allah sebagai alat keselamatan dan penyebaran firman-Nya.64

Sementara dalam PB sendiri

juga terlihat diskriminasi peran dan kedudukan terhadap perempuan dalam beberapa ajaran

Paulus. Ada pembatasan tertentu kepada kaum perempuan dalam hubungan dengan peran dan

kedudukan mereka di tengah-tengah gereja. Apa yang dapat dan pantas dilakukan oleh

perempuan dan apa yang tidak dapat dan tidak pantas dilakukan oleh mereka, misalnya dalam

I Tim 2:8-15, di sini Paulus membatasi perempuan untuk tidak mengajar dalam gereja, juga

mengenai cara berpakaian yang diharuskan bagi perempuan.65

Di satu pihak perempuan itu digambarkan berstatus sangat rendah. Ia digambarkan

lebih rendah dari laki-laki, suami bahkan anak-anaknya. Namun di lain pihak ia digambarkan

bernilai sangat tinggi lebih dari permata. Di sebagian teks Alkitab, diperlihatkan bahwa status

dan peran yang layak bagi seorang perempuan adalah sebagai ibu dan istri, untuk melahirkan

anak, melayani suami, tidak boleh berperan aktif dalam masyarakat apalagi mengajar laki-

laki. Tetapi sebagian teks Alkitab yang lain memperlihatkan status dan peran perempuan itu

bukan hanya sebagai istri atau ibu tetapi sebagai mitra kerja laki-laki, sebagai penasihat

hikmat istana, nabi, dan hakim.66

64

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 128. 65

Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita, 128-129. 66

Risnawaty Sinulingga, “Gender ditinjau dari Sudut Pandang Agama Kristen” Jurnal Wawasan,

Volume 12, Nomor 1 (Juni 2006) 49.

Page 18: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Perbedaan status (kedudukan) dan peran yang dikemukakan di atas sesuai dengan

situasi dan kondisi masyarakat yang melatar-belakangi tujuan penulisan setiap bagian

Alkitab. Teks-teks Alkitab ini, ditulis pada konteks yang berbeda sehingga memberikan

gambaran yang berbeda pula terhadap para perempuan. Ada perempuan-perempuan yang

mendapat tempat yang tinggi dan sejajar dengan laki-laki (Miryam, Ribka, Debora dan Maria

ibu Yesus), namun ada juga perempuan yang mendapat tempat yang rendah dari laki-laki

(Hagar dan Tamar). Konteks penulisan teks yang berbeda, melahirkan juga konsep yang

berbeda tentang perempuan dalam Alkitab. Kebanyakan teks-teks yang mengandung

diskriminasi kepada perempuan, yang lebih banyak dipakai untuk memperkuat posisi dan

peran laki-laki di dalam gereja.

Dapat disimpulkan bahwa perbedaan jender dalam masyarakat mengakibatkan pula

perbedaan kedudukan dan peran antara laki-laki dan perempuan di dalam gereja. Dalam

perbedaan tersebut, laki-laki seringkali mendapat posisi (kedudukan) yang lebih baik dan

lebih tinggi daripada perempuan. Dengan bercermin pada teks-teks Alkitab yang memuat

diskriminasi terhadap perempuan, kaum laki-laki berupaya untuk memperkuat posisi mereka

baik dalam birokrasi dan pelayanan gereja.67

Jabatan-jabatan struktural dan pelayanan yang

diperoleh laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Dengan begitu maka di dalam gereja,

terjadi juga ketimpangan jender antara laki-laki dan perempuan.

2.3.5. Peran dan Kedudukan Perempuan dari Prespektif Kesetaraan Jender.

67

Pendapat yang hampir sama, dikemukakan oleh Mahadma Gandhi tentang peran dan kedudukan

perempuan yang rendah dalam kehidupan masyarakat khususnya di India. Menurut Gandhi hal itu ikut

dipengaruhi juga oleh teks-teks Smriti (kita suci Hindu), yang dianut oleh masyarakat. Dalam beberapa teks

seperti Atri 136-137, Vasistha 21-24, Manu 8-371 dll, termuat jelas gambaran seorang perempuan yang harus

tunduk kepada laki-laki, bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang lebih dari perempuan sehingga harus

dihormati dalam masyarakat. Lihat Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, (Yogyakarta

: Pustaka Pelajar, 2002) 25-26. Bandingkan pula Jeanne Becher, Perempuan, Agama dan Seksualitas (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2000), 92-117.

Page 19: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Pada hakikatnya, manusia terlahir berpasangan yakni laki-laki dan perempuan.

Keduanya lahir dengan derajat, harkat, dan martabat yang sama sebagai manusia, meskipun

dalam konteks masyarakat yang berbeda-beda. Perempuan dan laki-laki adalah makhluk

sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Keduanya adalah mitra atau patner

hidup yang setara, yang harus saling melengkapi dalam hidup bersama. Gandhi menyebut

perempuan adalah mitra kaum laki-laki yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan

mental yang setara.68

Artinya bahwa perempuan adalah individu yang secara sosial sama dan

sederajat dengan kaum laki-laki.

Kesamaan dan kesederajatan antara laki-laki dan perempuan itulah yang disebut

sebagai kesetaraan jender. Kesetaraan jender sebagaimana terlampir dalam instruksi presiden

nomor 9 tahun 2000 adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan

berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan

nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.69

Kesetaraan jender

adalah sebuah kondisi dimana perempuan dan laki-laki menikmati status (kedudukan) dan

peran yang sama. Kesetaraan jender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak-

adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian maka, dalam

wujud kesetaraan jender ini ada kesederajatan dan kesamaan kepada laki-laki dan perempuan.

Bersamaan dengan adanya kesetaraan jender, muncul juga keadilan jender sebagai

suatu proses menuju perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan

jender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan

kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Dalam kondisi ini, perempuan memiliki hak

dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, termasuk untuk melakukan berbagai peran dan

menempati posisi yang sesuai dengan keinginan dan ketrampilan dirinya.

68

Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, 5. 69

Wayan Gede Suacana dan Diah Rukmawati, “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Kegiatan Adat

Istiadat bagi Perempuan Bali” Jurnal Gender Sarathi Vol 16 no 3 (Oktober 2009) 373.

Page 20: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Brunetta Reid Wolfman menyatakan bahwa perempuan terpanggil untuk melakukan

banyak peran dalam kehidupan mereka. Ada peran yang dapat mereka lakukan sekaligus

dalam satu waktu, dan ada juga peran yang dapat dilakukan pada waktu yang berbeda-beda.

Perempuan adalah individu yang telah memiliki beberapa peran sejak lahir, yang tidak pernah

terpikirkan olehnya tetapi telah menjadi bagian dari kehidupannya.70

Menurutnya, dahulu

peran kaum perempuan hanya terbatas dalam keluarga saja. Sedangkan pada masa kini, peran

perempuan tidak hanya sebatas keluarga tetapi telah mencakup dunia kerja (publik).

Perempuan telah melibatkan diri dengan berbagai peran di luar lingkungan keluarga seperti

menjadi guru, sekretaris, dokter atau pekerja sosial.71

Meskipun demikian, ada beberapa peran tertentu terutama yang berkaitan dengan

kepemimpinan dalam masyarakat yang dipandang tidak layak dilakukan dan ditempati oleh

perempuan seperti kades, kepala adat atau presiden. Perempuan akan mengalami kesulitan

untuk melakukan peran-peran tersebut karena bertentangan dengan pandangan umum dalam

masyarakat. Peran-peran kepemimpinan semacam itu, dipandang hanya layak dilakukan oleh

laki-laki. Kebanyakan masyarakat selalu mengharapkan perempuan untuk menjadi istri dan

ibu rumah tangga. Mereka diharuskan untuk mengurus rumah tangga/keluarga. Selain itu,

perempuan juga memiliki keraguan untuk memegang peran-peran yang secara tradisonal

telah dimonopoli oleh laki-laki dan yang secara adat istiadat dilarang bagi mereka.

Perempuan tidak menyadari apa arti peran-peran yang mereka lakukan tersebut. Kebanyakan

peran yang dilakukan oleh perempuan adalah peran-peran yang diwariskan dalam keluarga

dan lingkungan kebudayaan di mana perempuan tersebut tinggal. Perempuan hanya

mengikuti untuk melakukan berbagai peran tersebut, sama seperti yang dipraktekkan oleh

perempuan-perempuan yang telah lebih ada sebelum mereka.72

70

Wolfman, Peran Kaum Wanita, 10. 71

Wolfman, Peran Kaum Wanita, 11-12. 72

Wolfman, Peran Kaum Wanita,12-17.

Page 21: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

Adanya stereotipe tertentu yang dikenakan kepada perempuan dalam masyarakat

sering membuat mereka tidak bebas untuk berperan. Lingkungan masyarakat beserta

pandangan umum yang berkembang di sana, kadangkala bertentangan tentang keinginan dan

kualitas diri perempuan untuk berkembang dan melakukan berbagai peran. Mereka dibatasi

karena dianggap tidak pantas, lemah dan tidak mampu melakukan peran-peran tertentu dalam

masyarakat.73

Padahal perempuan berhak dan dapat melakukan banyak peran serta menempati

berbagai posisi seperti kaum laki-laki. Perempuan yang tingkat pendidikannya tinggi, kini

telah banyak berperan dalam berbagai bidang kehidupan. Perempuan telah menduduki

jabatan/posisi penting dalam pemerintah, pendidikan sebagai kepala sekolah, pengacara,

bisnis-woman, tenaga ahli, dosen, politikus, kepolisian dan sebagainya. Posisi-posisi ini

sebelumnya dikhususkan hanya kepada laki-laki, namun kini telah ditempati oleh perempuan.

Hal ini membuktikan bahwa perempuan ternyata mampu untuk menyesuaikan diri dengan

berbagai peran dan tanggung-jawab yang dilakukannya.74

Untuk itulah maka masyarakat perlu memandang perempuan sebagai individu yang

utuh yang memiliki hak, peran dan kedudukan yang setara dan sama dengan kaum laki-laki.

Perempuan memiliki potensi yang tidak kalah dari laki-laki untuk terlibat dalam berbagai

kerja di dunia publik, untuk belajar dan meraih pendidikan yang sama tinggi dengan laki-laki,

untuk menentukan dan memutuskan masa depan sesuai kehendak (keinginan diri) mereka.

Seperti yang dikatakan Susan Moller Okin bahwa perempuan harus diberikan kesempatan

dan peluang yang sama dengan laki-laki (kesamaan posisi dan kesempatan bagi siapapun).75

Pada akhirnya dalam perspektif kesetaraan jender, perempuan dan laki-laki memiliki

status (kedudukan) dan peran yang sama dalam masyarakat. Perempuan merupakan mitra

73

Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, 44. 74

Wolfman, Peran Kaum Wanita, 18-21. 75

Okin, Justice Gender and The Family, 171.

Page 22: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

setara dari laki-laki, sehingga mereka memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam

berbagai bidang aktivitas seperti yang dilakukan laki-laki. Kaum perempuan berhak untuk

memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang dia lakukan, tanpa ada pembatasan.

Dengan adanya jaminan persamaan dan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, akan

ada keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang menjamin adanya ekualitas (kesetaraan)

kewajiban dan tanggungjawab dari laki-laki dan perempuan dalam menanggung beban

pekerjaan yang sama (dengan dan tanpa nafkah, produksi dan reproduksi, peran dalam

keluarga/kehidupan domestik). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keadilan dan

kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah menjadi satu tanpa perbedaan jender.

2.4. Rangkuman.

Ketidak-setaraan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

masyarakat, merupakan akibat dari adanya konstruksi sosial tentang laki-laki dan perempuan,

yang kemudian melahirkan dikotomi publik dan domestik yang menyebabkan pula timbulnya

pembagian kerja secara seksual di antara mereka. Ada tiga faktor utama yang melatar-

belakangi adanya hal tersebut. Pertama adalah perbedaan biologis di antara laki-laki dan

perempuan. Pada umumnya, laki-laki secara fisik lebih kuat dan lebih kekar daripada

perempuan. Hal ini menjadikan perempuan sering dianggap lemah dan tidak mampu untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar area keluarga.

Kedua adalah pengaruh adat istiadat (budaya) dan dogma agamais dalam masyarakat

terhadap laki-laki dan perempuan. Di banyak negara (termasuk di Indonesia), masyarakat

masih menjalani kehidupannya dalam pengaruh adat budaya dan dogma agama yang kuat.

Adat budaya dan dogma agama tersebut yang membentuk identitas mereka termasuk juga

berbagai persepsi hidup mereka. Umumnya budaya yang berkembang di dalam masyarakat

adalah budaya patriarkhat. Sementara dogma-dogma agama pun kebanyakan bersifat

Page 23: “Keadilan masa depan adalah menjadi satu tanpa jender ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2477/3/T2_752010001_BAB II.pdf · Pola pergaulan antara laki-laki dan ... Perubahan

patriarkhi dengan lebih mengedepankan kaum laki-laki. Dengan begitu maka, berbagai

persepsi atau pandangan yang tumbuh dalam masyarakat akan menganggap laki-laki sebagai

yang lebih utama dan lebih tinggi posisinya daripada perempuan.

Ketiga adalah kecenderungan kaum perempuan sendiri untuk didominasi oleh kaum

laki-laki. Memang ada banyak perempuan yang keras berjuang untuk mendapatkan

kesetaraan dengan kaum laki-laki. Namun masih banyak pula perempuan yang tidak

menyadari bahwa mereka sedang berada dalam kehidupan yang tidak setara dengan laki-laki.

Mereka justru menganggap bahwa kehidupan yang dijalani setiap hari itu sudah menjadi

kodrat mereka, termasuk ketika harus selalu berada di dalam keluarga dengan peran-peran

yang hanya terbatas pada memasak, merawat keluarga, mengasuh anak atau sekedar

mendampingi suami. Semua faktor itu bergabung menjadi penghalang yang kuat, yang

membatasi gerak perempuan untuk berperan dan memiliki kedudukan yang setara dengan

kaum laki-laki dalam masyarakat.

Dengan demikian maka kecenderungan untuk melihat peran dan kedudukan

perempuan dari prespektif kesetaraan jender, menjadi sebuah kebutuhan yang penting dalam

upaya mengkaji secara kritis relasi sosial antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.

Dengan melihat peran dan kedudukan perempuan dalam prespektif kesetaraan jender, maka

masyarakat akan lebih terbuka untuk menerima berbagai peran yang dilakukan dan

kedudukan yang ditempati oleh mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Hanya dengan

memandang dan menerima kaum perempuan sama dan setara dengan kaum laki-laki, akan

ada keadilan yang tercipta di tengah-tengah dunia.